Kesesatan Berfikir
Ilmu logika lahir bersamaan dengan lahirnya Filsafat Barat di Yunani. Dalam usaha
untuk menyebar luaskan pemikiran-pemikirannya, para filusuf Yunani banyak yang mencoba
membantah pemikirannya dengan para filusuf lainnya dengan menunjukkan kesesatan
penalarannya. Sejak awal, logika telah menaruh perhatian atas kesesatan penalaran tersebut.
Kesesatan penalaran ini disebut dengan kesesatan berfikir (fallacia/fallacy)1[1]
Kesesatan berfikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis,
salah arah dan menyesatkan. Ini karena adanya suatu gejala berfikir yang disebabkan oleh
pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.2[2]
Kesesatan relavansi timbul ketika seseorang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak
relevan pada premisnya atau secara logis kesimpulan tidak terkandung bahkan tidak merupakan
implikasi dari premisnya.
C. Kesalahan formal
Penalaran dapat sesat kalau bentuknya tidak tepat dan tidak sahih. Kesesatan inilah yang
disebut dengan kesalahan formal. Kesalahan formal adalah kesalahan yang terjadi karena
pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.4[4]
Sesat pikir tidak hanya terjadi dalam fakta-fakta saja, melainkan juga dalam bentuk
penarikan kesimpulan yang sesat dikarenakan tidak dari premis-premisnya yang menjadi
acuannya. Sesat pikir juga bisa terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya.
Seperti: kucing berkumis, candra berkumis. Jadi, candra Kucing.
Sesat pikir juga terjadi dalam berbagai hal, seperti:
1. Definisi,
Kesesatan dalam definisi terjadi karena kata-katanya sulit, abstrak, negatif dan mengulang;
(kesesatan: mengulang apa yang didefinisikan). Contoh:
Hukum waris adalah hukum untuk mengatur warisan.
2. Klasifikasi,
Kesesatan dalam definisi terjadi pada dasar penggolongan yang tidak jelas, tidak konsisten dan
tidak bisa menampung seluruh fenomena yang ada. Contoh:
Musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi musim tanam, musim menyiangi, musim
hujan dan musim panen; (kesesatan: musim kemarau dan musim hujan bukanlah kegiatan).
3. Perlawanan,
Kontraris hukumnya jika salah satu proposisi salah, berarti yang lain tentu benar. Contoh:
Jika semua karyawan korupsi dinilai salah, berarti semua karyawan tidak korupsi pasti benar.
4. Dalam mengolah proposisi majemuk. Menyamakan antara proposisi hipotesis kondisional dan
prposisi kondisional. Contoh:
Jika mencuri maka dihukum. Berarti jika dihukum berarti dia mencuri.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata
yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna
yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus dapat
mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita
harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.
FALASI (KESESATAN DALAM BERPIKIR)
Posted on Juni 11, 2012 by Faiqotul Himmah
Falasi berasal dari fallacia atau falaccy dalam bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’.
Falasi didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh
ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak
sengaja. Ia juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana dengan ‘ngawur’.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur falasi, sehingga diperlukan sebuah aturan
baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk
terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tapi tidak mengikuti aturannya, terlihat
seperti berpikir benar dan bahkan bisa mempengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti
aturan berpikir yang benar. Karena itu, al-Qur’an sering kali mencela bahwa ‘sebagian besar
manusia tidak berakal’, tidak berpikir’, dan sejenisnya.
Falasi sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi amoral, seperti mengubah opini
publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, provokasi sektarian, pembunuhan karakter,
memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Ada beberapa hal yang mengakibatkan kesalahan berfikir dan itu sering tidak disadari orang,
baik orang yang berfikir sendiri, maupun orang yang mengikuti buah pikiran itu. Ini pun dalam
logika dirumuskan dan diberi nama. Sebelum kamu memajukan hal-hal yang betul-betul
merupakan kesalahan berfikir, kami sebut dulu dua hal yang sebetulnya bukan kesalahan, tetapi
sering membingungkan dan disalahgunakan, untuk membawa orang lain ke konklusi yang salah.
Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata
yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti yang dalam logika biasanya disebut
kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun
untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung
adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata yang
hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah universal atau
partikular. Dapat juga dengan konotasi subyektif yang berlaku khusus atau obyektif yang bersifat
komprehensif.
Kesesatan di dalam logika induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan
yang tidak lengkap atau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena
penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan
juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan yang bertentangan
dengan fakta. kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah antiseden yang tidak cukup, dan
analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu
menjadikannya suatu kecenderungan homogen, masih pula terdapat kebersamaan yang sifatnya
kebetulan. Kesalahan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru.
Kesalahan juga terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak
berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari. Sebuah argumen yang premis-premisnya
tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang “salah” sekalipun semua
premisnya itu mungkin benar.
Berikut macam – macam kesesatan atau kekeliruan dalam berpikir yang sering terjadi :
A. KEKELIRUAN FORMAL
Adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih.
Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan
proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal :
Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term
penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.
Contoh :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman. Menjual barang di bawah
harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual harga di bawah
tetangganya diancam dengan hukuman
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu adalah membuat
penularan penyakit, jadi harus diasingkan.
Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam konklusi
mencakup.
Contoh :
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata.
4. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis
yang Negatif)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi
demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak satu pun drama Shakespeare
mudah dipertontonkan, maka semua drama Shakespeare adalah baik.
Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak murah, jadi
kesemua barang di toko itu adalah baik.
Bila kita bisa berkendaraan secapat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat
mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.
Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah pecah.
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah, jadi harga
naik.
Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.
Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative pertama,
kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative
pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung,
berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di
Jakarta)
Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui
sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan
lain yang lebih kuasa dari Dia.
B. KEKELIRUAN INFORMAL
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.
Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor beras.
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan
bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini
orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan
besi pagar.
3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan
dahulu kebenarannya.
Contoh :
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi. (Di
sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan sumber informasi
yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan
pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).
Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut
dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai
yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang baik.
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya. Jadi
mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi
dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah
ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).
Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak
pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:
Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku perguruan tinggi,
aku sudah lima tahun.
Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan menyerang
pribadinya.
Contoh :
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat kepala desa
di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).
Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan
argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh :
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku benar,
bahwa hantu itu tidak ada.
Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak
memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).
Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh :
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa
sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin adalag
daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.
13. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah
yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang berangkat ke
perjamuan itu?
Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi
sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun
memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.
Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan untuk
mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan
uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya
berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir
ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan
keputusan yang sebaik-baiknya, seperti pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum
terhadap Thomas I Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan
mengatakan sebagai berikut :
Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi
menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke
depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada
anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang
dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan kehidupan
dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya
sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam sebuah kalimat
mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya. Maka, meskipun kata yang
digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya.
Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan
penalaran. Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.
1. 1. Ekuivokasi
Adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila
dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah
kesesatan penalaran. Ekuivokasi terdiri dari dua macam, yaitu ekuivokasi verbal dan non
verbal.
Contoh :
– Ekuivokasi verbal.
Seorang pasien berkebangsaan Malaysia memeriksakan diri kepada seorang dokter Indonesia.
Setelah diperiksa, dokter membeeri nasihat, “Ibu perlu menjaga makannya.”
Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan ayam?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”
Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan ikan?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”
Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan sayur?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”
Sang pasien merasa marah lalu membentak, ”Kalau semua bisa (beracun), apa yang saya hendak
makan???”
Yang jadi masalah di sini adalah kata “bisa” yang berarti “dapat” dan yang juga berarti “racun
ular”.
1. 2. Amfibologi (gramatikal)
Adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya
menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks
kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padahal hanya satu
saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh :
Arti 1 : Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih Ali.
Arti 2 : Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih saya.
1. 3. Kesesatan Aksentuasi
Adalah kesesatan ekuivokasi yang disebabkan perubahan aksentuasi atau tekanan. Perubahan
dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya
perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran
mengalami kesesatan. Terdiri dari dua macam yaitu aksentuasi verbal dan non verbal.
Contoh :
– Aksentuasi Verbal
Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera)
Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting)
Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu)
Akan berbeda maknanya jika diucapkan dalam keadaan marah, menjawab panggilan dan dalam
keadaan bertanya.
1. 4. Metaforis
Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur-
adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus
perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan
dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena
analogi palsu.
Contoh :
Penjelasan kesesatan: Pemuda disini adalah arti sebenarnya dari orang-orang yang berusia muda,
sedangkan tulang punggung adalah arti kiasan karena negara tidak memiliki tubuh biologis dan
tidak memiliki tulang punggung layaknya mahluk vertebrata. Ungkapan ini sering kali disengaja
seperti yang terjadi dalam dunia lawak.
1. 5. Komposisi
Adalah kesesatan yang terjadi dikarenakan menetapkan sifat yang ada pada suatu bagian
untuk menyifati keseluruhannya.
Contoh :
Setiap kapal perang telah siap, maka keseluruhan angkatan laut Negara itu sudah siap
bertempur.