Anda di halaman 1dari 7

KEKELIRUAN-KELIRUAN DALAM BERFIKIR

Oleh: Muhammad Rizki Akbar


Wildan A Nurrahman
Yunita Mardila

Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin


UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrack
This study aims to discuss errors in thinking and the types of fallacy. When
thinking, the goal is to organize and connect existing knowledge, so that it can
turn an unknown object into knowledge.
Kata Kunci: Thingking, reason, human

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang kekeliruan dalam berfikir dan
jenis-jenis fallacy. Saat berfikir, tujuannya ialah menata dan menghubungkan antara
pengetahuan-pengetahuan yang telah ada, agar dapat mengubah objek yang belum
diketahui menjadi sebuah pengetahun.
Kata Kunci: Berfikir, akal, manusia

Pendahualuan
Berpikir adalah semua aktivitas manusia dan berkaitan erat dengan cara kerja
akal. Pikiran manusialah yang menjadi salah satu alat untuk menyerap pengetahuan
dan untuk menemukan dan membedakan apa yang benar dan apa yang salah.
Namun, orang dengan pengetahuan terbatas atau yang tidak menggunakan pikiran
mereka secara maksimal dapat disalahpahami atau kerancuan dalam berpikir. Hal
ini wajar, karena akal bekerja berdasrkan hukum-hukum universal tertentu.
Seseorang membuat kesalahan ketika dia tidak mengikuti hukum pemikiran
universal. Lebih ekstrim lagi, orang yang tidak mengikuti hukum-hukum pikran
adalah orang yang tidak rasional (irasional). Orang kemudian mengenal konsep
logika untuk lebih mengetahui universal pemikiran rasional. Sebuah istilah yang di
perkenalkan oleh Aristoteles filsuf yunani kuno. Di dunia Arab, logika mendapatkan
popularitas dengan istilah mantiq. Dan kekeliruan berpikir bagian penting dari
belajar logika. Semua orang, terutama ulama menghindari melakukan kekeliruan
dalam berpikir ini akan sangat di perlukan. Karena dari proses pemikiran muncul
kehidupan, budaya, tradisi bahkan peradaban (Helena, n.d.).

Kesalahan dalam berfikir ini merupakan pembenaran pemikiran dengan dasar-


dasar kekuasaan seseorang atau sepihak. Kesalahan berpikir berikutnya terjadi
karena manusia kebiasaan menyambungkan banyak hal berdasarkan asumsi semata
tanpa dilandasi oleh penelitian atau pengamatan yang lebih akurat (Sadira, n.d.)
Jadi satu hal yang membedakan manusia dengan binatang lainnya adalah akal
budi Dalam memanfaatkan kemampuan berpikirnya, manusia harus mau dan
mampu berpikir. Salah satunya dengan mempelajari bagaimana logika bekerja
secara baik dan benar, agar tidak menghasilkan output yang buruk karena
kekeliruan dalam berpikir dan logika yang cacat, atau yang juga dikenali dengan
istilah logical fallacy. Nyatanya, manusia yang mengaku berpikir memang tidak
terlepas dari kesalahan-kesalahan dalam berpikir. Logical fallacy umumnya terjadi
akibat tidak disiplin manusia dalam mengolah pemikirannya, baik secara sadar atau
tidak sadar. Logical fallacy dapat terlihat melalui ungkapan-ungkapan atau tindakan
manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang mungkin saja terasa benar dan baik-
baik saja namun sebenarnya mengandung kekeliruan mendasar, terutama dalam
proses penalarannya (Sadira, n.d.).

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode
deskriptif-analitis (Darmalaksana 2022). Sedangkan sumber data sekunder
merupakan literatur yang terkait dengan topik penelitian ini yang bersumber dari
artikel, jurnal, buku, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
tahapan inventarisasi, klasifikasi, dan interprestasi (Darmalaksana 2022).

Secara khusus, metode deskriptif-analitis dalam penelitian ini diambil dari


bidang ilmu hadis, khususnya metode takhrij hadis dan metode syarah hadis.
Takhrij hadis adalah proses mengambil hadis dari kitab hadis untuk diteliti
otentisitasnya (Darmalaksana 2022). Sedangkan syarah hadis ialah penjelasan
mengenai matan (teks) hadis untuk diperoleh suatu pemahaman (Soetari 2015).
Terakhir, interpretasi pada tahap analisis akan digunakan logika, baik logika
deduktif maupun logika induktif (Sari 2017) hingga ditarik sebuah kesimpulan.

Pembahasan
1.Definisi Kekeliruan
Dalam logika dikenal istilah strategems atau fallacies; yaitu kesalahan
argumentasi karena kerancuan bahasa atau kekeliruan berpikir. Jika logika
mengajarkan kita teknik berpikir kritis, maka strategi adalah teknik berpikir non-
kritis. Banyak pengelompokan, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang
dibuat oleh berbagai pemikir tentang aspek-aspek yang termasuk dalam kekeliruan
itu, pembagian logika oleh (Mundiri 1994) tampaknya yang paling akurat dan
sederhana. Mundiri mengklasifikasikan jenis kekeliruan menjadi tiga kelompok;

1. Kekeliruan Formal
a. Fallaccy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini
terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan
diharuskan hanya tiga term, seperti : Semua perbuatan mengganggu
orang lain diancam dengan hukuman,menjual barang di bawah harga
tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain.dll. Orang
berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus
diasingkan.

b. Fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak


Mencakup)
Kekeliruan berfikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah
mencakup, seperti: Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus
sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar. Semua anggota PBB adalah
Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena memang
negara merdeka.

c. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)


Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed)
tetapo dalam konklusi mencakup, seperti : kura-kura adalah binatang
melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata . kuda
adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.

d. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua


Premis yang Negatifi
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis
negative. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak sati
pun drama Shakespeare adalah baik.

e. Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)


Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka kaarena membenarkan
akibat kemudian membenarkan pula akibatnya, seperti; Bila kita bisa
berkendaraan secepat cahaya, maka kita bisa mendarat ke bulan. Kita
telah dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan
secepat cahaya. Bila pecah perang harga barng0barng baik. Sekarang
harga naik, jadi pernag telah pecah.

f. Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)


Kekeliruan berfikir adalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab
kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tida terlaksana, seperti; Bila
permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang tidak bertambah, jadi
harga naik. Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak
datang, jadi ayam tidak beralrian.

g. Fallacy of Disfunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)


Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari
alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal
menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa jiga
terlaksananya alternative yang lain, seperti; Dia lari ke jakarta atau ke
bandung, berarti dia ada di jakarta (Dia tidak bisa di bandung maupun di
jakarta). Dia menulis cerita atau pergi ke surabaya. Dia tidak pergi ke
surabaya, jadi ia tentu menulis cerita.

h. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)


Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan
pernyataan yang diakui sebelumnya, seperti; anggaran dasar organisasi
kita sudah sempurna kita perlu melengkapi beberapa fasal agar komplit.
Tuhan adalah maha kuasa, karean itu ia bisa menciptakan tuhan lain yang
lebih kuasa dari dia.

2. Kekeliruan Informal
a. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Geberalisasi yang
Terburu-buru)
Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu
mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau
sedikit, sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau batas
lingkungannya, seperti: Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau
begitu orang Islam memang jahat.

b. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)


Kekeluruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goressan di pipinya.
Seseorang menyatakan bahwa istrinya yang melukainya dalam suatu
perkecokan karena di ketahuinya selaman ini orang itu kurang harrmonis
hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi
pagar.

c. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Karena Mengundang


Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang
sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenaranya, seperti: Allah itu mesti
ada karena ada bumi (di sini orang akan membuktikan bahwa Allah itu
ada dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak dibuktikan bahwa bumi
adalah ciptaan Allah).
d. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang
berputar
Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi pada argumen berikutnya,
seperti : sarjan-sarjana lulusan perguruan tinggi Omega kurang bermutu,
karena organisasinya kurang baik. Mengapa organisasi perguruan tinggi
itu kurang baik? Dijawab karena lulusan perguruan tinggi itu kurang
bermutu.

e. Fallacy of Argumentatif Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)


Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan
dari permisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula,
seperti: pantas ia cantik, karena pendidikannya tinggi.

f. Fallacy of Appealing of Authority (kekeliruan Karena Mendasrkan Pada Otoritas)


Kekeliruan berfikiir karena mendasrkan diri pada kewibawaan atau
kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar
otoritas ahli tersebut, seperti: Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter
Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah ahli keesehatan, bukan
insinyur bangunan).

3. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa


a. Fallacy of Compotition (Kekeliruan Karena Kompotisi)
Kekeliruan berfikir karena menetap sifat yang ada pada bagian untuk
menyifati keseluruhannya, seperti : setiap kapal pernag telah siap, maka
keseluruhan angkatan laut Negara itu sudah siap tempur. Mur ini sangat
ringan, karena itu mesinnya teentu sangan ringan

b. Fallacy of Division (Kekeliruan dalam Pembagian)


Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada
keseluruhannya, maka demikina juga setiap bagiannya, seperti: kompleks
ini dibangun diatas tanah yang luas, tentulah kamar-kamar tidurnya jufa
luas. Di pergurain tinggi para mahasiswa belajar hukum, ekomonomi,
sejarah, sastra, filsafat, teknik, kedokteran, arsitektur, karena itu setiap
mahasiswa tentulah mempelajari semua ilmu-ilmu tersebut.

c. Fallacy of Accent (Kekeliruan Karena Teakanan)


Kekeliruan berfikir karena kekeliruan memberikan tekanan dalam
pengucapan, seperti: ibu, ayah pergi (yang hendak di maksud adalah ibi
dan ayah pembicara sedang pergi. Seharusnya tidak ada penekana pada
ibu, sebab maknanya menjadi pemeberitahuan pada ibu bahwa ayah baru
saja pergi)

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini bahwa strategems atau fallacies; yakni kesalahan
argumentasi karena kerancuan mengunakan bahasa atau kekeliruan
berfikir. Oleh karena itu Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu
kedalam 3 kelompok besar; kekeliruan formal yang berhubungan dengan
aspek materi dari suatu kesimpulan logis, dan kekeliruan penggunaan
bahasa yang berhubungan dengan pelak-pelik ungkapan dan tata bahasa
yang kemudian menyebabkan kesalahan penafsiran.

Daftar Pustaka
Darmalaksana, Wahyudin. 2022. Panduan Penulisan Skripsi Dan Tugas
Akhir. Bandung: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung.
Helena, Masda Arira. n.d. “Kekeliruan Berfikir.” In .
Mundiri. 1994. “Logica.”
Sadira, Rolland. n.d. “Logical Fallacies.” In .
Sari, Diah Prawitha. 2017. “Berpikir Matematis Dengan Metode Induktif,
Deduktif, Analogi, Integratif Dan Abstrak.” Delta-Pi: Jurnal
Matematika Dan Pendidikan Matematika 5 (1).
Soetari, Endang. 2015. Syarah Dan Kritik Hadis Dengan Metode Tahrij: Teori
Dan Aplikasi. 2nd ed. Bandung: Yayasan Amal Bakti Gombong
Layang.

Anda mungkin juga menyukai