Anda di halaman 1dari 8

1.

Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip penyimpulan sebagai hukum dasar


penyimpulan?
= prinsip – prinsip penyimpulan

1) Prinsip Konotasi Term dalam silogisme


 Hukum Pertama : Dua hal yang sama, apabila yang satu diketahui sama
dengan hal ketiga maka yang lain pun pasti sama.
Penjelasan : Dua hal yang sama ini dimisalkan term “manusia” dan term
“berakal budi”, yang keduanya beranggotakan sama dalam arti semua
manusia berakal budi.

 Hukum Kedua : Dua hal yang sama, apabila sebagian yang satu termasuk
dalam hal ketiga maka sebagian yang lain pun termasuk didalamnya.
Penjelasan :
Dua hal yang sama misal term “rakyat Indonesia” yang beranggotakan sama
dengan term “warga negara Indonesia”, dinyatakan : rakyat Indonesia
adalah yang menjadi warga negara Indonesia.

 Hukum Ketiga : Antara dua hal, apabila yang satu sama dan yang lain
berbeda dengan hal ketiga maka dua hal itu berbeda.
Penjelasan : Dua hal dimisalkan hal pertama term “yang berbudaya”, sedang
hal kedua term “keturunan kera”. Apabila yang satu sama dengan hal ketiga
term “manusia”, dalam arti : semua yang berbudaya adalah manusia.

2) Prinsip Denotasi Term dalam Silogisme


 Hukum Keempat : Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama
dengan keseluruhan maka diakui pula sebagai sifat oleh bagian-bagian
dalam keseluruhan itu.
Penjelasan : Pertama diketahui antara bagian dan keseluruhan. Sebagai
bagian misal term “warga negara Indonesia keturunan asing” , sebagai
keseluruhan term “rakyat Indonesia” sehingga dapat dinyatakan : WNI
keturunan asing adalah rakyat Indonesia.

 Hukum Kelima : Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan
bagian dari suatu keseluruhan maka diakui pula sebagai bagian dari
keseluruhannya itu.
Penjelasan : Pertama diketahui antara bagian dan keseluruhannya. Sebagai
keseluruhan misal term “makhluk”, sedang bagian dari keseluruhan itu term
“manusia” , dinyatakan : sebagian makhluk adalah manusia.

 Hukum Keenam : Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi
keseluruhan maka meliputi pula bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
Penjelasan : Antar bagian dan keseluruhan misal sebagai bagiannya adalah
term “warga PDI”, sedangkan keseluruhannya term “rakyat Indonesia”,
dinyatakan : semua warga PDI adalah rakyat Indonesia.
 Hukum Ketujuh : Apabila sesuatu hal tidak diakui oleh keseluruhan maka
tidak diakui pula oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
Penjelasan :
Antara bagian dan keseluruhan dimisalkan sebagai bagian adalah term
“warga PDI” sedangkan keseluruhannya adalam term “rakyat Indonesia”
dapat dinyatakan : semua warga PDI adalah rakyat Indonesia.

2. Jelaskan perbedaan silogisme beraturan dan silogisme tidak beraturan


dengan disertai contoh?

Silogisme beraturan adalah bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi (kesimpulan, premis
mayor dan premis minor), serta term tengah. Ada 4 bentuk silogisme beraturan:

1. Sub-Pre, yaitu: Bentuk silogisme, dimana term tengah sebagai term subyek dalam premis mayor,
dan sebagai term predikat dalam premis minor.

Contoh pola :

Hukum 1 = Semua yang berakal budi adalah manusia dan semua yang berbudaya berakal budi maka
semua manusia berbudaya

(( B = A ) ^ ( C = B )) => ( A = C )

Hukum 2 = Semua warga negara Indonesia adalah rakyat Indonesia dan sebagian keturunan asing
adalah warga negara Indonesia maka sebagian rakyat Indonesia adalah keturunan asing.

(( B = A ) ^ ( C ∩B )) => ( A ∩ C )

Hukum 3 = semua berbudaya adalah manusia dan semua keturunan kera tidak berbudaya maka
semua manusia bukan keturunan kera.

(( B = A ) ^ ( C Ø B )) => ( A Ø C )

Hukum 4 = sebagian rakyat Indonesia warga PKS dan semua yang sama kedudukannya dalam hukum
Indonesia adalah rakyat Indonesia maka semua warga PKS mempunyai kedudukan sama dalam
hukum Indonesia.

(( B ⊃ A ) ^ ( C = B )) => ( A ⊂C )

Hukum 5 = semua manusia adalah makhluk Dan semua berbudaya adalah manusia maka sebagian
makhluk adalah berbudaya.

(( B ⊂ A ) ^ ( C = B )) => ( A ⊃ C )
Hukum 6 = sebagian rakyat Indonesia warga PDI dan bagian berketuhanan yang maha esa adalah
rakyat Indonesia maka semua warga PDI adalah berketuhanan Yang Maha esa.

(( B ⊃ A ) ^ ( C ⊃ B )) => ( A ⊂ C )

Hukum 7 = sebagian rakyat Indonesia warga PDI dan semua yang beraliran komunis bukan rakyat
Indonesia maka semua warga PDI tidak beraliran komunis.

(( B ⊃ A ) ^ ( C Ø B )) => ( A Ø C )

Ada 13 macam silogisme yang berkesimpulan pasti :

(M = P) ^ ( S = M ) => ( S = P )

(M = P) ^ ( S ⊂ M ) => ( S ⊂P )

(M = P) ^ ( S Ø M ) => ( S Ø P )

(M = P) ^ ( S ∩M ) => ( S ∩P )

(M = P) ^ ( S ⊃M ) => ( S ⊃P )

(M ⊂P) ^ ( S ⊂ M ) => ( S ⊂P )

(M ⊂P) ^ ( S = M ) => ( S ⊂ P )

(M Ø P) ^ ( S ⊂M ) => ( S Ø P )

(M Ø P) ^ ( S = M ) => ( S Ø P )

(M ∩P) ^ ( S = M ) => ( S ∩ P )

(M ⊃P) ^ ( S = M ) => ( S ⊃ P )

(M ⊃ P) ^ ( S Ø M ) => ( S Ø P )

(M ⊃ P) ^ ( S ⊃ M ) => ( S ⊃ P )

2. Silogisme Bis-Pre, yaitu: Bentuk silogisme, dimana term tengah sebagai term predikat dalam
premis mayor dan minor.

Contoh pola silogisme

Hukum 1 = semua manusia berakal budi dan semua yang berbudaya berakal budi maka semua
manusia berbudaya.;
(( A = B ) ^ ( C = B )) => ( A = C )

Hukum 2 = semua rakyat Indonesia adalah warga negara Indonesia dan sebagian keturunan asing
adalah warga negara Indonesia maka sebagian rakyat Indonesia adalah keturunan asing.
(( A = B ) ^ ( C ∩B )) => ( A ∩C )

Hukum 3 = semua manusia adalah berbudaya dan semua keturunan kera tidak berbudaya maka
semua manusia bukan keturunan kera.
(( A = B ) ^ ( C Ø B )) => ( A Ø C )

Hukum 4 = semua warga PKS adalah rakyat Indonesia dan semua yang sama kedudukannya dalam
hukum Indonesia adalah rakyat Indonesia maka semua warga PKS kedudukannya sama dalam
hukum Indonesia.

(( A ⊂B ) ^ ( C = B )) => ( A ⊂ C )

Hukum 5 = sebagian makhluk adalah manusia dan semua berbudaya adalah manusia maka sebagian
makhluk adalah berbudaya.

(( A ⊃B ) ^ ( C = B )) => ( A ⊃C )

Hukum 6 sama dengan semua warga PDI adalah rakyat Indonesia dan sebagian ketuhanan yang
maha esa adalah rakyat Indonesia maka semua warga PDI adalah pada ketuhanan Yang Maha esa.

(( A ⊂B ) ^ ( C ⊃B )) => ( A ⊂ C )

hukum 7 = semua warga PDI adalah rakyat Indonesia dan semua yang beraliran komunis bukan
rakyat Indonesia maka semua warga PDI tidak beraliran komunis.
(( A ⊂ B ) ^ ( C Ø B )) => ( A Ø C )

Ada 13 macam silogisme yang berkesimpulan pasti,

(P = M) ^ ( S = M ) => ( S = P )

(P = M) ^ ( S ⊂ M ) => ( S ⊂ P )

(P = M) ^ ( S Ø M ) => ( S Ø P )

(P = M) ^ ( S ∩ M ) => ( S ∩ P )

(P = M) ^ ( S ⊃ M ) => ( S ⊃ P )

(P ⊂ M) ^ ( S = M ) => ( S ⊂ P )

(P ⊂ M) ^ ( S Ø M ) => ( S Ø P )

(P ⊂ M) ^ ( S ⊃ M ) => ( S ⊃ P )

(P Ø M) ^ ( S = M ) => ( S Ø P )
(P Ø M) ^ ( S ⊂ M ) => ( S Ø P )

(P ∩ M) ^ ( S = M ) => ( S ∩ P )

(P ⊃ M) ^ ( S = M ) => ( S ⊂ P )

(P ⊃ M) ^ ( S ⊃ M ) => ( S ⊂ P )

3. Silogisme Bis-Sub, yaitu: Bentuk silogisme, dimana term tengah sebagai term subyek dalam
premis mayor dan minor.

Contoh pola

Hukum 1 = semua yang berakal budi adalah manusia dan semua yang berakal budi berbudaya maka
semua manusia berbudaya.

(( B = A ) ^ ( B = C )) => ( A = C)

Hukum 2 = semua warga negara Indonesia adalah rakyat Indonesia dan sebagian warga negara
Indonesia adalah keturunan asing maka sebagian rakyat Indonesia adalah keturunan asing.

(( B = A ) ^ ( B ∩ C )) => ( A ∩ C)

Hukum 3 = semua yang berbudaya adalah manusia dan semua yang berbudaya bukan keturunan
kera maka semua manusia bukan keturunan kera.

(( B = A ) ^ ( B Ø C )) => ( A Ø C)

Hukum 4 = sebagian rakyat Indonesia adalah warga PKS dan semua rakyat Indonesia sama
kedudukannya dalam hukum Indonesia maka semua warga PKS kedudukan sama dalam hukum
Indonesia.

(( B ⊃ A ) ^ ( B = C )) => ( A ⊂ C)

Hukum 5 = semua manusia adalah makhluk Dan semua manusia berbudaya maka sebagian makhluk
adalah berbudaya.

(( B ⊂ A ) ^ ( B = C )) => ( A ⊃ C)

Hukum 6 = sebagian rakyat Indonesia adalah warga PDIP dan semua rakyat Indonesia berketuhanan
yang maha esa maka semua warga PDIP berketuhanan Yang Maha esa.

(( B ⊃ A ) ^ ( B ⊂ C )) => ( A ⊂ C)
Hukum 7 = sebagian rakyat Indonesia adalah warga PDI dan semua rakyat Indonesia tidak beraliran
komunis maka semua warga PDI tidak beraliran komunis.

(( B ⊃ A ) ^ ( B Ø C )) => ( A Ø C)

13 macam silogisme yang berkesimpulan pasti,

(M = P) ^ ( M = S ) => ( S = P )

(M = P) ^ ( M ⊂ S ) => ( S ⊃ P )

(M = P) ^ ( M Ø S ) => ( S Ø P )

(M = P) ^ ( M ∩ S ) => ( S ∩ P )

(M = P) ^ ( M ⊃ S ) => ( S ⊂ P )

(M ⊂ P) ^ ( M = S ) => ( S ⊂ P )

(M ⊂ P) ^ ( M ⊃ S ) => ( S ⊂ P )

(M Ø P) ^ ( M = S ) => ( S Ø P )

(M Ø P) ^ ( M ⊃ S ) => ( S Ø P )

(M ∩ P) ^ ( M = S ) => ( S ∩ P )

(M ⊃ P) ^ ( M = S ) => ( S ⊃ P )

(M ⊃ P) ^ ( M ⊂ S ) => ( S ⊃ P )

(M ⊃ P) ^ ( M Ø S ) => ( S Ø P )

4. Silogisme Pre-Sub, yaitu: Bentuk silogisme, dimana term tengah sebagai term predikat dalam
premis mayor, dan sebagai term subyek dalam premis minor.

Contoh pola

Hukum 1 = semua manusia berakal budi dan semua yang berakal budi berbudaya maka semua
manusia berbudaya.
(( A = B ) ^ ( B = C )) => ( A = C )

Hukum 2 = semua rakyat Indonesia adalah warga negara Indonesia dan sebagian warga negara
Indonesia adalah keturunan asing maka sebagian rakyat Indonesia adalah keturunan asing.
(( A = B ) ^ ( B ∩ C )) => ( A ∩ C )

Hukum 3 = semua manusia adalah berbudaya dan semua yang berbudaya bukan keturunan kera
maka semua manusia bukan keturunan kera.
(( A = B ) ^ ( B Ø C )) => ( A Ø C )
Hukum 4 = semua warga PKS adalah rakyat Indonesia dan semua rakyat Indonesia sama
kedudukannya dalam hukum Indonesia maka semua warga PKS kedudukan sama dalam hukum
Indonesia.
(( A ⊂ B ) ^ ( B = C )) => ( A ⊂ C )

Hukum 5 = sebagian makhluk adalah manusia dan semua manusia berbudaya maka sebagian
makhluk adalah berbudaya.
(( A ⊃ B ) ^ ( B = C )) => ( A ⊃ C )

Hukum 6 = semua warga PDI adalah rakyat Indonesia dan semua rakyat Indonesia berketuhanan
yang maha esa maka semua warga PDI berketuhanan yang maha esa.
(( A ⊂ B ) ^ ( B ⊂ C )) => ( A ⊂ C )

Hukum 7 = semua warga PDI adalah rakyat Indonesia dan semua rakyat Indonesia tidak beraliran
komunis maka semua warga PDI tidak beraliran komunis.

(( A ⊂ B ) ^ ( B Ø C )) => ( A Ø C )

Ada 13 macam silogisme yang berkesimpulan pasti,

(P = M) ^ ( M ⊂ S ) => ( S ⊃ P )

(P = M) ^ ( M = S ) => ( S = P )

(P = M) ^ ( M Ø S ) => ( S Ø P )

(P = M) ^ ( M ∩ S ) => ( S ∩ P )

(P = M) ^ ( M ⊃ S ) => ( S ⊂ P )

(P ⊂ M) ^ ( M = S ) => ( S ⊃ P )

(P ⊂ M) ^ ( M ⊂ S ) => ( S ⊃ P )

(P ⊂ M) ^ ( M Ø S ) => ( S Ø P )

(P Ø M) ^ ( M = S ) => ( S Ø P )

(P Ø M) ^ ( M ⊃ S ) => ( S Ø P )

(P ∩ M) ^ (M = S ) => ( S ∩ P )

(P ⊃ M) ^ ( M = S ) => ( S ⊂ P )

(P ⊃ M) ^ ( M ⊃ S ) => ( S ⊂ P )
SILOGISME TIDAK BERATURAN

Silogisme tidak beraturan adalah suatu silogisme yang ketiga proposisi sebagsi premis maupun
sebagai kesimpulan dirumuskan dengan jelas. Dibedakan menjadi empat macam:

1. Entimema, yaitu: Bentuk silogisme, dimana satu proposisi dihilangkan, karena dianggap sudah
diketahui. Ada 4 macam bentuk kemungkinan:

a. Entimema dari silogisme, dimana premis mayor dihilangkan.

b. Entimema dari silogisme, dimana premis minor dihilangkan.

c. Entimema dari silogisme, dimana kesimpulan dihilangkan, karena langsung sudah diketahui.

d. Entimema dari silogisme, dimana premis mayor dan minor dihilangkan, karena dianggap sudah
diketahui.

Faedah praktis entimema, yaitu dengan mengembalikan entimema ke dalam bentuk asal,
merupakan sebagai bukti kebenaran dan ketepatan susunan proposisinya.

2. Epikirema, yaitu: Bentuk silogisme. Bentuk silogisme, dimana salah satu atau kedua premis (mayor
dan minor) disertai dengan alasan. Terjadi di dalam buku-buku atau percakapan sehari-hari.

3. Sorites, yaitu: Bentuk silogisme, dimana premis berhubungan lebih dari dua proposisi, sehingga
kesimpulan berbentuk hubungan antara premis mayor dan premis minor, tanpa term tengah.
Penyimpulan yang pasti dalam Sorites harus memenuhi beberapa syarat:

a) Jika dalam hubungan itu universal kepartikular, maka hubungan selanjunya tidak boleh dibalik,
meski sebagai term subyek atau term predikat.

b) Jika dalam hubungan itu partikular ke universal, maka hubungan selanjutnya tidak boleh dibalik,
meski sebagai term subyek atau term predikat.

c) Jika dalam hubungan itu ada negasi, maka yang menegasi atau dinegasi harus universal, atas
dasar prinsip penyimpulan yang ketujuh.

d) Jika dalam hubungan itu tiap proposisi premis (mayor dan minor) berbentuk ekuivalen, maka
proposisi kesimpulan selanjutnya pun berbentuk ekuivalen, atas dasar prinsip penyimpulan yang
pertama.

4.Poli-silogisme, yaitu: Bentuk silogisme, dimana hubungan pada kesimpulan sebelumnya menjadi
premis pada silogisme berikutnya. Ada 2 poli-silogisme: Pro-silogisme (silogisme yang bukan bagian
akhir); dan Epi-silogisme (silogisme yang bagian akhir).

Tiap silogisme hingga silogisme akhir bisa memiliki penyimpulan yang tepat dan pasti, jika mengikuti
hukum dasar penyimpulan dan berbentuk hanya satu diagram himpunannya.

Anda mungkin juga menyukai