0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan4 halaman
Tugas filsafat kesehatan membahas tentang berfilsafat dan penalaran. Berfilsafat melibatkan berpikir secara radikal, sistematis, universal, dan bertanggung jawab. Penalaran adalah proses berpikir secara logis dan analitis untuk menjawab pertanyaan dengan metode induksi dan deduksi.
Tugas filsafat kesehatan membahas tentang berfilsafat dan penalaran. Berfilsafat melibatkan berpikir secara radikal, sistematis, universal, dan bertanggung jawab. Penalaran adalah proses berpikir secara logis dan analitis untuk menjawab pertanyaan dengan metode induksi dan deduksi.
Tugas filsafat kesehatan membahas tentang berfilsafat dan penalaran. Berfilsafat melibatkan berpikir secara radikal, sistematis, universal, dan bertanggung jawab. Penalaran adalah proses berpikir secara logis dan analitis untuk menjawab pertanyaan dengan metode induksi dan deduksi.
1. Berfilsafat berarti berpikir, namun tidak semua kegiatan berpikir dapat
disebut berfilsafat. a. Syarat berpikir yang bagaimana yang disebut berfilsafat? Kita sering berpikir tentang sesuatu sesuai dengan keinginan kita sendiri. Banyak hal yang kita pikirkan baik tentang diri kita sendiri bahkan berpikir tentang orang lain. Berpikir biasa memiliki pola yang sederhana yaitu sekadar menerima informasi tanpa dicerna atau dipertanyakan. Akan tetapi, ketika kita berpikir belum tentu kita sedang berfilsafat. Karena berfilsafat merupakan suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radiksnya (akar) suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dipermasalahkan. Supaya kita dikatakan berpikir filsafat, kita harus berpikir tentang suatu masalah sampai ke akar-akarnya, berpikir menggunakan logika yang artinya apa yang kita pikirkan bisa diterima, dimengerti atau masuk akal. Berfilsafat atau berpikir filsafat pada dasarnya merupakan cara berpikir yang mengacu pada kaidah- kaidah tertentu secara disiplin dan bersifat menyeluruh atau mendalam. Berpikir filsafat harus berurutan dari akar masalah hingga puncak masalah dengan melihat berbagai aspek kehidupan yang bisa mempengaruhi masalah tersebut. Berpikir filsafat harus melihat masalah sebagai keseluruhan bukan dipisah-pisah sehingga ketika membuat sebuah kesimpulan dapat dimengerti oleh orang lain dan dapat dipertanggungjawabkan dan akhirnya menjadi sebuah pengetahuan yang diterima oleh semua orang. b. Apa saja ciri-ciri berpikir filsafat? Ciri-ciri berpikir filsafat adalah sebagai berikut. 1) Radikal (radix – Yunani), arti dasarnya adalah akar. Jadi berpikir radikal berarti berpikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung- tanggung, tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai pada tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya. 2) Sistematis, berpikir logis, langkah demi langkah, penuh kesadaran, berurutan dan penuh tanggung jawab, berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filosofis. 3) Universal, artinya berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, baik yang kongkrit maupun yang abstrak, muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan. 4) Spekulatif, kadang seorang filosof melakukan spekulasi terhadap kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus melakukan uji coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya. 5) Koheren, diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan tersusun secara logis. 6) Rasional, mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai dengan kaidah logika). 7) Komprehensif (menyeluruh). Seorang filosof tidak puas mengenal ilmu hanya dari perspektif ilmu itu sendiri, tetapi ia ingin melihat hakikat ilmu itu dalam perspektif yang lain. Ia ingin menghubungkan ilmu itu dengan aspek-aspek lainnya. Ia ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral dan kaitan ilmu dengan agama. Ia ingin meyakini apakah ilmu yang diketahuinya itu dapat membawa manfaat atau tidak, berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut (multidimensi). 8) Metodis, menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf (akhli filsafat) dalam proses berfikir. 9) Bertanggung jawab, bertanggung jawab terhadap hati nurani kita sendiri. 2. Sesuai kodratnya manusia dibekali dengan hasrat ingin tahu dalam dirinya, yang selalu memunculkan berbagai macam pertanyaan, akibatnya manusia selalu mencari jawaban. Untuk itu penalaran menjadi landasan mental bagi manusia memperoleh jawaban baru atau mampu memecahkan masalah sebagai jawaban atas pertanyaan yang ada. a. Dalam konteks ini apa yang dimaksud dengan penalaran? Penalaran merupakan proses berpikir untuk memecahkan sebuah masalah atau menjawab sebuah pertanyaan. Proses berpikir ini menjadi landasan mental atau sikap yang diambil oleh individu untuk mencari jawaban dari suatu pertanyaan. Sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan berdasarkan bukti-bukti yang ada dan dikaji secara mendalam dari berbagai macam aspek kehidupan dan menghasilkan sebuah pengetahuan baru.
b. Apa ciri-ciri penalaran yang relevan?
Ciri-ciri penalaran yang relevan adalah: Logis yaitu pemikiran yang ditimbang secara objektif dan didasarkan pada data yang valid. Analitis, berarti bahwa kegiatan penalaran tidak terlepas dari daya imajinatif seseorang dalam merangkai, menyusun atau menghubungkan petunjuk-petunjuk akal pikirannya ke dalam suatu pola tertentu. Rasional, artinya adalah apa yang sedang dinalar merupakan suatu fakta atau kenyataan yang memang dapat dipikirkan secara mendalam.
c. Bagaimana proses penalaran dalam menghasilkan jawaban atas
permasalahan yang sesuai karakteristik yang diminta pengetahuan/metode ilmiah? Secara garis besar metode ilmiah dibagi dalam dua macam yaitu: 1) Metode induksi Metode induksi adalah suatu cara penganalisis ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju pada hal yang besifat umum (universal). Jadi, cara induksi dimulai dari penelitian terhadap kenyataan khusus satu demi satu, kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi, lalu diakhiri dengan kesimpulan umum. Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan alam yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi, metode ini berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat diuji kebenarannya. Contoh: Kita tahu bahwa gajah memiliki mata, kambing juga memiliki mata, dan demikian pula lalat memiliki mata. Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan secara induktif bahwa semua hewan memiliki mata. 2) Metode deduksi Metode deduksi adalah kebalikan dari induksi. Kalau induksi bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus ke umum, metode deduksi sebaliknya yaitu bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus. Pada umumnya, logika deduktif didapatkan melalui metode Sillogisme yang dicetuskan oleh Filsuf Klasik, Aristoteles. Silogisme terdiri atas premis mayor yang mencakup pernyataan umum, premis minor yang merupakan pernyataan tentang hal yang lebih khusus, dan kesimpulan yang menjadi penyimpul dari kedua penyataan sebelumnya. Dengan demikian, kebenaran dalam silogisme atau logika deduktif ini didapatkan dari kesesuaian antara kedua pernyataan (premis mayor dan minor) dan kesimpulannya. Contoh: a) Semua manusia bisa mati, b) Socrates adalah manusia, c) jadi, Socrates bisa mati.