Anda di halaman 1dari 8

MODUL 6

NALAR SAINS/ILMIAH (SCIENTIFIC REASONING)

RINGKASAN MODUL
Modul ini merupakan penjelasan ringkas tentang pengertian penalaran ilmiah/sains, sifat-sifat, dan
jenisnya.

TUJUAN MODUL
Memberikan pemahaman tentang pengertian penalaran ilmiah/sains sifat-sifat, dan jenisnya.

KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN


Setelah mengikuti perkuliahan modul ini, kompetensi yang diharapkan:
1. Memahami dan mampu menjelaskan pengertian nalar sains
2. Menyebutkan dan menjelaskan sifat-sifat penalaran ilmiah
3. Dapat menyebutkan beberapa sarana berpikir ilmiah
4. Menyebutkan dan menjelaskan jenis atau model penalaran ilmiah.

KONTEN PEMBELAJARAN
1. Pengertian Penalaran Ilmiah
a) Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas
secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung
jawabkan. (Hillway,1956).
b) Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu
pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan
c) Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang benar.
Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi dan deduksi (Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan)
d) Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu
pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logisterhadap penemuan, pengesahan
dan penjelasan kebenaran
e) Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan
cermat (Jujun S. Suria Sumantri, 1984)
Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis
berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta
sebagai dasar untuk menarik kesimpulan. Menurut tim balai pustaka (dalam Shofiah, 2007 :
14) istilah penalaran mengandung tiga pengertian diantaranya: (1) Cara (hal) menggunakan
nalar, pemikiran atau cara berfikir logis.; (2) Hal mengembangkan atau mengendalikan
sesuatu dengan nalar dan bukan perasaan atau pengalaman; (3) Proses mental dalam
mengembangkan atau mengendalikan pikiran dari beberapa fakta atau prinsip
Penalaran ilmiah adalah proses berpikir yang logis, objektif, dan sistematis bertolak dari
pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah pengertian dan konsep
untuk pemecahan masalah.

Penalaran ilmiah adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan
yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran,
proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil
kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan
konklusi disebut konsekuensi. Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan.
2. Sifat Pemikiran Ilmiah
Logis dan analitis. Ciri pertama pemikiran ilmiah adalah proses berpikir logis, yang diartikan
sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut hukum-
hukum logika tertentu. Sesuatu yang logis adalah sesuatu yang masuk akal dan rasional.
Sifat analitik adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan cepat dan efektif
dengan pendekatan langkah-langkah metodis dalam berpikir. Kemampuan analitis adalah
kemampuan menguraikan atau memisahkan suatu hal ke dalam bagian-bagiannya dan dapat
mencari keterkaitan antara bagian-bagian tersebut. Menganalisis adalah kemampuan
memisahkan materi (informasi) ke dalam bagian-bagiannya yang perlu, mencari hubungan
antara bagian-bagiannya, mampu melihat (mengenal) komponen-komponennya, bagaimana
komponen-komponen itu berhubungan dan terorganisasikan, membedakan fakta dari
hayalan.

Objektif. Objektivitas berarti tetap berhubungan dengan fakta. Itu berarti membimbing
proses pemikiran kita pada memperhatikan kebenaran. Sampai batas tertentu, objektivitas
adalah masalah pilihan: pilihan untuk tidak menuruti angan-angan, untuk tidak membiarkan
prasangka atau prasangka merusak penilaian kita, dan sebagainya. Tetapi lebih daripada itu,
objektivitas juga melibatkan keterampilan. Bahkan dengan kemauan terbaik, kita tidak dapat
benar-benar objektif kecuali kita tahu bagaimana mengikuti dan mengevaluasi argumen
yang kita dengar, bagaimana mengisolasi masalah yang relevan dengan jelas, bagaimana
menghindari ambiguitas dan ketidakjelasan dalam kata-kata yang kita gunakan.

Inti dari objektivitas adalah kemampuan untuk mundur dari jalur pemikiran kita dan
memeriksanya secara kritis. Ini adalah suatu kebajikan karena itu adalah satu-satunya cara
untuk menghindari lompatan ke kesimpulan, satu-satunya cara untuk memeriksa hasil
pemikiran kita, satu-satunya cara untuk memastikan bahwa kita berhubungan dengan fakta.

Hasil pemikiran kita tidak bisa lebih baik daripada proses yang kita gunakan. Tidak ada kitab
kehidupan dengan jawaban di belakang di mana kita dapat melihat apakah kita sudah benar.
Pemikiran yang baik adalah proses yang diarahkan sendiri, mengoreksi diri dan Anda adalah
satu-satunya yang dapat mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan pikiran Anda
sendiri ke arah yang benar.

Objektivitas juga memiliki aspek sosial. Itu berarti tidak hanya menyajikan ide Anda sendiri
secara logis, tetapi juga mendengarkan apa yang orang lain katakan. Objektivitas tidak
mengharuskan Anda bersikap netral, tidak memihak, atau acuh tak acuh terhadap masalah.
Itu memang mengharuskan Anda mencoba untuk melihat masalah dari sudut pandang orang
lain. Bahkan jika pandangan Anda benar, jarang sekali perspektif mana pun mengungkapkan
seluruh kebenaran. Objektivitas menuntut Anda untuk mendengarkan bukti dan argumen
dari pihak lain secara adil. Meskipun pada akhirnya Anda menolaknya, mengetahui mengapa
Anda menolaknya akan memberi Anda pemahaman yang lebih baik tentang posisi Anda
sendiri.
Aspek lain dari objektivitas sangat penting dalam berkomunikasi dengan orang lain. Agar ide-
ide kita berhasil, kita harus memperhitungkan konteks orang lain. Suatu hal yang sangat jelas
bagi saya mungkin saja tidak jelas bagi orang lain, dan jika saya gagal menyebutkannya, dia
mungkin tidak mengerti apa yang saya katakan.
Jadi yang dimaksud dengan objektif adalah realitas yang bebas dari pikiran.

Sistematis. Berpikir sistematis adalah berpikir secara berurutan atau sekuens (sequential
thinking), berpikir dengan pola yang terstruktur dan bertahap. Berpikir sistematis lebih
menekankan kepada pola pikir linear, sesuatu disebabkan oleh sesuatu yang telah ada
sebelumnya. Jadi bisa dikatakan berpikir sistematis ada didalam cara berpikir sistem, yaitu
berpikir holistic untuk memahami keseluruhan komponen dan saling keterhubungannya.
Dengan berpikir secara sistem, maka secara otomatis, anda sudah dilatih untuk berpikir
secara sistematis.

Pada prinsipnya dengan berpikir sistematis ataupun berpikir sistemik, kita dilatih untuk
mengembangkan kemampuan kita dalam menganalisa suatu permasalahan dan sekaligus
mampu memetakan setiap elemen-elemen yang ada dalam permasalahan.

Empiris. Pemikiran empiris adalah pemikiran yang disandarkan pada dan tidak dapat
dilepaskan dari bukti empiris (data empiris, pengalaman indrawi, pengetahuan empiris,
atau a posteriori). Bukti empiris adalah sumber pengetahuan yang diperoleh
dari observasi atau percobaan. Bukti empiris merupakan informasi yang menentukan
suatu kepercayaan dalam kebenaran atau kebohongan.
Dalam pandangan empirisis, seseorang hanya dapat mengklaim memiliki pengetahuan saat
seseorang memiliki sebuah kepercayaan yang benar berdasarkan bukti empiris. Hal ini
bertolak belakang dengan pandangan rasionalisme yang mana akal atau refleksi saja yang
dianggap sebagai bukti bagi kebenaran atau kebohongan dari beberapa proposisi.
Indra adalah sumber utama dari bukti empiris. Walaupun sumber lain dari bukti,
seperti ingatan, dan kesaksian dari yang lain pasti ditelusuri kembali lagi ke beberapa
pengalaman indrawi, semuanya dianggap sebagai tambahan, atau tidak langsung.
Dalam sains, bukti empiris dibutuhkan bagi sebuah hipotesis untuk dapat diterima
dalam komunitas ilmiah. Secara normalnya, validasi tersebut dicapai dengan metode
ilmiah dari komitmen hipotesis, perancangan eksperimen, penelaahan sejawat, penelaahan
lawan, produksi ulang hasil, presentasi konferensi dan publikasi jurnal. Hal ini membutuhkan
komunikasi hipotesis yang teliti (biasanya diekspresikan dalam matematika), kontrol dan
batasan percobaan (diekspresikan dengan peralatan eksperimen yang standar), dan sebuah
pemahaman bersama dari pengukuran.
Pernyataan-pernyataan dan argumen yang bergantung pada bukti empiris sering kali disebut
sebagai a posteriori ("dari yang setelahnya") yang dibedakan dari a priori ("dari yang
sebelumnya"). Pengetahuan atau pembenaran A priori tidak bergantung pada pengalaman
(sebagai contoh "Semua bujangan belum menikah"); sementara pengetahuan atau
pembenaran a posteriori bergantung pada pengalaman atau bukti empiris (sebagai
contohnya "Beberapa bujangan sangat bahagia").
3. Sarana Berpikir Ilmiah
Sarana berpikir ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam
berbagai langkah yang harus ditempuhnya. Pada langkah tertentu biasanya diperlukan
sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita mempelajari sarana-sarana
berpikir ilmiah ini sebaiknya kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan langkah
tersebut.
Adapun sarana berpikir ilmiah adalah : bahasa, logika, matematika dan statistika. Keempat
sarana berpikir ilmiah ini sangat berperan dalam pembentukan ilmu yang baru.
Bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan manusia untuk
menyampaikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Pengalaman dan pemikiran
yang berkembang membuat bahasa pun ikut berkembang.
Dalam bahasa pikiran dan pengetahuan manusia disimpan dan dengan bahasa pula manusia
mengomunikasikan dan mewariskan pengetahuannya. Melalui bahasa ilmu pengetahuan
dapat berkembang. Dalam komunikasi ilmiah seorang ilmuwan tidak hanya menyampaikan
konten pengetahuan yang ditemukan atau diperolehnya, tetapi cara atau jalan berpikir (way
of thinking) dalam mencapai temuan atau perolehan itu.
Logika. Pengetahuan merupakan hasil dari suatu proses penalaran. Agar pengetahuan yang
dihasilkan oleh penalaran itu memiliki dasar kebenaran, maka proses berpikir itu harus
dilakukan dengan cara tertentu. Dalam proses berpikir ilmiah di antara yang terpenting
adalah cara menarik kesimpulan yang sahih atau valid. Sarana yang dipergunakan dalam
menarik kesimpulan ilmiah di antaranya adalah logika.
Logika, sebagai suatu ilmu dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara
sahih. Selain itu logika juga sebagai hukum-hukum operasional dari pikiran yang
mununjukkan bagaimana pikiran bekerja. Ada banyak model berpikir dalam logika, namun
dalam penalaran ilmiah ketika melakukan penarikan kesimpulan pada umumnya digunakan
logika induktif dan logika induktif.
Matematika. Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari
pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat artifisial yang
baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan padanya. Tanpa itu maka matematika
hanyalah merupakan kumpulan unsur-unsur yang mati.
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu karena terkadang
mempunyai lebih dari satu arti. Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa
maka kita berpaling pada matematika. Dalam hal ini dapat kita katakan bahwa matematika
adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional
dari bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan
kita melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Dengan bahasa verbal hanya bisa mengemukakan peryataan yang bersifat kualitatif.
Sifat kuantitatif dari matematika meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Ilmu
memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah
secara lebih tepat dan cermat.
Matematika berfungsi sebagai alat berpikir. Matematika secara garis besarnya merupakan
pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif.
Statistika. Statistika adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara
pengumpulan dan penyusunan data, pengolahan data, dan penganalisisan data, serta
penyajian data berdasarkan kumpulan dan analisis data yang dilakukan. Salah satu ilmu yang
mendasari dalam mempelajari statistika adalah peluang atau probabilitas. Berdasarkan
kegiatannya, statistika dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu Statistika deskriptif
(statistika deduktif) dan statistika inferensi (statistika induktif).
Pengertian statistika deskriptif adalah statistika yang meliputi kegiatan-kegiatan
pengumpulan, penyajian, penyederhanaan atau penganalisisan, dan penentuan ukuran-
ukuran khusus dari suatu data tanpa penarikan kesimpulan. Sedangkan, pengertian statistika
inferensi adalah ilmu mengenai penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan tentang
makna statistik yang telah dihitung.
Yang menjadi dasar teori statistika adalah peluang. Konsep statistika sering dikaitkan dengan
distribusi variabel yang ditelaah dalam suatu populasi. Statistika mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik. Yang pada pokoknya didasarkan
pada asas yang sederhana, yakni semakin besar contoh (sampel) yang diambil maka makin
tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Statistika juga memberikan kemampuan
kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua faktor atau
lebih bersifat kebetulan atau benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat
empiris. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistika membantu kita untuk
melakukan generalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti
dan bukan secara kebetulan.
5. Jenis atau Model Penalaran Ilmiah.
Penalaran Deduktif. Pengertian Deduksi berasal dari kata latin deducere (de yang berarti
dari, dan decere yang berarti menghantar,'memimpin ). Dengan demikian deduksi yang
diturunkan dari kata itu berarti menghantar dari suatu hal ke suatu hal yang lain. Sebagai
suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan suatu proses berpikir yang bertolak dari
suatu proposisi yang sudah ada, menuju suatu proposisi baru yang menuju suatu
kesimpulan. Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan
kesimpulan dari keadaan yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Penalaran deduktif dapat juga dijelaskan sebagai suatu penalaran yang berpangkal pada
suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada
suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Penalaran deduktif
dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari
Periode Klasik. Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan
kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya
akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh
keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran
deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa
kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan
kesimpulan yang tidak tepat.

Penalaran deduktif adalah bentuk dasar dari penalaran yang valid. Penalaran deduktif, atau
deduksi, dimulai dengan pernyataan umum, atau hipotesis, dan meneliti kemungkinan untuk
mencapai kesimpulan logis dan spesifik. Metode ilmiah menggunakan deduksi untuk
menguji hipotesis dan teori. "Dalam kesimpulan deduktif, pegangannya adalah teori dan
berdasarkan itu dibuat prediksi konsekuensinya.

Penalaran deduktif biasanya mengikuti langkah-langkah. Pertama, ada premis, lalu premis
kedua, dan akhirnya inferensi. Bentuk penalaran deduktif yang umum adalah silogisme, di
mana dua pernyataan (premis utama dan premis minor) mencapai kesimpulan logis.
Misalnya, premis "Setiap A adalah B" dapat diikuti oleh premis lain, "C ini adalah A."
Pernyataan-pernyataan itu akan mengarah pada kesimpulan "C ini adalah B." Silogisme
dianggap sebagai cara yang baik untuk menguji penalaran deduktif untuk memastikan
argumen itu valid.
Penalaran Induktif. Penalaran induktif adalah kebalikan dari penalaran deduktif. Penalaran
induktif membuat generalisasi luas/umum dari pengamatan khusus. Pada dasarnya ada
data, maka kesimpulan diambil dari data tersebut. Ini disebut logika induktif. Penalaran
induktif memungkinkan kesimpulannya salah. Ini sebuah contoh: "Pak Harold adalah
seorang kakek. Pak Harold adalah botak. Karena itu, semua kakek adalah botak."
Kesimpulannya tidak mengikuti secara logis dari pernyataan. Pengertian Penalaran induktif
adalah proses penalaran untuk mancari kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku
umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran
induktif tekait dengan empirisme. Secara empirisme, ilmu memisahkan antara semua
pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua
penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sementara. Penalaran induktif ini berpangkal
pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku
umum.
Ada 3 jenis penalaran induksi, yaitu : a) Generalisasi Penalaran, generalisasi dimulai dengan
peristiwa-peristiwa khusus untuk mengambil kesimpulan umum. Generalisasi adalah
pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang ada di
dalamnya. b) Analogi adalah membandingkan dua hal yang banyak persamaanya.
Kesimpulan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus dari
beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan
yang sebelumnya. Dengan kata lain analogi adalah pengambilan kesimpulan dengan asumsi
bahwa jika dua atau beberapa hal memiliki banyak kesamaan, maka aspek lain pun memiliki
kesamaan. Dengan analogi berarti kita membandingkan dua objek yang mempunyai banyak
kesamaan. Tujuan analogi diantaranya: untuk meramalkan kesamaan, untuk
mengklasifikasikan, dan untuk mengungkapkan suatu kekeliruan. c) Kausal atau Sebab-
Akibat/ Akibat-Sebab). Sebab-Akibat biasanya diawali dengan fakta-fakta yang akan
menunjukan sebab menuju kesimpulan mengapa kejadian tersebut terjadi (akibat). Akibat -
Sebab biasanya fakta-fakta yang menjadi akibat lalu dianalisis untuk mencari sebabnya.

Penalaran Abduksi. Abduksi adalah sebuah bentuk pembuktian berdasarkan silogisme.


Pembuktian ini berada dengan pembuktian berdasarkan deduktif dan induktif. Sifat
pembuktian ini lebih lemah daripada pembuktian deduksi dan induksi. Abduksi adalah cara
pembuktian yang memungkinkan hipotesa-hipotesa dibentuk. Pembuktian abduksi bertolak
dari sebuah kasus partiklar menuju sebuah “penjelasan yang mngkin” tentang khusus.
Penalaran abduksi ini tidak memberikan kepastian mutlak (probable). Misalnya, ada satu
kasus atau fakta A yang menimbulkan tanda tanya. Lalu diajukan hipotesa B. jika hipotesa B
benar, maka fakta A adalah yang biasa-biasa saja.
Aduksi hampir sama dengan deduktif dikarenakan berangkat dari metode deduktif, yang
oleh Aristoteles disebut dengan apagoge. Metode abduksi berangkat dari hukum, kasus dan
kesimpulan. Pada metode abduksi dibuat dengan pendekatan silogisme layaknya
pendekatan deduktif, namun pendekatan yang dipakai adalah untuk membangun hipotesa
dan menyimpulkan dari hipotesa-hipotesa yang dikumpulkan tersebut.
Sebagai contohnya adalah sebagai berikut; dalam membangun hipotesa dibutuhkan proses
dengan pendekatan silogisme yakni premis mayor yang merupakan bagian hukum yang
jelas, kemudian premis minor yang merupakan fakta dan diakhiri dengan kesimpulan. Ada
seorang yang meninggal tiba-tiba saat meminum kopi (premis minor - fakta), kemudian
dilakukan hipotesa berdasar pada hukum / teori / dugaan ilmiah yang diyakini, misalkan kopi
tersebut diracun, karena struk, jantung, atau karena sebab lainnya. Hipotesa disusun sebagai
sebuah penjelasan.
Pada pendekatan abduksi, hipotesa diposisikan sebagai hipotesa eksplanatoris, yakni bahwa
hipotesa harus mampu menjelaskan fakta. Jika kemudian hipotesa tidak mampu
menjelaskan fakta (tidak cocok), maka dicari hipotesa yang lain (Keraf dan Dua, 2001).
Contoh yang lain seperti yang di gambarkan oleh James Ladyman (2002) sebagai berikut ;
Anda pergi menjumpai teman Anda di rumahnya. Anda kemudian menekan bel rumah,
namun lama teman Anda tidak membuka pintu rumahnya. Di sini Anda akan membuat
hipotesa-hipotesa yang mungkin dapat menjawab rasa penasaran Anda; 1. Teman Anda
menjadi paranoid dan berfikir bahwa yang menekan bel adalah orang jahat. 2. Teman Anda
tiba-tiba tuli. 3. Teman Anda pura-pura tinggal di rumah tersebut, namun sebenarnya tidak.
4. Teman Anda tengah pergi.
Hipotesa-hipotesa akan dicoba, dan hipotesa mana yang dirasa mampu menjelaskan fakta.
Apakah dalam abduksi hipotesa bisa salah? Dalam pendekatan abduksi, hipotesa disusun
sebagai bagian dari kemungkinan-kemungkinan (probable), maka akan sangat mungkin
terjadi kesalahan dalam membangun hipotesa. Hanya saja hipotesa yang dipilih dalam
penalaran abduksi harus mampu dijelaskan sesuai dengan fakta yang menjadi objek
masalah. Penjelasan hipotesa menjadi sangat penting dalam metode abduksi untuk
mempertahankan klaim ilmiahnya. (Zein Mufarrih Muktaf 2016
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle /123456789/20192 /Abduksi%20dan%20
Deduksi%20zein%20mufarrih%20muktaf.pdf? sequence=1; 7 September 2019: 20:35)
Dialektika. Dialektik (Dialektika) berasal dari kata dialog yang berarti komunikasi dua arah,
istilah ini telah ada sejak masa yunani kuno, George Wilhem Friederich Hegel (1770-1831)
menyempurnakan konsep dialektika. Model dialektika Hegel ini adalah yang lazim dikenal
sebagai: tesis – antitesis – sintesis.

Bagi Hegel, setiap tesis akan mendapatkan reaksi berupa antitesis dan pada gilirannya
menghasilkan/menurunkan sintesis. Sintesis tadi pada hakekatnya adalah tesis baru
sehingga pada saatnya akan mendapatkan reaksi baru yaitu antitesis dan dengan demikian
akan membutuhkan sintesis yang baru lagi. Demikianlah seterusnya langkah-langkah tadi
berulang kembali (sebuah sintesis adalah merupakan tesis baru, bila nantinya ada yang
membantahnya lagi dengan sintesis ilmiahnya).

Tesis secara sederhana dipahami sebagai suatu keadaan, pernyataan, atau pendapat yang
ada atau diungkapkan sesuatu keadaan tertentu. Antitesis adalah keadaan, pernyataan lain
yang menyanggah keadaan, pernyataan atau pendapat tersebut. Sintesis adalah rangkuman
yang menggabungkan dua pernyataan berlawanan tersebut sehingga muncul rumusan
pernyataan atau pendapat yang baru.

contoh :

Tesis: diyakini bumi itu bulat dan merupakan pusat tata surya,
Anti tesis : matahari merupakan pusat tata surya, bukan bumi,
Sintesis : bumi itu bulat dan bukan pusat tata surya, melainkan pusat tata surya adalah
matahari

Tesis : setiap memukul anak, melanggar ham.


Antitesis :tapi memukul tanpa emosi, tanpa bekas, tidak melanggar ham.
Aintesis : tidak semua jenis memukul, yang melanggar ham.

Tesis : Tanah ini basah karena hujan.


Antitesis : Hari ini tidak hujan.
Sintesis : Oleh karena hari ini tidak hujan, tanah ini tidak basah karena hujan.
Model dialektika ini sebenarnya sudah banyak kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Pikiran yang satu disanggah dengan pikiran yang lainnya.

https://ambilgratis.com/2014/09/08/model-dialektika-hegel-tesis-antitesis-sintesis/

SOAL-SOAL

1. Sains/ilmu pengetahuan dibentuk melalui proses penalaran ilmiah. Sebutkan dan jelaskan
apa yang dimaksud dengan penalaran ilmiah dan berilah contoh?!
2. Sebutkan dan jelaskan minimal 3 sifat-sifat penalaran ilmiah !
3. Apa fungsi bahasa sebagai sarana berpikir dan perkembangan ilmiah
4. Apakah perbedaan matematika dan statistika dalam pembentukan sains?
5. Jelaskan masing-masin jenis penalaran deduksi dan penalaran induksi, berikan masing-
masing satu contoh dari penalaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai