Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“Bernalar Ilmiah”

Dosen Mata Kuliah: Rahadian Indarto Susilo, dr., SpBS(K)

OLEH:

Laili Fitri Ni’amita (011918026309)


Soehalino (011918116304)
Nazila Hana (011918076303)
Niska Ayu Anjaswari (011918016308)
Dhenni Hartopo (011918186301)
Fallis Desita (011918176304)
Widya Firli Novitasari (011918156301)
Yufi Aulia Azmi (011918196301)
Gusti Ramadani (011918236301)
Redy Pristanto Putra (021728016303)

UNIVERSITAS

AIRLANGGA SURABAYA

2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Nalar adalah pertimbangan mengenai baik dan buruknya sesuatu.


Bernalar artinya memiliki atau menggunakan nalar, berpikir logis. Penalaran
diartikan sebagai cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara
berpikir logis.1 Sedangkan ilmiah diartikan sebagai bersifat ilmu atau
memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan .2 Penalaran ilmiah adalah suatu
proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan .3
Sebagai suatu kegiatan berfikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri
pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika
tertentu. Ciri yang kedua adala sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat
analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu.
Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu .3 Pencarian pengetahuan yang benar harus
berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika.
Penalaran dapat dikatakan pula sebagai aplikasi dari logika. Sedangkan
pengetahuan yang diperoleh dari penalaran ilmiah dapat disebut sebagai
pengetahuan ilmiah.
Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir
secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini
berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya,
sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu mereka
kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami
dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia
ia sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan
seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta
menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini tidak
mutlak.4
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis
penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum,
yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini
diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. 3Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan
selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks
penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk
memahami suatu gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang
berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan
berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat umum. 3
Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran
deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua
penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi,
dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan
metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud penalaran ilmiah?
1.2.2 Apa saja jenis penalaran ilmiah?
1.2.3 Apa yang dimaksud logika?
1.2.4 Apa saja jenis logika?
1.2.5 Apa kegunaan logika?
1.2.6 Apa yang dimaksud metode ilmiah?
1.2.7 Apa yang dimaksud salah nalar?
1.2.8 Apa saja jenis salah nalar?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi penalaran ilmiah.
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.
1.3.3 Untuk mengetahui definisi logika.
1.3.4 Untuk mengetahui jenis-jenis logika.
1.3.5 Untuk mengetahui kegunaan logika.
1.3.6 Untuk mengetahui definisi metode ilmiah.
1.3.7 Untuk mengetahui definisi salah nalar.
1.3.8 Untuk mengetahui jenis-jenis salah nalar.
BAB 2
ISI
2.1 Penalaran ilmiah
2.1.1 Pengertian Penalaran Ilmiah

Penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis


berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses
penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. 5
2.1.2 Prinsip dan unsur penalaran
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan
sistematis dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk penulisan
ilmiah diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah. Melalui proses penalaran,
kita dapat sampai pada kesimpulan yang berupa asumsi, hipotesis atau teori.
Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang
logis berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses
penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Menurut prosesnya
penalaran di bedakan menjadi dua yaitu : 5
1. Penalaran induktif: Secara formal dapat dikatakan bahwa induksi adalah
proses penalran untuk sampai pada suatu keputusan, prinsip, atau sikap
yang bersifat umum dan khusus,beradasarkan pengamatan atas hal-hal
yang khusus.
Proses induksi dapat dibedakan:
 Generalisasi, ialah proses penalaran berdasarkan pengamatan
atas jumlah gejala dengan sifat tertentu untuk menarik
kesimpulan mengenai semua
 Analogi, adalah suatu proses penalaran untuk menarik
kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan
kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial
yang bersamaan.
 Hubungan sebab akibat, Penalaran dari sebab ke akibat mulai
dari pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
Berdasarkan itu, kita menarik kesimpulan mengenai akibat yang
mungkin ditimbulkan. 5
2. Penalaran deduktif: Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip,hukum,
atau teori yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan
prinsip umum itu, ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang
merupakan bagiuan dari hal atau gejala itu. jadi, penalaran deduktif
bergerak dari hal atau gejala yang umum menuju pada gejala yang
khusus.5
2.2 Jenis Penalaran Ilmiah
2.2.1 Pemikiran Deduktif
Satu hal dalam logika penalaran, yang menjadi pertimbangan adalah
pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya. Masing-masing hanya dapat
bernilai salah atau benar namun tidak keduanya. Hal inilah yang sebelumnya
disebut sebagai proposisi. Proposisi yang telah dihimpun ini nantinya akan dapat
dievaluasi dengan beberapa cara, seperti: deduksi, dan induksi. Metode induksi
diartikan sebagai salah satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum
digunakan oleh para ilmuwan. Maka metode deduksi adalah kebalikan dari
metode induksi, karena ia menarik kesimpulan kepada yang lebih khusus, dan
terperinci. Adapun Tujuan dari penggunaan kedua metode ilmiah ini tiada lain
adalah agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai
tantangan yang dihadapi. Serta mendapakan sebuah kebenaran dan kesesuaian
antara kajian ilmiah, dengan tanpa terbatas ruang, waktu, tempat dan kondisi
tertentu.6
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang berasal
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, karena memperdalam dasar-dasar pensesuaian dalam pemikiran
dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu. 7 Disebut metode penalaran
deduktif jika dalam penalaran, konklusi lebih sempit daripada premisnya.8
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola
berfikir yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan
sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering disebut
sebagai premis minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh penyimpulan
yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Namun
kesimpulan di sini
hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga benar,
serta hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut. 9
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor:
Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: Menipu
merugikan orang lain. Kesimpulan: Menipu adalah dosa.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berfikir logis dan analistik,
yang tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang
diperoleh manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk
menjawab permasalahan secara rasional sehingga dapat dipertanggung jawabkan
isinya, tentunya dengan mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun
penyelesaian masalah secara rasional bermakna adanya tumpuan pada rasio
manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang
mendasarkan dirinya pada proses tersebut dikenal dengan istilah paham
rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan yang
saling mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para ilmuan
rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif. Lebih jauh lagi deduksi
sering lahir dari sebuah persangkaan mayoritas orang. Sehingga hampir bisa
dikatakan bahwa setiap keputusan adalah deduksi, Dan setiap deduksi diambil
dari suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang berdasar hal-hal
khusus yang diamati. Generalisasi ini terjadi karena adanya kesalahan dalam
penafsiran terhadap bukti yang ada. Generalisasi induktif sering terjadi dari
banyaknya tumpuan pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang kenyataanya
tidak demikian. seperti halnya kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit
pasien, hal ini terjadi karena tanda-tandanya sama namun bisa jadi ada penyakit
lain dengan tanda-tanda seperti itu, ataupun kasus polisi yang menyelidiki
barang bukti di tempat tindakan kriminal. Ada beberapa teori yang sering
dikaitkan dengan penalaran deduktif. Di antaranya “teori koherensi”, serta “teori
kebenaran pragmatis.” 9
2.2.2 Pemikiran Induktif.
Pemikiran induktif adalah suatu metode penarikan kesimpulan yang bersifat
umum, dari berbagai pernyataan yang bersifat khusus.10 Pada pemikiran induktif
ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena premis, sekalipun benar, hanya
memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan sampai batas tertentu.11
Bentuk-bentuk pemikiran Induktif :5
1.Prediksi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan
tentang masa lalu sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa
depan.
 Contoh : Seseorang dapat meramalkan terjadinya badai di lokasi
tertentu berdasarkan fenomena meteorologis yang telah terjadi di
lokasi tersebut.
2. Argumen berdasarkan analogy : Cara menarik kesimpulan yang
menggunakan dasar analogi, atau kesamaan, antara dua hal atau kondisi.
 Contoh : Sesorang menganggap mobil Porsche si A pasti nyaman
dikendarai karena mobil Porsche si C nyaman dikendarai.
3. Generalisasi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan
atas sejumlah sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas
seluruh anggota kelompok.
 Contoh : Seseorang mengklaim seluruh jeruk di keranjang
tertentu semuanya manis karena 3 buah jeruk dari keranjang
tersebut rasanya manis.
4. Argumen berdasarkan otoritas: Cara menarik kesimpulan berdasarkan
pernyataan dari seseorang yang dianggap ahli atau dari saksi mata.
 Contoh : Seseorang berpendapat bahwa pendapatan perusahaan
tertentu akan meningkat di kuartal berikutnya berdasarkan
pernyataan dari seorang konsultan investasi.
5. Argumen berdasarkan tanda-tanda: Cara menarik kesimpulan
berdasarkan tanda atau simbol tertentu.
 Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah
dilalui dan melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke
depan” maka si pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada
tikungan tajam 1 mil ke depan. Tanda ini bisa saja salah
penempatannya atau keliru isinya karena itu kesimpulan di atas
hanya bersifat kemungkinan.
6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal: Cara menarik kesimpulan
berdasarkan pengetahuan tentang penyebab atau akibat dari hal tertentu.
 Contoh : Seseorang bisa menyimpulkan bahwa anggur yang tanpa
sengaja tertinggal di dalam freezer semalaman pasti beku
berdasarkan pengetahuannya.
2.2.3 Kesalahan Penalaran
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-
hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan.
Salah nalar dapat terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan.
Hal ini terjadi karena ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar
lebih dari kesalahan karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan
emosi. Salah nalar ada dua macam:
1. Salah nalar induktif, berupa :
a. kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
b. kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
c. kesalahan analogi.
2. Kesalahan deduktif dapat disebabkan :
a. kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
b. kesalahan karena adanya term keempat;
c. kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi; dan
d. kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar.
Berikut adalah pengertian dan contoh salah nalar :
1. Gagasan,
2. pikiran,
3. kepercayaan,
4. simpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang
mengandung kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena
kelelahan atau kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap
atau salah tulis misalnya.
Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping
kesalahan yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang kita
persoalkan disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran
yang kita sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan
menurut penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan
kesalahan informal dan karena materi dan proses penalarannya yang merupan
kesalahan formal. Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah,
keliru, atau cacat disebut sebagai salah nalar.
Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan induktif, yaitu :
A. Generelisasi terlalu luas
Contoh : perekonomian Indonesia sangat berkembang
B. Analogi yang salah
Contoh : ibu Yuni, seorang penjual batik, yang dapat menjualnya dengan harga
terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Lola seorang penjual batik, tentu dapat
menjualya dengan harga terjangkau.
Berikut adalah Jenis – Jenis salah nalar
A. Deduksi yang salah
Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis yang salah atau
tidak memenuhi persyaratan.
contoh : -Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
-Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu
B. Generalisasi terlalu luas
Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis yang mendukung generalisasi
tidak seimbang dengan besarnya generalisasi itu sehingga simpulan yang diambil
menjadi salah.
Contoh -Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia
Pancasilais sejati.
-Anak-anak tidak boleh memegang barang porselen karena barang itu cepat
pecah.
C. Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Salah nalar ini dilandasi oleh penalaran alternatif yang tidak tepat dengan
pemilihan jawaban yang ada.
Contoh : Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak
diketahui orang lain.
D. Penyebab Salah Nalar
Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai sesuatu sehingga
mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh:- Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan
mengurusi makam leluhurnya.
-Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah jodohnya.
E. Analogi yang Salah
Salah nalar ini dapat terjadi bila orang menganalogikan sesuatu dengan yang lain
dengan anggapan persamaan salah satu segi akan memberikan kepastian
persamaan pada segi yang lain.
Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan
tugasnya dengan baik.
F. Argumentasi Bidik Orang
Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap menghubungkan sifat seseorang
dengan tugas yang diembannya.
Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami
karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.
2.3 Logika
2.3.1 Definisi Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. 12
Logika adalah pengetahuan dari bidang filsafat yang mempelajari tentang
teknik, aturan, dan hukum – hukum penalaran/berfikir dengan
semestinya/seharusnya agar dapat memperoleh kesimpulan yang benar. 13
2.3.2 Tipe Tipe Logika
Logika dalam arti sempit adalah searti dengan logika deduktif atau logika
formal, sedangkan dalam arti luas pemakaian logika terkait tentang sistem-
sistem. Yaitu mencakup :
a. Asas-asas paling umum mengenai pembentukan pengertian,
inferensi dan tatanan (logika formal atau logika simbolik).
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, kaidah-kaidah pembuktian
(epistemologi).
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam
penyelidikan-penyelidikan ilmiah (metodologi).
1. Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang bersifat deduktif, yaitu penalaran yang merumuskan suatu
kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikiran sehingga bersifat betul
menurut bentuk dan bekerjanya akal, yakni runtutannya serta kesesuaiannya
dengan langkah-langkah dan aturan-aturan yang berlaku sehingga penalaran
yang terjadi adalah tepat.
Sedangkan logika induktif merupakan suatu ragam logika yang
mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah kesimpulan umum.
2. Logika Formal dan Logika Material
Logika formal adalah mempelajari asas aturan atau hukum-hukum berfikir
yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan benar mencapai kebenaran.
Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-
hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis sesungguhnya.
Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, proses
terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu
3. Logika Murni dan Logika Terapan
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas-asas dan aturan-
aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-
pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari
istilah yang dipakai dalam pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan.
Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap
cabang ilmu, bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang
menggunakan bahasa sehari-hari.
4. Logika Filsafat dan Matematik
Logika filsafat dipertentangkan dengan logika matematik. Logika filsafat
(Philosophical Logic) merupakan ragam logika yang masih berhubungan erat
dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban (Deontic
Logic) dengan etika atau logika arti (Intentional Logic) dengan metafisika.
Logika Matematika merupakan ragam logika yang menelaah penalaran yang
benar dengan menggunakan metode-metode matematik serta bentuk-bentuk,
lambang-lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda
atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. Logika jenis ini sangat teknis
dan dan ilmiah. Logika matematika yang juga dianggap searti dengan logika
simbolik disebut dengan Technical Logic Scientific Logic.14
2.3.3 Kegunaan
Tujuan logika adalah sebagai studi ilmiah untuk memberikan prinsip –
prinsip dan hukum – hukum berpikir yang benar, antara lain 15 :
1. Logika menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip – prinsip
abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan.
2. Pelajaran logika menambah daya berpikir abstrak dengan demikian
melatih dan menggembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin
intelektual.
3. Logika mencegah kita tersesat dalam berfikir.
4. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan
kondisi yang tepat.
5 .Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
2.4 Metode Ilmiah
Dalam pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan yang
dimaksudkan dengan metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat
keilmuan yang sering disebut metode ilmiah (scientific methods).metode ini
perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan
bias tercapai. Dengan metode ilmiah kedudukan pengatahuan berubah menjadi
ilmu pengetahuan yaitu menjadi lebih khusus dan terbatas lingkup studinya.16
Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin ilmu
apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, social maupun ilmu-ilmu alam masing-
masing menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung
pada jenis, sifat dan bentuk objek materi dan objek forma yang tercakup
didalamnya pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan dan
ruang lingkup masing masing disiplin ilmu. 16
Metode berasal dari bahasa Yunani (methodos) yang berarti jalan.
Sedangkan dalam bahasa latin (methodus) berarti cara. Dalam bahasa inggris
(method) artinya: 1) procedure of process for attaining an object; a systematic
procedure, tehnicque, or mode of inquiry that deals with the principles and
tehnicques of scientific inquiry (Webster’s; 1979). Akan tetapi sering pengertian
metode dicampuradukkan dengan metodologi. Webster menjelaskan sebagai “a
b[ody of methods, rules and postulates employed by a discipline; a particular
procedure or set of procedures”. Juga diartikan sebagai “the analysis of the
principles of procedures of inquiry in a particular field”. Selanjutnya Lacely A.
R. menjelaskan bahwa metodologi adalah “the study of how science works or
should work”. 16
Dari keterangan di atas kiranya metode dapat dipahami bahwa suatu proses
atau prosedur yang sistematik berdasarka prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik
ilmiah yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu
tujuan. Jadi ia dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah. Sedangkan metodolgi
adalah pengkajian mengenai model atau bentuk metode-metode, aturan-aturan
yang harus dipakai dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara
metode dan metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih
bersifat khusus. 16
Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara
mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan
metodolgi adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan
dalam metode tersebut. Seperti dijelaskan dalam pembahasan tentang objek,
ilmu pengetahuan bertujuan untuk memperoleh kebenaran ilmiah yaitu suatu
kebenaran yang pasti tentang suatu objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode
ilmiah yang dipergunakan mempunayi latar belakang yaitu keterkaitannya
dengan tujuan yang tercermin didalam ruang lingkup ilmu pengetahuan. 16
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah
juga cenderung bermacam-macam tergantung kepada watak bahan atau problem
yang diselidiki menunjukkan beberapa indikasiantara lain: ada yang bersifat
observati (menurut pengamatn ilmian dengan menggunakan pengindraan untuk
mengambil kesimpulan tentang hubungan, sebab dan akibat, serta arti situasi);
ada yang secara trial dan eror (melakukan percobaaan-percoba[an untuk
memperoleh keberhasilan); adapula yang eksperimental (peniliti menggunakan
tehnik mengontrol keadaan); dan ada yang dengan cara statistic dan sampling
(dengan mennetukan sampel, peneliti mengumpulkan data-data untuk dianalisis
dan diklasifikasikan untuk kepentingan induksi). 16
Diantara beberapa jenis metode itu, metode observasi adalah yang paling
dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang dimaksud adalah
tentu saja yang bersifat ilmiah. Artinya observasi harus tetap didalam konteks
objektivitas. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa observasi tidak bias
disamkaan begitu saja dengan pengamatan biasa. Van Peursen menjelaskan
perbedaan antara observasi dan pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa
didalam observasi, subjektivitas diri perlu dikesampingkan, sedangkan didalam
pengamatan sehari-sehari amat bersifat emosional (hal-hal seperti prasangka,
pilih kasih dan sebagainya). Untuk pengamat perlu membersihkan diri,
melupakan apa yang sudah diketahui dan seolah-olah melakukan pengamatan
dengan mata baru(1).
Jika demikian halnya, observasi adalah langkah pertama yang menjamin
derajat ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik, pengamat perlu
menyadari bahwa situasi pengamatan selalu tidak menentu (pengaruh keadaan
subjek dan kondisi objek itu sendiri). Seperti disarankan oleh Van Peursen,
keadaan ini mengharuskan untuk menemukan suatu kerangka teori observasi
(berfungsi sebagai alat pengukuran), peralatan observasi (untuk mempertajam
pengamatan), pendidikan ilmiah observasi (melatih kepekaan penangkapan
gejala dan ketrampilan menggunakan alat-alat observasi) dan mengingat bahwa
setiap ilmu pengetahuan memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga perlu
menetukan suatu metode yang tetap atau teori observasi yang sesuai dengan
susunan menyeluru dari ilmu pengetahun tertentu agar observasi selalu terarah. 16
Sehubungan dengan metode observasi, pengamatan yang tepat dan objektif
(dapat dibuktikan kebenarannya) adalah mutlak dalam ilmu pengetahuan. Untuk
itu Titus dkk.menentukan syarat-syarat yang sahih antara lain 17
a). Indera yang normal dan sehat : Semua indra diperlukan dalam
melakukan observasi seperti kejelasan penglihatan dan ketajaman pendengaran
sangat diperlukan.
b). Kematangan mental: Dalam hal ini bukan hanya kemampuan berpikir
tetapi juga benar-benar paham tentang instrument intelektual yang diperlukan
seperti istilah-istilah, konsep-konsep dan kemampuan menggunakan simbol-
simbol secara umum.
c). Alat-alat bantu fisik: Seperti teleskop, mikroskop dan alat-alat lain
untuk megukur waktu dengan tepat, luas, berat dan hal-hal lain yang diperlukan
untuk mendapatkan kesimpulan (hasil) yang cermat. Cerita atau sejarah beberapa
ilmu pengetahuan merupakan sejarah tentang perbaikan atau peningkatan
instrument (alat-alat) tertentu. Sebagai contoh perkembangan astronomi
berhubungan erat dengan perbaikan daripada teleskop. Kemajuan dalam bidang
biologi berhubungan erat dengan peningkatan daripada mikroskop.
d). Cara mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan
observasi dapat dilakukan secara cermat : Si peneliti melakukan pengamatan
terus-menerus. Oleh karena itu diperlukan perhatiannya pada kondisi-kondisi
yang cermat, memperhatikan factor waktu, tempat, gerakan, suhu, cahaya,
keadaan cuaca dan gangguan-gangguan suara. Kesalahan atau kegagalan
observasi mungkin disebabkan adanya kerusakan atau adanya gangguan pada
factor-faktor tersebut, yang dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang kita
buat.
e). Pengetahuan lapangan : Orang yang mengenal lapangan studi,
sejarahnya dan saling hubungannya dengan lapangan studi serta pengalaman
lainnya akan lebih beruntung. 17
Metode trial dan eror atau metode trial and success telah dikenal secara
universal dan tidak memerlukan penjelasan secara panjang lebar. (2). Karena
sifatnya yang universal, metode ini kurang dieprgunakan secara popular oleh
para ilmuwan dalam kegiatan penelitian. Namun demikian khusunya untuk
menguji
kebenaran hipotesis, metode trial error ada pula manfaatnya. Bagi ahli filsafat,
metode ini dipergunakan untuk menguji ide-ide atau system pemikiran sejauh
mana tingkat koherensi dan konsistensinya baik secara factual maupun secara
logika. Dengan demikian metode ini cara kerjanya amat sederhana yaitu belajar
sambil mengerjakan (learning by doing) . 16
Metode eksperimen. Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan pada
prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengujian hipotesis . 17 Agar
pengamatan menjadi semakin teliti dan menjamin kebutuhan akan objektivitas
maka metode eksperimen berperan penting. Adapun cara kerjanya adalah
pengamat mengontrol kondisi atau keadaan, mengganti suatu factor pada suatu
waktu Dn MEmbiarkan factor-faktor lain tetap tanpa perubahan agar mencatat
hasilnya apakah ada perbedaan dalam hasil eksperimen. Metode ini lebih sering
diapaki dalam sains. Misalnya untuk meningkatkan produksi daging, mengganti
factor makanan jenis lain, sementara factor-faktor lain dibiarkan tetap. 16
Metode statistic. Dewasa ini lazim dipergunakan didalam ilmu
pengetahuan pada umumnya. Statistic dalam bahasa inggris statistic berarti a
single term or datum in collection of statistics. Jadi menyangkut masalah
pengumpulan data. Bagaimana cara mengumpulkan data, berhubungan erat
dengan pengetahuan analisis dan cara-cara klasifikasi. 16 Dengan statistic
memungkinkan kita melihat berbagai proses yang tidak mungkin dapat kita lihat
hanya melalui penggunaan alat indra saja. Statistic memungkinkan kita untuk
menjelaskan sebab akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe daripada
fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan
dengan mempergunakan table-tabel dan grafik. Statistic juga meramalkan
kejadian- kejadian yang akan dating dengan tingkat ketepatan tinggi . 17
Metode sampling. Terjadinya sampling yaitu apabila kita mengambil
beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai
wakil dari keseluruhan kelompok tersebut yaitu dengan tujuan bilamnakah satu
sampel tersebut dapat mewakili secara keseluruhan atau tidak. 17 Dalam metode
sampling hal yang paling penting didalamnya adalah bagaimana menetukkan
suatu contoh yang tepat sehingga dapat mewakili kesleuruhan. Persoalannya
adalah pada objek yang sifatnya homogeny, rupanyan sampel yang dipilih secara
acak pun memberikan akurasi hasil. Tetapi pada objek yang heterogen maka
peneliti harus berhati-hati. Banyak factor yang harus diperhatikan sehingga
contoh-contoh dapat diambil dan ditentukan secara tepat dan bias mewakili
keseluruhan. Misalnya untuk pandangan hidup orang Sulawesi Selatan maka
harus dipertimbangkan tata geografis, jenis etnis, kepadatan penduduk setiap
daerah, dsb. Dari situ jika misalnya dapat ditentukan orang Bugis lebih dominan,
sampel orang Bugis harus dominan pula .16
Bersesuain dengan Jujun S. S. (1987), Titus dkk. Kembali menjelaskan
cara kerja ilmiah dengan mengemukakan enam langkah metode untuk
memperoleh pengetahuan yaitu: 16
1. Keinsafan atau kesadarn tentang adanya problem.
Langkah pertama kesadaran akan adanya problem adalah penting sekali. Karena
hanya dengan demikian suatu pemikiran dan penyelidikan itu mungkin untuk
diawali. Dalam hal ini kemampuan untuk melukiskan problem secara jelas dan
benar dalam suatu defines adalah penting. Karena hanya dengan demikian pula
pengumpulan data yang factual baru mungkin.
2. Data yang relevan dan yang tersedia terkumpul
Pengumpulan data yang relevan yang juga memerlukan kesabaran dan lebih-
lebih kemampuan untuk menguji data-data apakah factual atau tidak. Pada
persoalan yang sulit untuk mendapatkan data-data tersebut, memerlukan
pemikiran dan penyelidikan yang seksama dan tidak aneh juka memerlukan
waktu bertahun- tahun.
3. Data ditertibkan
dalam masalah ini diperlukan kemampuan analisis dan pengelompokkan. Bagi
metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan data yang satu
dengan data yang lain diatur dalam urutan yang sesuai dengan kepentingan. Jadi
setiap data harus diberi nomor, dianalisis dan diklasifikasikan.
4. Hipotesis dibentuk
Langkah ini penting ketika melakukan pemeriksaan problema. Hipotesis dapat
dibentuk setelah diperoleh data-data yang cukup. Dalam membentuk hipotesis,
hal yang penting adalah harus bersifat masuk akal. Artinya suatu deduksi harus
dapat dicoba dan berfungsi sebagai petunjuk bagi penyelidikan selanjutnya.
5. Deduksi atau kesimpulan dapat ditarik dari hipotesis
Maksudnya hipotesis menjadi dasar penarikan kesimpulan mengenai jenis
susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang
diselidiki.
6. Verifikasi setelah analisis secara deduktif untuk sampai pada suatu kesimpulan
Masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengetahua, keputusan akhirnya
terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis, maka hipotesis
lain dipilih. Demikian selanjutnya kecuali fakta (data empiric), kaidah umum
atau hokum tersebut telah memenuhi persyaratan pengujian empiris. Terhadap
hal ini kaum rasionalis menyatakan bahwa suatu hipotesis baru bias diterima
secara keilmuan bila konsistensi dengan semua hipotesis yang sebelumnya telah
diuji kebenarannya.
Sedangkan menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara
garis besar ada dua macam yaitu sebagai berikut.
1. Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi dua yaitu metode analitiko-sintesa dan
metode non-deduksi. Metode analitiko-sintesa merupakan gabungan dari metode
analisis dan metode sintesa. Metode nondeduksi merupakan gabungan dari
metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita
memperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua macam yaitu
pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu
dengan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.
Pengetahuan analitis apriori misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa
segitiga itu merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling
beririsan yang membentuk sudut berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa kita dengan menerapkan metode
analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris atau dalam
pengalam sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu. Misalnya,
setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada kemudian kita berusaha untuk
menetukkan apakah yang dinamakan kursi itu? Definisinya misalnya, kursi
adalah perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat
duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkab metode sintetis dapat
berupa pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis aposteriori.
Metode sintesa ialah cara penanganan terhadap objek tertentu dengan cara
menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sintetis apriori
misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah empat sama dengan lima.
Aposteriori menunjukkan kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau
terdapat melalui pengalamn atau dapat dibuktikan dengan melakukan sesuatu
tangkapan indrawi. Pengetahuan sintetis apriori itu merupakan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan
yang lain menyangkut hal-hal yang terdapat dalam alam tangkapan indrawi atau
yang adanya dalam pengalaman empiris.
Metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu
dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat umum.
Metode induksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu dengan
jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau yang bersifat lebih umum
berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang
bersifat khusus
2. Metode penyelidikan ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua yaitu metode
penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empiris dan metode vertical
atau yang berbentuk garis lempang/metode linier.
Yang dinakan metode siklus-empiris ialah suatu cara penangan terhadap
sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan penerapannya
terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan sebagainya.
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa penerapan metode siklus-empiris
itu berupa, pertama-tama pengamatan terhadap sejumlah hal atau kasus yang
sejenis, kemudian berdasarkan atas pengamatan tersebut kita menarik
kesimpulan yang bersifat sementara berupa ‘hipotesa-hipotesa’ dan dalam babak
terakhir kita mengadakan pengujian terhadap hipotesa itu dalam eksperimen-
eksperimen.
Apabila kita sudah berulang-ulang mengadakan eksperimen dan hasilnya
juga sama, artinya menunjukkan bahwa hipotesa itu mengandung kebenaran
dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut telah dikukuhkan kebenarannya.
Jika sifat atau objek begitu pentingnya, orang melakukan kajian-kajian
lebih lanjut. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan maka dapatlah
hipotesa yang bersangkutan ditingkatkan martabatnya menjadi teori-teori.
Akan tetapi, apabila ternyata halnya atau objeknya dipandang sangat
menentukan bagi kehidupan manusia, dengan melakukan kajian-kajian
berikutnya dapatlah teori-teori yang bersangkutan (bila dapat bertahan)
ditingkatkan menjadi ‘hukum-hukum alam’. Dalam hal ini berarti bahwa isi
kebenaran dari teori-teori tersebut telah diperiksa sekali lagi atau telah diteliti
secara dalam mengenai isi kebenarannya (verifikasi terhadap teori-teori).
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa manakala kita menerapkan
metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk adur/metode siklus-empiris maka
pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa hipotesa, teori dan hukum-
hukum alam
Metode vertical/berbentuk garis tegak lurus atau metode linier/berbentuk
garis lempang digunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai
objek materialnya hal-hal yang pada dasarnay bersifat kejiwaan yaitu yang
lazimnya berupa atau terjelma dalam tingkah laku manusia dalam pelbagai
bidang kehidupan seperti dalam bidang plotik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
(Soejono Soemargono, 1983, hlm. 16-18)
Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk garis tegak
lurus berarti sesuatu proses yang bertahap dan apabila dikatakan mengambil
bentuk garis lempang berarti proses yang bersifat setapak demi setapak.
Penerapan metode ini diawali dengan pengumpulan bahan penyelidikan
secukupnya kemudian bahan yang masuk tadi dikelompokkan menurut suatu
pola atau suatu bagan tertentu. Dalam babak terakhir kita menarik kesimpulan
yang umum berdasarkan atas pengelompokkan bahan semacam itu dan apabila
dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramlaan/peridiksi yang
menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan semacam ini
biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok manusia
tertentu.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk
berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan
ini berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya,
sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu mereka kembangkan,
hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah.
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran,
yaitu Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Dalam proses bernalar, agar hasilnya baik, dibutuhkan logika dalam
berfikir dan langkah strategis melalui metode Ilmiah. Metode ilmiah merupakan
suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Metode ilmiah menggunakan langkah-langkah yang
sistematis, teratur dan terkontrol. Adapun pelaksanaannya ada beberapa tahap,
yakni merumuskan masalah, mengumpulkan keterangan, menyusun hipotesis,
menguji hipotesis, mengolah data dan menguji kesimpulan. Hal ini dilakukan
untuk menghindri terjadinya salah nalar.

3.2 Saran
Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berfikir dalam penarikan
kesimpulan. Untuk memperoleh kesimpulan yang benar, dibutuhkan proses
berfikir logis dan sistematis agar terhindar dari kesalahan nalar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di


kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 19 Juli 2019
2. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 19 Juli 2019
3. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005
4. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar
Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam
Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2016 [Online]. tersedia
di https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.k
opertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2a
hUKEwja3LqEmMPjAhUVinAKHVg5A00QFjAGegQICBAB&usg=AOv
Vaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 20 Juli 2019 pukul 14.00.
5. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.:
Wadsworth Cengage Learning. 2012
6. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik.
Jakarta: Teraju, 2004.
7. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
8. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta :
Universitas Islam Negeri Pers, 2007.
9. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Sinar Harapan, 1985.
10. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
11. Flach, P.A. and Kakas, A.C.Abductive and Inductive Reasoning:
Background and Issues. Applied Logic Series, 2000. pp.1–27.
12. Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
hal. 212
13. .Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang,, 2002), h:1.
14. Afraniati Affan, Logika Dasar, (Hayfa Press, 2009), h:30 - 32.
15. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang, 2002), h:4 -5.
16. Suhartono S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat
Ilmu Penegetahuan. Sleman: Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.2016
17. Salam B. Pengantar Filsafat. Jakarta. PT. Bumi Aksara. 2015
BERNALAR Oleh:
KELOMPOK 9

ILMIAH
OUTLINE
PENDAHULUAN
PENALARAN ILMIAH
PENALARAN DEDUKTIF
PENALARAN INDUKTIF
LOGIKA
METODE ILMIAH
PENDAHULUAN

Proses Berfikir  Logis


Nalar  Proses Berfikir – Analisis  Penalaran
Ilmiah  Pengetahuan
Ilmiah

Pengetahuan Ilmiah Penelitian Ilmiah –


 Penalaran
Deduktif & Penalaran Metode Ilmiah
Induktif
PENALARAN ¦LM¦AH
“Penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk
menarik kesimpulan”. (Hurley, 2012)
CIRI-CIRI PENALARAN ILMIAH
1. Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika.
Dalam hal ini maka dapat kita katakan bahwa tiap bentuk penalaran
mempunyai logikanya sendiri, atau dapat juga disimpulkan, bahwa
kegiatan penalaran merupakan suatu “proses berfikir logis”, dimana
proses berfikir logis ini harus diartikan sebagai kegiatan berfikir
menurut suatu pola tertentu.
2. Sifat “analitis” dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu
kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan
kerangka berfikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah
logika berfikir yang bersangkutan, artinya penalaran ilmiah
merupakan suatu kegiatan analisis yang mempergunakan logika
ilmiah, dan kemudian juga penalaran lainnya yang mempergunakan
logikanya tersendiri pula.
KEGUNAAN PENALARAN ILMIAH

1. Meramalkan kesamaan.

2. Menyingkapkan kekeliruan.

3. Menyusun klasifikasi.
MACAM-MACAM PENALARAN ILMIAH

DEDUKTIF

INDUKTIF
PENALARAN DEDUKTIF UMUM KHUSUS

Penalaran deduktif adalah kerangka atau cara berfikir


yang berasal dari sebuah asumsi atau pernyataan yang
bersifat umum untuk mencapai sebuah kesimpulan yang
bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan dengan
istilah logika minor, karena memperdalam dasar-dasar
pensesuaian dalam pemikiran dengan hukum, rumus dan
patokan-patokan tertentu (Mundiri, 2000)
CONTOH PENALARAN DEDUKTIF
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola
berpikir yang dinamakan silogisme.
Contoh:
Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa (Premis mayor)
Menipu merugikan orang lain (Premis minor)
Menipu adalah dosa (kesimpulan)
Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal: Yakni.
kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan
keabsahan pengambilan keputusan
PENALARAN INDUKTIF khusus umum

Penalaran induktif adalah suatu metode penarikan


kesimpulan yang bersifat umum, dari berbagai pernyataan
yang bersifat khusus. (Popper, 2005)
kesimpulan mungkin saja tidak benar karena premis, sekalipun
benar, hanya memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan sampai
batas tertentu. (Flach, 2000)
BENTUK-BENTUK PEMIKIRAN INDUKTIF
1. Prediksi  Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan tentang
masa lalu sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa depan
2. Argumen berdasarkan analogy  Cara menarik kesimpulan yang
menggunakan dasar analogi, atau kesamaan, antara dua hal atau kondisi
3. Generalisasi  Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan atas
sejumlah sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas seluruh anggota
kelompok
4. Argumen berdasarkan otoritas  Cara menarik kesimpulan
berdasarkan pernyataan dari seseorang yang dianggap ahli atau dari saksi
mata
5. Argumen berdasarkan tanda-tanda  Cara menarik kesimpulan
berdasarkan tanda atau simbol tertentu
6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal  Cara menarik
kesimpulan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab atau akibat dari
hal tertentu
CONTOH PENALARAN INDUKTIF
Hari ini
matahari terbit di Timur

Matahari Selalu terbit di Timur


Besok matahari
terbit di Timur

Lusa matahari
terbit di Timur
KAITAN ANTARA PENALARAN INDUKTIF DAN PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran induktif Penalaran deduktif

Observasi
Hipotesis

Hipotesis Observasi

Observasi lanjutan dan/atau eksperimen

Teori
PERBANDINGAN ANTARA PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

Penalaran Induktif Penalaran Deduktif


Mengambil kesimpulan dan contoh-contoh
Mengambil
yang spesifik
kesimpulan berdasarkan teori/prinsip umum
Kesimpulannya belum tentu
Kesimpulannya
benar bersifat pasti
KESALAHAN PENALARAN
Kesalahan Nalar Induktif berupa :

• kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,


• kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
• kesalahan analogi

Kesalahan Nalar Deduktif dapat disebabkan :


• kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi;
• kesalahan karena adanya term keempat;
• kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi
• kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
CONTOH KESALAHAN NALAR INDUKTIF
A. Generelisasi terlalu luas
Contoh : perekonomian Indonesia sangat berkembang
B. Analogi yang salah
Contoh : ibu Yuni, seorang penjual batik, yang dapat menjualnya dengan harga
terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Lola seorang penjual batik, tentu dapat menjualya
dengan harga terjangkau
CONTOH KESALAHAN NALAR DEDUKTIF
A. Deduksi yang salah
contoh : -Kalau listrik masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
-Semua gelas akan pecah bila dipukul dengan batu
B. Generalisasi terlalu luas
Contoh -Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi manusia Pancasilais sejati.
C. Pemilihan terbatas pada dua alternatif
Contoh : Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui orang lain
D. Penyebab Salah Nalar
Contoh:- Broto mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan mengurusi makam leluhurnya
E. Analogi yang Salah
Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat mengerjakan tugasnya dengan baik
F.Argumentasi Bidik Orang
Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami karena petugas penyuluhannya
memiliki enam orang anak
LOGIKA
LOGOS artinya hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan
lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. (Amsal Bakhtiar, 2000)

Logika adalah pengetahuan dari bidang filsafat yang


mempelajari tentang teknik, aturan, dan hukum – hukum
penalaran/berfikir dengan semestinya/seharusnya agar dapat
memperoleh kesimpulan yang benar. (Afraniati Affan, 2002)
¦R¦ – ¦R¦ L◇G¦KA
1. Menguraikan suatu objek dalam jenis pengertian umum.
2. Membahas mengenai komposisi dan hubungan dari keterangan
sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini, Aristoteles membahas hal
yang dikenal sebagai penyimpulan langsung dan bujur sangkar
pertentangan.
3. Memuat mengenai teori silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
4. Membicarakan tentang pelaksanaan dan penerapan, penalaran
silogistik dalam pembuktian ilmiah sebagai materi dari
silogisme.
5. Membahas mengenai persoalan tentang perbincangan berdasarkan
permis-permis yang boleh jadi benar.
6. Membahas mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat pikir.
MACAM – MACAM LOGIKA

1. Logika dalam Pengertian Luas dan Sempit


2. Logika Deduktif dan Induktif
3. Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)
4. Logika Murni dan Terapan
5. Logika Filsafati dan Matematik

(Afraniati Affan, 2002)


KEGTNAAN L◇G¦KA
1. Logika menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip – prinsip
abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan.
2. Pelajaran logika menambah daya berpikir abstrak dengan demikian melatih
dan menggembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3. Logika mencegah kita tersesat dalam berfikir.
4. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang
tepat.
5 .Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur
untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan

(Afraniati Affan, 2002)


METODE ILMIAH

Cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan yang


sering disebut metode ilmiah (scientific methods).metode
ini perlu agar tujuan keilmuan yang berupa kebenaran
objektif dan dapat dibuktikan bias tercapai. Dengan
metode ilmiah kedudukan pengatahuan berubah menjadi
ilmu pengetahuan yaitu menjadi lebih khusus dan
terbatas lingkup studinya (Suhartono S, 2016)
TAHAPAN METODE ILMIAH:
1. Observasi
2. Identifikasi masalah
3. Hipotesis
4. Merancang Eksperimen
5. Eksperimen
6. Analisis Hasil
7. Kesimpulan  Publikasi Hasil
CARA KERJA ILMIAH
Keinsafan

Data yang
Verifikasi tersedia
6 Langkah Terkumpul
Metode
untuk
Memperoleh
Pengetahuan

Hipotesis
Dibentuk
dan tarik Data
Kesimpulan ditertibkan

(Jujun S., 1987)


KESIMPULAN
Kemampuan menalar  Berpikir secara logis dan analistis, dan
diakhiri dengan kesimpulan  Pengetahuan ilmiah  Penalaran
Deduktif dan Penalaran Induktif

Proses Bernalar yang baik  Logika dalam berfikir dan


langkah strategis  Metode Ilmiah

Penalaran ilmiah  Proses berfikir dalam penarikan kesimpulan.


Kesimpulan yang benar  Berfikir logis dan sistematis 
Terhindar dari kesalahan nalar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 19 Juli 2019

2. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 19 Juli 2019

3. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005

4. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2016
[Online]. tersedia di https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.kopertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2ahUKEwja3LqEmMPjAhUVin AKHVg5A00QFj
AGegQICBAB&usg=AOvVaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 20 Juli 2019 pukul 14.00.

5. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth Cengage Learning. 2012

6. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik. Jakarta: Teraju, 2004.

7. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

8. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Islam Negeri Pers, 2007.

9. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan, 1985.

10. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005

11. Flach, P.A. and Kakas, A.C.Abductive and Inductive Reasoning: Background and Issues. Applied Logic Series, 2000. pp.1–27.

12. Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 212

13. .Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang,, 2002), h:1.

14. Afraniati Affan, Logika Dasar, (Hayfa Press, 2009), h:30 - 32.

15. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang, 2002), h:4 -5.

16. Suhartono S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Penegetahuan. Sleman: Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.2016

17. Salam B. Pengantar Filsafat. Jakarta. PT. Bumi Aksara. 2015

Anda mungkin juga menyukai