Anda di halaman 1dari 4

TUGAS FILSAFAT KESEHATAN

Nama : Johanes Jefri


NIM : 2211080010

1. Berfilsafat berarti berpikir, namun tidak semua kegiatan berpikir dapat


disebut berfilsafat.
a. Syarat berpikir yang bagaimana yang disebut berfilsafat?
Kita sering berpikir tentang sesuatu sesuai dengan keinginan kita sendiri.
Banyak hal yang kita pikirkan baik tentang diri kita sendiri bahkan berpikir
tentang orang lain. Berpikir biasa memiliki pola yang sederhana yaitu sekadar
menerima informasi tanpa dicerna atau dipertanyakan. Akan tetapi, ketika kita
berpikir belum tentu kita sedang berfilsafat. Karena berfilsafat merupakan
suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya (akar) suatu
gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dipermasalahkan. Supaya kita
dikatakan berpikir filsafat, kita harus berpikir tentang suatu masalah sampai
ke akar-akarnya, berpikir menggunakan logika yang artinya apa yang kita
pikirkan bisa diterima, dimengerti atau masuk akal. Berfilsafat atau berpikir
filsafat pada dasarnya merupakan cara berpikir yang mengacu pada kaidah-
kaidah tertentu secara disiplin dan bersifat menyeluruh atau mendalam.
Berpikir filsafat harus berurutan dari akar masalah hingga puncak masalah
dengan melihat berbagai aspek kehidupan yang bisa mempengaruhi masalah
tersebut. Berpikir filsafat harus melihat masalah sebagai keseluruhan bukan
dipisah-pisah sehingga ketika membuat sebuah kesimpulan dapat dimengerti
oleh orang lain dan dapat dipertanggungjawabkan dan akhirnya menjadi
sebuah pengetahuan yang diterima oleh semua orang.
b. Apa saja ciri-ciri berpikir filsafat?
Ciri-ciri berpikir filsafat adalah sebagai berikut.
1) Radikal (radix – Yunani), arti dasarnya adalah akar. Jadi berpikir
radikal berarti berpikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-
tanggung, tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan berfikir
secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan
esensi yang sedalam-dalamnya.
2) Sistematis, berpikir logis, langkah demi langkah, penuh kesadaran,
berurutan dan penuh tanggung jawab, berfikir dalam suatu keterkaitan
antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu
pola pemikiran Filosofis.
3) Universal, artinya berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada
bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, baik yang
kongkrit maupun yang abstrak, muatan kebenarannya bersifat
universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara
keseluruhan.
4) Spekulatif, kadang seorang filosof melakukan spekulasi terhadap
kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus melakukan uji
coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab
pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya.
5) Koheren, diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu
yang bertentangan dan tersusun secara logis.
6) Rasional, mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis
(sesuai dengan kaidah logika).
7) Komprehensif (menyeluruh). Seorang filosof tidak puas mengenal ilmu
hanya dari perspektif ilmu itu sendiri, tetapi ia ingin melihat hakikat ilmu
itu dalam perspektif yang lain. Ia ingin menghubungkan ilmu itu dengan
aspek-aspek lainnya. Ia ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral
dan kaitan ilmu dengan agama. Ia ingin meyakini apakah ilmu yang
diketahuinya itu dapat membawa manfaat atau tidak, berfikir tentang
sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi).
8) Metodis, menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf
(akhli filsafat) dalam proses berfikir.
9) Bertanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hati nurani kita
sendiri.
2. Sesuai kodratnya manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu dalam dirinya, yang
selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan, akibatnya manusia selalu
mencari jawaban. Untuk itu penalaran menjadi landasan mental bagi manusia
memperoleh jawaban baru atau mampu memecahkan masalah sebagai jawaban
atas pertanyaan yang ada.
a. Dalam konteks ini apa yang dimaksud dengan penalaran?
Penalaran merupakan proses berpikir untuk memecahkan sebuah masalah
atau menjawab sebuah pertanyaan. Proses berpikir ini menjadi landasan
mental atau sikap yang diambil oleh individu untuk mencari jawaban dari
suatu pertanyaan. Sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan berdasarkan
bukti-bukti yang ada dan dikaji secara mendalam dari berbagai macam aspek
kehidupan dan menghasilkan sebuah pengetahuan baru.

b. Apa ciri-ciri penalaran yang relevan?


Ciri-ciri penalaran yang relevan adalah:
 Logis yaitu pemikiran yang ditimbang secara objektif dan didasarkan
pada data yang valid.
 Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya
imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau
menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu
pola tertentu.
 Rasional, artinya adalah apa yang sedang dinalar merupakan suatu
fakta atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara
mendalam.

c. Bagaimana proses penalaran dalam menghasilkan jawaban atas


permasalahan yang sesuai karakteristik yang diminta pengetahuan/metode
ilmiah?
Secara garis besar metode ilmiah dibagi dalam dua macam yaitu:
1) Metode induksi
Metode induksi adalah suatu cara penganalisis ilmiah yang bergerak
dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju pada hal yang
besifat umum (universal). Jadi, cara induksi dimulai dari penelitian
terhadap kenyataan khusus satu demi satu, kemudian diadakan
generalisasi dan abstraksi, lalu diakhiri dengan kesimpulan umum.
Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu
pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam yang dijalankan
dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini
berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya.
Contoh: Kita tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga memiliki
mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan demikian, kita
dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki
mata.
2) Metode deduksi
Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak
dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum, metode deduksi sebaliknya
yaitu bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian
ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus.
Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme
yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri atas
premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang
merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan
yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan
demikian, kebenaran dalam silogisme atau logika deduktif ini
didapatkan dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis mayor
dan minor) dan kesimpulannya.
Contoh:
a) Semua manusia bisa mati,
b) Socrates adalah manusia,
c) jadi, Socrates bisa mati.

Anda mungkin juga menyukai