Anda di halaman 1dari 28

Logika Berpikir &

Metode Ilmiah
Kelompok 6
Shifa Azzahra (1304620034)
Aulia Putri (1304620049)
Tsania Arrumaisha (1304620028)
Sekar Aulia Hutami (1304620010)
Nur Novita (1304620072)
Anis Muthiah (1304620062)
Reyhan Daffa Fadhil (1304620084)
Latar Belakang

Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur


atau kaidah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari
logika dapat disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar
disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan
ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif
dan Penalaran Induktif
Pengertia Apa yang dimaksud
logika Deduktif?
n Logika
Deduktif
& Apa yang dimaksud
Induktif logika Induktif?
Pengertian Logika Deduktif Menurut Para
Ahli

Poerwadarminta Suriasumantri
Deduktif berasal dari bahasa inggris Deduktif adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang

deduction yang berarti kesimpulan dari bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.

keadaan-keadaan yang umum, menemukan Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan
pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusundari
yang khusus dari yang umum, lawannya
dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
induktif.
Logika Deduktif Logika Deduktif
● Cara berpikir deduktif adalah cara
berpikir yang berurusan dengan
penarikan kesimpulan dari kategori
khusus
yang umum (general) menjadi yang
khusus (particular)
Umum khusus
● Alasan-alasan yang diberikan di
bagian premis benar, maka mustahil
khusus
kesimpulannya salah
Strutur Silogisme

Sebuah silogisme terdiri dari atas tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan sebuah proposisi
yang ditariknya. Proposisi yang disajikan dinamai premis mayor dan premis minor, sedangkan
kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap proposisi terdiri dari atas dua term.oleh karena itu, silogisme
harus mempunyai enam term. Sebenarnya, silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-
masing dinyatakan dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedangkan S-nya disebut term minor, dan
term yang sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term penengah. Term penengah ini
merupakan faktor penting dalam silogisme, karen penyebab kedua premis dapat saling berhubungan
sehingga menghasilkan konklusi. Dengan perkataan lain, term penengah menetapkan hubungan term
mayor dengan term minor.
Macam-macam Logika Deduktif

01 02
Silogisme Silogisme
Kategori Hipotesis

03 04
Silogisme Entimem
Alternatif
Silogisme Kategori

• Silogisme kategori adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Dua proposisi
merupakan premis dan satu proposisi merupakan simpulan.
• Subjek simpulan disebut term minor dan predict simpulan disebut term mayor
• Contoh
PU : Semua professor (A) pandai (B)
PK : Pak Habibi (C) adalah professor (A)
S : Pak Habibi (C) Pandai (B)
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan
hipotesis dan premis minornya merupakan pernyataan kategoris.

Contoh:

 Jika hari ini tidak hujan, saya akan ke rumah paman (premis mayor)

 Hari ini tidak hujan (premis minor)

 Maka, saya akan kerumah paman (kesimpulan).


Silogisme Alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang premis
mayornya premis alternatif, premis minornya
membenarkan salah satu alternatifnya, dan
kesimpulannya menolak alternatif yang lain.

Contoh:
• Kakek berada di Bantaeng atau Makassar (premis
mayor)
• Kakek berada di Bantaeng (premis minor)
• Jadi, kakek tidak berada di Makassar (kesimpulan )
Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari. Baik dalam bentuk lisan
maupun tulisan hanya dikemukakan premis
mayor dan kesimpulannya.

Contoh :
• Fajar berhak mendapatkan peringkat satu karena
dia telah berusaha keras dalam belajar
• Fajar telah berusaha keras dalam belajar, karena
itu Fajar layak mendapatkan peringkat satu.
Penalaran Induktif (Empirisme/Logika Mayor)
Penalaran induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari
pengamatan terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang
bersifat umum atau universal. Sehingga dapat dikatakan bahwa penalaran ini
bertolak dari kenyataan yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan
statemen yang bersifat komplek dan umum. Generalisasi adalah salah satu ciri
yang paling khas dalam metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak
berarti dengan mudahnya suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu
dibawa untuk digeneralisasikan terhadap suatu komunitas yang lebih luas.
Justru, melalui metode ini, diberikan suatu kemungkinan untuk disimpulkan.
Dalam artian, bahwa ada kemungkinan kesimpulan itu benar tapi tidak berarti
bahwa itu pasti benar, sehingga akhirnya disinilah lahir probabilitas.
Ciri-ciri Logika Induktif
● Sintesis
Kesimpulan ditarik dengan mensintesakan kasus-kasus yang digunakan dalam
premis-premis.
● General
Kesimpulan yang ditarik selalu meliputi jumlah kasus yang lebih banyak
● Aposteriori
Kasus-kasus yang dijadikan landasan argumen merupakan hasil pengamatan
inderawi
● Kesimpulan
Tidak mungkin mengandung nilai kepastian mutlak (ada aspek probabilitas)
Secara umum, logika induktif sulit untuk dibuktikan
kebenaran/ke-reliable­-annya dilihat dari ciri-cirinya.
Sebagai contoh:

Strong Inductive/Induktif kuat


● Besi (logam) apabila dipanaskan memuai
● Perunggu (logam) apabila dipanaskan memuai
● Perak (logam) apabila dipanaskan akan memuai
● Jadi, logam (besi, perunggu, perak) apabila dipanaskan
akan memuai.
Buktinya sangat kuat. Hampir semua logam bila dipanaskan akan memuai.
Weak Inductive/Induktif lemah
● Apel di Toko A rasanya manis
● Apel di Toko B rasanya manis
● Apel di Toko C rasanya manis
● Jadi, semua apel rasanya manis.
Buktinya lemah. Tidak semua apel rasanya manis, karena ada juga apel yang
rasanya masam.
Dari contoh di atas antara Strong Inductive dan Weak Inductive, bisa diambil
kesimpulan bahwa logika induktif bisa menjadi reliable ketika kebanyakan orang
sudah pernah mengalaminya sendiri atau menurut pendapat kebanyakan orang
secara global.

Kedua pemikiran ini tidak hanya penting bagi ilmu pengetahuan namun juga penting
bagi kehidupan kita sehari-hari. Pemikiran deduktif dan induktif sering kali
digunakan ke sebuah penelitian walau nampaknya penelitian itu cenderung terlihat
murni induktif. Pemikiran Induktif untuk melakukan generalisasi dari penelitian
penelitan. Pemikiran Deduktif digunakan untuk menguji hipotesis-hipotesis.
Metode Ilmiah

01 02
Pengertian Metode
Ilmiah Sifat Metode Ilmiah

03 04
Langkah-Langkah Kriteria Kebenaran
Metode Ilmiah
Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah suatu pengejaran terhadap kebenaran


yang diatur melalui prosedur/kaidah/pertimbangan-
pertimbangan yang logic, metodik
(terencana/terorganisasi), sistematik, dan obyektif.
Sifat Metode Ilmiah
 Logik
Penarik kesimpulan harus berdasarkan kaidah-kaidah logika orang sehat, sehingga secara
keseluruhan hasil penelitian haruslah masuk akal.
 Metodik
Penelitian harus dilakukan dengan prosedur tertentu, yang teratur, dan terkontrol.
 Sistematik
Penelitian harus dilaksanakan menurut Langkah-Langkah (kegiatan) terurut dalam suatu
system, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya terkait, saling menjelaskan sehingga
merupakan suatu kesatuan prosedur yang utuh.
 Obyektif
Penerimaan ataupun penolakan suatu hipotesis yang dikaji harus didasarkan atas fakta/data.
Data dapat diperoleh dari pengamatan/pengukuran empiric ataupun informasi yang
diturunkan berdasarkan logika dudektif.
Langkah-Langkah Metode Ilmiah
1. Merumuskan masalah
Berpikir ilmiah melalui metode ilmiah didahului dengan kesadaran akan adanya masalah.
Permasalahan ini kemudian harus dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya. Dengan penggunaan
kalimat tanya diharapkan akan memudahkan orang yang melakukan metode ilmiah untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkannya, menganalisis data tersebut, kemudian
menyimpulkannya.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian
berdasarkan data yang telah dianalisis.
3. Mengumpulkan data
Pengumpulan data merupakan tahapan yang agak berbeda dari tahapan-tahapan sebelumnya
dalam metode ilmiah. Pengumpulan data dilakukan di lapangan. Seorang peneliti yang sedang
menerapkan metode ilmiah perlu mengumpulkan data berdasarkan hipotesis yang telah
dirumuskannya.
4. Menguji hipotesis.
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara dari suatu permasalahan yang telah diajukan. Berpikir ilmiah
pada hakekatnya merupakan sebuah proses pengujian hipotesis. Dalam
kegiatan atau langkah menguji hipotesis, peneliti tidak membenarkan atau
menyalahkan hipotesis, namun menerima atau menolak hipotesis
tersebut.
5. Merumuskan kesimpulan.
Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah pada sebuah metode
ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan. Rumusan
simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan
sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat
deklaratif secara singkat tetapi jelas.
Kriteria Kebenaran
Pengetahuan dan Kebenaran

Sumber pengetahuan dalam dunia ini berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang
ada di alam semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib dirinya
sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang mempunyai arti
bahwa segala sesuatu harus diragukan. Keraguan terhadap sesuatu mendorong manusia untuk
menggunakan fungsi panca inderanya, untuk mendapatkan pengetahuan. Sesuatu yang diketahui
manusia disebut pengetahuan. Dorongan mendapatkan pengetahuan didasari oleh beberapa tujuan
yakni antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup


2. Mengembangkan arti kehidupan
3. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
4. Mencapai tujuan hidup.
Pengetahuan yang memuaskan manusia adalah pengetahuan yang  benar. Pengetahuan
tidak benar adalah kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek daripada tidak tahu.
Pengetahuan yang keliru dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan,
kesalahan dan malapetaka. Untuk Mendapatkan pengetahuan tersebut maka manusia
harus melakukan  proses berfikir.

Berfikir adalah suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran.Apa yang


disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu
diperlukan suatu kriteria atau ukuran kebenaran.  Dalam Kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) Kebenaran berarti keadaan yang cocok dengan keadaan atau hal
yang sesungguhnya. Atau sesuatu yang sungguh benar – benar ada. Sementara Kriteria
berarti ukuran yang menjadi dasar penilaian atau ketetapan sesuatu.
Asumsi dan Batasan dalam Metode
Ilmiah
1. Terdapatnya keteraturan (regularity) dan urutan (order)
2. Terjadinya suatu kejadian selalu ada kaitannya dengan, tergantung, dan
kejadian lain yang mendahuluinya
3. Adanya kontinuitas dalam proses penelitian
4. Pengetahuan yang didapat dari penelitian harus dapat dikomunikasikan
TEORI – TEORI KEBENARAN MELIPUTI :

1. Teori Koherensi (coherence theory)


Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis dan sering disebut teori konsistensi atau teori saling
berhubungan.Dikatakan demikian karena teori ini menyatakan bahwa kebenaran tergantung pada adanya
saling hubungan secara tepat antara ide – ide yang sebelumnya telah diakui kebenarannya. Jadi suatu
pernyataan cenderung benar bila pernyataan tersebut koheren (saling berhubungan) dengan pernyataan lain
yang benar atau bila arti yang dikandung oleh pernyataan  tersebut koheren dengan pengalaman kita.

Misalnya :
Pernyataan  bahwa ”di luar hujan turun”, adalah benar apabila pengetahuan tentang hujan (air yang
turun dari langit) bersesuaian dengan keadaan cuaca yang mendung,gelap dan temperatur dingin dan fakta –
fakta yang menunjang.
2. Teori Korespondensi (corespondence theory)
Teori ini diterima oleh kaum realis dan kebanyakan orang. Teori ini menyatakan bahwa jika suatu
pernyataan  sesuai dengan fakta, maka pernyataan itu benar, jika tidak maka pernyataan itu
salah menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara
arti yang dimaksud suatu pernyataan/pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan/pendapat
tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaras dengan realitas, yang serasi
dengan situasi aktual. Titus dkk berpendapat ”Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan tentang fakta
itu sendiri”.

 Misalnya :
·         Bila ada orang yang menyatakan bahwa sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia, maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu sesuai dengan fakta. Karena secara faktual sungai Nil adalah
sungai terpanjang di dunia.
2. Teori Pragmatis (pragmatic theory)
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan(utility), dapat
dikerjakan(workability), dan akibat yang memuaskan (satisfactory consequence). Oleh karena itu tidak ada
kebenaran yang mutlak/tetap, kebenarannya tergantung pada kerja, manfaat dan akibatnya. Kriteria
pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam perspektif waktu.
Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian.
Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan
mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat
demikian, disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan
itu ditinggalkan.

Misalnya :
• Teori tentang partikel tak akan berumur lebih dari 4 (empat) tahun.
• Ilmu Embriologi diharapkan mengalami revisi setiap kurun waktu 15 tahun.
Kriteria Kebenaran
Kriteria kebenaran cenderung menekankan salah satu atau lebih dari tiga pendekatan yaitu :
1. Yang benar adalah yang memuaskan keinginan kita.
2. Yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen.
3. Yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis.

Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling
menyempurnakan daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan dalam suatu
definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian yang setia dari pertimbangan dan ide kita
kepada fakta pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi
yang sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan konsistensinnya dengan
pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan
akibat-akibatnya yang praktis.

Anda mungkin juga menyukai