“Bernalar Ilmiah”
OLEH KELOMPOK :
UNIVERSITAS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui definisi penalaran ilmiah.
1.3.2. Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.
1.3.3. Untuk mengetahui definisi logika.
1.3.4. Untuk mengetahui jenis-jenis logika.
1.3.5. Untuk mengetahui kegunaan logika.
1.3.6. Untuk mengetahui definisi metode ilmiah.
1.3.7. Untuk mengetahui definisi salah nalar.
1.3.8. Untuk mengetahui jenis-jenis salah nalar.
BAB II
ISI
Penalaran ilmiah adalah suatu proses berpikir yang mencakup keterampilan dan
pemecahan masalah yang terlibat di dalamnya untuk menghasilkan, menguji dan
merevisi hipotesis atau teori sebagai dasar untuk menarik kesimpulan.3
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berpikir yang berasal dari
sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan dengan istilah
logika minor, karena memperdalam dasar-dasar penyesuaian dalam pemikiran
dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu.7 Disebut metode penalaran
deduktif jika dalam penalaran, konklusi lebih sempit dari pada premisnya.8
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola berpikir
yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan sebuah
kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai premis
minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh penyimpulan yang diperoleh
melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Namun kesimpulan di sini hanya
bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga benar, serta
hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut. 9
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor: Perbuatan yang
merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: mencuri merugikan orang lain.
Kesimpulan: Mencuri adalah dosa.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analistik, yang
tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang
diperoleh manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk
menjawab permasalahan secara rasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan
isinya, tentunya dengan mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun
penyelesaian masalah secara rasional bermakna adanya tumpuan pada rasio
manusia dalam usaha memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang
mendasarkan dirinya pada proses tersebut dikenal dengan istilah paham
rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini saling memiliki keterikatan yang
saling mewarnai, karena dalam menyusun logika suatu pengetahuan para ilmuan
rasionalis cenderung menggunakan penalaran deduktif. Lebih jauh lagi deduksi
sering lahir dari sebuah persangkaan mayoritas orang. Sehingga hampir bisa
dikatakan bahwa setiap keputusan adalah deduksi, dan setiap deduksi diambil dari
suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang berdasar hal-hal khusus
yang diamati. Generalisasi ini terjadi karena adanya kesalahan dalam penafsiran
terhadap bukti yang ada. Generalisasi induktif sering terjadi dari banyaknya
tumpuan pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang kenyataanya tidak
demikian. seperti halnya kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien,
hal ini terjadi karena tanda-tandanya sama namun bisa jadi ada penyakit lain
dengan tanda-tanda seperti itu, ataupun kasus polisi yang menyelidiki barang bukti
di tempat tindakan kriminal. Ada beberapa teori yang sering dikaitkan dengan
penalaran deduktif. Di antaranya “teori koherensi”, serta “teori kebenaran
pragmatis.” 9
a. Deduksi yang salah : Simpulan dari suatu silogisme dengan diawali premis
yang salah atau tidak memenuhi persyaratan.
contoh : -Kalau internet masuk desa, rakyat di daerah itu menjadi cerdas.
-Semua gelas akan pecah bila dibanting
b. Generalisasi terlalu luas : Salah nalar ini disebabkan oleh jumlah premis
yang mendukung generalisasi tidak seimbang dengan besarnya generalisasi
itu sehingga simpulan yang diambil menjadi salah.
Contoh: -Setiap orang yang telah mengikuti Penataran P4 akan menjadi
manusia Pancasilais sejati.
-Anak-anak tidak boleh memegang barang kaca karena barang itu
cepat pecah.
c. Pemilihan terbatas pada dua alternatif : Salah nalar ini dilandasi oleh
penalaran alternatif yang tidak tepat dengan pemilihan jawaban yang ada.
Sifat dasar dan syarat pengetahuan dengan objek yang diketahui, ukuran
kebenaran, kaidah-kaidah pembuktian (epistemologi).
Pada dasarnya didalam ilmu pengetahuan dalam bidang dan disiplin ilmu
apapun, baik ilmu-ilmu humaniora, sosial maupun ilmu-ilmu alam masing-masing
menggunakan metode yang sama. Jika ada perbedaan, hal itu tergantung pada jenis,
sifat dan bentuk objek materi dan objek forma yang tercakup didalamnya
pendekatan (approach), sudut pandang (point of view), tujuan dan ruang lingkup
masing-masing disiplin ilmu. 16
Metode berasal dari bahasa Yunani (methodos) yang berarti jalan. Sedangkan
dalam bahasa latin (methodus) berarti cara. Dalam bahasa inggris (method) artinya:
1) procedure of process for attaining an object; a systematic procedure, tehnicque,
or mode of inquiry that deals with the principles and tehnicques of scientific inquiry
(Webster’s; 1979). Akan tetapi sering pengertian metode dicampuradukkan dengan
metodologi. Webster menjelaskan sebagai “a body of methods, rules and postulates
employed by a discipline; a particular procedure or set of procedures”. Juga
diartikan sebagai “the analysis of the principles of procedures of inquiry in a
particular field”. Selanjutnya Lacely A.R. menjelaskan bahwa metodologi adalah
“the study of how science works or should work”.16
Dari keterangan di atas kiranya metode dapat dipahami bahwa suatu proses
atau prosedur yang sistematik berdasarkan prinsip-prinsip dan tehnik-tehnik ilmiah
yang dipakai oleh suatu disiplin (bidang studi) untuk mencapai suatu tujuan. Jadi
dapat dikatakan sebagai cara kerja ilmiah. Sedangkan metodologi adalah pengkajian
mengenai model atau bentuk metode-metode, aturan-aturan yang harus dipakai
dalam kegiatan ilmu pengetahuan. Jika dibandingkan antara metode dan
metodologi, maka metodologi lebih bersifat umum dan metode lebih bersifat
khusus. 16
Menurut Peter R. Senn, metode adalah suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.
Seperti dijelaskan dalam pembahasan tentang objek, ilmu pengetahuan bertujuan
untuk memperoleh kebenaran ilmiah yaitu suatu kebenaran yang pasti tentang suatu
objek penyelidikan. Oleh sebab itu metode ilmiah yang dipergunakan mempunyai
latar belakang yaitu keterkaitannya dengan tujuan yang tercermin didalam ruang
lingkup ilmu pengetahuan. 16
Dengan adanya latar belakang yang demikian itu, maka metode ilmiah juga
cenderung bermacam-macam tergantung kepada watak bahan atau problem yang
diselidiki menunjukkan beberapa indikasi antara lain: ada yang bersifat observative
(menurut pengamatan ilmiah dengan menggunakan penginderaan untuk mengambil
kesimpulan tentang hubungan, sebab dan akibat, serta arti situasi); ada yang secara
trial dan eror (melakukan percobaaan-percobaan untuk memperoleh keberhasilan);
ada pula yang eksperimental (peneliti menggunakan tehnik mengontrol keadaan);
dan ada yang dengan cara statistic dan sampling (dengan menentukan sampel,
peneliti mengumpulkan data-data untuk dianalisis dan diklasifikasikan untuk
kepentingan induksi). 16
Diantara beberapa jenis metode itu, metode observasi adalah yang paling
dipakai oleh jenis ilmu pengetahuan apapun. Observasi yang dimaksud adalah tentu
saja yang bersifat ilmiah. Artinya observasi harus tetap didalam konteks
objektivitas. Dalam hal ini, kita harus menyadari bahwa observasi tidak bisa
disamakan begitu saja dengan pengamatan biasa. Van Peursen menjelaskan
perbedaan antara observasi dan pengamatan. Dikatakan antara lain bahwa didalam
observasi, subjektivitas diri perlu dikesampingkan, sedangkan didalam pengamatan
sehari-sehari amat bersifat emosional (hal-hal seperti prasangka, pilih kasih dan
sebagainya). Untuk pengamat perlu membersihkan diri, melupakan apa yang sudah
diketahui dan seolah-olah melakukan pengamatan dengan mata baru.1
Jika demikian halnya, observasi adalah langkah pertama yang menjamin derajat
ilmiah objektif. Agar objektivitas terjaga dengan baik, pengamat perlu menyadari
bahwa situasi pengamatan selalu tidak menentu (pengaruh keadaan subjek dan
kondisi objek itu sendiri). Seperti disarankan oleh Van Peursen, keadaan ini
mengharuskan untuk menemukan suatu kerangka teori observasi (berfungsi sebagai
alat pengukuran), peralatan observasi (untuk mempertajam pengamatan),
pendidikan ilmiah observasi (melatih kepekaan penangkapan gejala dan ketrampilan
menggunakan alat-alat observasi) dan mengingat bahwa setiap ilmu pengetahuan
memilki sifat khas yang berbeda-beda sehingga perlu menetukan suatu metode yang
tetap atau teori observasi yang sesuai dengan susunan menyeluru dari ilmu
pengetahun tertentu agar observasi selalu terarah. 16
Jika sifat atau objek begitu pentingnya, orang melakukan kajian-kajian lebih
lanjut. Apabila ternyata hipotesa tersebut dapat bertahan maka dapatlah hipotesa
yang bersangkutan ditingkatkan martabatnya menjadi teori-teori.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir
secara logis dan analistis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini
berkembang karena didukung bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya,
sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak sekalipun mampu dikembangkan, hingga
akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Untuk
memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
Dalam proses bernalar, agar hasilnya baik, dibutuhkan logika dalam berpikir
dan langkah strategis melalui metode Ilmiah. Metode ilmiah merupakan suatu cara
sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Metode ilmiah menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan
terkontrol. Adapun pelaksanaannya ada beberapa tahap, yakni merumuskan
masalah, mengumpulkan keterangan, menyusun hipotesis, menguji hipotesis,
mengolah data dan menguji kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya salah nalar.
3.2 Saran
Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berpikir dalam penarikan kesimpulan.
Untuk memperoleh kesimpulan yang benar, dibutuhkan proses berpikir logis dan
sistematis agar terhindar dari kesalahan nalar.
DAFTAR PUSTAKA
15. Afraniati Affan, Filsafat Logika, (Padang : Azka Padang, 2002), h:4 -5.
16. Suhartono S. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Persolan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Penegetahuan. Sleman: Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.2016