Anda di halaman 1dari 60

BERNALAR ILMIAH

Anggota kelompok:
• dr. Wiharjo Hadisuwarno • dr. Muhamad Aufa Ni’Ami
• dr. Nadya Idfenti Putri • dr. Galih Surya Rizkinanto
• dr. Prima Hari Nastiti • dr. Priskila Christy
• dr. Rizza Maulana Azmi • dr. Rr. Shinta Ananda Dwiyanti
• dr. Beata Meidini Rahmat • dr. Iin Muslihah
• dr. Indra Mahardika Iridika H. • dr. Catur Kusumo
• dr. Amira Suryani Rahmatika • dr. Atiya Nurrahmah
• dr. Lia jessica • dr. Nafdzu Makhmudatul Muna
• dr. Tony Santoso Putra
Penalaran
• Adalah hal mengembangkan atau
mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman.
Penalaran ilmiah
• penalaran (dari kata dasar nalar) memiliki arti yaitu
suatu proses mental dalam mengembangkan
pemikiran yang logis dari beberapa fakta atau prinsip
untuk mencapai sebuah kesimpulan (KBBI, 2019)
• kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu atau memiliki
syarat-syarat kaidah ilmu pengetahuan (KBBI, 2019)
Penalaran ilmiah adalah suatu proses mental
dalam mengembangkan pemikiran yang logis
berdasarkan fakta atau prinsip sesuai kaidah ilmu
pengetahuan untuk mencapai sebuah kesimpulan
Ciri-ciri Penalaran Ilmiah

• Logis, suatu penalaran harus memenuhi unsur


logis, artinya pemikiran yang ditimbang secara
objektif dan didasarkan pada data yang shahih.
• Analitis berarti bahwa kegiatan penalaran tidak
terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam
merangkai, menyusun, atau menghubungkan
petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu
pola tertentu.
• Rasional, artinya adalah apa yang sedang di
nalar merupakan suatu fakta atau kenyataan
yang memang dapat dipikirkan secara
mendalam.
Jenis penalaran
(menurut alur langkahnya)
Langsung Tidak langsung (silogisme)
• Oposisi • Kategorik
• Eduksi ▫ Entimema
▫ Konversi ▫ Sorites
▫ Obversi ▫ Polisilogisme
▫ Inversi ▫ epikirema
▫ kontraposisi • Hipotetik
• Disjungtif
▫ Eksklusif
▫ Inklusif
▫ alternatif
Penalaran langsung
• Adalah pola berpikir dimana premisnya terdiri
dari suatu proposisi kemudian diikuti dengan
suatu kesimpulan.
• 2 macam : oposisi dan eduksi
Penalaran oposisi
• Pertentangan antara dua pernyataan atas dasar
pengolahan term yg sama.
• Bila pernyataan yg satu benar berarti pernyataan
satunya salah atau sebaliknya.
• Contoh:
Sebagian menderita hipertensi
Tidak ada yg menderita hipertensi
Penalaran eduksi
• Pengumpulan langsung dengan cara merubah
bentuk suatu proposisi lain melalui pengolahan
term yang sama, tanpa merubah arti semula.
• Dikenal 4 macam: konversi, obversi, obversi dan
kontraposisi
Penalaran tidak langsung
• Premisnya terdiri lebih dari satu proposisi
kemudian ditarik pernyataan kesimpulan
• Disebut juga silogisme (susun pikir)
• Tiga bentuk silogisme standar: kategorik,
hipotetik dan disjungtif
Metode Penalaran

• Penalaran Deduktif
• Penalaran Induktif
Penalaran Deduktif
• Merupakan penalaran tidak langsung dengan cara mengambil
kesimpulan khusus dari pernyataan- pernyataan yang bersifat
umum
• Bentuk penalaran deduktif umum disebut dengan silogisme
• Proposisi universal terdapat pada premis mayor dan proposisi
khusus terdapat pada premis minor
• Kebenaran dalam penalaran deduktif dianggap mutlak apabila
premis mayor bernilai dan langkah pengambilan kesimpulan
benar
• Premis mayor dalam penalaran deduktif merupakan premis
teoretis sehingga kebenaran yang didapatkan dari metode
penalaran ini merupakan kebenaran teoretis atau rasional
Contoh proses penarikan kesimpulan pada metode
penalaran deduktif:
1. Premis mayor: Semua makhluk hidup perlu
udara.
Premis minor: Budi adalah makhluk hidup.
Kesimpulan: jadi Budi perlu udara

2. Premis mayor: Semua pasien demam


berdarah wajib tirah baring.
• Premis minor: Sepuluh pasien mengalami
demam berdarah.
• Kesimpulan: sepuluh pasien tersebut wajib tirah
baring
Penalaran Induktif

• Penalaran dimana premisnya merupakan


proporsi empirik yaitu pernyataan yg mengacu
pada fakta sebagai hasil tangkapan indra.
• Tiga jenis :
▫ Analogi
▫ Hubungan sebab akibat
▫ Generalisasi
Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang berbicara
tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang
lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang
satu dengan yang lain dengan mengidentifikasi
mencari persamaan.

• Tiga unsur utama dalam penyimpulan analogi


1. Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi
2. Kesamaan principal sebagai pengikat
3. Fenomena yang hendak kita analogikan
Hubungan sebab akibat
• Sejak zaman kuno orang tahu bahwa tidak ada sesuatu
yang terjadi tanpa sebab (nihil fit sine causa), Di sini
lebih dimaksudkan dengan sebab efisien, yakni ada-
tidaknya sebab ini akan menentukan ada dan
tidaknnya akibat.
• Induksi yang mendasarkan diri pada aksioma sebab
dapat dirumuskan sebagai berikut : tak ada sesuatu
disebut sebab bagi suatu akibat, bila ia tidak
ditemukan pada saat akibat terjadi. Dan tidak ada
sesuatu yang disebut sebab bagi suatu akibat, bila ia
dijumpai pada saat tidak terjadi akibat.
Generalisasi
Generalisasi adalah penalaran yang menyimpulkan
suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-
premis yang berupa proporsi empirik.
a. Generalisasi sempurna : penyelidikan secara
saksama atas seluruh fenomena yang menjadi dasar
penyimpulan
b. Generalisasi tak sempurna : penyimpulan yang
diperoleh berdasarkan sebagian fenomena.
Kesimpulan seperti ini tidak sampai pada tingkat
kuat atau pasti
Manfaat Penalaran Ilmiah
• Penalaran Ilmiah sebagai Problem Solving
Salah satu manfaat primer dari penalaran
ilmiah adalah untuk memberikan kerangka
berpikir yang melingkupi proses pemahaman
untuk pikiran ilmiah (Scientific mind).

• Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis


Banyak peneliti yang mengidentifikasikan
penalaran ilmiah sebagai proses memprediksi
sebuah hipotesis tertentu terhadap teori-teori.
Kesalahan Penalaran Ilmiah
1. Kelemahan Pola Pikir Ilmiah
Karena ilmu makin terspesialisasi, maka sudut
pandangnya menjadi semakin sempit dan sektoral
• Kesimpulan ditarik dari kondisi eksperimental yang
bersifat artifisial atau buatan sehingga situasinya tidak
mewakili situasi kehidupan nyata dan bisa timbul bias
pada tahap aplikasi
• Sedalam-dalamnya kajian ilmu, kajiannya masih pada
tataran gejala atau fakta sehingga secara sendirian
tidak akan pernah secara tuntas memecahkan masalah
kehidupan. (Putra S T, 2010)
2. Sesat Pikir
• Menurut Sumaryono (1999:9) sesat pikir adalah proses
penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis,
salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang
salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip
logika tanpa memperhatikan relevansinya
• Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran
dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena kesesatan
dalam fakta- fakta, tetapi dari bentuk penarikan
kesimpulan yang sesat karena tidak dari premis-premis
yang menjadi acuannya.

Contoh:
• Kucing berkumis.
• Ali berkumis.
• Jadi, Ali Kucing.
3. Fenomena Sesat Pikir

Motivasi pokok seseorang menyusun sebuah


argumen adalah untuk membuktikan bahwa
kesimpulan yang ia peroleh dalam menalar adalah
benar. Sebuah argumen ada kemungkinan gagal
dalam memanuhi tujuan tersebut. Ada dua
kemungkinan kegagalan argumen.
a. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen
membuat premis yang terbentuk dari proposisi yang
keliru. Jika sebuah argumen memuat satu premis
yang keliru, maka argumen tersebut akan gagal
dalam menempatkan kebenaran konklusinya.

Contoh:
• Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-
militer
• Premis 2: Tentara bayaran tidak memperhatikan
fungsi sipil
• Konklusi: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama
dengan tentara bayaran
b. Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen
ternyata memuat premis-premis yang tidak
berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di
sini logika berperanan penting. Sebuah argumentasi
yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan
kesimpulannya merupakan argumen yang “sesat”
sekalipun semua premisnya itu mungkin benar. Di
dalam jenis kegagalan yang kedua inilah terdapat apa
yang disebut sesat pikir.

• Contoh:
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal
abadi
Konklusi: Tuhan dan Pancasila adalah identik
4. Sumber-sumber Kesesatan

• Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh


kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim,
yaitu kata yang memiliki banyak arti yang didalam logika
disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan
semantik itu dapat pula disebut ambiguitas
• Kesesatan di dalam logikan induktif dapat dikemukakan
seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkap
atau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan
karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang
tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa
terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat
meragukan dan bertentangan dengan fakta
5. Berbagai Jenis Sesat Pikir

Rapart (1996:92) mengemukakan pada umumnya


sesat pikir di bagi ke dalam tiga jenis:
1. Sesat Pikir Karena Bahasa
2. Sesat Pikir Formal
3. Sesat Pikir Material
1. Sesat Pikir Karena Bahasa

a. Menggunakan term ekuivokal

• Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda.


• Misalnya: jarak dapat berarti ruang sela antara benda atau
tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang sering ditanam
sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar

b. Menggunakan term metaforis

• Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata yang


digunakan bukan dalam arti yang sebenarnya.
• Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung negara
c. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata

• Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki


arti yang berbeda.
• Misalnya: apel, jika tekanan terletak pada huruf “a” artinya
ialah pohon/buah apel, tetapi jika tekanan terletak pada suku
kata “pel”, artinya ialah apel bendera

d. Menggunakan kontruksi kalimat bermakna ganda


Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula saya.

• Kalimat itu bisa berarti Ali mencintai kekasihnya dan saya


juga mencintai kekasih ali, atau bisa juga berarti Ali mencintai
kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya
2. Sesat Pikir Formal

a. Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)


Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme
yang hanya memiliki tiga term yang masing-masing
disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme
terdapat empat term, bentuk silogisme itu tidak sahih

b. Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)


Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak
berdistribusi tetapi term konklusi berdistribusi.
c. Sesat pikir term tengah tak berdistribusi (fallacy of
undistributed) Sesat pikir yang terjadi karena term
tengah tidak berdistribusi, padahal untuk
memeperoleh konklusi yang benar term tengah
sekurang-kurang satu kali berdistribusi

d. Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two


negative premises) Sesat pikir ini terjadi karena
menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada
hal dari dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi
yang benar
3. Sesat Pikir Material

• Sesat pikir material ialah sesat pikir yang terjadi


bukan karena bahasa atau bentuk penalaran yang
tidak sahih, melainkan yang terjadi pada materi atau
isi penalaran itu sendiri. Artinya secara logis
kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan
implikasi dari premisnya.

• Jenis-jenis sesat pikir material adalah sebagai berikut:


▫ a. Argumen terhadap orangnya (Argumentum ad
hominem) Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi
yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang
sesungguhnya, tetapi terarah kepada pribadi orang yang
menjadi lawan bicara.
b. Argumen untuk mempermalukan (Argumentum ad
verecundiam) Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi
yang diberikan memang sengaja tidak terarah kepada
persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian
rupa untuk membangkitkan perasaan malu si lawan bicara

c. Argumen berdasarkan kewibawaan (Argumentum


auctoritatis)
Contoh “Saya yakin apa yang dikatakan beliau adalah baik
dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang
beliau, seorang tokoh yang sangat dihormati dan seorang
doktor yang jenius!” Jelas terlihat bahwa argumen yang
dikemukakan oleh orang tersebut tidak berdasarkan penalaran
sebagaimana mestinya, tetapi didasarkan pada kewibawaan si
pembicara terdahulu
d. Argumen ancaman (Argumentum ad baculum)
Argumen ancaman mendesak orang untuk menerima
suatu konklusi tertentu dengan alasan bahwa jika
menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan

e. Argumen belas kasihan (Argumentum ad


misericordiam) Sesat pikir ini sengaja terarah untuk
membangkitkan rasa belas kasihan si lawan bicara
dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan
f. Argumen demi rakyat (Argumentum ad populum)
Argumen ini dibuat untuk menghasut massa,
rakyat, kelompok untuk membakar emosi mereka
dengan alasan bahwa pemikiran yang melatarbelakangi
suatu usul atau program adalah demi kepentingan
rakyat atau kelompok itu sendiri. Argumen ini bertujuan
untuk memperoleh dukungan atau membenarkan
tindakan si pembicara.

g. Argumen ketidaktahuan (Argumentum ad


ignorantiam). Apabila kita memastikan bahwa sesuatu
itu tidak ada karena kita tidak mengetahui apapun juga
mengenai sesuatu itu, hal itu adalah sesat pikir. Belum
tentu bahwa apa yang tidak diketahui itu benar-benar
tidak ada.
Strategi Menghindari Sesat Pikir
• Menghindari kesesatan penalaran dengan berhati-hati
terhadap sumber-sumber sesat pikir
• Misalnya dengan menghindari kesalahan semantik atau
bahasa, senantiasa melakukan penyimpulan sesuai
ketentuan silogisme yang benar dan bersikap kritis
terhadap setiap argumen
• Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan
bahasa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh konklusi
yang benar dari sebuah argumen
• Mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki
makna yang tegas dan jelas (tidak ambigu), untuk itu kita
harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang
dipergunakan
Referensi
• Adib, Muhammad. 2009. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
• Bao L, Cai T, Koenig K, et al. 2009. Learning and scientific reasoning. Science 323:
586-7.
• Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. https://kbbi.web.id/nalar-2 diakses pada
tanggal 20 Juli 2019 Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. PT.
Prestasi Pustakarya
• Musofa I. 2016. Jendela logika dalam berfikir: deduksi dan induksi sebagai dasar
penalaran ilmiah. El-Banat 6(2): 122-42.
• Putra ST, 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press
• Rapar HJ, 1996. Pengantar Logika : asas-asas penalaran sistematis. Yogyakarta :
Kanisius Suhartono T. P., Harjanto, 2010, Filsafat Ilmu Kedokteran, Surabaya:
Airlangga University Press. Sumaryono E, 1999. Hermeneutik. Sebuah Metode
Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
• Surajiyo, 2009. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara
• Suriasumantri, Junjun S. 2009. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta.Yayasan Obor
Indonesia
• Zimmerman C. 2000. The development of scientific reasoning skills. Developmental
Review 20: 99-149
TERIMA KASIH
MAKALAH FILSAFAT ILMU
“ Bernalar Ilmiah”
Dosen Mata Kuliah: Rahadian Indarto Susilo, dr., SpBS(K)

Kelompok 4
Penulis:
dr. Wiharjo Hadisuwarno 011928026311 dr. M. Aufa Ni’Ami 011928176303
dr. Nadya Idfenti Putri 011928026321 dr. Galih Surya Rizkinanto 011928066308
dr. Prima Hari Nastiti 011928116306 dr. Priskila Christy 011928156306
dr. Rizza Maulana Azmi 011928086302 dr. Rr. Shinta Ananda D. 011928146303
dr. Beatta Meidini R. 011928076302 dr. Iin Muslihah 011928166306
dr. M. Indra M. I. H. 011928016311 dr. Catur Kusumo 011928206302
dr. Amira Suryani R. 011928046301 dr. Atiya Nurrahmah 011928236306
dr. Lia Jessica 011928186301 dr. Nafdzu M. M. 011928226304
dr. Tony Santoso Putra 011928136304

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dokter merupakan profesi yang karena keilmuannya berusaha untuk menyelesaikan
masalah atau penyakit yang diderita pasien. Setiap pasien meskipun didiagnosis dengan penyakit
yang sama, keluhan dan gambaran penyakitnya dapat berbeda. Ataupun dengan keluhan yang
sama, dapat didiagnosis dengan penyakit yang berbeda.

Anamnesis, pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, diagnosis, tindakan, terapi atau


rujukan didasarkan oleh kemampuan berpikir. Dalam setiap proses tersebut, terjadi proses
berpikir mengapa hal tersebut dilakukan serta tujuannya. Dokter seharusnya dapat membedakan
informasi mana yang merupakan informasi ilmiah dan informasi non ilmiah. Oleh karena itu,
diperlukan penalaran sebagai bagian dari proses berpikir. Sebab dengan penalaran, kita dapat
berpikir secara logis dan sistemastis sehingga dapat menarik suatu kesimpulan berdasarkan fakta,
informasi, pengalaman atau pendapat ahli.

Aplikasi penalaran dalam proses inkuiri ilmiah dikenal sebagai penalaran ilmiah
(scientific reasoning) (Bao et al, 2009). Penalaran ilmiah ini mencakup kegiatan pengembangan,
pengujian dan proses revisi suatu hipotesis (Zimmerman, 2000). Dalam penalaran ilmiah,
dikenal ada dua metode, yaitu metode penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif
merupakan cara berpikir yang bertolak dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum
untuk menarik kesimpulan dengan makna yang lebih khusus, sebaliknya penalaran induktif
adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus yang kemudian
digunakan untuk menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum (Mustofa, 2016).

Karena kami menyadari pentingnya bernalar secara ilmiah dan masih banyak yang
belum kami ketahui secara benar mengenai penalaran ilmiah ini, maka di dalam makalah ini,
kami mencoba membahas lebih dalam tentang penalaran ilmiah. Hal tersebut mencakup definisi,
ciri-ciri penalaran ilmiah, jenis penalaran ilmiah, berbagai macam metode yang digunakan untuk
dapat menarik sebuah kesimpulan dengan contoh-contohnya, manfaat penalaran ilmiah serta
kesalahan apa saja yang sering terjadi dalam proses penalaran ilmiah.
1. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan penalaran ilmiah?

2. Bagaimanakah ciri suatu pemikiran yang dapat disebut sebagai penalaran


ilmiah?

3. Apa saja jenis-jenis penalaran ilmiah?

4. Apa yang dimaksud dengan penalaran deduktif?

5. Apa yang dimaksud dengan penalaran induktif?

6. Apa manfaat penalaran ilmiah?

7. Kesalahan apa sajakah yang dapat terjadi pada proses penalaran ilmiah?

2. Tujuan

1. Tujuan Umum

Memahami lebih dalam mengenai penalaran ilmiah

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui definisi dari penalaran ilmiah

b. Mengetahui ciri-ciri penalaran ilmiah

c. Dapat membedakan antara jenis – jenis penalaran

d. Mengetahui manfaat penalaran ilmiah

e. Mengetahui macam-macam kesalahan yang dapat terjadi pada proses


penalaran ilmiah
BAB II

DEFINISI PENALARAN ILMIAH

2.1 Definisi Penalaran Ilmiah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penalaran (dari kata dasar nalar) memiliki arti
yaitu suatu proses mental dalam mengembangkan pemikiran yang logis dari beberapa fakta atau
prinsip untuk mencapai sebuah kesimpulan (KBBI, 2019). Sedangkan kata ilmiah memiliki arti
bersifat ilmu atau memiliki syarat-syarat kaidah ilmu pengetahuan (KBBI, 2019). Sehingga yang
dimaksud dengan penalaran ilmiah adalah suatu proses mental dalam mengembangkan
pemikiran yang logis berdasarkan fakta atau prinsip sesuai kaidah ilmu pengetahuan untuk
mencapai sebuah kesimpulan. Bahan pengambilan kesimpulan itu dapat berupa fakta, informasi,
pengalaman atau pendapat ahli (otoritas).

2.2 Ciri-Ciri Penalaran Ilmiah

Penalaran ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu:

1. Logis : suatu penalaran harus memenuhi unsur logis, artinya pemikiran yang ditimbang
secara objektif dan didasarkan pada data yang shahih.

2. Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang

dalam merangkai, menyusun, atau menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam


suatu pola tertentu.

3. Rasional, artinya adalah apa yang sedang dinalar merupakan suatu fakta atau kenyataan
yang memang dapat dipikirkan secara mendalam.
2.3. Jenis Penalaran Menurut Langkah

Menurut alur langkahnya terdapat dua jenis pola berpikir penalaran yaitu
penalaran langsung dan penalaran tidak langsung.

2.3.1. Penalaran langsung


Pola penalaran langsung adalah pola berpikir dimana premisnya terdiri dari suatu
proposisi kemudian diikuti dengan suatu kesimpulan. Dikenal dua macam penalaran
langsung yaitu oposisi dan eduksi.
a. Penalaran oposisi
Penalaran oposisi adalah pertentangan antara dua pernyataan atas dasar
pengolahan term yang sama. Bila pernyataan yang satu benar berarti
pernyataan satunya salah atau sebaliknya.
b. Penalaran eduksi
Penalaran eduksi adalah penyimpulan langsung dengan cara merubah bentuk
suatu proposisi ke proposisi lain melalui pengolahan term yang sama tanpa
merubah arti semula. Dikenal empat macam penalaran eduksi yaitu konversi,
obversi dan kontraposisi.
• Penalaran konversi adalah penyimpulan langsung dengan cara
menukar kedudukan subjek dan predikat.
• Penalaran inversi adalah penyimpulan langsung dengan cara
menegasikan subjek dan predikat pada satu proposisi.
• Penalaran obversi adalah penyipulan langsung di mana term predikat
diganti dengan term komplemennya yaitu dengan jalan
mengkontraindikasikan pernyataan aslinya.
• Penalaran kontraposisi adalah suatu penyimpulan langsung dengan
menukar kedudukan subjek dan predikat serta menegasikannya.
2.3.2 Penalaran tidak langsung

Pada penalaran tidak langsung premisnya terdiri lebih dari satu proposisi kemudian baru
ditarik pernyataan kesimpulan. Terdapat tiga bentuk silogisme standar yaitu kategorik, hipotetik
dan disjungtif.

a) Silogisme kategorik
Silogisme kategorik adalah penyimpulan berdasarkan perbandingan dua proposisi di
mana di dalam kedua proporsinya terdapat term pembanding yang dapat digunakan
membantuk proposisi lain sebagai kesimpulan.
• Entinema adalah atau silogisme kategorik yang diringkas yaitu dapat berupa
hanya kesimpulan saja atau premis saja tanpa kesimpulan karena dianggap apa
yang tidak disebut sudah diketahui.
• Epikirema adalah suatu silogisme di mana salah satu atau kedua premisnya
disertai penjelasan.
• Sorites adalah suatu bentuk silogisme di mana premisnya berkait-kaitan lebih dari
dua proposisi sedangkan kesimpulannya merupakan bentuk hubungan antara term
proposisi pertama dan terakhir dan keduanya bukan term pembanding.
• Polisilogisme adalah suatu silogisme berganda di mana kesimpulan silogisme
sebelumnya menjadi premis silogisme berikutnya.

b) Silogisme hipotetik

Silogisme hipotetik adalah suatu cara penarikan kesimpulan dengan cara membandingkan
dua proposisi yang mempunyai hubungan ketergantungan antara dua bagiannya.

c) Silogisme disjungtif
Silogisme disjungtif adalah suatu cara penyimpulan berdasarkan perbandingan anatara
dua proposisi yang mempunyai hubungan peng-atau-an antara dua bagian.
• Silogisme disjungtif eksklusif
Contoh:
Semua mahasiswa adalah berasal dari Jawa atau luar Jawa.
Sebagian mahasiswa ternyata berasal dari luar Jawa.
Jadi sebagian mahasiswa bukan berasal dari Jawa.
• Silogisme disjungtif inklusif
Contoh:
Mahasiswa Fakultas Kedokteran berasal dari jalur SPMB dan PMDK
Dua puluh persen mahasiswa bukan berasal dari jalur PMDK
Jadi 80 mahasiswa berasal dari jalur SPMB
• Silogisme alternatif
Mantan dokter PTT dapat menjadi pegawai negeri atau melakukan praktek swasta
penuh
Si D mantan dokter PTT tidak menjadi pegawai negeri
Jadi si D dapat melakukan praktek swasta penuh
BAB III

METODE PENALARAN ILMIAH

3.1. Metode Penalaran Deduktif


3.1.1 Definisi Metode Pelanaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah penalaran tidak langsung dengan cara mengambil kesimpulan
khusus dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Bentuk penalaran deduktif umum
disebut dengan silogisme. Pada penalaran deduktif, proposisi universal terdapat pada premis
mayor dan proposisi khusus terdapat pada premis minor. Kebenaran dalam penalaran deduktif
dianggap mutlak apabila premis mayor bernilai dan langkah pengambilan kesimpulan benar.
Premis mayor dalam penalaran deduktif merupakan premis teoretis sehingga kebenaran yang
didapatkan dari metode penalaran ini merupakan kebenaran teoretis atau rasional. Alur berpikir
yang runut dalam pengambilan kesimpulan pada metode ini membuat kebenaran yang
didapatkan dari penalaran deduktif disebut sebagai kebenaran koherensi.

3.1.2 Contoh Metode Penalaran Deduktif

Pada penalaran deduktif, jenis dan derajat kebenaran dari kesimpulan tergantung dari
derajat kebenaran premis dan langkah pengambilan kesimpulan. Premis dapat berasal tidak
hanya dari fakta tetapi juga dari teori ilmiah, mitos, maupun tradisi. Contoh proses penarikan
kesimpulan pada metode penalaran deduktif:

• Premis mayor: Semua makhluk hidup perlu udara.


Premis minor: Budi adalah makhluk hidup.
Kesimpulan: jadi Budi perlu udara.

• Premis mayor: Semua pasien demam berdarah wajib tirah baring.

Premis minor: Sepuluh pasien mengalami demam berdarah.

Kesimpulan: sepuluh pasien tersebut wajib tirah baring


3.2 Metode Penalaran Induktif

3.2.1 Definisi Penalaran Induktif

Penalaran Induktif merupakan cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus. Aristoteles menyatakan bahwa proses
peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada yang bersifat universal, disebut sebagai
pola penalaran induksi. Metode induksi adalah metode dominan yang digunakan dalam ilmu-
ilmu empiris yang berobjekkan alam yang berubah-ubah. Sudah diketahui bahwa hukum alam
berkembang dari hipotesis yang mendasarkan diri pada realitas atau fakta yang riil. Dalam
metode ini kita bertolak dari sejumlah proporsi particular menuju kesimpulan yang lebih umum
atau berlaku umum.

3.2.2 Bentuk Penalaran Induktif


• Generalisasi

Generalisasi adalah penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari
premis-premis yang berupa proporsi empirik.

Macam-macam generalisasi

a. Generalisasi sempurna : penyelidikan secara saksama atas seluruh fenomena yang


menjadi dasar penyimpulan. Disini kita akan memperoleh suatu kesimpulan yang sangat
kuat. Tapi ini tidak praktis dan tidak ekonomis.

b. Generalisasi tak sempurna : penyimpulan yang diperoleh berdasarkan sebagian


fenomena. Kesimpulan seperti ini tidak sampai pada tingkat kuat atau pasti. Ilmu-ilmu
justru berkembang dari generalisasi tak sempurna ini. Tugas ilmu bukan menjanjikan
kebenaran mutlak, melainkan kebenaran yang mungkin.

• Analogi

Analogi adalah proses penalaran yang berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang
satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain,
dengan mengidentifikasi mencari persamaan. Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan
atau sebagai dasar penalaran. Sebagai penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan
Jadi analogi induksi tidak hanya menunjukkan persamaan di antara dua hal yang berbeda, akan
tetapi menarik kesimpulan atas dasar persamaan itu. Tiga unsur utama dalam penyimpulan
analogi:

1. Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi

2. Kesamaan principal sebagai pengikat

3. Fenomena yang hendak kita analogikan

• Hubungan kausal
Sejak zaman kuno orang tahu bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab (nihil fit sine
causa), demikian ungkap Leucippus. Di sini lebih dimaksudkan dengan sebab efisien, yakni
ada-tidaknya sebab ini akan menentukan ada dan tidaknnya akibat. Induksi yang mendasarkan
diri pada aksioma sebab dapat dirumuskan sebagai berikut : tak ada sesuatu disebut sebab bagi
suatu akibat, bila ia tidak ditemukan pada saat akibat terjadi. Dan tidak ada sesuatu yang disebut
sebab bagi suatu akibat, bila ia dijumpai pada saat tidak terjadi akibat.
BAB IV

MANFAAT PENALARAN ILMIAH

4.1 Manfaat Penalaran Ilmiah

Dalam penalaran ilmiah dikenal sebagai konsep berpikir mengenai keilmuan dan juga
sebagai rangkaian proses-proses penalaran yang menjiwai bidang-bidang ilmu. Proses berpikir
tersebut antara lain berupai induksi, deduksi, desain eksperimen, penalaran sebab akibat/kausal,
pembentukan konsep dan uji hipotesis. Pada bab ini akan dibahas beberapa konsep umum yang sering
dipakai dalam penalaran ilmiah di bidang penelitian yang dapat menjadi pedoman kolaborasi pada
penalaran klinisuntuk diajarkan, diterapkan, dan dikritisi lebih lanjut mengenai implementasinya
untuk penalaran ilmiah dalam penelitian yang lebih efektif.

4.1.1 Penalaran Ilmiah sebagai Problem Solving


Salah satu manfaat primer dari penalaran ilmiah adalah untuk memberikankerangka berpikir
yang melingkupi proses pemahaman untuk pikiran ilmiah (scientific mind). Penalaran ilmiah
membantu pola pikir yang luas dan terbuka untuk menganalisisdan menyelesaikan permasalahan.
Secara umum pemecahan masalah dikonsepkan sebagai penelusuran dalam lingkup masalah
(problem space). Lingkup masalah yang dimaksudkan ini berisi berbagai kemungkinan duduk
permasalahan yang mungkin dipikirkan manusia dan segala upaya yang dapat dilakukan untuk pemecah
masalah dapat beralih dari satu tahap ke tahap lain dalam memecahkan masalah. Berdasarkan
pemikiran ini, kita dapatmenyimpulkan bahwa, dengan mengetahui tipe-tipe representasi dan
prosedur yang digunakan seseorang untuk bergerak dari satu tahap ke tahap lainnya, maka kita
dapat memahami proses bernalar ilmiah.

4.1.2 Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis


Banyak peneliti yang mengidentikan penalaran ilmiah sebagai proses memprediksi sebuah
hipotesis tertentu terhadap teori-teori. Hipotesis (atau sering disebut juga dengan
hipotesa) dimaknai secara sederhana sebagai dugaan sementara. Hipotesis berasal dari bahasa
Yunani hypo yang berarti di bawah dan thesis yang bersinonim dengan pendirian, pendapat yang
ditegakkan, dan kepastian. Maka dengan pemaknaan bebas, hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya
masih diragukan. Agar dapat dipastikan kebenarannya, maka suatu hipotesis harus diuji atau
dibuktikan kebenarannya. Pengujian hipotesis atau yang dikenal sebagai hypothesis testing
diartikan sebagai proses mengevaluasi sebuah proposisi yang diperoleh dari pengumpulan data
mengenai sebuah kebenaran. Untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis, seorang peneliti
dapat dengan sengaja menciptakan suatu gejala, yakni melalui percobaan atau penelitian.
Pada penelitian eksperimental kognitif pada penalaran ilmiah terkait isuspesifik, biasanya
jatuh pada 2 area besar kelas investigasi. Kelas pertama berhubungan dengan tipe penalaran yang
memimpin peneliti ke arah yang tidak menentu sehingga menghalangi keaslian penelitian.
Banyak penelitian yang telah dilakukan denganstrategi penalaran ilmiah yang keliru dari peneliti
dan partisipan pada uji coba. Contohnya, saat peneliti lebih condong kepada salah satu hipotesis
pada satu waktu dan menghambat peneliti untuk membuat penemuan baru. Kelas kedua
berhubungan dengan menyingkapkan proses-proses mental yang mendasari penciptaan hipotesis
dan konsepilmiah yang baru. Tipe penelitian ini biasanya berfokus pada penggunaan analogi dan
penggambaran ilmu dan penggunaan tipe-tipe tertentu pemecahan masalah heuristik.
BAB V

KESALAHAN PENALARAN ILMIAH

5.1 Kelemahan Pola Pikir Ilmiah

Sebagai suatu metode, pola pikir ilmiah mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan
pola berpikir ilmiah adalah antara lain:

1. Karena bersifat faktual, maka untuk memecahkan masalah kehidupan bersifat


lebih operasional

2. Karena sistematikanya jelas dan terstruktur, maka lebih mudah disebarkan dan
dikaji ulang

3. Karena makin terspesialisasi, kajiannya menjadi semakin dalam.

Kelemahannya antara lain:

1. Karena ilmu makin terspesialisasi, maka sudut pandangnya menjadi semakin sempitdan
sektoral,

2. Kesimpulan ditarik dari kondisi eksperimental yang bersifat artifisial atau buatan
sehingga situasinya tidak mewakili situasi kehidupan nyata dan bisa timbul bias pada
tahap aplikasi

3. Sedalam-dalamnya kajian ilmu, kajiannya masih pada tataran gejala atau fakta sehingga
secara sendirian tidak akan pernah secara tuntas memecahkan masalah kehidupan. (Putra
S T, 2010)

5.2 Pengertian Sesat Pikir

Sumaryono (1999:9) memberikan pengertian sesat pikir adalah proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir
yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan
relevansinya.
Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena
kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan kesimpulan yang sesat karena tidak
dari premis-premis yang menjadi acuannya. Sesat pikir dapat terjadi ketika menyimpulkan
sesuatu lebih luas dari dasarnya.

Contoh:

Kucing berkumis. Ali berkumis.

Jadi, Ali Kucing.

Silogisme di atas, merupakan sesat pikir dalam menyimpulkan, karena Ali dikatakan
kucing. Konklusi ini menyesatkan dan bisa marah yang bersangkutan kepada yang
mengatakannya. Ali yang bersangkutan dikatakan kucing yang bukan kucing melainkan orang
atau manusia yang memiliki martabat, bisa emosi dan memukul kepada yang menyampaikannya
karena merasa diturunkan martabatnya.

Bentuk sesat pikir berdasar pembagian, yaitu: musim menurut kegiatannya dapat dibagi
menjadi: musim tanam, musim kemarau, musim menyiangi, musim hujan, dan musim panen.
Dalam pembagian ini ada yang sesat pikir, yaitu musim kemarau dan musim hujan karena kedua
musim itu bukan kegiatan. Sesat pikir dalam bentuk lain, misalnya Natsir mengatakan Bambang
sangat mencintai istrinya, lalu disambung oleh Dahri dengan kata “dan saya juga”. Ucapan Dahri
mengatakan “dan saya juga” merupakan sesat pikir, yaitu dapat diartikan bahwa Dahri juga
mencintai istrinya Said. Pada hal yang ia maksudkan adalah Dahri juga mencintai istrinya
sendiri. Dari pengertian dengan tiga contoh sesat pikir yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan sesat pikir sebagai proses penalaran atau argumentasi yang tidak ketemu, atau salah
arah pada sasaran yang dimaksudkan. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan,
tetap juga hal ini sering dilakukan. Atas dasar inilah maka dipandang perlu untuk mengetahui
lebih lanjut, sumber, jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat pikir tersebut.
5.3 Fenomena Sesat Pikir

Sumaryono (1999:9) term “kepalsuan” dapat dipergunakan dalam berbagai


kemungkinan. Yang paling lazim, term tersebut dipergunakan untuk menggambarkan gagasan
yang keliru atau keyakinan yang salah. Dalam logika, term tersebut dipergunakan dalam arti
yang lebih sempit, yaitu palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen. Motivasi
pokok seseorang menyusun sebuah argumen adalah untuk membuktikan bahwa kesimpulan
yang ia peroleh dalam menalar adalah benar. Sebuah argumen ada kemungkinan gagal dalam
memanuhi tujuan tersebut. Ada dua kemungkinan kegagalan argumen. Kegagalan dapat terjadi
karena suatu argumen membuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru. Jika sebuah
argumen memuat satu premis yang keliru, maka argumen tersebut akan gagal dalam
menempatkan kebenaran konklusinya

Contoh:

Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer Premis 2: Tentara bayaran tidak
memperhatikan fungsi sipil

Konklusi: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran

Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang
tidak berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di sini logika berperanan penting.
Sebuah argumentasi yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya
merupakan argumen yang “sesat” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar. Di dalam jenis
kegagalan yang kedua inilah terdapat apa yang disebut sesat pikir.

Contoh:

Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi

Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi Konklusi: Tuhan dan Pancasila adalah
identik

Selanjutnya dalam sumber yang sama, Sumaryono mengemukakan ada banyak jenis
kekeliruan yang dilakukan orang dalam melaksanakan penalaran atau dalam berargumen. Setiap
kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah.
5.4 Sumber-sumber Kesesatan

Surajiyo (2009:107) mengemukakan sumber kesesatan dapat terjadi di dalam logika


deduktif, dan logika induktif. Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh
kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti
yang didalam logika disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula
disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara,
misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi
sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat,
apakah konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat universal atau
partikular. Dapat juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat
komprehensif.

Kesesatan di dalam logikan induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi,


pengamatan yang tidak lengkapatau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan
karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk.
Kesesatan juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan dan
bertentangan dengan fakta. Kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah post hoc propler hoc,
anteseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak
cukupnya perbedaan itu menjadikan-nya suatu kecenderungan homogen, masihj pula terdapat
kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesesatan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-
gesa, atau analogi yang keliru.

5.5 Berbagai Jenis Sesat Pikir

Rapart (1996:92) mengemukakan pada umumnya sesat pikir di bagi ke dalam tiga jenis, yaitu
sesat pikir karena semantik (bahasa), sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Penjelasannya
adalah sebagai berikut:

1. Sesat Pikir Karena Bahasa

Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan semantik (bahasa), sebagai berikut:
a. Menggunakan term ekuivokal

Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda, misalnya jarak dapat berarti
ruang sela antara benda atau tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang sering ditanam
sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar. Sesat pikir yang disebabkan oleh penggunaan
term ekuivokal disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).

b. Menggunakan term metaforis

Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata yang digunakan bukan dalam arti yang
sebenarnya. Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung negara. Sesat pikir yang disebabkan
oleh penggunaan term metaforis disebut sesat pikir metaforisasi (fallacy of metaphorization)

c. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata

Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki arti yang berbeda. Misalnya:
apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a” artinya ialah pohon/buah apel, tetapi jika tekanan
terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel bendera, dan sebagainya. Sesat pikir yang terjadi
karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent).

d. Menggunakan kontruksi kalimat bermakna ganda

Kalimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphyboly). Amfiboli terjadi apabila
sebuah kalimat disusun sedemikian rupa sehingga arti kalimat itu dapat ditafsirkan secara
berbeda-beda. Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula saya! Kalimat itu bisa
berarti: Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih ali. Atau bisa juga berarti: Ali
mencintai kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya

2. Sesat Pikir Formal

Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk
(form) penalaran yang sahih. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut.

a. Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)

Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang hanya memiliki tiga term yang
masing-masing disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme terdapat empat term, benntuk
silogisme itu tidak sahih. Hal itu melanggar ketentuan pertama mengenai term-term silogisme
(lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)

b. Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)

Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak berdistribusi tetapi term konklusi
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan keempat mengenai term-term silogisme (lihat
ketentuan mengenai term-term silogisme)

c. Sesat pikir term tengah tak berdistribusi (fallacy of undistributed)

Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak berdistribusi, padahal untuk
memeperoleh konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang satu kali berdistribusi. Hal ini
melanggar ketentuan ketiga mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term
silogisme)

d. Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two negative premises)

Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada hal dari
dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar ketentuan kedua
dari ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan premis)

3. Sesat Pikir Material

Sesat pikir material ialah sesat pikir yang terjadi bukan karena bahasa atau bentuk penalaran
yang tidak sahih, melainkan yang terjadi pada materi atau isi penalaran itu sendiri. Surajiyo
(2009:111) menyebutnya sebagai kesesatan relevansi. Sesat pikir macam ini sering kali
disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun
sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk
memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tetapi faktanya
justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Jadi, kesesatan relevansi timbul kalau
orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis
kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya. Jenis-jenis sesat
pikir material adalah sebagai berikut:
a) Argumen terhadap orangnya (Argumentum ad hominem)

Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang
sesungguhnya, tetapi terarah kepada pribadi orang yang menjadi lawan bicara.

b) Argumen untuk mempermalukan (Argumentum ad verecundiam)

Sesat pikir ini terjadi karena agumentasi yang diberikan memang sengaja tidak terarah
kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian rupa untuk membangkitkan
perasaan malu si lawan bicara. Contoh: “Jika Anda benar-benar seorang pembela kebenaran,
Anda pasti akan membenarkan saya karena apa yang saya katakan selalu benar!” Hal itu sering
pula dilakukan oleh pemasang iklan Misalnya: “Orang yang benar-benar bijaksana adalah orang
yang selalu menggunakan produk kami!”

c) Argumen berdasarkan kewibawaan (Argumentum auctoritatis)

Dalam suatu diskusi, tiba-tiba seseorang mengatakan demikian: “Saya yakin apa yang
dikatakan beliau adalah baik dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang beliau,
seorang tokoh yang sangat dihormati dan seorang doktor yang jenius!” Jelas terlihat bahwa
argumen yang dikemukakan oleh orang tersebut tidak berdasarkan penalaran sebagaimana
mestinya, tetapi didasarkan pada kewibawaan si pembicara terdahulu. Sesat pikir seperti itu
yang perlu dihindari.

d) Argumen ancaman (Argumentum ad baculum)

Argumen ancaman mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan
bahwa jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.

e) Argumen belas kasihan (Argumentum ad misericordiam)

Sesat pikir ini sengaja terarah untuk membangkitkan rasa belas kasihan si lawan bicara
dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan.

f) Argumen demi rakyat (Argumentum ad populum)

Argumen ini dibuat untuk menghasut massa, rakyat, kelompok untuk membakar emosi
mereka dengan alasan bahwa pemikiran yang melatarbelakangi suatu usul atau program adalah
demi kepentingan rakyat atau kelompok itu sendiri. Argumen ini bertujuan untuk memperoleh
dukungan aatau membenarkan tindakan si pembicara.

g) Argumen ketidaktahuan (Argumentum ad ignorantiam)

Apabila kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada karena kita tidak mengetahu apa pun

juga mengenai sesuatu itu, hal itu adalah sesat pikir. Belum tentu bahwa apa yang tidak
diketahui itu benar-benar tidak ada. Sesat pikir yang demikian disebut argumentum ad
ignorantiam.

5.6 Strategi Menghindari Sesat Pikir


Istilah strategi adalah suatu akal pikiran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud. Strategi
di sini, diartikan sebagai suatu akal pikiran untuk menghindari penalaran yang tidak logis atau
salah arah, menjadi penalaran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud.

Salah satu strategi menghindari sesat pikir, yaitu dengan menghindari sumber
penyebabnya. Sumaryono (1999:21) dan Surajiyo (2009:115) mendeskripsikan sesat pikir pada
hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti halnya rambu-rambu lalu
lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan
kecelakaan, maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar kita jeli dan cermat
terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar, juga agar kita mampu mengidentifikasi dan
menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran
palsu.

Oleh karena itu, untuk menghindari kesesatan penalaran dengan berhati-hati terhadap
sumber-sumber sesat pikir misalnya dengan menghindari kesalahan semantik atau bahasa,
senantiasa melakukan penyimpulan sesuai ketentuan silogisme yang benar, dan bersikap kritis
terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, peneliti terhadap peranan bahasa dan penggunaannya
merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman
penggunaan bahasa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh konklusi yang benar dari sebuah
argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata
yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna
yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus mengupayakan
agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat
mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan dan Saran

Penalaran atau metode berpikir ilmiah menghendaki pembuktian kebenaran secara


terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual, serta menggabungkan penalaran
dedukatif dan induktif dengan menggunakan asumsi dasar atau hipotesa sebagai jembatan
penghubungnya. Induksi dan deduksi sebagai penalaran atau metode ilmiah bukan tanpa
kekurangan, karena itu tugas kita adalah mencoba identifikasi apa kelebihan dan kekurangan
metode ilmiah ini.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan metode penalaran ilmiah yang menghendaki


pembuktian kebenaran secara terpadu antara kebenaran rasional dan kebenaran faktual,
menggabungkan penalaran deduktif dan induktif dengan menggunakan hipotesis sebagai
jembatan penghubungnya. Sehingga dari sini diharapkan dapat melahirkan alur penalaran ilmiah
yang baik dan benar.
REFERENSI

Adib, Muhammad. 2009. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi,Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Bao L, Cai T, Koenig K, et al. 2009. Learning and scientific reasoning. Science 323: 586-7.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. https://kbbi.web.id/nalar-2 diakses pada tanggal 20

Juli 2019.

Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. PT. Prestasi Pustakarya Musofa I.
2016. Jendela logika dalam berfikir: deduksi dan induksi sebaga dasar penalaran ilmiah. El-
Banat 6(2): 122-42.

Putra ST, 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press.

Rapar HJ, 1996. Pengantar Logika : asas-asas penalaran sistematis. Yogyakarta : Kanisius
Suhartono T. P., Harjanto, 2010, Filsafat Ilmu Kedokteran, Surabaya: Airlangga University
Press.

Sumaryono E, 1999. Hermeneutik. Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius Surajiyo,


2009. Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara

Suriasumantri, Junjun S. 2009. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta.Yayasan Obor Indonesia


Zimmerman C. 2000. The development of scientific reasoning skills. Developmental Review

20: 99-149.

Anda mungkin juga menyukai