Anda di halaman 1dari 27

“Falsafah berfikir logis, deduktif, induktif ”

Mata kuliah: Falsafah dan teori keperawatan


Dosen pengajar: NS.Martono Diel, S.kep., M
kep

Di susun oleh kelompok:


1. Ernida hafni nasution (22020265)
2. Fatimah ariza zulfia darwis (22020266)
3. Muhajir fatullah (22020271)
4. Imelda suri (22020272)
5. Silvia ramadanti (22020280)
6. Andi firmansyah (22020281)
7. Nayla bidayatul hidayah (22020310)
8. Siti nurhaeni (22020322)

JURUSAN S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS YATSI MADANI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-

Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat pada waktunya.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan keharibaan Nabi Muhammad SAW sebagai

uswatun hasanah, di muka bumi ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan Makalah

ini selanjutnya. Semoga keberadaan Makalah ini dapat bermanfaat bagi pe pada

khususnya, masyarakat, nusa dan bangsa pada umumnya.

Selain itu, penulis menyadari bahwa Makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya.

Akhirnya kepada Allah jualah penulis memohon doa dan magfirah-Nya. Semoga amal bakti

yang telah disumbangkan kepada penulis mendapat pahala yang berlipat ganda, dan

semoga pembahasan ini mempunyai manfaat.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…............................................................................................I

DAFTAR ISI………………………...........................……………..……………………….…………..…….II

BAB I : PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang……………………….........….............……………………………………………….1

1.2.Rumusan Masalah…….........……….........……………………………………………………...….2

1.3.Tujuan...................…………………………..................…….……….………………………….……3

BAB II : PEMBAHASAN

1.4 Landasan teori ……………………………......................……………………………………….……4

1.5 Jenis penalaran ilmiah.......................................................................................................5

1.6 Bentuk- Bentuk pemikiran induktif...............................................................................6

1.7 Kesalahan penalaran.........................................................................................................7

1.8 Definisi Logika.......................................................................................................................8

1.9 Kegunaan..................................................................................................................................9

1.10 Metode ilmiah.....................................................................................................................10

BAB III : PENUTUP

1.11 Simpulan………………………………………….......................…………………………………….....11

1.12. Saran……………………………….......................………………………...............................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Landasan teori
Nalar adalah pertimbangan mengenai baik dan buruknya sesuatu.
Bernalar artinya memiliki atau menggunakan nalar, berpikir logis.
Penalaran diartikan sebagai cara (perihal) menggunakan nalar;
1
pemikiran atau cara berpikir logis.
Sedangkan ilmiah diartikan sebagai bersifat ilmu atau memenuhi
2
syarat (kaidah) ilmu pengetahuan . Penalaran ilmiah adalah suatu
proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
3
pengetahuan .
Sebagai suatu kegiatan berfikir, penalaran memiliki ciri-ciri
tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir
logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau
dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adala sifat
analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada
hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-
3
langkah tertentu . Pencarian pengetahuan yang benar harus
berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu
berdasarkan logika. Penalaran dapat dikatakan pula sebagai aplikasi
dari logika. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari penalaran
ilmiah dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.
Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk
berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan.
Kemampuan ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana
komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun
mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan
yang dapat dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam
istilah Aristoteles manusia ia sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab
itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir,
dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya,
4
meskipun hal ini tidak mutlak. Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah
dapat digunakan dua jenis
penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa ,

yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada


suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi
3
operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain,
untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep
dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian
di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut,
konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari
peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir
3
pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum.
Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari
penalaran deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan
pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan
secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam
suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan
taat pada hukum-hukum logika.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
Apa yang dimaksud penalaran ilmiah?
Apa saja jenis penalaran ilmiah?
Apa yang dimaksud logika?
Apa saja jenis logika?
Apa kegunaan logika?
Apa yang dimaksud metode ilmiah?
Apa yang dimaksud salah nalar?
Apa saja jenis salah nalar?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
Untuk mengetahui definisi penalaran ilmiah.
Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.

• Untuk mengetahui definisi logika.


• Untuk mengetahui jenis-jenis logika.
Untuk mengetahui kegunaan logika.
Untuk mengetahui definisi metode ilmiah.
Untuk mengetahui definisi salah nalar.
Untuk mengetahui jenis-jenis salah nalar.
BAB II
ISI
1.4 Landasan teori
Pengertian Penalaran Ilmiah
Penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan
yang logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran
adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.
5

Prinsip dan unsur penalaran


Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis
dan sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa
untuk penulisan ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah.
Melalui proses penalaran, kita dapat sampai pada kesimpulan yang
berupa asumsi, hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses
pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta
yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta
sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Menurut prosesnya penalaran
5
di bedakan menjadi dua yaitu :
1. Penalaran induktif: Secara formal dapat dikatakan bahwa induksi
adalah proses penalran untuk sampai pada suatu keputusan,
prinsip, atau sikap yang bersifat umum dan khusus,beradasarkan
pengamatan atas hal-hal yang khusus.
Proses induksi dapat dibedakan:
Generalisasi, ialah proses penalaran berdasarkan
pengamatan atas jumlah gejala dengan sifat tertentu untuk
menarik kesimpulan mengenai semua
Analogi, adalah suatu proses penalaran untuk menarik
kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki
sifat-sifat esensial yang bersamaan.
Hubungan sebab akibat, Penalaran dari sebab ke akibat
mulai dari pengamatan terhadap suatu sebab yang
diketahui. Berdasarkan itu, kita menarik kesimpulan
mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan. 5
2. Penalaran deduktif: Penalaran deduktif didasarkan atas
prinsip,hukum, atau teori yang berlaku umum tentang suatu hal
atau gejala. Berdasarkan prinsip umum itu, ditarik kesimpulan
tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagiuan dari hal
atau gejala itu. jadi, penalaran deduktif bergerak dari hal atau
gejala yang umum menuju pada gejala yang khusus. 5
1.5 Jenis Penalaran Ilmiah

Pemikiran Deduktif
Satu hal dalam logika penalaran, yang menjadi pertimbangan
adalah pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya. Masing-masing
hanya dapat bernilai salah atau benar namun tidak keduanya. Hal inilah
yang sebelumnya disebut sebagai proposisi. Proposisi yang telah
dihimpun ini nantinya akan dapat dievaluasi dengan beberapa cara,
seperti: deduksi, dan induksi. Metode induksi diartikan sebagai salah satu
cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan oleh para ilmuwan.
Maka metode deduksi adalah kebalikan dari metode induksi, karena ia
menarik kesimpulan kepada yang lebih khusus, dan terperinci. Adapun
Tujuan dari penggunaan kedua metode ilmiah ini tiada lain adalah agar
ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi. Serta mendapakan sebuah kebenaran dan
kesesuaian antara kajian ilmiah, dengan tanpa terbatas ruang, waktu,
6
tempat dan kondisi tertentu.
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang
berasal
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai
sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan
dengan istilah logika minor, karena memperdalam dasar-dasar
pensesuaian dalam pemikiran dengan hukum, rumus dan patokan-
7
patokan tertentu. Disebut metode penalaran deduktif jika dalam
8
penalaran, konklusi lebih sempit daripada premisnya.
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada
pola berfikir yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau
lebih dengan sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut
sering disebut sebagai premis minor dan premis mayor. Serta selalu
diikuti oleh penyimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua
premis tersebut. Namun kesimpulan di sini
hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga
9
benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut.
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor:
Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: Menipu
merugikan orang lain. Kesimpulan: Menipu adalah dosa.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berfikir logis dan
analistik, yang tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan
yang semakin intens, sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh
pertambahan pengetahuan yang diperoleh manusia, yang akhirnya akan
bermuara pada suatu usaha untuk menjawab permasalahan secara
rasional sehingga dapat dipertanggung jawabkan isinya, tentunya dengan
mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun penyelesaian masalah
secara rasional bermakna adanya tumpuan pada rasio manusia dalam
usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang mendasarkan
dirinya pada proses tersebut dikenal dengan istilah paham rasionalisme.
Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan yang saling
mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para
ilmuan rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif. Lebih
jauh lagi deduksi sering lahir dari sebuah persangkaan mayoritas orang.
Sehingga hampir bisa dikatakan bahwa setiap keputusan adalah deduksi,
Dan setiap deduksi diambil dari suatu generalisasi yang berupa
generalisasi induktif yang berdasar hal-hal khusus yang diamati.
Generalisasi ini terjadi karena adanya kesalahan dalam penafsiran
terhadap bukti yang ada. Generalisasi induktif sering terjadi dari
banyaknya tumpuan pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang
kenyataanya tidak demikian. seperti halnya kesalahan dokter dalam
mendiagnosis penyakit pasien, hal ini terjadi karena tanda-tandanya
sama namun bisa jadi ada penyakit lain dengan tanda-tanda seperti itu,
ataupun kasus polisi yang menyelidiki barang bukti di tempat tindakan
kriminal. Ada beberapa teori yang sering dikaitkan dengan penalaran
deduktif. Di antaranya “teori koherensi”, serta “teori kebenaran
9
pragmatis.” Pemikiran Induktif.

Pemikiran induktif adalah suatu metode penarikan kesimpulan yang


10
bersifat umum, dari berbagai pernyataan yang bersifat khusus. Pada
pemikiran induktif
ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena premis, sekalipun benar,
hanya memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan sampai batas
11
tertentu.
5
1.6 Bentuk-bentuk pemikiran Induktif :
1.Prediksi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan
pengetahuan tentang masa lalu sebagai dasar untuk memprediksi
hal tertentu di masa depan.
Contoh : Seseorang dapat meramalkan terjadinya badai di
lokasi
tertentu berdasarkan fenomena meteorologis yang telah
terjadi di lokasi tersebut.
2. Argumen berdasarkan analogy : Cara menarik kesimpulan yang
menggunakan dasar analogi, atau kesamaan, antara dua hal atau
kondisi.
Contoh : Sesorang menganggap mobil Porsche si A pasti
nyaman dikendarai karena mobil Porsche si C nyaman
dikendarai.
3. Generalisasi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan
pengetahuan atas sejumlah sampel sebagai dasar untuk
melakukan klaim tertentu atas seluruh anggota kelompok.
Contoh : Seseorang mengklaim seluruh jeruk di
keranjang tertentu
semuanya manis karena 3 buah jeruk dari keranjang
tersebut rasanya manis.
4. Argumen berdasarkan otoritas: Cara menarik kesimpulan
berdasarkan pernyataan dari seseorang yang dianggap ahli atau
dari saksi mata.
Contoh : Seseorang berpendapat bahwa pendapatan
perusahaan tertentu akan meningkat di kuartal berikutnya
berdasarkan pernyataan dari seorang konsultan investasi.
5. Argumen berdasarkan tanda-tanda: Cara menarik kesimpulan
berdasarkan tanda atau simbol tertentu.
Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum
pernah dilalui dan melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam
satu mil ke depan” maka si pengendara akan menyimpulkan
bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke depan. Tanda ini
bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.
6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal: Cara menarik
kesimpulan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab
atau akibat dari hal tertentu.
Contoh : Seseorang bisa menyimpulkan bahwa anggur yang
tanpa sengaja tertinggal di dalam freezer semalaman pasti
beku berdasarkan pengetahuannya.
1.7 Kesalahan Penalaran
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung
- hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu
kesimpulan. Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk
mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara
penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan karena gagasan,
struktur kalimat, dan karena dorongan emosi. Salah nalar ada dua macam:
1. Salah nalar induktif, berupa :
a. kesalahan karena generalisasi yang terlalu
luas, b. kesalahan penilaian hubungan sebab-
akibat,
c. kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a. kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
b. kesalahan karena adanya term keempat;
c. kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak
dibatasi; dan d. kesalahan karena adanya 2 premis
negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh
tidak benar. Berikut adalah pengertian dan contoh salah nalar :
1. Gagasan,
2. pikiran,
3. kepercayaan,
4. simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang
mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar
karena kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan,
seperti salah ucap atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping
kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita
persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses
penalaran yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup
dua jenis kesalahan menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan
karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan karena materi
dan proses penalarannya yang merupan kesalahan formal. Gagasan,
pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru, atau cacat disebut
sebagai salah nalar.
Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan
induktif, yaitu : A. Generelisasi terlalu luas
Contoh : perekonomian Indonesia sangat
berkembang
B. Analogi yang
salah
Contoh : ibu Yuni, seorang penjual batik, yang dapat menjualnya dengan
harga terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Lola seorang penjual batik, tentu
dapat menjualya dengan harga terjangkau. Berikut adalah Jenis – Jenis
salah
nalar
A. Deduksi yang salah
Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang
salah atau tidak memenuhi persyaratan.
contoh : -Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi
cerdas.
-Semua gelas akan pecah bila dipukul
dengan batu
B. Generalisasi terlalu luas
Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung
generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga
simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh -Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi
manusia
Pancasilais
sejati.
-Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu
cepat pecah.
C. Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat
dengan pemilihan jawaban yang ada.
Contoh : Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan
yang dilakukan tidak diketahui orang lain.
D. Penyebab Salah Nalar
Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh:- Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia
memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya.
-Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah
jodohnya.
E. Analogi yang Salah
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan
yang lain dengan anggapan persamaan salah satu segi akan
memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik.
F. Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat
seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa
kami karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.
1.8 Definisi Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan
12
dalam bahasa.
Logika adalah pengetahuan dari bidang filsafat yang mempelajari
tentang teknik, aturan, dan hukum – hukum penalaran/berfikir dengan
semestinya/seharusnya agar dapat memperoleh kesimpulan yang benar.
13

2.3.2 Tipe Tipe Logika


Logika dalam arti sempit adalah searti dengan logika deduktif atau
logika formal, sedangkan dalam arti luas pemakaian logika terkait tentang
sistem-sistem. Yaitu mencakup :
a. Asas-asas paling umum mengenai pembentukan
pengertian, inferensi dan tatanan (logika formal atau
logika simbolik).
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, kaidah-kaidah
pembuktian (epistemologi).
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam
penyelidikan-penyelidikan ilmiah (metodologi).
1. Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari
asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yaitu penalaran yang
merumuskan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikiran
sehingga bersifat betul menurut bentuk dan bekerjanya akal, yakni
runtutannya serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah dan aturan-
aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat.
Sedangkan logika induktif merupakan suatu ragam logika yang
mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah kesimpulan
umum.
2. Logika Formal dan Logika Material
Logika formal adalah mempelajari asas aturan atau hukum-hukum
berfikir yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan benar
mencapai kebenaran.
Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai
hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis
sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya
pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan
metode ilmu pengetahuan itu
3. Logika Murni dan Logika Terapan
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas-asas
dan aturan- aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan
bagian dari pernyataan- pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus
dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan-
pernyataan yang dimaksudkan.
Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam
setiap cabang ilmu, bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan
yang menggunakanbahasasehari-hari.
4. Logika Filsafat dan Matematik
Logika filsafat dipertentangkan dengan logika matematik. Logika
filsafat (Philosophical Logic) merupakan ragam logika yang masih
berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti
logika kewajiban (Deontic Logic) dengan etika atau logika arti (Intentional
Logic) dengan metafisika.
Logika Matematika merupakan ragam logika yang menelaah
penalaran yang benar dengan menggunakan metode-metode matematik
serta bentuk-bentuk, lambang-lambang yang khusus dan cermat untuk
menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam
bahasa biasa. Logika jenis ini sangat teknis dan dan ilmiah. Logika
matematika yang juga dianggap searti dengan logika simbolik disebut
14
dengan Technical Logic Scientific Logic.
1.9 Kegunaan
Tujuan logika adalah sebagai studi ilmiah untuk memberikan prinsip –
15
prinsip dan hukum – hukum berpikir yang benar, antara lain :
1. Logika menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip
– prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu
pengetahuan.
2. Pelajaran logika menambah daya berpikir abstrak dengan
demikian melatih dan menggembangkan daya pemikiran dan
menimbulkan disiplin intelektual.
3. Logika mencegah kita tersesat dalam berfikir.
4. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi
dan kondisi yang tepat.
5 .Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan
teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
1.10 Metode Ilmiah
Dalam pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan yang
dimaksudkan dengan metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat
keilmuan yang sering disebut metode ilmiah (scientific methods).metode
ini perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat
dibuktikan bias tercapai. Dengan metode ilmiah kedudukan pengatahuan
berubah menjadi ilmu pengetahuan yaitu menjadi lebih khusus dan
16
terbatas lingkup studinya.
Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan
disiplin ilmu apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, social maupun ilmu-ilmu
alam masing-
masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu
tergantung pada jenis, sifat dan bentuk objek materi dan objek forma
yang tercakup didalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point
16
of view), tujuan dan ruang lingkup masing masing disiplin ilmu.
Metode berasal dari bahasa Yunani (methodos) yang berarti jalan.
Sedangkan dalam bahasa latin (methodus) berarti cara. Dalam bahasa
inggris (method) artinya: 1) procedure of process for attaining an object; a
systematic procedure, tehnicque, or mode of inquiry that deals with the
principles and tehnicques of scientific inquiry (Webster’s; 1979). Akan
tetapi sering pengertian metode dicampuradukkan dengan metodologi.
Webster menjelaskan sebagai “a b[ody of methods, rules and postulates
employed by a discipline; a particular procedure or set of procedures”.
Juga diartikan sebagai “the analysis of the principles of procedures of
inquiry in a particular field”. Selanjutnya Lacely A. R. menjelaskan bahwa
16
metodologi adalah “the study of how science works or should work”.

Dari keterangan di atas kiranya metode dapat dipahami bahwa


suatu proses
atau prosedur yang sistematik berdasarka prinsip-prinsip dan tehnik-
tehnik ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk
mencapai suatu tujuan. Jadi ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah.
Sedangkan metodolgi adalah pengkajian mengenai model atau bentuk
metode-metode, aturan-aturan yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan metodologi, maka
16
metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat khusus.
Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis.
Sedangkan metodolgi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari
peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Seperti dijelaskan dalam
pembahasan tentang objek, ilmu pengetahuan bertujuan untuk
memperoleh kebenaran ilmiah yaitu suatu kebenaran yang pasti tentang
suatu objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode ilmiah yang
dipergunakan mempunayi latar belakang yaitu keterkaitannya dengan
1
tujuan yang tercermin didalam ruang lingkup ilmu pengetahuan.
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode
ilmiah juga cenderung bermacam-macam tergantung kepada watak
bahan atau problem yang diselidiki menunjukkan beberapa indikasiantara
lain: ada yang bersifat observati (menurut pengamatn ilmian dengan
menggunakan pengindraan untuk mengambil kesimpulan tentang
hubungan, sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara trial dan
eror (melakukan percobaaan-percoba[an untuk memperoleh
keberhasilan); adapula yang eksperimental (peniliti menggunakan tehnik
mengontrol keadaan); dan ada yang dengan cara statistic dan sampling
(dengan mennetukan sampel, peneliti mengumpulkan data-data untuk
16
dianalisis dan diklasifikasikan untuk kepentingan induksi).
Diantara beberapa jenis metode itu, metode observasi adalah yang
paling dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang
dimaksud adalah tentu saja yang bersifat ilmiah. Artinya observasi harus
tetap didalam konteks objektivitas. Dalam hal ini, kita harus menyadari
bahwa observasi tidak bias disamkaan begitu saja dengan pengamatan
biasa. Van Peursen menjelaskan perbedaan antara observasi dan
pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa didalam observasi,
subjektivitas diri perlu dikesampingkan, sedangkan didalam pengamatan
sehari-sehari amat bersifat emosional (hal-hal seperti prasangka, pilih
kasih dan sebagainya). Untuk pengamat perlu membersihkan diri,
melupakan apa yang sudah diketahui dan seolah-olah melakukan
pengamatan dengan mata baru(1).
Jika demikian halnya, observasi adalah langkah pertama yang
menjamin derajat ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik,
pengamat perlu menyadari bahwa situasi pengamatan selalu tidak
menentu (pengaruh keadaan subjek dan kondisi objek itu sendiri). Seperti
disarankan oleh Van Peursen, keadaan ini mengharuskan untuk
menemukan suatu kerangka teori observasi (berfungsi sebagai alat
pengukuran), peralatan observasi (untuk mempertajam pengamatan),
pendidikan ilmiah observasi (melatih kepekaan penangkapan gejala dan
ketrampilan menggunakan alat-alat observasi) dan mengingat bahwa
setiap ilmu pengetahuan memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga
perlu menetukan suatu metode yang tetap atau teori observasi yang
sesuai dengan susunan menyeluru dari ilmu pengetahun tertentu agar
16
observasi selalu terarah.
Sehubungan dengan metode observasi, pengamatan yang tepat
dan objektif (dapat dibuktikan kebenarannya) adalah mutlak dalam ilmu
pengetahuan. Untuk itu Titus dkk.menentukan syarat-syarat yang sahih
17
antara lain
a). Indera yang normal dan sehat : Semua indra diperlukan dalam
melakukan observasi seperti kejelasan penglihatan dan ketajaman
pendengaran sangat diperlukan.
b). Kematangan mental: Dalam hal ini bukan hanya kemampuan
berpikir tetapi juga benar-benar paham tentang instrument intelektual
yang diperlukan seperti istilah-istilah, konsep-konsep dan kemampuan
menggunakan simbol- simbol secara umum.
c). Alat-alat bantu fisik: Seperti teleskop, mikroskop dan alat-alat
lain untuk megukur waktu dengan tepat, luas, berat dan hal-hal lain yang
diperlukan untuk mendapatkan kesimpulan (hasil) yang cermat. Cerita
atau sejarah beberapa ilmu pengetahuan merupakan sejarah tentang
perbaikan atau peningkatan instrument (alat-alat) tertentu. Sebagai
contoh perkembangan astronomi berhubungan erat dengan perbaikan
daripada teleskop. Kemajuan dalam bidang biologi berhubungan erat
dengan peningkatan daripada mikroskop.
d). Cara mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan
observasi dapat dilakukan secara cermat : Si peneliti melakukan
pengamatan terus-menerus. Oleh karena itu diperlukan perhatiannya
pada kondisi-kondisi yang cermat, memperhatikan factor waktu, tempat,
gerakan, suhu, cahaya, keadaan cuaca dan gangguan-gangguan suara.
Kesalahan atau kegagalan observasi mungkin disebabkan adanya
kerusakan atau adanya gangguan pada factor-faktor tersebut, yang
dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang kita buat.

e). Pengetahuan lapangan : Orang yang mengenal lapangan studi,


sejarahnya dan saling hubungannya dengan lapangan studi serta
17
pengalaman lainnya akan lebih beruntung.
Metode trial dan eror atau metode trial and success telah dikenal
secara universal dan tidak memerlukan penjelasan secara panjang lebar.
(2). Karena sifatnya yang universal, metode ini kurang dieprgunakan
secara popular oleh para ilmuwan dalam kegiatan penelitian. Namun
demikian khusunya untuk menguji
kebenaran hipotesis, metode trial error ada pula manfaatnya. Bagi ahli
filsafat, metode ini dipergunakan untuk menguji ide-ide atau system
pemikiran sejauh mana tingkat koherensi dan konsistensinya baik secara
factual maupun secara logika. Dengan demikian metode ini cara kerjanya
16
amat sederhana yaitu belajar sambil mengerjakan (learning by doing) .
Metode eksperimen. Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan
17
pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengujian hipotesis .
Agar pengamatan menjadi semakin teliti dan menjamin kebutuhan akan
objektivitas maka metode eksperimen berperan penting. Adapun cara
kerjanya adalah pengamat mengontrol kondisi atau keadaan, mengganti
suatu factor pada suatu waktu Dn MEmbiarkan factor-faktor lain tetap
tanpa perubahan agar mencatat hasilnya apakah ada perbedaan dalam
hasil eksperimen. Metode ini lebih sering diapaki dalam sains. Misalnya
untuk meningkatkan produksi daging, mengganti factor makanan jenis
16
lain, sementara factor-faktor lain dibiarkan tetap.
Metode statistic. Dewasa ini lazim dipergunakan didalam ilmu
pengetahuan pada umumnya. Statistic dalam bahasa inggris statistic
berarti a single term or datum in collection of statistics. Jadi menyangkut
masalah pengumpulan data. Bagaimana cara mengumpulkan data,
berhubungan erat dengan pengetahuan analisis dan cara-cara
16
klasifikasi. Dengan statistic memungkinkan kita melihat berbagai proses
yang tidak mungkin dapat kita lihat hanya melalui penggunaan alat indra
saja. Statistic memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab akibat dan
pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe daripada fenomena-fenomena dan kita
dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan mempergunakan
table-tabel dan grafik. Statistic juga meramalkan kejadian- kejadian yang
17
akan dating dengan tingkat ketepatan tinggi .
Metode sampling. Terjadinya sampling yaitu apabila kita
mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas
atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut yaitu
dengan tujuan bilamnakah satu sampel tersebut dapat mewakili secara
17
keseluruhan atau tidak. Dalam metode sampling hal yang paling
penting didalamnya adalah bagaimana menetukkan suatu contoh yang
tepat sehingga dapat mewakili kesleuruhan. Persoalannya adalah pada
objek yang sifatnya homogeny, rupanyan sampel yang dipilih secara
acak pun memberikan akurasi hasil. Tetapi pada objek yang heterogen
maka peneliti harus berhati-hati. Banyak factor yang harus diperhatikan
sehingga contoh-contoh dapat diambil dan ditentukan secara tepat dan
bias mewakili keseluruhan. Misalnya untuk pandangan hidup orang
Sulawesi Selatan maka harus dipertimbangkan tata geografis, jenis etnis,
kepadatan penduduk setiap daerah, dsb. Dari situ jika misalnya dapat
ditentukan orang Bugis lebih dominan, sampel orang Bugis harus
16
dominan pula .
Bersesuain dengan Jujun S. S. (1987), Titus dkk.
Kembali menjelaskan cara
kerja ilmiah dengan mengemukakan enam langkah metode untuk
16
memperoleh pengetahuan yaitu:
1. Keinsafan atau kesadarn tentang adanya
problem.
Langkah pertama kesadaran akan adanya problem adalah penting
sekali. Karena hanya dengan demikian suatu pemikiran dan
penyelidikan itu mungkin untuk diawali. Dalam hal ini kemampuan untuk
melukiskan problem secara jelas dan benar dalam suatu defines adalah
penting. Karena hanya dengan demikian pula pengumpulan data yang
factual baru mungkin.
2. Data yang relevan dan yang tersedia
terkumpul
Pengumpulan data yang relevan yang juga memerlukan kesabaran dan
lebih-lebih kemampuan untuk menguji data-data apakah factual atau
tidak. Pada persoalan yang sulit untuk mendapatkan data-data tersebut,
memerlukan pemikiran dan penyelidikan yang seksama dan tidak aneh
juka memerlukan waktu bertahun- tahun.
3. Data
ditertibkan
dalam masalah ini diperlukan kemampuan analisis dan pengelompokkan.
Bagi metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan data
yang satu dengan data yang lain diatur dalam urutan yang sesuai dengan
kepentingan. Jadi setiap data harus diberi nomor, dianalisis dan
diklasifikasikan.
4. Hipotesis
dibentuk
biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok
Langkah ini penting ketika melakukan pemeriksaan problema. Hipotesis
dapat dibentuk setelah diperoleh data-data yang cukup. Dalam
membentuk hipotesis, hal yang penting adalah harus bersifat masuk akal.
Artinya suatu deduksi harus dapat dicoba dan berfungsi sebagai petunjuk
bagi penyelidikan selanjutnya.
5. Deduksi atau kesimpulan dapat ditarik dari
hipotesis
Maksudnya hipotesis menjadi dasar penarikan kesimpulan mengenai
jenis susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu
yang sedang diselidiki.
6. Verifikasi setelah analisis secara deduktif untuk sampai pada suatu
kesimpulan Masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengetahua,
keputusan akhirnya terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu
hipotesis, maka hipotesis lain dipilih. Demikian selanjutnya kecuali fakta
(data empiric), kaidah umum atau hokum tersebut telah memenuhi
persyaratan pengujian empiris. Terhadap hal ini kaum rasionalis
menyatakan bahwa suatu hipotesis baru bias diterima secara keilmuan
bila konsistensi dengan semua hipotesis yang sebelumnya telah diuji
kebenarannya.
Sedangkan menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah
secara garis besar ada dua macam yaitu sebagai berikut.
1. Metode ilmiah yang bersifat
umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi dua yaitu metode analitiko-
sintesa dan metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesa merupakan
gabungan dari metode analisis dan metode sintesa. Metode nondeduksi
merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir
kita memperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua
macam yaitu pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik
aposteriori.
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah
tertentu dengan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan
pengertian yang lainnya. Pengetahuan analitis apriori misalnya, definisi
segitiga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu bidang yang
dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk sudut
berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa kita dengan menerapkan
metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris
atau dalam pengalam sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan
tertentu. Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada
kemudian kita berusaha untuk
perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk
tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkab metode sintetis
dapat berupa pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis
aposteriori.
Metode sintesa ialah cara penanganan terhadap objek tertentu
dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian
yang lainnya sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru.
Pengetahuan sintetis apriori misalnya, pengetahuan bahwa satu
ditambah empat sama dengan lima.
Aposteriori menunjukkan kepada hal-hal yang adanya berdasarkan
atau terdapat melalui pengalamn atau dapat dibuktikan dengan
melakukan sesuatu tangkapan indrawi. Pengetahuan sintetis apriori itu
merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan cara menggabung-
gabungkan pengertian yang satu dengan yang lain menyangkut hal-hal
yang terdapat dalam alam tangkapan indrawi atau yang adanya dalam
pengalaman empiris.
Metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek
tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat
umum.
Metode induksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu
dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau yang bersifat
lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap
sejumlah hal yang bersifat khusus
2. Metode penyelidikan
ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua yaitu metode
penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empiris dan metode
vertical atau yang berbentuk garis lempang/metode linier.
biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok
Yang dinakan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan
terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman
dan penerapannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam
laboratorium dan sebagainya.
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa penerapan metode siklus-
empiris itu berupa, pertama-tama pengamatan terhadap sejumlah hal
atau kasus yang sejenis, kemudian berdasarkan atas pengamatan
tersebut kita menarik kesimpulan yang bersifat sementara berupa
‘hipotesa-hipotesa’ dan dalam babak terakhir kita mengadakan pengujian
terhadap hipotesa itu dalam eksperimen-eksperimen
Apabila kita sudah berulang-ulang mengadakan eksperimen dan
hasilnya juga sama, artinya menunjukkan bahwa hipotesa itu
mengandung kebenaran dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut
telah dikukuhkan kebenarannya.
Jika sifat atau objek begitu pentingnya, orang melakukan kajian-
kajian lebih lanjut. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan
maka dapatlah hipotesa yang bersangkutan ditingkatkan martabatnya
menjadi teori-teori.
Akan tetapi, apabila ternyata halnya atau objeknya dipandang
sangat menentukan bagi kehidupan manusia, dengan melakukan kajian-
kajian berikutnya dapatlah teori-teori yang bersangkutan (bila dapat
bertahan) ditingkatkan menjadi
‘hukum-hukum alam’. Dalam hal ini berarti bahwa isi kebenaran dari teori-
teori tersebut telah diperiksa sekali lagi atau telah diteliti secara dalam
mengenai isi kebenarannya (verifikasi terhadap teori-teori).
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa manakala kita
menerapkan metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk adur/metode
siklus-empiris maka pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa
hipotesa, teori dan hukum- hukum alam
Metode vertical/berbentuk garis tegak lurus atau metode
linier/berbentuk garis lempang digunakan dalam penyelidikan yang pada
umumnya mempunyai objek materialnya hal-hal yang pada dasarnay bersifat
kejiwaan yaitu yang lazimnya berupa atau terjelma dalam tingkah laku
manusia dalam pelbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang plotik,
ekonomi, sosial dan sebagainya. (Soejono Soemargono, 1983, hlm.
16-18)
Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk
garis tegak lurus berarti sesuatu proses yang bertahap dan apabila
dikatakan mengambil bentuk garis lempang berarti proses yang bersifat
setapak demi setapak.
Penerapan metode ini diawali dengan pengumpulan bahan
penyelidikan secukupnya kemudian bahan yang masuk tadi
dikelompokkan menurut suatu pola atau suatu bagan tertentu. Dalam
babak terakhir kita menarik kesimpulan yang umum berdasarkan atas
pengelompokkan bahan semacam itu dan apabila dipandang perlu kita
dapat pula mengadakan peramlaan/peridiksi yang menyangkut objek
penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan semacam ini tertentu
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1.11 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia berkemampuan menalar, yaitu mampu
untuk berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan.
Kemampuan ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana
komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun
mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan
yang dapat dipahami dengan mudah. Untuk memperoleh pengetahuan
ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif.
Dalam proses bernalar, agar hasilnya baik, dibutuhkan logika dalam
berfikir dan langkah strategis melalui metode Ilmiah. Metode ilmiah
merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Metode ilmiah menggunakan
langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Adapun
pelaksanaannya ada beberapa tahap, yakni merumuskan masalah,
mengumpulkan keterangan, menyusun hipotesis, menguji hipotesis,
mengolah data dan menguji kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk
menghindri terjadinya salah nalar.

1.12 Saran
Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berfikir dalam penarikan
kesimpulan. Untuk memperoleh kesimpulan yang benar, dibutuhkan
proses berfikir logis dan sistematis agar terhindar dari kesalahan nalar
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia
di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 19 Juli 2019
2. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia
di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 19 Juli 2019
3. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005
4. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan
Islam Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2016 [Online]. tersedia di
5. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.:
Wadsworth Cengage Learning. 2012
6. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan
Tematik. Jakarta: Teraju, 2004.
7. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
8. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta
: Universitas
Islam Negeri Pers, 2007.
9. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar
Populer. Jakarta: Sinar
Harapan, 1985.
10. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
11. Flach, P.A. and Kakas, A.C.Abductive and Inductive Reasoning:
Background and Issues. Applied Logic Series, 2000. pp.1–27.
12. Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
hal.
212
13. .Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang,, 2002), h:1.
14. Afraniati Affan, Logika Dasar, (Hayfa Press, 2009), h:30 - 32.
15. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang, 2002), h:4 -5.
16.

Anda mungkin juga menyukai