Anda di halaman 1dari 6

MATERI PEMBELAJARAN

MATA KULIAH
BAHASA INDONESIA

Penalaran dalam Proses Ilmiah

Semester Ganjil 2022/2023


A. Tujuan Pembelajaran
Bab ini menjelaskan mengenai hakikat penalaran dalam karangan, jenis
penalaran, dan salah nalar. Hal tersebut penting dalam penulisan karangan
ilmiah karena karangan ilmiah bersifat sistematis. Bab ini bertujuan agar
mahasiswa dapat bernalar dengan baik dalam penyusunan karya ilmiah yang
ditulis.

B. Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir untuk menafsirkan fakta sebagai dasar
untuk menarik suatu simpulan yang dapat diterima akal sehat. Penalaran dapat
pula diartikan sebagai proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi, dalam
urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan. Penalaran dapat pula
dikatakan sebagai pembahasan mengenai suatu simpulan berupa pengetahuan
atau pengertian baru.

C. Proses Penalaran
Penalaran merupakan proses penyimpulan yang didasarkan pada
sejumlah proposisi yag diketahui dan dianggap benar sehingga diperoleh
proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Penalaran merupakan proses
berpikir sistematik untuk memperoleh simpulan. Dari prosesnya, penalaran
dapat dibagi menjadi bentuk penalaran induktif dan penalaran deduktif.

D. Proposisi
Penalaran bukan hanya dilakukan dengan mempergunakan fakta yang
masih polos, tetapi juga dapat menggunakan fakta yang telah dirumuskan dalam
kalimat-kalimat yang berbentuk pendapat atau kesimpulan. Kalimat semacam itu
di dalam hubunganya dengan proses berpikir disebut proposisi. Proposisi adalah
pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena
kesalahan yang terkandung di dalamnya.
Contoh proposisi:
1) Semua makhluk hidup akan mati.
2) Sebagian orang Indonesia kaya raya.
3) Kota Purwokerto dibom atom pada Perang Dunia II.
Ketiga kalimat tersebut merupakan proposisi. Kalimat 1 dan 2 dapat
dibuktikan kebenarannta, dan kalimat 3 ditolak karena tidak mengandung
kebenaran. Jadi, proposisi selalu berbentuk kalimat, tetapi tidak semua kalimat
adalah proposisi.

E. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau
sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (interfensi).
Proses penalaran ini juga merupakan corak berpikir ilmiah karena semua
fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih
jauh ke proses penalaran induktif atau hubungan kausal. Proses penalaran
induktif lebih bersifat empiris dan mengembangkan paham yang disebut
empirisme, yaitu pengalaman yang dipakai sebagai dasar kebenaran.
Penalaran induktif (dari umum ke khusus) membahas mengenai tiga hal,
yaitu:
1. Generalisasi
Generalisasi merupakan proses penalaran berdasarkan
pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk
menarik kesimpulan umum. Ada 2 macam generalisasi yaitu loncatan
induktif dan loncatan tanpa induktif.
Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari
beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan
sebuah fenomen yang ada dan mengandung kelemahan dan mudah
ditolak jika terdapat pendapat yang bertentangan. Contohnya adalah
sebagai berikut:
1) Semua laki-laki mata keranjang.
2) Semua wanita mata duitan.
3) Semua orang Bali pandai membuat karya seni dan menari.
Ketiga pernyataan tersebut mengandung kelemahan karena belum
mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Hal tersebut mudah ditolak
dan ditentang . Dengan penggunaan kata ‘semua’ artinya kalimat tersebut
menunjukkan tanpa pengecualian, padahal pada kenyataannya belum
pasti demikian.
Generalisasi tanpa loncatan induktif dapat terjadi apabila fakta
yang diberikan cukup memadai dan meyakinkan. Jadi, persoalannya
adalah jumlah fenomena yang diperlukan dan berapa jumlahnya untuk
merumuskan sebuah generalisasi yang kuat. Hal tersebut tidak dapat
ditetapkan dengan pasti. Untuk merumuskan sebuah generalisasi yang
kuat kadang-kadang hanya dibutuhkan beberapa fenomena saja, tetapi
mungkin juga dibutuhkan fenomena yang lebih banyak. Berikut adalah
contohnya:

Besi Semua logam jika


Dipanaskan
Perak dipanaskan
mengembang
tembaga mengembang

Untuk merumuskan generalisasi si atas ternyata dua atau tiga


fenomena saja cukup. Berbeda dengan pernyataan ‘semua orang Padang
suka makanan pedas.” Generalisasi semacam ini tentu saja membutuhkan
fenomena yang cukup banyak agar pernyataan tersebut dapat diterima
atau mungkin sebaliknya.
2. Analogi Induktif
Analogi induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari dua
peristiwa khusus yang mirim, kemudian menyimpulakn bahwa hal
tersebut berlaku bagi semua hal. Analogi sebagai proses penalaran dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan berikut:
1) Untuk meramalkan kesamaan
2) Untuk menyingkap kekeliruan
3) Untuk menyusun sebuah klarifikasi
3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal dapat dijadikan sebagai prinsip bahwa segala
peristiwa terjadi berdasarkan sebab dan akibat. Pada umumnya
hubungan kausal dapat berlangsung dapat berlangsung dalam tiga pola
yaitu:
1) Sebab ke akibat, bermula dari peritiwa yang dianggap sebagai
sebab kemudian bergerak maju kepada kesimpulan sebagai akibat
yang terdekat.
2) Akibat ke sebab, termasuk proses berpikir induktif dengan
bertolak pada peristiwa yang dianggap sebagai akibat menunju
sebab yang mungkin menimbulkan akibat tadi.
3) Akibat ke akibat, bertolak dari suatu akibat ke akibat berikutnya
tanpa melihat apa yang menjadi sebab umum.

F. Penalaran Deduktif
Deduktif merupakan proses berpikir yang bertolak dari proposisi yang
sudah ada menuju suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.
Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta. Yang
diperlukan adalah proposisi umum dan proposisi yang bersifat mengidentifikasi
suatu peristiwa khusus yang berkaitan dengan proposisi umum tadi. Jika
identifikasi dilakukan dengan benar, proposisi juga benar, maka dapat
diharapkan kesimpulan juga benar. Proses berpikir deduktif dapat berbentuk
silogisme dan entimen.
Silogisme adalah proses penalaran yang berusaha menghubungkan dua
proporsi yang berlainan untuk menurunkan kesimpulan dan merupakan
proposisi ketiga. Berikut contohnya:
1) Semua buruh manusia pekerja (premis mayor)
2) Tukang batu adalah buruh (premis minor)
3) Jadi, tukang batu manusia pekerja (kesimpulan)
Premis adalah pernyataan yang dijadikan sebagai dasar penarikan
kesimpulan. Premis mayor adalah premis yang bersifat umum, premis minor
adalah premis yang bersifat khusus.
Entimen pada dasarnya adalah silogisme, namun salah satu premisnya
dihilangkan karena sama-sama sudah diketahui.
Contoh:
Ia menang dalam perlombaan tersebut, karena itu ia berhak memperoleh
hadiah.
Kalimat tersebut dapat dikembaikan dalam bentuk formal dengan melengkapi
salah satu premisnya sehingga bentuknya seperti berikut:
Premis mayor : Semua orang yang menang perlombaan berhak memperoleh
hadiah
Premis minor : Ia menang dalam perlombaan tersebut
Kedimpulan : Karena itu ia berhak memperoleh hadiah

G. Salah Nalar
Dalam menyampaikan pernyataan, seseorang dapat melakukan kesalahan
dalam bernalar. Kesalahan tersebut mungkin terjadi karena gagasan, struktur
kalimat, atau cara menarik kesimpulan. Kesalahan tersebut dapat dibagi menjadi
dua, yaitu kesalahan induktif dan kesalahan deduktif.
Kesalahan induktif dapat terjadi apabila generalisasi terlampau luas
(semua laki-laki mata keranjang), kesalahan bersumber pada penilaian
hubungan sebab-akibat yang salah (Konidin membuat batuk sebagai senyuman),
kesalahan analogi (Dani akan menjadi orang pintar, karena ia bergaul dengan
orang-orang cerdas).
Berbeda dengan kesalahan induktif, kesalahan deduktif terjadi karena
premis mayor tidak dibatasi, kesalahan term keempat, kesalahan karena
kesimpulan terlalu luas, dan kesalahan penarikan kesimpulan premis-premis
negatif.

Anda mungkin juga menyukai