NIM : 031235506
UPBJJ : UT BOGOR
POKJAR : JAMPANGKULON
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penalaran untuk mencapai suatu kebenaran harus berpegang pada suatu kaidah-
kaidah logika sehingga penalaran terhindar dari kesesatan berpikir .Kaidah logika yang
paling dasar yaitu prinsip penalaran.yang dapat menghindari kesesatan dalam berpikir
atau sering disebut juga dengan “ sesatpikir” yang berupa pembuatan kesimpulan
dengan menggunakan langkah-langkah yang tidak sah karena melanggar kaidah-kaidah
logika.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Prinsip dasar pernyataan atau aksioma penalaran pada dasarnya hanya ada tiga prinsip
yang dikemukakan oleh Aristoteles (384-322 SM). Dan ditambah satu prinsip oleh
Gottfried Wilhelm von Leibniz ( 1646-1716) sehingga menjadi empat prinsip antara lain :
1. Prinsip Identitas
Dalam bahasa Latin adalah principium identitatis ( law of identity ) merupakan dasar dari
semua penalaran yang sifatnya langsung analitik dan jelas dengan sendirinya, tidak
membutuhkan pembuktian.
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu benda adalah benda itu sendiri,tidak mungkin yang
lain.Prinsip ini juga menuntut adanya sifat yang konsisten dalam suatu penalaran jika
suatu himpunan beranggotakan sesuatu maka sampai kapanpun tetap himpunan tersebut
beranggotakan sesuatu tersebut.Sifat ini mendasari dan memperkuat adanya sifat ilmiah
yang merupakan dasar penalaran yang pertama yaitu harus konsisten atau dengan kata
lain harus bersifat koheren.
2. Prinsip Nonkontradiksi
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu tindakan tidak mungkin merupakan hal tertentu dan
bukan hak tertentu dalam suatu kesatuan.Dan prinsip ini juga menyatakan bahwa dua
sifat yang berlawanan penuh ( secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam
waktu dan tempat yang sama.
Prinsip eksklusi tertii menyatakan sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan
hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah.Prinsip
inijuga menyatakan bahwa dua sifat yang berlawanan penuh ( secara mutlak) tidak
mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda mestilah hanya salah satu yang
dimilikinya sifat p atau nonp.
Prinsip ini menyatakan bahwa suatu perubahan yang terjadi pada suatu hal tertentu
mestilah berdasarkan alasan yang cukup,tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-
sebab yang mencukupi Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi
pirnsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda
mestilah tetap tidak berubah,tetap sebagaimana benda itu sendiri, jika terjadi suatu
perubahan maka perubahan itu mestilah ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai
penyebab perubahan itu.
B. PENGERTIAN SESATPIKIR
Sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah
arah, dan menyesatkan, suatu gejala berfikir yang salah yang disebabkan oleh
pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Menurut para ahli logika umumnya dibedakan menjadi tiga jenis sesat pikir antara lain :
sesatpikir Formal,( formal fallacies),sesat pikir verbal ( verbal fallacies),dan sesatpikir
material (material fallacies),The Liang Gie,1998.
I. Sesatpikir Formal
Sesatpikir Formal adalah kekeliruan penalaran berdasarkan bentuk atau sering disebut
sesatpikir menurut logika ( logical fallacies)
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena
term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharusakan hanya terdiri tiga
term, seperti:
Semua perbuatan mengganggu orang lain dianca, dengan hukuman. Menjual barang di
bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual
haraga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman.
Kekeliruan berpikir karena tidak satupun dari kedua term penengah mencakup, seperti:
Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB
karena memang Negara merdeka.
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undis tributed) tetapi dalam
konklusi mencakup, seperti:
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena itu dia bukan binatang
melata.
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konsklusi.
Tidak satupun barang yang murah baik itu murah dan semua barang di toko itu tidak
murah, jadi semua brang di toko itu baik.
Bila kita bisa berkendaraan seperti cahaya, maka kita bsa mendarat di bulan. Kita telah
dapat mendarat di bulan brarti kita telah dapat berkendaraan seperti cahaya.
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah jadi
harga tidak naik.
Dia menulis cerita atau pergi ke Surabaya. Di tidak pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis
cerita.
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang
di akui, seperti:
Anggaran Dasar organisasi kita sudah kita perlu melengkapi beberapa fasal agar komplit.
Sesat pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti rambu-
rambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian
yang rawan kecelakaan. Maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar jeli
dan cermat terhadap berbagai kesalahan dalam menalar, juga supaya kita mampu
mengidentifisi dan menganalisis kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat
dari penalaran palsu.
Oleh karena itu, untuk menghindari kekeliruan relevansi, misalnya kita harus tetap bersikap
kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, penelitian terhadap peranan bahasa dan
penggunaanya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan
dan kenekaragaman pengguanaan bahasa dapat kita manfaatkan untuk memperoleh
kesimpulan yang benar dari sebuah argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi sangat “halus” banyak kata yang
menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memilii rasa dan makna
yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus dapat
mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk
itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.[21]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti “sesat pikir”. Fallacy
didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang di akibatkan oleh ketidak
disiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak
sengaja. Dalam pembahasan terkait kesesatan berpikir (fallacy),
Referensi