TUGAS 3
Adapun hal sebagai sifat yang luas konsepnya sama dengan keseluruhan, term ‘kedudukan yang
sama dalam hukum Indonesia’, dalam arti : semua rakyat Indonesia sama kedudukannya dalam
hukum Indonesia.
Dari perbandingan dua proposisi di atas, ditarik kesimpulan, “WNI Keturunan asing” merupakan
bagian dari term “berkedudukan yang sama dalam hukum Indonesia”, dinyatakan : semua WNI
keturunan asing mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum Indonesia.
Hukum penyimpulan atas dasar denotasi term dalam silogisme yang merupakan hukum keempat,
contoh dan rumusannya adalah sebagai berikut :
WNI keturunan asing adalah rakyat Indonesia, dan semua rakyat Indonesia sama kedudukannya
dalam hukum Indonesia maka semua WNI keturunan asing mempunyai kedudukan sama dalam
hukum Indonesia.
C
2. Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan bagian dari suatu keseluruhan
maka diakui pula sebagai bagian dari keseluruhannya itu. Mengapa demikian, Pertama diketahui
antara bagian dan keseluruhannya. Sebagai keseluruhan misal term “makhluk”, sedang bagian dari
keseluruhan itu term “manusia”, dinyatakan : sebagian makhluk adalah manusia.
Sebagian makhluk adalah manusia
(A ᴝ B)
A
B
Sesuatu hal sebagai sifat khusus yang beranggotakan sama dengan bagian dari keseluruhan itu
dimisalkan term “yang berbudaya” dalam arti : semua manusia berbudaya.
Semua manusia berbudaya
BC
(B=C)
Dari perbandingan dua proposisi tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konsep “makhluk”
meliputi juga yang bersifat “berbudaya” yang merupakan bagiannya sehingga dapat dinyatakan :
sebagian makhluk ada yang berbudaya.
Sebagian makhluk ada yang berbudaya
(A ᴝ C)
A
C
Hukum penyimpulan atas dasar denotasi term dalam silogisme yang merupakan hukum kelima ini,
contoh dan rumusannya adalah sebagai berikut :
Sebagian makhluk adalah manusia, dan semua manusia berbudaya maka sebagian makhluk adalah
berbudaya.
Rumusan simbolik dan diagram :
((A ᴝ B) Λ (B=C)) (A ᴝ C)
A B
X
C
3. Apabila sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi keseluruhan maka meliputi pula
bagian-bagian dalam keseluruhan itu. Mengapa demikian, antara bagian dan keseluruhan, missal
sebagai bagiannya adalah term “warga PDI”, sedang keseluruhannya term “rakyat Indonesia”,
dinyatakan : semua warga PDI adalah rakyat Indonesia.
Semua warga PDI adalah rakyat Indonesia
(A ⊂ B)
B A
Hal sebagai sifat yang meliputi keseluruhannya, missal term “Berketuhanan Yang Maha Esa”. Term
ini meliputi di samping “rakyat Indonesia” juga rakyat negara lain karena yang berketuhanan Yang
Maha Esa bukan hanya rakyat Indonesia saja, oleh karenanya dapat dinyatakan : semua rakyat
Indonesia harus berketuhanan Yang Maha Esa.
Semua rakyat Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa
(B ⊂ C)
C B
Dari perbandingan dua proposisi ini, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “yang Berketuhanan
Yang Maha Esa” meliputi juga “warga PDI”, sehingga dapat dinyatakan : semua warga PDI harus
berketuhanan Yang Maha Esa.
Semua warga PDI harus berketuhanan Yang Maha Esa
(A ⊂ C)
A
C
Hukum penyimpulan atas dasar denotasi term dalam silogisme yang merupakan hukum keenam,
contoh dan rumusannya adalah sebagai berikut ;
Semua warga PDI adalah rakyat Indonesia, dan semua rakyat Indonesia harus berketuhanan Yang
Maha Esa maka semua warga PDI harus berketuhanan Yang Maha Esa. Rumusan simbolik dan
diagram :
((A ⊂ B) Λ (B ⊂ C) (A ⊂ C)
Ax C
B
4. Apabila sesuatu hal tidak diakui oleh keseluruhan maka tidak diakui pula oleh bagian-bagian
dalam keseluruhan itu. Mengapa demikian, antara bagian dan keseluruhan, dimisalkan sebagai
bagian adalah term “warga PDI”, sedang keseluruhannya adalah term “rakyat Indonesia”, dapat
dinyatakan : semua warga PDI adalah rakyat Indonesia.
Semua warga PDI adalah rakyat Indonesia
(A ⊂ B)
A
B
Adapun hal yang tidak diakui oleh keseluruhan, missal term “beraliran komunis” sehingga
dinyatakan : semua rakyat Indonesia tidak boleh beraliran komunis.
Semua rakyat Indonesia tidak boleh beralirankomunis
(B Ø C)
B C
Dari perbandingan dua proposisi ini, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa “aliran komunis” tidak
diterima pula oleh “warga PDI”, dalam arti : semua warga PDI tidak boleh beraliran komunis.
Semua warga PDI tidak boleh beraliran komunis
(A Ø B)
A C
Hukum penyimpulan atas dasar denotasi term dalam silogisme yang merupakan hukum ketujuh ini,
contoh dan rumusannya adalah sebagai berikut.
Semua warga PDI adalah rakyat Indonesia, dan semua rakyat Indonesia tidak boleh beraliran
komunis maka semua warga PDI tidak boleh beraliran komunis.
Rumusan simbolik dan diagram :
((A ⊂ B) Λ (B Ø C)) (A Ø C)
Ax B C
2. Entimema adalah suatu bentuk silogisme yang hanya menyebutkan premis atau kesimpulan saja
atau keduanya tetapi ada satu premis yang tidak dinyatakan.
Entimema juga sering dirumuskan yaitu penalaran bentuk silogisme yang proposisinya ada yang
dihilangkan karena dianggap sudah diketahui.
Misal bentuk penyimpulan :
Dia diajukan ke pengadilan karena menggelapkan uang negara.
Contoh diatas kesimpulannya adalah dia diajukan ke pengadilan, sedangkan premisnya adalah dia
menggelapkan uang negara, dan dirangkaikan menjadi satu kalimat, kata dia cukup diucapkan sekali
sehingga menjadi dia diajukan ke pengadilan karena menggelapkan uang negara. Penalaran ini
dirumuskan secara simbolik (A ⊂ B ) (A ⊂ C)
(A ⊂ B ) : Dia menggelapkan uang negara
(A ⊂ C) : Dia diajukan ke pengadilan
Penalaran dalam bentuk entimema ini proposisi yang tidak dinyatakan (diperkirakan) ada empat
kemungkinan yaitu sebagai berikut :
a. Entimema dari silogisme yang premis pertamanya ditiadakan, misalnya :
[(………..) Λ (A ⊂ B )] (A ⊂ C)
c. Entimema dari silogisme yang kesimpulannya diperkirakan karena langsung dapat diketahui :
[(B = C) Λ (A ⊂ B)] (……….)
Contoh : Mahasiswa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Fakultas
diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi, dan Fajar Bakry
telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh fakultas.
d. Entimema dari silogisme yang kedua premisnya diperkirakan karena dianggap sudah
diketahui :
[(………) Λ (………..) ] (A ⊂ C)
Contoh : Fajar Bakry diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi.
Keempat contoh diatas jika dikembalikan ke bentuk asalnya adalah sebagai berikut :
[(B = C ) Λ (A ⊂ B)] (A ⊂ C)
Diagram Himpunan : AX
B C
Jika B identik dengan C dan A termasuk dalam himpunan B maka A termasuk dalam himpunan C
Penggunaan entimema ini luas sekali, yang termasuk dalam kelompok menghilangkan bagian-
bagian silogisme. Penggunaan terbanyak adalah untuk menguraikan buah pikiran melalui tulisan
ataupun melalui pidato, terutama sekali bentuk pertama dan bentuk kedua, yaitu hanya
menyebutkan premis kedua dengan simpulannya, atau yang menyebutkan premis pertama dengan
kesimpulannya, yang dalam penggunaan sering dibalik, yakni kesimpulan terlebih dahulu premis
kemudian.
Contoh lain :
a. Orang itu dituntut di muka hakim karena mengedarkan uang palsu
b. Mahasiswa yang unjuk rasa itu ditahan karena memimpin rapat umum menentang
pemerintah
c. Dia dikeluarkan tidak hormat karena menggelapkan uang negara
Contoh lain yang pernah dikuliahkan oleh Sigmund Freud di Universitas Wina (tahun 1915/1917)
mengenai penyakit urat syaraf dan cara-cara pengobatannya, termuat dalam bukunya A General
Introduction to Psyco-Analysis (1960), yang dikutip oleh Joesoef Sou’yb dalam bukunya Pelajaran
Logika (1966), menyatakan sebagai berikut :
‘Para keluarga pasien yang kurang cerdas tidak dapat menyembunyikan kesangsiannya tentang
bagaimana sekadar bicara saja dapat mengobati orang. Jalan pikiran mereka itu sudah tentu saja
tidak logic dan tidak berarti’
Silogisme tersebut dibentuk sesudah mengemukakan dalil-dalil, tampak bahwa premis pertama
(premis mayor) sengaja dihilangkan. Hal ini akan kelihatan jelas jika dikembalikan ke bentuk asal,
yaitu :
Premis pertama : Setiap yang menyangsikan pengobatan dengan kekuasaan kata terhadap
orang sakit urat syaraf adalah tidak logika dan tidak berarti.
(B Ø C).
Premis Kedua : Jalan pikiran para keluarga pasien yang kurang cerdas
menyangsikan pengobatan dengan kekuasaan kata.
(A ⊂ B)
Kesimpulan : Jalan pikiran mereka itu (para keluarga pasien kurang
cerdas) tidak logika dan tidak berarti.
Dengan uraian diatas jelaslh bahwa susunan pernyataan Sigmund Freud itu berbentuk entimema.
Contoh-contoh semacam itu banyak dijumpai, hanya saja diperlukan kemampuan untuk
mengembalikannya ke bentuk asal. Dalam bentuk asal itulah didapatkan bukti kebenaran dan
ketepatan susunan pernyataannya.
3. a. Silogisme Bis-Pre
Suatu bentuk silogisme yang term pembandingnya menjadi pedikat dalam kedua premis :
((P=M) Λ (S=M)) (S=P)
Hukum dasar penyimpulan yang dibicarakan dan diterapkan pada pola silogisme Bis-Pre sehingga
polanya : ((A=B)) Λ (C=B)) (A=C)
SUMBER :
- ISIP4211/ LOGIKA