Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang paling unggul dibandingkan makhluk lain


yang ada di muka bumi. Keunggulan manusia tersebut ditandai dengan aneka
kelebihan yang ada padanya, salah satu kelebihan manusia yang membedakannya
dengan makhluk lain adalah kemampuan akal, karena akal merupakan karunia
tuhan yang terbaik yang diberikan kepada manusia. Dengan berbekal kemampuan
akal manusia dapat meningkatkan kualitas dirinya berkelanjutan dari waktu ke
waktu secara dinamik.

Dengan kemampuan akal pula manusia dapat menemukan cara terbaik


untuk mendidik diri sendiri dan melahirkan generasi berikutnya yang lebih baik.
Sebagai makhluk yang berakal, manusia tidak sekedar hidup pasif akan tetapi ia
selalu aktif. Manusia selalu ikut merancang dan mencipta kehidupannya sesuai
dengan apa yang ia kehendaki.

Manusia berpikir dengan akalnya dengan cara memusatkan diri pada


pikirannya secara sungguh-sungguh. Berpikir dan pikiran pada manusia berfungsi
sebagai instrumen tindakan individu dan kolektif di dalam kehidupan. Dengan dan
melalui berpikir manusia merencanakan tindakan. Menurut Rohman dkk (2014),
para filusuf telah lama memusatkan diri pada pikiran mereka sendiri. Jenis pikiran
mereka dapat diterapkan pada keadaan-keadaan umum, dan apa yang dapat
dipelajari dengan menganalisisnya dapat langsung diterapkan dalam kehidupan
meskipun beberapa hal tidak dapat dialihkan kebidang-bidang kehidupan tertentu.

Manusia bertindak berdasarkan pikirannya tersebut untuk mencapai


sesuatu yang lebih baik atau sebaliknya dapat terpeleset memperoleh yang lebih
buruk apabila sesat dalam berpikir. Kesesatan atau kesalahan dalam pola berpikir
manusia disebut dengan fallacy atau fallacy of thinking. Menurut Abbas (2015),
fallacy apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai

1
kesalahan logis. Kesalahan berpikir atau kesalahan logis dapat terjadi karena
beberapa sebab diantaranya kesalahan konsep ketika belajar, input ilmu
pengetahuan yang salah, penggunaan bahasa yang salah, dan bisa juga terjadi
karena adanya ketidaktepatan dalam menentukan alur logika, baik melalui bahasa
maupun kondisi-kondisi tertentu. Kesalahan-kesalahan seperti itulah yang sering
terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari, baik itu dalam bentuk tulisan atau
perkataan (lisan) yang terlontar dari mulut kita sendiri. Hal tersebut bila terus
dibiarkan tanpa adanya pembenaran maka akan terjadi kesimpulan yang salah.
Kesesatan dalam berfikir (fallacy of thinking).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi atau pengertian dari fallacy bedasarkan penyebabnya?
2. Apa macam-macam tipe fallacy?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendefinisikan pengertian fallacy bedasarkan penyebabnya.
2. Untuk mengetahui macam-macam tipe fallacy.

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah metode
kepustakaan dengan menggunakan pustaka atau literatur yang relevan dan sesuai
yang disertai dengan opini, gagasan, dan ide dari penulis.

E. Manfaat Penulisan
1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan baik bagi pembaca atau bagi penulis
sendiri.
2. Sebagai salah satu sumber reverensi bagi tulisan-tulisan selanjutnya yang
terkait dengan filsafat ilmu, khususnya tentang materi fallacy.
3. Sebagai bahan bacaan khusnya bagi mahasiswa program studi magester
keguruan IPA dan umumnya bagi masyarakat luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Fallacy Berdasarkan Penyebabnya


Fallacy atau fallacy of thinking secara harfiah dapat diartikan sebagai
kesesatan berfikir. Sedangkan menurut Abbas (2015) fallacy diartikan sebagai

2
kesalahan logis. Dari kedua makna tersebut intinya sama bahwa fallacy adalah
kesalahan atau ketidak sesuaian dalam pola pikir manusia secara normal
dikarenakan beberapa sebab. Fallacy dapat terjadi antara lain karena seseorang
menggunakan bahasa yang salah, atau dapat pula karena adanya ketidaktepatan
dalam menentukan alur logika, baik melalui bahasa atau kondisi-kondisi tertentu.
Menurut Blikololong (1999), dalam ilmu logika tugas logika ialah
menyiapkan sarana untuk melakukan penalaran yang sahih atau tepat. Dalam
kenyataannya, baik dalam kehidupan akademis maupun pergaulan sehari-hari,
sering sekali terjadi penalaran yang tidak sahih. Penalaran yang tidak sahih atau
tidak tepat itulah yang dinamakan penalaran yang sesat. Atau disingkat saja
dengan kesesatan atau fallacy.
Fallacy merupakan proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya
tidak logis, salah arah, dan menyesatkan. Selain itu fallacy merupakan suatu
gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika
tanpa memperhatikan relevansinya. Sebuah kesimpulan harus ditunjang oleh
argumentasi yang benar dan sesuai nalar. Dengan demikian, argumentasi yang
dibuat adalah untuk membuktikan bahwa kesimpulan yang diperoleh dalam
menalar adalah benar.

B. Macam-macam atau Tipe dari Fallacy


1. Kesesatan Berpikir Lingual
Menurut Rohman dkk (2014), kesesatan lingual adalah suatu kesalahan
berpikir akibat penggunaan bahasa yang tidak pada tempatnya sehingga
menimbulkan penafsiran yang menyimpang, bahkan menyesatkan. Secara
sederhana kesesatan lingual adalah kesesatan berpikir karena bahasa. Kesesatan
jenis ini terdiri atas 4 jenis.
a. Kesesatan Aksentuasi
Dilihat dari istilahnya, kesesatan jenis ini dapat diketahui sebagai
kesesatan yang didasarkan pada masalah aksen, artikulasi yang kurang tepat, cara
penyebutan suatu kata yang salah, dan sebagainya.
Ada dua jenis kesesatan aksentuasi, yaitu:
a) Kesesatan aksentuasi verbal adalah kesesatan akibat kesalahan pengucapan.
Contohnya, penyebutan kata “mental”. Kata ini memiliki makna ganda,

3
tergantung penyebutannya. Pengucapan kata mental dapat berarti ‘terkait
dengan kejiwaan’ atau berarti ‘terpelanting’.
b) Kesesatan aksentuasi non verbal adalah kesesatan diakibatkan penggunaan
komposisi kata-kata yang menyesatkan berkaitan dengan penekanan
tertentu. Biasanya bahasa iklan adalah yang paling sering melakukan
kesesatan seperti itu. Seperti iklan Rp.0,1 bebas. Kredit mobil baru dengan
DP 20 juta / angsuran 1,5 juta.

b. Kesesatan Ekuivokasi
Kesesatan ekuivokasi adalah jenis kesesatan yang disebabkan oleh adanya
satu kata yang mempunyai arti lebih dari satu. Jika dalam susatu penalaran terjadi
pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran.
Kata memang menunjuk pada suatu pengertian. Apabila hal itu dipertukarkan
maka kacaulah jalan pikiran dalam penalaran. Hal yang terbaik adalah memilih
dan menggunakan kata yang tidak memiliki banyak arti.
Seperti halnya kesesatan eksintuasi, kesesatan akuivokasi terdiri dari dua
macam yaitu:
a) Kesesatan ekuivokasi verbal adalah kesesatan yang diakibatkan pengucapan
atau pemakaian kata yang memiliki arti ganda. Contohnya, kata ‘bisa’
berarti kesanggupan atau dapat berarti racun ular. Kata ‘teras’ berarti rumah
bagian depan atau dapat berarti ‘penting’ yang melekat pada kata pejabat
teras.
b) Kesesatan ekuivokasi non verbal adalah kesesatan yang diakibatkan masalah
kontruksi sosial, seperti mengangguk kepala tidak semua berarti iya atau
setuju. Di daerah tertentu mengangguk bisa dimaknai tidak.
Istilah tipe kesesatan ini adalah “fallacy of equivocasition”. Kesesatan ini
dikarenakan satu atau lebih termnya adalah Ambigous (banyak arti). Bila yang
ambigous adalah term minor maka disebut ‘ambigous minor’, dan bila yang
ambiguous adalah term medium (middle term) maka disebut ‘ambiguous middle’.
 Contoh ambiguous mayor:
Semua pendidik adalah budiman.
Guru matematika kita adalah pendidik.
Jadi guru matematika kita adalah budiman.
(kata budiman pada premis mayor dapat berarti ‘orang yang berbudi baik’
juga dapat berarti ‘nama orang’.
 Contoh ambiguous minor:

4
Semua banker tidaklah jelek kinerjanya.
Semua pembajak adalah jelek.
Jadi semua pembajak adalah banker.
(kata pembajak pada premis minor dapar berarti ‘perampok’ juga dapat
berarti ‘penggarap sawah’.
Dengan demikian, jika kesalahan ini dipaksakan maka kacaulah jalan
pikiran dalam penalaran kita. Hal ini berarti pelanggaran terhadap hukum
silogisme yang ke satu. Dalam praktek, khususnya dalam ucapan, kekacauan
sering terjadi, dikarenakan orang yang saling berbicara satu sama lain
mengertikan suatu kata dengan pengertian yang berbeda-beda sehingga timbul
salah paham atau salah pengertian.

c. Kesesatan Amfiboli
Kesesatan amfoboli adalah kesesatan yang dikarenakan kontruksi kalimat
yang sedemikian rupa sehingga artinya menjadi becabang. Dengan kata lain,
kesesatan jenis ini terjadi dikarenakan bila salah satu atau semua premisnya
berupa susunan kalimat yang mudah terkena penafsiran ganda. Contohnya, “Budi
menembak babi mati”. Kalimat tersebut dapat dimaknai Budi menembak babi,
lalu mati atau Budi menembak babi mati.

d. Kesesatan Metaforis
Kesesatan metaforis adalah jenis kesesatan yang terjadi karena mencampur
adukkan atara arti kiasan dengan arti yang sebenarnya. Pemakaian arti kiasan
adalah pengguaan kata pilihan yang bersifat konotatif, sedangkan erti sebenarnya
adalah bersifat denotatif. Berikut ini adalah contoh untuk menjelaskan tentang
kesesatan metaforis:
Siswa 1: binatang apa yang haram?
Siswa 2: pasti babi, ia binatang haram dan najis berat.
Siswa 1: binatang apa yang lebih haram dari binatang yang haram?
Siswa 2: apa ya…?
Siswa 1: babi hamil!
Siswa 2: lho kok bisa…?
Siswa 1: babi hamil, kan mengandung babi, jadi haram dalam haram. Nah,
sekaran binatang apa yang paling haram? Lebih haram dari babi hamil?
Siswa 2: …?
Siswa 1: babi yang sedang hamil, hamilnya diluar nikah! Karenan anak babinya
adalah anak haram.
Guru : awas hati-hati, perbuatanmu harus dijaga baik-baik agar tidak terjerumus
kedalam perbuatan haram. (komentar guru yang tiba-tiba lewat).

5
2. Kesesatan Berpikir Formal
Kesesatan formal adalah kelompok kesalahan yang disebabkan karena ada
satu atau beberapa aturan berpikir formal yang dilanggar. Kesesatan ini antara lain
terdiri dari sebagai berikut.
a. Ignoratio Elenchi
Ignoratio elenchi adalah salah satu kesesatan berpikir yang terjadi disaat
seseorang berusaha menarik kesimpulan yang sebenarnya tidak memiliki relevansi
atau hubungan dengan premisnya. Loncatan yang sembarangan dari premis ke
kesimpulan yang memiliki hubungan semu (tidak benar-benar berhubungan) atau
dihubung-hubungkan, biasanya dikarenakan oleh prasangka, emosi, dan perasaan
subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai sesat pikir tentang
penggambaran seseorang.
Contohnya, orang yang baru saja keluar dari kampus pastilah mahasiswa.
Padahal tidak semua yang keluar dari kampus adalah mahasiswa. Contoh lain,
anak tungal pasti egois, padahal tidak selalu anak tunggal itu egois.

b. Metabasis Eis Allo Genos


Metabasis eis allo genos artinya ganti dasar, sehingga kesesatan jenis ini
terjadi ketika jalan pikiran mengalami peralihan dasar. Misalnya dikatakan orang
“Orang itu terpelajar, maka dari itu baiklah oaang itu”. Perkataan ini mungkin saja
benar, tetapi bukan oleh karena jalan pikiran bahwa ia terpelajar kemudian ia
menjadi baik. “ Terpelajar” itu penilaian dalam bidang penguasaan ilmu,
sedangkan “baik” adalah penilaian dalam bidang moralitas (etika).

c. Circulus Vitiosus
Kalau orang hendak membuktikan sesuatu dengan bukti yang
kebenarannya harus dibuktikan dengan konklusi, inilah gambaran “Circulus
vitiosus”. Padahal yang sebenarnya, konklusi harus diambil dan ditarik dari
premis-premisnya, sehingga premes harus dibuktikan terlebih dahulu.
Contohnya, orang hendak menerangkan penyebab keadaan ekonomi
Negara jelek. Diajukanya argument bahwa keadaan jelek itu disebabkan banyak
korupsi. Ditanya, kenapa pegawai korupsi?. Diterangkan bahwa pegawai korupsi
disebabkan gajihnya rendah. Kenapa gajihnya rendah?, diterangkan bahwa karena

6
anggaran belanja Negara kecil. Kenapa anggaran belanja kecil?, dijawab karena
keadaan ekonomi Negara jelek.

d. Generalisasi Terlalu Cepat


Dalam kesesatan jenis ini pengambilan kesimpulan lewat generalisasi
ditaik dari kasus-kasus induktif yang belum lengakap, sehingga generalisasi yang
diambil terlalu cepat. Generalisasi seharusnya tidak ditarik dari kasus-kasus
khusus yang telah cukup dengan berbagai keadaan atau setting. Contohnya,
“Semua orang genius adalah orang yang aneh. Hal ini karena telah kita temui
kelima orang genius yang sama kita wawancarai adalah sangat aneh”.

e. Loncatan dari Analogi ke Kesamaan


Kalau ada pernyataan yang menyatakan “Alam itu hidup karena
mempunyai mata” (maksudnya matahari). Hal ini menunjukkan ada loncatan dari
analogi ke kesamaan. Tentu saja biasanya loncatan itu tidak selalu demikian.
Misalnya kalau saja dikatakan “Tuhan itu kalau menciptakan sesuatu memerlukan
bahan, karena jika seniman menciptakan suatu karya seni memerlukan bahan”.
Pernyataan ini pun merupakan loncatan analogi ke kesamaan. Pengertian kata
‘menciptakan’ pada manusia dan Tuhan itu pengertian beranalogi.

3. Kesesatan Berpikir Material


Pada kesesatan berpikir material lebih disebabkan karena kandungan isi
dari premis-premisnya atau konklusinya. Adapun yang termasuk kedalam
kelompok kesesatan berpikir material antara lain sebagai berikut.
a. Argumentum ad Hominem
Argumentum ad hominem adalah jenis kesesatan berpikir yang disebabkan
pemakaian suatu argument atau alasan yang diarahkan untuk menyerang manusia
atau atribut yang dimilikinya secara langsung. Pemakaian argument ini dapat
menggambarkan suatu tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang
menyatakan sebuah argument.
Contohnya, “Budi tidak bisa belajar karena matanya sakit”. Argumentasi
pendapat yang mendasarkan tingkat kesuksesan prestasi akademik siswa
ditentukan oleh tingkat kesehatan mata adalah lemah secara material, tetapi yang
relevan adalah ditentukan oleh tingkat motivasi, komitmen, kemampuan potensi
akademik, dan lain-lain.

7
b. Argumentum ad baculum
Argumentum ad baculum adalah kesesatan berpikir yang disebabkan
peakaian argument berupa desakan kepada orang lain melalui ancaman untuk
menerima suatu konklusi tertentu dengan alas an bahwa jika ia menolak akan
membawa akibat yang tidak diinginkan. Kata ‘baculus’ dalam bahasa latin berarti
tongkat atau kayu untuk memukul. Kesesatan jenis ini sering sekali dilakukan
orang dewasa kepada anak-anak, orang tua kepada putra-putrinya, guru kepada
siswa. Contohnya, “Toni,harus rajin belajar dan tidak boleh banyak bermain. Jika
masih terlalu banyak bermain nanti tidak saya beri uang jajan”.

c. Argumentum ad misericordiam
Argumentum ad misericordiam adalah jenis kesesatan berpikir yang terjadi
ketika proses penalaran atau jalan pikiran yang digunakan dengan tidak
mendasarkan diri pada arguman yang rasional, tetapi dengan mengajukan tuntutan
belas kasihan. Arti kata ‘misericordiam’ diartikan belas kasihan. Maka dari itu,
kesesatan berpikir ini sengaja diarahkan untuk menumbuhkan rasa belas kasihan
lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan. Alasan ini biasanya
dipakai oleh penjahat yang tertangkap karena alasan ekonomi. Kalau disekolah
biasanya dipakai oleh siswa supaya tidak dikenai sangsi oleh kepala sekolah
akibat pelanggaran tata tertib sekolah.
Contohnya, “Mohon bapak meloloskan saya dalam ujian nanti,
dikarenakan saya anak kos dimana orang tua saya miskin dan jarang memberi
uang kiriman”

d. Argumentum ad populum
Argumentum ad populum adalah kesesatan berpikir yang dibuat untuk
menghasut masa, rakyat, kelompok untuk membakar emosi mereka dengan alasan
bahwa pemikiran yang melatarbelakangi suatu usul atau program adalah demi
kepentingan rakyat atau kelompok itu sendiri. Argument ini bertujuan untuk
memperoleh dukungan atau kebenaran tindakan si pembicara. Jenis kesesatan
berpikir seperti ini sering muncul pada masa-masa kampanye pemilu. Salah satu
contoh nyata adalah ketika Hitler menyulut emosi rakyat Jerman yang sedang

8
krisis ekonomi dengan menyalahkan kaum yahudi di sana sebagai penyebab krisis
ekonomi.
e. Argumentum autoritas
Argumentum autoritas adalah kesesatan berpikir dimana nilai penalaran
ditentukan oleh nilai keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya.
Contohnya, akan sangat berbeda bila saya mengatakan ‘kamu bodoh’ dan seseoran
professor yang menatakan seperti itu. Bila saya yang mengatakan ‘kamu bodoh’
tentu akan dianggap sebagai penghinaan, meskipun dibeberkan sejumlah fakta
yang mendunkung. Berbeda kondisinya yang mengatakan hal itu seorang
professor, karena akan dipercaya perkataannya meskipun bisa jadi professor itu
hanya mengatakan hal itu karena kesal.

f. Argumentum ad verecundiam
Argumentum ad verecundiam adalah kesesatan berpikir yang disebabkan
penggunaan argumentasi yang disengaja tidak terarah kepada persoalan yang
sesungguhnya tetapi akan dibuatsedemikian rupa untuk membangkitkan prasaan
malu si lawan bicara. Contohnya, seperti iklan rook yang berslogan “Belum tua
belum boleh bicara”.

g. Argumentum ad ignoratium
Argumentum ad ignoratium adalah kesesatan berpikir yang terjadi dalam
suatu pernyataan yang dinyatakan benar karena kesalahannya tidak terbukti salah,
ata mengatakan sesuatu itu salah karena kebenarannya tidak terbukti ada. Dengan
kata lain selama kesalahan itu tidak terbukti salah, maka masih dianggap benar.
Contohnya, Saya tidak pernah melihat tuhan, berarti Tuhan tidak ada. Orang yang
sudah meninggal kehidupannya sudah selesai, kenyataannya sudah hancur
menjadi tanah.

h. Petition principia
Kesesatan jenis ini dilakukan seseorang jika ada sesuatu yang belum tentu
benar tetapi dianggap benar dan dijadikan pangkal pikiran atau pangkal konklusi.
Sehingga dalam hal ini masih membutuhkan bukti atas kebenarannya. Contohnya,
oleh karena manusia itu ciptaan Tuhan tentu pastilah Tuhan ada. Kalau penalaran

9
seperti dianalisis, maka sebagai berikut. Orang haruslah membuktikan bahwa
Tuhan itu ada, sehingga dapat dikatakan sebagai bukti bahwa manusia itu ciptaan
Tuhan.

i. Diction simpliciter
Kesesatan jenis ini terjadi karena memperlakukan peraturan umum
terhadap kasus-kasus khusus. Contohnya, “Perempuan yang melamar kepada laki-
laki adalah tak punya malu, mengingat bahwa gadis Minang selalu melamar
kepada laki-laki, maka mereka tidak punya rasa malu”.

j. Tu Quoque
Tu Quoque adalah jenis kesesatan berpikir yang dilakukan disebabkan
menyamakan dua kondisi yang berbeda. Kesesatan Tu Quoque lebih pada
menyamakan dua hal yang kondisinya dan latar belakangnya berbeda. Contohnya,
seorang bapak menyuruh kepada anaknya, “Nak, sudah waktunya tidur, naiklah
keranjang”. Dijawab “Oleh karena ayah masih belum tidur maka saya pun harus
diperbolehkan berbuat serupa”.

k. Kesesatan aksidensi
Jenis kesesatan ini merupakan kesesatan penalaran yang dilakukan oleh
seseoarang bila ia memaksakan aturan-aturan atau cara-cara yang bersifat umum
pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksendital (situasi yang bersifat
kebetulan). Contohnya, lemak adalah salah satu sumber energi yang sangat
berguna. Karena sangat berguna, lemak sangat disarankan dikonsumsi oleh
penderita obisitas.

l. Kesesatan karena komposisi dan divisi


Kesesatan yang terjadi bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa
yang benar atau berlaku bagi individu atau beberapa individu dari suatu kelompok
tertentu pasti pasti juga benar atau berlaku bagi seluruh kelompok secara kolektif.
Contohnya, “Ada seorang kepala sekolah menjadi tersangka pada kasus korupsi
dana BOS sebesar 200 juta. Dengan demikian, seluruh guru di sekolah tersebut
adalah koruptor”.

m. Non Causa Pro Causa

10
Non Causa Pro Causa jenis kesesatan berpikir yang dilakukan karena
pengambilan penyimpulan yang salah dalam melihat dua pristiwa yang terjadi
secara berurutan, dimana kejadian yang terjadi sebelumnya dianggap sebagai
penyebab dari kejadian berikutnya. Orang lalu cendrung berkesimpulan bahwa
peristiwa pertama merupakan penyebab dari peristiwa kedua, atau peristiwa kedua
adalah akibat dari peristiwa pertama, padahal urutan waktu saja tidakdengan
sendirinya menunjukkan hubungan sebab akibat.
Contohnya, “Hari kemarin ada gerhana bulan, hari ini ada seorang pejabat
tinggi mati”. Dua peristiwa gerhana bulan dan kematian pejabat tidaklah memiliki
hubungan kausal, akan tetapi hanya sebuah kebetulan semata, sehingga tidak
dapat diklaim bahwa kalau ada gerhana bulan keesokan harinya pasti aka nada
pejabat Negara yang meninggal.

n. Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks


Kesesatan ini bersumber pada pertanyaan yang sering kali disusun
sedemikian rupa sehingga sepintas tampkan sebagai pertanyaan yang sederhana,
namun sebetulnya bersifat kompleks. Biasanya kesesatan ini terjadi karena adanya
kondisi-kondisi yang menekan lawan bicara, sehingga sering kali jawabanya yang
diberikan tidak bisa dijawab dengan sederhana. Contohnya pertanyaan yang
sering diajukan oleh penyidik kepada calon tersangka atau saksi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian fallacy adalah kesalahan atau ketidak sesuaian dalam pola pikir
manusia secara normal dikarenakan beberapa sebab. Fallacy dapat terjadi
antara lain karena seseorang menggunakan bahasa yang salah, atau dapat pula
karena adanya ketidaktepatan dalam menentukan alur logika, baik melalui
bahasa atau kondisi-kondisi tertentu.
2. Macam-macam atau tipe fallacy adalah meliputi kesesatan berpikir lingual,
kesesatan berpikir formal, dan kesesatan berpikir material.

B. Saran

11
Dengan mengetahui seluruh kesesatan berpikir, diharapkan kita dapat
mengasah diri dengan berlatih menghindari bentuk-bentuk kesesatan yang
dimaksud, sehingga kita diharapkan dapat menghindarinya. Dengan demikian
penalaran yang kita lakukan dapat terhindar dari kesesatan dan dapat mencapai
kebenaran berpikir baik secara bahasa, formal, dan material.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas Ersis Warmansyah. 2015. Menulis di Otak. Wahana Jaya Abadi.


Bandung
Blikololong J B. 1999. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar. Seri Diktat Kuliah.
Jakarta.
Rohman Arif, Rukiyati, L. Andriani . 2014. Epistimologi dan Logika. Aswaja
Pressindo. Yogyakarta

12
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kekeliruan Berfikir.


Perkataan fallacy dalam bahasa Inggris secara umum berarti gagasan atau
keyakinan yang salah (palsu), dalam arti teknis yang sempit itu perkataan fallacy
kita terjemahkan dengan istilah “Kerancuan berfikir” atau “Berfikir rancu” yang
semuanya menunjuk pada jalan pikiran yang tidak tepat atau keliru. Jadi,
kekeliruan berfikir adalah bentuk-bentuk atau jenis-jenis argument yang tidak
tepat atau yang salah (incorrect argument).[1]
B. Macam-Macam Kekeliruan Berfikir.
Dalam ilmu logika kekeliruan berfikir terbagi menjadi tiga yaitu kekeliruan
formal, kekeliruan informal dan kekeliruan karena penggunaan bahasa.
1. Kekeliruan Formal.
Kekeliruan formal adalah bentuk-bentuk jalan pikiran yang keliru yang
memperlihatkan bentuk-bentuk luar yang sama dengan bentuk-bentuk argument
yang valid. Terdapat beberapa contoh kekeliruan formal yaitu[2]:
a. Fallacy of four terms (kekeliruan karena menggunakan empat term).
Kekeliruan berpikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi
karena term penengah diartikan ganda.
Contoh: Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang yang
berpenyakit panu dapat menularkan penyakitnya, jadi orang yang panuan harus
diasingkan.
b. Fallacy of undistributed middle (kekeliruan karena kedua term penengah tidak
mencakup).
Kekeliruan berpikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah mencakup.
Contoh: Orang yang terlalu banyak masalah kurus. Dia kurus sekali, karena itu
tentulah ia banyak masalah.
Orang yang suka berjemur kulitnya hitam. Gadis itu berkulit hitam, karena itu
tentulah ia suka berjemur.
c. Fallacy of illcit process (kekeliruan karena proses tidak benar).
Kekeliruan berpikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi
dalam konklusi mencakup.

13
Contoh: Gajah adalah binatang. Ular bukanlah gajah, karena itu ular bukanlah
binatang.
d. Fallacy of two negative premises (kekeliruan karena menyimpulkan dari dua
premis negative).
Kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative.
Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa di tarik konklusi.
Contoh: tidak satu pun barang yang itu murah dan semua barang di toko itu adalah
tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.
e. Fallacy of affirming the consequent (kekliruan karena mengakui akibat).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena membenarkan akibat
kemudian membenarkan pula sebabnya.
Contoh: Bila presiden A terpilih, Ekonomi akan lebih baik, Sekarang ekonomi
lebih baik, jadi presiden A terpilih.
f. Fallacy of denying antecedent (kekeliruan karena menolak sebab).
Kekeliruan berpikir dalam silogisme hipotetika karena mengingkari sebab
kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh: jika presiden datang maka semua orang kkan mengerumuni, sekarang
presiden tidak datang, jadi orang-orang tidak mengerumuni.
g. Fallacy of Disjunction (kekeliruan dalam bentuk disyungtif).
Kekeliruan berpikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari
alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut
patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya
alternative yang lain.
Contoh: Ani pergi ke Jepara atau ke Kudus. Ternyata Ani tidak ada di Jepara.
Berarti Ani di Kudus. (padahal bisa saja Ani tidak di Jepara maupun di Kudus.
h. Fallacy of Incosistency (kekeliruan karena tidak konsisten).
Kekeliruan berpikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan
pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh: Tugas makalah saya sudah sempurna, hanya saja saya harus melengkapi
sedikit kekurangannya.

2. Kekeliruan Informal.
Pada kerancuan informal tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan formal
dalam berargumen, sekurang-kurangnya tidak terjadi pelanggaran secara langsung
terhadap aturan aturan formal. Meskipun demikian, kesimpulan yang diajukan
atau ditarik sesungguhnya tidak mendapat dukungan premis-premis yang diajukan
dalam argument yang bersangkutan.[3] Berikut dibawah ini adalah kekeliruan
informal:
a. Fallacy of Hasty Generalization (kekeliruan karena membuat generalisasi yang
terburu-buru)[4].

14
Yaitu, mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit,
sehingga kesimpulan yang ditarik melampaui batas lingkungannya.
Contoh: Dia seorang yang cantik, mengapa sombong?. Kalau begitu orang cantik
memang sombong.
b. Fallacy of Forced Hypothesis (kekeliruan karena memaksakan praduga).
Yaitu, kekeliruan berpikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh: Seorang mahasiswa pergi ke kampus dengan wajah dan pakaian lusuh
sekali, seorang temannya menyatakan bahwa itu semua adalah kebiasaan yang
sering sekali dilakukan dalam kehidupanya, padahal sebenarnya wajah dan baju
lusuh itu karena akibat sakit.
c. Fallacy of Begging the Question (kekeliruan karena mengundang permasalahan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil konklusi dari premis yang
sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh: Pengacara X memang luar biasa hebatnya (disini orang hendak
membuktikan bahwa pengacara X memang hebat dengan banyaknya Clien, tanpa
bukti kualitasnya diuji terlebih dahulu ).
d. Fallacy of Circular Argument (kekeliruan karena menggunakan argument yang
berputar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian
konklusi tersebut dijadikan sebagai premis sedangkan premis semula dijadikan
konklusi pada argument berikutnya. Contoh: Prestasi kampus X semakin menurun
karena banyaknya mahasiswa yang malas. Mengapa banyak mahasiswa yang
malas ? karena prestasi kampus menurun.
e. Fallacy of Argumentative leap (kekeliruan karena berganti dasar).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturnkan dari
premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh: Pantas ia memeiliki harta yang melimpah, sebab ia cantik dan
berpendidikan tinggi.
f. Fallacy of Appealing to Authority(kekeliruan karena mendasarkan pada otoritas).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau
kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas
ahli tersebut.
Contoh: Shampo merk X sangat baik mengatasi kerontokan, sebab Agnes Monica
mengatakan demikian.
(Agnes Monica adalah seorang penyanyi, ia tidak mempunyai otoritas untuk
menilai baik tidaknya shampoo sebab ia adalah penyanyi bukan pakar kesehatan
rambut).
g. Fallacy of Appealing to force (kekeliruan karena mendasarkan diri pada
kekuasaan).

15
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki,
seperti menolak pendapat/argument seseorang dengan menyatakan seperti ini.
Contoh: Anda masih saja membantah dan tidak terima dengan pendapatku, kamu
itu siapa dan sejak kapan kamu duduk sebagai anggota Dewan ?, aku ini sudah
lebih lama dari pada kamu.

h. Fallacy of Abusing (kekeliruan karena menyerang pribadi).


Yaitu, kekeliruann berpikir karena menolak argument yang dikemukakan
seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh: Jangan dengarkan pendapatnya tuan X karena ia pernah masuk penjara.
i. Fallacy of Ignorance (kekeliruan karena kurang tahu).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa
membuktikan kesalahan argumentasinya, dengan sendirinya argumentasi yang
dikemukakannya benar.
Contoh: kalau kau tidak bisa membuktikan kalau setan itu tidak ada, maka jelaslah
pendapatku benar bahwa setan itu tidak ada.
j. Fallacy of Complex question (kekeliruan karena pertanyaan yang ruwet).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh: apakah engkau sudah menghentikan kebiasaan memukuli istrimu?
(pertanyaan ini menjebak karena jika dijawab “Ya” maka berarti si suami pernah
memukuli istrinya. Jika dijawab “Tidak” maka berarti si suami terus memukuli
istrinya. Padahal barangkali si suami tidak pernah memukuli istrinya).
k. Fallacy of oversimplification (kekeliruan karenan alasan terlalu sederhana).
Yaitu kekeliruan berpikir karena berargumen dengan alasn yang tidak kuat atau
tidak cukup bukti.
Contoh: Dia adalah siswa terpandai di kelasnya, karena dia mempunyai banyak
teman.
l. Fallacy of Accident (kekeliruan karena menetapkan sifat).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada
suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya. Contoh: Bahan hidangan untuk
pesta besok sudah dibeli tadi pagi. Bahan hidangan untuk pesta yang dibeli tadi
pagi sudah busuk. Jadi, hidangan untuk pesta sekarang sudah busuk.
m. Fallacy of irrelevant argument (kekeliruan karena argument yang tidak relevan).
Yaitu kekeliruan berpikir karena mengajukan argument yang tidak ada
hubungannya dengan masalah yang jadi pokok pembicaraan.
Contoh: Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau
telanjang ke perjamuan itu?
n. Fallacy of false analogy (kekeliruan karena salah mengambil analogi).

16
Yaitu kekeliruan berpikir karena menganalogikan dua permasalahan yang
kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh: Manusia butuh makanan agar tetap hidup, itu berarti sepeda motor juga
perlu makanan untuk dapat hidup.
o. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan karena mengundang belas kasih ).
Yaitu kekeliruan berpikir karena menggunakan uraian yang sengaja menarik belas
kasihan untuk mendapatkan konklusi yang di harapkan.
Contoh: dalam kasus seorang anak muda yang diadili karena membunuh ibu
ayahnya sendiri dengan kapak, memohon kepada hakim untuk memberikan
keringanan hukuman dengan alasan bahwa ia adalah seorang yatim piatu.
3. Kekeliruan Karena Penggunaan Bahasa.
Kesesatan ini terjadi karena kurang tepatnya kata-kata, frase-frase, atau kalimat-
kalimat yang dipakai untuk mengekspresikan pikiran.[5] Kekeliruan ini terbagi
menjadi lima macam yaitu:
a. Ekuivokasi
Dalam setiap bahasa selalu terdapat perkataan-perkataan yang mempunyai lebih
dari satu arti. Kerancuan ekuivokasi akan terjadi, jika perkataan yang sama
digunakan dalam arti yang berbeda di dalam konteks yang sama.[6]
Contoh: Semua bintang adalah benda astronomis. Jhonny Deep adalah seorang
bintang. Jadi, Jhonny Deep adalah suatu benda astronomis.

b. Amphiboly
Kesesatan ini terjadi bukan karena penggunaan suatu kata yang ambigu, tetapi
karena penggunaan suatu frase atau suatu kalimat lengkap yang ambigu.[7]
Contoh: Terbungkus dalam sebuah Koran gadis cantik itu membawa tiga potong
pakaiannya yang baru.
c. Aksentuasi
Kesesatan ini terjadi karena suatu aksen yang salah atau karena suatu tekanan
yang salah dalam pembicaraan. Suatu tekanan suara yang salah diletakkan pada
suatu kata yang diucapkan sehingga menyesatkan, membingungkan, atau
menghasilkan suatu interpretasi yang salah[8].
Contoh: Ibu, ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah ibu dan ayah si pembicara
sedang pergi. Tetapi karena ada penekanan pada kata ibu, maknanya menjadi
pemberitahuan pada ibu bahwa ayah baru saja pergi).
d. Komposisi
Kesesatan ini terjadi karena penyebutan secara kolektif apa yang seharusnya
disebut secara individual.
Contoh: Kuda tersebar di seluruh dunia.
Tiap-tiap bagian dari sebuah mobil adalah ringan, karena itu mobil adalah benda
ringan.

17
e. Divisi
Kesesatan ini terjadi ketika kita menyebut secara individual apa yang seharusnya
disebut secara kolektif.
Contoh: Sebuah mobil adalah berat, karena itu tiap-tiap bagian dari mobil adalah
berat.

DAFTAR PUSTAKA

Mundiri. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo. 2012.


Maran, Raga Rafael. Pengantar Logika. Jakarta: PT Grasindo. 2007.
Sidharta, B Arief. Pengantar Logika. Bandung: PT Refika Aditama. 2010.

18

Anda mungkin juga menyukai