DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
HAYUL RAMADHAN
UMI QALTSUM HARSYA
A. Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau
kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat
disebut dengan penalaran dan pengetahuan yang benar dapat disebut dengan
pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua
jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi.
Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki
konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran induktif
merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil
pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru
yang bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah
kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling
mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif?
2. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
2. Memahami arti Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENALARAN
b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum,
pernyataan khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat
pengandaian. Hal ini ditandai adanya penggunaan konjungsi jika dalam
pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan umumnya dibentuk oleh dua bagian.
Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya
disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan
yang terjadi, yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan
yang diandaikannya itu.
c. Silogisme Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua
alternatif. Jika alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif
yang lain itu salah.
Contoh : PU : Lampu temple ini akan mati apabila minyaknya habis atau
Sumbuh pendek
PK : Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
K : Lampu ini mati karena sumbunya pendek.
d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak
mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum.
Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Contoh:
PU : Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK : Ali adalah seorang sarjana.
K : Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas
karena dia adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
A. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam
prosesnya ada 2 macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang
umum terlebih dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang
khusus. Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan
bertolak dari bentuk penalaran deduktif. Yakni menarik suatu kesimpulan dari
fakta- fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan yang
sifatnya umum.
B. SARAN
Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud
dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi
terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah
atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita
ketahui, bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.