Anda di halaman 1dari 66

Philosophy of Educational Knowledge

An Introduction to the Foundations of Science of Education,


Philosophy of Education and Practical Pedagogic

(by WOLFGANG BREZINKA The University ofKonstanz, Germany


translated by JAMES STUART BRICE and RAOUL ESHELMAN)

Disusun untuk memenuhi tugas Aanvullen


Penilaian Akhir Semester Ganjil
Mata Kuliah: Landasan Epistemologis Pendidikan
Dosen: Dr. H. Babang Robandi, M.Pd

Disusun oleh:
Neneng Tsani
NIM 2002118

PROGRAM PASCASARJANA STUDI PEDAGOGIK


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
Table of Contents
CONTENTS

Introduction: Pedagogics, Science and Metatheory 1

I. Science of Education 37

la. The Nomothetical Field of Study in Science of Education 9

lb. Historiography of Education

ll. Philosophy of Education


ill. Practical Pedagogics
Conclusion: On the Variety and Unity ofPedagogical KnowIedge

1
Introduction: Pedagogics, Science and Metatheory

Pendahuluan :pedagogik, Sains dan Metateori

Manusia memiliki perilaku bersandiwara yang luas, tindakan-tindakan tersebut


termasuk sebagai “pendidikannya”. Tindakan pendidikan berbeda dengan tindakan lain.
Tindakan mereka dimotivasi oleh tujuan mereka yang pasti ingin menghasilkan efek
tertentu pada satu atau lebih orang lain. Tindakan pendidikan diarahkan pada sesame
makhluk manusia; Mereka adalah tindakan interpersonal atau social. Orang yang
mendidik disebut “pendidik” dan “orang yang berpendidikan” dalam terminology
pedagogis, murid sebagai “objek penelitian” atau “penerima pendidikan”. Hasil akhir
yang diinginkan oleh pendidik adalah keadaan kepribadian tertentu. Pendidik berusaha
membantu pendidik dalam memperoleh dan mempertahankan kemampuan,
keterampilan, pengetahuan, sikap, perilaku dan keyakinan tertentu.ini bisa melibatkan
beragam pengalaman dan kesiapan atau kecenderungan perilaku yang dapat
dikelompokkan bersama dalam konsep disposisi psikis. Setiap orang yang mendidik
bertujuan untuk mempengaruhi pembangunan disposisi psikis pendidik.

Tindakan mendidik selalu berkaitan dengan mempengaruhi kehidupan batin “pendidik


dengan memperbaiki atau menetapkan”. Pendidikan dianggap sebagai pembentukan
jiwa sebagai suatu seni yang “membentuk” seseorang agar ia menerima bentuk yang
tepat. Pendidikan terdiri dari serangkaian tindakan panjang yang ujungnya tidak terletak
pada diri mereka sendiri, melainkan pada tujuan akhir di mana mereka diarahkan.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kondisi hidup masyarakat. Pendidik dan
pendidik bergantung pada pengalaman dan perilaku mereka pada berbagai kondisi
eksternal yang dapat dimasukkan berdasarkan konsep lingkungan, ruang hidup, dan
lingkungan. Individu memperoleh sebagian besar dari rata-rata orang-orang yang
mereka tumbuh bersama, dari kelompok di mana mereka tinggal, membungkuk, mereka
mengadopsi makna ini secara seektif dan memodifikasinya dalam jalan masing-masing.

Dalam usaha pertama untuk menemukan ilmu pengetahuan empiris, materi pelajaran
sains disebut pendidikan sebagai fakta. Pendidikan seperti yang dipraktekkan dalam
masyarakat tertentu dikatakan memiliki “kenyataan yang sama” seperti fakta social
lainnya. Subjek pelajaran ilmu pengetahuan dianggap “pendidikan sebagai fakta
budaya”. “pendidikan realitas” atau “fenomena pendidikan”. Pendidikan sangat
memiliki bidang studi yang luas dan rumit. Beberapa sub bidangnya merupakan bidang
studi ilmu pengetahuan lainnya, khususnya psikologi dan sosiolog.

Ilmu Pendidikan sebagai Ilmu Teoritis, Empiris, Praktis dan Normatif

Ilmu pendidikan sebagai ilmu normatif

Ilmu pendidikan adalah termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari
pengalaman pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara
praktis dengan menempatkan kedudukan ilmu pendidikan di dalam sistematika ilmu

3
pengetahuan. Sebagai ilmu pengetahuan normative, ilmu pendidikan merumuskan
kaidah atau pedoman atau ukuran tingkah laku. Sesuatu yang normative berarti
berbicara tentang baik buruknya perilaku manusia. Ilmu pendidikan merumuskan
peraturan-peraturan terhadap tingkah laku manusia untuk mencapai keteraturan hidup,
karena keteraturan hidup akan menjamin kelangsungan keeratan (kohesi) hubungan
antar manusia (hubungan social manusia).

Ciri-ciri pendidikan ilmu normative :

Ilmu pengetahuan normative selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang tidak
hanya diperoleh dari pengalaman dan praktek mendidik dan pendidikan, tapi didapat
dari sumber norma filsafat (pandangan hidup seseorang atau masyarakat) keyakinan
beragama atau rasa spirit keagamaan yang dianutnya.

Ilmu pengetahuan normative erat kaitannya dengan pengetahuan filsafat, sehingga


melahirkan filsafat pendidikan. Guru atau pendidikan harus selalu mengikat diri sesuai
kaidag filsafat pendidikan.

Pendidikan normative meliputin pendidikan agama, etika, budi pekerti yang tergolong
pendidikan pengembangan kepribadian.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dikatakan sebagai ilmu
normative adalah memberikan aturan-aturan terhadap tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Aturan- aturan tersebut mencakup etika, norma, agama dan lain
sebagainya yg jelas engatur tentang tingkah laku manusia dalam kehidupannya.

Pendidikan sebagai ilmu praktis dan teoritis.

Ilmu pendidikan adalah termasuk ilmu pengetahuan empiris yang diangkat dari
pengalaman pendidikan, kemudian disusun secara teoritis untuk digunakan secara
praktis dengan menempatkan kedudukan ilmu pendidikan di dalam sistematika ilmu
pengetahuan. Ilmu pendidikan bersifat normatif, berarti pendidikan juga bersifat praktis
karena pendidikan sebagai bahan ajar yang patut diterapkan dalam kehidupan, sehingga
pendidik bertugas menanamkan system-sistem norma tingkah laku manusia yang
dibanggakan, dihormati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat. Dalam mendidik teoritis
para cerdik pandai mengatur dan mensistemkan di dalam pemikiran masalah yang
tersusun sebagai pola pemikiran pendidikan. Jadi dari praktis-praktis teoritis ini,
pendidikan disusun secara teoritis.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai ilmu praktis
adalah suatu praktek pendidik untuk mendapatkan kemudahan, kenyamanan dalam
mencari pengetahuan. Pendidikan sebagai ilmu teoritis adalah pendidikan dilaksanakan
berdasarkan teori yang sudah ada untuk mempermudah jalannya pendidikan.

Pendidikan sebagai ilmu empiris

Ilmu pengetahuan harus bersifat empiris artinya kesimpulan atau konklusi ilmu
pengetahuan yang diambil harus tunduk kepada pemeriksaan atau verifikasi indra
manusia, maka kaidah logika formal dan hokum sebab-akibat harus menjadi dasar
kebenaran yang bersifat realitas, objektif, dan netral.

4
Peranan dan kedudukan ilmu pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan

Peranan ilmu pendidikan dalam penyelenggara pendidikan

Ilmu pendidikan mempunyai peranan sebagai perantara dalam membentuk masyarakat


yang mempunyai landasan individual, social dan unsur dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pada skala mikro pendidikan bagi individu dan kelompok kecil berlangsung
dalam skala unsur terbatas seperti antara unsur sahabat, antara seorang guru dengan
satu atau sekelompok kecil siswanya, serta dalam keluarga antara suami dan istri, antara
orang tua dan anak serta anak lainnya. Pendidikan dalam skala mikro diperlukan agar
manusia sebagai individu berkembang semua potensinya dalam arti perangkat
pembawaannya yang baik dan lengkap.

Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Pendidikan


Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu
kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
nasional dan penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.

Kedudukan Ilmu Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan

Ilmu pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, pembuatan mendidik. Ilmu pendidikan
sebagai suatu ilmu harus dapat bersifat :

Empiris, karena objeknya dijumpai dalam dunia pengalaman.

Rokhaniah, karena situasi pendidikan berdasar atas tujuan manusia tidak membiarkan
peserta didik kepada keadaan alamnya.

Normative, karena berdasar atas pemilihan antara yang baik dan yang buruk.

Histories, karena memberikan uraian teoritis tentang system-sistem pendidikan


sepanjang jaman dengan mengingat latar belakang kebudayaan dan filsafat yang
berpengaruh pada jaman tertentu.

Praktis, karena memberikan pemikiran tentang masalah dan ketentuan pendidikan yang
langsung ditujukan kepada pembuatan mendidik.

Kedudukan ilmu pendidikan itu berada di tengah-tengah ilmu yang lain dalam
penyelenggaraan pendidikan. Ilmu pendidikan ialah suatu ilmu pengetahuan yang
membahas masalah yang berhubungan dengan pendidikan, sedangkan definisi yang
terpenting dari suatu pendidikan itu sendiri yaitu :

Meningkatkan pengetahuan, pengertian, kesadaran dan toleransi.

5
Meningkatkan questioning skills dan kemampuan menganalisakan sesuatu termasuk
pendidikannnya.

Meningkatkan kedewasaan individu.

Pendidikan adalah fenomena yang fundamental atau asasi dalam hidup manusia dimana
ada kehidupan disitu pasti ada pendidikan. Pendidikan adalah upaya sadar untuk
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki manusia, melahirkan teori-teori
pendidikan.

I. Science of Education

la. The Nomothetical Field of Study in Science of Education

Pendidik mencoba ... melalui pertanyaan yang benar tentang


alam ... untuk mengeksplorasi keabsahan fenomena yang
terjadi di hadapannya, dan dengan demikian juga untuk menemukan bagaimana
mereka
dapat dimodifikasi sesuai dengan niat dan rencana.
FRIEDRICH Herbart (1804) 1

Siapa pun yang berpikir serius tentang masalah bagaimana untuk


mewujudkan tujuan pendidikan tertentu dipaksa untuk mencari keteraturan
nomological tertentu yang harus kebutuhan diperhitungkan dalam tindakan
pendidikan. Dalam pengertian ini, pendekatan yang berkaitan dengan perolehan
pengetahuan nomologis selalu mendapat tempat, bahkan dalam pedagogik
tradisional. Namun demikian, sampai saat ini kami telah hampir tidak maju di
luar beberapa anggapan yang relatif cukup beralasan, dan masih tidak tahu di
mana jenis of situation mereka atau tidak benar. Pedagogik tradisional tetap
secara nomologis - dan dengan demikian juga secara teknologi - tidak
memuaskan.
Salah satu alasan untuk ini tidak diragukan lagi terletak pada fakta bahwa 
hingga sekarang teori-teori pendidikan telah dirumuskan tanpa cukup untuk
masalah kausal-analitis dan metode ilmiah yang sesuai untuk memecahkan
mereka. Tidak hanya pemahaman yang jelas tentang masalah tersebut, tetapi
juga metode yang diperlukan untuk menyelesaikannya masih kurang. Begitu
kebutuhan ini diakui dan upaya yang dilakukan untuk memenuhi itu, menjadi
jelas bahwa penelitian pendidikan empiris harus diperkuat dan berteknologi hasil
yang bermanfaat harus diharapkan dari itu.

6
Namun, fakta bahwa pengetahuan kita tentang cara yang tepat untuk
mewujudkan tujuan pendidikan  sangat terbatas tidak semata-mata disebabkan
praktek banyak teori pendidikan melanjutkan dari pengandaian yang berbeda
tentang tugas ilmu mereka (dan dengan demikian juga dari prinsip-prinsip
metodologis lainnya) dari yang dibahas dalam filsafat ilmu yang dirumuskan
oleh filsafat analitik. Ada alasan lain juga. Lebih dari apa pun, itu adalah masalah
yang melekat dalam materi pelajaran itu sendiri yang menyebabkan
keterbelakangan ini pengetahuan teknologi pendidikan kita. Pada  awal tahun
1852, Theodor Waitz mengarahkan perhatian kesulitan ini ketika ia menyebutkan
"yang tengkar besar penyebab" di mana tindakan pendidikan intervensi. "Sebuah
ilmu pendidikan benar-benar lengkap akan dapat tepat menentukan setiap
keadaan mental yang mungkin dari murid dengan segala sebab dan akibatnya dan
untuk benar-benar menjelaskan jumlah dan jenis dari setiap pengaruh yang
mungkin diberikan oleh pendidik "z. Ilmu pendidikan dalam pengertian ini sama
sekali tidak mungkin. Waltz didukung pandangannya dengan menunjuk ke tak
terhitung berbagai terus berubah pengaruh yang educands terkena, dimana
"konsekuensi banyak, memang jauh sebagian besar pengaruh yang diberikan
pada murid juga tidak Corne cahaya atau melakukannya hanya secara tidak
langsung" . Bahkan dalam kasus-kasus di mana educands jangan mencapai
menyatakan pendidik mereka telah merencanakan untuk mereka, itu tidak bisa
dikatakan dengan pasti "berapa banyak dari keberhasilan ini dapat masing-
masing dikaitkan dengan karakter pendidik individu, siswa dan keadaan
eksternal" 3 . Banyaknya faktor yang paling tidak diketahui sebagian yang
berperan dalam perkembangan keadaan kepribadian tertentu memperkenalkan "
tingkat ketidakpastian yang tinggi ke dalam penilaian empiris tentang keefektifan
sarana pendidikan individu".
Mengingat kesulitan-kesulitan ini, tidaklah cukup hanya menghadapi
kenyataan pedagogik tradisional yang tidak memuaskan dengan cita-cita ilmu
pendidikan empiris yang dirumuskan sebagai garis besar yang menjanjikan.
Sebaliknya, perlu untuk menggambarkan aspek-aspek tertentu dari ilmu
pengetahuan dan bagaimana mereka dapat direalisasikan. Kita perlu mencapai
kejelasan tentang masalah yang harus diselesaikan dan hambatan untuk
menyelesaikannya.

MASALAH DAN HIPOTESIS SEBAGAI TITIK AWAL

Seseorang hanya bisa memperoleh pengetahuan dari kenyataan dengan


mendekatinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang jelas. Tidak masuk akal untuk
mengamati segala sesuatu yang dapat diamati dan percaya bahwa hasilnya
nantinya dapat digunakan. Dunia ini luar biasa rumit dan jumlah diamati benda
hampir tak terbatas. Jadi yang disebut "realitas pendidikan" juga sangat rumit.
Ini tidak hanya ada untuk dipelajari secara ilmiah, tapi pertama harus ditentukan
oleh modus kami penyelidikan". Realitas pendidikan tidak jelas batas-batasnya,
tetapi merupakan lebih  segmen realitas yang mengungkapkan dirinya hanya
setelah dunia diamati dari titik tertentu Apa yang kita sebut realitas pendidikan
adalah seleksi dari melimpahnya hal-hal yang ada yang dibuat berdasarkan

7
pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan dan asumsi-asumsi yang kita buat.
Dalam pengertian ini realitas pendidikan adalah sebuah konstruksi, produk
imajinasi manusia.

benar Memang bahwa tidak ada pendekatan fakta bebas 1968:... dari asumsi
sebelumnya Sebaliknya, kami melakukan pengamatan karena kami memiliki
harapan tertentu, asumsi-asumsi teoritis atau hipotesispernyataan. dalam cara
yang sama, tentang observasi s (deskripsi) adalah "selalu interpretasi dari fakta
yang diamati ... dalam terang teori" 6. Pengetahuan ilmiah diperoleh , bukan
dengan mengumpulkan hasil observasi, tetapi dengan membuat asumsi yang
relatif beralasan yang kemudian diuji secara menyeluruh. Asumsi ini selalu
didasarkan pada keadaan pengetahuan kita saat ini tentang subjek tertentu. Kami
membangun "pada ilmu kemarin, yang pada gilirannya dibangun di atas ilmu
sebelumnya, dll .; ilmu tertua dibangun di atas pra-ilmiah mitos tt7• Kita tidak
bisa, bahkan jika kita ingin, mengabaikan semua pengetahuan diwariskan dan
mulai dari mulai tanpa pengetahuan sebelumnya teoritis -. "teori bebas" Ilmu
tidak dimulai dengan fakta-fakta, tetapi dengan masalah dan upaya untuk
menyelesaikannya8untuk.. Pengamatan (termasuk yang diperoleh secara
eksperimental) berfungsi untuk menguji hipotesis tersebut atau solusi dicoba
mereka pernyataan yang berdiri  pengujian ini dapat sementara dianggap sebagai
dikonfirmasi-.
dalam ilmu pendidikan seperti dalam setiap disiplin lain -penting adalah
untuk pertama menetapkan sebagai persis seperti mungkin apa yang ingin tahu
dan masih tidak pengamatan apa yang kita ingin membuat dan fakta-fakta yang
bisa menjadi. penting tergantung pada sifat dari masalah spesifik yang kita pilih
untuk dipelajari dan dugaan kita sebagai solusi yang mungkin.
Jika kita mempertimbangkan pedagogik tradisional dalam terang ap yang
disebutkan di atas proach, kita akan segera melihat dua kekurangan utama. Yang
pertama adalah kurangnya perbedaan yang memadai antara ada dan seharusnya,
realitas dan cita-cita, antara pernyataan dan tuntutan, dan antara pengetahuan dan
keputusan. Karena itu, terlalu sedikit perhatian yang diberikan pada perbedaan
antara masalah ilmiah-teknologi dan masalah moral.
Kelemahan utama kedua adalah bahwa dalam pedagogi tradisional masa lalu
(setidaknya cabang berurusan dengan realitas pendidikan) dibayar sedikit
perhatian untuk mendefinisikan masalah daerah tertentu dan dengan demikian
terdapat sedikit di jalan hipotesis khusus dan masalah. Banyak yang secaratelah
tidak kritisdisahkan sebagai pengetahuan yang tidak lebih dari keyakinan
subjektif yang belum teruji. Hal itu jarang mengakui bahwa pengetahuan nyata
seperti tidak lengkap, tidak tepat dan dipertanyakan, dan banyak yang akan
diperlukan bagi kita untuk mengetahui masih belum diketahui. Aturan dan resep
dasar dirumuskan sebelum fakta yang relevan diketahui. Sebagai hasil dari
ketidaktertarikan ini dalam merumuskan masalah tertentu, informasi konten dari
pedagogi telah tetap relatif terbatas, dan pernyataan yang telah lama dianggap
sebagai tidak ilmiah dan sedikit penggunaan  untuk praksis pendidikan9•
Dalam upaya untuk memperbaiki keadaan malang ini urusan, pelopor ilmu
pendidikan empiris menekankan di atas semua itu subyek ilmu pendidikan
pertama harus diamati dan digambarkan  sebagai "diberikan", sebagai 

8
"besar,yang faktadiberikan"10. Dalam kata-kata salah satu peneliti awal ini, "
hampir tidak ada detail praksis pendidikan yang telah dijelaskan dengan andal
dan menyeluruh" 11. Untuk itu Aloys FISCHER menyerukan "pedagogi
deskriptif" - sebuah konsep yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh
Rudolf Lochner12.Dalam menggunakan nama ini, kedua penulis berusaha hanya
untuk menekankan bahwa mereka berarti ilmu empiris pedagogi, tidak menjadi
bingung dengan "pedagogi normatif" yang, atas dasar keyakinan ideologis,
berspekulasi tentang apa tujuan dan metode pendidikan harusl3• Proposal untuk
mendeskripsikan yang "diberikan" semata-mata dihasilkan dari keinginan untuk
meneliti situasi pendidikan secara spesifik, alihalih - meneruskan "lagi dan lagi
gambaran yang salah" dari fakta14. Proposal ini sangat cocok untuk masa
pertumbuhan ilmu pendidikan - suatu tahap yang bahkan sampai saat ini bidang
tersebut hampir tidak muncul.
Program penelitian ini diarahkan pada deskripsi dan klasifikasi "pendidikan
sebagai realitas", bagaimanapun, kadang-kadang menimbulkan kesalahpahaman
bahwa pengamatan harus dan bisa "teori bebas" atau "dilakukan tanpa asumsi
sebelumnya". Deskripsi "fakta-fakta di giveness pra-teoritis alam mereka"
dikatakan untuk berdiri "di awal semua ilmu pengetahuan" dan ia berpikir bahwa
"mungkin formulasi masalah" ilmu pendidikan dapat ditemukan dalam deskripsi
ini15. Untuk secara akurat mempersepsikan subjek tersebut mensyaratkan bahwa
ilmuwan menjauhkan dirinya dari semua praanggapan substantif dan "dengan
tegas menolak keyakinan danpra-sains anggapan" 16.
Pernyataan seperti memperlihatkan naif empirisme yang secara langsung
bertentangan dengan temuan psikologi kognitif bahwa setiap observasi harus
didasarkan pada prasangka teoritis. Empiris naif memegang deskripsi dari hasil
pengamatan (biasanya disebut "fakta" atau "data") untuk menjadi dasar atau
sumber pengetahuan. Untuk alasan ini mereka gagal untuk memahami
pentingnya perumusan hipotesis sebagai langkah pertama dalam mencapai
pengetahuan nomological. Teorisme, di sisi lain, menekankan bahwa adalah
tidak mungkin untuk meneliti apapun aspek dari realitas tanpa terlebih dahulu
mempertimbangkan teori sebelumnya

asumsi dan berbagai kemungkinan kriteria seleksi17. Oleh karena itu, penelitian
dimulai dengan mencoba untuk mengklarifikasi dan membedakan asumsi-asumsi
ini tentang realitas ke titik di mana peneliti dapat merumuskan hipotesis dan
menguji tertentu (melalui observasi yang dipandu secara teoritis) apakah mereka
sesuai dengan kenyataan.
Dengan demikian, titik awal penelitian dalam ilmu pendidikan adalah
asumsi atau pendapat sementara tentang tindakan pendidikan (atau pada lembaga
pendidikan) dan konsekuensinya dalam kaitannya dengan aspek lain dari situasi
pendidikan. Asumsi atau pendapat ini sebagian berasal dari ajaran pendidikan
tradisional dan sebagian lagi dari pengalaman sehari-hari. Mereka adalah teori
pra-sains yang bisa jadi relatif tidak tepat, tidak lengkap, tidak berdiferensiasi,
atau tidak benar. Tujuan penelitian adalah untuk memperbaikinya agar sampai
pada teori yang dikonfirmasi secara ilmiah. Hal ini dimungkinkan hanya jika kita
pertama mendapatkan kejelasan tentang apa teori ilmiah adalah. Hanya dengan
begitudapat kita memeriksa apakah ada berbagai jenis teori yang sesuai dengan

9
berbagai bidang subjek. Sebuah pertanyaan penting di sini adalah apakah sistem
pernyataan dianggap teori dalam ilmu alam juga dapat berfungsi sebagai model
untuk ilmu-ilmu sosial dan budaya. Yang paling kita butuhkan di atas segalanya
adalah teori ideal dalam ilmu pendidikan dan pemahaman bagaimana hal ini
dapat diwujudkan.

TEORI ILMIAH  SEBAGAI TUJUAN  PENELITIAN

Kata "teori" memiliki banyak arti. Dalam bahasa sehari-hari, ini umumnya


digunakan untuk menunjukkan kebalikan dari "praktik". "Latihan" mengacu pada
setiap jenis tindakan atau aktivitas; "teori" di sini berarti sistem pemikiran,
opini,, pandangan atau pengetahuan yang berhubungan dengan materi pelajaran 18
tertentu
. Ketika membuat perbedaan sederhana antara "teori" pengetahuan dan
"praktek" sebagai tindakan harus diingat bahwa tidak  ada tindakan tanpa
sepengetahuan dan tidak ada praktek tanpa teori.
Karena setiap teori dinyatakan dalam bahasa, kita juga bisa menggambarkan
teori sebagai suatu sistem pernyataan (atau sistem pernyataan). Jelas ada
berbagai macam sistem pernyataan yang istilah "teori"  diterapkan. Dalam buku
ini, misalnya, kita telah merujuk, tidak hanya pada "pra-sains" dan "ilmiah",
tetapi juga "filosofis" dan "teori praktis". Apa, kemudian, adalah perbedaan
antara sistem pernyataan ditunjuk sebagai "teori ilmiah" dan jenis lain dari teori?
Jawabannya tergantung pada apa yang dimaksud dengan "sains". Dalam arti
luas  kata, "ilmu" bisa menjadi sistem pernyataan apa pun yang diberikan nama
dan diajarkan oleh lembaga pendidikan kita yang lebih tinggi. "Ilmu" dalam
pengertian ini dengan demikian tidak hanya mencakup sistem pernyataan dari
alam, budaya dan sosial ilmu  tetapi juga orang-orang dari yurisprudensi, filsafat
dan Theology19. Definisi enumerative sejarah ketat budaya "ilmu" ini tentu saja
tidak memuaskan, untuk itu juga termasuk sistem pernyataan dogmatis seperti
doktrin agama (theologfO) atau Filsafat ideologis (misalnya Marxisme-
Leninisme) yang mengejar tujuan lain dan yang memiliki dasar yang berbeda
dari matematika, ilmu alam dan sosial, dan humaniora. Hal ini tidak selalu
mudah untuk memisahkan teori-teori ilmiah dari pra-ilmiah, ekstra teori-teori
ilmiah atau non-ilmiah. Hal ini karena pengetahuan ilmiah tumbuh dari
pengetahuan sehari-hari dan berbeda dari hanya di tingkat21: "semua ilmu, dan
semua filsafat, tercerahkansehat" akal  22.
Karakteristik importarlt sebagian konsep umum ilmu umumnya dianggap
fakta bahwa pernyataan ilmiah sistem terdiri daripernyataan dibenarkan. Laporan
dari sistem ilmiah mengacu pada materi pelajaran yang sama dan terkait satu
sama lain sebagai timbal balik membenarkan 23• Dengan ini dimaksudkan bahwa
mereka saling mendukung satu sama lain dan setidaknya untuk tingkat tertentu
dapat diuji untuk konten kebenaran, kesamaan dengan kebenaran24, probabilitas,
atau derajat pembuktian. Sebuah teori  dianggap sebagai "ilmiah" hanya setelah
dasar keabsahannya dapat dinyatakan. Salah satu harus mampu menunjukkan
bagaimana seseorang telah datang untuk "tahu" hal-hal teori menegaskan atau
mengapa pernyataan teori ini benar25 •
kondisi umum yang paling ini untuk setiap pembenaran yang mungkin dari
sistem pernyataan ilmiah disebut  kriteria intersubjektif.

10
testability Ini menetapkan pertama-tama bahwa pernyataan yang tidak dapat diuji
- yaitu yang konten kebenarannya tidak dapat ditentukan - harus dikeluarkan dari
sains. Ini adalah pernyataan yang tidak bisa dimengerti atau yang maknanya
sangat jelas bahwa seseorang tidak bisa mengatakan bagaimana mereka harus
ditafsirkan atau apa yang mereka menegaskan. Kedua, kriteria, ditetapkan bahwa
tidak cukup untuk isi kebenaran sistem pernyataan yang akan ditentukan oleh
hanya satu hakim (subjek). Intersubjektif (atau lebih tepatnya "trans-subyektif"
atau "interpersonal", yaitu mungkin untuk lebih dari satu orang) testabilitas
berarti bahwa setiap orang yang cukup cerdas dapat, dengan pelatihan dan materi
yang tepat, menguji kebenaran dari sistem pernyataan yang diberikan26• Ini tidak
berarti bahwa setiap pernyataan harus pada kenyataannya akan sangat diuji,
"melainkan hanya itu setiap pernyataan harus diuji, atau, dengan kata lain,
seharusnya tidak ada pernyataan dalam ilmu yang harus hanya diterima sebagai
mereka karena secara logika mustahil untuk mengujinya "27.

Kriteria daun testability intersubjektif membuka pertanyaan tentang


bagaimana pengujian tersebut harus dilakukan. Proses beton pengujian
tergantung lebih pada materi pelajaran tertentu yang teori ilmiah yang diberikan
berkaitan. Ada perbedaan mendasar antara sistem pernyataan yang berkaitan
dengan realitas atau nyata situasidan materi pelajaran dan sistem pernyataan
yang berkaitan dengandikonseptualisasikan atau ideal materi pokok yang.
Ilmu-ilmu formal (logika dan matematika) mengobati hanya ideal subyek
dan untuk alasan bahwa teori-teori mereka berisi pernyataan hanya ideal. Untuk
menguji pernyataan seperti itu sudah cukup untuk menentukan apakah atau tidak
mereka saling bertentangan. Jika dapat dibuktikan bahwa mereka tidak
bertentangan satu sama lain, maka mereka dikatakan valid secara logis. Hal ini
dimungkinkan karena pernyataan semacam itu mengatakan tidakapa-apa tentang
realitas, melainkan hanya tentang hubungan yang ada dalam sistem konseptual,
yang pada gilirannya bersandar pada proposisi yang didefinisikan secara
sewenang-wenang (postulat atau aksioma). Teorikoherensi  kebenaran demikian
yang sesuai untuk laporan pada subjek yang ideal peduli28• ini mendefinisikan
teori kebenaran sebagai kesepakatan bersama non bertentangan pernyataan
dalam sistem pernyataan yang diberikan. Pernyataan tersebut hanya bisa benar
atau salah dalam arti logis29•
Dalam ilmu-ilmuempiris, subjek nyata materi diteliti dan pernyataan yang
dibuat tentang realitas (reality klaim atau pernyataan empiris). Dimasukkan ke
dalam bentuk yang sangat disederhanakan, pernyataan tersebut diuji dengan
membandingkan konten faktual mereka menegaskan dengan realitas dan
menentukan apakah ada kesepakatan. Co"Teori espondence dari tmth3O, yang
mendefinisikan kebenaran sebagai kesepakatan pernyataan dengan realitas,
berlaku untuk pernyataan empiris.
Realitas, bagaimanapun, adalah langsung dapat diakses kepada kita hanya
melalui pengalaman subjektif kita31• Hanya dalam kasus pernyataan tentang
langsung pengalaman dapat dengan mengalami subjek dengan pasti kebenaran
dengan langsung perbandingandengan kenyataan (di sini dipahami sebagai
realitas subjektif yang orang yang diberikan telah mengalami). Sebaliknya,
realitas yang diduga ada di luar pengalaman langsung kami (pengalaman-

11
transenden atau realitas objektif, yang adalah apa yang ilmu pengetahuan empiris
berusaha untuk memahami dan menjelaskan) tidak segera hadir untuk
dibandingkan. Hal ini secara tidak langsung dapat diakses melalui pernyataan
yang orang membuat tentang pengalaman mereka (pernyataan
observasional). demikian diwakili oleh konten hadir observasional dalam
pengalaman. ini konten  selalu teoritis ditafsirkan terlebih dahulu.
Kita bisa menunda sampai nanti diskusi tentang bagaimana spesifik teori
ilmu empiris dibenarkan atau divalidasi. Lebih cepat penting adalah untuk
memperjelas apa "teori" adalah  dipahami  dalam ilmu empiris. Dalam arti luas, 
kata "teori" setara dengan "ilmu": suatu sistem pernyataan tentang tertentu aspek
dari realitas yang berdiri bersama-sama dalam suatu hubungan membenarkan.
Dalam hal ini, "sistem" berarti  bahwa pernyataan  terkait dan  telah
diselenggarakan dalam hal  konten. The "pembenaran" (atau validasi) dari
pernyataan seperti mengacu pertama  pada fakta bahwa mereka telah setidaknya
sebagian dikonfirmasi oleh pernyataan tentang fakta-fakta yang sudah dipastikan,
dan kedua,  bahwa laporan dari sistem tersebut saling mendukung atau 
setidaknya  tidak bertentangan satu sama lain. Untuk "membenarkan" pernyataan
dalam ilmu empiris, tidak hanya empiris tetapi juga logis "alasan" demikian
diperlukan.
Konsep ini teori masih begitu umum yang   dapat diterapkan
untuk semua pernyataan sistem dari ilmu-ilmu empiris. Ini juga
mencakupindividu atau historiografi pernyataanyang sistemterbatas pada
penelitian, penjelasan, dan klasifikasi fakta individu. Berbeda dengan kelompok
ilmu empiris yang studi peristiwa tunggal, ilmu nomothetical bertujuan untuk
menemukan keteraturan empiris32• pernyataan nomological tentang dunia nyata
membentuk inti dari sebuah teori ilmiah empiris dalam arti sempit  kata. Untuk
ini alasan ilmu-ilmu nomothetical  sering  disebut sebagai ilmu "teori".   Untuk
memahami apa yang dimaksud dengan "teori" dalam ilmu ini, pertama-tama
perludengan jelas memahami apa yang "hukum" adalah 33•  Bagaimana hukum
ilmiah - atau, lebih hati-hati,nomological pernyataan - berbeda dari non-
nomological (tunggal ,individu atau pernyataankebetulan) yang hanya
menggambarkan fakta, fenomena, keadaan, peristiwa atau proses individu?  Apa
kriteria yang menentukan untuk membangun hukum ilmiah?
Sampai sekarang, jawabannya tidak ada yang memuaskan untuk pertanyaan-
pertanyaan ini  telah ditemukan34. Dengan demikian  ada tidak satu tapi
beberapa konsep dari "hukum" 35.  Dalam arti tujuan kata, "hukum" mengacu
pada keteraturan yang ada dalam realitas, terlepas dari apakah  kita  
menyadarinya atau tidak. Keteraturan obyektif seperti itu biasanya disebut
sebagai "alam hukum". "Hukum kodrat adalah hubungan yang tidak-
berubahubah dan universal yang ada antara kondisi dan / atau proses nyata"
36. Pernyataan nomological harus dibedakan dariobjektif. alam hukum
Pernyataan seperti mengacu pada alam hukum dan sesuai dengan mereka dalam
lebih atau kurang tepat fashion. Hal ini sering mengatakan kiasan bahwa
pernyataan nomological "mencerminkan", "mereproduksi", atau "duplikat"
hukum objektif37•

12
Orang-orang datang untuk menganggap keberadaan hukum-hukum alam
atas dasar pengalaman sehari-hari mereka yang pengulangan dan keteraturan ada
di dunia: "karakteristik tertentu dari kejadian yang diberikan muncul selalu dan
di mana-mana sehubungan dengan karakteristik tertentu lainnya" . Perhatian
khusus diberikan untuk kasus-kasus di mana kelompok tertentu karakteristik
temporal mendahului penampilan kelompok lain karakteristik. "Keadaan yang
mendahului tertentu terjadinya sering diamati (A), biasanya dapat dibagi menjadi
dua kelompok -. Konstan dan variabel Ketika itu lebih menemukan bahwa
kelompok konstan  selalu diikuti dengan A, maka salah satu dapat menyatakan
kelompok ini keadaan untuk menjadi penyebab bersyarat dari A Bergandengan
tangan dengan kesadaran dari khusus, koneksi biasa antara fenomena sebagai
abstraksi dari totalitasnya, ada sehingga mengembangkan keyakinan koneksi
yang diperlukan universal mereka satu sama lain. di luar pengalaman, itu lebih
jauh lagi mendalilkan bahwa bahkan dalam kasus-kasus di mana penyebab
fenomena specifiable tertentu belum terisolasi, penyebab tersebut harus tetap
menjadi stateable .... dengan menerapkan postulat ini, yang juga dapat disebut
prinsip kausalitas, pengetahuan kita terus-menerus diperkuat kembali oleh
pengakuan berkelanjutan atas penyebab bersyarat khusus. Dengan demikian,
kami menetapkan sebagai hukum kodrat ... keteraturan yang telah ditetapkan d
dengan kepastian yang memadai dalam perjalanan peristiwa, sejauh keteraturan
ini tampaknya perlu dalam pengertian postulat yang disebutkan di atas "38.
Ilmu-ilmu nomothetical mencoba untuk menemukan sebanyak keteraturan
ini mungkin. Tujuannya adalah untuk menemukan faktor-faktor (unsur atau
proses) terkait dan dengan apa, cara  serta untuk menemukan apa yang terjadi di
bawah kondisi tertentu tertentu. Dalam penggunaan yang tepat, pernyataan yang
menyatakan keteraturan seperti itu disebut "pernyataan nomologis" atau
"hipotesis nomologis". Berbicara kurang tepat, mereka juga dapat disebut
"hukum", sebagai singkatan dari "ilmiah hukum", meskipun yang kami maksud
tidak hukum objektif itu sendiri, tetapi rekonstruksi konseptual, Le. citra mental
dari mereka39•
Sebuah ilmiah undang-undang dapat didefinisikan sebagai "sebuah
mengkonfirmasi hipotesis ilmiah yang menyatakan hubungan konstan antara dua
atau lebih variabel masing-masing mewakili (setidaknya sebagian dan tidak
langsung) properti dari sistem beton"40. "Sistem" dalam pengertian ini mengacu
pada sesuatu yang ada di dunia nyata. Konsep "variabel" digunakan untuk
menekankan bahwa hukum ilmiah tidak mengungkapkan hubungan antara fakta
individu, melainkan antara yang dipilih sub-elemen dari fakta-fakta. Dalam
membangun hubungan ini, baik kompleksitas situasi dan proses individu di
dunia nyata maupun individualitas elemen yang terlibat dalam hubungan tidak
dipertimbangkan. Dibandingkan dengan cara hal-hal terkait di dunia nyata,
hukum ilmiah menggambarkan disederhanakan atau diidealkan umum
yang hubungan. Ini berlaku juga untuk semua sistem pernyataan dari tatanan
yang lebih tinggi yang mengandung pernyataan nomological, yaitu untuk hirarki
hipotesis dan teori41•
pernyataan nomological berbeda dari pernyataan lain terutama
melaluimereka umum karakter42• Kata "umum" dalam hal ini menandakan
sebaliknya dari "tunggal", "individu", "tunggal", "khusus" atau "spesifik". Ini

13
merujuk pada segala sesuatu yang berlaku untuk semua anggota kelas,
kesamaanatau bagaimana merekamereka mirip satu sama lain. Pernyataan
nominal bersifat umum karena menyatakan satu dan hubungan yang sama antara
bagian yang berubah atau dapat dipertukarkan (variabel). Kualitas umum ini
berarti bahwa banyak hubungan tunggal atau individu adalah kasus khusus dari
hubungan umum dan dapat dikelompokkan bersama di bawah hubungan ini43.
Ada sejumlah jenis, tingkatan, atau tingkat umum yang berbeda. Umum yang
ketat berarti bahwa pernyataan ini berlaku tanpa pengecualian untuk semua
kasus setiap saat. Sebuah bentuk yang lebih lemah dari umum terjadi ketika
sebuah pernyataan berlaku sebagian besar waktu untuk sebagian besar atau
hampir semua kasus.
Pernyataan nomologis yang bersifat sangat umum menyatakan bahwa tanpa
pengecualian fenomena empiris tertentu atau bagian tertentu dari fenomena
empiris terhubung satu sama lain secara teratur . Lingkup validitas pernyataan
semacam itu tidak terbatas. Berarti bahwa keteraturan ini mengemukakan untuk
semua kasus kelas tertentu di semua tempat dan setiap saat. Hukum semacam itu
dengan demikian disebut "universal" hukum dan memiliki bentuk logis dari
pernyataan bersyarat (universal) yang tidak terbatas secara spasial dan temporal:
"jika demikian, maka dalam semua kasus dan setiap saat". Yang disebutdasar
hukum fisika ( misalnya hukum gravitasi) adalah semacam ini
Pernyataan nomologis yang berhubungan dengan sejumlah kasus yang
terbatas dalam lingkup realitas yang terbatas secara spasial atau temporer
memiliki bentuk umum yang terbatas. Pernyataan ini, juga, mempertahankan
sesuatu tentang semua elemen a kelas tertentu (misalnya "di antara semua orang
primitif, kejadian penting memberi kesempatan untuk upacara"). Pernyataan
seperti itu mengikuti pola "jika demikian, maka selalu di ruang dan / atau lokasi
temporal ini". ("Jika kejadian penting terjadi dalam kehidupan masyarakat yang
termasuk dalam subkelompok masyarakat primitif, maka kejadian seperti
itumerupakan selalu kesempatan untuk upacara "). regional dan / atau Pernyataan
nomologis yang terbatas secaratemporer ini khas untuk sosial ilmu45.Bentuk
mereka, bagaimanapun, dalam banyak kasus statistik dan jarang yang universal
(misalnya "Dalam kebanyakan pemuda masyarakat primitif dikenakan ritus
pubertas sebagai inisiasi menjadi dewasa").
Logika yang sama sekali berbeda berlaku untuk laporan nomological yang
mengklaim bahwa keteraturan terjadi dalam persentase tertentu dari kasus.
Pernyataan semacam itu adalah "probabilistik hukum" 46 atau "statistik
hukum". (Lebih tepatnya, mereka harus disebut "nomologis
statistik pernyataan"). Hukum statistik mengungkapkan frekuensi relatif dari
peristiwa atau fenomena tertentu dalam berbagai peristiwa atau fenomena
Hukum universal - sederhananya - menyatakan bahwa "semua objek dengan
kualitas P juga memiliki karakteristik Q. statistik hukum Sebaliknya,menyatakan
bahwa persentase tertentu dari objek yang memiliki kualitas P juga memiliki
karakteristik Q" 47 . Ada pengecualian untukstatistik, undang-undang "tapi
pengecualian ini datang ke kedepan dalam persentase reguler kasus". pernyataan
seperti ikuti pola "jika demikian, maka selalu dalam persentase tertentu dari
kasus" 48.

14
sebuah undang-undang statistik mengatakan apa-apa tentang elemen
individu suatu kelas, tetapi selalu berlaku untuk kelas elemen individu. Ia
mempertahankan bahwa dalam populasi individu tertentu karakteristik tertentu
terjadi dengan frekuensi tertentu (misalnya "the recidivi tingkat sm untuk
terpidana kejahatan adalah 95% "49). Frekuensi relatif ini
disebut matematis (atau statistik) probabilitas. Probabilitas matematis adalah
"rasio kasus dalam subkelompok dengan kasus dalam kelompok yang lebih
tinggi" (atau, menggunakan contoh sebelumnya, "rasio pelanggar berulang
dengan jumlah total orang yang dihukum karena kejahatan") 50. Insofar as this
numerical relationship is based on a large number of cases, it can serve to justify
the expectation that under unchanging conditions the relative frequency of cases
of a subclass in relation to cases of a higher class will remain constant. Although
in principle nothing can be predicted for a specific actual event on the basis of a
statistical law, the law makes it possible to establish a reasonable belief
or epistemological probability which (in the sense of an estimate) corresponds to
the average frequency of occurrence for a given phenomenon in the sum total of
cases51•
Sampai saat ini, penggunaan hukum probabilistik diasumsikan hanya akan
menjadi bantuan sementara sampai ditemukan hubungan nomologis yang
sebenarnya. Dalam Sementara itu, bagaimanapun, hal itu telah menjadi jelas
bahwa semua hukum alam mungkin harus dianggap sebagai,
52 
statisticallaws  . Dalam hal apapun dapat dengan aman berasumsi bahwa
setidaknya hukum atau hubungan nomological ditemukan dalam ilmu-ilmu sosial
statistik.
Ini berarti bahwa pernyataan nomologis dalam ilmu sosial pada dasarnya
bersifat hipotetis (atau hanya benar secara kondisional). Derajat konfirmasi
mereka (atau probabilitas kebenarannya) 53 bisa lebih besar atau lebih
kecil. Mereka hanya valid sementara, dan dapat dikoreksi, ditambahkan ke, atau
dibedakan seiring bertambahnya pengetahuan. Selain itu, penting bahwa
karakteristik validitas umum - yang penting untuk hukum ilmiah atau pernyataan
nomologis - ditafsirkan saat ini jauh lebih tidak ketat daripada di masa
lalu. Ini cukup untuk pernyataan nomological secara umum berlaku dalam hal
tertentu (yaitu dalam kaitannya dengan tertentu fenomena, kualitas, hubungan,
variabel dan / atau spatio tertentu daerah duniawi) dan untuk tingkat
tertentu (suatu tempat antara "sebagian besar" dan "selalu "atau" sebagian besar
"dan" semua "). Akhirnya, karakteristik esensial lainnya dari pernyataan
nomologis adalah karakter sistemiknya: ia tidak dapat dipisahkan tetapi harus
menjadi bagian dari teori.
Kesimpulannya, pernyataan nomologis dapat dicirikan sebagai berikut: itu
adalah pernyataan yang memiliki konten empiris atau hubungan dengan fakta
dan "umumnya valid dalam hal tertentu (yaitu tidak berlaku untuk objek
unik)", itu telah " cukup dikonfirmasi untuk waktu dan tempat tertentu dan
termasuk dalam suatu teori (terlepas dari apakah berkembang sepenuhnya atau
tidak) "54.
Pencarian hukum alam atau hubungan nomologis berfungsi untuk
memperluas pengetahuan kita tentang dunia. Lebih mudah untuk memahami
kompleksitas hal dan peristiwa ketika kita terbiasa dengan hubungan yang terjadi

15
berulang kali. Pernyataan nomologis berfungsi untuk menertibkan pengalaman
kita tentang realitas. Kami membutuhkan mereka di atas segalanya, tidak hanya
untuk menjelaskan peristiwa, tetapi juga untuk memprediksi yang akan
datang. Tanpa pernyataan nomologis yang darinya mereka dapat diturunkan,
baik penjelasan maupun prediksi 55 tidak akan mungkin.
Pernyataan nominal juga sangat diperlukan untuk memecahkan masalah
teknis. Namun, mereka hanya dapat digunakan untuk tujuan ini jika mereka
terkait dengan pernyataan nomologis lain dalam konteks teori.
Sebelum kita sekali lagi mengalihkan perhatian kita pada konsep teori yang
digunakan dalam ilmu nomothetical, pertama-tama kita perlu mengatakan sesuatu
tentang berbagai tingkat pernyataan nomologis.
Pada dasarnya, hukum ilmiah dapat memiliki generalitas yang rendah atau
tinggi. Yang pertama sering disebut "hukum empiris" atau "generalisasi
empiris"; yang terakhir "theoreticallaws" s7. Mereka berbeda dalam derajat
abstraksi dari fakta individu yang dapat diamati. Pernyataan nomologis dari
urutan yang lebih rendah (yaitu pada tingkat abstraksi yang lebih rendah)
mengungkapkan hubungan yang dipilih yang telah diamati dalam berbagai
fenomena dan kemudian digeneralisasikan setelah dipastikan bahwa hubungan
tersebut tidak terikat pada fenomena individu, tetapi berlaku untuk kategori
fenomena tertentu 58 . Hubungan aktual dari hubungan terpilih ini dengan
hubungan nomologis lainnya dalam bidang studi tertentu tetap terbuka dan
seringkali sangat tidak jelas.
Pernyataan nomologis dari tingkat yang lebih tinggi (yaitu pernyataan pada
tingkat abstraksi yang lebih tinggi) berhubungan dengan hubungan yang ada di
antara hukum-hukum tingkat yang lebih rendah. Mereka mewakili hubungan
yang teratur di antara hukum empiris tertentu. Untuk alasan itu mereka juga
disebut "hukum teoritis", karena mereka berhubungan, bukan dengan fenomena
yang dapat diamati, tetapi dengan hubungan dugaan. Hubungan ini diasumsikan
mendasari fenomena yang dapat diamati dan diekspresikan melalui konsep
teoritis, yaitu konsep yang hanya terkait secara tidak langsung dengan data
pengamatan (misalnya "molekul" atau "disposisi psikis"). Hukum teoretis lebih
sulit ditemukan daripada generalisasi empiris. Mereka tidak dapat diperoleh
dengan menggeneralisasi kasus individu, melainkan dirumuskan sebagai
hipotesis yang hanya dapat dikonfirmasi secara tidak langsung. Proses ini terdiri
dari mendapatkan hukum empiris dari hipotesis dan mengujinya dengan
observasi empiris. Dalam beberapa kasus, hukum empiris yang diturunkan ini
dikenal dan dikonfirmasi dengan baik; di tempat lain mereka baru dan harus
dikonfirmasi melalui pengamatan baru. "Konfirmasi dari hukum turunan seperti
itu memberikan konfirmasi tidak langsung untuk theoreticallaw" 59.
Dalam ilmu nomothetical, teori ilmiah dalam arti kata yang sempit dipahami
sebagai sistem pernyataan yang berisi pernyataan nomologis dari tingkat yang
lebih tinggi. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa teori adalah sistem
pernyataan nomologis. Idealnya, teori mewakili hubungan logis yang diperlukan
untuk pembenaran semua pernyataan dari cabang ilmu pengetahuan, di
mana semua asumsi atau praanggapan diberikan secara lengkap dan hasil
diturunkan dari deductivelf'O. Sebuah teori, kemudian, terdiri dari pernyataan
nomologis hipotetis tentang realitas yang validitasnya hanya dapat dikonfirmasi

16
secara tidak langsung dan tidak lengkap. Untuk alasan itulah teori sering disebut
sebagai sistem deduktif-hipotetis. Teori tidak menggambarkan dunia seperti
yang kita rasakan, melainkan pernyataan nomologis teoretis mereka berfungsi
untuk menjelaskan fenomena yang diamati dengan menghubungkannya dengan
(disimpulkan atau dibangun) fakta yang tidak dapat dilihat.
POPPER telah membandingkan teori ilmiah dengan jaring "yang kami usir
untuk menangkap apa yang kami sebut 'dunia': merasionalisasikannya,
menjelaskan, dan menguasainya. Kami berusaha keras untuk membuat jaring
menjadi semakin halus dan halus" 61. Gambar ini menjelaskan bahwa dalam
memperoleh pengetahuan kita memainkan peran aktif daripada pasif. Hubungan
nomologis antara fenomena empiris tidak secara langsung dapat kita akses
melalui persepsi atau intuisi akal sehat; sebaliknya, kita hanya bisa mendekati
mereka secara tidak langsung dengan membuat asumsi tentatif tentang mereka
(yaitu dengan merumuskan hipotesis) dan kemudian mengujinya terhadap dunia
nyata untuk melihat apakah mereka benar. Hipotesis nomologis yang telah
terbukti dapat diandalkan kemudian digabungkan untuk membentuk sistem yang
relatif rumit, yaitu hierarki hipotesis yang dibangun secara logis tentang bidang
studi atau teori tertentu.
Sekarang setelah saya menjelaskan apa yang dimaksud dengan teori ilmiah
dalam ilmu nomothetical (atau teoritis) empiris, kita harus mengalihkan
perhatian kita pada perbedaan penting antara penciptaan dan pembenaran
pengetahuan dan teori. Saya kemudian akan membahas masalah bagaimana teori
didirikan dan akhirnya, akan memeriksa pertanyaan apakah ada perbedaan
mendasar dalam sifat, tujuan dan pembenaran teori dalam ilmu alam, sosial dan
budaya. Setelah pertanyaan pendahuluan ini diklarifikasi, saya akan membahas
masalah khusus yang terlibat dalam membangun dan menerapkan teori dalam
ilmu pendidikan.

TENTANG PERBEDAAN ANTARA MEMPRODUKSI DAN


MENJUSTIFIKASI SISTEM PERNYATAAN ILMIAH

Banyak kesalahpahaman yang mengganggu diskusi ilmiah (dan khususnya


kontroversi mengenai karakter ilmiah pedagogik) dapat dengan mudah
diselesaikan dengan membedakan antara produksi hipotesis, pernyataan
nomologis dan teori di satu sisi dan validitasnya di sisi lain. Cara asal pernyataan
ilmiah tertentu yang diduga merupakan pertanyaan faktual yang ditangani oleh
psikologi kognitif atau psikologi penelitian ilmiah. Disiplin ini memperlakukan
proses psikis yang terlibat dalam perilaku pemecahan masalah, kondisi yang
mengarah pada inspirasi kreatif dan fenomena serupa. Psikologi pemikiran dan
tindakan ilmiah dengan demikian merupakan disiplin empiris, seperti juga
historiografi sains dan sosiologi sains.
Pertanyaan tentang bagaimana pernyataan ilmiah
dapat dibenarkan sangatlah berbeda. Dalam hal ini kami tidak peduli dengan
bagaimana sebuah pernyataan berasal, tetapi dengan menguji pengetahuan yang
diklaim sesuai dengan norma atau aturan yang ditetapkan (metode ilmiah) dan

17
penerimaan atau penolakannya. Disiplin yang berhubungan dengan metode
pengujian pernyataan ilmiah disebut epistemologi atau filsafat kognisi
ilmiah. Kadang-kadang juga disebut "logika sains", karena berkaitan dengan
penerapan logika formal. Epistemologi secara alami juga memperhitungkan
teknik yang sebenarnya digunakan dalam memperoleh pengetahuan ilmiah, tetapi
pada dasarnya ini adalah disiplin filosofis normatif daripada empiris 62 .
Dua bidang masalah yang disebutkan di atas biasanya dirujuk oleh
istilah konteks penemuan63 dan konteks pembenaran 64 • Untuk menghindari
kontroversi yang tidak perlu, sangat penting untuk membedakan dengan jelas
pertanyaan tentang penemuan fakta atau derivasi, asal atau asal pernyataan dari
pertanyaan tentang justifikasi, konfirmasi atau validasinya. Pembedaan ini perlu,
terutama karena penjelasan tentang bagaimana pernyataan atau hipotesis umum
dipahami tidak menjamin bahwa pernyataan itu benar. Baik asal-usul pernyataan
dalam wawasan akal sehat langsung (intuisi) maupun dalam pengamatan fakta
tidak dapat menjamin kebenaran. Konstruktivisme atau theoretism modern, yang
bertentangan dengan epistemologi klasik rasionalisme dan empirisme,
mengasumsikan bahwa tidak ada sumber diragukan lagi diandalkan
pengetahuan 65 . Pengetahuan kita terdiri dari dugaan teoritis yang validitasnya
ditentukan, bukan oleh asalnya, melainkan oleh hasil tes kritis yang menjadi
sasarannya.
Oleh karena itu, toleransi yang paling mungkin disarankan dalam konteks
penemuan, sedangkan sikap kritis sepenuhnya berguna dalam konteks
pembenaran. Dalam ilmu pendidikan, juga, setiap cara yang mungkin untuk
memperoleh wawasan diperbolehkan. Proses yang disebut "pemahaman
simpatik" ("Verstehen") atau persepsi fenomenologis "esensi" ("Wesensschau")
sama sahnya dengan observasi, generalisasi induktif, perbandingan atau refleksi
interpretatif atas pengetahuan yang diturunkan. Intuisi, imajinasi, dan wawasan
kreatif semuanya dapat memainkan peran dalam mengungkap kemungkinan
hubungan. Namun, dalam sains, wawasan kreatif semacam itu tidak muncul
tanpa persiapan sebelumnya. Biasanya, mereka datang hanya kepada mereka
yang benar-benar memahami suatu bidang masalah dan informasi relevan yang
tersedia. Tetapi apakah hasil refleksi yang telaten atau inspirasi tiba-tiba,
pernyataan ilmiah pada awalnya hanya dipandang sebagai anggapan (hipotesis)
yang kebenarannya harus diuji. Cara pernyataan berasal tidak ada hubungannya
dengan validitasnya.
Kebingungan sering muncul di sini karena penggunaan kata "metode" yang
tidak tepat. Jika "metode" hanya diartikan sebagai "cara berproses dalam bidang
tertentu '> 66, dua hal yang sangat berbeda dicakup oleh konsep luas ini: di satu
sisi prosedur yang digunakan dalam memahami pernyataan (hipotesis, teori),
yang untuknya aturan umum tidak dapat ditetapkan, dan di sisi lain prosedur
logis-empiris yang terlibat dalam pernyataan pengujian . Untuk alasan ini lebih
disarankan untuk membedakan secara tepat antara proses penemuan dan metode
pengujian. Metode terakhir inilah yang sangat penting dalam menetapkan nilai
kebenaran pernyataan ilmiah Dalam pengertian kedua ini, yang hanya relevan
dengan logika sains, "metode" berarti cara "di mana keabsahan suatu klaim harus
ditetapkan; ia menyediakan sarana untuk memastikan apakah suatu klaim benar
"67.

18
Jika kita ingin mendukung kebebasan tanpa batas dalam pilihan sumber atau
cara yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, maka kita harus
memperhitungkan ac ~ ount bahwa kita pengetahuan memperoleh juga akan
mengandung kesalahan, penipuan dan prasangka. Banyak dari pengetahuan kita
adalah hasil dari tebakan belaka. Secara umum, hanya ada satu cara yang
berguna untuk menemukan dan menghilangkan kesalahan, yaitu pengujian
intersubjektif atau "kendali rasional timbal balik melalui diskusi kritis" 68. Jadi
pernyataan-pernyataan yang dirahasiakan dari inspeksi publik karena para
pendukungnya mengklaim bahwa mereka atau rekan-rekan sepaham telah
memahami kebenaran mereka tidak pada tempatnya dalam wacana ilmiah.
Sebuah konsep yang tidak jelas metode dan kurangnya perbedaan yang jelas
antara konteks penemuan dan konteks pembenaran memainkan peran sentral
dalam resistensi terhadap dalil pengujian intersubjektif dengan kemungkinan
yang melekat menyangkal pernyataan. Dalam dom ain pedagogik, hal ini dapat
dengan mudah didemonstrasikan, dengan menggunakan contoh yang disebut
"pedagogik hermeneutis" (bahasa Jerman: "geisteswissenschaftliche
Padagogik"). Penganut bentuk pedagogik ini menganggap "kognisi hermeneutik"
sebagai "pemahaman simpatik" (Verstehen), memandangnya sebagai proses
yang identik. "Pemahaman simpatik" dideskripsikan sebagai "pemahaman batin
atas konstruksi yang diciptakan oleh manusia, objektivasi pikiran manusia - atau
ekspresi" dari "pencapaian kreatif kehidupan, o (j9. Seperti halnya dengan apa
yang disebut Konsep "alami" dari "pengalaman "70, kesan diciptakan bahwa"
pemahaman batin "ini bisa sekaligus merupakan prosedur
penemuan dan konfirmasi yang cukup dari klaim kebenaran untuk fakta yang"
dipahami secara batin "atau" dipahami secara simpatik ".
Tidak diragukan lagi benar bahwa dalam ilmu sosial dan humaniora, proses
"pemahaman simpatik" sangat diperlukan untuk memahami makna yang
seharusnya dari tindakan manusia dan objek budaya. Namun, ini tidak berarti
bahwa pengujian intersu dasar klaim yang dihasilkan dari "pemahaman simpatik"
tidak berguna. Siapapun yang menggunakan metode "pemahaman simpatik" bisa
berbuat salah; mereka juga dapat salah menafsirkan hal-hal yang mereka klaim
sebagai pemahaman mereka. Proses memahami makna suatu tindakan atau
objektivasi psikis lainnya “selalu menghasilkan hipotesis interpretatif yang
diadopsi untuk tujuan interpretasi, yang pada prinsipnya
selalu membutuhkan verifikasi empiris ” 71. Hal ini demikian tidak sesuai
dengan aturan metode ilmiah untuk menahan pernyataan tertentu dari pengujian
independen dengan mengklaim bahwa itu telah tiba di melalui "pemahaman
simpatik", "empati" atau "intuisi". Subyektif "keinginan untuk objektivitas
pemahaman" 72 (yang siapa pun dapat mengajukan klaim) tidak terbukti berguna
dalam membedakan pernyataan yang benar dari yang salah 73 . Kami tidak
memiliki "pengetahuan" sampai telah ditentukan bahwa pernyataan
itu benar. "Selama seseorang tidak tahu apakah suatu klaim itu benar, itu tidak
mewakili pengetahuan, bahkan jika itu benar" 74. Karenanya "pemahaman
simpatik" dan setiap jenis "pengalaman" subjektif lainnya hanya memiliki nilai
heuristik75. Mereka adalah proses psikis yang dapat mengarah pada penciptaan
atau perumusan hipotesis. Apakah hipotesis yang diperoleh dengan cara ini benar
hanya dapat dipastikan dengan pengujian logis dan empiris tambahan 76 . di mana

19
penulis menyatakan bahwa "sains dan objektivitas ilmiah tidak ... dihasilkan dari
upaya seorang ilmuwan individu untuk 'objektif', tetapi dari kerja sama banyak
ilmuwan". Ia adalah "produk dari karakter sosial atau publik dari metode ilmiah;
dan ketidakberpihakan individu ilmuwan, sejauh keberadaannya, bukanlah
sumbernya melainkan hasil dari objektivitas sains yang terorganisir secara sosial
atau kelembagaan". Demikian pula, POPPER menegaskan (1% 2: 240): "Hal
yang kita sebut objektivitas ilmiah memiliki satu-satunya sumber dalam tradisi
kritis", yaitu dalam "kritik timbal balik, dalam pembagian kerja teman-lawan
antara ilmuwan".

MENGUJI, MENYESUAIKAN DAN MENOLAK HYPOTESIS DAN


TEORI

Tujuan teori ilmiah adalah untuk memaksimalkan pemahaman kita tentang


dunia. Pernyataan nomologis dapat digunakan untuk menjelaskan peristiwa, dan
dalam keadaan tertentu dapat memiliki nilai prediksi 77. Teori hanya dapat
memenuhi tujuannya jika benar atau paling tidak mendekati kebenaran. Maka
timbul pertanyaan tentang bagaimana membuktikan validitas suatu teori dan
elemen terpentingnya, hipotesis nomologis.
Pengujian hipotesis nomologis dilakukan melalui prosedur logis dan
empiris. Dalam kaitannya dengan murni logis aspek dari masalah, pertama-tama
perlu untuk memeriksa kontradiksi antara laporan yang diuji dan pernyataan
nomological lain dalam teori. Konsistensi logis adalah suatu keharusan, tetapi
bukan kondisi yang cukup bagi hipotesis nomologis untuk dipandang sebagai
terbukti secara ilmiah. Hanya dalam ilmu formal logika dan matematika
konsistensi logis merupakan kondisi kebenaran yang cukup. Ilmu empiris,
bagaimanapun, membuat pernyataan tentang realitas. Pernyataan mereka tidak
hanya harus valid secara logis, tetapi juga diverifikasi secara empiris . Hipotesis
ilmiah hanya dapat dianggap valid jika terdapat kesepakatan yang cukup antara
isinya dan pernyataan deskriptif berdasarkan data observasi. Dalam teori ilmiah,
pernyataan semacam itu biasa disebut "pernyataan dasar", karena merupakan
dasar empiris untuk menguji hipotesis dan teori nomologis.
Sementara para ilmuwan yang berpraktik dan filsuf sains sepakat tentang
penggunaan konsistensi logis sebagai pengujian hipotesis dan teori nomologis,
ada ketidaksepakatan luas mengenai kondisi empiris validitas. Ini di sini tidak
mungkin dan tidak benar-benar diperlukan untuk membahas semua pro dan
kontra dari pertanyaan ini. Untuk tujuan kita, cukup memperhatikan dua
masalah: masalah induksi dan hubungan antara teori dan pengalaman.
Istilah "induksi" bisa berarti dua hal. Pertama, ini dapat merujuk pada
prosedur untuk menemukan hipotesis nomologis; kedua, prosedur
untuk menguji hipotesis semacam itu. Namun, seringkali dipertahankan bahwa
induksi adalah satu prosedur yang mencakup kedua tugas tersebut. Dengan cara
ini, JOHN STUART MILL mendefinisikan induksi sebagai "operasi untuk
menemukan dan membuktikan proposisi umum" 78. Ini di sini tidak perlu
berurusan dengan dugaan kesesuaian induksi sebagai prosedur untuk menemukan
hipotesis, karena dalam konteks ini kita prihatin semata-mata dengan prosedur
yang terlibat dalam menguji mereka. Dalam pengertian kedua, induksi

20
didefinisikan sebagai prosedur "yang dengannya kita menyimpulkan bahwa apa
yang kita ketahui benar dalam kasus atau kasus tertentu, akan benar dalam semua
kasus yang menyerupai yang pertama dalam hal tertentu yang dapat dialihkan.
Dengan kata lain, induksi adalah proses dimana kita menyimpulkan bahwa apa
yang benar untuk seluruh kelas, atau apa yang benar pada waktu tertentu akan
benar dalam keadaan yang sama setiap saat ”79.
The masalah induksi hasil karena dalam hipotesis nomological lebih diklaim
daripada yang dapat diketahui melalui observasi sederhana. Tegasnya, satu-
satunya hal yang dapat kita pahami dengan mengamati kenyataan adalah fakta
individu. Kami hanya dapat memastikan sejumlah terbatas dari fakta-fakta ini,
yang dengan sendirinya selalu merupakan entitas historis yang muncul pada
spatio-temporallocations tertentu. Adalah mungkin untuk membandingkan dan
mengamati kesepakatan dan perbedaan antara sejumlah fakta dan mengamati
fenomena dalam kondisi yang berbeda-beda dengan harapan menemukan
keteraturan yang dalam keadaan tertentu akan selalu muncul. Karena data
observasi ini berhubungan dengan kasus individu yang terbatas pada titik-titik
tertentu dalam ruang-waktu, mereka disebut "pernyataan tunggal", "pernyataan
khusus" atau "pernyataan di sini dan sekarang". Sebaliknya, hipotesis nomologis
disebut sebagai "pernyataan universal": dianggap valid untuk setiap titik (atau
acak) dalam ruang waktu 8o • Masalah induksi adalah apakah secara logis
dibenarkan untuk menerapkan kesimpulan yang diperoleh dari bentuk tunggal
pernyataan (yang menggambarkan data observasi) ke yang universal.
Jadi pertanyaannya adalah apakah sebuah fakta yang telah dipastikan dalam
sejumlah kasus tertentu dapat digeneralisasikan. Berdasarkan sifat psikis kita,
kita cenderung berasumsi bahwa keteraturan yang telah kita amati akan selalu
terjadi dalam keadaan yang sama. Namun secara logis, tidak ada pembenaran
untuk asumsi ini, karena tidak mungkin untuk menyimpulkan kasus baru yang
tidak diketahui dari kasus yang diketahui sebelumnya. Tidak ada prosedur
induktif yang melaluinya pernyataan universal dapat diturunkan dari pernyataan
tunggal. Oleh karena itu, hipotesis nomologis universal tidak dapat dibuktikan
dalam arti kata yang ketat - terlepas dari berapa banyak pernyataan dasar
pendukung (pernyataan berdasarkan pengamatan atau persepsi) yang ditemukan
seseorang.
Apa yang sebenarnya terjadi dalam prosedur induktif
adalah ekstrapolasi, yaitu perluasan lingkup validitas pernyataan di luar kasus
yang diamati untuk mencakup jumlah kasus yang tidak terbatas. Hal ini
diasumsikan bahwa keteraturan yang diamati dalam beberapa kasus juga akan
ditemukan dalam semua kasus lain. Ini menambah kualitas yang sama sekali
baru pada kasus yang sudah ada. Misalnya, hanya pernyataan yang memiliki
struktur logis berikut yang dapat divalidasi:

"Setiap kali peristiwa p terjadi di masa lalu, peristiwa q juga terjadi". Dalam


induksi, bagaimanapun, klaim dibuat bahwa "jika peristiwa p diberikan, maka
peristiwa q dalam setiap kasus juga akan muncul". Diasumsikan "bahwa kasus
dari kelas yang sama terus terjadi dan bahwa hubungan yang telah terbukti
konstan di antara kasus yang telah ditetapkan tetap sama". Asumsi seperti itu
tidak dapat diturunkan dari keteraturan yang telah ditetapkan, juga tidak dapat

21
divalidasi oleh salah satunya. Terdapat pengandaian keabsahan dalam asumsi
bahwa peristiwa yang sama akan selalu terjadi dalam kondisi yang sama. "Hanya
asumsi inilah yang mengarah ke luar kasus-kasus historis yang dikonfirmasi dan
menghasilkan keabsahan universal yang tidak dibatasi" 81.
Jadi, jika dilihat lebih dekat, apa yang disebut metode induktif
mengungkapkan dirinya sebagai deduktif, berdasarkan argumentasi berikut:
dalam keadaan yang sama, hal yang sama akan selalu terjadi; pada
kondisi a, b, C dan d hubungan R selalu muncul; jadi dalam kondisi ini
hubungan ini akan selalu muncul: itu adalah keteraturan nomologisS2. Premis
utama universal yang menyatakan bahwa peristiwa yang sama akan terjadi dalam
kondisi yang sama tidak dapat dibuktikan secara logis, tetapi dapat dilihat
sebagai "dalil perjuangan kita untuk pengetahuan" yang penerimaannya
didasarkan pada keputusan yang disengaja 83 • Premis utama universal ini adalah
itu sendiri merupakan produk dari ekstrapolasi dan merupakan hipotesis yang
dari kebutuhan mutlak untuk memahami realitas, karena tanpa itu tidak
penjelasan atau prediksi akan mungkin 84 •
Dengan demikian, dalam proses induktif terjadi hal-hal berikut ini. Premis
utama universal yang menyatakan keberadaan keteraturan nomologis di dunia
dianggap sebagai hipotesis umum. Sejauh mungkin, premis minor tertentu
didefinisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan semua hasil empiris yang
diamati hingga saat perumusannya. Kesimpulan tidak lebih dari yang terkandung
dalam premis minor tertentu.
Jadi kita dapat melihat bahwa pernyataan universal yang diturunkan dengan
cara ini belum tentu benar. Mereka hanyalah hipotesis yang harus dibuang ketika
fakta yang baru diamati bertentangan dengan mereka. Jika hasil observasi tidak
sesuai dengan hipotesis nomologis, salah satu premisnya pasti salah. "Perjanjian
Lengkap hipotesis dengan fakta-fakta tidak pernah dapat membuktikan hipotesis
yang akan selalu benar dalam semua kasus, tetapi bisa di sangat paling
membuktikannya kemungkinan. Sebuah tunggal kasus di mana A tidak B
bertentangan dengan pernyataan menegaskan bahwa semua A adalah B Di sisi
lain, 1000 kasus dimana A memiliki predikat Bare tidak cukup untuk
membuktikan pernyataan tersebut: tidak mungkin bahwa A bukan B "ss. Dari
pertimbangan logis ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis nomologis universal
dan teori yang dibangun di atasnya tidak pernah dapat secara definitif terbukti
benar (Diverifikasi). 
Mereka bisa, bagaimanapun, dibantah atau dipalsukan dengan mendirikan
kontradiksi antara kesimpulan yang diambil dari mereka dan dikonfirmasi data
pengamatan. KARL POPPER berusaha, dalam teorinya tentang metodologi
untuk ilmu empiris, untuk menggunakan wawasan ini, yang pertama kali
diperkenalkan ke dalam logika oleh DAVID HUME 86 . POPPER menekankan
bahwa hipotesis dan teori nomologis hanya dapat diuji dalam arti negatif, yaitu
dengan mencoba menyanggah atau menyanggahnya. Dengan demikian, metode
umum ilmu empiris tidak terdiri dari membuktikan apa yang benar, melainkan
dalam menghilangkan apa yang salah. POPPER oleh karena itu menyebut ini
sebagai "metode penjaluran" 87.

22
POPPER berpendapat bahwa kemajuan dalam perolehan pengetahuan ilmiah
dicapai melalui mengatasi kesalahan dan konsepsi yang tidak memadai melalui
pengujian kritis. Upaya untuk menyangkal hipotesis nomologis menunjukkan
apakah mereka berdiri atau tidak untuk pemeriksaan lebih dekat. Semakin ketat
pengujian yang dimiliki suatu hipotesis, semakin tinggi tingkat
konfirmasinya. Dengan demikian prosedur pengujian diusulkan yang terdiri dari
upaya untuk menyangkal hipotesis dan teori.
Dasar logis untuk aturan metodologis ini bertumpu pada kemampuan untuk
mengubah pernyataan nomologis universal sebagai pernyataan "tidak
ada". Contoh berikut sering digunakan untuk mendemonstrasikan hal ini: isi dari
proposisi universal "semua angsa putih" juga dapat diekspresikan dalam
pernyataan "tidak ada angsa hitam". Jika seekor angsa hitam benar-benar diamati
pada suatu waktu atau tempat, hal ini dapat dirumuskan dalam proposisi
eksistensial tunggal atau dalam pernyataan "ada" ("ada angsa hitam di
tempat p pada waktu t" = pernyataan dasar) yang menyangkal atau memalsukan
pernyataan umum "tidak ada" 88 . Proposisi universal tentu saja tidak pernah
dapat diturunkan dari proposisi tunggal, tetapi dapat bertentangan
dengannya. "Akibatnya adalah mungkin melalui kesimpulan deduktif murni ...
untuk membantah dari kebenaran pernyataan tunggal ke kepalsuan pernyataan
universal ,, 89.
Ini benar secara logis, tetapi tidak mengikuti dari hubungan logis ini bahwa
pemalsuan adalah prosedur yang berguna untuk menguji hipotesis dan
teori. Pemalsuan bukanlah prosedur yang berguna karena alasan sederhana
bahwa hipotesis nomologis statistik tidak dapat dipalsukan. Bahwa kepalsuan
hipotesis dapat disimpulkan dari kurangnya kesepakatan dengan data observasi
hanya berlaku untuk hipotesis nomologis universal. Sebaliknya, jika hipotesis
statistik ditolak karena data observasi tertentu tidak sesuai dengan hipotesis
tersebut, maka akan ada risiko penolakan hipotesis yang benar. Karena kesulitan-
kesulitan ini, STEGMULLER merekomendasikan untuk memperluas konsep
sanggahan empiris atau pemalsuan menjadi "penolakan yang wajar". 'Perbedaan
yang menentukan terdiri dalam kenyataan bahwa sanggahan mewakili sesuatu
akhir, sedangkan penolakan wajar tidak". Sebuah penolakan awal dari hipotesis
statistik dapat ditarik kembali jika hasil pengamatan baru mendukung penilaian
ulang 90 •
Konsep penolakan yang wajar mengungkapkan sudut pandang metodologis
yang lebih sesuai dengan prosedur ilmiah aktual daripada konsep
pemalsuan. Istilah terakhir diperkenalkan oleh POPPER untuk memerangi ilusi
yang disebarkan oleh empirisme naif bahwa pengetahuan hukum ilmiah yang
dapat diandalkan dapat diperoleh dengan menggunakan metode
induktif. "Pemalsuan" berfungsi sebagai konsep tandingan untuk "verifikasi" dan
membantu untuk menekankan bahwa hipotesis dan teori tidak pernah dapat
diverifikasi secara lengkap dan definitif, tetapi paling-paling kadang-kadang
dapat dipalsukan. Sejak saat itu, wawasan logis ini hampir diterima dengan suara
bulat. Untuk alasan itu juga telah disarankan bahwa konsep verifikasi yang
menyesatkan harus diganti dengan yang lebih sedikit menunjukkan salah
satu konfirmasi 91 • Namun, dengan benar menunjukkan bahwa tidak ada
prosedur induktif, tetapi hanya pengujian deduktif tidak membuat sanggahan

23
pernyataan yang terbaik, atau bahkan satu-satunya metode pengujian yang dapat
diterima: Sama-sama valid adalah upaya untuk mengkonfirmasi hipotesis dan
teori nomologis 92 .
Dalam praktik penelitian aktual, hipotesis nomologis sama sekali tidak
ditolak jika kesimpulan yang diambil darinya tidak sesuai dengan hasil observasi
yang relevan 93 • Sebaliknya, observasi diulangi jika
memungkinkan. Jika kesimpulan yang diambil dari hipotesis yang diberikan
berulang kali tidak sesuai dengan hasil observasi empiris, hipotesis tersebut tidak
akan sepenuhnya ditolak, tetapi upaya pertama-tama akan dilakukan untuk
merevisinya agar lebih sesuai dengan fakta (atau, lebih tepatnya, dengan basis
pernyataan yang menjelaskan fakta). Sebuah kontradiksi antara hipotesis dan
pernyataan dasar bertindak sebagai insentif untuk lebih tepat mendefinisikan
hipotesis, untuk menarik kondisi yang sebelumnya diabaikan dan jika perlu
untuk mengurangi bidang penerapan hipotesis. Hanya setelah upaya untuk
memperbaiki hipotesis asli ini gagal barulah tampak masuk akal untuk
membuangnya.
Seperti yang telah kita lihat dengan masalah induksi, tidak ada hubungan
langsung antara realitas yang diperlakukan oleh sains dan hipotesis dan teori
nomologis yang menjelaskan realitas ini. The hubungan antara teori dan
pengalaman yang tidak langsung. Sebuah teori empiris adalah membangun,
ciptaan kecerdasan yang mengklaim lebih dari yang dapat dipastikan dengan
observasi. Namun, pada saat yang sama, itu harus divalidasi dengan terus-
menerus memeriksanya terhadap hasil pengamatan. Hanya dengan merujuk
kembali ke pernyataan perseptual, perangkap kesewenang-wenangan teoretis
dapat dihindari. Dalam metodologi yang lebih baru (berbeda dengan empirisme
naif) observasi memiliki fungsi yang sama sekali berbeda. Sedangkan dalam
konteks penemuan terus dipandang sebagai salah satu dari beberapa sumber
inspirasi dan hipotesis, dalam konteks validasi tidak lagi diterima sebagai
landasan pengetahuan, melainkan hanya sebagai alat bantu untuk menguji
hipotesis. Pengamatan digunakan untuk memeriksa apakah konstruksi teoritis
sesuai dengan kenyataan.
Seseorang dapat memperjelas struktur teori ilmiah dan peran yang
dimainkan pengalaman di dalamnya dengan membedakan secara skematis antara
dua tahap penelitian: generalisasi empiris dan pembangunan teori. Pada tahap
pertama peneliti telah melampaui data observasi, karena dalam merumuskan
hipotesis, semua pengetahuan faktual yang dapat diakses biasanya
diperhitungkan. Namun, konfirmasi atau penolakan hipotesis individu didasarkan
pada observasi sistematis, bentuk yang paling produktif adalah
eksperimen. Konsep-konsep yang digunakan dalam tahap ini terutama berasal
dari dunia pengalaman, yaitu mereka memasukkan fenomena yang dapat dilihat
dalam isinya atau setidaknya dapat dengan mudah ditelusuri kembali ke
fenomena tersebut. Dalam tahap pembangunan teori, sejumlah besar hipotesis
pada berbagai tingkat abstraksi digabungkan untuk membentuk sistem
deduktif. Dalam sistem seperti itu, konsep yang digunakan hanya berhubungan
secara tidak langsung dengan realitas yang dapat diamati. Teori dapat
dibandingkan dengan "jaringan tiga dimensi yang kompleks" yang naik di atas

24
tingkat pengalaman empiris "dan berlabuh di tingkat ini hanya pada titik
terendahnya. Titik simpul dalam jaringan yang terletak di atas tingkat ini
mewakili konsep teoretis yang, melalui hipotesis dan definisi, sangat longgar dan
tidak langsung terkait dengan fenomena yang dapat dialami secara langsung
"94. Dalam setiap peristiwa, hubungan ini dengan realitas diamati harus cukup
mempertahankan bahwa teori dapat digunakan untuk penjelasan dan prediksi.
Dengan demikian, sains tidak memiliki dasar empiris yang mutlak
pasti. Untuk menggunakan salah satu metafora POPPER, "sains tidak bertumpu
pada dasar batu. Struktur berani teorinya naik, seolah-olah, di atas
rawa. Ini seperti bangunan yang didirikan di atas tumpukan. Tumpukan didorong
turun dari atas ke dalam rawa, tetapi tidak sampai ke dasar alami atau 'diberikan';
dan ketika kita menghentikan upaya kita untuk mendorong tumpukan kita ke
lapisan yang lebih dalam, itu bukan karena kita telah mencapai tempat yang
kokoh. Kita hanya berhenti ketika kita puas bahwa mereka cukup kokoh untuk
membawa struktur, setidaknya untuk saat ini "95.
Menurut pandangan ini, teori (dalam arti luas kata) lebih diutamakan
daripada data observasi. Tentu saja ini tidak menyangkal bahwa kita mulai
dengan pengalaman sebelumnya dan menyusun hipotesis berdasarkan apa yang
telah kita terima sebagai diberikan melalui pengamatan. Yang dimaksud adalah
bahwa ketentuan teoritis (Le. Pernyataan umum atau hipotesis nomologis)
diperlukan untuk membuat urutan nomologis dari data empiris. Apakah urutan
ini membuktikan dirinya valid diuji baik secara logis dan empiris: secara logis
dengan memeriksa konsistensi dan penurunan timbal balik dari pernyataan teori,
dan secara empiris dengan membandingkan kesimpulan yang berasal dari teori
dengan pengamatan kejadian aktual di dunia pengalaman.
Validitas pengetahuan ilmiah tidak dapat ditetapkan atas dasar pernyataan
tunggal, melainkan melalui " hubungan logis yang luas dari pernyataan tentang
fakta yang dipersepsikan dan disimpulkan serta tentang hukum" 96. Yang lebih
penting daripada validitas argumen tunggal adalah bahwa
terdapat sistem pernyataan nomologis berbeda yang saling mendukung satu sama
lain, bahkan jika beberapa lebih baik dikonfirmasi daripada yang lain. PEIRCE
dengan bijak berkomentar bahwa "penalaran ilmiah tidak boleh membentuk
rantai yang tidak lebih kuat dari mata rantai terlemahnya, tetapi kabel yang
seratnya mungkin sangat tipis, asalkan jumlahnya cukup banyak dan terhubung
erat" 97.

HUKUM DAN TEORI DALAM ILMU SOSIAL

Seperti yang telah kita lihat, teori ilmiah dalam arti kata yang sempit
dipahami sebagai sistem pernyataan nomologis hipotetis-deduktif. Saat ini,
hampir semua teori yang berhubungan dengan konsep ini ditemukan dalam ilmu
pengetahuan alam. Dalam ilmu sosial (terlepas dari kasus khusus teori ekonomi)
kita "hanya menemukan program dan langkah pertama dalam perumusan teori"
98, tetapi tidak sistem deduktif yang sebanding dengan teori ilmu alam. Dominan
adalah sistem pernyataan deskriptif yang berhubungan dengan fenomena sosial

25
tertentu dalam situasi sejarah tertentu, sedangkan sebaliknya terdapat kekurangan
pernyataan nomologis universal yang dapat digunakan untuk penjelasan dan
prediksi 99 . Sejauh keberadaannya, pernyataan nomologis hanyalah generalisasi
empiris yang bersifat statistik. Tidak ada pernyataan nomologis dari urutan yang
lebih tinggi yang akan cocok untuk mensistematisasikan sejumlah besar
pernyataan nomologis yang ada dari urutan yang lebih rendah. Mayoritas
generalisasi ini hanya berlaku untuk kondisi sosial budaya tertentu. Beberapa
pernyataan yang diklaim berlaku untuk semua orang di setiap waktu dan tempat
hanya memiliki sedikit konten dan jarang mengungkapkan lebih
dari pengetahuan sehari-hari yang umum. Perhatikan satu contoh saja: "Semakin
sering aktivitas seseorang dihargai, semakin besar kemungkinan dia melakukan
aktivitas tersebut".
Dalam menghadapi kesulitan-kesulitan ini muncul pertanyaan apakah jenis
pernyataan dan teori nomologis yang digunakan dalam ilmu pengetahuan alam
dapat direalisasikan dalam ilmu sosial. Apakah ideal teori sama untuk semua
ilmu nomologi, generalisasi atau teoritis? Mengapa begitu sedikit teori dalam
humaniora dan ilmu sosial yang dikonstruksi sebagai teori nomologis yang
harus dijatuhkan ?
Bidang studi ilmu-ilmu sosial tidak diragukan lagi berbeda dengan bidang
ilmu pengetahuan alam. Perbedaan esensial adalah bahwa ilmuwan sosial tidak
hanya berurusan dengan benda mati dan hidup, tetapi juga dengan orang yang
berpikir, berharap dan bertindak dalam situasi tertentu dan dengan karya
mereka. Dalam bidang studi ini fenomena seperti niat, tujuan, norma sosial,
aturan dan institusi memainkan peran sentral lO2 . Seiring dengan kondisi alam di
mana semua higWy dikembangkan organisme tergantung, itu didominasi
fenomena psikis dan sosial budaya yang menentukan perilaku manusia.
Penentu internal perilaku seperti pikiran, sikap, perasaan, dan tindakan
kemauan (niat, tujuan) sudah banyak, beragam dan dapat diubah dalam kasus
satu individu dan terlebih lagi dengan sejumlah besar orang. Norma sosial (resep,
aturan, klaim yang seharusnya) sebagai penentu perilaku eksternal juga berbeda
dari kelompok ke kelompok dan berubah dalam perjalanan waktu. Perilaku
manusia dengan demikian ditentukan oleh interaksi banyak faktor variabel yang
lebih banyak atau lebih sedikit yang hanya dapat diamati sebagian sehingga
hanya dapat disimpulkan atau diasumsikan. Sangat sulit dan dalam kebanyakan
kasus tidak mungkin untuk mengisolasi faktor individu dari jaringan kondisi
yang kompleks ini untuk mempelajari efeknya secara eksperimental.
Karakter khusus dari mata pelajaran ilmu sosial membuatnya tidak dapat
dihindari bahwa ilmu sosial akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam
memperoleh pengetahuan nomologis daripada ilmu alam. Seperti yang telah
ditunjukkan, di antara yang paling penting adalah masalah-masalah
berikut: ketidakmungkinan mengamati kehidupan batin orang lain dan kebutuhan
penafsiran yang bersamaan dengan banyak kemungkinan
kesalahannya, kompleksitas besar konteks psikis, sosial dan
budaya, keunikan situasi , keragaman kepribadian, kelompok, lembaga dan
norma serta kondisi dan keterkaitannya. Marilah kita memeriksa kesulitan-
kesulitan ini dan menentukan apakah kesulitan-kesulitan itu begitu tidak dapat
diatasi sehingga kita dapat menganggap pencarian hukum perilaku manusia
sebagai upaya yang sia-sia.

26
Kesulitan pertama yang disebutkan di atas terletak pada ketidakmungkinan
mengamati keadaan psikis dan proses yang bertindak sebagai penentu internal
perilaku. Hanya perilaku eksternal dari orang lain yang diamati, dan itu tidak
langsung jelas apa yang kompleks kondisi mendasari perilaku ini. Jadi hanya
secara tidak langsung melalui interpretasi kita dapat mencoba untuk memperoleh
pengetahuan tentang faktor penentu batin dari perilaku. Untuk ini diperlukan
sistem hipotesis tentang fenomena mental dan hubungan sebab
akibat. Sayangnya, sistem semacam itu sendiri sebagian didasarkan pada
interpretasi dan hanya dapat dikonfirmasi secara empiris sampai batas
tertentu. Namun demikian, tidak hanya satu sistem hipotesis, tetapi juga variasi,
di mana asumsi yang berbeda diungkapkan oleh konsep yang berbeda. Ini pada
gilirannya sebagian saling melengkapi dan sebagian bertentangan satu sama
lain. Sebagai contoh, seseorang dapat mengambil perbedaan antara konsep
behavioristik, fenomenologis, dan psikoanalisis dari realitas psikis. Sampai saat
ini, belum banyak kesepakatan tentang konsep dasar dan klasifikasi fenomena
mental, belum lagi cara-cara di mana keduanya berfungsi bersama.
Kemungkinan kesalahan yang tinggi tidak dapat dihindari dalam penafsiran
perilaku manusia. Hasil interpretasi hanya berlaku sementara dan kemudian
hanya dalam hal tertentu. Tidak hanya data pengamatan baru, tetapi juga sudut
pandang yang berbeda dapat memberikan hasil yang sama sekali
berbeda. Manusia terbuka, bisa berubah, dan pengalamannya dikondisikan oleh
kekuatan bawah sadar. Akibatnya, interpretasi psikologis adalah "selalu
interpretasi dari yang tidak diketahui, yang laten, yang tersembunyi, dan hal-hal
yang pada dasarnya tidak terbatas" 103. Seseorang bahkan dapat mengatakan
bahwa "pernyataan psikologis" harus selalu dipahami "secara dialektis": "Segala
sesuatu yang saya ketahui tentang seseorang harus secara bersamaan
dipertanyakan" 104.
Ini berlaku tidak hanya untuk individu, tetapi juga untuk interpretasi
perilaku kelompok. Pikirkan tentang interpretasi yang sangat berbeda tentang
perilaku protes di kalangan anak muda 105 . Bergantung pada kerangka
interpretatif yang diterapkan, protes dapat dilihat sebagai reaksi terhadap
kebebasan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit, tuntutan pencapaian yang
terlalu banyak atau terlalu sedikit, ketegasan atau sikap mengumbar yang
ditunjukkan oleh figur otoritas, sebagai keinginan untuk kebebasan lebih atau
keinginan bawah sadar untuk integrasi sosial. Seperti yang tercermin dalam
literatur ilmu sosial, seringkali ada kesewenang-wenangan tertentu dalam
penafsiran fenomena sosial, dan hal ini dapat menimbulkan keraguan pada
kemampuan kita untuk mendapatkan informasi nomologis yang diperlukan untuk
membuat penjelasan yang dapat diandalkan atau bahkan prediksi.
Kesulitan kedua dalam memperoleh pengetahuan nomologis dalam ilmu-
ilmu sosial terletak pada kompleksitas yang besar dari fenomena sosial dan
kondisinya. Tindakan sosial dan konsekuensinya bergantung pada interaksi yang
sangat rumit antara berbagai macam proses psikis yang ditentukan berlipat ganda
dan berbagai faktor non-psikis. Ini membentuk hubungan yang kompleks di
mana perubahan dalam satu bagian memberikan pengaruh pada banyak bagian
lainnya. Hanya sampai batas tertentu, hubungan yang sedemikian kompleks
dapat diamati secara langsung. Juga sulit untuk mengisolasi faktor individu dari

27
semua faktor lainnya dan secara sistematis mengubahnya untuk mempelajari
efek dari perubahan ini melalui perbandingan dengan kelompok
kontrol. Eksperimen, umumnya cara paling penting untuk menguji hipotesis
nomologis, jarang dapat diterapkan pada ranah fenomena sosial yang kompleks.
Selain itu, kita juga dihadapkan pada kesulitan lebih lanjut
tentang keunikan dan perubahan fenomena sosial. Pikirkan, misalnya, tentang
karakter unik yang diberikan pada setiap situasi pendidikan oleh kepribadian
individu dari pendidik dan pendidik yang berpartisipasi. Yang juga unik adalah
tindakan pendidikan, keadaan di mana tindakan tersebut terjadi, dan
efeknya. Kontribusi keunikan situasi ini adalah perubahan konstan yang terjadi,
baik pada orang maupun di lingkungan sosial mereka. Tidak ada yang pernah
memiliki pengalaman yang sama atau melakukan hal yang sama dua kali.
Fakta-fakta ini, bagaimanapun, tidak menutup kemungkinan untuk
memperoleh pengetahuan nomologis. Kompleksitas, keunikan, dan kemampuan
berubah sama sekali tidak terbatas pada fenomena manusia dan sosial-budaya,
tetapi berlaku untuk semua fenomena di dunia nyata 106 • Tidak ada partikel atom
terkecil pun yang identik dalam semua detail, masing-masing benar-benar
unik 107 • Namun demikian , hukum dapat ditemukan dan pengetahuan kita
tentangnya dapat digunakan untuk memengaruhi peristiwa. Orang juga tidak
hanya memiliki ciri-ciri individu, tetapi juga karakteristik yang mereka miliki,
baik dengan semua, atau dengan beberapa orang 108 • Seperti dalam ilmu
pengetahuan alam, adalah mungkin dalam ilmu sosial untuk mengabaikan
kekhasan individu dan melihat semua fenomena yang dimiliki oleh suatu
kelompok secara eksklusif dalam hal karakteristik bersama mereka. Tak
perlu dikatakan bahwa orang lebih berbeda secara individual daripada benda
mati 109 • Namun, keragaman mereka hanya dapat dipahami berdasarkan asumsi
tentang karakteristik bersama mereka 110 •
Sumber dasar dari semua masalah dalam memperoleh pengetahuan
nomologis dalam ilmu-ilmu sosial adalah kenyataan bahwa fenomena sosial-
budaya ( tindakan dan karya) yang membentuk materi pelajarannya adalah milik
dunia seperti yang kita alami dan hanya memiliki makna di dunia itu 111 • Tidak
hanya proses mental yang melaluinya mereka berevolusi, tetapi juga proses yang
melaluinya kita memahaminya adalah totalitas pengalaman
yang kompleks . Mereka tidak dapat dibagi menjadi elemen yang lebih
sederhana yang secara konseptual dapat didefinisikan secara tepat, dan secara
empiris dapat diuji dan diukur. Karena mereka berada di luar pemahaman
pengalaman kita, kita tidak tahu apa-apa tentang elemen yang lebih kecil yang
membentuk tindakan atau sistem tindakan dalam pengalaman sadar kita. Kami
menghubungkan tindakan kami dengan pengalaman kemauan, imajinasi
kecenderungan untuk bertindak (disposisi psikis dan kompleks disposisional
seperti sikap, orientasi nilai, komitmen, harapan), tetapi tidak pasti apa yang
sesuai dengan konsep-konsep ini dalam kenyataan di luar dunia pengalaman
internal kita, dan bagaimana mereka berhubungan dan berinteraksi satu sama
lain juga tidak jelas. Kebingungan terminologis yang sangat besar dalam ilmu-
ilmu sosial dapat dilihat setidaknya sebagian sebagai pengungkapan
ketidakjelasan ini.
Konsep deskriptif psikologis kita berhubungan dengan fenomena psikis
kompleks yang penting secara praktis bagi kehidupan kita. Konsep-konsep ini

28
berasal dari "psikologi makro prescientific dari kehidupan sehari-hari", tetapi
tidak cocok untuk membedakan antara "proses psikis di alam mikro-
psikis". Konsep psikologis menyangkut totalitas tak terpisahkan yang muncul
dari kedalaman mikro-psikis yang tidak dapat diketahui dan dapat berbeda secara
signifikan dari fenomena makro-psikis yang dapat diakses dan dijelaskan 112 • Ini
adalah situasi yang berbeda dari yang ditemukan dalam fisika atau kimia, tetapi
tidak mengesampingkan kemungkinan adanya hubungan antara fenomena
tertentu yang dapat diakses secara empiris yang dapat bersifat nomologis dan
subjek penelitian.
Tak satu pun dari kesulitan yang disebutkan di atas yang bersumber dari
pokok bahasan ilmu sosial yang membuat tidak mungkin untuk mendapatkan
informasi nomologis, bahkan tentang fenomena psikis, sosial dan
budaya. Namun, kita tidak dapat berharap menemukan keteraturan dalam bentuk
hukum alam universal atau deterministik, tetapi harus puas dengan pernyataan
nomologis statistik. Validitas pernyataan ini dibatasi secara spasial dan temporal,
tetapi bahkan dengan batasannya itu membantu memperluas pengetahuan kita
tentang dunia. Banyak yang hanya dikonfirmasi sementara, tetapi pengetahuan
yang tidak cukup dikonfirmasi lebih baik daripada tidak sama sekali. Memang
sejumlah besar pengetahuan nomologis sudah ada yang membuktikan
produktivitas penelitian nomothetical dalam ilmu sosial 113 . Teori-teori yang
memuat pernyataan nomologis sebagian besar berhubungan dengan segmen
realitas yang sempit dan masih hampir tidak terkait dengan teori-teori di wilayah
tetangga. Lebih jauh, ada teori-teori yang bersaing yang berurusan dengan
bidang studi yang sama (misalnya pembelajaran) yang berlaku adil hanya untuk
sebagian dari fenomena yang relevan 114 • Di kebanyakan bidang, bahkan
sistematisasi sederhana dari pernyataan nomologis terkait telah tercapai.

Karena keadaan yang tidak memuaskan dalam konstruksi teori ilmu


sosial , tidak masuk akal untuk berharap terlalu banyak dari aplikasinya dalam
menjelaskan, memprediksi dan memecahkan masalah teknologi. Namun pada
dasarnya, ketiga tugas ini hanya dapat dipenuhi jika pengetahuan nomologis
tersedia. Meskipun memiliki materi pelajaran yang berbeda dan kesulitan khusus
yang ditimbulkannya dalam memperoleh pengetahuan nomologis, ilmu sosial
tampaknya tidak berbeda dengan ilmu alam dalam hal ini 115 • Namun, saat ini
belum pasti apakah pengetahuan nomologis di ilmu sosial akan tetap terbatas
pada generalisasi empiris atau apakah ilmuwan sosial akan berhasil merumuskan
teori dalam pengertian sistem pernyataan deduktif-hipotetis.

KONSTRUKSI DAN APLIKASI TEORI DALAM ILMU


PENDIDIKAN
Mereka yang terlibat dalam pendidikan atau dalam perencanaan dan
pengelolaan lembaga pendidikan menaruh banyak harapan pada ilmu
pendidikan. Mereka berharap dapat memberikan pengetahuan yang akan
membantu memecahkan masalah praktis. Dari masalah yang mereka hadapi,
yang paling mendesak adalah yang bersifat teknologi . Pendidik ingin

29
mengetahui apa yang dapat dilakukan sehingga pendidik dapat memperoleh,
mempertahankan, atau memperkuat disposisi psikis tertentu yang dianggap
positif dan mengurangi, melemahkan, atau sepenuhnya menghindari
pengembangan disposisi yang dianggap negatif. Ini berarti mereka perlu
mengetahui efek samping dari cara khusus dan bagaimana efek samping yang
tidak diinginkan dapat dihindari. Mayoritas pertanyaan teknologi berkaitan
dengan fenomena yang sangat kompleks, yang terdiri dari sejumlah besar sub-
elemen yang saling terkait secara rumit. Fokusnya di sini adalah pada hubungan
tujuan-sarana, yang membutuhkan analisis berbagai tujuan yang ada baik secara
simultan maupun berurutan dan banyak faktor individu yang terkait dengan
kompleks-kompleks sarana, yang semuanya dikondisikan oleh situasi sosial-
budaya yang terus berubah.
Selain masalah teknologi, praktisi pendidikan juga dihadapkan pada
masalah penjelasan dan prediksi. Sebuah penjelasan mencari jawaban atas
pertanyaan "Mengapa begitu ini?" Prediksi atau prognosis ilmiah berkaitan
dengan menjawab pertanyaan "Apa yang akan terjadi jika ...?" Dalam praktik
pendidikan sehari-hari, ada banyak sekali fenomena yang membutuhkan
penjelasan. Sebuah minat dalam acara menjelaskan sering ditambah dengan
harapan bahwa menemukan apa yang menyebabkan hasil atau hasil tertentu akan
memberikan kontribusi menguntungkan untuk masa depan tindakan pendidikan
kita. Ini berlaku terutama untuk minat dalam prediksi.

Penjelasan, prediksi, dan pengetahuan teknologi pendidikan semuanya


mengasumsikan keberadaan sebelumnya dari teori empiris tentang pendidikan
yang berisi pernyataan nomologis yang diperlukan. Mereka adalah kegunaan
teori yang paling penting dalam pendidikan 116 • Namun, karena teori tidak dapat
diterapkan sampai mereka dikembangkan, konstruksi teori harus mendahului
penerapannya.
Dalam keinginan mereka untuk memenuhi harapan para pendidik, ahli teori
pendidikan sering mencoba untuk memecahkan masalah penjelasan, prediksi
atau teknologi tanpa memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk
melakukannya. Mereka menjadi terbiasa untuk mengatakan lebih dari yang
sebenarnya mereka ketahui, dan karena mereka tidak ingin mengambil risiko
kontradiksi dengan fakta, mereka mengungkapkan diri mereka secara samar-
samar sehingga sebagian besar situasi nyata tampak sesuai dengan pernyataan
mereka. Karena minimnya teori-teori konten informasional yang tinggi, maka
tidak dapat dihindari bahwa pandangan mereka tentang masalah aplikasi juga
kurang dalam konten. Dengan mencoba meletakkan kereta di depan kuda,
mereka tidak lebih dari menciptakan citra buruk ilmu pendidikan di kalangan
praktisi pendidikan.
Menanggapi ekspektasi, keinginan dan janji yang tidak realistis, ada tiga hal
yang harus ditekankan: 1. Konstruksi teori berbeda dari penerapannya; 2. Solusi
masalah aplikasi mengandaikan adanya teori nomologis dengan konten empiris
yang tinggi; 3. Tidak semua teori cocok untuk solusi masalah aplikasi. Tidak
masuk akal untuk mengusulkan program ilmu pendidikan yang begitu
komprehensif sehingga tidak dapat dipenuhi. Bahkan dalam ilmu-ilmu alam
eksakta ada perbedaan antara pengetahuan tentang hukum alam dan

30
penerapannya. Dan bahkan ketika kita memiliki pengetahuan penuh tentang
sistem dunia nyata tertentu dan semua hukum yang berkaitan dengan sistem itu,
masih mungkin bahwa kita "tidak dapat memprediksi atau merekonstruksi atau
dengan cara lain menjelaskan kejadian tertentu". Oleh karena itu,
STEGMOLLER menganggap lebih tepat untuk menafsirkan pemahaman ilmiah
tentang dunia sebagai "pemahaman tentang hukum yang mengatur jalannya
peristiwa", daripada sebagai "kemampuan untuk menjelaskan dan memprediksi"
117. Ilmu-ilmu sosial sangat jauh dari pengetahuan semacam ini, dan tidak ada
yang tahu apakah pengetahuan semacam itu bisa diperoleh. Dengan demikian,
dalam ilmu sosial, akan lebih kurang disarankan daripada dalam ilmu alam untuk
membuat penerapan teori untuk penjelasan dan prediksi sebagai ukuran
nilai ilmiahnya .
Teori ilmiah pendidikan harus dikembangkan terlebih dahulu; hanya setelah
itu kita dapat menguji apakah dan untuk tujuan apa mereka dapat
diterapkan. Masalah penjelasan, prediksi, dan teknologi sangat penting secara
praktis, tetapi sedikit yang dapat dilakukan untuk membantu memecahkannya
secara ilmiah selama teori yang kaya secara empiris masih kurang. Ilmu
pendidikan juga mengupayakan pengetahuan nomologis, tidak hanya demi
pengetahuan murni, tetapi juga untuk memecahkan masalah praktik
pendidikan. Dalam kasus yang ideal, pengetahuan ini dapat digabungkan untuk
membentuk sistem deduktif-hipotetis, tetapi apakah dan sejauh mana hal ini akan
terjadi tidak dapat diramalkan. Kita harus mulai dengan yang dapat dicapai, yaitu
menetapkan dan mengatur fakta yang berkaitan dengan pendidikan, efeknya dan
kondisi yang dianggap perlu untuk keberhasilan pendidikan. Dalam pencarian
pernyataan nomologis, tidak mungkin untuk melampaui generalisasi empiris
yang validitasnya bergantung pada spasi-temporal. Namun demikian, ini masih
merupakan peningkatan dari pengetahuan sehari-hari yang dangkal dan acak.
Setelah membahas perbedaan antara konstruksi dan penerapan teori,
sekarang saya ingin memeriksa peran fakta (dan pencarian fakta) dalam
konstruksi teori dalam ilmu pendidikan. Saya kemudian akan membahas
penerapan teori pendidikan dalam penjelasan, prediksi dan pemecahan masalah
teknologi.

PERAN TINGKAT PENENTUAN FAKTA DALAM PENYUSUNAN JENIS


ILMU PENDIDIKAN

Teori nominal ilmu pendidikan harus dibangun di atas hipotesis nomologis


yang mapan. Dalam rangka merumuskan dan menguji hipotesis nomological kita
harus sudah akrab dengan fenomena penting yang paling ditemukan dalam
situasi pendidikan (atau bidang). Apa yang saat ini dianggap sebagai situasi
pendidikan dan mana fenomena dianggap penting tergantung pada pengetahuan
sebelumnya pengamat, itu kerangka teori dan masalah dia ingin
memecahkan. Pengetahuan kita sebelumnya tentang pendidikan terutama berasal
dari pengalaman sehari-hari dan dari ajaran pendidikan praktis yang merangkum
dan mengatur wawasan dari pengalaman sehari-hari. Pengetahuan ini bertumpu
pada konsep yang relatif lemah dalam konten, pada gagasan yang sangat

31
disederhanakan tentang realitas pendidikan dan pada asumsi yang kurang lebih
tidak tepat dan tidak dapat diandalkan tentang jaringan kompleks hubungan yang
mempengaruhi pendidikan. Sistem pernyataan di mana pengetahuan pendidikan
tradisional ini diekspresikan sudah merupakan hasil konstruksi teoritis. Mereka
membentuk teori-teori sementara yang digunakan sebagai titik awal untuk
memperoleh teori-teori yang tidak hanya lebih terkonfirmasi, tetapi juga lebih
kaya konten informasional.
Kita hanya dapat berkembang dari pengetahuan yang tidak tepat menjadi
pengetahuan yang tepat ketika ketidak-eksaktauan dikenali seperti itu dan upaya
dilakukan untuk lebih tepat memahami penyelidikan fenomena. Tindakan yang
mengarah ke akhir ini biasanya disebut sebagai "deskripsi" ll9. Seperti halnya
dengan "penjelasan" atau "sains", "deskripsi" adalah salah satu dari kata-kata
yang dibebani oleh ambiguitas produk proses: dapat merujuk pada tindakan
mendeskripsikan atau hasil dari tindakan ini, yaitu pernyataan kompleks di mana
segmen tertentu dari realitas dijelaskan l20 • Dalam deskripsi, seseorang berusaha
menjawab pertanyaan "apa kasusnya"? atau "apa masalahnya"? Jawabannya
terdiri dari pernyataan tunggal "ada" dengan sebutan waktu dan
tempat. Pernyataan seperti itu sangat penting, tidak hanya untuk memperoleh,
tetapi di atas segalanya untuk menguji hipotesis nomologis.
Tindakan deskripsi dapat diarahkan pada fakta individu (sekarang dan masa
lalu), atau pada hubungan nomologis antara fakta individu. Kedua pendekatan
tersebut diperlukan, karena tidak ada cara lain untuk memperoleh pengetahuan
nomologis selain dengan memeriksa fakta individu sebagai prasyarat untuk
merumuskan hipotesis nomologis. Jadi, misalnya, ALOYS FISCHER
menyerukan "deskripsi dan analisis mendalam tentang detail praksis pedagogis
sedetail mungkin" l21, sambil menekankan bahwa "deskripsi berjalan lebih jauh
daripada penggambaran fakta individu dalam hal menganalisis hubungan batin
dari banyak rincian "122. WINNEFELD mengungkapkan ide ini dengan lebih
jelas: baginya sangat penting untuk "mendeskripsikan kasus-kasus individu
setepat mungkin" I23, tetapi di sisi lain penelitian dalam ilmu pendidikan tidak
boleh hanya bertahan dalam "menjelaskan fenomena", tetapi harus terus maju
untuk "mengungkap kompleks bersyarat yang mendasari" I24.
Dasar yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini terdiri dari pemeriksaan
situasi pendidikan yang khas melalui studi lapangan eksplorasi l25 • Dengan
demikian, catatan khusus diambil dari faktor-faktor yang, berdasarkan
pengetahuan kita yang ada, dapat dilihat sebagai kondisi yang mungkin atau
sebagai penentu perilaku seorang pendidik. Terutama informatif adalah
pengamatan situasi pendidikan, komponen dan perubahan dalam hubungan
timbal balik mereka dari waktu ke waktu. Dalam hal
ini, studi perkembangan atau jangka panjang lebih disukai daripada deskripsi
situasi sederhana pada satu titik waktu.

Deskripsi paling menyeluruh tentang perkembangan hubungan sosial dalam


perjalanan waktu dapat ditemukan dalam studi kasus. Dalam studi kasus, materi
pelajaran yang dipelajari dipandang secara keseluruhan dan dijaga
integritasnya l26 • Studi kasus dapat membahas riwayat hidup individu, kelompok
(keluarga, kelas sekolah, penghuni panti asuhan ) atau hubungan timbal balik diambil

32
sebagai unit, misalnya hubungan antara orang tua dan anak-anak, guru dan
siswa, psikoterapis dan pasien, dll.
Seperti setiap jenis penelitian lainnya, studi kasus mengasumsikan adanya
pengetahuan teoritis sebelumnya dan masalah khusus. Dalam konteks
memperoleh dan menguji pengetahuan nomologis, studi kasus harus memeriksa
materi pelajaran secara menyeluruh dalam seluruh kompleksitasnya. Hal ini
dilakukan untuk mendorong maju dari asumsi yang kurang lebih kabur ke
hipotesis yang relatif jelas dan spesifik tentang kemungkinan hubungan. Ini
kemudian dapat diuji dengan studi eksperimental atau studi komparatif
kausal. Misalnya, studi kasus telah memberi kami sebagian besar pengetahuan
terapeutik kami tentang anak-anak dengan gangguan perilaku yang tinggal di
institusi 127 • Kami berhutang pengetahuan kami tentang banyak fakta penting
individu pada studi kasus fenomena kompleks baru yang masih diteliti, seperti
misalnya kelompok remaja di lembaga "rumah terbuka" l28 , pembentukan otoritas
di kelas sekolah l29 , atau perilaku remaja yang berlibur l3O • Pengetahuan tentang
fakta-fakta ini dapat terbukti bermanfaat untuk studi selanjutnya dengan
menggunakan pendekatan yang lebih khusus. Berdasarkan studi kasus, para
peneliti telah menemukan keseragaman perilaku di antara anggota berbagai
kelompok kecil. Hal ini mengarah pada perumusan dan konfirmasi hipotesis
nomologis yang mungkin dapat diterapkan pada semua jenis groupSl3l.
Untuk menetapkan apakah asumsi hubungan antara fakta individu memiliki
karakter nomologis, kita harus menentukan keadaan mana yang selalu ada saat
hubungan tertentu muncul dan keadaan apa yang mungkin tidak ada. Ini adalah
masalah memisahkan kondisi yang diperlukan dan cukup untuk hubungan
tertentu dari faktor kebetulan 132 •
Dalam menguji hipotesis nomologis, teknik eksperimental dan non-
eksperimental dapat diterapkan. Penelitian eksperimental adalah jalur paling
pasti menuju pengetahuan nomologis, tetapi ada banyak contoh yang tidak dapat
digunakan.

Sebuah percobaan didefinisikan sebagai "seri sistematis dan replicably


diinduksi peristiwa di mana pengamatan yang dibuat tentang bagaimana kondisi
invarian setidaknya satu variabel dependen berubah ketika setidaknya satu
variabel independen diubah" 133. Faktor-faktor yang pengaruhnya akan
dipelajari disebut variabel independen; variabel dependen didefinisikan sebagai
faktor yang diasumsikan bergantung pada variabel independen. "Independen"
dan "tergantung" adalah konsep relatif; faktor mana yang mereka tunjuk
tergantung pada masalah yang akan dipecahkan.
Keuntungan metodologis eksperimen terletak pada kenyataan bahwa
fenomena yang akan dipelajari dapat diisolasi dari kondisi sekunder yang
mengganggu, direproduksi sesuka hati dan bervariasi secara sistematis. Berkat
sifat sederhana dari situasi eksperimental, di mana faktor-faktor yang tidak perlu
dikecualikan dan faktor-faktor yang tersisa dikendalikan (yaitu dicegah dari
mempengaruhi hasil) kita dapat menetapkan apakah ada hubungan invarian yang
dianggap ada antara variabel eksperimental. Sebuah contoh yang baik dari
prosedur eksperimental adalah studi yang dilakukan

33
oleh UPPITI dan WHI1E tentang hubungan antara gaya kepemimpinan orang
dewasa (variabel bebas) dan perilaku kelompok anak-anak (variabel terikat ? 34.
Dalam ilmu pendidikan, ada banyak hipotesis yang berhubungan dengan
hubungan antara faktor lingkungan tertentu dan jenis perilaku (atau disposisi
psikis) pendidik yang tidak dapat diuji secara eksperimental untuk alasan praktis
atau etis. Di antara hipotesis ini adalah hipotesis yang membahas pengaruh
faktor-faktor yang tidak dapat diinduksi sesuka hati atau bervariasi (misalnya
kecerdasan orang tua atau jumlah saudara kandung dalam sebuah keluarga). Jenis
lain termasuk hipotesis tentang fenomena yang sangat kompleks yang tidak dapat
dibagi lagi menjadi topik penelitian individu. Dengan demikian, faktor-faktor
komponen tidak dapat diisolasi dan dipelajari secara terpisah sedemikian rupa
sehingga efek dari faktor-faktor yang mengganggu dikecualikan (misalnya studi
tentang sistem sekolah). Alasan etis menghalangi percobaan hipotesis tentang
faktor-faktor yang mungkin akan menyebabkan kerusakan psikis, misalnya
mengurangi kontak siswa dengan teman-temannya, membuat tuntutan yang
berlebihan pada kinerja siswa, mempengaruhi perilaku pendidik dan mitra sosial
dengan cara yang tidak sesuai dengan etika yang ada. kode, dll. Untuk menguji
hipotesis seperti itu, prosedur perbandingan-kausal seperti studi "ex-post-facto"
dan penelitian lapangan digunakan. Prosedur non eksperimental ini memiliki ciri
umum bahwa peneliti membiarkan subjek mereka tidak berubah dan membatasi
diri untuk menganalisis elemen terpilih yang mereka asumsikan terkait satu sama
lain. Dua jenis studi semacam itu dapat dibedakan, tergantung pada apakah studi
tersebut dimulai dari variabel dependen atau independen.
Studi "ex-past-facto" dimulai dengan analisis variabel dependen dan
mencari variabel independen. Fenomena yang diteliti dipandang sebagai akibat
dari faktor penyebab (kondisi anteseden 135 ) yang keberadaannya harus
dibuktikan. Karena kompleks kausal tertentu telah muncul di masa lalu, ia harus
ditemukan setelah ia menghasilkan efeknya. Dengan kata lain, peneliti berusaha
untuk merekonstruksi fakta masa lalu setelah kejadian itu terjadi. 136 • Contoh
prosedur ini adalah studi perbandingan yang tak terhitung jumlahnya yang
mengambil gangguan psikis dan kegagalan atau keberhasilan di sekolah sebagai
titik awal dan menghubungkannya dengan peristiwa di kehidupan lampau. orang
yang terkena dampak. Peristiwa ini secara hipotetis dipandang bertanggung
jawab atas kinerja mereka. Contoh lain akan menjadi studi retrospektif dilakukan
tentang bagaimana pengembangan kepribadian dipengaruhi oleh pemisahan awal
dari seorang ibu dan jangka panjang pelembagaan 137 •
The hipotesis-pengujian jenis penelitian lapangan dimulai dengan variabel
independen dan berusaha untuk menentukan apakah peristiwa diprediksi oleh
hipotesis yang diberikan (variabel dependen) benar-benar terjadi. Salah satu
contoh dari prosedur ini adalah studi yang berhubungan dengan hubungan antara
perilaku guru dan murid hasil belajar 138 •
Dalam ruang yang terbatas, tidak mungkin untuk memperlakukan prosedur
yang tepat yang digunakan dalam menguji hipotesis di antara berbagai jenis studi
atau masalah apakah hasil studi tersebut dapat digeneralisasikan 139 •
Membuktikan adanya hubungan sebab akibat (bukan sekadar korelasi ) adalah
salah satu tugas tersulit yang dihadapi penelitian empiris. Namun, karena

34
presentasi tentang teknik penelitian berada di luar filosofi pengetahuan
pendidikan, saya akan membatasi diri pada beberapa komentar l40 •
Yang penting bagi kita di atas segalanya adalah bahwa konstruksi teori
nomologis yang valid dalam ilmu pendidikan sangat kompleks dan ditambah
dengan sumber kesalahan potensial yang tak terhitung jumlahnya. Banyak
pernyataan teoritis pada kenyataannya terlalu tidak jelas untuk dapat diuji secara
empiris. Di sisi lain, validitas hipotesis yang diuji seringkali sangat terbatas
dalam ruang lingkupnya sehingga tidak berlaku dalam kondisi yang berubah dan
tidak dapat diterapkan pada masalah teknologi pendidikan. Jadi misalnya,
beberapa pernyataan nomologis tentang pembelajaran telah dikonfirmasi melalui
eksperimen dalam kondisi laboratorium yang disederhanakan secara
artifisial. Terdapat bukti empiris bahwa pernyataan ini tidak berlaku untuk cara
siswa belajar dalam kondisi kompleks di lingkungan rumah dan sekolah mereka.
Kami berharap teori-teori ilmu pendidikan yang berorientasi pada realitas
akan memberikan informasi tentang hubungan sebab akibat dalam situasi
kompleks yang ada antara pendidik dan pendidik. Namun, ini berarti berpaling
dari jenis penelitian analitik kausal yang telah mendominasi hingga saat ini, di
mana penelitian dibuat tentang hubungan antara sesedikit dan sesederhana
mungkin berbagai variabel. Sebaliknya, sistem sarana pendidikan yang kompleks
dan efeknya yang bervariasi (disengaja dan tidak disengaja) pada pendidik harus
diteliti, dan kemudian tidak hanya dengan cara yang terisolasi, tetapi melalui
analisis yang mencakup semua dari pengaruh tambahan yang bekerja pada
pendidik situasi tertentu. Dalam rangka untuk lebih dekat mendekati ideal
ini, "multivariat strategi membujur eksperimental" telah direkomendasikan yang
juga harus mempertimbangkan perbedaan individu antara educands l41 • Di bawah
judul "ekologi eksperimental pendidikan", upaya bahkan telah dibuat untuk
melaksanakan komparatif studi kausal-analitik tentang bagaimana seluruh sistem
lingkungan bertindak atas pendidik dan pendidik l42 . Proyek-proyek ini, terlepas
dari aplikasinya yang menjanjikan, memiliki sedikit fitur eksperimen ilmiah,
yang selain sistematis dan dapat direproduksi, juga dapat bervariasi di bawah
kondisi yang terkendali l43 • Untuk mencapai status eksperimen ilmiah, studi ini
harus mencakup Variasi variabel dan hubungan timbal balik sedemikian rupa
sehingga teori yang dicari akan menjadi terlalu rumit untuk pengujian atau
aplikasi.
Upaya untuk meneliti hubungan antara sistem variabel kompleks alih-alih
antara variabel terisolasi tanpa memperhatikan konteks sistemik mereka dapat
mengarah pada teori yang lebih tepat. Ini mengasumsikan bahwa peneliti bisa
mendapatkan gambaran menyeluruh yang memadai dari kondisi yang relevan
yang akan membuat itu mungkin untuk membangun kondisi yang memiliki apa
efek dalam kerangka sistem yang diberikan. Inilah tepatnya yang tampaknya
hanya mungkin dilakukan pada tingkat terbatas dalam pendekatan multivariat
(atau multifaktor) ini. Karena alasan ini, hasil studi tersebut tidak dapat
dipandang secara tegas. Mereka akan selalu tunduk pada berbagai interpretasi
tergantung pada variabel mana (atau kelompok variabel) yang dianggap
(berdasarkan teori yang diandaikan masing-masing) sebagai penentu utama dari
keadaan atau peristiwa yang dipandang sebagai efek l44 •

35
Penyebutan singkat kesulitan-kesulitan ini mungkin cukup untuk
memberikan gambaran tentang kesenjangan antara apa yang dapat dicari, apa
yang mungkin dicapai dan teori-teori ilmu pendidikan yang ada. Yang terpenting,
kita harus ingat bahwa teori ilmu pendidikan, seperti semua teori ilmu sosial
lainnya dan sebagian besar teori ilmu alam, tidak
memiliki ketertutupan dan kelengkapan. Penutupan berarti bahwa faktor-faktor
yang ditentukan oleh konsep teori tertentu hanya ada dalam hubungan satu sama
lain dan tidak dengan faktor lain yang berada di luar lingkup teori. Kelengkapan
berarti bahwa tidak ada variabel yang dihilangkan yang memiliki pengaruh aktual
dan yang penemuannya memerlukan perubahan dalam teori145. Pengetahuan
tentang semua variabel yang relevan dan hubungannya akan menjadi prasyarat
untuk kelengkapan teori. Tidaklah sulit untuk melihat bahwa teori-teori ilmiah
tentang pendidikan masih jauh dari tertutup atau lengkap. Namun, ini juga
berlaku untuk sebagian besar ilmu lainnya.
Situasi ini harus mendorong kerendahan hati, tetapi bukan
kepasrahan. Penelitian ilmu sosial telah membuktikan bahwa kita dapat
menemukan keteraturan nomologis yang dapat diterapkan secara
teknologi146. Hipotesis nomologis ini masih belum lengkap, tetapi dapat
diperbaiki dan dilengkapi dengan hipotesis tambahan.
Seperti dalam setiap sains lainnya, kemajuan pengetahuan dalam sains
pendidikan bergantung pada penggantian pernyataan yang tidak jelas dan tidak
dapat diuji dengan pernyataan yang lebih tepat dan dapat diuji. Selain itu, fakta
individu harus diperiksa, tidak hanya untuk membedakannya, tetapi juga ciri-ciri
umum mereka, dan konsep tipologis harus dirumuskan untuk memungkinkan
kita meninggalkan diskusi umum dan mengajukan pertanyaan khusus. Beberapa
dekade yang lalu, misalnya, kondisi yang relevan dengan pengembangan
kepribadian masih diklasifikasikan secara kasar menjadi tindakan pendidikan
yang disengaja, disposisi turun-temurun, dan "pengaruh lingkungan" (juga
disebut "pendidikan fungsional" dan "pendidik bersama rahasia") 147. Sejak saat
itu, "pengaruh lingkungan" ini (termasuk fenomena pendidikan) dibedakan
dengan lebih tepat. Signifikansi relatif mereka secara teoritis telah dibobotkan
dan menjadi sasaran penyelidikan empiris. Sebagai konsekuensinya kita
mengetahui lebih banyak tentang kegunaan potensinya dalam mencapai tujuan
pendidikan. Dalam perjalanannya, apa yang disebut langkah-langkah pendidikan
yang menjadi fokus pedagogik tradisional terbukti menjadi kepentingan kedua.
Contoh tipikal dari keadaan pengetahuan kita saat ini yang relatif lebih
maju, namun masih tidak memuaskan adalah pernyataan berikut: "Pada
umumnya nada emosi yang menyebar luas

faktor situasi spesifik) dan realisme studi (atau kesesuaian situasional dari


penelitian) di sisi lain (yang mengurangi kemungkinan untuk mengendalikan
kondisi). Cf. lAUCKEN dan SCHICK (1971: 85 dst.).

digunakan oleh orang tua dalam membesarkan anak-anak (dan terutama nada
cinta-menolak) mempengaruhi perkembangan selanjutnya lebih dari teknik
tertentu dalam mengasuh anak (misalnya permisif, restriktif, hukuman,

36
penghargaan) atau kekompakan unit perkawinan "l48. Untuk Seseorang yang
mencari pengetahuan teknologi pendidikan, hipotesis ini masih terlalu tidak
pasti, tetapi hampir tidak dapat disangkal bahwa ini mewakili kemajuan kognitif
atas kepercayaan naif dalam keefektifan "sarana pendidikan" yang ada secara
independen dari aspek emosional situasi pendidikan.
Jika kita mencoba untuk menafsirkan contoh yang dikutip dari hipotesis
nomologis (bersama dengan konsekuensi yang tidak dapat didiskusikan di sini)
dengan cara teknologi, kita dapat mengatakan bahwa empati orang tua yang
positif adalah suatu keharusan, tetapi tidak cukup bagi anak-anak untuk
memperoleh disposisi psikis tertentu. Kondisi A disebut perlu ketika kemunculan
fenomena B tidak mungkin tanpa realisasinya. Namun, kemunculan A saja tidak
cukup untuk kemunculan B. Kondisi lain juga diperlukan. Suatu kondisi
A dikatakan cukup bila realisasinya selalu mengarah pada munculnya B. Namun
demikian, munculnya B tidak berarti bahwa kondisi A yang cukup itu telah
terwujud, karena tidak mungkin pula B dapat dihasilkan oleh kondisi AI ' ~, dll.
"Jika seseorang hanya mengetahui suatu kondisi yang cukup, ia tidak mengetahui
apakah mungkin terdapat kondisi lain yang juga cukup. Jika di sisi lain hanya
kondisi yang diperlukan yang diketahui, maka ia hanya mengetahui kapan
peristiwa tersebut akan terjadi. tidak terjadi "149. Hanya setelah kita mengetahui
tidak hanya yang diperlukan, tetapi juga kondisi yang cukup untuk fenomena B
terjadi barulah pengetahuan kita lengkap. Kondisi yang cukup dan perlu adalah
yang tanpanya B tidak dapat muncul dan yang secara konsisten menghasilkan B.
Karena potensi penerapan teknologinya, maka diperlukan teori-teori ilmu
pendidikan yang menginformasikan kepada kita tentang kondisi yang
diperlukan dan mencukupi untuk munculnya efek tertentu. Yang paling
diinginkan adalah pengetahuan tentang hubungan antara determinan
("penyebab") dan hasil ("akibat") mengikuti model: "Jika A, maka B, terlepas
dari faktor lainnya". Pada kenyataannya, bagaimanapun, yang terbaik yang
biasanya dapat kita temukan tampaknya adalah hubungan bersyarat
yang mengikuti model: "Jika A, maka B, tetapi hanya jika C". Situasi ini bahkan
lebih rumit karena faktor-faktor penentu tertentu dapat setidaknya sebagian
digantikan oleh orang lain ( "Jika A, maka B, tetapi jika F, kemudian juga B"
150). Asumsi ini mendasari pencarian mode akting alternatif 151 .
Contoh ini menunjukkan tidak hanya sejauh mana kesenjangan antara
pengetahuan kausal yang diinginkan dan yang ada, tetapi juga betapa sulitnya
menjembatani. Dengan kata lain, hipotesis dan teori ilmu pendidikan sangat
terbuka 152 • Wawasan ini dapat melindungi kita dari ekspektasi utopis akan
pengetahuan yang lengkap dan pasti, tetapi tidak membenarkan untuk
meninggalkan konstruksi teori-teori ilmu pendidikan yang dapat dicapai
(meskipun tidak lengkap dan tentatif), hanya untuk memuaskan diri kita sendiri
dengan pendapat yang belum teruji tentang pendidikan.

PENERAPAN TEORI DALAM PENJELASAN

Teori menggambarkan hubungan nomologis yang ada di bagian tertentu


dunia nyata. Meskipun dapat diterapkan untuk tujuan yang berbeda, prosedur

37
dasarnya serupa di semua jenis aplikasi. Dalam ilmu pendidikan, aplikasi
teknologi adalah yang terpenting, tetapi karena prosedur itu sendiri paling baik
didemonstrasikan dengan menggunakan model penjelasan, model inilah yang
akan kita gunakan dalam pembahasan berikut.
Kata "penjelasan" memiliki beberapa arti. Penjelasan mengacu pada upaya
untuk menjawab pertanyaan "mengapa": "Mengapa ada sesuatu yang
terjadi" ?; "Mengapa terjadi sesuatu" ?; "Mengapa tidak peristiwa tertentu
terjadi"? Karena itu kami prihatin dengan
153 
penjelasan fakta atau peristiwa individu  • Kami ingin mempelajari sesuatu
tentang kondisi di mana fakta atau peristiwa tersebut terjadi. Seringkali kita juga
berbicara dalam istilah menemukan "sebab".
Mari kita mulai dengan sebuah contoh. Seorang siswa yang cemas dan tidak
aman yang sebelumnya mendapat nilai buruk di sekolah secara konsisten
mendapat nilai bagus di kelas baru dengan guru yang
berbeda. Sebuah penjelasan dicari. Kami mulai dengan mencari teori yang berisi
pernyataan nomologis yang relevan dengan peristiwa yang ingin kami
jelaskan. Dalam kasus khusus ini, tinjauan dibuat dari teori-teori yang berkaitan
dengan hubungan antara sifat murid, metode pembelajaran dan pembelajaran
yang berhasil 154 • Dalam melakukannya, perhatian khusus diberikan pada
hipotesis nomologis yang relevan dengan variabel kepribadian "kecemasan"
155. Dalam pencarian kami, kami menemukan hipotesis yang dikonfirmasi
secara empiris bahwa anak-anak yang gelisah bereaksi jauh lebih positif terhadap
pengajaran yang dipandu dengan tegas oleh guru dan diatur dengan jelas dalam
semua detail daripada yang mereka lakukan pada instruksi yang membuat
mereka banyak kebebasan dalam situasi tanpa pengawasan 156 • Langkah
selanjutnya adalah menetapkan apakah kondisi yang diberikan dalam hipotesis
ada dalam kasus yang akan dijelaskan. Mari kita asumsikan bahwa siswa yang
gelisah sebelumnya menghadiri sekolah di mana kursus diawasi secara longgar
dan setelah pindah sekolah berada dalam situasi yang lebih
diawasi. Jika demikian maka perbaikan kinerja dapat dijelaskan oleh hipotesis
yang disebutkan di atas dan pernyataan deskriptif merinci keadaan konkret
kasus 157 •
Contoh ini menunjukkan bahwa penjelasan terdiri dari deduksi logis yang di
dalamnya terdapat dua jenis pernyataan: pertama, pernyataan nomologis (atau
pernyataan umum) dan kedua, pernyataan khusus atau tunggal yang menjelaskan
kondisi suatu kasus 158 . Dalam contoh kami, pernyataan nomologis berbunyi
sebagai berikut: "Jika siswa yang cemas menerima instruksi yang diawasi
dengan baik oleh guru dan diatur dengan jelas dalam semua detailnya, maka
mereka akan bekerja lebih baik daripada ketika mereka menerima instruksi yang
diawasi secara longgar dan diatur secara minimal". Pernyataan tunggal tersebut
berbunyi sebagai berikut: "Pada poin p ada pada waktu t siswa A yang
gelisah"; "Siswa A yang gelisah menerima instruksi yang diatur secara minimal
dan diawasi secara longgar sebelum pindah sekolah"; "Setelah pindah sekolah,
dia menerima instruksi yang diarahkan dengan tegas dan diatur dengan jelas dari
gurunya". Dari premis-premis ini dimungkinkan untuk mendapatkan pernyataan

38
yang menjelaskan peristiwa-peristiwa yang ingin kami jelaskan pada l59 ; "Siswa
A yang cemas berprestasi lebih baik setelah pindah sekolah".
Dalam bahasa epistemologi, peristiwa yang akan dijelaskan disebut dengan
"penjelasan-peristiwa"; pernyataan yang menjelaskan penjelasan-peristiwa itu
disebut sebagai "pernyataan-penjelasan". Untuk singkatnya istilah
"eksplanandum" biasanya digunakan dan dapat merujuk pada pernyataan
eksplanandum atau peristiwa yang dijelaskannya l60 • Keadaan khusus atau
kondisi individu yang ada baik sebelum atau pada saat yang sama dengan
peristiwa yang ingin dijelaskan disebut "kondisi anteseden" 161. Kedua kelas
pernyataan yang membentuk premis argumen penjelas (yaitu pernyataan
nomologis dan pernyataan tunggal yang menggambarkan kondisi anteseden)
dikelompokkan bersama di bawah konsep "explanans" 162. Sebuah pertanyaan
mengapa harus ditafsirkan mengacu pada kedua bagian penjelasan: "Atas dasar
kondisi anteseden apa dan hukum atau pernyataan nomologis mana peristiwa ini
terjadi"?
Bergantung pada apakah pernyataan nomologis (universal) yang sangat
umum atau probabilistik (statistik) digunakan, kita dapat membedakan antara
dua jenis penjelasan ilmiah. Dalam kasus pertama, kesimpulan mengikuti
kebutuhan logis dari hubungan premis-premis di explanans. Karena
eksplanandum secara logis terkandung dalam explanan, orang dapat mengatakan
bahwa jika explanan tersebut benar (atau mungkin), maka eksplanandum
tersebut juga harus benar (atau mungkin). Karena deduksi logis dibuat di sini,
jenis penjelasan ini disebut penjelasan nomologis deduktif.
Dalam kasus kedua, hipotesis nomologis digunakan di mana diklaim bahwa
dalam kondisi tertentu peristiwa tertentu akan muncul dengan probabilitas
statistik tertentu. Karena explanan tidak mengandung pernyataan nomologis
universal yang akan berlaku untuk semua kasus, eksplanandum bukanlah
kesimpulan yang secara logis diperlukan, tetapi hanya memiliki probabilitas
statistik tertentu. Jenis penjelasan disebut sebuah probabilistik atau induktif
statistik 163 penjelasan. Skema untuk kedua bentuk penjelasan adalah sama, tetapi
penjelasan probabilistik, berbeda dengan deduktif-nomologis, menghasilkan
masalah epistemologis khusus yang tidak memerlukan penanganan lebih lanjut
di sini l64 .
Skema penjelasan yang ideal (deduktif sekaligus induktif) digunakan, tidak
hanya dalam ilmu alam, tetapi juga dalam ilmu sosial dan humaniora. Dengan
penjelasan tindakan manusia dan penjelasan sejarah genetik, bagaimanapun,
masalah khusus muncul dari sifat tindakan yang berorientasi pada tujuan dan
adanya alternatif yang berbeda untuk bertindak l65 . Namun demikian, dapat
dibuktikan bahwa alternatif yang diharapkan - seperti misalnya penjelasan yang
didasarkan pada motif rasional daripada hipotesis nomologis - pada dasarnya
sesuai dengan skema penjelasan yang dijelaskan di atas l66 .
Karena skema ini menggunakan model atau tipe ideal, jelas bahwa
penjelasan aktual akan berbeda dari yang ideal dalam berbagai derajat. Ada
penjelasan yang tidak lengkap, tidak tepat, fragmentaris, dan parsial. Penjelasan
untuk fenomena kompleks seperti yang ditemukan di lingkungan pendidikan
tidak bisa lain adalah tidak lengkap. Dalam rangka untuk menjelaskan peristiwa
yang rumit, kita harus membangun tidak satu, tapi banyak pernyataan

39
nomological. "Lengkap deskripsi dan penjelasan tentang tindakan sosial",
kadang-kadang diusulkan sebagai tujuan ideal untuk penelitian ilmu sosial L67 ,
adalah mustahil l68 . Mari kita perhatikan beberapa contoh fenomena pendidikan
yang membutuhkan penjelasan. Mengapa anak-anak tertentu tidak mampu
berhubungan dengan teman sebayanya? Mengapa beberapa tidak kooperatif
selama instruksi? Mengapa beberapa siswa mengembangkan pengendalian diri
yang meningkat dalam konteks metode pembelajaran "kemitraan" sementara
yang lain dalam konteks ini kehilangan hambatan mereka? Mengapa terapi
bermain berhasil dalam satu kasus tetapi tidak di kasus lain? Secara umum,
mengapa beberapa ciri-ciri kepribadian (jenis perilaku atau disposisi) yang
diinginkan atau tidak diinginkan (berkaitan dengan tujuan pendidikan tertentu)
muncul dalam pendidikan dan? Atau, mari kita alihkan perhatian kita dari
hubungan antara perilaku pendidik dan struktur kepribadian pendidik ke
permasalahan institusi pendidikan. Mengapa hanya 30 hingga 50 persen siswa
dalam sistem sekolah tertentu lulus dalam waktu yang disarankan? Mengapa
persentase siswa yang begitu tinggi membutuhkan bantuan setelah
sekolah? Mengapa pendidikan umum didorong lebih dari pendidikan kejuruan
dalam kurun waktu tertentu dalam sejarah suatu negara? Mengapa ada saling
ketidakpercayaan antara orang tua dan guru?
Dalam setiap kasus ini, fakta-fakta yang sangat kompleks harus
dijelaskan. Seseorang bahkan mungkin keberatan bahwa fakta-fakta ini terlalu
kompleks untuk dijelaskan secara memuaskan. Tetapi meskipun dalam banyak
kasus eksplanandum dapat dirumuskan secara lebih tepat, fenomena dalam
bidang pendidikan yang penjelasannya paling penting secara praktis biasanya
juga sangat kompleks. Dalam area ini tidak mungkin untuk menyederhanakan
sistem yang kompleks sampai tingkat apapun tanpa mengubahnya secara radikal.
Dalam keadaan ini kita harus puas dengan penjelasan parsial atau seringkali
hanya dengan garis besar penjelasan belaka 169 • Dalam kasus penjelasan parsial,
explanan yang disarankan tidak cukup "untuk menjelaskan fenomena
eksplanandum dalam segala hal di mana ia telah dijelaskan; namun, itu
memberikan penjelasan untuk sejumlah aspek ". Dalam garis besar penjelasan,
"eksplanan hanya ada sebagai perkiraan garis besar penjelasan, dalam referensi
yang kurang lebih samar tentang bagaimana data dan hukum anteseden dapat
ditambahkan sehingga penjelasan rasional yang memuaskan. Bahwa kita
berurusan dengan garis besar belaka menjadi jelas dalam kasus di mana saat ini
tidak mungkin untuk memberikan pengetahuan nomologis dengan dasar empiris
yang memadai "170.
Oleh karena itu penjelasan bisa menjadi tidak sempurna karena pengetahuan
yang tidak memadai tentang kondisi sebelumnya atau hukum yang
relevan. Fenomena yang relevan untuk mencapai tujuan pendidikan pada
umumnya ditentukan oleh banyak faktor yang tidak pernah dapat kita temukan
sepenuhnya. Karena tidak hanya objektivasi psikis (tindakan dan karya), tetapi
juga ciri-ciri kepribadian yang relevan dalam situasi pendidikan, peran sentral
dalam pendidikan dimainkan oleh sikap, disposisi emosional, kebiasaan
penilaian dan pandangan dunia yang diperoleh seseorang dari kontak seumur
hidup dengan mitra interaksi. . Kita jarang berpikir tentang seberapa besar
jumlah variabel yang bisa playa peran dalam menjelaskan perubahan

40
perilaku 17L . Saat ini kami paling banyak menyadari sebagian kecil dari kondisi
yang diperlukan untuk menciptakan disposisi psikis yang diinginkan sebagai
tujuan pendidikan dalam situasi tertentu.
Bahkan yang kurang memuaskan adalah pengetahuan kita tentang
keteraturan nomologis yang dapat diterapkan dalam menjelaskan fakta-fakta
yang relevan secara pendidikan. Ini adalah naif untuk membayangkan bahwa
hukum ditemukan dalam penelitian dasar biologi, psikologi atau sosiologi hanya
dapat diterapkan untuk pendidikan. Pernyataan nomologis ini, pada umumnya,
terlalu umum dan penelitian tambahan diperlukan untuk menetapkan apakah
pernyataan tersebut harus digunakan dalam kasus khusus yang ingin kami
jelaskan. Hukum yang berlaku untuk respon tikus yang terkondisikan di kotak
Skinner tidak dapat digunakan secara tidak kritis untuk menjelaskan bagaimana
anak sekolah belajar bahasa asing. Dalam situasi pendidikan kita sering
menemukan faktor tambahan (atau variabel) yang membuatnya sangat berbeda
dari situasi sederhana penelitian dasar sehingga hipotesis yang diverifikasi secara
eksperimental tidak memiliki nilai penjelas 172 • Ini adalah hasil dari praktik
penelitian psikologi eksperimental, yang, sebagaimana telah dicatat, untuk alasan
metodologis berusaha untuk mengecualikan hampir semua rangkaian kondisi
kompleks yang mempengaruhi perilaku orang dalam situasi normal. Hanya jika
kita membatasi diri untuk menggunakan sejumlah kecil kondisi dasar sebagai
variabel independen, kita dapat menentukan pengaruhnya dengan tingkat akurasi
yang relatif tinggi173. Dalam interaksi pendidikan normal, bagaimanapun,
variabel ini tidak muncul dalam bentuk yang terisolasi, tetapi hidup
berdampingan dengan variabel lain yang tak terhitung jumlahnya dalam sistem
yang sangat kompleks.
Untuk semua alasan ini, banyak penjelasan dalam ilmu pendidikan pasti
tidak sempurna. Setiap penjelasan tentatif. Jika deskripsi yang lebih tepat tentang
peristiwa yang akan dijelaskan tercapai, dan jika hipotesis nomologis yang lebih
sesuai atau lebih baik ditemukan, maka penjelasan yang diberikan dapat diganti
dengan penjelasan yang lebih baik. Di mana hukum yang diverifikasi secara
empiris sama sekali tidak ada, dalam kasus terburuk yang mungkin terjadi, kita
harus puas dengan dugaan yang tidak didukung dengan baik atau hanya dengan
"hipotesis yang berorientasi" 174. Selama kita tetap menyadari kekurangan
mereka, penjelasan yang tidak sempurna lebih baik daripada tidak sama sekali,
karena mereka bertindak sebagai stimulus untuk penelitian lebih lanjut ke arah
yang paling menjanjikan.

Prediksi atau prognosis ilmiah adalah argumen yang menjawab pertanyaan:


"Apa yang akan terjadi jika ... ?" Model prediksi yang ideal sangat dekat dengan
penjelasan. Dalam penjelasan, peristiwa yang ingin kami jelaskan telah terjadi
dan hukum serta kondisi sebelumnya dari mana penjelasan dapat diturunkan
dicari setelah fakta. Dalam prediksi, pernyataan nomologis dan pernyataan
berdasarkan pengamatan keadaan konkret (atau kondisi anteseden) sudah
diberikan: prediksi (pernyataan yang menggambarkan peristiwa masa depan)
kemudian diturunkan dari premis ini. Perbedaan antara penjelasan dan prediksi
terletak terutama pada hubungan temporal antara terjadinya peristiwa dan waktu

41
di mana pernyataan diturunkan yang menggambarkan peristiwa ini. Dalam kasus
prediksi, pengurangan dilakukan sebelum terjadinya peristiwa 175 •
Seperti penjelasan, prediksi ilmiah juga membutuhkan pengetahuan tentang
hukum dan kondisi sebelumnya. Berbeda dengan nubuatan, yang tanpa syarat
mengklaim bahwa "x akan terjadi", prediksi merumuskan klaim bersyarat atau
hipotetis: "x akan (atau dapat) terjadi jika hukum tertentu berlaku dan kondisi
tertentu hadir" 176. Karena dalam kasus yang ideal kita dapat mengasumsikan
bahwa semua hukum yang relevan telah diketahui, tugas utama peneliti terletak
pada menentukan kondisi konkret yang diberikan pada situasi awal. Prediksi
tersebut kemudian disimpulkan dari kondisi ini dan hukum yang relevan.
Dalam bentuk logisnya, skema prediksi sesuai dengan penjelasan 177 , tetapi
dalam hal lain terdapat perbedaan yang cukup besar di antara keduanya. Satu
perbedaan penting adalah bahwa dalam penjelasan data tentang kondisi
anteseden berlaku sepenuhnya untuk situasi masa lalu dimana kita dapat
memperoleh informasi yang cukup andal. Di sisi lain, dalam prediksi, perlu
memperhitungkan data tentang kondisi anteseden untuk situasi masa
depan . Jadi, seseorang harus berasumsi bahwa kondisi anteseden yang
ditetapkan telah ada di masa lalu juga akan hadir pada titik waktu mendatang di
mana prediksi dibuat. Ini, bagaimanapun, adalah asumsi hipotetis yang kemudian
dapat disangkal. Antara waktu ketika prediksi dibuat dan di mana peristiwa yang
diprediksi diharapkan akan muncul, peristiwa-peristiwa yang mengganggu
mungkin ikut bermain dan mencegah kemunculannya l78 .
Terlepas dari semua perbedaan antara penjelasan dan prediksi l79 , argumen
penjelasan selalu dapat digunakan dalam kapasitas prediksi, sedangkan
sebaliknya tidak terjadi. Mari kita lihat lagi argumen penjelasan yang kita
gunakan di bab sebelumnya. Hipotesis nomologis berikut sudah
diberikan: "Jika siswa yang cemas menerima instruksi yang diawasi dengan baik
dan diatur dengan jelas dari guru mereka, mereka akan bekerja lebih baik
daripada jika pengajaran diawasi secara longgar dan terstruktur
minimal". Jika dipertahankan dalam pernyataan tunggal bahwa siswa yang
cemas A sampai saat ini menerima instruksi yang kurang diawasi, berstruktur
minimal, tetapi sekarang menerima instruksi yang terorganisir dan diawasi
dengan baik, kemudian menggunakan hipotesis nomologis dan pernyataan
tunggal ini sebagai premis yang dapat kita peroleh prediksi bahwa dalam kondisi
baru siswa A akan berprestasi lebih baik dari sebelumnya.
Setiap prediksi ilmiah terkait dengan asumsi bahwa kondisi awal akan tetap
sama. Namun pada kenyataannya tidak semua kondisi yang ada dalam suatu
situasi pendidikan diketahui. Selain itu, kondisi di mana orang hidup, belajar dan
bertindak tidak pernah tetap sama untuk waktu yang lama; Kompleks kondisi
yang mempengaruhi perilaku masyarakat berubah terus menerus. Oleh karena
itu, prediksi jangka panjang untuk sistem terbuka dan tidak terisolasi dengan
kebebasan besar untuk tindakan spontan - seperti yang terjadi pada orang dan
kelompok sosial - sangat tidak pasti. Bahkan pernyataan nomologis yang
memiliki kekuatan penjelas yang besar tidak membantu dalam prediksi, jika
pengetahuan tentang kondisi khusus yang terlibat kurang. Dengan demikian,
prediksi hanya bisa sama persis dengan pengetahuan kita tentang hukum yang
relevan dan kondisi individu dari kasus konkret. Jika misalnya prediksi yang

42
dibuat tentang prestasi sekolah siswa cemas, tetapi faktor-faktor tak terduga
seperti disfungsi otak yang mengakibatkan dalam hilangnya motivasi yang hadir,
kenaikan diperkirakan prestasi tidak mungkin terjadi.
Dalam membuat prediksi ilmiah, perlu juga mempertimbangkan jenis
pernyataan nomologis dan universal. Karena dalam ilmu pendidikan kita hanya
dapat menggunakan jenis statistik laporan nomological dan generalisasi empiris,
secara fundamental tidak mungkin untuk memprediksi individu acara. Untuk
melakukannya kita harus menggunakan pernyataan nomologis universal sebagai
premis. Jika hanya pernyataan statistik yang tersedia, maka hanya mungkin untuk
membuat prediksi untuk kelas peristiwa. "Kemunculan kasus individu tertentu,
sebaliknya, sama sekali tidak pasti; hal yang mustahil dapat terjadi kapan saja"
180. Bahkan jika kita harus berhasil dalam merumuskan teori perilaku sosial
yang memiliki lebih banyak konten daripada teori kita sekarang, hampir tidak
dapat diharapkan bahwa dengan bantuan mereka prediksi yang dapat diandalkan
untuk praktik pendidikan dapat dibuat dalam setiap kasus individu. Hipotesis
nomologis teori hanya valid untuk kasus "murni" atau "ideal"; di dunia nyata,
karena sejumlah besar variabel yang relevan, perilaku beton individu dalam
situasi yang kompleks menyimpang sangat dari ideal ini 181 • Hal ini tetap
mungkin untuk meningkatkan tidak hanya pengetahuan nomological, tetapi juga
pengetahuan kita tentang kondisi individu dan penggunaan kedua jenis
pengetahuan tersebut untuk berkembang dari prediksi yang sangat tidak tepat ke
prediksi yang lebih tepat.

PENERAPAN TEORI DALAM PEMECAHAN MASALAH TEKNOLOGI


PENDIDIKAN

Pendekatan teknologi menanyakan "Apa yang dapat dilakukan untuk


mencapai tujuan x"? Perhatian utama di sini adalah untuk menemukan kondisi
yang diperlukan dan cukup untuk mewujudkan hasil atau hasil yang
diinginkan. Yang menarik adalah kondisi yang tunduk pada pengaruh kami.
Seperti prediksi, struktur logis yang digunakan dalam memecahkan masalah
teknologi mirip dengan model penjelasan yang ideal. Dalam aplikasi prediksi
teori, pernyataan nomologis dan pernyataan tunggal tentang kondisi anteseden
(kondisi awal atau situasional) sudah diberikan, sementara konsekuensi yang
dihasilkan dari situasi yang diketahui dicari. Dalam penerapan teknologi suatu
teori, pernyataan nomologis dan pernyataan tunggal tentang suatu tujuan sudah
diberikan (yaitu pernyataan yang menggambarkan keadaan atau peristiwa
tertentu yang kita coba wujudkan). Peneliti mencari kondisi anteseden yang akan
menyebabkan terjadinya keadaan yang diinginkan. Dalam istilah logis murni,
masalah akan terpecahkan ketika pernyataan yang menggambarkan keadaan
yang diinginkan dapat diturunkan dari hipotesis nomologis teori dan pernyataan
tentang kondisi yang dicari 182 • Tugas peneliti kemudian terdiri dalam
menemukan kondisi anteseden dalam sosial konkret realitas budaya yang sesuai
dengan hipotesis nomologisnya. Jika mereka tidak dapat ditemukan, dia harus
mencoba untuk mencari tahu apakah dan dengan cara apa mereka dapat dibawa
ke 183 .

43
Sebagai contoh, mari kita asumsikan bahwa tujuan kita adalah untuk
mendamaikan dua kelompok pemuda yang berseteru dan menggabungkan
mereka untuk membuat satu kelompok yang lebih besar. Kami memilih dari
berbagai teori sosio-psikologis yang ada, hipotesis nomologis yang dikonfirmasi
secara empiris bahwa anggota kelompok yang berseteru akan menjadi kurang
antagonis dan mencapai rasa solidaritas kelompok jika mereka berbagi
pengalaman yang sama dan bertindak bersama untuk mencapai tujuan
bersama. Perubahan sikap terjadi terutama dalam situasi di mana "lawan yang
sama", "masalah bersama", "keuntungan bersama", atau "kepuasan bersama"
dialami l84 . Sekarang perlu untuk menentukan kondisi yang berlaku untuk kedua
kelompok yang ada dalam kondisi tertentu pada waktu dan tempat tertentu yang
sesuai dengan komponen-if dari hipotesis nomologis. Misalnya, situasi "cornmon
lawan" dapat dibuat dengan membuat kedua grup ambil bagian dalam
pertandingan olahraga melawan beberapa grup luar lainnya, dll.
Dilihat secara logis, ini adalah model yang sama seperti yang digunakan
dalam penjelasan dan prediksi. Ini digunakan sebagai pernyataan nomologis
tempat dan pernyataan tunggal pada kondisi anteseden. Ini digunakan untuk
menyimpulkan pernyataan yang menggambarkan keadaan atau tujuan yang
diinginkan.

Hipotesis nominal: Pernyataan tunggal:

Kesimpulan tunggal
“Jika anggota kelompok yang berseteru memiliki pengalaman cornmon dan
mengambil bagian dalam aksi kooperatif, maka permusuhan mereka akan
berkurang dan akan muncul rasa identitas kelompok”.
"Di tempat p pada waktu t ada dua kelompok A dan B yang berseteru".
'' Grup A dan B mengambil bagian dalam situasi yang melibatkan pengalaman
cornmon dan tindakan kooperatif Sl-Sn (misalnya kompetisi melawan lawan
cornmon, dll) ".

"Anggota grup A dan B yang berseteru mengurangi permusuhan bersama dan


mengembangkan identitas grup bersama".

44
Masalah teknologi berhubungan dengan sarana yang sesuai untuk
mewujudkan tujuan yang ditetapkan (keadaan atau peristiwa yang
diinginkan). Proses pemecahan masalah dimulai dengan masalah membawa
keadaan atau peristiwa yang dipandang sebagai efek, hasil atau hasil yang
diinginkan. Apa yang dicari adalah totalitas dari kondisi atau penyebab
memproduksi hasil yang diinginkan L85 ; kami ingin menemukan kombinasi
keadaan mana yang dapat digunakan untuk mewujudkannya.
Keadaan atau peristiwa yang ingin kita wujudkan bukanlah satu-satunya
tujuan yang mungkin. Kami juga dapat mencoba untuk mencegah munculnya
peristiwa tertentu atau bekerja melawan keadaan tertentu yang sudah
ada. Dengan demikian, tujuan yang diberikan bergantung pada keputusan, dan
keputusan ini mengandaikan penilaian nilai. Orang hanya akan melihat k untuk
merealisasikan keadaan atau peristiwa yang mereka pandang sebagai positif dan
hanya akan berusaha untuk mencegah hal-hal yang
mereka anggap negatif. Namun, tidak perlu untuk memasukkan penilaian nilai ini
ke dalam sistem pernyataan teknologi pendidikan; sebaliknya, itu cukup untuk
memulai dengan keadaan atau peristiwa yang telah dikejar sebagai tujuan (atau
mungkin dapat dikejar sebagai tujuan). Bahwa setiap keputusan untuk tujuan
tertentu bertumpu pada penilaian nilai tidak perlu dikatakan lagi, tetapi penilaian
nilai ini tidak harus dimiliki oleh sistem pernyataan teknologi. Menilai,
menginginkan atau memilih fenomena sebagai tujuan tidak relevan dengan
pertanyaan tentang kondisi untuk mewujudkannya.
Dalam memecahkan masalah teknologi, diperlukan hipotesis nomologis
yang kemudian komponennya mengandung pernyataan spesifik tentang
fenomena akhir. Dalam contoh kami, hipotesis nomologis
berbunyi: "Jika anggota kelompok yang berseteru memiliki pengalaman yang
sama dan mengambil bagian dalam tindakan kooperatif, permusuhan bersama
mereka akan berkurang dan rasa identitas kelompok akan muncul". Hipotesis
nomologis ini, seperti halnya setiap pernyataan empiris, adalah aplikasi
netral; dapat digunakan dalam mengejar tujuan yang sepenuhnya
berlawanan 187 • Jika kita berusaha untuk mewujudkan keadaan yang dijelaskan
dalam komponen kemudian, kita dapat merumuskan pernyataan teknologi
berikut: "Hasil yang diinginkan atau hasil 'pengurangan permusuhan bersama'
dapat dicapai jika anggota kelompok yang berseteru dibawa bersama dalam
situasi di mana mereka berbagi pengalaman yang sama dan mengambil bagian
dalam tindakan kooperatif ". Di sisi lain, jika kita ingin menghindari keadaan
yang dijelaskan dalam komponen kemudian, kita dapat merumuskan pernyataan
teknologi berikut: "Tujuan 'menjaga permusuhan bersama' dapat dicapai jika
anggota kelompok yang bertikai dicegah untuk berbagi kesamaan pengalaman
dan mengambil bagian dalam tindakan kooperatif ". Strategi kedua ini diikuti
ketika anggota kelompok percaya bahwa sikap bermusuhan terhadap kelompok
lain diperlukan untuk mengikat kelompok mereka sendiri dan mencegah
hilangnya komitmen anggotanya terhadap norma kelompok. Perilaku ini
merupakan ciri khas kelompok agama, ideologis, politik, nasional atau lokal
yang ingin melindungi anggotanya dari pengaruh kelompok dengan norma-
norma yang menyimpang.

45
Hal ini juga memungkinkan untuk menggabungkan isi dari pernyataan
teknologi deskriptif dalam laporan preskriptif mengungkapkan mles atau norma-
norma teknis. Sedangkan pernyataan teknologi hanya memberikan informasi
tentang kemungkinan untuk bertindak, aturan teknis berisi resep untuk
bertindak; mereka menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan. Aturan teknis berbentuk: " Untuk mewujudkan tujuan B,
lakukan tindakan A", atau "Jika ingin menghasilkan hasil B, gunakan cara A" ("B
dicapai melalui A"). Sebaliknya, jika seseorang ingin menghindari hasil B, maka
aturannya adalah: "Untuk menghindari B, jangan lakukan tindakan A",
atau "Jika ingin menghindari hasil B, jangan gunakan cara A" ("non -B dicapai
oleh non-A "). Kedua aturan tersebut bersandar pada hipotesis nomologis yang
sama: "jika kondisi A ada, maka B akan terjadi" ("Jika A. lalu B"). Komponen
kemudian (atau konsekuensi) dari hipotesis nomologis digunakan dalam aturan
teknis sebagai komponen-jika (atau anteseden), sedangkan komponen-if
(anteseden) dari hipotesis nomologis muncul dalam aturan teknis sebagai
komponen kemudian (konsekuensi ). Dengan kata lain, anteseden logis dari
hipotesis nomologis (serta negasinya) muncul dalam aturan teknis
sebagai sarana, sedangkan dalam aturan teknis konsekuensi logis dari hipotesis
nomologis (dan negasinya) membentuk tujuan, hasil atau akhir
l88 
yang diinginkan.  .
Hubungan antara hipotesis nomologis dan pernyataan teknologi (atau
aturan) dapat didemonstrasikan lebih jelas dalam pernyataan model berikut:
"Karena penyebab (kompleks bersyarat) A memiliki efek B, seseorang dapat
(atau seharusnya) menghasilkan A untuk mencapai B ". "Karena penyebab
(kompleks bersyarat) A memiliki efek B, seseorang dapat (atau harus) menahan
diri dari memproduksi A untuk menghindari BU.
Komentar ini harus cukup untuk menyampaikan pemahaman tentang aspek
logis dari penerapan teori dalam memecahkan masalah teknologi. Metode yang
diperlukan dalam kasus konkret biasanya jauh lebih rumit. Banyak konsep psikis
disposisi dan kompleks disposisional yang telah ditetapkan sebagai tujuan
pendidikan hanya didefinisikan secara samar dan kondisi yang diperlukan untuk
penampilan mereka tidak jelas. Ada kekurangan hipotesis nomologis yang
relevan dan seringkali hipotesis yang tampaknya relevan terlalu umum untuk
penerapan teknologi dalam kondisi tertentu. Selain itu, tidak semua hipotesis
nomologis yang cocok untuk menjelaskan fenomena cocok untuk menghasilkan,
mencegah, atau mengubah fenomena ini. Tidaklah cukup hanya terbiasa dengan
kondisi di mana efek yang diinginkan bergantung; melainkan yang penting dalam
teknologi adalah pengetahuan tentang kondisi-kondisi yang dapat dipengaruhi.
Alasan lain untuk kerumitan besar masalah teknologi adalah bahwa dalam
kasus konkret (berlawanan dengan kondisi yang termasuk dalam model yang
disederhanakan) kita tidak pernah hanya berurusan dengan satu tujuan
pendidikan; sebaliknya, setiap tujuan adalah bagian dari tujuan yang lebih
kompleks yang juga harus dipertimbangkan. Dalam kompleks tujuan ini ada juga
tujuan yang menunjuk disposisi psikis yang hampir tidak cocok untuk satu dan
orang yang sama, misalnya "kemampuan untuk berpikir kritis tentang ideologi",
di satu sisi, dan "keyakinan" agama, ideologis atau politik di lain. Di atas

46
segalanya, bagaimanapun, ada bahaya bahwa sarana yang sesuai untuk
mencapai satu tujuan akan menghalangi atau mencegah pendidik tertentu
mencapai tujuan lain . Jadi filsafat kadang-kadang diajarkan sebagai sejarah
intelektual komparatif, dimana ia secara kritis direlatifkan. Hal ini dapat
melemahkan daya tanggap terhadap keyakinan agama atau, dilihat secara lebih
umum, pada orientasi ideologis seseorang, perasaan aman dan kemampuan untuk
bertindak secara moral. Masalah utama dari teknologi pendidikan adalah efek
samping yang tidak diinginkan 189 yang mungkin secara tidak sengaja
ditimbulkan dengan menerapkan cara-cara tertentu untuk tujuan yang diinginkan,
seperti misalnya ketika menyadari disposisi psikis yang dipilih sebagai tujuan l90 •
Dengan memeriksa hubungan yang sangat kompleks di mana tindakan
pendidikan dilakukan. dimaksudkan untuk campur tangan, kita bisa lebih
memahami mengapa kita masih jauh dari memiliki teknologi pendidikan
yang didasarkan secara teoritis dan mengapa kita masih sangat bergantung pada
metode coba-coba yang tidak dapat diandalkan. Pendekatan teknologi terhadap
ilmu pendidikan tidak mempromosikan kepercayaan yang naif dalam
perencanaan (seperti yang dikira beberapa pengkritiknya), tetapi sebaliknya
membuat kita sadar betapa sedikit pengetahuan ilmiah yang kita miliki tentang
kondisi untuk keberhasilan pendidikan.
 

lb. Historiography of Education

Historiografi merupakan sebuah kajian tentang metode sejarawan dalam


mengembangkan sejarah sebagai disiplin akademis dan secara luas. Definisi
historiografi yang lain yaitu setiap karya sejarah tentang topik tertentu.
Tujuan historiografi yaitu untuk menulis peristiwa di masa lalu secara
kronologis dan sistematis. Kata historiografi tersusun dari kata history yang
artinya sejarah dan graph yang artinya tulisan. Sehingga bisa dikatakan bahwa
definisi historiografi yaitu tulisan sejarah baik yang memiliki sifat ilmiah
(problem oriented) ataupun yang tidak ilmiah (no problem oriented). Problem
oriented yaitu karya sejarah yang ditulis dan bersifat ilmiah dan berorientasi
terhadap pemecahan masalah yang penulisannnya memakai seperangkat
metode penelitian. Lalu no problem oriented yaitu karya tulis sejarah yang
ditulis tidak berorientasi terhadap pemecahan masalah dan ditulis secara
naratif, serta tidak memakai metode penelitian. Definisi historiografi menurut
para ahli, salah satunya Louis Gottschalk . Menurut Louis Gottschalk
mendefinisikan historiografi adalah bentuk publikasi, baik dalam bentuk lisan

47
maupun tulisan mengenai peristiwa atau kombinasi peristiwa-peristiwa di
masa lampau. Kemudian menurut Menurut Haryono Historiografi
merupakan suatu kisah masa lampau yang direkontruksi oleh sejarawan
berdasarkan fakta yang ada.
Berkenaan denan subjeknya yakni pendidikan, historiografi pendidikan
menurut Brezinka (1992) adalah subdisiplin ilmu pendidikan empiris. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa historiografi pendidikan adalah fenomena
pada masa lampau mengenai pendidikan yang direkontruksi oleh sejarwan
berdasarkan fakta yang ada. Ada banyak subdisiplin ilmu pendidikan empiris,
diantaranya yang terdapat dalam Brezinka (1992) yakni sejarah pedagogi,
ilmu pendidikan sejarah, sejarah pendidikan, historiografis pedagogis,
historiografi pendidikan dan penelitian sejarah. Dasar dari semua disiplin
sejarah ini sama bahwa pernyataan tentang sebuah fenomena dapat diakses
oleh pengalaman dan menjadi sebuah fakta fenomena yang ada di masa lalu
tidak mengubah

48
situasi, untuk alasan ini semua disiplin sejarah tunduk pada peraturan metodologis umum
yang berlaku untuk semua ilmu pengetahuan empiris. Brezinka (1992) menjelaskan bahwa
historiografi pendidikan tidak mengacu pada sejarah pendidikan sebagai tindakan masa lalu,
tetapi lebih kepada penyelidikan ilmian dan deskripsi tindakan pendidikan masa lalu. Dalam
hal ini ungkapan ambigu “pedagogik” harus dihindari bahwa tindakan yang dimaksud oleh
Brezinka bukan sebagai pedagogik, karena pedagogik hanya mengacu pada sistem
pernyataan atau teori pendidikan. Sedangkan dalam displin yang dimaksud oleh Brezinka
adalah kita memperhatikan semua fenomena sejarah yang berhubungan dengan pendidikan
serta hubungannya dengan sosial budaya. Kami pada titik ini berurusan dengan penelitian
pendidikan sejarah yang dilakukan oleh sejarawan pendidikan. Oleh karena itu saran
Brezinka adalah menamai sistem pernyataan yang memuat hasil penelitian ini sebagai
“historiografi pendidikan”, dengan menekankan pada tindakan menulis (Yunani:
historiographia: historia yakni sejarah dan graphia adalah menulis), sebutan ini paling cocok
untuk mengingatkan kita bahwa hasil penelitian sejarah tidak boleh hanya dilihat sebagai
refleksi atau penggambaran kejadian masa lalu yang sebenarnya, tetapi sebagai kontruksi
hipotesis yang dibuat oleh sejarawan.
Namun, dalam fondasi epistemologis dan teknik penelititannya, teori ini terikat pada
peraturan yang ditetapkan untuk penelitian historis. Penelitian historis adalah mempelajari
dan menggali fakta-fakta dan menyusun kesimpulan mengenai peristiwa masa
lampau. Peneliti dituntut menemukan fakta, menilai dan menafsirkan fakta yang diperoleh
secara sistematik dan obyektif. Pendidikan berlangsung seiring dengan zaman dan tentu
menjadi bagian dari masa lalu. Bagian pendidikan yang terbentang di masa lalu jauh lebih
terbentang dari masa sekarang. Pendidikan terdiri atas kejadian masa lalu, atau sejarah dan
termasuk bidang materi pelajaran ilmu pendidikan seperti halnya pendidikan saat ini.

2.2. Pandangan Wolfgang Brezinka Mengenai Historiografi Pendidikan


Untuk mendapatkan pengetahuan tentang kejadian masa lalu, kita harus menggunakan
penelitian historis. Begitu juga pendidikan sudah tentu memiliki masa lalu, pendidikan
memiliki subdisiplin sejarah dimana fenomena pendidikan di masa lalu yang relevan dapat
di akses dan diselidiki. Historigrafi pendidikan muncul tidak semata-mata terdiri dari
tindakan pendidikan masa lalu, tetapi mencakup semua aspek lain dari situasi atau bidang
pendidikan masa lalu, serta hubungan mereka dengan sistem sosial budaya yang lebih besar
pada zaman mereka. Pokok bahasan hitoriografi pendidikan tidak semata-mata terdiri dari
tindakan pendidikan masa lalu, tetapi mencakup semua aspek lain dari situasi atau bidang
pendidikan masa lalu, serta hubungannya dengan sistem sosial budaya. Tindakan pendidikan
mengandaikan refleksi teoritis tentang pendidik, situasi khusus mereka, tujuan, sarana, efek
pendidikan dan bagaimana pendidik menyesuaikan diri melalui rencana teoritis, model atau
intruksi untuk bertindak berdasarkan pendidikan. Oleh karena itu unsur-unsur teoritis ini
juga merupakan bagian esensial dari pokok bahasan penelitian sejarah tentang pendidikan.
Teori pendidikan masa lalu, literatur pendidikan masa lalu atau pedagogik masa lalu juga
termasuk dalam pokok bahasan historiografi pendidikan.
2..2.1 Pandangan Yang Berbeda Pada Tugas Historiografi Pendidikan
Apakah seseorang yang memandang “ilmu pendidikan (atau pedagogik ilmiah)” sebagai
ilmu murni empiris atau sebagai ilmu normatif akan mempengaruhi pendapat seseorang
tentang tugas atau tujuan historiografis pendidikan. Para pendukung ilmu pendidikan
empiris berpendapat bahwa penelitian sejarah dibidangnya memiliki tujuan yang sama
seperti dalam ilmu sosial dan budaya lainnya. Analisis keseluruhan materi sejarah dianggap
sangat penting untuk ilmu pendidikan, karena sebagai bagian terakhir yang harus
mendukung teori-teorinya dengan basis empiris seluas mungkin. Penelitian ini harus
menambah pengetahuan kita tentang berbagai macam fenomena pendidikan. Menurut
pandangan analitik-empiris ini, historiografi pendidikan tidak boleh dibatasi oleh norma
ideologis, moral atau politik yang sudah ada sebelumnya, dan juga tidak boleh dibuat untuk
melayani tujuan praktis dalam mendukung atau memberikan membenarkan norma-norma
yang diakui oleh kelompok-kelompok kontemporer partisan. Sebaliknya menurut para
pendukung pedagogik non-pribumi, mereka berpendapat bahwa sejarah dalam pendidikan
harus mengejar tujuan praktis. Mereka berpandangan bahwa objektivasi psikis masa lalu
mengenai norma dapat digunakan dan dibenarkan untuk tindakan pendidikan dan keputusan
kebijakan pendidikan saat ini. Namun dalam historiografi pendidikan dimungkinkan untuk
membuat norma-norma pendidikan teknis yang dirumuskan di masa lalu bisa digunakan
dalam situasi pendidikan kontemporer, tetapi pengetahuan tentang norma-norma tersebut

1
tidak boleh disamakan dengan pengetahuan yang didasarkan secara teoritis tentang
kegunaanya. Oleh karena itu historiografis pendidikan diharapkan tidak hanya untuk
memberikan pengetahuan tentang norma-norma teknis untuk pendidikan, tetapi juga
memberikan kontribusi untuk memperoleh, memvalidasi, dan mendukung norma tersebut.
Perbedaan sejarah pendidikan dan sejarah pengajaran masing-masing dan teori dibuat
cukup awal. Sejarah praksis pedagogis kontras dengan sejarah pendapat pedagogis dan
ajaran pedagogis tentang sejarah sistem pendidikan atau sejarah dengan sejarah literatur
pedagogis. Topik yang disebutkan pertama termasuk dalam sejarah budaya dan sosial,
sedangkan yang kedua termasuk sejarah intelektual dan sebagian sejarah ilmu pengetahuan.
Banyak yang membandingkan hubungan antara kedua bidang ini dengan sejarah antara
gereja dan dogmase. Perbandingan ini bagaimanapun, seharusnya mengingatkan kita bukan
hanya perbedaan antara norma dan cara orang yang menurutinya, tapi juga hubungan erat
antara kedua cabang sejarah pendidikan seperti halnya gereja yang tidak dapat eksis tanpa
dogma. Sistem pendidikan juga tidak akan ada tanpa opini, prinsip atau teori pendidikan
praktis. Sebaliknya, sistem pemikiran pedagogis dari zaman yang berbeda selalu
menerapkan praktik pendidikan tertentu sebagai prasangka dan referensi acuan. Isi teori dan
praktik pendidikan zaman sekarang tentu dapat dibedakan dalam hal kontras antara ideal dan
nyata. Tentu saja mereka juga dapat dipelajari secara terpisah dengan menggunakan
pendekatan yang lebih khusus, namun hal ini masih dapat terjadi dalam subdisplin historis
yang sama dalam ilmu pendidikan.
Menurut Brezinka (1992) bahwa studi historis dalam pedagogik cenderung menekankan
sejarah gagasan pendidikan dan sistem sekolah, namun dalam historiografi pendidikan studi
historis lebih cenderung bahwa situasi pendidikan dipandang sebagai fungsi variabel yang
berpusat pada kehidupan politik dan sosial masyarakat yang berbeda dan bahwa kebutuhan
dan keadaan sosial umum dipandang sebagai kunci ke bentuk di mana pendidikan pada
zaman tertentu mengekspresikan dirinya sendiri. Fenomena pendidikan yang paling relevan
dengan tugas normatif adalah keyakinan agama dan pandangan dunia, norma moral, adat
istiadat, gaya hidup dan ajaran pendidikan yang timbul. Perhatian utama mereka adalah
dengan sejarah “analisis struktural” intelektual dalam arti penafsiran yang menilai
kepercayaan tradisional. Tujuannya adalah untuk mendapatkan, membenarakan atau
mendukung norma-norma untuk digunakan dalam menafsirkan dunia dan menjalankan

2
kehidupan seseorang. Menurut pendekatan hemeneutis, historiografi pendidikan mempunyai
noram utama menciptakan konsensus tentang norma-norma masa lalu. Berdasarkan contoh
tokoh-tokoh penting yang mempercyainya dan teks yang dipilih berdasarkan keputusan
normatif awal. Adapun menurut Brezikna (1992) subordinasi penelitian historiografi
pendidikan tentang pendidikan ke tujuan normatif dapat ditemukan, tidak hanya dalam
bentuk pedagogik praktis yang “konservatif” yang berkaitan dengan pelestarian tradisi,
tetapi juga dalam bentuk progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan tradisi yang
ada. Setiap kelompok terlibat dalam ideologis kontemporer berusaha untuk mengikuti
pandangan dunianya sendiri, mencoba mengguanakan sejarah untuk digunakan sendiri. Ini
mengarah pada penyajian peristiwa, teks, dan gagasan sepihak yang ditafsirkan sebagai
penegasan ajaran kelompok. Historiografi pendidikan diharapkan dapat memperluas
cakrawala kita dengan mencari pendidikan diseluruh kehidupan budaya dan unit sosial
masyarakat. Adapun bidang studi historiografi pendidikan lainnya adalah pendidikan
keluarga, suku, lingkungan, atau masyarakat, majelis religius, kelompok sejawat, asosiasi
profesi dan pabrik, di unit militer, di kulb, dll. Historiografi pendidikan berpegang teguh
pada prinsip panduan untuk mempelajari hubungan antara tujuan, maksud dan hasil.

ll. Philosophy of Education

BAB II FILSAFAT PENDIDIKAN

(Jerman: Philosophie der Erziehung; Prancis: philosophie de l'education; Italia: filosofia dell'
educazione; Spanyol: filosofia de la educacion; Rusia: filosofija vospitanija)
Di satu sisi, tujuan pendidikan sangat penting untuk memutuskan
pertanyaan pedagogis setiap individu, sedangkan di sisi lain, mereka
bergantung pada pandangan dunia yang lengkap, yaitu pada totalitas
pandangan tentang nilai dan makna hidup manusia.
Ini, bagaimanapun, sejak dahulu kala dianggap sebagai yang pertanyaan
filsafat terakhir. Jadi, pedagogik pada dasarnya bergantung pada
filosofi. JONAS COHN (1919) 1

3
Karena kata "filsafat" memiliki banyak arti, banyak hal yang berbeda dapat diartikan dengan
ungkapan "filsafat pendidikan". Sebagai langkah pertama, kita harus membedakan Filsafat
sebagai suatu kegiatan atau proses berpikir dan filsafat sebagai suatu sistem pernyataan.

Dalam buku ini kata "filsafat" selalu digunakan untuk menunjukkan sistem pernyataan, hasil
pemikiran filosofis atau produk dari aktivitas filosofis.

Apa itu karakteristik sistem pernyataan filosofis? Ciri-ciri apa yang membedakan filsafat dari
sistem pernyataan bukan milik filsafat?

Apa bidang studinya atau itu bidang masalah filsafat? Sebelum kita dapat memperoleh
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan, pertama-tama perlu untuk
menyelidiki pertanyaan-pertanyaan ini.

A. KONSEP-KONSEP FILOSOFI
Sejak kata itu pertama kali muncul dan berlanjut hingga saat ini, pernyataan itu sistem yang
disebut "filosofi" memiliki perbedaan yang luas dalam tujuan, isi dan metode validasi. Dalam
bahasa Yunani kuno, "filsafat" pada awalnya dipahami sebagai pengetahuan yang dihargai demi
kepentingannya sendiri.

Filsafat pada awalnya merupakan ilmu universal Pokok bahasan utamanya termasuk alam,
manusia, moral, negara, seni dan aturan untuk berpikir benar. Di Selain bidang masalah teoritis
murni ada juga segera dikembangkan praktis fokus. Filsafat menggabungkan teori tentang dunia
dan teori tentang menjalani kehidupan yang baik, yaitu filsafat alam dan moral. Setelah kematian
ARISTOTLE kesatuan ini bubar karena pertumbuhan pengetahuan membuatnya perlu untuk
mengkhususkan diri. Ilmu individu dikembangkan dan nama "filsafat" sejak saat itu digunakan
terutama dalam arti "agama terpelajar" atau ajaran moral tentang perilaku hidup yang benar.
Sejak itu, Kata "filsafat" memiliki arti sekunder tambahan dari "agama semu", a"doktrin sekuler
tentang keselamatan" dan "ajaran kebijaksanaan".

Di Eropa Kristen, tugas memberikan pengetahuan agama diserahkan kepada teologi.Istilah


"filsafat" sekali lagi digunakan untuk memaksudkan semua pengetahuan non-teologis yang
didasarkan padaalasan (kecuali yurisprudensi dan kedokteran). Sejak abad ketujuh belas.

Namun, ilmu-ilmu khusus telah secara definitif memisahkan diri dari filsafat. Pada abad
kesembilan belas dan kedua puluh yang terakhir dari disiplin yang sebelumnya dianggap menjadi
bagian dari filsafat: logika, psikologi, ilmu politik dan pedagogi akhirnya menjadi otonom.

Filsafat terutama diturunkan untuk mempelajari masalah memperoleh pengetahuan


(epistemologi). Dasar epistemologis baik dari ilmu individu dan sistem pernyataan non-ilmiah,
telah menjadi yang utama bidang masalah yang terus menjadi tanggung jawab filosofi.

4
Bagaimanapun, terus ada pemahaman dalam filsafat sebagai pandangan dunia dan sebagai
panduan praktis untuk hidup. Alih-alih menurun, "filosofi" menjadi lebih relevan sebagai:
Kemunduran dari agama, sekularisasi kepercayaan, hilangnya pola hidup tradisional dan
ketidakamanan yang disebabkan oleh krisis makna, skeptisisme dan nihilisme telah
menyebabkan - terjadi di Late Antiquity- untuk mencari dan menyediakan pandangan dunia
dasar dan moral-ajaran orientasi dengan nama "filsafat". Berikut Ini kelas filsafat menurut
Brezinska

1. pandangan umum atau ideologi filsafat atau filsafat sebagai "ideologi spengganti agama
2. filsafat sebagai" sistem aturan untuk menguasai kehidupan "atau sebagai pedoman hidup
3. Filsafat sebagai sistem pernyataan teoritis yang dipahami secara independen temuan dari
ilmu individu dan pandangan dunia;
4. filosofi sebagai satu kesatuangambar meringkas hasil dari ilmu individu; dan
5. filosofi sebagaipenyelidikan prinsip-prinsip dasar, sebagai teori dan kritik terhadap
pengetahuan.

Contoh HUSSERL menyebut filosofi fenomenologisnya sebagai "sains ketat". Dan menganggap
intuisi ("Wesensschau") sebagai metode yang dapat diterima, sedangkan dari sudut pandang
Pandangan filsafat analitis tidak memiliki karakteristik esensial ilmu pengetahuan, yaitut
stabilitas pernyataan intersubjektif yang dihasilkan dengan menerapkan metode ini

Filsafat ini disebut "normatif" untuk menghindari kebingungan dengan "meta-etika ", cabang
filsafat analitik-epistemologis yang meneliti yang sudah ekspresi dan pernyataan etis dalam
istilah epistemologis3

Gambaran keseluruhan dari tiga kelas utama nama "filsafat", kita bisa menyelidiki arti "filsafat
pendidikan" dengan penafsiran etimologis, leksikal, operasional dan subjektif.

B. PANDANGAN TENTANG FILOSOFI PENDIDIKAN


Teks tentang "filsafat pendidikan" mengungkapkan pendapat yang agak berbeda, topik atau
materi pelajaran mana yang termasuk dalam bidang pengetahuan ini. Setidaknya ada delapan
makna kata atau delapan kelas sistem pernyataan yang diberikan menurut kriteria analitik-
epistemologis. Yaitu:

1. "filsafat pendidikan" atau "pedagogik filosofis" merupakan sistem pernyataan ilmiah-


empiris tentang pendidikan yang hanya tidak signifikan ditambah dengan pernyataan
normatif.
2. Dalam "filsafat pendidikan" dipahami sebagai ilmu universal dalampengertian Platonis-
Aristotelian atau abad pertengahan dari kata "filsafat", yaitu sebagai kombinasi ilmu
pendidikan empiris, normatif, metafisik dan analitik-epistemologi

5
3. "filsafat pendidikan" digunakan untuk merujuk pada praktik teori pendidikan (atau dalam
terminologi kami sistem pedagogik praktis).
4. "filosofi pendidikan" juga mengacu pada sistem pernyataan yang berhubungan dengan
pengaruh yang diberikan doktrin filosofis pada teori pendidikan
5. doktrin filosofis dipelajari menurut apa yang mereka katakan baik secara langsung
maupun tidak langsung(sejauh dapat direkonstruksi dengan interpretasi) tentang
pertanyaan-pertanyaan pendidikan.
6. Terkadang sistem pernyataan secara tegas ditetapkan sebagai "filosofi analitik pendidikan
tidak terbatas" filosofipendidikan "dalam pengertian filsafat analitik atau epistemologis
7. Di bawah nama "filosofi pendidikan" kami juga menemukan sistem pernyataan yang
dapat disebut filosofi pandangan dunia pendidikan. Sistem pernyataan ini berbeda secara
luas menurut isi filsafat pandangan dunia yang mendasari mereka. Perbedaan lama antara
filsafat teoretis dan praktis (metafisik, ontologis, filosofis-antropologis)
8. Istilah "filosofi pendidikan" atau ungkapan terkait paling sering digunakan untuk filosofi
normatif pendidikan.

C. KEKURANGAN NORMATIF DARI NORMATIF-DESKRIPSI


PEDAGOGI
Dalam teori praktis pendidikan, dari mana pedagogika ilmiah berasal, COMENIUS mengusulkan
sebagai tiga tujuan teori pendidikan "kebahagiaan" (harmoni dengan Tuhan), "kebajikan" dan
"seni".

Porsi utama karyanya didedikasikan tentang bagaimana anak-anak harus dibimbing untuk
memperoleh disposisi psikis ini. Dalam teori pendidikandari jenis ini keyakinan religius dan
moral masyarakat tentang nilai hierarki objek dan tujuan potensial, makna hidup, kebajikan dan
kejahatan dimasukkan ke dalam doktrin pendidikan tanpa pembenaran eksplisit, karena memang
demikian adanyad ianggap terbukti dengan sendirinya.

Tujuan ini harus dicapai melalui pendidikan dimulai pada abad kesembilan belas dengan upaya
pertama untuk membatasi ilmiah dari teori pedagogik seni pendidikan, pendidikan berusaha
mengembangkan kombinasi disiplin normatif-deskriptif.

llmu pedagogik telah memenuhi tugas normatif. Konten normatif umumnya menurun lebih dari
itu tumbuh. Penulis menyerukan "humanisasi manusia" melalui humanitarianisme humanisasi
hubungan interpersonal. Ketika mencoba untuk menetapkan tujuan yang konkrit, sebagai
pendidik harus berurusan dengan yang spesifik dalam kondisi tertentu, pengalaman telah
menunjukkan bahwa "dalam ideal keduniawian ... nilai-nilai etika yang menyusun secara
keseluruhan makna dan isi hidup kita.

6
Demikianlah tujuan pendidikanmenjadi bukti di sini; ia berlaku untuk setiap orang mengikuti
analisis kami tentang situasi saat ini.Apa yang 'pada akhirnya' didasarkan pada mereka bukanlah
hal yang sangat penting ".

Berdasarkan wawasan tentang "historisitas keberadaan manusia", pendidik dengan normatifnya.


berkontriibusi terhadap etika tindakan pendidikan. Alasan untuk ini berkaitan terutama dengan
keadaan yang tidak memadai pengetahuan teknologi tentang pendidikan.

Saat ini pengetahuan ilmiah masih kurang hubungan antara tujuan dan sarana yang didefinisikan
secara tepat dan efektif dalam keadaan tertentu. Jadi pedagogik normatif-deskriptif - terlepas dari
semua desakan pada praktiknya berisi tidak hanya sedikit wawasan tentang teknologi
pendidikan, tetapi juga norma yang konkret dan beralasan.

Meskipun didefinisikan dengan jelas, dibutuhkan norma-norma konkrettindakan pendidikan,


justru inilah yang kurang. Meskipun norma keilmuanberkenaan dengan penilaian nilai dan
pernyataan normatif hanya dapat berarti bahwa mereka seharusnya divalidasi, ini dilakukan
secara tidak memadai atau tidak dilakukan sama sekali.

Kekurangan normatif dari pedagogik ilmiah normatif-deskriptif campuranakan menjadi kurang


kritis jika bukan karena satu hal. Banyak ahli teori pendidikan juga memilikinya. pertama-tama
perlu dibedakan masalahnya dari yang terkait denganpenilaian nilai dan norma yang
diperlakukan dalam ilmu pendidikan empiris dan difilosofi pengetahuan pendidikan (atau meta-
educology).

D. NILAI DAN NORMA SEBAGAI MASALAH EMPIRIS,


NORMATIF DAN EPISTEMOLOGIS
Wilayah yang terdiri dari valuasi dan norma tidak hanya luas dan sulit untuk disurvei, tetapi
setidaknya secara teoritis kontroversial seperti cabang pengetahuan lainnya. Kata kunci dari
subjek ini ambigu, misalnya '' nilai '', "norma", "moralitas", "moral", atau "baik"

Ada kekurangan konsep yang jelas dan bahkan ada kesepakatan tentang interpretasi dan
klasifikasi dasar empiris. Yang lebih luas adalah ketidaksepakatan tentang kemungkinan dan
metode yang terlibat dalam mengenali nilai dan norma pembenaran.

Berikut ini menjelaskan tugas-tugas filsafat pendidikan normatif, kita harus membedakan antara
masalah empiris, normatif dan epistemologis.

1. empiris masalah keprihatinan valuasi dan norma-norma sebagai fakta psikis dan sosial
dibaik dulu maupun sekarang. Masalah-masalah ini ditangani dalam ilmu empiris. tugas
utamanya adalah mengumpulkan, mendeskripsikan, menafsirkan, membandingkan,
mengklasifikasikan dan menjelaskan fenomena tersebut.

7
Beberapa masalah bersifat psikologis. Antara lain, ini masalahproses psikis yang terlibat
dalam menilai dan memilih, dalam perilaku yang berorientasi pada tujuan,motivasi,
sentimen moral, pengembangan kesadaran nilai, kemampuan membuatdiskriminasi moral
dan bertindak secara moral, perbedaan individu dalam menilai dan mematuhidengan
norma, serta psikopatologi penilaian dan perilaku moral.
2. Kajian normatif dapat dipahami baik dalam arti sempit maupun luas. Didalam pengertian
sempit, itu adalah masalah pertanyaan "Apa yang harus saya lakukan?" Dalam arti luas,
misalnya pertama: "Bagaimana seharusnya menilai? Menetapkan norma hanya mungkin
setelah kita menganggap nilai positif atau negatif fenomena dan membentuk hierarki
barang (atau nilai).

Selanjutnya tujuan tertinggi (ideal, nilai, baik) kehidupan dapat diberi nilai dan makna.
Untuk banyak alasan, ini termasuk di antara masalah normatif. Konsepsi ini sesuai
dengan tradisi kembali ke ARISTOTLE, yang menurutnya tugas etika atau filosofi moral
tidak hanya untuk menetapkan norma, tapi di atas semua untuk menjawab pertanyaan
untuk kebaikan tertinggi, tertinggi (atau benar) tujuan, yang hirarki yang tepat atas barang
(atau nilai) dan determinasi manusia.
Dengan demikian kategori masalah normatif dalam arti luas meliputi pertama-tama
masalah penilaian yang harus diperlakukan secara (non-deskriptif, penilaian atau)
normatif teori nilai (aksiologi).
Penting untuk diingat bahwa penilaian moral hanyalah satu kategori antara lain. Ada juga
konsep nilai pengetahuan, hukum, agama, kegunaan,efisiensi, kecantikan, vitalitas, dll.
Jika pendidik dan pembuat undang-undang yang peduli dengan pendidikan ingin
memperoleh hakorientasi normatif, itu adalah mutlak diperlukan bahwa jawaban
ditemukan untuk berbagaipertanyaan tentang penilaian. Ini berlaku untuk semua aspek
situasi pendidikan danterutama untuk tujuan dan sarana. Sebagai contoh, orang hanya
perlu memeriksa masalah terlibat dalam memilih bahan ajar dari warisan budaya atau
pembelajaran tertentukonten dari berbagai macam materi pelajaran yang tersedia.
"aksiologi pedagogis", area ini termasuk didaktik diarti kata yang lebih sempit (sebagai
teori isi pengajaran), yang untuk sebagian besar identik dengan apa yang sekarang
disebut "teori kurikulum".

Faktor sentralnya adalah nilaipenilaian, karena hanya setelah penilaian dibuat barulah
mungkin untuk menetapkan norma.Masalah penetapan norma merupakan sub bidang
kedua dari masalah normatif.

Untuk filsafat pendidikan normatif itu di atas semua penting untuk membedakan antara
norma yang menyatakan bahwa sesuatu harus menjadi dan normamenyatakan bahwa
sesuatu harus atau tidak seharusnya dilakukan.

8
Yang pertama disebut cita - cita, itu norma perilaku terakhir (resep untuk bertindak atau
menahan diri dari tindakan). Dalam kasus cita-cita seseorang dapat membedakan antara
cita-cita kepribadian dan cita-cita masyarakat. SejakCiri-ciri kepribadian pendidik selalu
menjadi sasaran tindakan pendidikan, normatif Teori cita-cita atau kebajikan kepribadian
sebagai tujuan pendidikan merupakan hal yang sangat penting mengorientasikan
pendidik.

Norma perilaku dapat dibedakan menjadi norma teknis dan norma moral. Secara normatif
Filsafat pendidikan kita tidak perlu memperhatikan norma-norma teknis, karena ia faktual
terdiri dari hipotesis nomologis yang formulasi dan pengujiannya adalah pendidikan
empiris. Konten normatifnya bergantung padatujuan tertentu sedang ditetapkan, yang
dengan sendirinya diperlakukan oleh teori normatif cita-cita kepribadian sebagai tujuan
pendidikan.

Namun, yang paling penting adalah norma moraluntuk tindakan pendidikan. Norma-
norma ini mengungkapkan apa, menurut kriteria moral tertentu, harus atau tidak harus
dilakukan dalam pendidikan.

3. Masalah epistemologis menyangkut antara lain bahasa nilai penilaian dan pernyataan
normatif, kekhasan logis mereka dan argumen yang digunakan untuk membenarkan
mereka. Dalam hal ini kita berurusan dengan filosofi dari menilai dan pernyataan
normatif (atau sistem pernyataan).
Sejauh ini adalah analitik-studi epistemologis norma moral, seseorang berbicara tentang
meta-etika.
Tugas utamanya adalah "untuk memeriksa secara kritis konteks pembenaran dalam
argumentasi etis dan kritis mengevaluasi prinsip-prinsip moral dan mengkritik sistem
etika yang berlaku dan dominan moralitas. Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang
diambil dari filosofi epistemologis pengetahuan pendidikan normatif: "Apa arti dari
pernyataan itu?
"Apa itu makna norma bahwa tujuan pendidikan adalah 'perolehan kemampuan kritis
partisipasi dalam perjuangan melawan kondisi yang menghambat wacana bebas?;
"Apakonten normatif terkandung dalam tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh Jerman
Dewan Pendidikan bahwa siswa Jerman harus memperoleh kemampuan untuk
'merealisasikankebebasan dan hak yang diberikan oleh Konstitusi '? ".

Telah memisahkan yang normatif dari masalah empiris dan epistemologis sekarang saya
ingin membahas secara lebih rinci tugas-tugas spesifik dari filsafat normatif pendidikan.

9
E. TUGAS DAN MASALAH FILOSOFI NORMATIF
PENDIDIKAN
Seperti halnya setiap jenis pengetahuan empiris, temuan ilmu pendidikan bisa jadi digunakan
untuk tujuan. Dalam ilmu pendidikan kita hanya belajar tentang fakta, tapi tidak tentang
bagaimana kita harus mengevaluasi dan apa yang kita inginkan.

Orang mengandalkan alat bantu normatif untuk menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip dasar
penilaian, hierarki barang, cita-cita, kebajikan dan tugas. Alat bantu yang paling vital adalah
terkandung dan diperoleh dari norma hukum.

Ajaran moral dan Weltanschauung dari kelompok-kelompok yang menjadi anggotanya. Untuk
struktur penting hubungan interpersonal, misalnya antara pasangan nikah, orang tua dan anak,
supervisor dan bawahan, ada pola penilaian dan tindakan yang dilembagakan.

Pola tersebut dilokalkan dalam bentuk adat istiadat dan adat istiadat masyarakat. Misalnya
banyak profesi memiliki kode perilaku atau etika profesi, seperti halnya guru/pendidik. Banyak
para filsuf menyebut 'landasan rasional bagi moralitas' dan mencoba untuk menjaga kepercayaan
pada moralitas dominan dan pembenarannya tidak lagi sesederhana itu. Dalam masyarakat
terbuka (atau pluralistik) saat ini, semakin sedikit peran normatif untuk mengarahkan orang. Di
antara alasan lain, hal ini dapat dikaitkan dengan penyebaran pandangan dunia ilmiah,
keragaman ajaran moral dan gaya hidup.

Hal ini membawa pada pertanyaan tentang makna, nilai dan norma. Jumlah norma moral yang
diterima secara universal hampir tidak melampaui hak asasi manusia.

Tidak ada retorika tentang "penentuan nasib sendiri", "realisasi diri", "otonomi"
atau"emansipasi" dapat menyamarkan fakta bahwa kebanyakan orang yang hidup di negara
industri maju masyarakat tunduk pada pengaruh eksternal.

Mereka yang berdebat dengan cara yang beralasan ilmiah dengan demikian dapat menghindari
kritik, tetapi pada saat yang sama mereka tidak akan memperoleh orientasi normatif. Orientasi
ini didasarkan pada pengetahuan, dan juga pada keberanian untuk menilai, membuat keputusan,
dan mengakui keyakinan seseorang. Saat ini, filsafat kritis analitik dan epistemologis
berkembang jauh lebih baik daripada yang terjadi dalam filsafat normatif.

Risiko yang lebih kecil bagi filsuf untuk menganalisis, menafsirkan, dan mengkritik penilaian
nilai dan norma-norma itu adalah untuk merumuskan dan membenarkan mereka (norma dan nilai
dominan). Di sisi lain, tidak perlu diragukan bahwa pendidik membutuhkan alat bantu orientasi
normatif yang tidak akan membuat mereka tidak berdaya dalam pendidikan konkrit.

10
Komentar GOETHE berlaku pada masalah pengetahuan empiris saat ini tentang nilai, cita-cita,
norma moral dan landasan agama, pandangan dunia atau filosofis "Pengetahuan tidak lagi
memajukan kita hiruk pikuk dunia: sebelum seseorang mencatat segalanya, dia sendiri berada di
urutan ke-10 ". untuk itu hanya filosofi pendidikan normatif yang dapat menilai menawarkan
orientasi normatif. Karena filosofi ini harus menetapkan norma-norma dan nilai-nilai. Ini tidak
terjadi secara irasional, melainkan atas dasar pengetahuan yang kurang lebih menyeluruh,
fenomena ini harus dievaluasi atau diinterpretasikan secara normatif atau diadaptasi,dan
penilaian aktual yang dilakukan orang.

Alasan pasti bisa diberikan mendukung satu nilai dan menolak yang lain, dan memang karakter
Filsafat normatif justru terdiri dari keterbukaan pernyataannya terhadap logika pembenaran.
Namun, pembenaran ini, betapapun lengkapnya, tidak akan pernah dapat membuat keputusan
konkret. Filosofi pendidikan normatif tidak dapat menggantikan pandangan dunia yang
berterima, hukum yang valid, sentimen moral dan tindakan moral yang dilembagakan bagi
pendidik. Sebagai sistem pernyataan, filsafat normatif bukanlah yang utama, namun elemen
tatanan masyarakat atau kontrol sosial.

Filsafat normatif "adalah disiplin praktis, tujuan doktrinnya adalah untuk mendapatkan tujuan
yaitu menyelidiki perilaku manusia, dan bagaimana membimbingnya". Filsuf etika normatif
harus keluar untuk mendorong kinerja satu tindakan dan untuk mencegah tindakan lainnya. Cara
paling sederhana untuk mengklasifikasikan tugas-tugas filsafat pendidikan normatif adalah
menurut skema tujuan-tujuan. Atas dasar ini, kita dapat membedakan antara Filsafat normatif
dan tujuan pendidikan atau teologi pedagogis normatif dan filosofi normatif.

Bahasa "etika normatif bagi pendidik", sub-bidang ini selanjutnya dapat dibagi menjadi
pengajaran normatif kebajikan bagi pendidik dan etika tindakan pendidikan (teori tugas). Kedua
kelompok topik ini meliputi aksiologi (menilai atau normatif) sarana material (teori barang).
Yang terakhir dapat dibagi menjadi teori nilai isi pengajaran (normatif didaktik) dan filosofi
normatif organisasi pendidikan (aksiologi pengajaran konten dan organisasi pendidikan).

Dengan demikian Filsafat pendidikan normatif tidak terbatas pada norma moral untuk
pendidikan, tetapi juga meluas pada penilaian nilai, termasuk pertimbangan nilai moral, yakni
hukum, estetika, agama, ekonomi dan penilaian higienis.

F. FILOSOFI NORMATIF TUJUAN PENDIDIKAN DAN


METATHEORY
Tujuan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian sejumlah peserta didik dari disposisi psikis
(kemampuan, kompetensi, kebajikan) yang difasilitasi oleh pendidik dalam proses kegiatan
pendidikan mereka. Konsep kepribadian dasar yang mengikat semua anggota masyarakat dalan
internal budaya mereka. Seseorang tidak perlu membuat kepribadian yang baru namun cukup

11
memperjelas, menafsirkan, mengkonkritkan, melengkapi dan mungkin juga untuk
mengembangkannya lebih lanjut tentang tujuan pendidikan ini.

Ini adalah proses yang secara fundamental menyangkut semua warga negara dalam demokrasi.
Profesional pendidik dan ahli teori pendidikan tidak memiliki tanggung jawab lebih. Sistem
pendidikan adalah sektor dari sistem kemasyarakatan yang dimiliki secara khusus mewujudkan
disposisi psikis kepribadian yang ideal.

Dalam menjelaskan bagaimana pemilihan dan pengaturan tujuan pendidikan mengacu pada
filsafat epistemologis. Epistemologis analitik (atau meta-teoritis) tujuan pendidikan memiliki dua
elemen utama: konten normatif dan interpretasinya di satu sisi, serta validasi atau pembenaran di
sisi lain.

justifikasi pendidikan bertujuan dalam terang ini. Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus
diperiksa sehubungan dengan konten normatif. Hal ini untuk menentukan apakah ada atau tidak,
dan jika ya, isinya.

Secara umum isi normatif suatu pernyataan adalah berbanding terbalik dengan ruang lingkup
empiris, eksistensial atau tindakan kompatibel.

Dengan demikian Isi normatif tidak dapat dipisahkan secara empirisnya, yaitu dari pernyataan
tentang gaya hidup atau tindakan yang menjadi norma:mendukung, melarang atau mengizinkan.
Konten empiris menjadi bagian dari suatu norma saat menjadi "seharusnya". Kurangnya konten
normatif selalu berarti kekurangan konten empiris.

Contoh dari ini adalah pernyataan pseudo-normatif berikut:”Murid harus belajar untuk bertindak
secara bertanggung jawab";

"Tanggung jawab memiliki arti dalam setiap komitmen terletak pada prinsip utama moralitas:
kebaikan. Orang yang bertanggung jawab mengukur dirinya sendiri. Menerima tanggung jawab
dan bertindak dalam gaya yang terstruktur secara moral berarti satu. Untuk diskusi komprehensif
tentang pseudo-normatif kita harus mengerti bahwa normatif berfungsi tidak hanya untuk
mengidentifikasi pandangan dunia, tetapi juga diperlukan sebagai prasyarat untuk penilaian kritis
dan untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Sebelum kita dapat menguji validitas, implikasi dan kelayakan tujuan pendidikan,pertama-tama
perlu untuk menemukan yang disposisi psikis dimaksudkan Masalah metatheoretik dalam
membenarkan tujuan pendidikan adalah –adanya perbedaan konsepsi metatheoretical dari ciri-
ciri pernyataan normatif.

Para naturalis meta-etika berpendapat bahwa konsep normatif dapat sepenuhnya ditentukan oleh
konsep deskriptif, bahwa pernyataan normatif dapat diterjemahkan tanpa kehilangan makna

12
menjadi pernyataan empiris, dan karenanya pernyataan normatif juga bisa berasal dari yang
empiris.

Para intuisi meta-etika (atau non-naturalis) berpendapat bahwa ada perbedaan penting antara
pernyataan normatif deskriptif dan normatif itu sendiri. pernyataan deskriptif atau dibenarkan
secara empiris. Menurut mereka, prinsip dasar valuasi, serta norma dasar, diakui sebagai bukti
diri secara intuitif. Penilaian nilai atau pernyataan normatif berasal bukan dari prinsip tidak benar
atau salah, melainkan valid atau tidak valid.

Para non-kognitivis meta-etis (atau penggerak emosi) mengajarkan pernyataan normatif itu
terutama memenuhi fungsi praktis. Karakteristik utama mereka bukanlah karena mereka
menggambarkan menetapkan konten tertentu (yaitu bahwa mereka hanya memiliki karakter
kognitif), mungkin benar atau salah.

Polemik yang ambigu tidak perlu dapat dilacak pada kegagalan untuk membedakan secara jelas
di antara "Pembenaran norma" dapat diuji dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.

1. logis (atau deduktif)pembenaran;

2. pembenaran melalui prosedur penetapan norma yang diakui (atau valid);

3. justifikasi dalam arti memberikan alasan empiris (atau "membenarkan norma dalam
konten-pengertian evaluatif ").

Hanya makna ketiga ini yang merujuk konsekuensi logis (derivasi atau deducibility)
artinya pernyataan normatif dianggap dapat dibenarkan jika dapat diturunkan dari
pernyataan normatif yang valid.

Dengan demikian, tujuan pendidikan yang sangat kaya tidak akan pernah bisa diperoleh melalui
apa pun melalui proses derivasi (deduksi).

Tentunya tujuan pendidikan yang bersumber dari tafsir yang demikian mendasarhak tidak cukup
untuk memberikan norma bagi seluruh kurikulum sekolah nasional sistem, tetapi mereka
berfungsi sebagai kriteria untuk mengkritik atau mengecualikan yang tidak kompatibel dengan
instruksional.

JONAS COHN menulis bahwa "relativisme itu benar dalam mempertahankan apa yang bisa ada
tidak ada bukti logis murni dari validitas nilai ekstra-logis, tujuan atau norma, yaitu tidak ada
kontradiksi dalam menyangkal keabsahan nilai etika, estetika atau lainnya.

Namun, ini tidak berarti bahwa tidak ada cara untuk membuat keputusan ilmiah yang valid.
Elemen rasional utama dalam menimbang pembenaran adalah pengetahuan empiris (atau dugaan
berdasarkan pengetahuan semacam itu).

13
G. ETIKA NORMATIF BAGI PENDIDIKAN DAN FILOSOFI
NORMATIF GURU DAN ORGANISASI PENDIDIKAN
Pendidik adalah variabel terpenting yang penting untuk meraih keadaan psikis yang ditetapkan
sebagai tujuan pendidikan. Pedagogik telah lama menekankan pentingnya teladan pendidik untuk
memperoleh kebajikan tertentu. Kepribadian pendidik adalah yang paling penting. Berdasarkan
HERBART, otoritas yang diperlukan hanya dapat diperoleh "melalui keunggulanpikiran”.
Artinya tidak hanya kebajikan profesional seperti kesabaran, kebijaksanaan dan keadilan, tapi
pendidik juga harus memiliki disposisi untuk berpikir, merasakan dan bertindak yang
independen, mencontohkan cita-cita moral dan intelektual masyarakat di mana mereka hidup.

Dalam pengertian ini BUBER menulis bahwa "kekuatan yang menentukan untuk
mempengaruhi" didasarkan pada "pemilihan aspek terbaik dunia sebagai bidang pengaruh yang
mempengaruhi manusia", yang mengandaikan bahwa pendidik telah mengumpulkan" kekuatan
konstruktif dunia ... dalam dirinya sendiri'.

Argumentasi bagi faham relativisme dan skeptisisme moral - dapat dengan mudah mengarah
pada cita-cita yang tidak realistis yang secara moral berlebiha npendidik.

Namun, ada kebenarannya dalam kontak dengan pendidik mereka umumnya lebih penting yakni
tindakan pendidikan yang direncanakan. Dari argumen yang relatif abstrak ini dapat dilihat
bahwa teori kebajikan untuk pendidik memiliki dasar empiris.

Dasar ini terdiri dari pengamatan karakter dan perilaku orang lain dalam membantu pendidik
mencapai keadaan psikis sebagai tujuan pendidikan. Apa yang dianut sebagai kebajikan dalam
banyak kasus tidak lebih dari kebalikan dari sikap atau cara bertindak yang dianggap negatif.

Misalnya, pengetahuan tentang konsekuensi berbahaya dari perlakuan dingin atau tidak pengasih
terhadap anak-anak digunakan untuk membenarkan norma kehangatan sebagai kebajikan
pendidikan dan perhatian penuh kasih sebagai pendidikantanggung jawab.

Norma-norma ini tidak bisa hanya diturunkan dari empiris yang disebutkan di atas pengetahuan
tentang konsekuensi negatif. Namun, mereka bisa secara empiris dan logis dibenarkan norma
ditetapkan bahwa fenomena merugikan harus dihindari.

Demikianlah sikap dan pola perilaku tepat untuk dipromosikan sebagai norma, sejauh tidak
bertentangan dengan norma moral yang lebih tinggi yang tidak memiliki efek samping yang
tidak diinginkan dan buruk secara moral.

Demikian pula, ada sikap terlarang larangan dan pola perilaku yang akan menghalangi realisasi
tujuan yang diinginkan.

14
Penilaian moral pada tujuan pendidikan tertentu, memiliki dasar untuk mencapai tujuan
pendidikan masing-masing. Oleh karena itu, potensi norma teknis harus dinilai berdasarkan
norma moral yang lebih tinggi. Contohnya adalah norma "membiarkan individualitas seutuhnya.;
norma bahwa setiap tindakan pendidikan harus dinilai oleh" pengalaman, yaitu dengan empati
pendidik, bahwa" semua pendidikan harus berlangsung dalam iklim cinta"

norma" tanggung jawab untuk mendidik "atau "keaslian hubungan pedagogis antara tuntutan
pendidikan dan kesadaran para pendidik akan pertanyaan"

Norma yang lebih tinggi semacam ini sering disebut (moral) '' prinsip '' pendidikan.

Adapun tujuan pendidikan, prinsip pendidikan sangat bervariasi dalam konten normatifnya.
Demikian pula, banyak prinsip pendidikan yang dimasukkan pernyataan normatif yang praktis
tidak memiliki konten apa pun. Perilaku untuk alternatif pedagogis cukup ulangi pernyataan
etika umum tentang tanggung jawab, keadilan, rasa hormat untuk pasangan, martabat, dll
spesifik katalog tugas profesi-spesifik untukpendidik yang dapat membimbing mereka dalam
menguji aspek moral dari segala sesuatu yang mereka lakukan.

Katalog tugas semacam itu harus selalu dianalisis ulang dan beradaptasi dengan kondisi yang
berubah, tetapi kita tidak boleh begitu terpesona oleh perubahan yang cepat terjadidi zaman kita
yang kita bahkan tidak berani menyebarluaskan dan menegakkan norma-norma moral pendidik.

Saat ini, "kurikulum" dan justifikasinya menawarkan materi pelajaran untuk filsafat analitik-
epistemologis. Begitu banyak masalah yang terlibat dalam filosofi normatif pendidikan. Masalah
ini dimulai pada tingkat masalah politik tentang pendidikan - monopoli negara dalam pendidikan
tentang lama sekolah, pendidikan wajib, bentuk dan gelar sekolah’ guru pelatihan dan
pengawasan - dan serta hal lebih spesifik otorisasi buku teks, tes, penilaian, dll.

Ada berbagai macam masalah yang membutuhkan solusi, dan pro-kontra harus dipertimbangkan
sebelum kita dapat membuatnya sebagai keputusan efektif. Orang hanya perlu memikirkan
konflik saat ini dan topik terkait sekolah yang komprehensif, kombinasi sekolah profesional dan
di tempat kerja pelatihan, integrasi jenis sekolah yang secara tradisional berbeda, dll.

15
PENUTUP

Filsafat pendidikan merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang berusaha memahami
pendidikan dengan memperdalamnya, memaknainya dan menafsirkannya dengan menggunakan
konsep-konsep umum yang dapat menjadi pedoman atau arahan bagi tujuan dan kebijakan
pendidikan.
Sebagai cabang filsafat. pemikiran filosofis tentang pendidikan juga memiliki ciri spekulatif.
preskriptif dan analitis. Filsafat dan pendidikan tidak dapat dipisahkan karena filsafat
mengandung hal-hal yang harus ada dalam pendidikan.
Manfaat pembelajaran filsafat pendidikan lebih bersifat teoritis, tidak praktis agar peserta didik
terbiasa memahami persoalan pendidikan hakiki secara kritis, terbuka dan reflektif. Demikian
pula, praktik pendidikan bisa menjadi bahan pemikiran reflektif tentang pendidikan.
Filsafat pendidikan dalam pandangan pendidikan dianggap sebagai dasar terbaik untuk penilaian
pendidikan dalam arti yang komprehensif. Jika setiap pendidikan telah memahami prinsip dan
nilai filosofi dan menerapkannya dalam pendidikan, maka filosofi pendidikan dapat menjadi
norma pendidikan atau sebagai prinsip/azas normatif dalam pendidikan.

16
ill. Practical Pedagogics

Conclusion: On the Variety and Unity ofPedagogical KnowIedge

17

Anda mungkin juga menyukai