Anda di halaman 1dari 13

MATA KULIAH FILSAFAT ILMU KELAS C-1

MAKALAH PROJEK
PENALARAN DAN IMPLIKASINYA PADA RISET

Kelompok 1 :

Ananda Rizki T. (111911133114)


Lailatul Devi R. (111911133119)
Mochammad Ali Yahya (111911133143)
Bernarda Febrita P. G. (111911133146)
Alifah Nur Fadhilah (111911133193)
Brigitta Cassandra Tyas (111911133202)

Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
Surabaya
2020

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di dunia ini, ilmu pengetahuan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa ilmu pengetahuan, kita tidak dapat melakukan apa-apa. Namun, ilmu
pengetahuan itu tidak bisa terbentuk secara spontan, melainkan harus diciptakan.
Manusia diberikan akal budi untuk berpikir sehingga dapat memperoleh suatu
pengetahuan. Dalam mencapai pengetahuan itu, manusia melakukan proses-proses
berpikir guna mencapai pada kesimpulan, hal tersebut kemudian disebut dengan nalar
(Suriasumantri, 1982).
Apabila manusia memiliki kemampuan untuk bernalar, manusia akan dapat
melakukan suatu tindakan dalam kehidupan sehari-hari. Penalaran akan menghasilkan
sebuah pengetahuan yang diidentifikasikan menjadi sebuah logika dan tidak
berhubungan dengan perasaan. Oleh karena itu, dalam melakukan sebuah penalaran,
manusia membutuhkan metode-metode yang sesuai untuk menghasilkan suatu
pengetahuan. Misalnya saja, ada metode abduksi, deduksi, dan induksi yang akan
dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapatkan yaitu:
a. Apa saja metode-metode yang digunakan dalam penalaran?
b. Bagaimana cara menerapkan metode abduksi dalam bernalar?
c. Bagaimana cara menerapkan metode deduksi dalam bernalar?
d. Bagaimana cara menerapkan metode induksi dalam bernalar?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
a. Mengetahui jenis-jenis metode yang digunakan dalam penalaran.
b. Mengetahui cara penerapan metode abduksi.
c. Mengetahui cara penerapan metode deduksi.
d. Mengetahui cara penerapan metode induksi.

BAB II
TINJAUAN TEORITIK

2.1. Pengertian Metode Ilmiah


Kata metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang tersusun atas kata hodos
yang bermakna jalan, arah, atau cara; dan prefiks meta yang bermakna menuju, melalui,
sesudah. Secara keseluruhan, metode adalah cara bertindak menurut sistem atau aturan
tertentu. Metode juga dapat diartikan sebagai suatu proses atau prosedur yang sistematis
menurut prinsip atau teknik-teknik ilmiah yang digunakan dalam suatu disiplin untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan. Berbeda dengan metode, metodologi adalah
pengkajian mengenai metode, bentuk atau aturan yang digunakan dalam kegiatan ilmu
pengetahuan. Metodologi bersifat umum, sedangkan metode bersifat khusus.
2.2. Jenis-jenis Metode Ilmiah
2.2.1. Metode Ilmiah Yang Bersifat Umum
Metode yang bersifat umum ini terbagi menjadi dua yaitu metode analisis-
sintesis dan metode non-deduksi. Metode analisis akan menghasilkan pengetahuan
analitik yang terbagi lagi menjadi pengetahuan analitik a priori dan a posteriori.
Menurut analitik a priori, kita memiliki suatu anggapan sebelum mengetahui
(melihat, menyelidiki, dsb) keadaan yang sebenarnya. Sebaliknya, analitik a
posteriori yaitu kita memiliki pengetahuan ketika kita telah melihat, menyelidiki,
dan melakukan penelitian terlebih dahulu sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan.
Metode sintesis akan menghasilkan pengetahuan sintesis a priori dan a
posteriori. Sintesis a priori adalah pengetahuan yang pernyataannya bergantung
pada suatu pengalaman tertentu, tetapi sebenarnya pernyataan lain sudah ada
sebelumnya. Sedangkan sintesis a posteriori adalah pengetahuan yang diperoleh
dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya
yang menyangkut hal-hal yang terdapat di alam atau pengalaman empiris.
2.2.2. Metode Penyelidikan Ilmiah
Dalam penyelidikan ilmiah terdapat dua metode yaitu metode siklus-empiris
dan metode vertikal-linear. Metode siklus-empiris adalah metode penanganan
terhadap suatu objek ilmiah tertentu yang biasanya bersifat empiris dan diterapkan
di tempat tertutup. Metode vertikal-linear adalah metode yang menyangkut hal-hal
kejiwaan yang terungkap dalam berbagai aspek, misalnya di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan diterapkan di tempat terbuka.
2.2.3. Metode Ilmu
Seseorang akan menggunakan metode ilmiah untuk menanyakan serta
menjelaskan sesuatu yang mengacu pada pengalaman tentang alam (lingkungan
eksternal). Tentu saja metode tersebut meliputi metode abduksi, deduksi, dan
induksi.
a. Metode Abduksi
Abduksi berasal dari bahasa Latin Ab + ducere yang memiliki arti
mengantar dari … menuju. Abduksi dapat disebut juga sebagai proses akal
atau berpikir untuk memutuskan suatu penjelasan dari suatu fenomena
(argumen dari penjelasan terbaik). Metode abduksi dilakukan karena dalam
menghadapi suatu masalah terdapat beberapa data yang dapat menjelaskan
masalah tersebut. Selalu ada banyak penjelasan yang muncul dengan
berlandaskan sejumlah data dan dari beberapa penjelasan tersebut terdapat
penjelasan yang paling tepat menjelaskan suatu permasalahan. Menurut
Charles Sanders Peirce abduksi adalah cara pembuktian yang memungkinkan
pembentukan hipotesis-hipotesis. Bermula dari kasus tertentu lalu bergerak
menuju penjelasan yang mungkin tentang kasus ini dan kemudian diperoleh
bentuk simpulan yang mungkin terjadi. Abduksi tidak hanya sebagai suatu
bentuk penyimpulan dari tiga proporsi : tentang hukum (rule), tentang kasus
(case), dan tentang kesimpulan (result). Lebih jauh dari itu, abduksi dilihat
sebagai tahap pertama dari penelitian ilmiah. Silogisme abduksi selalu dimulai
dari fakta dan dari fakta itu dirumuskan hipotesis untuk menjelaskan fakta
tersebut. Abduksi memiliki beberapa ciri, yaitu :
1. Hipotesis hanyalah suatu dugaan yang harus diverifikasi.
2. Hipotesis harus menjelaskan fakta (anti Comte/ Positivisme).
Setiap hipotesis harus diverifikasi, tetapi tidak perlu dibuktikan
dengan observasi langsung.
Abduksi merupakan proses yang sahih dalam merumuskan hipotesis.
Namun dalam menentukan suatu hipotesis mana yang lebih baik, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh hipotesis itu. Syarat-syaratnya antara lain
adalah :
1. Hipotesis yang dipilih adalah yang dapat dibuktikan secara
eksperimental (dengan pertimbangan situasi dan lingkungan
penguji).
2. Hipotesis bersifat terbuka dan mendalam. Hipotesis yang baik
adalah yang bisa diuji dan yang sangat membantu bagi
perkembangan ilmu itu sendiri (karakter idealistik).
b. Metode Deduksi
Deduksi berasal dari bahasa Latin deducere yang berarti mengantar dari
menuju.... Menurut J. Stuart Mill, deduksi adalah transformasi verbal seperti
dalam kasus inferensi langsung atau juga ia merupakan inferensi probabel
dalam bentuk tersamar. Deduksi merujuk pada macam-macam penalaran yang
kesimpulannya berasal dari premis-premis secara niscaya, dapat berlangsung
dari yang general ke yang partikular, general ke general atau partikular ke
partikular. Secara umum deduksi dapat dijelaskan seperti berikut :
● Penalaran dari suatu kebenaran umum ke suatu hal(contoh) khusus dari
kebenaran itu.
● Proses membuat implikasi-implikasi logis dari pernyataan-pernyataan atau
premis-premis menjadi eksplisit.
● Proses penarikan kesimpulan dari premis-premis di mana tercapai suatu
kesimpulan yang pasti sesuai dengan aturan-aturan logika.
Konsep deduksi merupakan suatu generalisasi dari konsep-konsep
tentang pembuktian. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduksi yaitu adanya
perbandingan logis antara kesimpulan- kesimpulan itu sendiri.

Contoh deduksi:
Argumen pertama
★ Setiap manusia pasti mati.
★ Andre adalah manusia.
Dengan demikian Andre pasti mati.
Argumen kedua
★ Semua kucing adalah pemikir hebat.
★ Kucrit adalah kucing.
Dengan demikian, Kucrit adalah pemikir hebat.
Di dalam argumen pertama, kita bisa melihat, bahwa dua premis
pertama bisa dibenarkan. Maka premis ketiga yang merupakan kesimpulan juga
bisa dibenarkan. Sementara pada argumen kedua, premis pertama masih
diragukan kebenarannya. Maka premis ketiga yang merupakan kesimpulan juga
masih bisa diragukan kebenarannya. Hukum logika dasar sebagaimana
dirumuskan oleh Aristoteles adalah sebagai berikut, jika premis ada yang salah,
maka kesimpulan pasti salah. Jika kesimpulan salah maka premis masih bisa
benar, walaupun harus dipastikan lebih jauh. Inilah yang disebut sebagai pola
berpikir deduksi, yakni refleksi rasional tentang argumentasi.
c. Metode Induksi
Metode induksi adalah suatu metode yang menyampaikan pernyataan-
pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih
umum yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada
pernyataan universal. Dalam bahasa yang lebih sederhana, dapat dijelaskan
bahwa metode induksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang
bersifat umum dari khusus-khusus yang bersifat individual. Pokok dasar cara
kerja ini adalah penelitian dan pengamatan atas fakta dan data yang dievaluasi
untuk mencapai kesimpulan yang lebih umum.
Contoh induksi :
Besi dipanaskan memuai.
Seng dipanaskan memuai.
Emas dipanaskan memuai.
Timah dipanaskan memuai
Jadi, semua logam jika dipanaskan memuai.
Ada beberapa kenyataan yang kita alami dalam cara kerja induksi ini :
● Generalisasi : proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena
individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis
dengan fenomena individual yang diselidiki. Maka kebenaran yang dicapai juga
harus ada dalam kemungkinan. Generalisasi dibedakan menjadi dua, yaitu
generalisasi sempurna dan generalisasi tak sempurna. Generalisasi sempurna
merupakan penyelidikan secara saksama atas seluruh fenomena yang menjadi
dasar penyimpulan. Sedangkan generalisasi tak sempurna yaitu penyimpulan
yang diperoleh berdasarkan sebagian fenomena. Contoh : sebagian orang NTT
malas, tetapi selalu disimpulkan bahwa semua orang NTT malas. Kesimpulan
seperti ini tidak sampai pada tingkat kuat atau pasti.
● Analogi : proses penalaran atau cara kerja yang bertolak dari satu atau sejumlah
peristiwa menuju suatu peristiwa lain yang sejenis. Apa yang ada dalam
fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat pula pada fenomena
peristiwa lain, karena keduanya memiliki kesamaan prinsipal dan karena
kesamaan ini mereka juga memiliki kesamaan dalam aspek lain yang
mengikutinya.
● Hubungan kausal : Leucippus mengemukakan sebuah kalimat nihil fit sine
causa , yang berarti tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa sebab. Induksi yang
mendasarkan diri pada aksioma sebab dapat dirumuskan sebagai berikut : tak
ada sesuatu disebut sebab bagi suatu akibat, bila ia tidak ditemukan pada saat
akibat terjadi. Dan tidak ada sesuatu yang disebut sebab bagi suatu akibat, bila
ia dijumpai pada saat tidak terjadi akibat.

1. Induksi Gaya Bacon


Pengembang utama metode induksi ini adalah Francis Bacon (1561-1626).
Yang menurutnya ilmu pengetahuan dan ilmuwan terlalu kuat mengontrol dan
memanipulasi alam menurut kehendaknya dan bukan didekati seperti apa
adanya. Inti ajaran deduksi Bacon adalah pengalaman atau pengamatan yang
tidak dipengaruhi oleh anggapan apapun. Ilmuwan yang tulen adalah
pengamat sejati yang menangkap objek sebagaimana adanya. Ia membiarkan
obyek berbicara kepadanya tanpa berusaha agar obyek itu harus cocok dengan
dugaan yang ada dalam pikirannya.
Ada tiga hal pokok yang kita temukan dalam pemikiran Bacon :
● Seorang ilmuwan harus bebas dari segala pengandaian ketika
mengadakan penelitian ilmiah agar objek dapat kita persepsi
sebagaimana adanya. Jangan dipengaruhi oleh berbagai teori atau
anggapan a priori lainnya agar tidak terjadi bias ilmiah. Dengan ini kita
bisa mencapai kebenaran obyektif yang didukung oleh fakta.
● Harus diperlihatkan fakta dan data yang bertentangan satu sama lain.
Jangan hanya memperhatikan fakta yang cocok satu sama lain, tetapi
juga data dan fakta yang agak menyimpang atau tak terduga.
● Fakta dan data yang terkumpul perlu dievaluasi, diklarifikasi,
dirumuskan dan disimpulkan oleh ilmuwan bersangkutan, baru disini ia
dapat menggunakan berbagai teori dan konsep untuk mengolah data.
Tanggapan kritis terhadap induksi Bacon ini :
1. Tidak pernah mendekati alam dengan mata yang kosong sama sekali
tanpa ide tertentu tentang alam yang tengah kita amati. Karena ketika
kita mengamati suatu objek, kita sudah punya kerangka teoritis tertentu
(asumsi).
2. Bahwa fakta, data, fenomena tak pernah menunjukkan dirinya sebagai
fakta, data, dan fenomena yang telanjang begitu saja, fakta perlu
ditafsirkan.
3. Induksi se selalu tak pernah lengkap, fakta tak pernah mencakup semua
fakta dan data yang relevan.
Langkah-langkah metode induksi:
a. Metode induksi murni :
● Identifikasi masalah. Pada tahap ini muncul situasi masalah. ada
banyak gejala memperhatikan sesuatu yang aneh atau menarik.
Peristiwa yang belum dapat dijelaskan dengan masuk akal.
Tahap ini adalah perumusan masalah yang ingin dipecahkan
● Pengamatan dan pengumpulan data untuk menjawab masalah
diatas
● Perumusan hipotesis : menjelaskan sebab masalah diatas yang
merupakan jawaban sementara berdasarkan data yang ada
● Pengujian hipotesis: menguji lewat penelitian dan percobaan
apakah sebab permasalahan yang menjadi dugaan dalam
hipotesis tadi memang benar.
b. Metode induksi yang dimodifikasi :
● Situasi masalah yang memerlukan penelitian dan penjelasan
● Pengajuan hipotesis: hipotesis tentatif yang diduga dapat
menjawab masalah. Hipotesis ini dibentuk hanya berdasarkan
akal sehat, dugaan murni, spekulasi, imajinasi atau asumsi
tertentu berdasarkan pengetahuan tertentu yang telah dimiliki.
Masalah tersebut dijawab dengan hipotesis. Pengajuan hipotesis
mencakup studi kepustakaan dengan maksud untuk memiliki
pengetahuan awal yang bersifat umum sekitar masalah yang
dihadapi.
● Penelitian lapangan dengan bimbingan hipotesis tadi. Penelitian
lapangan lebih dimaksudkan untuk membuktikan apakah
hipotesis tersebut benar atau tidak.
● Pengujian hipotesis: berdasarkan fakta da. data yang ditemukan
dan juga dapat diprediksi untuk melihat apakah hipotesis ini
benar atau tidak.
2. Induksi Gaya Mill
John Stuart Mill (1806-1873) merumuskan metode-metode
induksi yang disebut dengan “Penyimpulan Induktif Mill” dengan
berdasar kepada hubungan kausal dan dua aksioma penting, yaitu: 1)
Tidak ada sesuatu disebut SEBAB bagi suatu akibat bila ia tidak
dijumpai pada saat AKIBAT terjadi, serta 2) Tidak ada sesuatu disebut
SEBAB bagi suatu akibat bila ia dijumpai pada saat AKIBAT tidak
terjadi.
Metode-metode yang dicetuskan Mill antara lain sebagai berikut:
A. Metode Persetujuan
Bila dua macam peristiwa atau lebih pada gejala yang diselidiki dan
masing-masing peristiwa itu memiliki faktor yang sama, maka faktor itu
menjadi penyebab satu-satunya bagi gejala yang diselidiki.
Contoh:
Semua mahasiswa terserang sakit perut dengan gejala muntah dan
pusing. Setelah diselidiki, rupanya mereka mengkonsumsi ikan mentah,
maka satu-satunya faktor penyebab gejala muntah dan pusing adalah
konsumsi ikan mentah.
B. Metode Perbedaan
Jika sebuah peristiwa mengandung gejala yang diselidiki dan sebuah
peristiwa lain yang tidak mengandungnya, tetapi faktornya sama kecuali
satu, dan yang satu itu terdapat pada peristiwa pertama, maka faktor
satu-satunya yang menyebabkan peristiwanya berbeda adalah faktor
yang tak bisa dilepaskan dari sebab terjadinya gejala.
Contoh:
Mahasiswa mengalami sakit perut karena mengkonsumsi ikan mentah,
sedangkan mahasiswa yang tidak mengkonsumsi ikan mentah tidak
terserang sakit perut.
C. Metode Persamaan Variasi
Bila suatu gejala berubah atas satu cara ketika gejala lain berubah
dengan cara tertentu, maka gejala itu adalah sebab atau akibat dari gejala
lain (berhubungan sebab-akibat). Biasanya, metode ini memperlihatkan
sifat negatif (peningkatan suatu variabel akan menurunkan variabel
lainnya).
Contoh:
Bertambahnya jumlah barang akan menurunkan harga jualnya.
D. Metode Sisasisihan
Bila ada peristiwa dalam keadaan tertentu dan keadaan tertentu itu
adalah akibat dari faktor yang mendahuluinya, maka sisa akibat yang
terdapat pada peristiwa itu pasti disebabkan oleh faktor lain.
Contoh:
Orbit Planet Uranus memiliki perbedaan pada yang diperhitungkan dan
yang terlihat melalui teleskop. Dengan begitu, disimpulkan bahwa pasti
ada planet lain yang menjadi sebab dari sisa akibat tersebut.
E. Metode Gabungan Persetujuan dan Perbedaan
Jika ada sekumpulan peristiwa dalam gejala tertentu hanya memiliki
sebuah faktor yang bersamaan, sedangkan dalam beberapa peristiwa di
mana gejala ini tidak terjadi, ditemui faktor-faktor lainnya yang juga
dijumpai pada saat gejala itu terjadi kecuali sebuah faktor yang
bersamaan, maka faktor itu merupakan faktor yang mempunyai
hubungan kausal dengan gejala tersebut.
Contoh (Eijkman):
Eijkman memberi makan pada sekelompok ayam dengan beras yang
betul-betul putih. Ternyata ayam itu semuanya terserang polyneuritis
(radang saraf) dan sebagian besar mati. Ia memberi makan pada
sekelompok ayam yang lain dengan beras yang bercampur dengan
dedak. Ternyata tidak satupun ayam-ayam ini sakit. Kemudian ia
mengumpulkan ayam yang terkena radang saraf dengan ayam yang
tidak sakit dan diberi makan beras bercampur dedak. Ayam-ayam yang
sakit itu kemudian sembuh.
2.3. Sarana-sarana Berpikir Ilmiah
Menurut Salam (1997:139). berpikir ilmiah adalah proses atau aktivitas
manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu. Berpikir ilmiah adalah proses
berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Terdapat tiga
sarana dalam berpikir ilmiah yaitu :
a. Bahasa Ilmiah, berfungsi sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
seluruh cara berpikir dan proses kerja ilmiah. bahasa memegang peranan yang
sangat penting dalam ilmu pengetahuan, secara umum bahasa mengungkapkan
keunikan manusia dan bukannya pada kemampuan berpikirnya (Ernst Cassirer).
oleh sebab itu manusia sebagai makhluk ens symbolicum.
b. Logika dan matematika, memiliki peran yang sangat penting dalam berpikir.
matematika dipandang sebagai kegemilangan intelektual, memberi daya kuasa
melalui bahasa, proses, dan teori yang memberi ilmu suatu bentuk dan kuasa.
Seperti misalnya dalam bidang pengetahuan akademik, penghitungan
matematis menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis memberi
inspirasi kepada pemikiran-pemikiran dalam bidang sosial dan ekonomi,
kegiatan arsitektur dan seni. Logika dan matematika menggunakan bahasa
artifisial.
c. Logika dan statistik, memiliki peran penting dalam pemikiran induktif untuk
mencari konsep-konsep yang berlaku umum. Statistik berasal dari bahasa latin
statio (stationis : stare) yang berarti berhenti atau berdiri. Sedangkan state
(inggris) yang berarti negara. pada mulanya kata ini dimengerti sebagai
himpunan data baik yang berwujud kuantitatif maupun kualitatif yang memiliki
arti penting bagi negara. Namun, dalam perkembangan selanjutnya arti kata
statistik dibatasi pada data kuantitatif saja.
2.4. Ilmu dan Teknologi
Ilmu merupakan hal yang sering mengalami ketegangan dalam berbagai aspek
dari hidup manusia. Dalam lingkup praktis-operasional diperbincangkan antara ilmu
dan teknologi. Pengaruh ilmu dan teknologi dapat dilihat pada gejala-gejala seperti
globalisasi, modernisasi, teknokrasi, teknofobia, teknofilia, dan lain-lain. Teknologi
merupakan pengetahuan sistematis tentang ilmu industri (The Liang Ge). The Liang
Gie mengemukakan perbedaan antara ilmu dan teknologi yaitu :

N0 Ilmu Teknologi
1 Menerangkan fenomena fisik, biologis dan dunia Membawa pada perubahan
sosial manusia secara empiris. praktis yang diimpikan
manusia.

2 Meningkatkan pikir manusia. Menambah kapasitas kerja


manusia.

3 Memajukan pembangkitan pengetahuan. Memajukan kapasitas teknis


dalam membuat barang.

4 Berperan mencari tahu. Berperan mengerjakan.

5 Bersifat supranasional (mengatasi batasan Menyesuaikan diri dengan


negara). lingkungannya.

6 Inputnya yaitu pengetahuan yang telah tersedia. Inputnya yaitu material


alamiah, keahlian, teknik, dan
alat.

7 Outputnya yaitu pengetahuan baru. Outputnya yaitu produk


berdimensi tiga

2.5 Hukum dan Teori Ilmiah


2.5.1 Hukum Sebab Akibat
Hukum sebab akibat merujuk pada apabila suatu peristiwa terjadi , maka
peristiwa lain juga terjadi. Hubungan antara keduanya tersebut dinamakan hukum
sebab akibat, bersifat pasti karena apabila satu peristiwa terjadi maka peristiwa
lainnya akan menyusul atau pasti telah terjadi sebelumnya.
2.5.2 Sifat-sifat Hukum Ilmiah
Sifat-sifat hukum ilmiah yaitu :
- Lebih pasti, hukum ilmiah merupakan terusan dari hipotesis yang memiliki sifat
yang lebih pasti, sebab terbukti kebenarannya dan didukung oleh fakta dan data
yang lebih konkrit. Namun, setiap hukum ilmiah tetap mengandung hipotesis,
hukum dengan sifat lebih pasti, dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena
alam. digunakan untuk merancang kebijakan tertentu, untuk memecahkan
persoalan tertentu.
- Berlaku Umum atau Universal, Hukum ilmiah memberikan penjelasan ilmiah
yang menunjukkan hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya.
lewat hukum ilmiah kita tahu bahwa berbagai peristiwa dalam alam
berhubungan satu dengan yang lain. hukum menunjukkan keteraturan dalam
alam dan bukan kekacauan atau chaos.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Manusia memiliki kemampuan untuk berpikir dan bernalar. Untuk
mendapatkan sebuah pengetahuan, kita melakukan penalaran sehingga menghasilkan
sebuah teori. Dalam penalaran, kita membutuhkan suatu metode khusus. Metode-
metode tersebut dapat berupa abduksi, deduksi, maupun induksi. Metode deduksi
adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum (premis) untuk mencapai
kesimpulan logis tertentu. Metode abduksi adalah semua proses yang terdiri dari
mencari dan merumuskan hipotesis terjadi dalam pemikiran ilmuwan dan berkisar
seputar hipotesis dan proses penyimpulan. Metode induksi adalah pengambilan
kesimpulan secara umum dengan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari fakta-
fakta khusus. Metode induksi sendiri memiliki dua jenis yaitu induksi gaya Bacon dan
induksi gaya Mill.

Anda mungkin juga menyukai