Anda di halaman 1dari 18

“MATA KULIAH LOGIKA”

FALASI DALAM SILOGISME

Oleh
Muhammad Rasyidu (C1C1313025)

ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HALU OLEO

2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Logika adalah bagian dari cabang ilmu filsafat dan menjadi turunan yang
lebih kompleks . Secara etimologis logika berasal dari bahasa latin yaitu logos
yang berarti ilmu, perkataan atau sabda (Mundiri,2011)
Logika merupakan pisau analisa berpikir untuk menjadi rasional dan tidak
rancu, dalam berlogika.
Dalam perkembangannya filsafat sendiri dimulai sejak era yunani seperti
aristoteles ,Socrates, dan kaum sufi. Era perkembangannya filsafat kemudian
mulai di grandungi oleh cendekiawan-cendekiawan muslim arab, dan mulai
berkembang hingga era modern sekarang ini, logika atau dikenal dengan mantiq
seiring perkembanganya kemudian dikenal sebagai logika .
Seseorang memerlukan landasan untuk bertindak, “Sesudah ayam
berkokok maka terbitlah siang. Jadi siang terbit karena ayam berkokok” (Gorys
Keraf) ini adalah contoh kasar sesat berpikir maka hadirlah logika untuk
memecahkan kasus tersebut
Mempelajari logika memerlukan pengetahuan serta pemahaman lebih
dalam dan sering kali terjadi kesalahan-kesalahan berpikir, berangkat dari alasan
tersebut maka diperlukan pembahasan lebih lanjut mengenai kesesatan dalam
berlogika.

B. RUMUSAN MASALAH
- Apa yang dimaksud dengan falasi?
- Bagaimana bentuk-bentuk falasi?
C. Tujuan
- Mengetahui pengertian falasi
- Untuk memahami bentuk-bentuk falasi

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerangka Pikir

adapun bagan kerangka pikir yang dapat di gambarkan adalah sebagai berikut

KESESATAN BERPIKIR

PENGERTIAN

BENTUK-BENTUK KESESATAN BERPIKIR

Gambar a.1: Bagan kerangka berpikir

B. Hasil
Pengamatan
Kesesatan berpikir merupakan bagian dari adanya kesalahpahaman proses
penerimaan ilmu yang didapatkan dan beberapa alasan-alasan lainnya

1.1 Pengertian

Secara bahasa Kesesatan berpikir terdiri dari dua penggalan kata yakni
sesat dan pikir. Sesat menurut istilah adalah salah (keliru), sedangkan pikir
menurut istilah adalah akal budi, dan dapat disimpulkan kesesatan berpikir adalah
akal budi yang salah atau keliru.

Kesesatan berpikir atau dalam ilmu logika disebut falasi berasal dari bahasa
yunani fallancia atau fallacy berarti sesat pikir yang di defenisikan kerancuan
pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data
atau konsep secara sengaja maupun tidak sengaja1

Penyebab sesat pikir ada beragam namun secara sederhana sesat pikir berasal dari
logika induktif dan logika deduktif

1.2 Bentuk-Bentuk
Sesat Pikir

Sesat pikir memang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, adapun


pembagian sesat pikir tersebut terbagi menjadi tiga2

1.2.1 Kekeliruan
Formal
a. Kekeliruan Karena
menggunakan empat term ( Fallacy Of Four Term)

Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini


terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan
diharuskan hanya tiga term.

1
Di ambil dari Artikel Bentuk Falasi http://echalimah.blogspot.com/2013/06/makalah-logika.html
2
Uraian tentang Sesat Pikir ini diambil dari buku Logika , Mundiri ,2011
Contoh :

Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman.


Menjual barang di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan
orang lain. Jadi menjual harga di bawah tetangganya diancam dengan
hukuman

Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu


adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.

b. Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup


(Fallacy of Unditributed Middle)

Bentuk kekeliruan karena dua premis tidak mmemenuhi untuk penarikan


kesimpulan

Contoh :

Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia
banyak belajar.

Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota
PBB karena memang negara merdeka.

c. Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar (Fallacy Of Illcit Process)

Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi


dalam Konklusi Mencakup

Contoh:

Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan
binatang melata.

Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.


d. Kekeliruan Karena Menyimpulkan dari dua Premis Yang negative
(Fallacy of Two Negative Premises)

Muncul kerena berisi premis-premis negative dan bila ada tdak bisa di
menarik konklusi,

Contoh :

Tidak satupun barang yang baik itu murah dan semua barang di took itu
adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik

e. Kekeliruan Karena Mengakui Akibat (Fallacy of Affirming the


Consequent)

Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab


kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh :

Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak


bertambah, jadi harga naik.

Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi
ayam tidak berlarian.

f. Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)

Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari


alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut
patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya
alternative yang lain.
Contoh :

Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung,


berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di
Jakarta)

g. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)

Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan


pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan
lain yang lebih kuasa dari Dia.

1.2.2 KEKELIRUAN
INFORMAL
a. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat
Generalisasi yang Terburu-buru)

Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu


mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit,
sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau batas lingkungannya.
Contoh :

Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.

Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor
beras.

b. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan


Praduga)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.

Contoh :

Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya.

Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu

percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis

hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi

pagar.

c. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang


Permasalahan)

Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya


harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh :

Surat kabar X merupakan sumber informasi yang reliable, karena beritanya


tidak pernah basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X
memang merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya berdasarkan
pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan pemberitaannya memang
dapat diuji kebenarannya).

d. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan


Argumen yang Berputar)

Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian


konklusi tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan
konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa
banyak pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang
baik.

e. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti


Dasar)

Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari


premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :

Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya.

Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.

Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.

f. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena


Mendasarakan pada Otoritas)

Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau


kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas
ahli tersebut.

Contoh :

Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian.


(Dokter Haris adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

g. Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan


Diri pada Kekuasaan)

Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki,


seperti menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:
Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk
dibangku perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.

h. Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)

Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang


dengan menyerang pribadinya.
Contoh :

Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia
menjabat kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan
Desa).

i. Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)

Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa


membuktikan kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang
dikemukakannya benar.
Contoh :

Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah
pendapatku benar, bahwa hantu itu tidak ada.

j. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang


Ruwet)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.


Contoh :

Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi.
Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam
pergi).
k. Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu
Sederhana)

Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau
tidak cukup bukti.
Contoh :

Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.

l. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)

Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada
suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :

Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli
kemarin adalah daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.

m. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang


Tidak Relevan)

Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya


dengan masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :

Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau
telanjang berangkat ke perjamuan itu?

n. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil


Analogi)
Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang
kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :

Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni,


maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.

o. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang


Belas Kasihan)

Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas


kasihan untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak
salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar
kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta,
bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering
digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim
memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, seperti: Pembelaan Clarence
Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I Kidd yang dituduh
bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan mengatakan sebagai
berikut :

Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas
Kidd tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa
yang sudah lampau maupun ke depan masa yang akan datang, yang
menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada anda bukan untuk
Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang
dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang,
mengorbankan kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi
terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya sampaikan pada anda
demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.
1.2.3 Kesesatan
Bersifat Semantik/Bahasa

Semantik berkaitan dengan ilmu kata, yaitu bagaimana kejadian dan


pengertian sesuatu kata. Kesalahan semantik itu dapat disebut dengan ambiguitas.
Ambiguitas berasal dari amb (bahasa latin) yang mempunyai arti sekitar atau
sekeliling, dan kata agree yang dapat diartikan sesuatu yang mendorong pikiran
ke segala arah (Heru Suharto, 1994). Berarti ambiguitas adalah kata-kata yang
mempunyai arti lebih dari satu, atau bisa juga disebut hemonim. 3

3
Berdasarkan kambus besar bahasa indonesia edsi ke III

Hemonim adalah kesesatan karena adanya kata-kata. Kata disini adalah


kata kata yang memiliki banyak arti, yang dalam logika yang biasanya disebut
ambiguitas. Diantara cara-cara untuk menghindar ambiguitas adalah:
a. Menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan
mengemukakan konotasi sejati,
b. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal,
c. Menggunakan wilayah yang tepat, apakah universal atau partikular,
d. Dapat juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif
yang bersifat komprehensif. (Heru Suharto, 1994).

1.2.4 Kesesatan
Karena Bahasa

Kesesatan karena bahasa terjadi karena beberapa hal; biasanya kata-kata


dalam bahasa dapat memiliki arti yang berbeda dan arti yang sama pun bisa ada
pada kata-kata yang berbeda. Kesesatan dalam bahasa bisa hilang karena bahasa
itu biasanya hilang atau berubah kalau penalaran dari bahasa disalin ke bahasa
lain.
Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa:
a. Kesesatan Karena Aksen atau Tekanan.
Perbedaan arti dan kessatan penalaran terjadi dalam ucapan tiap-tiap suku
kata yang diberikan tekanan, karena perubahan tekanan dapat membawa
perubahan arti. Contoh:
Tiap pagi pasukan mengadakan apel.
Apel itu buah.
Jadi, tiap paagi pasukan mengadakan buah.
b. Kesesatan Karena Term Ekuivok.
Term ekuivok (term yang mempunyai lebih dari satu arti) adalah apabila
dalam satu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama, maka
terjadilah kesesatan penalaran.

Contoh:
Abadi adalah sifat Ilahi.
Adam adalah mahasiswa abadi.
Jadi, Adam adalah mahasiswa yang bersifat Ilahi.

c. Kesesatan Karena Methaphora (kiasan).


Kesesatan dalam kiasan terjadi karena dalam suatu penalaran sebuah arti
kiasan disamakan dengan arti sebenarnya atau arti sebaliknya. Cukup luar biasa
apabila orang mencampur adukkan arti sebenarnya dan arti kiasan dari sesuatu
kata atau ungkapan. Kesesatan ini sering disengaja dalam lawak.

d. Kesesatan Karena Amfiboli.


Kesesatan amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu demikian rupa,
sehingga artinya menjadi bercabang.
Contoh:
Mahasiswa yang duduk diatas meja yang paling depan.
Apa yang paling depan, mahasiswa atau mejanya?
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesesatan berpikir atau dalam ilmu logika disebut falasi berasal dari
bahasa yunani fallancia atau fallacy berarti sesat pikir yang di defenisikan
kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam
menyusun data atau konsep secara sengaja maupun tidak sengaja

Kesesatan dapat di bagi menjadi 3 bagian (Irving,Monroe,1965)

1.1 Kekeliruan
Formal

Adalah bentuk kesesatan yang dilakukan kerena penalaran yang tidak tepat
atau tidak sahih. Terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip prinsip logika
mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen.

1.2 Kekeliruan
Informal

Bentuk kesesatan karena adanya hal-hal pribadi dalam menafsirkan baik


terburu-buru dan lain sebagainnya
1.3 Kesesatan Bersifat
Semantik/Bahasa

Kesesatan yang terjadi karena kesalahan penggunaan bahasa

1.4 Kesesatan Bahasa

Semantik berkaitan dengan ilmu kata, yaitu bagaimana kejadian dan


pengertian sesuatu kata. Kesalahan semantik itu dapat disebut dengan ambiguitas.
Ambiguitas berasal dari amb (bahasa latin) yang mempunyai arti sekitar atau
sekeliling, dan kata agree yang dapat diartikan sesuatu yang mendorong pikiran
ke segala arah (Heru Suharto, 1994). Berarti ambiguitas adalah kata-kata yang
mempunyai arti lebih dari satu, atau bisa juga disebut hemonim.

Hemonim adalah kesesatan karena adanya kata-kata. Kata disini adalah kata kata
yang memiliki banyak arti, yang dalam logika yang biasanya disebut ambiguitas.

1.5 Kesesatan Karena


Bahasa

Kesesatan karena bahasa terjadi karena beberapa hal; biasanya kata-kata


dalam bahasa dapat memiliki arti yang berbeda dan arti yang sama pun bisa ada
pada kata-kata yang berbeda. Kesesatan dalam bahasa bisa hilang karena bahasa
itu biasanya hilang atau berubah kalau penalaran dari bahasa disalin ke bahasa
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo, Asnanto. Sugeng, Andiani, Sri. Dasar-dasar logika. Bumi aksara:


Jakarta, 2006.
Soekadijo, R.G. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka
Gramedia: Jakarta.
Mundiri. Logika. Raja Grafindo Persada: 2012.
Chalimah El-Habibah, Logika,(http://echalimah.blogspot.com/2013/06/makalah-

logika.html) dilihat 10 juni 2014

Anda mungkin juga menyukai