Anda di halaman 1dari 6

ALIRAN ESENSIALISME

Posted on Oktober 16, 2009 by Tuatul Mahfud Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman Tokoh-tokoh Esensialisme 1. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 1831) Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. 2. George Santayana George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan 1. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri. 2.Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat

aLiraN EsenSiaLismE daLam FiLsaFat PenDidiKaN A.PENDAHULUAN Ciri-ciri esensialisme : 1. Melawan progresivisme 2. Bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. 3. Terbentuk dari idealisme dan realisme. 4. Fleksibel, terbuka untuk perubahan, toleran, tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.

Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang tela hada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada

umumnya

ditinjau

dari

sudut

Abad

Pertengahan.

(Barnadib,

1997:52)

Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatisme Abad Pertengahan. Maka, disusunlah konsepsi yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman modern. Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen esnsialisme, titik berat tinjauannya adalah mengnai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. B. TOKOH-TOKOH ALIRAN ESENSIALISME

1. Desiderius Erasmus Humanis Belanda yang hidup pada akhir Abad ke-15 dan permulaan Abad ke-16, adalah tokoh yang mula-mula sekali berontak terhadap pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Tokoh ini berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan internacional, yang dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristocrat 2. Johann Amos Cornenius Adalah pendidik Renaisans pertama yang berusaha untuk mensistematisasikan proses pengajaran. Tokoh ini dengan menilik pandangan-pandangannya, dapat disebut seorang realis yang dogmatis. Ia berkata antara lain bahwa hendaklah segala sesuatu diajarkan melalui indra karena indra adalah pintu gerbang jiwa. Cornenius mempunyai pendirian bahwa karena dunia itu dinamis dan betujuan, tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai kehendak Tuhan. 3. John Locke Adalah tokoh dari Inggris yang dikenal sebagai pemikir dunia ini, ia berusaha agar pendidikan menjadi dekat dengan situasi-situasi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin. 4. Johann Henrich Pestalozzi Peercaya sedalam-dalamnya mengenai alam dalam arti peninjauan yang bersifat naturalistis. Alam dengan sifat-sifatnya tercermin pada manusia, yang karenanya memiliki kemampuan-kemampuan wajarnya. 5. Friedrich Frobel

Memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif. Dalam tingkah laku demikian ini tampak adanya kualitas metafisis; maka tugas pendidikan adalah memimpin anak didik ini ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai dengan pernyataan dari Tuhan. 6. Johann Friedrich Herbart Salah seorang murid Immanuel Kant, adalah tokoh yang selalu bersikap kritis. Ia berpendirian bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari Yang Mutlak, yang berarti antara lain penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan. Proses ini disebut Herbart sebagai pengajaran yang mendidik. 7. William T. Harris Sebagai tokoh Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini berusaha menerapkan idealisme objektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas pendidikan adalah mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakkan bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada masyarakat. (Barnadib, 1997:52-54) C. PANDANGAN ONTOLOGI ESENSIALISME Yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela pula. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran, dan keagungan. Dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola idelaisme dan realisme. (Jalaluddin dan Idi, 2007:101)

D. PANDANGAN EPISTEMOLOGI ESENSIALISME Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi pengetahuannya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama. (Jalaluddin dan Idi, 2007:103) E. PANDANGAN AKSIOLOGI ESENSIALISME

Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme.

Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup.

George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sntesis dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. (Jalaluddin dan Idi, 2007:106) F. PANDANGAN ESENSIALISME MENGENAI BELAJAR Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. (Jalaluddin dan Idi, 2007:107) Pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan terbatas. Determinasi mutlak menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya. Determinasi terbatas, yang memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. (Jalaluddin dan Idi, 2007:108)

G. PANDANGAN ESENSIALISME MENGENAI KURIKULUM Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Bersumber pada pandangan inilah kegiatan pendidikan dilakukan. Menurut Bogoslousky, selain ditegaskan dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum juga dapat diibaratkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian. Pertama, universum. Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas. Kedua, sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi, manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, serta hidup aman dan sejahtera. Ketiga, kebudayaan. Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran, dan penilaian mengenai lingkungan.

Keempat, kepribadian. Pembentukan kepribadian dalam arti riil tidak bertentangan dengan

kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal. (Jalaluddin dan Idi, 2007:108-109)

DAFTAR PUSTAKA Barnadib, Imam. 1997. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset

Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai