Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 1 LOGIKA

Sesat Pikir
Ilmu logika lahir di Yunani bersamaan dengan lahirnya filsafat Barat. Untuk
menyebarkan ide-idenya, banyak filsuf Yunani mencoba untuk membantah ide-idenya dengan
filsuf lain dengan menunjukkan kesalahan atau kesesatan penalarannya. Logika telah menangani
kesalahan atau kesesatan ini dengan inferensi sejak awal. Kesalahan atau kesesatan dalam
penalaran ini disebut fallacy. Secara sederhana kesesatan menurut Jan Hendrik (1996),
merupakan kekeliruan penalaran yang disebabkan oleh pengambilan kesimpulan yang tidak
sahih dengan melanggar ketentuan-ketentuan logika atau susunan dan penggunaan Bahasa serta
penekanan kata yang secara sengaja atau tidak sengaja, telah menyebabkan petautan atau
asosiasi gagasan yang tidak tepat.
Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktifitas berpikir dikarenakan
penyalahgunaan Bahasa dan atau penyalahan relevansi ( Adib, 2011). Kesesatna merupakan
bagian dari logika dikenal juga sebagai fallacy. Kesesatan terjadi karena dua hal yaitu karena
ketidaktepatan bahasa dan ketidaktepatan relevansi. Menurut Soekadijo (1999), secara garis
besar, kesesatan dapat dibedakan kedalam dua kategori yaitu kesesatan formal dan kesesatan
material.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan kerena bentuk (forma) penalaran
yang tidak tepat. Kesesatan ini menyangkut pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dan kaidah
logika. Sedangkan kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi)
penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena factor Bahasa yang menyebabkan kekeliruan
menarik kesimpulan dan juga dapat terjadi karena memang tidak ada hubungan logis atau
relevansi antara premis dan kesimpulannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesesatan merupakan kesalahan yang sangatlah fatal
dalam logika, sebab itu akan menyebabkan makna berubah dan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Dengan kesesatan ini seseorang juga dapat keliru dalam menarik sebuah konklusi
hanya karena bahasanya.
Model Kesesatan Berpikir
1. Kesesatan Bahasa
Kesesatan karena bahasa terjadi karena beberapa hal; biasanya kata-kata dalam bahasa
dapat memiliki arti yang berbeda dan arti yang sama pun bisa ada pada kata-kata yang berbeda.
Kesesatan dalam bahasa bisa hilang karena bahasa itu biasanya hilang atau berubah kalau
penalaran dari bahasa disalin ke bahasa lain.
Berikut ini beberapa kesesatan karena bahasa:
a) Kesesatan Karena Aksen atau Tekanan.
Perbedaan arti dan kessatan penalaran terjadi dalam ucapan tiap-tiap suku kata yang
diberikan tekanan, karena perubahan tekanan dapat membawa perubahan arti.
Contoh: Tiap pagi pasukan mengadakan apel. 
Apel itu buah. 
Jadi, tiap paagi pasukan mengadakan buah. 
b) Kesesatan Karena Term Ekuivok.
Term ekuivok (term yang mempunyai lebih dari satu arti) adalah apabila dalam satu
penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah term yang sama, maka terjadilah kesesatan
penalaran. Contoh: 
Abadi adalah sifat Ilahi.
Adam adalah mahasiswa abadi.
Jadi, Adam adalah mahasiswa yang bersifat Ilahi.
c) Kesesatan Karena Methaphora (kiasan).
Kesesatan dalam kiasan terjadi karena dalam suatu penalaran sebuah arti kiasan
disamakan dengan arti sebenarnya atau arti sebaliknya. Cukup luar biasa apabila orang
mencampur adukkan arti sebenarnya dan arti kiasan dari sesuatu kata atau ungkapan.
Kesesatan ini sering disengaja dalam lawak. 
d) Kesesatan Karena Amfiboli.
Kesesatan amfiboli terjadi kalau konstruksi sebuah kalimat itu demikian rupa, sehingga
artinya menjadi bercabang. Contoh: 
Mahasiswa yang duduk diatas meja yang paling depan. 
Apa yang paling depan, mahasiswa atau mejanya? 
2. Kesesatan Relevansi
Kesesatan relevansi timbul apabila seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan
dengan premisnya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak merupakan implikasi dari
premisnya. Penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan sama sekali
hubungan logis antara premis dan kesimpulannya. Berikut ada beberapa jenis kesesatan
relevansi :
a) Argumentum ad Hominem.
Kesesatan ini terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak suatu
usul yang tidak berdasarkan penalaran, melainkan karena alasan yang berhubungan
dengan kepentingan atau keadaan orang yang mengusulkan dan orang yang diusuli.
Contoh: 
Menolak land reform karena pembagian tanah itu selalu dituntut oleh orang
komunis. 
Jadi, usul land reform itu perbuatan orang komunis dan perbuatan orang komunis
itu jahat. 
b) Argumentum ad Veccundiam atau Argumentum Auctoritas.
Kesesatan ini sama dengan Argumentum ad Hominem, yaitu menerima atau menolak
sesuatu tidak berdasarkan nilai penalarannya, akan tetapi karena orang yang
mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, dapat dipercaya dan seseorang yang
ahli. 
c) Argumentum ad Baculun.
Baculum artinya tongkat. Kesesatan ini terjadi jika penerimaan atau penolakan suatu
penalaran didasarkan atas adanya ancaman hukuman, jika tidak menyetujui akan
dihukum, dipenjarakan, dipukuli, bahkan dipersulit hidupnya dan diteror. Teror pada
hakikatnya adalah suatu paksaaan untuk menerima suatu gagasan karena ketakutan.
d) Argumentum ad Misericordiam.
Argumentum ad Misericordiam adalah penalaran yang ditujukan untuk menimbulkan
belas kasihan agar dapat diterima. Argumen ini biasanya berhubungan dengan usaha
agar suatu perbuatan dimaafkan. Penalaran ini biasanya diungkapkan dalam pengadilan.
Seperti, terdakwa mengingatkan hakim bahwa ia mempunyai anak, istri, keluarga dan
yang lain-lain.
e) Argumentum ad Populum.
Argumentum ad Populum banyak dijumpai dalam kampanye politik, seperti pidato-
pidato, demonstrasi dan propaganda. Karena Argumentum ad Popolum ditujukan
kepada rakyat, kepada suatu masa atau kepada halayak ramai, maka dalam
Argumentum ad Populum perlu pembuktian sesuatu secara klogis tidak dipentingkan,
yang diutamakan adalah menggugah perasaan masa pendengar atau membakar emosi
pendengar agar menerima suatu konklusi tertentu.
f) Kesesatan Non Causa Pro Causa.
Kesesatan Non Causa Pro Causa terjadi apabila kita menganggap sesuatu sebagai sebab,
padahal sebenarnya bukan sebab atau bukan sebab yang lengkap.
g) Kesesatan Aksidensi.
Sifat atau kondisi aksidental adalah sifat yang kebetulan, tidak harus ada dan tidak
mutlak. Kesesatan aksidensi terjadi jika kita menerapkan prinsip atau pernyataan umum
kepada peristiwa-peristiwa tertentu, tetapi karena keadaannya yang bersifat aksidental,
maka menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Contoh: 
Makan adalah suatu perbuatan baik. Tetapi jika makan pada waktu harus berpuasa,
maka penalaran tersebut sesat karena faktor aksidensi.
h) Kesesatan Komposisi atau Divisi.
Kesesatan karena komposisi dan divisi terjadi ketika menyimpulkan bahwa predikat itu
juga berlaku untuk kelompok kolektif seluruhnya. Maka disini penalaran kita sesat
karena komposisi. Contoh: 
Jika film itu bagus, belum tentu semua pemerannya bermain bagus. 
i) Petition Principia.
Petition Principia adalah kesesatan ketika membuktikan sesuatu. Penalaran yang
disusun menggunakan konklusinya atau apa yang hendak kita buktikan itu sebagai
premis, sudah tentu dengan kata-kata atau ungkapan yang berbeda dengan bunyi
konklusinya. Contoh: 
Manusia harus berlaku adil. Karena adil adalah perintah Tuhan yang tercantum
dalam Kitab Suci. Sebagai alasan (premis), dikemukakan bahwa Kitab Suci itu berisi
perintah Tuhan. Disini dibuktikan bahwa perintah Tuhan itu tercantum dalam Kitab
Suci karena Kitab Suci berisi perintah Tuhan.
j) Ignoratio Elenchi.
Ignoraito Elenchi atau disebut pula kesesatan penalaran yang tidak disebabkan oleh
bahasa. Kesalahan ini terjadi ketika konklusi yang diturunkan dari premis tidak relavan
dengan premis itu. Contoh:
Dalam suatu pengadilan, seorang pembela dengan panjang lebar berhasil
membuktikan bahwa pembunuhan adalah suatu perbuatan yang sangat keji dan
menarik kesimpulan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sekeji itu.
k) Kesesatan Karena Pertanyaan yang Kompleks.
Sebuah pertanyaan atau perintah seringkali bukan pertanyaan yang tunggal dan dapat
dijawab dengan tepat dengan satu jawaban, meskipun pertanyaannya berbentuk kalimat
tunggal. Contoh: 
Rumah itu terdiri atas bagian-bagian apa saja?. Dapat dijawab: atap, dinding,
langit-langit, dan sebagainya. 
Pertanyaan itu sebetulnya terdiri atas sejumlah pertanyaan. Demikian juga perintah
untuk menyebutkan jenis-jenis kalimat dapat dijawab dengan kalimat tanya dan kalimat
berita, atau kalimat pasif dan aktif, atau dengan kalimat panjang atau pendek. Kalau kita
bertanya: jam berapa kamu bangun?, maka pertanyan itu tidak kompleks. Karena terdiri
dari satu peretanyaan, akan tetapi pertanyaan itu mengandung sebuah pernyataan di
dalamnya, yaitu “bahwa kamu tidur”. Kalau ASEAN menuntut supaya Vietnam
menarik mundur tentaranya dari Kampuchea, di dalamnya terkandung pernyataan
bahwa Vietnam telah memasuki Kampuchea dengan tidak sah. Kalau perjanjian Camp
David mengenai otonomi Palestina ditafsirkan berbeda oleh Mesir dan Israel, itu
disebabkan karena bunyi kalimat-kalimat yang bersangkutan mengandung makna yang
kompleks, sehingga Negara yang satu dapat menunjuk makna Negara lainnya. Biasanya
suatu persetujuan diplomatik memang mengandung makna majemuk yang kelak dapat
ditafsirkan menurut situasinya. 
l) Argumentum ad Ignoratiam. 
Kesesatan ini terjadi pada hal-hal yang berkaitan erat dengan sesuatu yang tidak
terbuktikan. Seperti: gejala psikis, telepati dan semacamnya. Hal itu sulit di buktikan
baik oleh pendukung maupun penentangnya.

Daftar Pustaka :
Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu: Ontology, epistemology, aksiology, dan logika ilmu
pengetahuan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2011
Mundiri. Logika. Raja Grafindo Persada: 2012. 
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis. Kanisius: Yogyakarta,
1996.
Surajiyo, Asnanto. Sugeng, Andiani, Sri. Dasar-dasar logika. Bumi aksara: Jakarta, 2006. 
Soekadijo, R.G. Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Pustaka Gramedia: Jakarta,
1999.
 

Anda mungkin juga menyukai