Peranan Logika
1
Argumen Deduktif dan Induktif
Silogisme adalah argumen yang terdiri atas dua buah premis atau lebih
yang memberikan bukti-bukti dari sebuah kesimpulan yang diperoleh dari
premis-premis tersebut. Peranan silogisme kategorik yang dilandasi oleh
logika, menjadi pedoman untuk menyatakan pikiran secara tertib dan
teratur. Misalnya, dalam percakapan sehari-hari atau dalam rapat serta
diskusi seringkali kita harus mengemukakan suatu pernyataan yang
diinginkan dapat diterima oleh semua pihak. Keputusan bersyarat
dinyatakan benar jika hubungan bersyarat di dalamnya itu benar. Silogisme
merupakan argumen deduktif apabila melibatkan, bukti-bukti yang
mendukung kesimpulan atau pembuktian. Pernyataan-pernyataan dalam
argumen bermula dari yang bersifat umum menuju kesimpulan yang
merupakan pernyataan yang bersifat lebih khusus atau kurang umum.
Premis mayor menyatakan suatu syarat yang menjadi gantungan benar
tidaknya konsekuens, sedangkan premis minor menyatakan dipenuhinya
syarat itu. Dengan demikian, kesimpulan menyatakan benarnya
konsekuens. Pada argumen deduktif kita menarik kesimpulan berdasarkan
apa yang tersedia dalam kedua premis, sedangkan pada argumen induktif
kita berangkat dari beberapa contoh atau kasus yang dalam banyak hal
belum teruji kebenarannya serta membuat generalisasi yang berupa
kesimpulan yang belum pasti. Bagi ilmuwan, hasil penelitian secara ilmiah
sebagai suatu proses menalar secara induktif merupakan keyakinan
individual yang akan senantiasa dipertahankan. Apabila pada kurun waktu
tertentu timbul teori atau hukum baru sebagai hasil generalisasi induktif
yang teruji serta didukung kuat, oleh bukti-bukti baru maka teori atau
hukum yang lama dapat ditinggalkan atau tidak diakui lagi kebenarannya.
Pengambilan kesimpulan secara induktif yang kurang didukung oleh data
yang akurat atau sampel yang diambil kurang representatif akan
mengakibatkan kesalahan. Pada argumen induktif probabilitas generalisasi
induktifnya tergantung pada kualitas hal-hal khusus yang mendukungnya.
2
3.2. Langkah-Langkah Metode Ilmiah
Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method
adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara
sistematis,empiris, dan terkontrol. Emory dan Cooper (1991) menjelaskan
bahwa proses penelitian dimulai dengan kebutuhan yang mendorong
dilaksanakannya penelitian dan diakhiri dengan pelaporan hasil
penelitiannya.
3
metode ilmiah. Apabila sebuah masalah dirumuskan lalu dikaji tanpa data
empiris, maka itu bukanlah sebuah bentuk metode ilmiah.
Merumuskan masalah.
Merumuskan hipotesis.
Mengumpulkan data.
Menguji hipotesis.
Merumuskan kesimpulan.
Merumuskan Masalah
4
Merumuskan Hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara dari
rumusan masalah yang masih memerlukan pembuktian berdasarkan data
yang telah dianalisis. Dalam metode ilmiah dan proses berpikir ilmiah,
perumusan hipotesis sangat penting. Rumusan hipotesis yang jelas dapat
memabntu mengarahkan pada proses selanjutnya dalam metode ilmiah.
Seringkali pada saat melakukan penelitian, seorang peneliti merasa semua
data sangat penting. Oleh karena itu melalui rumusan hipotesis yang baik
akan memudahkan peneliti untuk mengumpulkan data yang benar-benar
dibutuhkannya. Hal ini dikarenakan berpikir ilmiah dilakukan hanya untuk
menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
5
Merumuskan Kesimpulan. Langkah paling akhir dalam berpikir ilmiah
pada sebuah metode ilmiah adalah kegiatan perumusan kesimpulan.
Rumusan simpulan harus bersesuaian dengan masalah yang telah diajukan
sebelumnya. Kesimpulan atau simpulan ditulis dalam bentuk kalimat
deklaratif secara singkat tetapi jelas. Harus dihindarkan untuk menulis
data-data yang tidak relevan dengan masalah yang diajukan, walaupun
dianggap cukup penting. Ini perlu ditekankan karena banyak peneliti
terkecoh dengan temuan yang dianggapnya penting, walaupun pada
hakikatnya tidak relevan dengan rumusan masalah yang diajukannya
Adanya akal budi juga menyebabkan manusia mampu berpikir abstrak dan
konseptual sehingga manusia disebut sebagai makhluk pemikir
(homosapiens). Aristoteles menyebut manusia karena kemampuan sebagai
animal that reason, dengan cirri utamanya selalu ingin mengetahui. Pada
manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiousity), yang
menjelma dalam aneka wujud pertanyaan (Rinjin, 1996: 9).
Manusia selalu bertanya karena terdorong oleh rasa ingin tahu. Rasa ingin
tahu tersebut sudah muncul pada awal perkembangannya. Manifestasi dari
hasrat ingin tahu tersebut antara lain berupa pertanyaan: apa ini atau apa
itu? Pertanyaan tersebut selanjutnya berkembangan menjadi: mengapa
demikian dan bagaimana cara mengatasinya ?
6
Hasrat ingin tahu manusia tersebut terpuaskan bila manusia memperoleh
pengetahuan yang benar mengenai hal-hal yang dipertanyakan. Dalam
sejarah perkembangannya, manusia ternyata manusia selalu berusaha
memperoleh pengetahuan yang benar atau yang secara singkat dapat
disebut sebagai kebenaran (Suryabrata, 2000: 2). Manusia senantiasa
berusaha memahami, memperoleh, dan memanfaatkan kebenaran untuk
kehidupannya. Tidak salah jika satu sebutan lagi diberikan kepadanya,
yaitu manusia sebagai makhluk pencari kebenaran.
7
alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat konkrit dan dapat
dinyatakan melalui tangkapan indera manusia.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Bahwa intuisi yang
dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tak bisa dijelaskan, dan tak
bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah
memperoleh intuisi sulit atau bahkan tidak bisa mengulang pengalaman
serupa.
8
Abraham Maslow, intuisi merupakan pengalaman puncak (peak
experience), sedangkan bagi Nietzsche, intuisi merupakan inteligensi yang
paling tinggi (Sumantri, 2005: 53).
9
masa Yunani kuno para pemikir seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles
dipandang sebagai sumber kebenaran, bahkan melebihi pengamatan atau
pengalaman langsung. Apa yang dinyatakan oleh para tokoh tersebut
dijadikan acuan dalam memahami realitas, berpikir, dan berindak.
Pendekatan ilmiah.
10
tersebut diwujudkan dengan langkah-langkah yang sistematis dan
terkontrol. Upaya memahami realitas dalam hal ini didasarkan pada
kebenaran atau teori ilmiah yang ada serta mengujinya dengan
mengumpulkan fakta-fakta.
11
masyarakat ilmuwan. Hal ini menunjuk bahwa kebenaran ilmiah tidak
bersifat mutlak atau final. Adapun ciri terakhir dari kebenaran ilmiah yaitu
komunalitas memiliki arti bahwa kebenaran ilmiah itu merupakan
pengetahuan yang menjadi milik umum.
12
1. Mampu Membedakan Opini dan Fakta Opini adalah suatu pendapat
yang belum teruji kebenarannya melalui suatu penelitian. Adapun
fakta adalah hasil suatu penelitian yang kebenarannya sudah teruji.
6. Berani Mencoba Rasa ingin tahu tentang sesuatu tidak akan pernah
terwujud tanpa keberanian untuk mencoba. Seorang peneliti harus
berani untuk mencoba mencari jawaban atas berbagai pertanyaan
yang ada di pikirannya.
13
9. Ulet dan Gigih Seorang peneliti tidak boleh cepat berputus asa. Jika
gagal dalam suatu penelitian, peneliti harus segera mencari penyebab
kegagalan itu dan mencobanya lagi untuk memperoleh kesuksesan.
Referensi
Rinjin, Ketut. 1996. Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar.
Bandung: CV Kayumas.
Umpan balik:
Saudara diberi suatu artikel ilmiah yang ditulis oleh seorang peneliti untuk
dipubliksikan di Jurnal ilmiah.
14
15