Anda di halaman 1dari 13

PENYIMPULAN TIDAK LANGSUNG ,SILOGISME DAN INDUKSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : LOGIKA

Dosen Pengampu : ABDULLAH, M.AG

DISUSUN OLEH :

1. PUTRI UMI HANIK ( 2150310010 )


2. RISA ERVINA KUSUMA (2150310014)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pati, 13 September 2021

Hanik & Risa


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................

DAFTAR ISI ..............................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................

A. Latar Belakang ...................................................


B. Rumusan Masalah .............................................
C. Manfaat Penulisan .............................................
D. Tujuan Penulisan ...............................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Penyimpulan Tidak Langsung...........................


B. Silogisme ..........................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................
B. Saran .................................................................

Dafatr Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologis,logika berasal dari bahsa yunani yaitu logikos yang berarti
“ berhubungan dengan pengetahuan ,berhubungan dengan bahasa” 1. Kata latin logos
( logia) berarti perkataan atau sabda. David Stewart dan H. Gene Blocker dalam bukunya
Fundamentals of Philosophy merumuskan logika sebagai Thinking About thinking .2
Petterson merumuskan logika sebagai “ aturan tentang cara berfikir lurus “ ( the rules of
straight thinking)3. Irving M. Copi dalam bukunya introduction to logic merumuskan
logika sebagai “ ilmu yang mempelajari metode dan hukum - hukum yag digunakan untuk
membedakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah.4

Logika adalah ilmu yang mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan
untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Dalam kehidupan
sehari-hari khususnya dalam mempelajari ilmiah yang menunjuk ke arah kebenaran, logika
sangat penting dan berpengaruh. Sedangkan dalam menemukan suatu kebenaran, banyak
cara-cara maupun langkah-langkah dalam ilmu logika, seperti pernyataan, penarikan
kesimpulan, silogisme, induksi dan lain-lain.

Sehingga ungkapan bahwa Metode berpikir ilmiah memiliki peran penting dalam
mendukung manusia memperoleh cakrawala keilmuan baru dalam menjamin eksistensi
manusia bukanlah sebuah bualan belaka. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah,
manusia terus mengembangkan pengetahuannya. Pertanyaan itu akhirnya menawarkan
sistem silogisme dan induktif sebagai jawaban, sehingga pada pembahasan selanjutnya
hal inilah yang menjadi pokok pembicaraan dalam wacana kali ini.

B. Rumusan Masalah
 Apa pengertian dari silogisme dan induksi?
 Bagaimana bentuk penyimpulan tidak langsung, induksi dan silogisme?
 Bagaimana perbedaan induksi dan silogisme ?

1
Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2008, h. 21
2
David Stewart dan H. Gene Blocker, Fundamentals of Philosophy, 4 e., New Jersey: Prentice Hall, 1996, h. 45.
3
Edwin W. Patterson, 1942, Ibid., h. 876.

4
Irving M. Copi & Cohen Carl, Introduction to Logic, Richmond-Tx., Prentice Hall, 1997, h. 3.
C. Manfaat Penulisan
1. Belajar Memahami Masalah dan Mencari Solusinya
2. Menerapkan Ilmu yang Telah Dipelajari
3. Belajar Berpikir Sistematis
4. Mengasah Kemampuan Menulis
5. Semakin Banyak Tahu dan Tahu Banyak
6. Menjadi Lebih Kritis Saat Melihat Suatu Permasalahan

D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian silogisme dan induksi
2. Mengetahui bentuk penyimpulan silogisme dan induksi
3. Mengetahui perbedaan silogisme dan induksi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyimpulan Tidak Langsung


Penyimpulan tidak langsung merupakan proses penyimpulan dimana kita menarik
kesimpulan melalui dua premis (data/bukti yang dapat dijadikan dasar pemikiran) atau
lebih yang dipersatukan, yakni dengan menggabungkan proposisi-proposisi lama untuk
mendapatkan proposisi baru dengan kebenaran yang tetap mendasarkan pada kebenaran
proposisi lama. Dua bentuk utama penalaran tidak langsung, yaitu induksi dan deduksi.
Keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam prakteknya keduanya tidak dapat dipisahkan dan saling
mengisi.

Penyimpulan tidak langsung (istidlal ghayr al- mubasyir), yaitu untuk


mengetahui suatu keputusan dibutuhkan adanya proses premis minor dan mayor, seperti:
 Alam berubah – ubah
 Setiap yang berubah - ubah baru
 Alam baru.
Penerimaan (kebenaran) alam baru tidak langsung diperoleh dari
pernyataan pertama, yaitu “alam berubah - ubah” (premis minor), melainkan
membutuhkan pernyataan kedua, yaitu “setiap yang berubah -ubah baru” (premis minor).
Pengetahuan baru, yaitu alam baru, diterima adanya menurut tata berfikir (logika)
kendati tidak secara langsung. Karena itu, hasil pemikiran ini disebut logis melalui
penyimpulan tidak langsung.

A. Induktif

Induktif adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan dari pengamatan


terhadap hal yang bersifat partikular kedalam gejala-gejala yang bersifat umum atau
universal. Sehingga dapat dikatakan bahwapenalaran ini bertolak dari kenyataan
yang bersifat terbatas dan khusus lalu diakhiri dengan statemen yang bersifat
komplek dan umum.5 Generalisasi adalah salah satu ciri yang paling khas dalam
metode induksi. Hanya saja, generalisasi di sini tidak berarti dengan mudahnya
suatu proposisi yang diangkat dari suatu individu dibawa untuk digeneralisasikan
terhadap suatu komunitas yang lebih luas.
Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan
prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan,
oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama
kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu
benar, dan tidak dapat dikatakan pasti. Proposisi khusus yang berbentuk ‘S ini adalah P’
(subjek ini adalah predikat). Dalam induksi kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi
(pengumuman), misalnya:
5
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Logika: Asas-asas Penalaran Sistematis(Yogyakarta: Kanisius, t.th.),86.
“air kotor menyebabkan penyakit kulit”. Setiap generalisasi induktif diperoleh sesudah dilakukan
pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama, maka
kemudian si pengamat ‘yakin’ bahwa diwaktu yang akan datang, suatu kejadian yang sama juga
akan berakhir dengan hasil yang sama.
a. Induktif tidak Lengkap dan Hakikat kesimpulannya
Indukutif tidak lengkap adalah mengamati kejadian-kejadian tetapi tidak diamati atau
diselidiki secara menyuluruh namun sudah mengambil suatu kesimpulan umum. Jenis induksi
tidak lengkap inilah yang sering kita jumpai. Alasannya sederhana, karena keterbatasan manusia.
Penalaran induktif, sesuai dengan sifatnya, tidak memberikan jaminan bagi kebenaran
keimpulannya. Meskipun, misalnya, permis-permisnya semua benar, tidaklah secara otomatis
membawa akibat pada kebenaran kesimpulan.
b. Indukutif dan Metode Ilmiah
Hubungan induktif dengan metode Ilmiah adalah induktif merupakan dasar metode Ilmiah.

B. Deduktif

Deduktif adalah mengambil suatu kesimpulan atau cara berfikir yang bertolak
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Ia sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, dikarenakan memperdalami dasar-dasar pensesuaian dalam pemikiran
dengan hukum, rumus dan patokan -patokan tertentu. 6 Pola penarikan kesimpulan
dalam metode deduktif merujuk pada pola berfikir yang disebut silogisme. Yaitu
bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan sebuah kesimpulan. Yang mana
kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai premis minor dan premis mayor.
Namun kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang
digunakan juga benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut.7
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor: Perbuatan yang
merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: Menipu merugikan orang lain.
Kesimpulan: Menipu adalah dosa.

B. Silogisme
Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua bagian pertama
merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran syllogistik. Sedangkan bagian
ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat antara kedua bagian pertama
melalui pertolongan term penengah (M). Bagian ketiga ini disebut juga kesimpulan yang
berupa pengetahuan baru. Proses menarik suatu kesimpulan dari pemis-premis tersebut
disebut penyimpulan. Silogisme mengajarkan pada kita merumuskan, menggolong –
golongkan pikiran sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah, Dengan

demikian kita belajar berfikir tertib, jelas, tajam. 


Suatu premis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak

6
Mundiri, Logika., 14
7
Jujun S. Supriasumantri, Filsafat Ilmu,55-57
benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta, suatu generalisasi, atau sekedar suatu
asumsi atau sesuatu yang spesifik.
1. Silogisme Kategoris
Silogisme kategoris adalah stuktur suatu deduksi berupa suatu proses logis yang
terdiri dari tiga bagian yang masing-masing bagiannya berupa pernyataan kategoris
(pernyataan tanpa syarat). Silogisme Kategoris adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan proposisi kategoris.

Contoh :

1. Premis Mayor : Semua manusia tidak lepas dari kesalahan


Premis Minor : Semua cendikiawan adalah manusia
Konklusi : Semua cendikiawan tidak lepas dari kesalahan
2. Premis Mayor : Semua tanaman membutuhkan air
Premis Minor : Padi adalah tanaman
Konklusi : Padi membutuhkan air.

Proposisi yang menjadi pangkalan umum dan pangkalan khusus disebut premis,
sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut
kesimpulan (konklusi) dan term yang menghubungkan kedua premis disebut term
penengah (middle term). Premis yang termnya menjadi subyek pada konklusi disebut
premis minor. Premis yang termnya menjadi predikat pada konklusi disebut premis
mayor. Dikatakan demikian karena predikat hampir selalu lebih luas dari pada
subyeknya.

• Hukum-hukum Silogisme Kategorik


1) Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan, jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(kesimpulan tidak boleh : semua makanan tidak halal dimakan).
2) Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti :
Semua korupsi tidak disenangi
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi
(kesimpulan tidak boleh : sebagian pejabat disenangi)
3) Dari dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan.
Beberapa orang kaya kikir
Beberapa pedagang adalah kikir
Jadi: Beberapa pedagang adalah kikir
Kesimpulan yang diturunkan dari premis partikular tidak pernah menghasilkan
kebenaran yang pasti.
4) Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apapun,
karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya.
Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan
yang di tarik dari dua premis negative adalah tidak sah.
5) Paling tidak salah satu dari term penengah harus tertebar ( mencakup). Dari dua
premis yang term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang
salah.
6) Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada
premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
7) Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis
minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
8) Silogisme harus terdiri dari 3 term, yaitu term subjek, term predikat, dan term middle.
Apabila terdiri dari sebuah term tidak bisa diturunkan konklusi, begitu pula bila terdiri
dari dua atau lebih dari tiga term.

• Bentuk-bentuk Silogisme Kategorik.


Berdasarkan letak medium (term penengah = middle term) dalam premis, ada 4 macam :
1. Medium menjadi subjek pada premis mayor dan menjadi predikat premis pada premis
minor.
2. Medium menjadi predikat baik pada premis mayor maupun premis minor.
3. Medium menjadi subjek pada premis mayor maupun premis minor.
4. Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subjek pada premis minor.

• Absah dan Benar


Dalam membicarakan silogisme kita harus mengenal dua istilah yaitu absah dan benar.
Absah (Valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, apakah pengambilan
konklusi sesuai dengan patokan atau tidak. Dikatakan valid apabila sesuai dengan diatas
dan dikatakan tidak valid bila sebaliknya.
Benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, apakah ia didukung atau sesuai
dengan fakta atu tidak. Bila sesuai dengan fakta, proposisi itu benar, bila tidak ia salah.

• Silogisme Bukan Bentuk Baku


Dapat terjadi karena :
a. Tidak menentu letak konklusinya
b. Atau disana seolah-olah terdiri dari tiga term
c. Atau hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau satu premis satu konklusi.
d. Atau proposisinya lebih dari tiga.
2. Syllogisme hipotesis

Syllogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi


hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari.
Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh
premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuennya
tergantung oleh bagian yang diakui atau dipungkiri oleh premis minornya.
• 4 macam tipe silogisme hipotetik
1. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian autecedent.
Premis Mayor : Jika hujan , saya naik becak
Premis Minor : Sekarang Hujan .
Konklusi : Jadi saya naik becak.
2. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Premis Mayor : Bila hujan , bumi akan basah
Premis Minor : Sekarang bumi telah basah .
Konklusi : Jadi hujan telah turun
3. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari autecedent.
Premis Mayor : Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul .
Premis Minor : Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa ,
Konklusi : Jadi kegelisahan tidak akan timbul
4. Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Premis Mayor : Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan gelisah
Premis Minor : Pihak penguasa tidak gelisah
Konklusi : Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan

• Hukum-hukum Silogisme Hipotetik


Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih muda dibanding dengan
silogisme kategorik. Namun yang penting disini adalah menentukan kebenaran
konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
1. Bila Antecedent terlaksana maka konsekuen juga terlaksana
2. Bila Antecedent tidak terlaksana maka konsekuen tidak terlaksana (tidak sah = salah)
3. Bila konsekuen terlaksana, maka Antecedent terlaksana (tidak sah = salah)
4. Bila konsekuen terlaksana maka Antecedent tidak terlaksana.

3. Silogisme Disyungtif
Silogisme disyungtif adalah silogisme yang premis mayornya keputusan
disyungtif. Sedangkan, premis minornya keputusan kategorika yang mengakui atau
mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.
Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Seperti : Ia lulus atau tidak lulus
Ternyata ia lulus, jadi ia bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayornya mempunyai alternatif bukan
kontradiktif.
Seperti : Hasan di rumah atau di pasar
Ternyata tidak di rumah jadi di pasar.
Baik dalam arti luas maupun sempit mempunyai 2 tipe yaitu:
1. Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui
alternatif yang lain.
2. Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari
alternatif lain.

• Hukum-hukum silogisme disyungtif


1. Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila
prosedur penyimpulannya valid.
2. Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenaran konklusinya:
a. Bila premis minor mengakui salah satu alternatif, maka konklusinya sah. (benar).
b. Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif, konklusinya tidak sah (salah).
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penalaran tidak langsung terdapat dua bentuk utama yaitu; induksi dan deduksi.
Induksi adalah suatu bentuk penalaran yang menyimpulkan suatu proposisi umum
dari sejumlah proposisi khusus yang terbentuk ‘S ini adalah P’. sedangkan deduksi
adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah terakup di dalam suatu
proposisi atau lebih. Silogisme adalah suatu cara untuk melahirkan deduksi.
Silogisme mengajarkan pada kita merumuskan, menggolong – golongkan pikiran
sehingga kita dapat melihat hubungannya dengan mudah, Dengan demikian kita
belajar berfikir tertib, jelas, tajam. Ini diperlukan karena mengajarkan kita untuk
dapat melihat akibat dari suatu pendirian atau penyataan yang telah kita lontarkan.
Banyak orang merumuskan pendirian atau membuat pernyataan yang apabila ditelaah
lebih lanjut, sebenarnya pendirian atau pernyataannya tadi kurang tepat atau kurang

benar.Dalam penalaran dapat dijumpai silogisme antara lain:


• Silogisme kategoris
• Silogisme hipotetis
• Silogisme Disyungtif

B. SARAN

Pada penulisan makalah tentang Penyimpulan Tidak Langsung Silogisme dan


Induksi. penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari
itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi makalah
yang lebih baik di masa mendatang. Semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2008, h. 21
David Stewart dan H. Gene Blocker, Fundamentals of Philosophy, 4 e., New Jersey:
Prentice Hall, 1996, h. 45.
Edwin W. Patterson, 1942, Ibid., h. 876.
Irving M. Copi & Cohen Carl, Introduction to Logic, Richmond-Tx., Prentice Hall,
1997, h. 3.
Mundiri, H. 1994. Logika. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Supriasumantri,Jujun S.Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Sinar
Harapan,1985.
Poedjawijatna. 1984. Logika Filsafat Berfikir. Jakarta: Rineka Cipta.
Rapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Logika. Yogyakarta: Kanisius.
W, Poespoprojo. 1999. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Pustaka Grafika.

Anda mungkin juga menyukai