Anda di halaman 1dari 9

2.1.

1 Pengertian Penalaran

Beberapa ahli berpendapat tentang pengertian penalaran,salah satunya keraf (1982) dan
moeliono (1989) yang menegaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir dengan menghubung-
hubungkan bukti,fakta,petunjuk,eviden,atau hal yang lain yang bisa dianggap sebagai bahan bukti
yang dapat digunakan untuk menarik kesimpulan

Menurut sumber lainnya, penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-
hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Letak kerja penalaran
yaitu Orang akan menerima data dan fakta yang benar dan tentu saja akan menolak fakta yang belum
jelas kebenarannya. Data yang dapat dipergunakan dalam penalaran untuk mencapai satu simpulan ini
harus berbentuk kalimat pernyataan. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagai data itu
disebut proposisi.

2.1.2 Jenis penalaran

a. Penalaran induktif

Penalaran induktif yaitu suatu proses berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus menuju
sesuatu yang bersifat umum. Penalaran induktif dapat dilakukan dengan tiga cara yakni generalisasi,
analogi, dan hubungan kausal (sebab akibat).

Generalisasi atau perampatan adalah penarikan penalaran berdasarkan data yang sesuai
dengan fakta (data). Fakta atau data dapat diperoleh melalui penilaian, pengamatan, atau hasil survei.
Bahan untuk melakukan generalisasi dapat berupa dokumen, data statistik, berbagai kesaksan
pendapat para ahli, berbagai peristiwa yang serupa atau mirip, serta hal-hal khusus lainnya. Dari
berbagai gejala atau peristiwa khusus tersebut orang dapat menarik kesimpulan baik yang berupa
opini, sikap, penilaian, keyakinan, atau perasaan tertentu (Guinn & Marder dalam Suparno 2003).

Hasil generalisasi dianggap benar bila memenuhi syarat sebagai berikut. Peratama, apakah
jumlah gejala atau peristiwa khusus yang dijadikan dasar tersebut cukup memadai. Tentu saja
semakin banyak gejala atau peristiwa khusus yang digunakan semakin benar hasil generalisasinya.
Rumusan generalisasi juga tidak boleh mengabaikan adanya gejala yang berbeda. Oleh karena itu,
generalisasi sebaiknya diawali dengan rumusan sebagian besar ..., berdasarkan pengamatan ...,
bertolak dari data teresebut ..., pada umumnya, dan rumusan lain yang menunjukkan bahwa
generalisasi tersebut tidak bersifat mutlak. Artinya, generalisasi juga memberikan peluang adanya
suatu bentuk kekecualian.
Kedua, gejala ataua peristiwa yang dijadikan sebagai bahan generalisasi merupakan contoh
yang baik, yang dapat mewakili keseluruhan atau sebagian besar populasi. Oleh karena itu,
keterwakilan contoh merupakan faktor penting dalam menunjang sah tidaknya generalisasi.

Ketiga, seberapa banyak jumlah gejala atau peristiwa yang tidak sesuai atau peristiwa yang
tidak sesuai dengan generalisasi. Semakin banyak yang tidak sesuai atau semakin banyak gejala yang
menunjukkan kekecualian maka generalisasi tersebut semakin tidak sah. Oleh karena itu, hindarilah
penggunaan kata-katasemua, setiap, seluruh, selalu, biasanya, cenderung, pada umumnya, sebagian
besar, rata-rata, kebanyakan dan kata lain yang memiliki maksud sama. Keempat, apakah perumusan
generalisasi itu didukung oleh data yang akurat. Kalau generalisasi menggunakan kata semua atau
setiap, apakah ada jaminan bahwa tidak ada data yang menjadi kekecualian. Contohnya adalah :

1)    Bensin merupakan jenis bahan bakar apabila terkena api akan mudah terbakar. Demikian juga
minyak tanah, termasuk bahan bakar yang mudah terbakar. Solar pundemikian pula halnya, bila
terkena api akan mudahterbakar. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditarikkesimpulan bahwa
semua jenis bahan bakar apabila terkena api akan mudah terbakar.
 
2)    Dua anak kecil ditemukan tewas di pinggir Jalan Jendral Sudirman. Seminggu kemudian, seorang
anak wanitahilang ketika pulang dari sekolah. Sehari kemudian, polisi menemukan bercak-bercak
darah dikursi belakang mobil Anwar. Polisi juga menemukan potret dua orang anak yangtewas di
Jalan Jenderal Sudirman dalam kantung celana Anwar. Dengan demikian, Anwar adalah orang yang
dapat dimintai pertanggung jawaban tentang hilangnya tiga anak itu.
 
b.    Penalaran Analogi
      Jenis penalaran induktif yang kedua adalah analogi induktif. Analogi induktif adalah suatu proses
penalaran yang bertolak dari dugaan, peristiwa, atau gejala khusus yang satu dengan lainnya memiliki
kesamaan. Kesamaan karakteristik atau gejala yang dari dua hal yang dibandingkan menjadi titik
tolak menarik kesimpulan. Apa yang berlaku pada satu ha akan berlaku pada hal lain karena kedua hal
tersebut memiliki ciri-ciri pokok atau esensial yang sama. Contohnya adalah:
 
1)    Orang yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya tidak akan menjalani hidupnya dengan baik, ia
akan selalu dalam keraguan, sama seperti seseorang yang hidup di dalam rumah tanpa penerangan. Ia
akan berjalan tak tahu arah, tak jelas kemana ia berjalan sehingga ia akan mudah tertabrak benda yang
ada disekitarnya.
 
2)    Seorang bayi dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih. Bayi akan dibentuk pribadinya
sesuai dengan didikan yang diterimanya seperti kertas putih dapat diisi dengan berbagai hal sesuai
dengan keinginan pemiliknya. Bila bayi dididik dengan baik maka akan seperti kertas yang terisi
dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. Jadi, membentuk
kepribadian baik seseorang anak ibarat menulis kertas putih dengan hal-hal yang bermanfaat.

c.    Penalaran Sebab Akibat


      Penalaran dimulai dengan mengemukakan fakta berupa sebab kemudian disusul dengan
kesimpulan yang berupa akibat. Penalaran jenis ini dimulai dengan mengemukakan peristiwa-
peristiwa sampai dengan kesimpulan peristiwa itu merupakan akibat dari suatu fenomena. Penalaran
Induksi hubungan sebab akibat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1)    Hubungan Sebab Akibat


      Pertama-tama dikemukakan peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab, sampai kemudian pada
kesimpulan yang menjadi akibat. Contohnya adalah:

1. Karena warga sering buang sampah sembarangan, maka daerah Jakarta sering banjir.
2. Karena kemarin Dion kehujanan, maka hari ini Dion sakit.

2)    Hubungan Akibat Sebab


      Pada awalnya dikemukakan peristiwa yang menjadi akibat selanjutnya dikemukakan peristiwa-
peristiwa yang menjadi penyebabnya. Contohnya adalah:

1. Jakarta termasuk daerah yang sering banjir, hal itu disebabkan warganya sering buang sampah
sembarangan.
2. Hidayah mendapat IPK 3.81, karena Hidayah rajin belajar.

3)    Hubungan Sebab Akibat1– Akibat 2


      Dalam hubungan ini dikemukakan sebab dapat menimbulkan lebih dari satu akibat. Akibat yang
pertama dapat menjadikan sebab yang akan menimbulkan akibat yang kedua dan seluruhnya.
Contohnya adalah:

a)    Mang Kodir adalah seorang perokok berat, karena dia sering merokok tanpa henti akhirnya dia
menagalami radang paru-paru, tidak lama kemudian dia dinyatakan radang paru-paru kronis oleh
pihak rumah sakit. Andi keponakan mang Kodir tiba-tiba batuk serta mengeluarkan darah padahal
andi tidak merokok, setelah diperiksa ternyata Andi menjadi seorang perokok pasif akibat
mamangnya si Kodir.

b)    Gunung semeru mulai aktif dan mengeluarkan gas panas, para penduduk yang hidup di kaki
gunung semerupun akhirnya harus mengungsi dari sana. UKM organisasi pencinta alam UNWAHAS
harus mengundur jadwalnya ke gunung semeru setelah mendengar kabar bahwa gunung semeru mulai
mengeluarkan gas panas

b. Penalaran Deduktif
Pada pola penalara deduktif, telah diketahui kebenaran umum kemudia ditarik kesimpulan
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Singkatnya, deduktif adalah proses berpikir yang bertolak dari
sesuatu yang bersifat umum (prinsip,hukum,teori,keyakinan) menuju hal-hal khusus.
Pola penalaran deduktif dapat dikelompokkan menjadi dua,yakni silogisme dan entinem.
Silogisme adalah suatu proses penalaran yang menghubungkan dua proposi (pernyataan) yang bersifat
umum dan berlainan untuk menarik sebuah kesimpulan ang merupakan proposisi ketiga yang bersifat
khusus. Proposi ketiga yang merupakan kesimpulan bersifat khusus dari proposisi pertama dan kedua
yang bersifat umum dapat dibuktikan kebenarannya melalui kebenaran proposisi pertama dan kedua.
Sebaliknya, proposisi ketiga juga dapat ditolak karena penolakan terhadap salah satu atau kedua
proposisi umum yang menjadi dasar penyimpulan (Keraf 1982).
Silogisme terdiri atas tiga bagian yakni premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Yang
dimaksud premis adalah pernyataan yang menjadi dasar argmentasi terhadap sebuah kesimpulan
(Alkhaidah 2001).
Contoh :

1. Semua makhluk mempunyai mata, (Premis Mayor)


2. Si kacong adalah seorang makhluk (Premis Minor)
3. Jadi, Si kacong mempunyai mata. (Kesimpulan)

Dalam penerapannya, ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategoris, silogisme hipotesis, dan
silogisme alternatif. Silogisme kategoris adalah silogisme yang terdiri dari tiga proposisi (premis)
kategoris. Contoh silogisme kategoris:
 Semua manusia adalah makhluk berakal budi (premis mayor)
 Afdan adalah manusia (premis minor)
 Jadi, Afdan adalah makhluk berakal budi (kesimpulan)
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan hipotesis dan premis
minornya merupakan pernyataan kategoris. Contoh silogisme hipotesis:
 Jika hari ini tidak hujan, saya akan ke rumah paman (premis mayor)
 Hari ini tidak hujan (premis minor)
 Maka, saya akan kerumah paman (kesimpulan).
Silogisme alternatif adalah silogisme yang premis mayornya premis alternatif, premis minornya
membenarkan salah satu alternatifnya, dan kesimpulannya menolak alternatif yang lain. Contoh
silogisme alternatif:
 Kakek berada di Bantaeng atau Makassar (premis mayor)
 Kakek berada di Bantaeng (premis minor)
 Jadi, kakek tidak berada di Makassar (kesimpulan)

c. Salah Nalar
Salah nalar (logical fallacy) adalah kekeliruan dalam proses berpikir karena keliru
menafsirkan atau menarik kesimpuan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena faktor emosional,
kecerobohan, atau ketidaktahuan (Suparno dan Yunus 2003:1.47).
Secara gars besar, salah nalar dapat dikelompokkan menjadi lima, yakni generalisasi yang
terlalu luas, kerancauan analogi, kekeliruan kausalitas, kesalahan relevansi, dan peyandaran terhadap
prestise seseorang.

1.    Generalisasi yang Terlalu Luas


Salah nalar jenis ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukunggeneralisasi tidak seimbang
dengan besarnya generalisasi tersebut sehingga kesimpulan yang diambil menjadi salah. Selain itu,
salah nalar jenis ini terjadi dikarenakan kurangnya data yang dijadikan dasar generalisasi, sikap
“menggampangkan”, malas untuk mengumpulkan dan menguji data secara memadai, atau ingin
segera meyakinkan orang lain dengan bahan yang terbatas.

Premis adalah kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan simpulan di dalam
logika. Sementara itu yang dimaksud dengan generalisasi adalah perihal membuat suatu gagasan lebih
sederhana dari pada yang sebenarnya. Contoh Generalisasi yang terlalu luas sebagai berikut:

a)    Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.

b)   Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat pecah.

Ada dua bentuk kesalahan generalisasi yang biasa muncul. Dua bentuk kesalahan tersebut adalah
sebagai berikut:

a.    Generalisasi Sepintas

Kesalahan ini terjadi dikarenakan penulis membuat generalisasi berdasarkan data atau evidensi yang
sangat sedikit.
Contoh: Semua anak yang jenius akan sukses dalam belajar.
Pernyataan tersebut tidaklah benar karena kejeniusan atau tingkat intelegensi yang tinggi bukan satu-
satunya faktor penentu kesuksesan belajar anak. Masih banyak faktor penentu lain yang terlibat
seperti: motivasi belajar, sarana prasarana belajar, keadaan lingkungan belajar, dan sebagainya.

b.   Generalisasi Apriori

Salah nalar ini terjadi ketika seorang penulis melakukan generalisasi atas gejala atau peristiwa yang
belum diuji kebenaran atau kesalahannya. Kesalahan corak penalaran ini sering ditimbulkan oleh
prasangka. Karena suatu anggota dari suatu kelompok, keluarga, ras atau suku, agama, negara,
organisasi, dan pekerjaan atau profesi, melakukan satu atau beberapa kesalahan, maka semua anggota
kelompok itu disimpulkan sama. Contoh: semua pejabat pemerintah melakukan tindakan korupsi.
Benarkah pernyataan tersebut? Silahkan Anda jawab.

2.    Kerancuan Analogi
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan
persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain. Analogi
adalahpersamaan atau persesuaian antara dua benda atau hal yg berlainan, kiasan.

Contoh dari kerancuan analogi adalah sebagai berikut:

a)    Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik.

b)   Pada hari senin Patriana kuliah mengendarai sepeda motor. Pada hari selasa Patriana kuliah juga
mengendarai sepeda motor. Pada hari rabu patriana kuliah pasti mengendarai sepeda motor.

c)    Rektor harus memimpin universitas seperti jenderal memimpin devisi.

3.    Kekeliruan kausalitas (sebab-akibat)


Kekeliruan kausalitas terjadi karena kekeliruan menentukan dengan tepat sebab dari suatu peristiwa
atau hasil (akibat) dari suatu peristiwa atau kejadian.

Contoh dari kekeliruan kausalitas (sebab-akibat) adalah sebagai berikut:

a)    Saya tidak bisa berenang karena tidak ada satupun keluarga saya yang dapat berenang.

b)   Saya tidak dapat mengerjakan ujian karena lupa tidak sarapan.


 

4.    Kesalahan Relevansi
Kesalahan ini akan terjadi jika antar premis tidak punya hubungan logika dengan kesimpulan.
Misalnya, bukti peristiwa atau alasan yang diajukan tidak berhubungan atau tidak menunjang
konklusi. Jadi, perlu berhati-hati, ketika sebuah argumen bergantung pada premis yang tidak relevan
dengan konklusi, maka tidak mungkin dibangun kebenarannya. Terdapat beberapa jenis kesesatan
relevansi yang umum dikenal, berikut penjelasannya:

a)    Argumentum ad hominem: terjadi jika kita berusaha agar orang lain menerima atau menolak
suatu usulan, tidak berdasarkan alasan penalaran, akan tetapi karena alasan yang berhubungan dengan
kepentingan si pembuat usul.

b)   Argumentum ad verecundiam: terjadi karena orang yang mengemukakannya adalah orang yang


berwibawa dan dapat dipercaya, jadi bukan terjadi karena penalaran logis.

c)    Argumentum ad baculum (menampilkan kekuasaan): terjadi apabila orang menolak atau


menerima suatu argumen bukan atas dasar penalaran logis, melainkan karena ancaman atau terror
(bisa juga karena faktor kekuatan/kekuasaan).

d)   Argumentum ad populum (menampilkan emosi): artinya ialah ditujukan untuk massa/rakyat.


Pembuktian secara logis tidak diperlukan, dan mengutamakan prinsip menggugah perasaan massa
sehingga emosinya terbakar dan akhirnya akan menerima sesuatu konklusi tertentu. Contoh
sederhananya seperti demonstrasi dan propaganda.

e)    Argumentum ad misericordian (menampilkan rasa kasihan): disebabkan karena adanya rasa belas


kasihan. Maksudnya, penalaran ini ditunjukkan untuk menimbulkan belas kasihan sehingga
pernyataan dapat diterima, dan biasanya berhubungan dengan usaha agar suatu perbuatan dimaafkan.

f)    Post hoc propter hoc: terjadi karena orang menganggap sesuatu sebagai sebab, padahal bukan.
Pada suatu urutan peristiwa, orang menunjukkan apa yang terjadi lebih dahulu adalah penyebab
peristiwa yang terjadi sesudahnya, padahal bukan.

g)   Petitio principii: berarti mengajukan pertanyaan dengan mengamsusikan kebenaran dari apa yang
berusaha untuk dibuktikan, dalam upaya untuk membuktikannya. Dikenal dengan pernyataan berupa
pengulangan prinsip dengan prinsip.
h)   Argumentum ad ignorantiam (argumen dari keridaktahuan): kesalahan terjadi ketika berargumen
bahwa proposisi adalah benar hanya atas dasar bahwa belum terbukti salah, atau bahwa itu adalah
salah karena belum terbukti benar.

i)     Ignorantia elenchi: terjadi karena tidak adanya hubungan logis antara premis dan konklusif.

5.    Penyandaran Terhadap Prestise Seseorang

Salah nalar disini terjadi karena penulis menyandarkan pada pendapat seseorang yang hanya karena
orang tersebut terkenal atau sebagai tokoh masyarakat namun bukan ahlinya.

Agar tidak terjadi salah nalar karena faktor penyebab ini, maka perlu di patuhi rambu-rambu sebagai
berikut:

a)    Orang itu diakui keahliannya oleh orang lain.

b)   Pernyataan yang dibuat berkenaan dengan keahliannya, dan relevan dengan persoalan yang
dibahas.

c)     Hasil pemikirannya dapat diuji kebenarannya.

Hal tersebut mengindikasikan kita sebagai penulis tidak boleh asal mengutip semata-mata karena
orang tersebut merupakan orang terpandang, terkenal atau kaya raya dan baik status sosial
ekonominya.

https://bangbiw.com/penalaran-dalam-bahasa-indonesia/

https://pengertianahli.id/2014/07/pengertian-silogisme-dan-contoh-silogisme.html
https://adeliasundoro.wordpress.com/2015/12/24/makalah-bahasa-indonesia-salah-nalar/

Anda mungkin juga menyukai