Anda di halaman 1dari 7

MACAM MACAM FALASI BERFIKIR

A. KEKELIRUAN FORMAL
Adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak
sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika
mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal
:
1. Fallacy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)
Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena
term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.
Contoh :

Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman. Menjual barang
di bawah harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain. Jadi menjual
harga di bawah tetangganya diancam dengan hukuman

Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu adalah
membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.

2. Fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term


Penengah Tidak Mencakup)
Contoh :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak
belajar. Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota
PBB karena memang negara merdeka.

3. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)


Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam
konklusi mencakup.
Contoh :

Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang
melata.

Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.

4. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan


daru Dua Premis yang Negatif)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila
terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :

Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak satu pun drama
Shakespeare mudah dipertontonkan, maka semua drama Shakespeare adalah baik.
Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak
murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.

5. Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui


Akibat)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka karena membenarkan akibat kemudian
membenarkan pula akibatnya.
Contoh :

Bila kita bisa berkendaraan secapat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah
dapat mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.

Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah
pecah.

6. Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)


Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab
kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh :
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah,
jadi harga naik.

Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak
berlarian.

7. Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)


Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative
pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan,
pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung,
berarti dia ada di Jakarta. (Dia bisa tidak di Bandung maupun di
Jakarta)

8. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)


Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan
yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan
lain yang lebih kuasa dari Dia.

B. KEKELIRUAN INFORMAL
1. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat
Generalisasi yang Terburu-buru)
Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil
kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan
yang ditarik melampau batas lingkungannya.
Contoh :

Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.

Panen di kabupaten itu gagal, kalau begitu tahun ini Indonesia harus mengimpor beras.

2. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)


Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh :

Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang


menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena
diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya,
padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.

3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang


Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus
dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh :

Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah
basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan
sumber informasi yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date,
tanpa dibuktikan pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).

4. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang


Berputar)

Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi
tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen
berikutnya.
Contoh :

Ekonomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak
pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang baik.

5. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)


Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari
premisnya. Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :

Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya.

Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi.

Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.

6. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan


pada Otoritas)
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan
seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :

Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris
adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

7. Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada


Kekuasaan)
Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti
menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan:

Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku
perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.

8. Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)


Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan
menyerang pribadinya.
Contoh :

Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat
kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).

9. Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)


Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan
kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya
benar.
Contoh :

Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku
benar, bahwa hantu itu tidak ada.
10. Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang
Ruwet)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh :

Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya
hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).

11. Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu


Sederhana)
Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak
cukup bukti.
Contoh :

Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.

12. Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)


Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu
benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :

Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin
adalag daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.

13. Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak


Relevan)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan
masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :

Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang
berangkat ke perjamuan itu?

14. Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)


Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip,
tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :

Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan
pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.

15. Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas


Kasihan)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan
untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi
menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain.
Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak
kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela
atau terdakwa, agar hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, seperti
pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I Kidd yang
dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan mengatakan sebagai
berikut :

Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi
menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau
maupun ke depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi.
Saya katakan pada anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi
sebelum dunia menjadi terang dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi
bintang-bintang, mengorbankan kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi
terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya sampaikan pada anda demi
anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.

C. KEKELIRUAN DALAM BAHASA


Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam
sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya. Maka,
meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata
tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau
arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran. Berikut ini adalah beberapa
bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.

1. 1. Ekuivokasi
Adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti.
Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka
terjadilah kesesatan penalaran. Ekuivokasi terdiri dari dua macam, yaitu ekuivokasi
verbal dan non verbal.
Contoh :

– Ekuivokasi verbal.
Seorang pasien berkebangsaan Malaysia memeriksakan diri kepada seorang dokter
Indonesia. Setelah diperiksa, dokter membeeri nasihat, “Ibu perlu menjaga makannya.”

Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan ayam?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”

Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan ikan?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”

Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan sayur?” Sang dokter menjawab, “Bisa.”
Sang pasien merasa marah lalu membentak, ”Kalau semua bisa (beracun), apa yang
saya hend

Anda mungkin juga menyukai