Anda di halaman 1dari 14

PERKEMBANGAN MORAL MENURUT

MARTIN L. HOFFMAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:


1. Agustina jumiarti (06051282025040)
2. Batrisyia Afrina (06051282025046)
3. Citra Nurul Inayah (06051282025036)
4. Erliana Triandini (06051282025045)
5. Laudya Okta Permata Sari (06051182025015)
6. Zaitun (06051282025023)

DOSEN PENGAMPU:
Rini Setiyowati, S.Pd., M.Pd

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Esa karena telah memberikan


kesempatan kepada kami (penyusun/para anggota makalah ini) untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Moral Martin
L.Hoffman” dengan tepat waktu. Makalah “Perkembangan Moral Martin
L.Hoffman” disusun guna memenuhi tugas dari Ibu Rini
Setiyowati,S.Pd,M.Pd selaku dosen pengampu Dasar-dasar Pendidikan
Nilai dan Moral di Universitas Sriwijaya. Selain itu, kami juga berharap
agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Kami,para anggota mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada Ibu Rini Setiyowati,S.Pd,M.Pd selaku dosen pengampu Dasar-
dasar Pendidikan Nilai dan Moral . Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang Dasar-dasar
Pendidikan Nilai dan Moral.
Para anggota menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

24 Oktober 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN................................................................................3
2.1 Pengertian Empati- Martin L. Hoffman...............................................3
2.2   Peringkat perkembangan Empati Menurut Hoffman......................3
2.3   Tahap perkembangan Empati Menurut Hoffman............................5
2.4 Empati sebagai Dasar Pembentukan Karakter Anak.........................6
2.5 Kaitan antara Perilaku Empati dengan Perilaku Prososial...............7
2.6 Kaitan antara Perilaku Empati dengan Perkembangan Moral.........9
BAB III: PENUTUP......................................................................................10
3.1 Kesimpulan............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan moral (moral development) adalah mencakup
perkembangan pikiran, perasaan, dan perilaku menurut aturan atau
kebiasaan mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan seseorang ketika
berinteraksi sengan orang lain (Hurlock). Perkembangan moral sangat
berpengaruh terhadap lingkungan sehingga pada masa anak-anak ini
orangtua dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
moral anak, moral yang positif akan berdampak baik untuk kedepannya
dan begitu sebaliknya jika si anak sejak kecil hanya menerima moral yang
negatif maka si anak akan berkembang tidak sesuai dengan yang
diharapkan oleh orangtuanya.
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang memiliki pengaruh juga
dalam perkembangan moralnya. Salah satunya konsep sesuatu dianggap
baik dan buruk oleh seseorang melalu penilainnya. Hal ini di sebut
dengan “the good heart” yaitu melihat bagaimana moral feeling dan
affective sources individu berperanan dalam pendorong perilaku menjadi
seseorang yang baik. moral feeling dan affective sources berupa empati.
        Empati diartikan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri
dalam perasaan atau fikiran orang lain, tanpa secara nyata harus terlibat
dalam perasaan atau tanggapan orang itu. (Powell : 1983, Feshbach dan
Roe : 1968, Hoffman : 1977)
        Dalam perkembangannya, empati sudah ada sejak usia awal, yang
ditunjukkan melalui reaksi fasial, kemudian mengalami perkembangan
sejalan dengan pertambahan usia (Levine dan Hoffman, 1975), elaborasi
kognisi (Hoffman, 1976). Jika dalam perjalanannya ternyata antara satu
orang dengan yang lainnya memiliki perbedaan dalam memberikan atau
menerima reaksi empati, hal itu dikarenakan oleh 1. perbedaan jenis
kelamin, 2. perbedaan self esteem dan 3. tuntutan keluarga.
Tahap perkembangan moral menurut hoffman dibagu menjada 5 tahapan
yaitu:
1. Global Empathy
Empati global - pada tahun pertama kehidupan anak-anak mungkin
cocok dengan emosi yang mereka saksikan;
2. Egosentric Empathy
Empati egosentris - dari tahun kedua kehidupan;
3. Empathy for another’s feelings

1
Empati terhadap perasaan orang lain - pada tahun ketiga
kehidupan, anak-anak menjadi sadar bahwa perasaan orang lain
bisa berbeda dari perasaan mereka sendiri;
4. Empathy for another’s life condition
Empati terhadap kondisi hidup orang lain - pada akhir masa kanak-
kanak.
5. Broader empathy
Empati terhadap perspektif dalam waktu jangka panjang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa
hal yang menjadi pokok masalah dalam penulisan ini, antara lain:
1. Apa itu Empati menurut Martin L. Hoffman?
2. Menjelaskan bagaimana Tahap Perkembangan Empati dan Empati
Sebagai Dasar Pembentukan Karakter Anak menurut Martin L.
Hoffman?
3. Bagaimana Kaitan antar Perilaku Empati dan Kaitan antar
Perkembangan Moral?

1.3 Tujuan
Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas,
hingga tujuan dalam penyusunan makalah ini merupakan bagaikan berikut:
1. Untuk memahami apa itu perkembangan moral menurut Martin
L.Hoffman
2. Untuk mengetahui apa saja tahap perkembangan empati menurut Martin
L.Hoffman
3. Untuk mengetahui bagaimana empati sebagai dasar pembentukan
karater anak menurut Martin L. Hoffman
4. Untuk mengetahui kaitan antara perilaku empati dan kaitan antar
perkembangan moral

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Empati- Martin L. Hoffman


Empati diartikan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri dalam
perasaan atau fikiran orang lain, tanpa secara nyata harus terlibat dalam
perasaan atau tanggapan orang itu. (Powell : 1983, Feshbach dan Roe : 1968,
Hoffman : 1977)
Dalam perkembangannya, empati sudah ada sejak usia awal, yang
ditunjukkan melalui reaksi fasial, kemudian mengalami perkembangan sejalan
dengan pertambahan usia (Levine dan Hoffman, 1975), elaborasi kognisi
(Hoffman, 1976). Jika dalam perjalanannya ternyata antara satu orang dengan
yang lainnya memiliki perbedaan dalam memberikan atau menerima reaksi
empati, hal itu dikarenakan oleh (a) perbedaan jenis kelamin, (b)
perbedaan self esteem dan (c) tuntutan keluarga. Penelitian yang dilakukan
oleh Maccoby dan Jacklin (1974) menunjukkan bahwa pada usia awal
perkembangan anak laki- laki lebih banyak menunjukkan sikap empati dari
pada anak perempuan. Namun demikian, seiring dengan perkembangannya
perempuan lebih banyak menunjukkan empati dari pada laki-laki. Selain itu,
empati juga diartikan sebagai kemampuan untuk mendalami emosi individu
lain, merasai apa yang dirasainya dan kemampuan untuk respon dalam
keadaan diri mempunyai perasaan/emosi yang sama seperti individu
berkenaan.
Menurut Hoffman (1991), perkembangan moral ditandai juga dengan
adanya perkembangan perilaku prososial dan empati dalam diri seorang anak.
Hoffman mengemukankan bahwa dalam perkembangannya, empati memiliki
dua dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif, selain itu dalam
perkembangan empati memiliki korelasi dengan perkembangan kemampuan
kognitif. Empati banyak disebut sebagai motif dasar bagi seseorang untuk
bertindak prososial, namun demikian banyak penelitian hanya mendapatkan
hubungan antara empati dengan prekembangan perilaku prososial. 

2.2   Peringkat perkembangan Empati Menurut Hoffman


Proses empati yang berlaku dalam diri individu memiliki peringkat. Berikut
ini adalah peringkat empati yang terjadi pada individu menurut Hoffman:

3
a. Mod primitif (Primitif Modes)
Adalah peringkat empati yang melibatkan proses kognitif/pemahaman
yang sedikit. Terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Mimicry (ajukan/peniruan)
Mimicry adalah jukan dan peniruan emosi atau aspek afektif oleh
pemerhati yang berlaku secara otomatis (bukan sesuatu yang di buat
atau memiliki sebab). Biasanya berupa ekspresi wajah, suara dan posisi
tubuh.peniruan ini biasanaya kan memberikan efek secara langsung
pada diri pemerhatinya. Misalnya : seseorang yang tertawa di dalam
sebuah rumah penjagaan bayi karena melihat tingkah laku bayi-bayi
· 2) Classical Conditioning (Pelaziman Klasik)
Classical conditioning adalah suatu cara dapat memunculkan respon
empati dengan cepat dan secara otomatis. Biasanya respon tersebut
dihasilkan dari proses pembelajaran dari pengalaman masa lalu,
kemudian memberikan pengaruh pada pengalaman masa kini.
Misalnya : ketika seorang anak diperlakukan baik oleh ibunya, maka
sang anak juga akan memberikan respon yang sama ketika ia
berhadapan dengan ibunya.
3) Direct Association (perkaitan langsung)
Direct association adalah suatu proses yang berlaku apabila individu
melihat situasi yang melibatkan emosi dan perasaan dan mengingatkan
ia kepada masa yang lalu. Namun demikian memiliki perbedaan dengan
pengkondisin klasi karena di sini tidak melibatkan individu yang sama
dalam situasi tersebut. Misalnya : seseorang yang terjatuh di depan
orang ramai dan anda berada di sana, saat itu anda dapat merasakan
bagaimana malunya anda saat itu karena pernah mengalaminya
sebelumnya.
b. Mod Matang (Mature Modes)
Adalah peringkat empati yang melibatkan proses kognitif/pemahaman
yang lebih tinggi dan matang biasanya berkembang sesuai dengan
perkembangan bahasa dan aspek kognitif individu. Terbagi menjadi 2 cara,
yaitu :
1) Languange mediated association (pengkaitan melalui medium bahasa)
Seseorang yang berada di dalam cara ini biasanya mencetuskan
empatinya melalui bahasa. Biasanya dapat berlaku meskipun emosinya
tidak ditampakkan secara langsung namun dalam tampak dari cara
4
berbicaranya. Cara dengan medium bahasa ini membutuhkan
kemampuan kognitif yang lebih tinggi berupa penafsiran bahsa dan
proses memberikan penjelasan. Misalnya: tampak dari penulisan bahasa
dalam novel, cerpen dan kisah-kisah yang sebenarnya.
2) Role taking (pengambilalihan peranan)
Role taking adalah penggambaran perasaan empati yang berlaku apabila
individu mengambil alih peranan atau menilai sesuatu permasalahan
melalui sudut pandang orang lain. Role taking terbagi menjadi 2 :
- Self focused : membayangkan seolah-olah dirinya sendiri yang
mengalami permasalah tersebut.
- Other focused : membayangkan apa yang akan dialami oleh
individu yang terlibat dalam situasi tersebut atau yang dialami
oleh kebanyakan orang.

2.3   Tahap perkembangan Empati Menurut Hoffman


Selain itu, terdapat empat tahap perkembangan empati menurut
Hoffman, diantara lain adalah:
1. Global Empathy
Empati ini biasanya akan dirasakan oleh semua orang ketika diletakkan dalam
sebuah situasi yang sama ketika ia baru saja dilahirkan. Empati ini juga tidak
dapat dibedakan antara perspektif diri dan orang lain. Kondisi empati ini
biasanya terjadi pada bayi yang baru saja lahir. Contohnya ketika dalam suatu
situasi di ruang bersalin di rumah sakit, dan terdapat bayi-bayi yang memiliki
perasaan yang sama.
2. Egosentric Empathy
Empati ini terdapat pada anak yang berusia 6 bulan hingga 1 tahun. Anak
biasanya belum merasakan adanya ketakutan terhadap orang lain dan masih
memiliki perspektif yang sama dengan orang lain. Anak masih belum mampu
membedakan emosi diri dan emosi orang lain tetapi tidak lagi dipengaruhi
oleh emosi orang lain. Anak ketika melihat emosi dari orang lain maka akan
mengambilnya sebagai emosi miliknya, kemudian berkelakuan seolah-olah
dirinya sendiri yang mengalami situasi tersebut. Contohnya : apabila seorang
anak A menangis, maka anak lain akan berlari ke arah ibunya dan memegang
tangan ibunya.

5
3. Empathy for another’s feelings
Anak ketika berusia 2 atau 3 tahun sudah mulai  mengambil peran yang
telah ada, seperti merespon isyarat dari orang lain dengan berbagai respon
emosi. Anak akan mulai mengenal adanya perbedaan antara setiap individu
termasuk emosi yang ia miliki dengan emosi yang orang lain miliki. Seorang
anak biasanya akan mencoba untuk membantu temannya, walaupun demikian
bantuan yang diberikan seolah-olah dapat mengurangi kesedihan yang dialami
oleh dirinya sendiri. Contoh: ketika seorangnya teman yang bersedih, diajak
untuk bermain permainan yang dia sukai
4. Empathy for another’s life condition
Setelah melewati tahap anak-anak, seorang anak akan memasuki usia
preadolescense. Biasanya anak akan memiliki kesadaran tentang
kehidupannya yang terjadi dalam sehari-hari. Mula-mula anak akan
memahami bahwa adanya perbedaan antara dirinya dengan orang lain ketika
dihadapkan oleh situasi yang berbeda akan menghasilakn emosi dan respon
yang berbeda. Selain itu, kesadaran akan hal tersebut juga menumbuhkan
bahwa setiap respon dalam situasi yang berbeda akan memberikan emosi yang
berbeda pula. Kemudian menilai perasaan orang lain dengan menganalisis
situasi yang terlibat atas seseorang secara konteks maupun latar belakangnya.
5. Broader empathy
Pada tahap ini, seseorang telah mampu mengambil perspektif dalam waktu
jangka panjang. Mampu memahami antar perspektif dirinya dengan perspektif
orang lain. Bukan hanay dalam hal mengenal pasti perasaan dalam yang
dialami serta situasi yang mengakibatkannya tetapi juga melihat kepada aspek
lainnya. Seperti aspek sejarah masa lalu (past) dan kesannya terhadap masa
depan (future). Contohnya dalam hal masalah keluarga miskin, peperangan,
dan lainnya. 

2.4 Empati sebagai Dasar Pembentukan Karakter Anak


Peruahan fungsi dan peran keluarga dewasa ini telah banyak memberi
dampat pada perkembangan anak. Keterbatasan waktu untuk berkumpul,
kehangatan, kebersamaan, dan diskusi dalam menurunkan nilai-nilai
dalam keluarga menimbulkan perbedaan yang cukup nyata dalam
perkembangan karakter anak.
Menurut Hoffman (dalam Kurtines dan Gerwitz, 1992) menyatakan
bahwa empati menjadi dasar pembuatan norma berkaitan dengan
6
motivasi. Hal yang mendorong seseorang meninggalkan perbuatan atau
hal-hal tertentu yang sebenarnya ia inginkan, semata-mata karena hal
atau perbuatan tersebut akan melukai orang lain. Empati dan rasa
bersalah melandasi perbuatan dan dipandang sebagai motif yang dapat
dipercaya. Empati merupakan suatu prasyarat yang telah mengalami
perkambangan bagi perasaan bersalah.
Dapat disimpulkan bahwa kemampuan anak berempati terhadap
orang lain akan membantu anak untuk dapat memunculkan suatu hati
nurani, rasa versalah, dorongan, rasa bangga, dan malu. Berbagai emosi
yang dialami tersebut akan mendorong anak untuk bertindak,
berperilaku prososial dan menolong. Kemampuan anak untuk menolong,
peduli dengan keadaan di sekitarnya,toleran, bertanggung jawab, rela
berkoban, dan mengutamakan kepentingan umum merupakan indikator
karkter bangsa yang diharapkan sebagaiman tertuang dalam Kebijakan
Nasional Pembangunan Karater Bangsa Tahun 2010-2015.

2.5 Kaitan antara Perilaku Empati dengan Perilaku Prososial


Keterlibatan proses psikologis yang membuat seseorang
memiliki perasaan yang lebih tepat dalam situasi yang ada. Proses empati ini
sering menghasilkan perasaan yang sama dalam suatu situasi antara pengamat
dengan korbannya.
Kebiasaannya manusia menunjukkan tingkah laku prososial terhadap
sesuatu keadaan disebabkan oleh pengaruh psikologi yang pernah dialami.
Pengaruh psikologi banyak mempengaruhi cara manusia bertindak terhadap
sesuatu keadaan dan suasana yang melibatkan aktiviti sosial. Pengaruh
psikologi boleh dilihat menerusi faktor emosi iaitu kesan emosi yang
mendorong manusia melakukan sesuatu dalam keadaan di luar dugaan . Ini
dapat dilihat dalam aspek empati
Empati adalah merupakan syarat utama bagi tingkah laku prososial.
Empati juga merupakan kebolehan individu meletakkan diri dalam keadaan
orang lain atau dalam erti kata lain individu yang mempunyai tahap empati
yang tinggi adalah seseorang yang merasai apa yang dirasai oleh orang lain
dan memahami perasaan tersebut serta punca-puncanya. Apabila seseorang
melihat orang lain dalam kesusahan empati bertindak sebagai pendorong
seseorang itu untuk menolong orang lain yang ditimpa kesusahan. (Ma’rof
Redzuan, 2001). Tingkah laku menolong ini adalah disebabkan perkongsian
7
emosi dengan individu lain iaitu cuba merasai atau memahami apa yang telah
dialami oleh individu lain. Empati biasanya pertolongan yang diberi untuk
mengurangkan tekanan diri dan emosi orang lain dalam bentuk ganjaran dan
perkhidmatan.
Dari contoh tersebut, ditemukan hubungan antara empati dengan
perilaku prososial. Berikut ini terdapat empathic distress yang berkaitan
langsung dengan perilaku prososial yang biasanya digunakan ketika menolong
seseorang dalam masalah, bahaya, kesakitan, ketidaknyamanan dan tipe-tipe
kesusahan lainnya.
a. Empathic distress berasosiasi dengan perilaku menolong.
Banyak studi yang menunjukkan ketika adanya masalah orang akan
menunjukkan  empatinya, bahkan beberapa ada yang menunjukkan
perilaku menolongnya secara langsung. Penelitian menunjukkan adanya
empati yang tinggi serta perilaku menolong yang ditunjukkan oleh
observer pada korban yang banyak menunjukkan ketidakmampuan
(sakit dan penderitaan)
b. Empathic distress mendahului perilaku prososial.
Penelitian yang dibuat oleh hoffman menunjukkan bahwa keinginan
untuk berempati akan memotivasi adanya perilaku menolong. Selain
itu, intensitas empati yang ada pada observer akan menunjukkan
frekuensi dan kecepatan dalam memberikan bantuan kepada korban.
c. Observer akan merasa lebih baik setelah menolong.
Perilaku menolong (prosocial behavior) yang dilakukan oleh seseorang
akan menyebabkan seseorang menjadi lebih baik dan meresa menjadi
lebih nyaman. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Murphy (1937). Selain itu, perasaan yang menjadi lebih baik ketika
observer mampu mengurangi stress dan perasaan tidak nyaman yang
dirasakan oleh korban.
d. Role Taking
Tahap keempat dari perilaku prososial empati adalah role taking. Role
taking ini melibatkan proses kognitif. Dimana seseorang meletakkan
dirinya berada pada posisi orang yang mengalami peristiwa tersebut,
sehingga ia mampu merasaka perasaan orang tersebut.

8
2.6 Kaitan antara Perilaku Empati dengan Perkembangan Moral
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang memiliki pengaruh juga
dalam perkembangan moralnya. Salah satunya konsep sesuatu dianggap
baik dan buruk oleh seseorang melalu penilainnya. Hal ini di sebut
dengan “the good heart” yaitu melihat bagaimana moral feeling dan affective
sources individu berperanan dalam pendorong perilaku menjadi seseorang
yang baik. moral feeling dan affective sources berupa empati.
Berbicara tentang moral tentunya memiliki kaitan dengan bagaimana
seseorang berhadapan dengna orang lain, barupa bagaimana ia membantu
orang lain serta bagaimana merespon situasi dan emosi yang mereka
keluarkan.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Hoffman (1991), perkembangan moral ditandai juga dengan
adanya perkembangan perilaku prososial dan empati dalam diri seorang anak.
Hoffman mengemukankan bahwa dalam perkembangannya, empati memiliki
dua dimensi yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif, selain itu dalam
perkembangan empati memiliki korelasi dengan perkembangan kemampuan
kognitif. Empati banyak disebut sebagai motif dasar bagi seseorang untuk
bertindak prososial, namun demikian banyak penelitian hanya mendapatkan
hubungan antara empati dengan prekembangan perilaku prososial.
Terdapat empat tahap perkembangan empati menurut Hoffman, diantara
lain adalah
1. Global Empathy
2. Egosentric Empathy
3. Empathy for another’s feelings
4. Empathy for another’s life condition
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang memiliki pengaruh juga
dalam perkembangan moralnya. Salah satunya konsep sesuatu dianggap baik
dan buruk oleh seseorang melalu penilainnya. Hal ini di sebut dengan “the
good heart” yaitu melihat bagaimana moral feeling dan affective sources
individu berperanan dalam pendorong perilaku menjadi seseorang yang baik.
moral feeling dan affective sources berupa empati.
Berbicara tentang moral tentunya memiliki kaitan dengan bagaimana
seseorang berhadapan dengna orang lain, barupa bagaimana ia membantu
orang lain serta bagaimana merespon situasi dan emosi yang mereka
keluarkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hoffman, Martin L. Empathy and Moral Development “implications for


caring and justice”. 2000. USA : Cambridge University Press.
Carlo, Gustavo, dkk. Early adolescense and prosocial behavior 1: the role of
individual processes. 1999. Lincoln: University of Nebraska.

11

Anda mungkin juga menyukai