“Bernalar Ilmiah”
Kelompok 13:
MKDU 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
memahami lebih dalam mengenai penalaran ilmiah
Penalaran Induktif merupakan cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus.
Arsitoteles menyatakan bahwa proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual
kepada yang bersifat universal, disebut sebagai pola penalaran induksi.
Metode induksi adalah metode dominan yang digunakan dalam ilmu-ilmu empiris yang
berobjekkan alam yang berubah-ubah. Sudah diketahui bahwa hukum alam berkembang dari
hipotesis yang mendasarkan diri pada realitas atau fakta yang riil. Dalam metode ini kita
bertolak dari sejumlah proporsi particular menuju kesimpulan yang lebih umum atau berlaku
umum.
Macam-macam generalisasi
a. Generalisasi sempurna : penyelidikan secara saksama atas seluruh fenomena yang
menjadi dasar penyimpulan. Disini kita akan memperoleh suatu kesimpulan yang sangat
kuat. Tapi ini tidak praktis dan tidak ekonomis.
b. Generalisasi tak sempurna : penyimpulan yang diperoleh berdasarkan sebagian
fenomena. Kesimpulan seperti ini tidak sampai pada tingkat kuat atau pasti. Ilmu-ilmu
justru berkembang dari generalisasi tak sempurna ini. Tugas ilmu bukan menjanjikan
kebenaran mutlak, melainkan kebenaran yang mungkin.
2. Analogi
Analogi adalah proses penalaran yang berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang
satu bukan yang lain, dan dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang
lain, dengan mengidentifikasi mencari persamaan.
Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai dasar penalaran. Sebagai
penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan Jadi analogi induksi tidak hanya
menunjukkan persamaan di antara dua hal yang berbeda, akan tetapi menarik kesimpulan atas
dasar persamaan itu.
3. Hubungan kausal
Sejak zaman kuno orang tahu bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab (nihil fit
sine causa), demikian ungkap Leucippus. Di sini lebih dimaksudkan dengan sebab efisien,
yakni ada-tidaknya sebab ini akan menentukan ada dan tidaknnya akibat.
Induksi yang mendasarkan diri pada aksioma sebab dapat dirumuskan sebagai berikut :
tak ada sesuatu disebut sebab bagi suatu akibat, bila ia tidak ditemukan pada saat akibat
terjadi. Dan tidak ada sesuatu yang disebut sebab bagi suatu akibat, bila ia dijumpai pada saat
tidak terjadi akibat.
BAB 4
KESALAHAN PENALARAN ILMIAH
Sumaryono (1999:9) memberikan pengertian sesat pikir adalah proses penalaran atau
argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir
yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan
relevansinya.
Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja,
bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan kesimpulan yang
sesat karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
Sesat pikir dapat terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya.
Contoh:
Kucing berkumis.
Ali berkumis.
Jadi, Ali Kucing.
Silogisme di atas, merupakan sesat pikir dalam menyimpulkan, karena Ali dikatakan
kucing. Konklusi ini menyesatkan dan bisa marah yang bersangkutan kepada yang
mengatakannya. Ali yang bersangkutan dikatakan kucing yang bukan kucing melainkan
orang atau manusia yang memiliki martabat, bisa emosi dan memukul kepada yang
menyampaikannya karena merasa diturunkan martabatnya.
Bentuk sesat pikir berdasar pembagian, yaitu: musim menurut kegiatannya dapat dibagi
menjadi: musim tanam, musim kemarau, musim menyiangi, musim hujan, dan musim panen.
Dalam pembagian ini ada yang sesat pikir, yaitu musim kemarau dan musim hujan karena
kedua musim itu bukan kegiatan.
Sesat pikir dalam bentuk lain, misalnya Natsir mengatakan Bambang sangat mencintai
istrinya, lalu disambung oleh Dahri dengan kata “dan saya juga”. Ucapan Dahri mengatakan
“dan saya juga” merupakan sesat pikir, yaitu dapat diartikan bahwa Dahri juga mencintai
istrinya Said. Pada hal yang ia maksudkan adalah Dahri juga mencintai istrinya sendiri.
Dari pengertian dengan tiga contoh sesat pikir yang dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan sesat pikir sebagai proses penalaran atau argumentasi yang tidak ketemu, atau
salah arah pada sasaran yang dimaksudkan. Walaupun proses berpikir semacam ini
menyesatkan, tetap juga hal ini sering dilakukan. Atas dasar inilah maka dipandang perlu
untuk mengetahui lebih lanjut, sumber, jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat
pikir tersebut.
Contoh:
Premis 1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer
Premis 2: Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil
Konklusi: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran
5. Kegagalan dapat terjadi karfena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang
tidak berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di sini logika berperanan penting.
Sebuah argumentasi yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya
merupakan argumen yang “sesat” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar. Di
dalam jenis kegagalan yang kedua inilah terdapat apa yang disebut sesat pikir.
Contoh:
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi
Konklusi: Tuhan dan Pancasila adalah identik
Selanjutnya dalam sumber yang sama, Sumaryono mengemukakan ada banyak jenis
kekeliruan yang dilakukan orang dalam melaksanakan penalaran atau dalam berargumen.
Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah.
Rapart (1996:92) mengemukakan pada umumnya sesat pikir di bagi ke dalam tiga jenis,
yaitu sesat pikir karena semantik (bahasa), sesat pikir formal, dan sesat pikir material.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Sesat Pikir Karena Bahasa
Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan semantik (bahasa), sebagai
berikut:
a. Menggunakan term ekuivokal
Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda, misalnya jarak dapat
berarti ruang sela antara benda atau tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang
sering ditanam sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar. Sesat pikir yang
disebabkan oleh penggunaan term ekuivokal disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy
of equivocation).
b. Menggunakan term metaforis
Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata yang digunakan bukan dalam arti
yang sebenarnya. Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung negara. Sesat pikir
yang disebabkan oleh penggunaan term metaforis disebut sesat pikir metaforisasi
(fallacy of metaphorization)
c. Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata
Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki arti yang berbeda.
Misalnya: apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a” artinya ialah pohon/buah apel,
tetapi jika tekanan terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel bendera, dan
sebagainya. Sesat pikir yang terjadi karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of
accent)
d. Menggunakan kontruksi kalimat bermakna ganda
Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk
(form) penalaran yang sahih. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut.
a. Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)
Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang hanya memiliki tiga term yang
masing-masing disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme terdapat empat
term, benntuk silogisme itu tidak sahih. Hal itu melanggar ketentuan pertama
mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
b. Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)
Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak berdistribusi tetapi term konklusi
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan keempat mengenai term-term silogisme
(lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
c. Sesat pikir term tengah tak berdistribusi (fallacy of undistributed)
Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak berdistribusi, padahal untuk
memeperoleh konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang satu kali
berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan ketiga mengenai term-term silogisme (lihat
ketentuan mengenai term-term silogisme)
d. Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two negative premises)
Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada hal
dari dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar
ketentuan kedua dari ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan
premis)
Adib, Muhammad. 2009. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi,Aksiologi dan Logika Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Bao L, Cai T, Koenig K, et al. 2009. Learning and scientific reasoning. Science 323: 586-7.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. https://kbbi.web.id/nalar-2 diakses pada tanggal 20
Juli 2019
Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta. PT. Prestasi Pustakarya
Musofa I. 2016. Jendela logika dalam berfikir: deduksi dan induksi sebaga dasar penalaran
ilmiah. El-Banat 6(2): 122-42.
Putra ST, 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Press
Rapar HJ, 1996. Pengantar Logika : asas-asas penalaran sistematis. Yogyakarta : Kanisius
Suhartono T. P., Harjanto, 2010, Filsafat Ilmu Kedokteran, Surabaya: Airlangga University
Press.