Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“Bernalar Ilmiah”

Dosen Mata Kuliah:

OLEH KELOMPOK :

UNIVERSITAS
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nalar adalah pertimbangan mengenai baik dan buruknya sesuatu. Bernalar artinya
memiliki atau menggunakan nalar, berpikir logis. Penalaran diartikan sebagai cara untuk
berpikir logis.1 Sedangkan ilmiah diartikan sebagai bersifat ilmu atau memenuhi syarat
(kaidah) ilmu pengetahuan.2 Penalaran ilmiah adalah suatu proses berpikir yang
mencakup keterampilan dan pemecahan masalah yang terlibat di dalamnya untuk
menghasilkan, menguji dan merevisi hipotesis atau teori sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.3
Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama
adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir
menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua
adala sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari
adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan
berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.3 Pencarian pengetahuan yang benar harus
berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum, yaitu berdasarkan logika. Penalaran
dapat dikatakan pula sebagai aplikasi dari logika. Sedangkan pengetahuan yang
diperoleh dari penalaran ilmiah dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.
Manusia fitrahnya mempunyai kemampuan menalar, yaitu kemampuan untuk
berpikir secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini
berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga
hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu dikembangkan, hingga akhirnya sampai
pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam
istilah Aristoteles manusia disebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang
Cendekiawan seharusnya bekerja secara sistematis, berpikir, dan berlogika serta
menghindari diri dari subyektifitas pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak.4
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur
yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau
diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih
khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional,
instrumen dan operasionalisasi.3 Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih
dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya
dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut,
konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Penalaran
induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai hasil
pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat umum.3 Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran
deduktif. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran
tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan
dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada
hukum-hukum logika.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud penalaran ilmiah?
1.2.2. Apa saja jenis penalaran ilmiah?
1.2.3. Apa yang dimaksud logika?
1.2.4. Apa saja jenis logika?
1.2.5. Apa kegunaan logika?
1.2.6. Apa yang dimaksud metode ilmiah?
1.2.7. Apa yang dimaksud salah nalar?
1.2.8. Apa saja jenis salah nalar?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui definisi penalaran ilmiah.
1.3.2. Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.
1.3.3. Untuk mengetahui definisi logika.
1.3.4. Untuk mengetahui jenis-jenis logika.
1.3.5. Untuk mengetahui kegunaan logika.
1.3.6. Untuk mengetahui definisi metode ilmiah.
1.3.7. Untuk mengetahui definisi salah nalar.
1.3.8. Untuk mengetahui jenis-jenis salah nalar.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Penalaran Ilmiah

Penalaran ilmiah adalah suatu proses berpikir yang mencakup keterampilan dan
pemecahan masalah yang terlibat di dalamnya untuk menghasilkan, menguji dan
merevisi hipotesis atau teori sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.3

2.2 Prinsip dan unsur penalaran


Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis
dengan bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk penulisan ilmiah
diperlukan kemampuan menalar secara ilmiah. Melalui proses penalaran, kita dapat
sampai pada kesimpulan yang berupa asumsi, hipotesis atau teori. Penalaran disini
adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan fakta
yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai
dasar untuk menarik kesimpulan. Menurut prosesnya penalaran di bedakan menjadi
dua yaitu : 5
a. Penalaran induktif : Secara formal dapat dikatakan bahwa induksi adalah proses
penalaran untuk sampai pada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat
umum dan khusus, berdasarkan pengamatan atas hal-hal yang khusus. Proses
induksi dapat dibedakan:
 Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas jumlah
gejala dengan sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua.
 Analogi adalah suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang
kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang
memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
 Hubungan sebab akibat adalah suatu penalaran dari sebab ke akibat mulai dari
pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan itu, kita menarik
kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan. 5
b. Penalaran deduktif : Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau
teori yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan prinsip
umum itu, ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan
bagian dari hal atau gejala itu. jadi, penalaran deduktif bergerak dari hal atau
gejala yang umum menuju pada gejala yang khusus.5

2.3 Jenis Penalaran


2.3.1 Pemikiran Deduktif

Satu hal dalam logika penalaran, yang menjadi pertimbangan adalah


pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya. Masing-masing hanya dapat bernilai
salah atau benar namun tidak keduanya. Hal inilah yang sebelumnya disebut
sebagai proposisi. Proposisi yang telah dihimpun ini nantinya akan dapat
dievaluasi dengan beberapa cara, seperti: deduksi, dan induksi. Metode induksi
diartikan sebagai salah satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan
oleh para ilmuwan. Maka metode deduksi adalah kebalikan dari metode induksi,
karena ia menarik kesimpulan kepada yang lebih khusus, dan terperinci. Adapun
Tujuan dari penggunaan kedua metode ilmiah ini tiada lain adalah agar ilmu
berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab berbagai tantangan yang
dihadapi. Serta mendapatkan sebuah kebenaran dan kesesuaian antara kajian
ilmiah, dengan tanpa terbatas ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu.6

Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berpikir yang berasal dari
sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, karena memperdalam dasar-dasar penyesuaian dalam pemikiran
dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu.7 Disebut metode penalaran
deduktif jika dalam penalaran, konklusi lebih sempit dari pada premisnya.8

Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola berpikir
yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan sebuah
kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai premis
minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh penyimpulan yang diperoleh
melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Namun kesimpulan di sini hanya
bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga benar, serta
hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut. 9

Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor: Perbuatan yang
merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: mencuri merugikan orang lain.
Kesimpulan: Mencuri adalah dosa.

Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analistik, yang
tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang
diperoleh manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk
menjawab permasalahan secara rasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan
isinya, tentunya dengan mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun
penyelesaian masalah secara rasional bermakna adanya tumpuan pada rasio
manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang
mendasarkan dirinya pada proses tersebut dikenal dengan istilah paham
rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan yang
saling mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para ilmuan
rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif. Lebih jauh lagi deduksi
sering lahir dari sebuah persangkaan mayoritas orang. Sehingga hampir bisa
dikatakan bahwa setiap keputusan adalah deduksi, dan setiap deduksi diambil dari
suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang berdasar hal-hal khusus
yang diamati. Generalisasi ini terjadi karena adanya kesalahan dalam penafsiran
terhadap bukti yang ada. Generalisasi induktif sering terjadi dari banyaknya
tumpuan pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang kenyataanya tidak
demikian. seperti halnya kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien,
hal ini terjadi karena tanda-tandanya sama namun bisa jadi ada penyakit lain
dengan tanda-tanda seperti itu, ataupun kasus polisi yang menyelidiki barang bukti
di tempat tindakan kriminal. Ada beberapa teori yang sering dikaitkan dengan
penalaran deduktif. Di antaranya “teori koherensi”, serta “teori kebenaran
pragmatis.” 9

2.3.2 Pemikiran Induktif

Pemikiran induktif adalah suatu metode penarikan kesimpulan yang bersifat


umum, dari berbagai pernyataan yang bersifat khusus.10 Pada pemikiran induktif
ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena premis, sekalipun benar, hanya
memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan sampai batas tertentu.11

Bentuk-bentuk pemikiran Induktif :5

1. Prediksi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan tentang


masa lalu sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa depan.

Contoh : Seseorang dapat meramalkan terjadinya badai di lokasi tertentu


berdasarkan fenomena meteorologis yang telah terjadi di lokasi tersebut.

2. Argumen berdasarkan analogy : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan


dasar analogi, atau kesamaan, antara dua hal atau kondisi.

Contoh : Sesorang menganggap mobil Porsche si A pasti nyaman dikendarai


karena mobil Porsche si C nyaman dikendarai.
3. Generalisasi : Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan atas
sejumlah sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas seluruh
anggota kelompok.
Contoh : Seseorang mengklaim seluruh jeruk di keranjang tertentu semuanya
manis karena 3 buah jeruk dari keranjang tersebut rasanya manis.
4. Argumen berdasarkan otoritas: Cara menarik kesimpulan berdasarkan
pernyataan dari seseorang yang dianggap ahli atau dari saksi mata.
Contoh : Seseorang berpendapat bahwa pendapatan perusahaan tertentu akan
meningkat di kuartal berikutnya berdasarkan pernyataan dari seorang konsultan
investasi.
5. Argumen berdasarkan tanda-tanda: Cara menarik kesimpulan berdasarkan tanda
atau simbol tertentu.
Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui dan
melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si
pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke
depan. Tanda ini bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.

6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal: Cara menarik kesimpulan


berdasarkan pengetahuan tentang penyebab atau akibat dari hal tertentu.

Contoh : Seseorang bisa menyimpulkan bahwa anggur yang tanpa sengaja


tertinggal di dalam freezer semalaman pasti beku berdasarkan pengetahuannya.

2.3.3 Kesalahan Penalaran

Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung- hubungkan


data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Salah nalar dapat
terjadi di dalam proses berpikir untuk mengambil keputusan. Hal ini terjadi karena
ada kesalahan pada cara penarikan kesimpulan. Salah nalar lebih dari kesalahan
karena gagasan, struktur kalimat, dan karena dorongan emosi.

Kesalahan nalar ada dua macam:


A. Kesalahan nalar induktif, berupa :
 Kesalahan karena generalisasi yang terlalu luas,
 Kesalahan penilaian hubungan sebab-akibat,
 Kesalahan analogi.
B. Kesalahan nalar deduktif, berupa:
 Kesalahan karena premis mayor tidak dibatasi,
 Kesalahan karena adanya term keempat,
 Kesalahan karena kesimpulan terlalu luas/tidak dibatasi, dan
 Kesalahan karena adanya 2 premis negatif.
Fakta atau data yang akan dinalar itu boleh benar dan boleh tidak benar. Berikut
adalah pengertian dan contoh salah nalar :
1. Gagasan,
2. Pikiran,
3. Kepercayaan,
4. Kesimpulan yang salah, keliru, atau cacat.
Dalam ucapan atau tulisan kerap kali kita dapati pernyataan yang mengandung
kesalahan. Ada kesalahan yang terjadi secara tak sadar karena kelelahan atau
kondisi mental yang kurang menyenangkan, seperti salah ucap atau salah tulis
misalnya.

Ada pula kesalahan yang terjadi karena ketidaktahuan, disamping kesalahan


yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Kesalahan yang menjadi persoalan
disini adalah kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran yang kita
sebut salah nalar. Pembahasan ini akan mencakup dua jenis kesalahan menurut
penyebab utamanya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan
informal dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan
kesalahan formal. Gagasan, pikiran, kepercayaan atau simpulan yang salah, keliru,
atau cacat disebut sebagai salah nalar.
1. Berikut ini salah nalar yang berhubungan dengan induktif, yaitu :
a. Generelisasi terlalu luas
Contoh : perekonomian Indonesia sangat berkembang
b. Analogi yang salah
Contoh : ibu Rini, seorang penjual Sepatu, yang dapat menjualnya dengan
harga terjangkau. Oleh sebab itu, ibu Sinta seorang penjual Sepatu, tentu
dapat menjualnya dengan harga terjangkau.
2. Berikut adalah Jenis – Jenis salah nalar, yaitu:

a. Deduksi yang salah : Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis
yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
contoh : -Kalau internet masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
-Semua gelas akan pecah bila dibanting

b. Generalisasi terlalu luas : Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis
yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi
itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh: -Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi
manusia Pancasilais sejati.
-Anak-anak tidak boleh memegang barang kaca karena barang itu
cepat pecah.
c. Pemilihan terbatas pada dua alternatif : Salah nalar ini dilandasi oleh
penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.

Contoh : Orang itu membakar rumahnya agar kejahatan yang dilakukan


tidak diketahui orang lain.
d. Penyebab Salah Nalar : Salah nalar ini disebabkan oleh kesalahan menilai
sesuatu sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran maksud.
Contoh : -Joko mendapat kenaikan jabatan setelah ia memperhatikan dan
mengurusi makam leluhurnya.
-Anak wanita dilarang duduk di depan pintu agar tidak susah
jodohnya.
e. Analogi yang Salah : Salah nalar ini dapat terjadi bila orang
menganalogikan sesuatu dengan yang lain dengan anggapan persamaan
salah satu segi akan memberikan kepastian persamaan pada segi yang lain.
Contoh: Anto walaupun lulusan Akademi Amanah tidak dapat
mengerjakan tugasnya dengan baik.
f. Argumentasi Bidik Orang : Salah nalar jenis ini disebabkan oleh sikap
menghubungkan sifat seseorang dengan tugas yang diembannya.
Contoh: Program keluarga berencana tidak dapat berjalan di desa kami
karena petugas penyuluhannya memiliki enam orang anak.
2.4 Logika
2.4.1 Definisi Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa.12

Logika adalah pengetahuan dari bidang filsafat yang mempelajari tentang


teknik, aturan, dan hukum – hukum penalaran/berpikir dengan
semestinya/seharusnya agar dapat memperoleh kesimpulan yang benar.13
2.4.2 Tipe-tipe Logika
Logika dalam arti sempit adalah sama artinya dengan logika deduktif atau
logika formal, sedangkan dalam arti luas pemakaian logika terkait tentang sistem-
sistem, yang mencakup :
 Asas-asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi dan
tatanan (logika formal atau logika simbolik).

 Sifat dasar dan syarat pengetahuan dengan objek yang diketahui, ukuran
kebenaran, kaidah-kaidah pembuktian (epistemologi).

 Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan-


penyelidikan ilmiah (metodologi).

Macam-macam Logika menurut tipenya:


A. Logika Deduktif dan Logika Induktif
Logika deduktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas
penalaran yang bersifat deduktif, yaitu penalaran yang merumuskan suatu
kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikiran sehingga bersifat betul
menurut bentuk dan bekerjanya akal, yakni runtutannya serta kesesuaiannya
dengan langkah-langkah dan aturan-aturan yang berlaku sehingga penalaran
yang terjadi adalah tepat.

Sedangkan logika induktif merupakan suatu ragam logika yang mempelajari


asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah kesimpulan umum.
B. Logika Formal dan Logika Material
Logika formal adalah mempelajari asas aturan atau hukum-hukum berpikir
yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar mencapai kebenaran.

Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-


hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis sesungguhnya.
Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, proses
terjadinya pengetahuan dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahuan itu
C. Logika Murni dan Logika Terapan
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas-asas dan aturan-
aturan logika yang berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan-
pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari
istilah yang dipakai dalam pernyataan-pernyataan yang dimaksudkan.

Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap


cabang ilmu, bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang
menggunakan bahasa sehari-hari.
D. Logika Filsafat dan Matematik
Logika filsafat dipertentangkan dengan logika matematik. Logika filsafat
(Philosophical Logic) merupakan ragam logika yang masih berhubungan erat
dengan pembahasan dalam bidang filsafat, seperti logika kewajiban (Deontic
Logic) dengan etika atau logika arti (Intentional Logic) dengan metafisika.

Logika Matematika merupakan ragam logika yang menelaah penalaran yang


benar dengan menggunakan metode-metode matematik serta bentuk-bentuk,
lambang-lambang yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda
atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. Logika jenis ini sangat teknis
dan ilmiah. Logika matematika yang juga dianggap searti dengan logika
simbolik disebut dengan Technical Logic Scientific Logic.14
2.4.3 Kegunaan
Tujuan logika adalah sebagai studi ilmiah untuk memberikan prinsip – prinsip
dan hukum – hukum berpikir yang benar, antara lain 15 :
1. Logika menyatakan, menjelaskan dan mempergunakan prinsip – prinsip
abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan.
2. Pelajaran logika menambah daya berpikir abstrak dengan demikian melatih
dan mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan disiplin intelektual.
3. Logika mencegah kita tersesat dalam berpikir.
4. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang
tepat.
5. Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
2.5 Metode Ilmiah
Dalam pembicaraan mengenai masalah ilmu pengetahuan yang dimaksudkan
dengan metode adalah cara-cara penyelidikan yang bersifat keilmuan yang sering
disebut metode ilmiah (scientific methods).metode ini perlu agar tujuan keilmuan
yang berupa kebenaran objektif dan dapat dibuktikan bias tercapai. Dengan metode
ilmiah kedudukan pengetahuan berubah menjadi ilmu pengetahuan yaitu menjadi
lebih khusus dan terbatas lingkup studinya.16

Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin ilmu
apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing
menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis,
sifat dan bentuk objek materi dan objek forma yang tercakup didalamnya
pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan dan ruang lingkup
masing-masing disiplin ilmu. 16
Metode berasal dari bahasa Yunani (methodos) yang berarti jalan. Sedangkan
dalam bahasa latin (methodus) berarti cara. Dalam bahasa inggris (method) artinya:
1) procedure of process for attaining an object; a systematic procedure, tehnicque,
or mode of inquiry that deals with the principles and tehnicques of scientific inquiry
(Webster’s; 1979). Akan tetapi sering pengertian metode dicampuradukkan dengan
metodologi. Webster menjelaskan sebagai “a body of methods, rules and postulates
employed by a discipline; a particular procedure or set of procedures”. Juga
diartikan sebagai “the analysis of the principles of procedures of inquiry in a
particular field”. Selanjutnya Lacely A.R. menjelaskan bahwa metodologi adalah
“the study of how science works or should work”.16
Dari keterangan di atas kiranya metode dapat dipahami bahwa suatu proses
atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik ilmiah
yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi
dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah. Sedangkan metodologi adalah pengkajian
mengenai model atau bentuk metode-metode, aturan-aturan yang harus dipakai
dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan
metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat
khusus. 16
Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Seperti dijelaskan dalam pembahasan tentang objek, ilmu pengetahuan bertujuan
untuk memperoleh kebenaran ilmiah yaitu suatu kebenaran yang pasti tentang suatu
objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode ilmiah yang dipergunakan mempunyai
latar belakang yaitu keterkaitannya dengan tujuan yang tercermin didalam ruang
lingkup ilmu pengetahuan. 16

Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga
cenderung bermacam-macam tergantung kepada watak bahan atau problem yang
diselidiki menunjukkan beberapa indikasi antara lain: ada yang bersifat observative
(menurut pengamatan ilmiah dengan menggunakan penginderaan untuk mengambil
kesimpulan tentang hubungan, sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara
trial dan eror (melakukan percobaaan-percobaan untuk memperoleh keberhasilan);
ada pula yang eksperimental (peneliti menggunakan tehnik mengontrol keadaan);
dan ada yang dengan cara statistic dan sampling (dengan menentukan sampel,
peneliti mengumpulkan data-data untuk dianalisis dan diklasifikasikan untuk
kepentingan induksi). 16
Diantara beberapa jenis metode itu, metode observasi adalah yang paling
dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang dimaksud adalah tentu
saja yang bersifat ilmiah. Artinya observasi harus tetap didalam konteks
objektivitas. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa observasi tidak bisa
disamakan begitu saja dengan pengamatan biasa. Van Peursen menjelaskan
perbedaan antara observasi dan pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa didalam
observasi, subjektivitas diri perlu dikesampingkan, sedangkan didalam pengamatan
sehari-sehari amat bersifat emosional (hal-hal seperti prasangka, pilih kasih dan
sebagainya). Untuk pengamat perlu membersihkan diri, melupakan apa yang sudah
diketahui dan seolah-olah melakukan pengamatan dengan mata baru.1
Jika demikian halnya, observasi adalah langkah pertama yang menjamin derajat
ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik, pengamat perlu menyadari
bahwa situasi pengamatan selalu tidak menentu (pengaruh keadaan subjek dan
kondisi objek itu sendiri). Seperti disarankan oleh Van Peursen, keadaan ini
mengharuskan untuk menemukan suatu kerangka teori observasi (berfungsi sebagai
alat pengukuran), peralatan observasi (untuk mempertajam pengamatan),
pendidikan ilmiah observasi (melatih kepekaan penangkapan gejala dan ketrampilan
menggunakan alat-alat observasi) dan mengingat bahwa setiap ilmu pengetahuan
memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga perlu menetukan suatu metode yang
tetap atau teori observasi yang sesuai dengan susunan menyeluru dari ilmu
pengetahun tertentu agar observasi selalu terarah. 16

Sehubungan dengan metode observasi, pengamatan yang tepat dan objektif


(dapat dibuktikan kebenarannya) adalah mutlak dalam ilmu pengetahuan. Untuk itu
Titus menentukan syarat-syarat yang sahih antara lain:17
a. Indera yang normal dan sehat : Semua indra diperlukan dalam melakukan
observasi seperti kejelasan penglihatan dan ketajaman pendengaran sangat
diperlukan.
b. Kematangan mental: Dalam hal ini bukan hanya kemampuan berpikir tetapi juga
benar-benar paham tentang instrumen intelektual yang diperlukan seperti istilah-
istilah, konsep-konsep dan kemampuan menggunakan simbol- simbol secara
umum.
c. Alat-alat bantu fisik: Seperti teleskop, mikroskop dan alat-alat lain untuk
mengukur waktu dengan tepat, luas, berat dan hal-hal lain yang diperlukan untuk
mendapatkan kesimpulan (hasil) yang cermat. Cerita atau sejarah beberapa ilmu
pengetahuan merupakan sejarah tentang perbaikan atau peningkatan instrumen
(alat-alat) tertentu. Sebagai contoh perkembangan astronomi berhubungan erat
dengan perbaikan daripada teleskop. Kemajuan dalam bidang biologi
berhubungan erat dengan peningkatan daripada mikroskop.
d. Cara mengatur posisi, tempat atau kondisi yang memungkinkan observasi dapat
dilakukan secara cermat : Si peneliti melakukan pengamatan terus-menerus. Oleh
karena itu diperlukan perhatiannya pada kondisi-kondisi yang cermat,
memperhatikan faktor waktu, tempat, gerakan, suhu, cahaya, keadaan cuaca dan
gangguan-gangguan suara. Kesalahan atau kegagalan observasi mungkin
disebabkan adanya kerusakan atau adanya gangguan pada faktor-faktor tersebut,
yang dengan mudah menyesatkan kesimpulan yang kita buat.
e. Pengetahuan lapangan : Orang yang mengenal lapangan studi, sejarahnya dan
saling hubungannya dengan lapangan studi serta pengalaman lainnya akan lebih
beruntung. 17
Metode trial and error atau metode trial and success telah dikenal secara
universal dan tidak memerlukan penjelasan secara panjang lebar. Karena sifatnya
yang universal, metode ini kurang dipergunakan secara popular oleh para ilmuwan
dalam kegiatan penelitian. Namun demikian khusunya untuk menguji kebenaran
hipotesis, metode trial and error ada pula manfaatnya. Bagi ahli filsafat, metode ini
dipergunakan untuk menguji ide-ide atau sistem pemikiran sejauh mana tingkat
koherensi dan konsistensinya baik secara faktual maupun secara logika. Dengan
demikian metode ini cara kerjanya amat sederhana yaitu belajar sambil mengerjakan
(learning by doing) . 16
Metode eksperimen. Kegiatan eksperimen adalah berdasarkan pada prinsip
metode penemuan sebab akibat dan pengujian hipotesis .17 Agar pengamatan
menjadi semakin teliti dan menjamin kebutuhan akan objektivitas maka metode
eksperimen berperan penting. Adapun cara kerjanya adalah pengamat mengontrol
kondisi atau keadaan, mengganti suatu faktor pada suatu waktu dan membiarkan
faktor-faktor lain tetap tanpa melakukan perubahan dan mencatat hasilnya apakah
ada perbedaan dalam hasil eksperimen. Metode ini lebih sering dipakai dalam sains.
Misalnya untuk meningkatkan produksi daging, mengganti faktor makanan jenis
lain, sementara faktor-faktor lain dibiarkan tetap. 16
Metode statistik ini lazim dipergunakan didalam ilmu pengetahuan pada
umumnya. Statistik dalam bahasa inggris statistic berarti a single term or datum in
collection of statistics. Jadi menyangkut masalah pengumpulan data, bagaimana
cara mengumpulkan data, berhubungan erat dengan pengetahuan analisis dan cara-
cara klasifikasi.16 Dengan statistik memungkinkan kita melihat berbagai proses yang
tidak mungkin dapat kita lihat hanya melalui penggunaan alat indera saja. Statistik
memungkinkan kita untuk menjelaskan sebab akibat dan pengaruhnya, melukiskan
tipe-tipe daripada fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-
perbandingan dengan mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga
meramalkan kejadian- kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan tinggi .
17

Metode sampling terjadinya apabila kita mengambil beberapa anggota atau


bilangan tertentu dari suatu kelas atau kelompok sebagai wakil dari keseluruhan
kelompok apabila tujuan satu sampel tersebut dapat mewakili secara keseluruhan
atau tidak.17 Dalam metode sampling hal yang paling penting didalamnya adalah
bagaimana menentukkan suatu contoh yang tepat sehingga dapat mewakili
keseluruhan. Persoalannya adalah pada objek yang sifatnya homogen, meskipun
sampel yang dipilih secara acak pun memberikan akurasi hasil yang baik. Tetapi
pada objek yang heterogen maka peneliti harus berhati-hati. Banyak faktor yang
harus diperhatikan sehingga contoh-contoh dapat diambil dan ditentukan secara
tepat dan bias mewakili keseluruhan. Misalnya untuk pandangan hidup orang
Sulawesi Selatan maka harus dipertimbangkan tata geografis, jenis etnis, kepadatan
penduduk setiap daerah, dsb. Dari situ jika misalnya dapat ditentukan orang Bugis
lebih dominan, sampel orang Bugis harus dominan pula .16
Titus, dkk kembali menjelaskan cara kerja ilmiah dengan mengemukakan enam
langkah metode untuk memperoleh pengetahuan yaitu: 16
1. Kesadaran tentang adanya problem.
Langkah pertama kesadaran akan adanya masalah (Problem) adalah penting
sekali. Karena hanya dengan demikian suatu pemikiran dan penyelidikan itu
mungkin untuk diawali. Dalam hal ini kemampuan untuk melukiskan masalah
secara jelas dan benar dalam suatu definisi adalah penting. Karena hanya dengan
demikian pula pengumpulan data yang faktual baru mungkin.
2. Data yang relevan dan pengumpulan data
Pengumpulan data yang relevan yang juga memerlukan kesabaran dan lebih-
lebih kemampuan untuk menguji data-data apakah faktual atau tidak. Pada
persoalan yang sulit untuk mendapatkan data-data tersebut, memerlukan
pemikiran dan penyelidikan yang seksama dan tidak aneh juga memerlukan
waktu bertahun- tahun.
3. Penertiban data
Dalam masalah ini diperlukan kemampuan analisis dan pengelompokkan
data. Bagi metode ilmiah, memperbandingkan dan mempertentangkan data yang
satu dengan data yang lain diatur dalam urutan yang sesuai dengan kepentingan.
Jadi setiap data harus diberi nomor, dianalisis dan diklasifikasikan.
4. Pembentukan hipotesis
Langkah ini penting ketika melakukan pemeriksaan masalah. Hipotesis dapat
dibentuk setelah diperoleh data-data yang cukup. Dalam membentuk hipotesis,
hal yang penting adalah harus bersifat masuk akal. Artinya suatu deduksi harus
dapat dicoba dan berfungsi sebagai petunjuk bagi penyelidikan selanjutnya.

5. Deduksi atau kesimpulan dapat ditarik dari hipotesis


Maksudnya hipotesis menjadi dasar penarikan kesimpulan mengenai jenis
susunan dan hubungan antara hal-hal atau benda-benda tertentu yang sedang
diselidiki.
6. Verifikasi
Setelah analisis secara deduktif mencapai suatu kesimpulan, maka
selanjutnya masalah pengujian kebenaran dalam ilmu pengetahuan, keputusan
akhirnya terletak pada fakta. Jika fakta tidak mendukung suatu hipotesis, maka
hipotesis lain dipilih. Demikian selanjutnya kecuali fakta (data empirik), kaidah
umum atau hukum tersebut telah memenuhi persyaratan pengujian empiris.
Terhadap hal ini kaum rasionalis menyatakan bahwa suatu hipotesis baru bisa
diterima secara keilmuan bila konsistensi dengan semua hipotesis yang
sebelumnya telah diuji kebenarannya.
Sedangkan menurut Soejono Soemargono (1983) metode ilmiah secara garis
besar ada dua macam yaitu sebagai berikut:
a. Metode ilmiah yang bersifat umum
Metode ilmiah yang bersifat umum dibagi dua yaitu metode analitik-sintesa
dan metode non-deduksi. Metode analitik-sintesa merupakan gabungan dari
metode analisis dan metode sintesa. Metode non-deduksi merupakan gabungan
dari metode deduksi dan metode induksi.
Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita
memperoleh pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis itu ada dua macam yaitu
pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek ilmiah
tertentu dengan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan pengertian yang
lainnya. Pengetahuan analitis apriori misalnya, definisi segitiga mengatakan
bahwa segitiga itu merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus
saling beririsan yang membentuk sudut berjumlah 180 derajat.
Pengetahuan analitis aposteriori berarti bahwa kita dengan menerapkan
metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris atau dalam
pengalam sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu. Misalnya,
setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada kemudian kita berusaha untuk
menentukan apakah yang dinamakan kursi itu? Dari definisinya, kursi adalah
perabot kantor atau rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat duduk.
Pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode sintetis dapat
berupa pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis aposteriori.
Metode sintesa ialah cara penanganan terhadap objek tertentu dengan cara
menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya sehingga
menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sintetis apriori
misalnya, pengetahuan bahwa satu ditambah empat sama dengan lima.
Aposteriori menunjukkan kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau
terdapat melalui pengalaman atau dapat dibuktikan dengan melakukan sesuatu
tangkapan indrawi. Pengetahuan sintetis apriori itu merupakan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara menggabung-gabungkan pengertian yang satu dengan
yang lain menyangkut hal-hal yang terdapat dalam alam tangkapan indrawi atau
yang adanya dalam pengalaman empiris.
Metode deduksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu
dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat umum.
Metode induksi ialah cara penanganan terhadap sesuatu objek tertentu
dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau yang bersifat lebih
umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal
yang bersifat khusus.
b. Metode penyelidikan ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat dibagi menjadi dua yaitu metode
penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empiris dan metode vertikal
atau yang berbentuk garis lempang/metode linier.

Yang dinamakan metode siklus-empiris ialah suatu cara penanganan


terhadap sesuatu objek ilmiah tertentu yang bersifat empiris-kealaman dan
penerapannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dalam laboratorium dan
sebagainya.

Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa penerapan metode siklus-empiris


itu berupa, pertama-tama pengamatan terhadap sejumlah hal atau kasus yang
sejenis, kemudian berdasarkan atas pengamatan tersebut kita menarik kesimpulan
yang bersifat sementara berupa ‘hipotesa-hipotesa’ dan dalam babak terakhir kita
mengadakan pengujian terhadap hipotesa itu dalam eksperimen-eksperimen.

Apabila kita sudah berulang-ulang mengadakan eksperimen dan hasilnya


juga sama, artinya menunjukkan bahwa hipotesa itu mengandung kebenaran
dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut telah dikukuhkan kebenarannya.

Jika sifat atau objek begitu pentingnya, orang melakukan kajian-kajian lebih
lanjut. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan maka dapatlah hipotesa
yang bersangkutan ditingkatkan martabatnya menjadi teori-teori.

Akan tetapi, apabila ternyata halnya atau objeknya dipandang sangat


menentukan bagi kehidupan manusia, dengan melakukan kajian-kajian
berikutnya dapatlah teori-teori yang bersangkutan (bila dapat bertahan)
ditingkatkan menjadi ‘hukum-hukum alam’. Dalam hal ini berarti bahwa isi
kebenaran dari teori-teori tersebut telah diperiksa sekali lagi atau telah diteliti
secara dalam mengenai isi kebenarannya (verifikasi terhadap teori-teori).

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa manakala kita menerapkan


metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk adur/metode siklus-empiris maka
pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa hipotesa, teori dan hukum-
hukum alam.

Metode vertikal/berbentuk garis tegak lurus atau metode linier/berbentuk


garis lempang digunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai
objek materialnya hal-hal yang pada dasarnya bersifat kejiwaan yaitu yang
lazimnya berupa atau terjelma dalam tingkah laku manusia dalam pelbagai
bidang kehidupan seperti dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.

Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk garis


tegak lurus berarti sesuatu proses yang bertahap dan apabila dikatakan
mengambil bentuk garis lempang berarti proses yang bersifat setapak demi
setapak.

Penerapan metode ini diawali dengan pengumpulan bahan penyelidikan


secukupnya kemudian bahan yang masuk tadi dikelompokkan menurut suatu
pola atau suatu bagan tertentu. Dalam babak terakhir kita menarik kesimpulan
yang umum berdasarkan atas pengelompokkan bahan semacam itu dan apabila
dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramalan/prediksi yang
menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelidikan semacam ini
biasanya dilakukan di alam bebas atau di alam terbuka yaitu kelompok manusia
tertentu.
BAB III

KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir
secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini
berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya,
sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu dikembangkan, hingga
akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.

Dalam proses bernalar, agar hasilnya baik, dibutuhkan logika dalam berpikir
dan langkah strategis melalui metode Ilmiah. Metode ilmiah merupakan suatu cara
sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Metode ilmiah menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan
terkontrol. Adapun pelaksanaannya ada beberapa tahap, yakni merumuskan
masalah, mengumpulkan keterangan, menyusun hipotesis, menguji hipotesis,
mengolah data dan menguji kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya salah nalar.
3.2 Saran
Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berpikir dalam penarikan kesimpulan.
Untuk memperoleh kesimpulan yang benar, dibutuhkan proses berpikir logis dan
sistematis agar terhindar dari kesalahan nalar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id.


Diakses 12 Sept 2021.
2. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005.
3. Bradley J. Morris, Steve Croker, Amy M. Masnick. 2012. The Emergence of
Scientific Reasoning. Kent State University
4. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran
Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2.
Tersedia di https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.k
opertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2a
hUKEwja3LqEmMPjAhUVinAKHVg5A00QFjAGegQICBAB&usg=AOv
Vaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 12 Sept 2021.
5. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth
Cengage Learning. 2012
6. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik. Jakarta:
Teraju, 2004.
7. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
8. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Islam
Negeri Pers, 2007.
9. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan, 1985.
10. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
11. Flach, P.A. and Kakas, A.C.Abductive and Inductive Reasoning: Background and
Issues. Applied Logic Series, 2000. pp.1–27.
12. Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 212
13. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang,, 2002), h:1.
14. Afraniati Affan, Logika Dasar, (Hayfa Press, 2009), h:30 - 32.

15. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang, 2002), h:4 -5.

16. Suhartono S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Penegetahuan. Sleman: Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.2016

Anda mungkin juga menyukai