Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

(PERKEMBANGAN AFEKTIF)

Disusun oleh:
Siti munawaroh (2520190004)
Rohayati(2520190005)
Ani mayuni(2520190006)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SEMESTER IV (EMPAT)
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA-2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam. Atas izin dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa kurang suatu apa pun.
Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad
SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul “Perkembangan Peserta Didik (Perkembangan Afektif)”
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Isi materi
makalah yang kami uraikan di makalah ini berdasarkan referensi dari buku “Perkembangan
Peserta Didik” yang ditulis oleh Prof. Dr. H. Sunarto dan Dra. Ny. B Agung hartono.
Selama proses penyusunan makalah, kami mendapatkan bantuan referensi dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, kami berterima kasih kepada:
1. Ibu Heni Rochimah,S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan
3. Pihak yang tidak dapat disebutkan penulis satu persatu
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Besar
harapan kami agar pembaca berkenan memberikan masukkan berupa kritik dan saran.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikum wr.wb
Jakarta, 22 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
2.1 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
3.1 Tujuan Makalah..........................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..........................................................................................................................5
PERKEMBANGAN AFEKTIF.................................................................................................5
2.1 PERKEMBANGAN EMOSI.......................................................................................5
2.2 PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP...............................................12
BAB III......................................................................................................................................17
PENUTUP.................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................17
3.2 Saran...........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memahami perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk
mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil akademik tapi
juga dalam hal pembentukan moral.
Afektif mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan
afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Setiap peserta didik memiliki
emosi yang berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan juga harus berbeda.
Reaksi emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga dapat mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik.

2.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan


masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan afektif / sosio emosional pada remaja?
2. Bagaimana perkembangang nilai, moral dan sikap pada remaja?

3.1 Tujuan Makalah

Adapun tujuan pembuatan makalah yang ingin dicapai, adalah :


1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan afektif / sosio emosional pada remaja.
2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan nilai, moral dan sikap pada remaja.

4
BAB II

PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN AFEKTIF

2.1 PERKEMBANGAN EMOSI

Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk mencapai atau
memiliki sesuatu. Seberapa banyak dorongan-dorongan dan minat-minat seseorang itu
terpenuhi merupakan dasar dari pengalaman emosionalnya. Seseorang yang pola
kehidupannya berlangsung mulus, dimana dorongan-dorongan atau minat dan keinginan-
keinginannya berhasil dicapai, mereka cenderung memiliki perkembangan emosi yang stabil
dan dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Tetapi sebaliknya, jika dorongan dan
keinginannya tidak berhasil terpenuhi, sangat dimungkinkan perkembangan emosionalnya
mengalami gangguan. Gejala-gejala emosional seperti marah, takut, bangga dan rasa malu,
cinta dan benci, harapan-harapan dan rasa putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan
baik.

2.1.1 Pengertian Emosi

Perbuatan atau tingkah laku kita sehari-hari pada umumnya disertai oleh perasaan-
perasaan tertentu, seperti perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang atau tidak
senang yang terlalu menyertai perbuatan-perbuatan kita sehari-hari disebut warna afektif.
Warna afektif ini kadang-kadang kuat, lemah, bahkan tidak jelas (samar-samar). Dalam hal
warna afektif tersebut kuat, maka perasaan-perasaan menjadi lebih mendalam lebih luas dan
lebih terarah. Perasaan-perasaan seperti ini disebut emosi (sarlito,1982:59). Disamping
perasaan senang atau tidak senang, beberapa contoh macam emosi yang lain adalah gembira,
cinta, marah, takut, cemas dan benci.
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda, tetapi perbedaan keduanya tidak dapat
dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara
kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasannya. Pada suatu saat suatu warna
afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi
contohnya marah yang ditunjukan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan
emosi. Menurut crow & crow (1958) pengertian emosi adalah sebagai berikut: “an emotion is
an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental and
physiological stirred up states in the individual and that shows it self in his overt behavior”.

5
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental, dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Pada saat
terjadi emosi, seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik, antara lain berupa:
1) Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.
2) Peredaran darah: bertambah cepat bila marah.
3) Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.
4) Pernapasan: bernapas panjang kalau kecewa.
5) Pupil mata: membesar bila marah.
6) Liur: mengering kalau takut.
7) Bulu roma: berdiri kalau takut.
8) Pencernaan: mencret-mencret kalau tegang.
9) Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor).
10) Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang
menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Emosi

Secara tradisional, masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang
secara normal dialami adalah cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas,
cemburu, sedih dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan
yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu
terhadap ungkapan emosi mereka.
a. Cinta atau kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain
dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Walaupun remaja bergerak
kedalam dunia pergaulan yang lebih luas, dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya.
Tampaknya tidak ada manusia, termasuk remaja yang dapat hidup bahagia dan sehat tanpa
mendapatkan cinta dari orang lain. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal
dan mempunyai sikap permusuhan, besar kemungkinannya disebabkan oleh kurangnya rasa
cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b. Gembira

6
Pada umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang
menyenangkanyang dialami selama remaja. Perasaan gembira dari remaja belum banyak
diteliti. Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baikdan
para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila
ia jatuh cinta dan cintanya mendapat sambutan oleh yang dicintai.
c. Kemarahan dan permusuhan
Sejak masa kanak-kanak, rasa marah telah dikaitkan dengan usaha remaja untuk
mencapai dan memiliki kebebasan sebagai seorang pribadi yang mandiri. Rasa marah juga
pentingdalam kehidupan, karena melalui rasa marahnya, seseorang mempertajam tuntutannya
sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri. Dalam upaya memahami remaja, ada 4 faktor
yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah, yaitu:
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk
memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2) Ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek kemarahan
yang berkembang dan kemudian menjadi surut, tetapi juga mempunyai sikap–sikap
dimana ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhan yang meliputi sisa kemarahan
masa lalu.
3) Seringkali perasaan marah sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam
bentuk yang samar-samar
4) Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini
merupakan aspek yang sangat penting dan juga paling sulit dipahami.

d. Ketakutan dan kecemasan


Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan
panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Semua
remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa diantara mereka merasa takut hanya
pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Remaja seperti halnya anak-anak dan
orang dewasa seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutanyang timbul dari
persoalan-persoalan kehidupan.

Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu 12-15
tahun, dan usia 15-18 tahun.
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun:

7
1) Pada usia ini, seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat di terka.
Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam
hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam
menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin bisa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai
akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan
karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri. Mereka mempunyai
pendapat bahwa ada jawaban-jawaban absolut dan bahwa mereka mengetahuinya.
5) Siswa-siswi di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih
objektif dan mungkin menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang
bersikap srba tahu.

Ciri-ciri emosioal remaja usia 15-18 tahun:


1) “Pemberontakan” remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang
universal dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpati dan nasihat oang tua/guru.
3) Siswa pada usia ini sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak
diantara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tetentu.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi

Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (hurlock,1960:266). Reaksi emosional
yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan
muncul dikemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lain dalam mempengruhi perkembangan emosi.
Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang
sebelumnya tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang

8
lebih lama dan menimbulkan emosi lebih terarah pada satu objek. Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi antara lain adalah:
1) Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengeskspresikan emosi dalam bentuk prilaku
yang memberikan pemuasan terbesar kapadanya, dan menolak prilaku yang
memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak
bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang
diamati.
3) Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang
sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.
4) Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi
emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
5) Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan pengawasan terbatas pada aspek reaksi
Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika sesuatu emosi
terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi tehadap
rangsangan yang biasanya mambangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah
agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan
emosi yang tidak menyenangkan. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan
terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan
pemanfaatan media massa atau keseluruhan latar belakang pengalaman, berpengaruh
terhadap perubahan-perubahan emosional ini.

2.1.4 Hubungan Antara Emosi Dan Tingkah Laku Serta Pengaruh Emosi
Terhadap Tingkah Laku

Emosi seperti rasa takut atau marah dapat menyebabkan seseorang gemetar, mulut
menjadi kering, detak jantung cepat, tekanan darah mulai terpacu dan sistem pencernaan juga
menjadi terganggu. Keadaan emosi yang menyenangkan dan relaks berfungsi sebagai alat
pembantu untuk mencerna, sedangkan perasaan tidak enak atau tertekan dapat menghambat/
menggangu pencernaan. Salah satu cara penyembuhan yang efektif adalah menghilangkan

9
penyebab dari tegangan emosi. Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi
Kesehatan, oleh karna itu kegembiraan berlebih, rasa takut dan cemas harus dihindari.
Adapun gangguan seperti kesulitan berbicara itu disebabkan bukan karna organ bicara
bermasalah melainkan karna pengaruh gangguan emosi. 

Bila dia dihadapkan dengan situasi yang menyebabkan kebingungan, ketidaknormalan


berbicara akan timbul. Banyak situasi yang timbul disekolah atau dalam suatu kelompok
yang menyebabkan hal ini terjadi. Seperti pada situasi tertentu seseorang dapat merasa takut,
malu atau agresif apabila bertemu dengan seseorang yang dijumpainya. Contohnya yakni
seorang siswa tidak senang kepada gurunya bukan karna pribadi gurunya melainkan karna
situasi kelas tersebut. Jika dia merasa malu karna gagal menghafal pelajaran di depan kelas,
akibatnya mungkin dikesempatan lain dia takut untuk ikut kelas tersebut. Bisa saja dia
membolos sekolah dan melarikan diri dari semua itu. Penderitaan emosional dan frustasi
dapat mempengaruhi efektifitas belajar. Seorang anak akan belajar lebih efektif bila dia
termotivasi. Motivasi untuk belajar ini yang menghasilkan rasa senang karna berhasil
mencapai prestasi. Dengan demikian rangsangan yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi
hasil belajar siswa.

2.1.5 Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi

Dalam perkembangan emosi ada beberapa perbedaan yakni dari segi frekuensi, intensitas,
serta jangan waktu dari berbagai macam emosi, dan juga pemunculannya. Perbedaan ini
sudah mulai terlihat sejak bayi hingga usia anak-anak.

Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karna dia
telah belajar dari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi
itu berupa kegembiaraan atau yang menyenangkan lainnya. Selain itu karna anak mengekang
emosi mereka maka kemudian emosi akan cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi
itu diekspresikan secara terbuka. Oleh karna itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-
beda.

Perbedaan tersebut disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu serta kemampuan
intelektualnya, dan kondisi lingkungannya. Anak sehat cenderung kurang emosional dengan
anak yang kurang sehat. Anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai
macam rangsangan dibanding dengan anak yang kurang pandai. Tetapi sebaliknya mereka
cenderung lebih mampu mengendalikan ekspresi emosi. Dari segi lingkungan, cara mendidik

10
yang otoriter mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut sedangkan cara
mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembangnya semangat dan kasih
sayang. Kemudian anak di keluarga berstatus social ekonomi rendah akan cenderung takut
dan cemas dibandingkan dengan keluarga berstatus social ekonomi tinggi. 

2.1.6 Upaya Pengembangan Emosi Remaja Dan Implikasinya Dalam


Penyelenggaraan Pendidikan 

Guru dapat membantu mereka yang bertindak kasar dengan jalan keberhasilan dalam
melakukan tugas yang diberikan sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih
mudah ditangani. Apabila kemarahan semakin meledak, Tindakan yang dapat dilakukan
yakni dengan jalan Tindakan yang bijaksana dan lemah lembut, mengubah pokok
pembicaraan dan memulai aktivitas baru. 

Bertambahnya kebebasan remaja misalkan bila banyak keinginan dari mereka yang secara
langsung dihambat/ dirintangi oleh guru-guru dan orang tua maka sama seperti menambah
“bahan bakar terhadap api”. Maka dari itu salah satu cara untuk menjaganya adalah dengan
meminta siswa untuk mendiskusikan atau menulis tentang perasaan-perasaan mereka. Penting
bagi guru juga untuk memahami alasan pemberontakannya, ini sama pentingnya seperti bagi
remaja untuk mengendalikan dirinya karena hidup di masyarakat yakni dengan dapat saling
menghormati dan menghargai keterbatasan dan kebebasan individual.

Siswa menengah atas banyak mengisi pikirannya dengan hal lain dari pada tugas sekolah,
misalnya seks, konflix dengan orang tua dan apa yang dilakukan setelah ia tamat sekolah.
Persoalan yang paling membingungkan guru yakni bagaimana menghadapi siswa yang hanya
membunyai kecakapan terbatas tetapi mereka selalu “memimpikan kejayaan”. Seorang guru
tidak ingin membuat mereka putus asa, jika guru terus mendorong untuk melakukan hal yang
dia tidak bisa dan mencoba namun gagal, hal ini malah menambah kesengsaraan dalam
hidupnya. Penyelesian yang baik adalah mendorong anak itu agar tetap berusaha namun tetap
mengingatkan untuk menghadapi kenyataan. Menyarankan tujuan yang mungkin menjadi
alternatif cara membuat ambisinya menjadi lebih realistic dan mudah mengatasinya apabila
mengalami kegagalan. 

11
2.2 PERKEMBANGAN NILAI, MORAL DAN SIKAP

Dapatkah nilai-nilai hidup dipelajari? Kalau dapat dipelajari sebagai satu ilmu atau
sebagai pengetahuan, apakah pengetahuan tentang hidup dapat seketika membuat orang mau
dan mampu bertindak/ bertingkah laku sesuai denga napa yang diketahuinya?

Antara pengetahuan dan Tindakan ternyata tidak selalu terjadi koneksi positif yang
tinggi (Surakhmad, 1980: 9). Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan pengertian dan
saling keterkaitan antara nilai, moral dan sikap, serta pengaruhnya terhadap tingkah laku.

2.2.1 Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral dan Sikap serta
Pengaruhnya Terhadap Tingkah Laku

Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalkan adat
kebiasaan dan sopan santun (Sutikna, 1988: 5). Sopan santun, adat dan kebiasaan serta nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan
seseorang dalam kedudukannya sebagai warga negara Indonesia dalam hubungan hidupnya
dengan negara serta dengan sesama warga negara.

Nilai yang terkandung dalam Pancasila yang termasuk dalam sila kemanusiaan yang adil
dan beradab, antara lain: 

1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan


kewajiban antara sesama manusia
2. Mengembang  Sikap tenggang rasa dan
3. Tidak semena-mena terhadap orang lain,  Berani membela
kebenaran dan keadilan, dan sebagainya

Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan
sebagainya (purwadarminto, 1957: 957). Dalam moral diatur segala perbuatan yang dinilai
baik dan perlu dilakukan dan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan
yang salah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.

Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan control
dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalkan
dalam pengalaman hidup : tenggang rasa, dalam perilakunya sesorang akan selalu

12
memperhatikan perasaan orang lain, tidak “semau gue”. Dia dapat membedakan Tindakan
yang benar dan yang salah.

Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral, sikap, dan tingkah laku akan tampak
dalam pengalaman nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu,
kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu terhadap
nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang
dimaksud.

2.2.2 Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja

Menurut Futher (1965) (dalam Monks, 1984: 252), kehidupan moral merupakan
problematik yang pokok dalam masa remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau
perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, agar dapat memahami
mengapa justru pada saat remaja hal tersebut menjadi sangat penting.

Ada tungkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu :

1. Prakonvensional

Stadium 1 : anak berorientasi keoada kepatuhan dan hukum. Anak menggangap baik atau
buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya. anak hanya mengetahui bahwa aturan-
aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. ia harus
menurut atau kalau tidak, akan memperoleh hukuman.

Stadium 2 : berlaku prinsip relativistik hedonism titik pada tahap ini, anak tidak lagi
secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau ditentukan oleh
orang lain, tetapi mereka sadar  bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi. Jadi,
ada relativisme.  relativisme  ini artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan
seseorang (hedonistik). misalnya mencuri ayam karena kelaparan titik karena perbuatan
mencuri untuk memenuhi kebutuhannya maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang
bermoral, meski diketahui sebuah perbuatan karena akibatnya, yaitu hukuman.

2. Konvensional

Stadium 3 :  menyangkut orientasi mengenai anak yang baik titik pada stadium ini, anak
mulai memasuki umur belasan tahun, di mana anak memperlihatkan orientasi perbuatan
perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. masyarakat adalah

13
sumber yang menentukan apakah seseorang baik atau tidak titik menjadi anak yang manis
masih sangat penting dalam stadium ini

Stadium 4 :  yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas. pada stadium
ini perbuatan baik yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh
lingkungan masyarakatnya, Melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan
aturan atau norma-norma sosial. jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut
melaksanakan aturan-aturan yang ada agar tidak timbul kekacauan.

3. Post-konvensional

Stadium 5 :   merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan


lingkungan sosial. pada stadium ini  ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan
lingkungan sosial, dengan masyarakat. seseorang harus memperlihatkan kewajibannya,
harus sesuai dengan tuntutan norma-norma sosial karena sebaliknya, lingkungan sosial
atau masyarakat akan memberikan perlindungan kepadanya.

Stadium 6 :   tahap ini disebut prinsip universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping
norma pribadi dan subjektif titik dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang dengan
masyarakatnya agar unsur-unsur objektif yang menilai apakah suatu perbuatan itu baik
atau tidak baik. Subjektivisme ini berarti ada perbedaan penilaian antara seorang dengan
orang lain.  dalam hal ini,  unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik
dilakukan atau  sebaliknya titik remaja mengadakan penginternalisasian moral yaitu
remaja melakukan tingkah laku tingkah laku moral yang dikemudikan  oleh tanggung
jawab batin sendiri. tingkat perkembangan moral pasca konvensional harus dicapai
selama masa remaja.

Menurut Futher (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai-nilai (Mornk’s, 1984: 257).
Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja melaikna juga dapat
menjalankannya/ mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti bahwa remaja sudah dapat
menginternalisasikan penilaian-penilaian moral, mennjadikannya sebagai nilai-nilai pribadi.
Untuk selanjutnya penginternalisasian nilai-nilai ini akan tercermin dalam sikap dan tingkah
lakunya.

14
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap.

Sama seperti perkembangan lainnya, maka perkembangan nilai. Moral, dan sikap
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan sejumlah hasil penelitian , bagi anak-anak usia
12 tahun dan 16 tahun, gambaran-gambaran ideal yang diindentifikasi adalah orang-orang
dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal.

Bagi para ahli psikonalisis perkembangan moral dipandang sebagai proses


internalisasinorna-norma masyarakat. Menurut psikonalisis, moral dan nilai menyatu dalam
konsep superego.superego dibentuk melalui perintah-perintah yang dating dari luar
( khususnya dari orang tua ) sedemikian rupa akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang tidak mempunyai hubungan baik dengan
orang tuanya, besar kemungkinan akan sering melanggar norma masyarakat. Dikarenakan
mereka tak mampu untuk mengembangkan superego yang cukup kuat.

Teori-teori lain yang non-psikonalisis beranggapan bahwa orang tua bukan lah satu-
satunya sarana pembentuk moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sekitarnya
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan moral. Didalam pembentukan
tingkah laku dan nilai-nilai hidup, hal yang sangat penting adalah lingkungan sekitar atau
lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang bertugas sebagai pendidik
dan Pembina. Makin jelas sikap dan sikap lingkungan terhadap nilai hiduptertentu dan moral
makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk tingkah laku yang sesuai.

Teori yang dikemukan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil dari
sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasan dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan nilai kebudayaan. Dalam perkembangan moral,  Kohlberg menyatakan adanya tahap-
taahap yang berlangsung sama pada setiap kebudayaan.

2.2.4 Perbedaan Indivuduai Dalam Perkembangan Nilai. Moral, Dan Sikap.

Pengertian moral dan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda
dengan anak-anak yang lebih dewasa. Anak-anak, aan beranggapan bahwa aturan-aturan
adalah suatu hal yang pasti dan mutlak yang dimana tak dapat di bantah. Sedangkan anak
yang lebih besar akan beranggapan bahwa peraturan yang tidak sesuai dengan dirinya dapat
diubah dan disesuaikan dengan persutujuan bersama. Bagi remaja atau orang dewasa yang
penalarannya terhambat atau kurang berkembang,tahap perkembangan moralnya ad pada

15
tahap prakonvesional. Pada tahap ini seseorang belum dapat mengenal atau menerima sebuah
aturan serta harapan masyarakat. Sehingga pada tahap awal pedoman mereka hanyalah
menghindari hukuman. Sedangkan bagi mereka yang sudah mencapai tahap kedua, mereka
sudah dapat mememahami bahwasannya dalam memenuhi kebutuhan diri sendiri, mereka
juga harus memikirkan kepentingan orang lain. Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan
mempengaruhi perkembangan moral yang dimana akan dapat berbagai rangsangan dalam
pembentukkan perkemvangan moralnya. Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi
dalam intensitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu. 

a. Di ujung paling kiri, kita kelompokkan individu yang hampir-hampir atau  sama
sekali tidak mengerti konsep nilai dan tenggang rasa
b. Di ujung paling kanan, Terdapat individu yang baik dalam pengetahuan atau tingkah
lakunya, Mencerminkan penghayatan nilai rasa tenggang yang sangat menyakinkan.
Diantara dua ujung Yang eksrem ini, kita kelompokkan individu yang Memliki
berbagai tingakat pemahaman dan yang menunjukkan tingkah laku, sehingga harus
kontinum itu terisi sepenuhnya.

2.2.5 Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, Dan  Sikap Remaja Serra Implikasi
Nya Dalam Penyenggalaraan Pendidikkan.

Perwujudan nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Karena itu ada
kemungkinan bahwa ada individu yang tahun tentang sesuatu nilai yang tetap menjadi
pengetahuan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan nilai, moral,
dan sikap remaja adalah :

a. Menciptakan komunikasi
Dalam komunikasi hendaknya didahului dengan pemberian informasi tentang nilai dan
moral. Hendaknya ada upaya untuk mengikut sertakan remaja dalam beberapa
pembicaraan dan dalam mengambil keputusan keluarga. Sedangkan dalam lingkungan
sebaya remaja turut serta aktif dalam tanggung jawab serta penentuan maupun keputusan
kelompok.

b. Menciptakan iklim lingkungan yang serasi.

Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, dan dia berhasil memliki
nilai hidup itu biasanya adalah orang yang berada dalam lingkungan yang secara positif,

16
jujur dan  serta senantiasa mendukung tingkah laku yang mencerminkan nilai hidup
tersebut.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Afektif adalah berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan danemosi


seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri. Kelakuan seseorang yang baik atau
buruk. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan- perubahan tubuh.
Jenis emosi yang secara normal dialami antara laliln: cinta,gembira, marah, takut, cemas dan
sedih.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain kematangan dan kondisi-
kondisi kehidupan atau kultur. Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat atau prinsip-prinsip hidup yang menjadi pegangan seseorang dalam
hidupnya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara. Sedangkan moral adalah ajaran
tentang baik buruk suatu perbuatan dan kelakuan. Sikap adalah kesediaan bereaksi individu
terhadap sesuatu hal.
Tingkat perkembangan pasca-konvensional harus dicapai oleh remaja. Menjadi remaja
berarti mengerti nilai-nilai, yang tidak hanya memperoleh pengertian saja namun juga dapat
menjalankannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai,
moral dan sikap remaja adalah menciptakan komunikasi disamping member informasi dan
remaja diberi kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan system
lingkungan yang serasi/kondusif.

3.2 Saran

Menjadi seorang remaja dalam masa pencarian jati diri tetap harus memahami konsep
ranah afektif yang akan mempengaruhi kehidupannya, baik sekarang maupun yang akan
datang. Sehingga harapannya akan kehidupan yang lebih baik dan menjadi seorang yang peka
terhadap sosial dapat terwujud.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sunarto dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

18

Anda mungkin juga menyukai