Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Berpikir adalah aktivitas yang dilakukan oleh seluruh manusia yang berhubungan erat
dengan kerja akal. Akal manusialah yang menjadi salah satu alat menyerap pengetahuan,
menemukan dan membedakan mana yang benar atau keliru.
Namun, manusia yang memiliki pengetahuan terbatas ataupun belum memaksimalkan
fungsi akalnya terkadang terjebak kepada kekeliruan atau kerancuan dalam berpikir. Hal ini
wajar, karena akal bekerja berdasarkan hukum-hukum universal tertentu. Ketidaktaatan terhadap
hukum-hukum universal dalam berpikir, menjadikan seseorang melakukan kekeliruan atau
kesalahan. Dalam ungkapan yang lebih ekstrem, seseorang yang tidak menaati hukum berpikir
dapatlah dikatakan sebagai seseorang yang tidak rasional (irrasional).
Orang kemudian mengenal hukum-hukum berpikir rasional yang universal itu dengan
istilah Logika. Suatu istilah yang diperkenalkan oleh Aristoteles, filsuf Yunani kuno. Di dunia
Arab ,Logika kemudian populer dengan istilah Mantiq. Dan kekeliruan berpikir adalah salah satu
bagian penting yang dibahas dalam studi tentang logika
Bagi setiap orang, apalagi kaum cendekiawan, menghindari melakukan kekeliruan dalam
berpikir ini menjadi suatu keharusan. Sebab dari proses berpikirlah kehidupan, budaya, tradisi,
bahkan sebuah peradaban dibangun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan kekeliruan berpikir?
2. Mengapa manusia dapat keliru dalam berpikir?
3. Bagaimana contoh-contoh kekeliruan berpikir dalam lingkungan?
1

BAB II
PEMBAHASAN
Dalam logika dikenal istilah strategems atau fallacies; yakni kesalahan argumentasi
karena kerancuan menggunakan bahasa atau kekeliruan berpikir. Bila logika mengajarkan
kepada kita tehknik berpikir kritis, strategems adalah teknik berpikir tidak kritis.
Banyak pengelompokan yang dilakukan oleh berbagai pemikir terhadap aspek-aspek
yang termasuk ke dalam kekeliruan berpikir, baik secara umum maupun secara detail. Tapi dari
berbagai pembagian aspek yang berhubungan dengan kekeliruan itu, pembagian oleh Mundiri
(Logika, 1994), sepertinya merupakan salah satu pembagian yang cukup akurat dan sederhana.
Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu ke dalam 3 kelompok besar:
A. KEKELIRUAN FORMAL
1. Fallacy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena
term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term, seperti :
Semua perbuatan mengganggu orang lain diancam dengan hukuman,menjual barang di bawah
harga tetangganya adalah mengganggu kepentingan orang lain,dll.
Orang berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.
2. fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup)
Kekeliruan berfikir karena tidak satu pun dari kedua term penengah mencakup, seperti :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar.
Semua anggota PBB adalah Negara merdeka. Negara itu tentu menjadi anggota PBB karena
memang negara merdeka.
3. Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)

Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapo dalam
konklusi mencakup, seperti :
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata.
Kuda adalah binatang, sapi bukan kuda jadi ia bukan binatang.
4. Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis yang
Negatif)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila
terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertontonkan dan tidak sati pun drama Shakespeare
mudah dipertontonkan, maka semua drama Shakespeare adalah baik.
5. Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka karena membenarkan akibat kemudian
membenarkan pula akibatnya, seperti :
Bila kita bisa berkendaraan secepat cahaya, maka kita bisa mendarat di bulan. Kita telah dapat
mendarat di bulan berarti kita telah dapat berkendaraan secepat cahaya.
Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah pecah.
6. Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)
Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab kemudian
disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana, seperti :
Bila permintaan bertambah harga naik. Nah, sekarang permintaan tidak bertambah, jadi harga
naik.
Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.
7. Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)

Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative


pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran
alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain, seperti :
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung, berarti dia ada di Jakarta. (Dia
bisa tidak di Bandung maupun di Jakarta).Dia menulis cerita atau pergi ke Surabaya. Dia tidak
pergi ke Surabaya, jadi ia tentu menulis cerita.
8. Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)
Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang
diakui sebelumnya, seperti : Anggaran Dasar organisasi kita sudah sempurna kita perlu
melengkapi beberapa fasal agar komplit.Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa
menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.

B. KEKELIRUAN INFORMAL
1. Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburuburu)
Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil
kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang
ditarik melampau batas lingkungannya, seperti :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.
2. Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan, seperti :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan
bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini

orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karean goresan
besi pagar
3. Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus
dibuktikan dahulu kebenarannya, seperti : Allah itu mesti ada karena ada bumi (di sini orang
akan membuktikan bahwa Allah itu ada dengan dasar adanya bumi, tetapi tidak dibuktikan
bahwa bumi adalah ciptaan Allah).
4. Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)
Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut
dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya, seperti ;
Sarjana-sarjana lulusan perguruan tinggi Omega kurang bermutu, karena organisasinya kurang
baik. Mengapa organisasi perguruan tinggi itu kurang baik? Dijawab karean lulusan perguruan
tinggi itu kurang bermutu.
5. Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya.
Jadi mengambil kesimpuulan melompat dari dasar semula, seperti; pantas ia cantik, karena
pendidikannya tinggi.
6. Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan
seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut, seperti:
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah
ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

C. KEKELIRUAN KARENA PENGGUNAAN BAHASA


1. Fallacy of Compotition (Kekeliruan Karena Komposisi)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada bagian untuk menyifati
keseluruhannya, seperti :
Setiap kapal perang telah siap, maka keseluruhan angkatan laut Negara itu sudah siap tempur.
Mur ini sangat ringan, karena itu mesinnya tentu sangat ringan.
2. Fallacy of Division (Kekeliruan dalam Pembagian
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat yang ada pada keseluruhannya, maka
demikian juga setiap bagiannya, seperti :
Kompleks ini dibangun di atas tanah yang luas, tentulah kamar-kamar tidurnya juga luas.
Di perguruan tinggi para mahasiswa belajar hukum, ekonomi, sejarah, sastra, filsafat, teknik,
kedokteran, arsitektur, karena itu setiap mahasiswa tentulah mempelajari semua ilmu-ilmu
tersebut.
3. Fallacy of Accent (Kekeliruan Karena Tekanan)
Kekeliruan berfikir karena kekeliruan memberikan tekanan dalam pengucapan, seperti :
Ibu, ayah pergi (yang hendak dimaksud adalah ibu dan ayah pembicara sedang pergi. Seharusnya
tidak ada penekanan pada ibu, sebab maknanya menjadi pemberitahuan pada ibu bahwa ayah
baru saja pergi).

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Strategems atau fallacies; yakni kesalahan argumentasi karena kerancuan menggunakan

bahasa atau kekeliruan berpikir.


Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu ke dalam 3 kelompok besar ; kekeliruan formal
yang berhubungan dengan bentuk dari premis-premis dalam silogisme, kekeliruan informal
yang berhubungan dengan aspek materi dari suatu kesimpulan logis, dan kekeliruan
penggunaan bahasa yang berhubungan dengan pelak-pelik ungkapan dan tata bahasa yang
kemudian menyebabkan kesalahan penafsiran.

DAFTAR PUSTAKA
7

http://filsafat-misbah.blogspot.com/2007/10/kekeliruan-berpikir.html
http://filsafat-misbah.blogspot.com/2007/10/kekeliruan-berpikir.html
Mundiri, Logika, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-8, h. 211-224

Anda mungkin juga menyukai