Rabu / 21-09-2022
OLEH:
Nurhamdin Putra (22175021)
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Fatni Mufit, S.Pd., M.Si
2022
Metode – Metode dalam Ilmu Pengetahuan
A. Metode Induktif
Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-
langkah yang sistematis. Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan
meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (jalan, perjalanan, cara, arah)
kata methodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah.
Metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu (Bakker, 1990). Metode dapat
dirumuskan sebagai suatu proses atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip dan teknik
ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Adapun
metodologi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode, aturan yang harus dipakai
dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka
metodologi lebih bersifat umum dan metode bersifat khusus (Suhartono, 2005).
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi dalam
suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilmu
empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti
gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataanpernyataan
universal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode induksi adalah suatu cara atau jalan yang dipakai
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal
atau masalah yang bersifat khusus, kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum. Apabila
orang menerapkan cara penalaran yang bersifat induktif berarti orang bergerak dari bawah ke atas.
Artinya, dalam hal ini orang mengawali suatu penalaran dengan memberikan contoh-contoh
tentang peristiwa-peristiwa khusus yang sejenis kemudian menarik kesimpulan yang bersifat
umum (Sudarto, 2002).
Menurut Wiramihardja (2007) Langkah- Langkah metode induktif antara lain sebagai berikut.
1. Perumusan hipotesis
Sebuah hipotesis merupakan sebuah jawaban sementara terhadap masalah yng diselidiki.
Kebenaran hipotesis tersebut harus diuji dalam penelitian. Hendaknya, hipotesis ini
berdasarkan perumusan anggapan dasar, yaitu pendapat yang mendasari hipotesis itu
dipandang benar tanpa pembuktian.
2. Pengumupulan data
Data dikumupulkan atas dasar hipotesis. Hasil penyelidikan bergantung pada ketertiban
pengumupulan data ini. Pengumupulan data dilakukan berdasarkan observasi dan eksperimen.
3. Klasifikasi data
Data harus diklasifikasikan untuk memungkinkan ditariknya kesimpulan.
4. Generalisasi
Inilah yang dimaksud dengan kesimpulan, yaitu suatu pendapat yang bersifat umum, kerap kali
disebut hukum atau kaidah. Metode ini oleh Windelband disebut nomotetis.
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal yang bersifat khusus untuk menentukan kesimpulan yang bersifat umum. Dalam penalaran
induktif ini, kesimpulan ditarik dari sekumpulan fakta peristiwa atau pernyataan yang bersifat
umum. Contoh menarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif:
➢ Bukti 1: logam 1 apabila dipanaskan akan memuai
➢ Bukti 2: logam 2 apabila dipanaskan akan memuai
➢ Bukti 3: logam 3 apabila dipanaskan akan memuai
Kesimpulan: Semua logam apabila dipanaskan akan memuai.
B. Metode Deduktif
Metode deduksi adalah suatu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah
dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yag bersifat umum, kemudian
menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Apabila orang menerapkan cara penalaran yang bersifat
deduktif berarti orang bergerak dari atas menuju ke bawah. Artinya, sebagai langkah pertama
orang menentukan satu sikap tertentu dalam menghadapi masalah tertentu, dan berdasarkan atas
penentuan sikap tadi kemudian mengambil kesimpulan dalam tingkatan yang lebih rendah.
Metode Deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah
teori yang kemudian di buktikan dengan pencarian fakta. Metode deduktif adalah suatu metode
yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam
bagian-bagian yang khusus. Hal ini adalah suatu sistem penyusunan fakta yang telah diketahui
sebelumnya guna mencapai suatu kesimpulan yang logis. Dalam penalaran deduktif, dilakukan
melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme dan terdiri atas beberapa unsur yaitu:
1. Dasar pemikiran utama (premis mayor)
2. Dasar pemikiran kedua (premis minor)
3. Kesimpulan
Contoh menarik kesimpulan dengan metode deduktif:
Premis mayor: Semua siswa SMA kelas X wajib mengikuti pelajaran fisika.
Premis minor: Bobi adalah siswa kelas X SMA
Kesimpulan: Bobi wajib mengikuti jam pelajaran fisika.
Dalam konteks penalaran deduktif, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami
suatu gejala. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin
akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan
kesimpulan yang tidak tepat. Penarikan secara langsung ditarik dari 1 premis. Penarikan secara
tidak langsung ditarik dari 2 premis. Premis pertama yang bersifat umum sedangkan premis kedua
bersifat khusus. Jenis penalaran deduktif yang menarik kesimpulan secara tidak langsung yaitu:
1. Silogisme kategorial
Silogisme Kategorial yaitu Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi:
• Premis umum: Premis Mayor (My)
• Premis khusus: remis Minor (Mn)
• Premis kesimpulan: premis kesimpulan (K), dalam simpulan terdapat subjek dan predikat.
Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Contoh silogisme kategorial:
My: semua mahluk hidup bisa bernafas
Mn: kucing adalah mahluk hidup
K: kucing bisa bernafas
2. Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi
konditional hipotesis. Konditional hipotesis yaitu: bila premis minornya membenarkan
anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen. Bila minornya menolak anteseden,
simpulannya juga menolak konsekuen.
Contoh silogisme hipotesis:
My: jika tidak ada uang manusia sangat kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
Mn: Uang tidak ada
K: jadi, manusia akan kesulitan tuk memenuhi kebutuhan hidupnya
3. Silogisme alternatif
Silogisme Alternatif yaitu silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi. Proposisi
alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Simpulannya akan
menolak alternatif yang lain.
Contoh silogisme alternatif:
My: Kucing berada di dalam rumah atau di luar rumah
Mn: Kucing berada di luar rumah
K: Jadi, kucing tidak berada di dalam rumah
4. Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan.
Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh Entimen:
• Dia naik jabatan karena ia rajin bekerja.
• Anda naik gaji karena anda berhak menerima kenaikan jabatan itu.
C. Metode Ilmiah
Metode ilmiah adalah cara kerja sekaligus proses berlangsungnya kegiatan dalam membangun
ilmu pengetahuan, yaitu dari pengetahuan pra ilmiah, dilakukan secara sistematis dan mengikuti
asas pengaturan prosedural-teknik-normatif dan memenuhi persyaratan kesahihan atau kesahan
keilmuan.
1. Karakteristik Metode Ilmiah
Ilmu pengetahuan itu memerlukan fakta-fakta nyata baik yang sudah tersedia maupun yang
dikumpulkan melalui penelitian, berupa data empiris yang terjangkau oleh pengalaman
indrawi. Data empiris ini dikumpulkan dan diamati, diukur dan dianalisis lebih lanjut.
Pertimbangan objektif, segala sesuatu yang dilakukan, digunakan untuk diamati berlangsung
secara objektif, sehingga hal yang sama dapat dilakukan atau diulang oleh pihak lain yang
berminat dengan metode dan teknik yang sama. Jadi dia bebas dari prasangka atau
pertimbangan yang subjektif.
a) Asas analisis
Segala sesuatu disoroti secara kritis-analitis dari segi karakteristik, posisi dan kaitan
fungsional dengan yang lain, sehingga jelas makna, fungsi dan perannya. Hal itu penting untuk
mengetahui faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah, sifat pengaruh masing-masing
faktor atau gabungan faktor satu terhadap yang lain dan dengan masalah yang bersangkutan.
Asas analisis itu mempunyai makna strategis dalam rangka membangun teori yang mampu
menjelaskan masalah dan dalam rangka mengantisipasi apa yang akan terjadi atau untuk
mencegah dampak negatifnya.
b) Sifat kuantitatif
Dalam penelitian modern, analisis kuantitatif merupakan metode ilmiah yang memiliki
dukungan pencapaian validitas yang tinggi reliabilitasnya, artinya mempunyai peluang
kebenaran yang tinggi. Oleh karena itu diupayakan untuk memperoleh data empiris yang
bersifat kuantitatif seperti satuan ukur luas (Ha, Km2, m2) ukuran panjang (km, m) ukuran berat
(ton, kg) satuan ukuran volume (m3, liter, cc) ukuran waktu (tahun, bulan, minggu, hari, jam).
Disamping itu terdapat sifat kuantitatif yang di kuantifikasi kan dengan memberi bobot
(ranting), peringkat (rangking) atau skor (skoring).
c) Logika deduktif-hipotesis
Deduksi bertitik tolak dari bukti-bukti yang sudah memiliki kebenaran pasti seperti hasil
penelitian pakar terdahulu. Dalam silogisme bukti tersebut dinamakan premis. Makin banyak
makin baik untuk mengambil kesimpulan khusus dari premis yang bersifat umum. Proses
demikian disebut logika deduktif, dan kesimpulan khusus tersebut dinamakan hipotesis yang
kebenarannya sudah diarahkan oleh kebenaran premis-premisnya.
d) Logika induktif-generalisasi
Logika induktif adalah pemikiran rasional dari data empiris yang peluang kebenarannya
bersifat probabilistik. Logika induktif penting untuk menguji hipotesis. Bila didukung oleh
data empiris berarti ia mendapat verifikasi atau dapat diterima kebenaran ilmiahnya.
2. Langkah-Langkah dalam Metode Ilmiah
a) Penetapan masalah
Masalah dapat berupa gejala alam atau sosial dan menarik perhatian seseorang peneliti
untuk didalami. Langkah pertama yang harus yakin bahwa gejala atau fenomena yang diamati
masih aktual dan relevan untuk diteliti. Dalam hal ini ada dua sumber, yaitu khasanah ilmu
pengetahuan berupa kepustakaan atau literatur dan konsultasi dengan tokoh ilmuwan senior
yang telah mempunyai otoritas akademik dalam disiplin ilmunya. Selain itu masalah
dirumuskan dalam bentuk tema sentral masalah untuk menemukan pokok masalah. Beberapa
sumber dapat ditelusuri seperti jurnal dan majalah ilmiah. Dalam perumusan masalah terdapat
beberapa hal penting; pertama betapa pentingnya dilakukan penelitian bahkan dalam waktu
dekat. Kedua, masalahnya menyangkut kepentingan umum atau masyarakat. Ketiga, tujuan
positifnya dapat diamankan. Keempat, dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak berlarut-
larut; argumentasi yang mendasari nilai kegunaan penelitian dan tingkat urgensi dilakukannya
penelitian, secara implisit harus terkandung dalam jiwa perumusan tema Sentral masalah.
b) Penyusunan kerangka pemikiran dan premis
Ilmu pengetahuan tidak dimulai dengan halaman kosong, melainkan merupakan lanjutan
dari akumulasi hasil karya ilmiah terdahulu. Sejalan dengan itu teori demi teori diuji kebenaran
ilmiahnya. Ada teori yang berguguran dan silih berganti diisi oleh yang baru namun ada pula
yang bertahan terus dan menjadi hukum. Menyusun kerangka pemikiran itu hanya dengan
menggunakan teori-teori yang masih berlaku. Pilihan teori dipandu oleh kata-kata kunci, yaitu
faktor-faktor yang tersirat dan tersurat dalam perumusan tema sentral masalah. Jadi kerangka
pemikiran merupakan rangkuman mengenai faktor-faktor yang terlibat karakteristik masing-
masing dari sifat pengaruhnya terhadap masalah. Kerangka pemikiran dapat digolongkan
kepada esai argumentasi, yaitu menampilkan sikap dan pandangan peneliti dalam mengkaji
masalah yang bersangkutan. Kerangka pemikiran merupakan argumentasi dasar dan dokumen
dasar teoritis yang kuat. Kerangka pemikiran itu menjadi pengantar ke arah barang
perlengkapan dan ketajaman penguasa "the state of affairs" tentang masalah yang dihadapi.
c) Perumusan hipotesis
Pada dasarnya hipotesis sama dengan premis, yaitu berfungsi sebagai landasan teoritis
yang memandu persiapan operasionalisasi penelitian dalam rangka mengungkap data empiris,
relevan dengan pengaruh dan keterlibatan factor-faktor yang terkandung dalam hipotesis.
Hipotesis berupa perumusan secara eksplisit dan sederhana yang bersifat deklaratif
(menyatakan) tentang apa yang di antisipasinya sebagai jawaban tentatif (sementara) terhadap
masalah yang diteliti. Makin banyak premis yang tersedia, makin banyak pula peluang untuk
mengembangkan hipotesis. Hipotesis merupakan upaya sumbangan teori baru kepada
pengembangan ilmu yang harus diuji melalui penelitian. Lihat suka memberi identitas kepada
peneliti dalam hal orisinalitas penelitian. Hipotesis hendaknya dirumuskan secara efektif dan
efisien dengan sifat-sifatnya, seperti eksplisit, konkrit, sederhana, deklaratif dan prediktif atau
antisipatif.
d) Pengujian hipotesis
Pengujian Hipotesis merupakan tindak lanjut dan konsekuensi logis dari fungsi dan peran
hipotesis, yaitu sebagai jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti. Dalam hipotesis
terkandung acuan-acuan atau landasan teoritis yang memandu kearah persiapan penelitian
untuk mengungkap data-data empiris pendukung. Setelah dianalisis dan diinterpretasi,
kemudian data dikelompokkan mana yang mendukung dan mana yang tidak mendukung
hipotesis. Proses menata data empiris yang tersebar dan terhimpun ke dalam kelompok yang
memungkinkan dilakukan suatu generalisasi disebut logika induktif yang menganut asas
korespondensi. Adapun asas korespondensi ialah kesesuaian antara hipotesis sebagai hasil
pemikiran rasional (bersifat abstrak) dengan dukungan data empiris. Bila data empiris
mendukungnya, berarti hipotesis diverifikasi sebagai yang dapat diterima. Sebaliknya bila data
empiris tidak mendukungnya maka hipotesis difalsifikasi atau ditolak.
e) Penarikan kesimpulan
Pengujian hipotesis mengundang untuk melakukan langkah terakhir dalam metode ilmiah;
yaitu untuk menarik kesimpulan yang menentukan sah tidaknya. Dalam hal ini hipotesis yang
diterima beserta dukungan faktor lain yang memberikan kelayakan inferensi ilmiah, yaitu
berupa kesimpulan umum. Sesuai ruang lingkup penelitiannya maka kesimpulan umum dapat
lebih dari satu jumlahnya, untuk selanjutnya dijabarkan menjadi kesimpulan-kesimpulan
khusus. Kesimpulan umum itu sifatnya cenderung kualitatif, sedangkan kesimpulan khusus
merupakan penjabaran yang bersifat kuantitatif.
3. Siklus Empiris Metode Ilmiah
Siklus empiris merupakan umpan balik ilmu yang berupa produk kepada khazanah ilmu
pengetahuan. Dalam hipotesis, yang diterima kebenaran ilmiahnya berarti diperoleh teori baru
yang menambah kekayaan khasanah ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, teori baru merupakan
tambahan evidensi baru untuk menjadi premis baru sebagai sumber pengembangan hipotesis
yang baru lagi. Hal tersebut mendorong penelitian berikutnya yang menguji hipotesis untuk
akhirnya dilakukan penarikan kesimpulan. Dengan demikian hipotesis yang diterima
memasuki siklus empiris metode ilmiah. Hipotesis yang ditolak atau tidak diterima juga
memasuki pola siklus empiris metode ilmiah. Sumbangannya bersifat korektif terhadap
peneliti yang bersangkutan, dalam arti ia harus menelaah kembali kerangka pemikiran dan
premis-premisnya untuk menjelaskan "mengapa sebelumnya merumuskan hipotesis yang
akhirnya ditolak".
Ada dua kemungkinan. Pertama, ketersediaan premis-premis ketika itu tidak lengkap,
antara lain majalah ilmiah baru sempat diperoleh. Kedua, premis-premis hanya itu-itu saja.
Dalam hal ini peneliti tidak mengantisipasi kemungkinan masuknya variabel pengganggu
dalam proses penelitian yang berlangsung. Artinya masalah baru hanya diketahui setelah
penelitian selesai, dan dikenal dengan istilah black box. Sekalipun demikian, tanggung jawab
peneliti tidak cukup hanya dengan memberi penjelasan sementara, apalagi yang sifatnya
spekulatif. Sementara itu ada hipotesis yang tidak dapat diterima sepenuhnya, karena ada
sebagian data empiris yang tidak mendukungnya. Perlu diberikan penjelasan tentang
kemungkinan penyebabnya. Hipotesis yang ditolak seluruhnya maupun sebagian merupakan
langkah imperatif yang korektif kepada peneliti yang bersangkutan. Kesimpulan yang ditarik
merupakan jawaban tentatif, yang berarti merupakan hipotesis baru yang mendorongnya untuk
diuji pada kesempatan berikutnya (Sudiantara, 2020).
D. Perbedaan Ilmu Pengetahuan, Metode Ilmiah, dan Penelitia
1. Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari Bahasa Arab, “alima, ya’lamu, ‘ilman dengan wazan fa’il, yaf’alu
yang berarti mengerti, memahami benar-benar.” Adapun pengertian ilmu dalam Kamus
Bahasa Indonesia adalah “Pengetahuan tentang suatu bidang yang di susun secara bersistem
menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejalah-gejalah
tertentu dibidang pengetahuan.” Mulyadhi Kertanegara mengatakan bahwa Ilmu adalah my
organized knowledge. Suriasumantri (2009) berpendapat bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan (metode ilmiah), sehingga ilmu dapat disebut
sebagai pengetahuan ilmiah. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa agar tidak terjadi kekacauan
antara pengertian “ilmu (science)” dan pengetahuan (knowledge) maka lebih menguntungkan
apabila kita menggunakan istilah “ilmu” daripada “ilmu pengetahuan”.
Dalam konteks peristilahan ilmu pengetahuan, Soetriono & Hanafie (2007) memandang
ada dua jenis pengetahuan, yakni “pengetahuan biasa” dan “pengetahuan ilmiah (ilmu)”.
Pengetahuan yang digunakan awam untuk kehidupan sehari-hari tanpa mengetahui seluk-
beluk yang sedalam-dalamnya dinamakan pengetahuan biasa. Jenis pengetahuan lain, yakni
pengetahuan yang merupakan hasil telaah yang mendalam oleh ilmuwan, yang disebut sebagai
“ilmu pengetahuan”. Jadi, pada dasarnya ilmu pengetahuan bermakna sama dengan ilmu.
Penggunaan istilah ilmu pengetahuan semata-mata untuk menegaskan sifat keilmiahan ilmu
tersebut, sekaligus membedakannya dengan ilmu-ilmu lainnya yang tidak memenuhi kriteria
keilmiahan pengetahuan-pengetahuan penyusunnya.
Pada prinsipnya ilmu dan pengetahuan mempunyai perbedaan. Soewandi (1996)
menjelaskan pengetahuan merupakan pembentukan pemikiran assosiatif yang
menghubungkan atau menjalin sebuah pemikiran dengan kenyataan atau dengan pemikiran
lain, berdasarkan pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai kausalitas
(sebab-akibat) yang hakiki dan universal. Sedangkan ilmu adalah akumulasi pengetahuan yang
menjelaskan kausalitas (hubungan sebab-akibat) dari suatu obyek secara sistematis
berdasarkan metode-metode tertentu. Di dalam kehidupan sehari-hari pengetahuan ilmiah
disepadankan dengan ilmu. Ilmu memiliki sifat, yaitu: (1) menjelejahi dunia emperik tanpa
batas sejauh dapat ditanghkap oleh panca indera, (2) tingkat kebenaran bersifat relatif, (3) ilmu
menemukan proposisi-proposisi yang teruji secara emprik (Sodjawo, 2001).
Ilmu pengetahuan memiliki ciri, diantaranya: (1) mempunya batasan dan ruang lingkup
yang jelas, (2) metoda dalam membuktikan kebenaran, (3) sistematis, dan (4) terbuka untuk
dikaji kebenaranya. Oleh karena itu syarat utama dari ilmu pengetahuan harus konsisten
dengan teori sebelumnya serta memiliki kesesuaian dengan fakta emperis.
a. Susunan Ilmu Pengetahuan
Dalam buku What is Science karya Archei J. Bahm di dalam bukunya Muhammad Muslih
bahwa secara umum membicarakan enam komponen dari rancang bangun ilmu pengetahuan,
artinya dengan enam komponen itu, sesuatu itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:
1) Adanya masalah (problem)
Dalam persoalan ini, Archei J. Bahm menjelaskan bahwa tidak semua masalah
menunjukkan ciri keilmiahan. Suatu masalah disebut masalah ilmiah jika memenuhi
‘persyaratan’, yaitu bahwa masalah itu merupakan masalah yang dihadapi dengan sikap dan
metode ilmiah; Masalah yang terus mencari solusi; Masalah yang saling berhubungan dengan
masalah dan solusi ilmiah lain secara sistematis (dan lebih memadai dalam memberikan
pemahaman yang lebih besar). Untuk itu ia menawarkan, masalah yang dapat dikomunikasikan
dan capable, yang disuguhkan dengan sikap dan metode ilmiah sebagai ilmu pengetahuan
awal, sudah pantas dikatakan “masalah ilmiah” (scientific problem).
2) Adanya sikap ilmiah
Sikap ilmiah, menurut Bahm paling tidak, meliputi enam karakteristik pokok, yaitu:
keingintahuan, spekulasi, kemauan untuk objektif, kemauan utnuk menangguhkan penilaian,
dan kesementaraan
3) Menggunakan metode ilmiah
Sifat dasar metode ilmiah ini, menurut Archei J. Bahm harus dipandang sebagai hipotesa
untuk pengujian lebih lanjut. “Esensi ilmu pengetahuan adalah metodenya”, sedang sisi yang
lain, “Berkenaan dengan sifat dasar metode ilmiah. Archei J. Bahm berpendapat bahwa metode
ilmiah itu adalah satu sekaligus banyak; dikatakan satu karena metode ilmiah, dalam
penerapannya tidak ada persoalan, sedang dikatakan banyak, karena pada kenyataannya
terdapat banyak jalan, yaitu:
a) Masing-masing ilmu mempunyai metodenya sendiri-sendiri, yang paling cocok dengan
jenis masalahnya sendiri.
b) Setiap masalah particular memerlukan metode uniknya sendiri.
c) Secara historis, para ilmuwan dalam bidang yang sama dalam waktu yang berbeda,
memakai metode yang sama sekali berbeda, lantaran berbeda dalam perkembangan teoritis
dan temuan teknologis.
SUMBER:
Bakker, Anton. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius
Creswell, J., W., 2012, Research design Pendekatan kualitatif, Kuantitatif dan Mixed; Cetakan ke-
2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emzir. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers
Soetriono dan Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Andi
Offset
Sudiantara, Yosephus. (2020). Filsafat Ilmu Pengetahuan Bagian pertama, Inti Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sukmadinata, 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Graha Aksara
Suriasumantri. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Wiramihardja, A, Sutarjo. 2007. Pengantar Filsafat (Sistematika Filsafat, Sejarah Filsafat, Logika
dan Filsafat Ilmu, Epistemologi, Metafisika dan Filsafat Manusia, dan Aksiologi). Bandung:
Aditama.