Anda di halaman 1dari 71

UNIT 1

PENGANTAR FILSAFAT
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit satu, peserta didik
diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian filsafat
(etimologi,terminologi,praktisnya)
2. Menjelaskan karakteristik berfikir kefilsafatan
3. Menjelaskan manfaat filsafat secara teoritis dan praktis
4. Menjelaskan objek filsafat
5. Menjelaskan cabang-cabang filsafat

1.1 Pengertian Filsafat

Pengertian filsafat, dalam perkembangannya antara


satu ahli dengan ahli lainnya memiliki pandangan
yang beragam. Hal ini disebabkan antara lain sisi
pandang dan pengalaman dari setiap ahli yang
berbeda-beda. Dan memang tidak selalu persipsama.
Namun demikian perbedaan pandang tersebut dilain sisi dapat juga
menambah pemahaman yang mendalam dan secara komprehensif
tentang filsafat. Pengertian filsafat dapat ditinjauh dari tiga segi,
yakni secara etimologi, terminologi, dan praktisnya.

1.1.1 Filsafat secara Etimologi


Kata filsafat yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah
falsafah dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah philosophy,
berasal dari bahasa Yunani philosophia, berupa gabungan dari dua
kata, ialah philein yang berarti cinta, merindukan, atau philos yang
1
berarti mencintai, menghormati, menikmati, dan sophia atau sofein
yang artinya kenikmatan, kebenaran, kebaikan, kebijaksanaan
(wisdum). Sehingga secara etimologi istila filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdum). Dengan demikian, seorang filsuf
adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. Filosof bukan seorang
yang telah bijaksana atau berpengatahuan benar, melainkan seorang
yang sedang belajar dan mencari kebenaran atau kebijaksanaan.

1.1.2 Filsafat secara Terminologi


Secara terminologi filsafat diartikan oleh sejumlah ahli diantara
sebagai berikut.
1. Pythagoras (572-497 sM) merupakan filsuf pertama yang
menggunakan istilah philosophia (filsafat). Ia mengatakan
bahwa manusia dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu (1) mereka
yang mencintai kebenaran ; (2) mereka yang mencintai
kegiatan;dan (3) mereka yang mencintai kebijaksanaan
2. Plato (427-347 sM) mengemukakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang mencoba untuk mencapai pengetahuan
tentang kebenaran yang asli
3. Immanuel Kant (1724-1804 M) berpendapat bahwa filsafat itu
merupakan ilmu dasar segala pengetahuan, yang mencakup di
dalamnya empat persoalan, yakni (1) apa yang dapat diketahui
? dijawab oleh metafisika ; (2) apa yang boleh kita kerjakan
dijawab oleh etika ; (3) sampai dimanakah penghargaan kita ?
dijawab oleh agama; (4) apakah yang dinamakan manusia ?
dijawab oleh antropologi
4. Langeveld (1959) mengatakan bahwa filsafat adalah suatu
perbincangan atau argumentasi mengenai atau yang
membicarakan segala sesuatu hal , serwa sekalian alam
secara sistematis sampai ke akar-akarnya

1.1.3 Filsafat secara Praktis :


2
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berarti ‘alam pikiran’
atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua
berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan
bahwa “setiap manusia adalah filsuf”. Semboyan ini benar juga,
sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi secara umum semboyan
itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir adalah
filsuf. Filsuf hanyalah orang yang memikirkan hakikat segala sesuatu
dengan sungguh-sungguh dan mendalam. Tegasnya secara
praktisnya bahwa :
1. Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan
suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya;
2. Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh
hakikat kebenaran segala sesuatu;
3. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala
sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan alam
sampai pada hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-
gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari
suatu fenomena;
4. Filsafat adalah merupakan bentuk berfikir, proses berfikir, dan
hasil berfikir tentang Tuhan, alam, dan manusia.

1.2 Karakteristik Berfikir Filsafat


Manusia dalam hidupnya mengalami perkembangan dan atau
perubahan, baik secara fisik maupun non fisik (kejiwaan) secara
terus-menerus. Perubahan yang dialami setiap orang merupakan
hasil dari proses berfikir secara berulang dan secara terus-menerus.
Berfikir filsafat menjadi ciri orang yang beradab. Orang beradap
adalah orang yang mencoba menggunakan akal budi utnuk
memecahkan masalah. Itulah sebabnya, dalam perilaku hidup orang
yang gemar berfikir filsafat selalu dipenuhi dengan rasa ingin tahu.

3
Setiap detik mansuai pasti berfikir. Tetapi tidak semua pikiran
berunjung pada pemikiran berfilsafat. Berfikir filsafat, kunjunya adalah
untuk merai kebijaksanaan hidup. Orang yang berfikir filsafat, adalah
orang yang memilki pola pikir tertata, jernih, dan menyakinkan.
Berfikir filsafat memiliki aturan-aturan atau syarat-syarat tertentu.
Suriasumantri (2003) mengemukakan tiga karakteristik berfikir
filsafat, yaitu bersifat menyeluruh, bersifat mendasar, dan dan
bersifat spikultif.
1) Bersifat menyeluruh yaitu bahwa seseorang berfikir dengan
menghubungnkan antar berbagai unsur atau bagian sebagai
sebuah unsur yang berkaitan
2) Bersifat mendasar yaitu proses berfikir yang tidak serta merta
menerima suatu kebenaran, melainkan harus berfikir suatu
masalah sampai pada masalahnya yang paling mendasar.
Seseorang akan bertanya dan terus bertanya tentang sesuatu
yang dipikirkan.
3) Bersifat spikulatif yaitu seseorang akan berfikir banyak
kemungkinan-kemungkinan yang berpeluang benar adanya.
Namun, kita akan menetapkan sebuah pemikiran yang
memilki kemungkinan benar yang lebih besar.

Senada dengan pandangan tersebut di atas, Suharsono Taat


Putra (2009) mengedepankan karakteristik pemikiran kefilsafatan
antara lain :
1) pemikiran yang bebas dan sebebas-bebasnya; 2) pemikiran yang
rasioal dan kritis; 3) pemikiran yang esensial; 4) pemikiran yang
abstrak;5) pemikiran yang radikal; 6) pemikiran holistik; 7)
pemikiran yang kontinu; 8) pemikiran yang ” inquiry”; 9) pemikiran
yang questioning; 10) pemikiran yang analisis dan diskonstruksi; 11)
pemikiran spekulatif;12) pemikiran yang inventif; 13) pemikiran yang
sistematis

4
Ali Mudhofir (1996) mengemukakan delapan ciri berfikir
kefilsafatan, yaitu : berfikir secara radikal, universal, konseptual,
koheren dan konsisten, sistematis, komprehensif, bebas, dan
bertanggungjawab.
1) Berfikir secara radikal, yaitu berfikir sampai akar-akarnya.
Berfkir sampai ke hakikat, esensi, atau sampai ke substansi
yang dipikirkan. Manusia yang berfikir dengan akalnya
berusaha untuk mendapatkan pengetahuan hakiki, yaitu
pengetahuan yang mendasar segala pengetahuan inderawi
2) Berfikir secara universal, yaitu berfikir tentang hal-hal serta
proses-proses yang bersifat umum, dalam arti tidak
memikirkan hal-hal yang bersifat parsial. Filsafat
bersangkutan dengan pengalaman umum dari umat manusia.
Dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha
untuk sampai pada berbagai kesimpulan yang universal.
3) Berfikir secara konseptua. Konseptual disini adalah hasil
generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-
proses individual. Dengan ciri yang konseptual ini, berfikir
secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman sehari-hari.
4) Berfikir secara koheren dan konsisten. Koheren artinya sesuai
dengan kaidah-kaidah berfikir logis. Konsisten artinya tidak
kontradiktif
5) Berfikir secara sistematis. Sistem adalah kebulatan dari
sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata
pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud. Dalam
mengemukakan suatu masalah para filsuf memakai berbagai
pendapat-pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu
harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung
maksud atau tujuan tertentu.
6) Berfikir secara komprehensif, yaitu berfikir secara
menyeluruh. Berfikir secara kefilsafatan berusaha
mengungkapkan fakta ataupun penomena secara
5
menyeluruh. Jika faktanya adalah alam, maka berfikir filsafat
berarti berusaha untuk menjelaskan alam secara
keseluruhan.
7) Berfikir secara bebas. Sampai batas-batas yang luas maka
setiap filsafat boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari
pemikiran yang bebas. Bebas dari berbagai prasangka sosial,
historis, kultur, ataupun religius.
8) Berfikir secara bertanggungjawab. Seseorang yang berfilsafat
adalah orang yang berfikir sambil bertanggungjawab.
Pertanggungjawaban pertama adalah terhadap hati nuraninya
sendiri. Disini tampak hubungan antara kebebasan berfikir
dalam filsafat dengan etika yang mendasarinya.

1.3 Manfaat Mempelajari filsafat


Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bentuk, proses dan
hasil berfikir manusia. Diharapkan ilmu pengetahuan tersebut dapat
bermanfaat sebagai kerangka teoritis dalam mengembangakan ilmu
pengetahuan dan pada akhirnya pengetahuan itu dapat diaplikasikan
dalam kehidupan setiap hari. Manfaat mempelajari filsafat dapat
ditinjauh dari sisi teoritis dan praktisnya, sebagai berikut :

1.3.1 Manfaat Teoritis


1) Oemar A. Hoesin mengatakan bahwa Ilmu memberi kepada
kita pengatahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat
memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan
pengetahuan yang tersusun dengan tertib, akan kebenaran.
2) S.Takdir Alisyahbana mengatakan bahwa filsafat itu dapat
memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati,
sekalipun menghadapi maut. Bagi manusia, berfilsafat itu
beraerti mengatur hidupnya seinsaf-insafnya, senetral-netralnya
dengan perasaan tanggung jawab, yakni tanggung jawab
6
terhadap dasar hidup yang sedalam-dalamnya, baik Tuhan,
alam, atau pun kebenaran.
3) Soemadi Soerjabrata, mengatakan bahwa mempelajari filsafat
pada hakikatnya adalah untuk mempertajamkan pikiran.
Karena itu filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi harus
dipraktikkan dalam hidup sehari-sehari. Orang mengharapkan
bahwa filsafat akan memberikan kepadanya dasar-dasar
pengetahuan, yang dibutuhkan untuk hidup secara baik. Filsafat
harus mengajar manusia, bagaimana ia harus hidup secara
baik. Filsafat harus mengajar manusia, bagaimana ia harus
hidup agar dapat menjadi manusia yang baik dan bahagia.

1.3.2 Manfaat Praktis

Belajar fisafat pada umumnya menjdikan manusia lebih


bijaksana. Bijaksana artinya memahami pikiran yang ada dari sisi
mana pikiran itu disimpulkan. Plato merasakan bahwa berfikir dan
memikir sesuatu itu sebagai suatu nikmat yang luar biasa, sehingga
filsafat diberi predikat sebagai keinginan yang maha berharga. Rene
Descartes yang termasyhur dikenal sebagai bapak filsfat moder
dengan pemikirannnya tentang cogito ergo sum (karena berfikir maka
saya ada). Bahkan Alwasilah (Aripin Banasuru 2012) menegaskan
bahwa seorang filsuf melebihi orang biasa dalam berfikir dan
bertindak. Oleh karena itu, dia menjadi bijaksana.

Kalangan masyarakat memilkii perspsi bahwa filsafat sering


dianggap teori belaka, yang jauh dari kenyataan hidup konkret. Akan
tetapi, filsafat ada segi praktisnya juga. Sikap dan pandangan yang
dipertanggungjawabkan, seperti yang kita cari dalam filsafat, dengan
sendirinya akan mempengaruhi sikap kita praktis juga.
Kebijaksanaan tidak hanya berarti “pengetahuan yang mendalam”,
tetapi juga “sikap hidup yang benar”, yang tepat, sesuai dengan
7
pengetahuan yang telah dicapai itu. Hal ini tampak dengan jelas
terutama pada pelajaran etika dan logika yang bersama-sama
memberikan pegangan dan bimbingan kepada pikiran dan kepada
kehendak, agar hidup dengan ‘benar’ dan ‘baik’. maka konkretnya
manfaat mempelajari filsafat diantaranya :
1) Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri:
dengan berpikir lebih mendalam, kita mengalami dan
menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki
justru memaksa kita untuk berpikir untuk hidup sesadar-
sadarnya, dan memberikan isi kepada hidup kita sendiri;
2) Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat
dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari.
Orang yang hidup secara “dangkal” saja, tidak mudah melihat
persoalan-persoalan, apalagi melihat pemecahnya. Dalam
filsafat, kita dilatih melihat dulu apa yang menjadi persoalan,
dan ini merupakan syarat mutlak untuk memecahkannya.;
3) Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung
“akuisme” dan “aku-sentrisme” (dalam segala hal hanya melihat
dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).
4) Filsafat merupakan latihan untuk berpikir sendiri, hingga kita tak
hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum,
percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi
secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang,
mempunyai pendapat sendiri, “berdiri-sendiri”, dengan cita-cita
mencari kebenaran.;
5) Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri
(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan
dan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan
sebagainya. http://peta-ilmu.blogspot.com/2011/03/pengertian-
filsafat-cabag-cabang.html

8
Jan Hendrik Rappar (Aripin Banasuru 2012) mengemukakan
kegunaan filsafat ke dalam dua hal, yakni bagi ilmu pengetahuan dan
bagi kehidupan sehari-hari. Bagi ilmu pengetahuan. Bagi ilmu
pengetahuan, filsafat diterima sebagai induk ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, maka filsafat bermanfaat mendewasakan berbagai
ilmu pengetahuan yang tertu sangat bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia. Ilmu pengetahuan akan mengantar manusia dalam derajat
kehidupan yang sangat tinggi. Kegunaan filsafat bagi kehidupan
sehari-hari ditunjukkan oleh kemampuan filsafat dalam
menerjemahkan hal-hal yang bersifat abstrak. Misalnya saja, filsafat
dapat memberikan pemahaman tentang apa itu artistic dalam ilmu
kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh lewat
pamahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan
pekerjaan pembangunan tersebut.

1.4 Objek filsafat


Objek filsafat berarti sasaran kegiatan berfilsafat. Filsafat
sebagai proses berfikir yang sitematis radikal yang memiliki objek
material dan formal. Objek material filsafat adalah segala sesuatu
yang ada. Bakhtiar 2006 menjelaskan bahwa segala ’yang ada’
menjakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Segala
yang tampak adalah menyangkut dunia empiris, sedangkan segala
yang tidak tampak menyangkut alam metafisika. Sebagaian filsuf
membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada
dalam alam empiris, yang ada dalam pemikiran, dan yang ada dalam
kemungkinan. Sedangkan Objek formal filsafat adalah sudut pandang
menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada.

Lebih lanjut, Bakhtiar (2006) menjelaskan bahwa objek fisafat


memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan ilmu.
Walaupun ilmu juga objeknya adalah objek material dan fomal. Objek
ilmu hanya terbatas persoalan yang empiris dan yang non empiris.
9
Objek ilmu yang terkait dengan filsafat adalah pada objek empiris.
Namun demikian, secara historis ilmu merupakan kajian yang berasal
dari filsafat. Filsafat melakukan kajian terlebih dahulu tentang segala
’yang ada’ secara sitematis, rasional, dan logis. Setelah sekian lama
berlangsung dan dirasakan kebermanfaatannnya, barulah hal yang
empiris dikembangkan secara spesialis untuk kepentingan praktis..

Demikian halnya dengan filsafat ilmu, memilki pula objek material


dan objek formal tersendiri sebagai objek kajiannnya. Objek material
filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan
yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu.
Sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannnya secara
umum atau universal. Pengetahuan itu lebih bersifat umum dan
didasarkan atas pengalaman sehari-hari, sedangkan ilmu
pengetahuan adalah yang bersifat khsus dengan ciri-ciri tertentu,
yakni sistematis, metode ilmiah tertentu, serta dapat diuji
kebenarannnya. Semua manusia terlibat dalam pengetahuan sejauh
ia hidup secara normal dengan perangkat indrawi yang dimilki.

Dalam kegiatan ilmiah perlu memenuhi persyaratan tertentu.


Mustansyir dan Munir (2001) menjelaskan persyaratan kegiatan
ilmiah yang dimaksud adalah :
(1) Prosedur ilmiah yang harus dipenuhi agar hasil kerja ilmiah itu
diakui oleh para ilmuwan lainnya;
(2) Metode ilmiah yang dipergunakan, sehingga kesimpulan atau
hasil ilmiah itu dapat diterima;
(3) Mendapat pengakuan secara akdemis karena gelar atau
pendidikan fomal yang ditempuhnya;
(4) Ilmuwan harus memilki kejujuran ilmiah, sehingga tidak
mengklaim hasil temuan ilmuwan lain sebagi miliknya;
(5) Ilmuwan yang baik harus mempunyai rasa ingin tahu yang
besar, sehingga senantiasa tertarik pada perkembangan ilmu
10
yang terbaru dalam rangka mendukung dan mengembangan
profesionalisme keilmuannnya.

Objek formal filsafat ilmu adalah khakikat atau esensi ilmu


pengetahuan. Artinya, filsafat ilmu lebih manaruh perhatian terhadap
problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti : Apa hakikat
ilmu itu sesungguhnya ? bagaimana cara memperoleh kebenaran
ilmiah ? apa fungsi ilmu pengetahuan bagi mansuia ? Hal ini yang
dibicarakan dalam ilmu pengetahuan sebagai landasan ontologi,
epistimologis, dan aksiologi

1.5 Cabang-Cabang Filsafat


Secara gariis besar filsafat terbagi menjadi dua kelompok besar,
yakni filsafat sistematis dan sejarah filsafat. Fisafat sistematis
bertujuan dalam pembentukan dan pemberian landasan pemikiran
filsafat. Sejarah filsafat memuat logika, metodologi, epistemologi,
filsafat ilmu, etika, estetika, metafisika, filsafat ketuhanan
(teologis), fisafat manusia, dan kelompok filsafat khusus, seperti
filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat komunikasi, dan filsafat
bahasa.

Aristoteles (Bakry 1986) merumuskan pembagian filsafat ke dalam


empat cabang, yaitu filsafat logika, filsafat teoritis, filsafat praktis,
dan filsafat poetika. Filsafat logika merupakan ilmu pendahuluan
bagi filsafat. Filsafat teoritis meliputi ilmu fisika yang
mempersoalkan dunia materi dari alam nyata, ilmu matematika
yang mempersoalkan benda-benda alam dan kualitasnya, dan
ilmu metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala
sesuatu. Filsafat praktis atau filsafat alamiah, meliputi ilmu etika
yang mengatur kesusilaaan dan kebahagian hidup seseorang, ilmu
ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam
keluarga, dan ilmu politik yang mengatur kesusilaan dan
11
kemakmuran dalam negara. Sedangkan filsafat poetika atau
filsafat kesenian

M.J Langeveld (Maksum 2010) membagi filsafat dalam tiga


masalah utama, yaitu masalah keadaan, masalah pengetahuan,
dan masalah nilai. Masalah keadaan meliputi metafisika, alam, dan
segala ciptaan Tuhan. Masalah pengetahuan, meliputi teori
kebenaran, teori pengetahuan, dan logika. Sedangkan masalah
nilai meliputi teori nilai, etika, estetika, moral, yang bernilai
berdasarkan religi.

Mencermati paparan tersebut di atas, ternyata para ahli filsafat


memilki pandangan yang beragam mengenai cabang-cabang
filsafat, namun dapat digarisbahi dengan corak yang baru bahwa
terdapat enam cabang filsafat, yaitu : efistemologi, metafisika,
logika, etika, estetika, dan filsafat praktis lainnya.

1) Epistimologi : suatu cabang filsafat yang bersangkut paut


dengan teori pengetahuan. Istila efistemologi berasal dari
bahasa Yunani yang terdiri dari kata, Yaitu episteme
(pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, pendapat, percakapan,
atau ilmu). Jadi, Epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan
tentang ilmu pengetahuan.
2) Metafisika berasal dari bahasa Yunani meta physhika (sesudah
fisika). Kata metafisika ini juga memilki berbagai arti. Metafisika
dapat berarti upaya untuk mengkarakteristikkan eksistensi atau
realita sebagai suatu keseluruhan. Namun secara umum
metafisika adalah suatu pembahasan filsafat yang komprehensif
mengenai seluruh realitas tentang segala seuatu yang ada.
3) Logika. Secara etimologi adalah suatu pertimbangan akal atau
pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu logika

12
disebut juga logike episteme atau logica scientica yang berarti
ilmu logika, namun sekarang hanya disebut logika saja.
4) Etika. Etika sering kali disebut sebagai fisafat moral. Istilah etika
berasal dari dua jata dalam bahasa Yunani- ethos dan ethikps.
Ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan dan perbuatan
yang baik.
5) Estetika adalah cabang filsafat yang membahas tentang seni
dan keindahan.
6) Filsafat praktis lainnnya, seperti filsafat sejarah, filsafat hukum,
filsafat komunikasi, dan filsafat bahasa.

Latihan :
1. Jelaskan pengertian filsafat secara etimologi dan
terminologi
2. Jelaskan karakteristik berfikir kefilsafatan menurut Ali
Mudhofir
3. Jelaskan manfaat filsafat secara teoritis dan praktis
4. Jelaskan objek filsafat
5. Jelaskan cabang-cabang filsafat bercorak baru

13
UNIT 2
KONSEP ILMU DAN FILSAFAT ILMU
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelas pengertian ilmu
2. Menjelaskan cabang-cabang ilmu pengetahuan
3. Menjelaskan pengertian filsafat ilmu
4. Menjelaskan cabagn filsafat ilmu
5. Menjelaskan metode pemikiran filsafat ilmu
6. Menjelaskan objek filsafat ilmu
7. Menjelaskan perbedaan filsafat, ilmu dan filsafat ilmu

2.1 Konsep Ilmu


2.1.1 Pengertian Ilmu
Istilah ilmu atau science merupakan suatu kata yang
sering diartikan dengan berbagai makna, atau
mengandung lebih dari suatu arti. Seorang filsuf John
G. Kemeny mengartikan ilmu adalah semua
pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode
ilmiah (all knowlwdge collecled by means of the
Charlesscientific
Singer method).
membuat rumusan ilmu adalah proses yang
membuat pengetahuan. Hal senada dikemukakan pula oleh Jujun S.
Suria sumantri bahwa ilmu adalah salah satu dari buah pemikiran
manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan. Jadi Ilmu
merupakan salah satu dari pengetahuan manusia.

Berdasarkan pendangan tersebut di atas maka dapat


disimpulkan bahwa ilmu adalah semua pengetahuan dan pemikiran
manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disusun
14
secara sistematis, konsisten dan kebenarannnya telah teruji secara
ilmiah.

2.1.2 Cabang-Cabang Ilmu Pengetahuan


Ilmu berkembang sangat pesat, demikian juga dengan cabang-
cabangnya. Pada dasarnya cabang-cabang ilmu berkembang dari
dua cabang utama yakni, (1) filsafat alam yang kemudian menjadi
rumpun ilmu-ilmu alam (the natural science), (2) filsafat moral
kemudian berkembang ke dalam cabang-cabang ilmu social ( the
social science)

Ilmu alam membagi diri menjadi dua kelompok lagi yakni ilmu
alam (the physical science) dan ilmu hayat (the biological science).
Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta
sedang alam kemudian bercabang lagi menjadi Fisika (mempelajari
massa dan energy), Kimia (mempelajari substansi zat), Astronomi
(mempelajari benda-benda langit), dan ilmu bumi atau the arth
science (mempelajari bumi kita ini)

Tiap-tiap cabang kemudian membuat ranting-ranting baru


seperti fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika, bunyi,
cahaya, panas, kelistrikan, maknetisme, fisika nuklir dan kimia fisik.
Kelompok ini termasuk dalam ilmu-ilmu murni. Kemudian ilmu murni
berkembang menjadi ilmu terapan.

Pada ilmu social berkembang agak lambat dibandingkan


dengan ilmu alam. Pada intinya ilmu social meliputi Antropologi
(mempelajari manusia dalam perspektif waktu dan tempat). Psikologi
(mempelajari proses mental dan perilaku manusia), Ekonomi
(mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya lewat
proses pertukaran), Sosiologi (mempelajari struktur organisasi social

15
manusia), Ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam
kehidupan manusia berpemerintahan dan bernegara)

Cabang utama ilmu social ini mempenyai cabang-cabang lagi


seperti antropologi fisika, liguistik, etnologi dan antropologi social
atau cultural. Dari ilmu tersebut di atas yang dapat digolongkan
seperti ilmu murni meskipun tidak sepenuhnya tergolong ilmu murni.
Perkembangan ilmu social merupakan aplikasi berbagai konsep dari
ilmu-ilmu social murni kepada suatu bidang telaah social tertentu.
Demikian manajemen menerapkan konsep psikologi, ekonomi,
antropologi, dan sosiologi.

C.A Van Peurson membedakan ilmu pengetahuan atas empat,


yakni (1) ilmu pengetahuan kemausiaan; (2) ilmu pengetahuan alam;
(3) ilmu pengetahuan hayat; dan (4) ilmu pengetahuan logika-
deduktif. Di dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang
Perguruan Tinggi Nomor 22 Tahun 1961 di Indonesia
mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat kelompok ilmu,
yaitu ;
(1) ilmu agama/kerohaniaan meliputi ilmu agama dan ilmu jiwa ;
(2) ilmu kebudayaan meliputi ilmu sastara, ilmu sejarah, ilmu
pendidikan, dan ilmu filsafat;
(3) ilmu social meliputi ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu social politik,
ilmu ketetanegaraan dan ketataniagaan, dan
(4) ilmu eksakta dan teknik, meliputi ilmu hayat, ilmu kedokteran,
ilmu parmasi, ilmu kedokteran hemwan, ilmu pertanian, ilmu
pasti alam, ilmu teknik, ilmu geologi, dan ilmu oceanolgrafi

2.2 Ruang Lingkup Filsafat Ilmu


2.2.1 Pengertian Filsafat Ilmu
Istilah lain dari filsafat ilmu adalah theory of science (teori ilmu),
meta science (adi-ilmu), science of science (ilmu tentang ilmu). Jadi
16
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistimologi atau filsafat
pengetahuan. The Liang Gie mendefinisikan bahwa filsafat ilmu
adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.

Filsafat ilmu adalah cabag filsafat yang membahas masalah


ilmu, tujuannnya adalah menganalisis mengenai ilmu pengetahuan
dan cara-cara bagaimana mengetahui ilmiah itu diperoleh. Jadi
filsafat ilmu adalah penyeleidikan tentang cirri-ciri pengetahuan ilmiah
dan cara untuk memperolehnya. Karena pokok perhatian filsafat ilmu
adalah proses penyeledikan ilmiah itu sendiri. Surajiyo (2005)
mengemukakan problem-problem dalam filsafat ilmu antara lain :
(1) Apakah konsep dasar dari ilmu ?
Maksudnya, bagaimana filsafat ilmu mencoba untuk menjelaskan
praanggapan-praanggapan dari setiap ilmu, dengan demikian
filsafat ilmu dapat lebih menempatkan keadaan yang tepat bagi
setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini filsafat ilmu tidak dapat
lepas begitu saja dari cabang filsafat lainnya yang lebih utama
adalah epistimologi atau filsafat pengetahuan dan metafisika
(2) Adakah hakikat ilmu ?
Artinya, langkah-langkah apakah yang dilakukan suatu
pengetahuan sehingga mencapai yang bersifat ilmiah
(3) Apakah batas-batas dari ilmu ?
Maksudnya, apakah setiap ilmu mempunyai kebenaran yang
bersifat sangat universal atau ada norma-norma fundamental
bagi kebenaran ilmu

2.2.2 Cabang Filsafat Ilmu


Beerling (Surajiyo 2005) mengatakan filsafat ilmu dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu filsafat ilmu dalam arti luas dan filsafat
ilmu dalam arti sempit. Filsafat ilmu dalam arti luas, yaitu
17
menampung permasalahan yang menyangkut berbagai hubungan ke
laur dari kegiatan ilmiah, seperti ata susila yang menjadi pegangan
penyelenggaraan ilmu. Sedangkan filsafat ilmu dalam arti sempit,
yaitu menampung permasalahan yang bertalian dengan hubungan ke
dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat
pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mancapai
pengetahuan ilmiah

Jadi lingkup filsafat ilmu sangat luas. Hampir seluruh ilmu


menjangkau seluruh ilmu pengetahuan, Oleh karena itu, mempelajari
filsafat ilmu tentu akan bermanfaat bagi ilmu apa saja. Filsafat ilmu
bagaikan sebuah pohon besar, yang rimbun, penuh dengan cabang-
cabag dan ranting. Untuk memahami ruang lingkup filsafat ilmu
seseorang harus memiliki bekal pengetahuan tentang filsafat umum
sebagai dasar pengetahuan, sebab ilmu filsafat merupakan induk dari
segala ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, tidak mengherankaan jika filsafat ilmu meliputi


seluruh bidang ilmu apa saja. Setiap ilmu pesati ada masalah yang
melingkupinya. Ketika berhadapan dengan sejumlah masalah itu,
filsafat menjadi jalan pemikiran terbaik untuk mencari solusinya.

Seluruh cakupan filsafat ilmu, sebenarnya berada pada wilayah


pemikiran. Oleh karena itu, hanya orang yang mampu berfikir jernih,
yang dapat berfilsafat secara proporsional. Segala sesuatu yang
mungkin ada dan benar, benar ada (nyata), baik material konkret
maupun non material abstarak (tidak kelihatan) akan disentuh oleh
filsafat ilmu. Jadi objek filsafat ilmu itu tidak terbatas, terurai di
seluruh bagian ilmu apa pun. Maka, kelak muncul aneka pandangan
filsafat ilmu agama, matematika, sastra, budaya, bahasa dan
sebagainya. Jadi filsafat ilmu adalah sebuah landasan ayang akan
dibutuhkan seluruh ruang lingkup keilmuan yang digagas manusia.
18
2.2.3 Metode Pemikiran Filsafat Ilmu
Metode berfikir dalam filsafat ilmu ada berbagai sisi pandang.
Dipandang dari sisi tujuannya dan tata kerjanya metode pemikiran
filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) filsafat ilmu
spekulatif, dan (2) filsafat ilmu kritis. Kedua metode berfikir ini saling
melengkapi, sehingga menemukan sebuah kebenaran yang solid.
Keduanya juga menjadi pilihan siapa saja yang hendak masuk ke
wilayah ilmu pengetahuan.

Filsafat ilmu spekulatif bertujuan merefleksi dunia atau alam


semesta secara menyeluruh, terutama terhadap makna, tujuan, dan
nilai yang meliputi ; (1) mencari sesuatu yang terkandung dalam
suatu yang ada untuk mencapai sesuatu yang ada dibalik yang ada
itu, mencari maknanya, gunannya, dan nilai yang terkandung dalam
benda, hal dan kejadian-kejadian yang ada ; (2) untuk menjangkau
yang ada dibalik fenomena, memahami latar belakang, maksud, dan
tujuannnya. Ukuran proses spekulatif memang tidak pasti. Spekulatif
merupakan pencarian hakikat ilmu, dengan menjelajahi, dan
menemukan kebenaran yang didasarkan atas daya kritis manusia

Filsafat ilmu kritis juga membahas tentang pengertian-pengertian


yang dipergunakan oleh ilmu pengetahuan pengertian-pengertian
atau konsep-konsep yang dipakai oleh ilmu pengetahuan, serta
membahas lambing-lambang atau symbol-simbol. Filsafat kritis juga
membahas mengenai pengertian-pengertian yang dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari atau yang sifatnya praktis, antara lain
mengenai pengertia baik dan buruk, jujur dan berbohong, susah dan
senang dan lain-lain.

2.2.4 Objek Filsafat Ilmu


Objek adalah wilayah garapan suatu ilmu. Objek filsafat ilmu
terdiri dari dua macam, yaitu (1) objek material, dan (2) objek formal.
19
Objek material adalah apa yang dipelajari dan dikaji sebagai bahan
(materi) pembicaraan, yaitu gejala “manusia di dunia yang
mengembara menuju akhirat”. Dalam gejala ini ada tiga hal yang
menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maqka ada filsafat
tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan
filsafat tentang akhirat (teologi). Sedangkan objek formal adalah
sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan.
Artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem
mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan?,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah ?, dan apa fungsi
ilmu itu bagi manusia?. Problem inilah yang dibicarakan dalam
landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontology,
epistimologis dan aksiologis

2.2.5 Perbedaan filsafat, ilmu dan filsafat ilmu


Filsafat merupakan cara berfikir yang kompleks, suatu
pandangan atau teori yang sering tidak bertuuan praktis, tetapi
teoritis. Filsafat selalu memandang sebab-sebab terdalam, tercapai
dengan akal budi murni. Filsafat membantu untuk mendalami
pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan runag
lingkupnya yang dapat dipelajari secara sistematik dan historis.

Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu


membuka mata kita terghadap berbagai kekuranga. Ilmu tidak
mengikat apresiasi kita terhadap ilmu itu sndiri, Ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan
kebenarannya telah teruji secara empiris. Ilmu harus diusahakan
dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan
metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan
pengetahuan yang sistemtis

20
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran yang reflektif terhadap
persoalaan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu meupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidudpan mansuia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis
terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap
lambing-lambang dan struktur penalaran tentang sistem lambing
yang digunakan. Filsafat ilmu adalah upaya mencari kejelasan
mengenai dasar-dasar konsep mengenai ilmu. Filsafat ilmu
merupakan studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang
beraneka ragam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang
tegas mengenai ilmu tertentu.

Cabang-cabang ilmu selain dari ilmu alam dan ilmu social


sebagaimana telah dikemukakan di atas, juga terdapat pengetahuan
mencakup humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni,
filsafat, agama, sejarah dan bahasa. Matematika mencakup tentang
aritmatika, geomitri, teori bilangan, aljabar, trigonometri, geometri
analiti, persamaan diferensial, kalkulus, topologi, statistic logika dan
logika matemtis,

Latihan :
1. Jelas pengertian ilmu
2. Jelaskan cabang-cabang ilmu pengetahuan
3. Jelaskan pengertian filsafat ilmu
4. Jelaskan cabagn filsafat ilmu
5. Jelaskan metode pemikiran filsafat ilmu
6. Jelaskan objek filsafat ilmu
7. Jelaskan perbedaan filsafat, ilmu dan filsafat ilmu

21
UNIT 3
LANDASAN PENELAAN ILMU
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian dan aspek ontologi
2. Menjelaskan objek Ontologi
3. Menjelaskan efistimologi
4. Menjelaskan aksiologi
5. Menjelaskan tanggungjawab ilmuwan

3.1 Ontologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


3.1.1 Pengertian dan Aspek Ontologi
Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan
logos. Ontos berarti sesuatu yang berwujud dan
logos berarti ilmu. Jadi ontologi dapat diartikan
sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang
ada.
Dengan kata lain, ontologi adalah ilmu mempelajari tentag
hakikat sesuatu yang berwujudud (yang ada). Endraswara S (2012)
mengatakan Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang mebicarakan
tentang ilmu pengetahuan. Ontologi secara sederhana dapat
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan
konkret secara kritis. Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan antara
lain : (1) metodis ; menggunakan cara ilmiah ; (2) sistematis; saling
berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan; (3)
koheren, unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian yang
22
bertentangan; (4) rasional ; harus berdasarkan pada kaidah berfikir
yang benar (logis); (5) komprehensif; melihat objek tidak hanya dari
satu sisi/sudut pandang, melainkan secara multidimensional-atau
secara keseluruhan (holistic); (6) radikal; diuraikan sampai pada akar
persoalannya atau esensinya, (7) universal; muatan kebenarannnya
sampai tingkat umum yang dapat berlaku dimana saja

3.1.2 Aliran dan Objek Ontologi


Ontologi sebagai cabang filsafat ilmu yang telah melahirkan
sejulah aliran ontologisme. Tiap aliran ontology, biasanya
memengang pokok-pokok pikiran yang satu sama lain saling
mendukung dan melengkapi. Aliran ontologi yang dimaksud yakni
realisme, naturalism, dan empirisme. Aliran-aliran ini yang
membangun pemikiran para ahli filsafat ilmu dalam memahami
esensi sebuah ilmu. Ciri khas ontologi adalah (1) yang ada (being),
artinya yang dibahas esensi keilmuan

3.2 Epistimologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


3.2.1 Pengertian Efistimologi
Efistimologi berasal dari kata episteme yang berate pengetahuan
dan logos berarti ilmu. Jadi epistimologi adalah ilmu yang membahas
tentang pengetahuan dan cara memperolehnya. Epistimologi disebut
juga teori pengetahuan, yakni cabang filsafat yang membicarakan
tentang cara memperoleh pengetahuan, hakikat pengetahuan dan
sumber pengetahuan.

Sejalan dengan pandangan di atas Wiramiharja 92009)


mengatakan bahwa epistimologi adalah bagian filsafat yang
mempersoalkan berbagai macam pengertian; mengetahuai,
pengetahuan, kepastian atau kebenaran, dan sebagainya. Dengan
perkataan lain, epistimologi adalah suatu cabang filsafat yang
menyoroti atau membahas tentang tata cara, teknik, atau prosedur
23
mendapatkan ilmu dan keilmuan. Dan tata cara, teknik, atau prosedur
mendapatkan ilmu dan keilmuan dapat melalui tiga metode, yaitu
metode non ilmiah, metode ilmiah, dan metode problem solving.

Pengetahuan yang diperoleh melalui pendakatan/metode non


ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan
secara kebetulan ; untung-untungan ( trial and error); akal sehat
(common sence); prasangka ; otoritas (kewibawaan), dan
pengalaman biasa. Sedangkan metode ilmiah adalah cara
memperoleh pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif.
Sedangkan metode problem solfing adalah memecahkan masalah
dengan cara mengidentifikasi permasalahan; merumuskan hipotesis
data; menyimpulkan, melakukan verifikasi, yakni menguji hipotesis.
Tujuan utamanya adalah untuk menemukan teori-teori, prinsip-
prinsip, dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai
kerangkan pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan,
mengontrol, mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian
secara lebih tepat

Tamsil Ahmat (2013) mengatakan bahwa epistimologi filsafat


membicarakan tiga hal, yaitu objek filsafat (yang dipikirkan), cara
memperoleh pengetahuan filsafat dan ukuran kebenaran
(pengetahuan) filsafat. Isi setiap cabang filsafat ditentukan oleh objek
apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jia ia memikirkan pendidikan maka
jadilah Filsafat Pendidikan. Jika yang dipikirkannya hukum maka
hasilnya tentu Filsafat Hukum, Jika ia memikirkan pengetahuan,
jadilah ia Filsafat Ilmu, jika memikirkan etika jadilah Filsafat etika dan
seterusnya. Semua yang ada dan mungkin ada. Inilah objek filsafat.

Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan filsafat ?, tentu


dengan berfikir mendalam tentang sesuatu yang abstarak. Mungkin
juga objek pemikirannnya sesuatu yang konkret, tetapi yang hendak
24
diketahuinya ialah bagian “belakang” objek konkret itu. Kapan
penegetahuannya itu dikatakan mendalam ? Dikatakn mendalam
manakalah ia telah mengetahui secara mendalam dan tidak ada lagi
pertanyaan tentang sesuatu yang ingin diketahuinnya. Bagi
seseorang mungkin dikatakan telah mengetahui sesutu yang
mendalam, tetapi bagi orang lain dikatakan belum mendalam. Jadi
jelaslah bahwa mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam
bagi orang lain, karena hal ini sangat tergantung pada kemampuan
berfikir seseorang.

Ukuran kebenaran (pengetahuan) filsafat ialah pengetahuan


yang logis tidak empiris. Pernyataan ini menjelaskan bahwa ukuran
kebenaran filsafat ialah logis tidaknya pengetahuan itu. Bila logis itu
berarti pengetahuan itu benar. Begitu pula sebaliknya bila tidak logis
itu berarti pengetahuan itu salah. Pengetahuan filsafat ialah
pengetahuan yang logis dan hanya logis saja. Sementara bila logis
dan empiris, itu adalah pengetahuan sains. Ukuran logis tidaknya
akan terlihat pada argument yang menghasilkan kesimpulan (teori)
itu. Fungsi argument dalam filsafat sangatlah penting, sama dengan
fungsi data pada pengetahuan sains.

3.3 Aksiologi Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


3.3.1 Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari perkataan axios
yang berarti nilai dan logos berarti teori (ilmu). Jadi aksiologi adalah
teori tentang nilai. Adid (2009) mengartikan aksiologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu
kehidupan. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat menjadi
sarana orientasi manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan
yang amat fundamental, yakni bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak ?. Teori nilai/aksiologi ini kemudian melahirkan etika dan

25
estetika. Dengan kata lain aksiologi adalah ilmu yang menyoroti
masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan itu.

3.3.2 Tanggungjawab Ilmuwan


Tanggungjawab ilmuwan tidak gampang. Ia perlu menjaga
kredibilitas ilmu yang dimiliki. Paling tidak,agar ilmu pengetahuan
dipegang dan dapat ditekuni dan dkembangkan sehingga akan
menjadi pakar dalam bidangnya. Seorang ilmuwan akan
diperhadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah
kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika
keilmuan serta masalah bebas nilai.

Fungsi ilmuwan tidak berhenti pada penelaah dan


keilmuwannya secara individual namun juga ikut bertanggungjawab
agar produk keilmuwaanya sampai dan dapat dimanfaatkan
masyarakat. Jadi ilmuwan mempunyai kewajiban social untuk
menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah
dicerna, yaitu antara lain memberikan perspektif yang benar, baik
dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat
dimungkinkan. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan
pengetahuannnya dan daya analisisnya namun juga daya integritas
kepribadiannnya.

Di bidang etika tanggungjawab social seseorang ilmuwan bukan


lagi memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tanpil di
depan bagaimana cara bersikap objektif, terbuka, menerima kritikan,
menerima pendapat orang lain, kokoh dalam pendirian yang
dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.

Di Indonesia, aksiologi kurang mendapatkan tempat yang


sejajar dengan bidang lainnya. Kadangkala masalah nilai itu
dianggap urusan tokoh agama sehingga cukup dibicarakan para
26
kaum rohaniawan. Dalam kenyataannnya, agama pun belum mampu
menjadi penyeimbang terhadap dampak teknologi dan informasi yang
semakin mengglobal.

Latihan :
1. Menjelaskan pengertian dan aspek ontologi
2. Menjelaskan objek Ontologi
3. Menjelaskan efistimologi
4. Menjelaskan aksiologi
5. Menjelaskan tanggungjawab ilmuwan

27
UNIT 4
IMPLIKASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian Implikasi
2. Menjelaskan konsep filsafat umum idiologis
3. Menjelaskan aliran-aliran Filsafat Pendidikan

4. 1 Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah
keterlibatan Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan
adalah keterlibatan filsafat imu dalam mengembangkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam
khasanah ilmu adalah:
a) Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang
sebenarnya adalah alam semesta badaniah.Aliran ini tidak
mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme
memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme
humanistis.
b) Idealisme, yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia
adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini
adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
c) Realisme, aliran ini berpendapat bahwa dunia batin atau rohani
dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.

28
d) Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak
bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung
kepada kemampuan minusia.

4. 2 Konsep Filsafat Umum Idiologis

a) Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas
hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh
(komprehensif).
b). Hakikat Realistis
Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat
spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari
suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu
sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran atau spirit atau roh. Benda-benda
yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan
dari pikiran atau jiwa atau roh.
c). Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya
bersifat spiritual atau kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia
memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan
bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia
(keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dari ketiga bagian jiwa tersebut
akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia
bukanlah badannya, melainkan jiwa atau spiritnya, manusia adalah
makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki
kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan
bertujuan.

4. 3 Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

Beberapa aliran filsafat pendidikan, yaitu sebagai berikut :


29
a) Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat
pragmatisme. Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita
yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis
dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru
antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam
kehudayaan. Belajar berfungsi untuk mempertinggi taraf
kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap
waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

b) Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme


dan realisme. Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM),
murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu
filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak
di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang
ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi
gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam
dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea,
sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya
sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan

30
dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di
dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat
menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi
setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki
kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi
yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas
ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai
kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas
adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan
dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya
dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara
hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap
dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.Tugas
ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan
mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan
sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai
segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

c) Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.


Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa
angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan
lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon,
rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih
jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan
sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal,
melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran
31
idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan
sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu
apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini
seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang
demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan
sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh
di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian
kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang
tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang
nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani
dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak
dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan
tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan
tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan
Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami
perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap
roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan
materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap
suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut
sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha
menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara
metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi
gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni
pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu
dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani
yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry,
1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat
tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan
tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber
32
pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan
hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai
kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka
dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi
adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma
merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu
alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya,
para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan
tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali
dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan
apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya
adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme
dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya
aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-
kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana
Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan
memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa
atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia
nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan
dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos).Bagian ini menjadi
sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana
pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti
yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata
belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang
kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran
idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme
ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada
menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu
sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu
bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun
33
adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap
memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah
pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting
yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang
merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang
sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang
merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan
persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai
sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil
yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah
pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang
ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip
filosofi aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran
idealisme ini secara komprehensif ditinjau secara filosofi maupun
sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran idealisme
antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte, dan Schelling
serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam
Al Ghozali.

Latihan :
1. Jelaskan pengertian Implikasi
2. Jelaskan konsep filsafat umum idiologis
3. Jelaskan aliran-aliran Filsafat Pendidikan

UNIT 5
34
IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian Implementasi
2. Menjelaskan implemetasi filsafat terhadap pendidikan
3. Menjelaskan Tujuan Pendidikan
4. Menjelaskan Kurikulum Pendidikan
5. Menjelaskan metode Pendidikan
6. Menjelaskan Peran Guru dan Siswa

5.1. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah
penerapan. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-
potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-
cita kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang
digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah
penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-
potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya.

5.2. Implementasi Terhadap Pendidikan


35
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan
masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap
pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh
aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika
Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak
sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan
Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah
filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun
di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis
tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian
pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul
pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan
sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang
mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat
pendidikan adalah Philosophy of Educationdan studi mengenai
pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile
Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama,
keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-
prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran
yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan
naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran
inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental
terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga
untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual,
dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat
idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang
kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi
realitas spiritual.
Paramurid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme
sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan
36
mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab,
pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti
hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu
persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk
ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia
berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya
membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar
ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi
tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham
idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka
lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat
utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja,
model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer
ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut
paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan
suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya,
tanpa adanya spiritual.

5.3. Tujuan Pendidikan


Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk
membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi ( self) siswa.
Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang
diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi
keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu
dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi
pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada
37
idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme
terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar
anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang
bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna,
hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada
akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup
lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan
sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena
dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang
kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang
lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh
pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara
sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan
yang berkaitan dengan Tuhan.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan.

5.4. Kurikulum Pendidikan


Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal
dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan
untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral.
Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan suatu kehidupan atau pekerjaan.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran


idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif.
Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang
38
textbook. Agar supaya
pengetahuandanpengalamannyasenantiasaaktual .

5.5. Metode Pendidikan


Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir,
sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan
dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa
untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif,
mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-
keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan
pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan
minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk
menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).

5.6. Peran Guru dan Siswa


Para filusuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari
para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral
maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di
dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama
dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung
jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa.
Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan
bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982).
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran
idealisme berfungsi sebagai:
a) Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b) Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan
dari siswa;
d) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;

39
e) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh
para murid;
f) Guru menjadi teman dari para muridnya;
g) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan
gairah murid untuk belajar;
h) Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
i) Guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil
yang bisa menjadi teladan para siswanya;
j) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
k) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang
menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
l) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana
para siswa belajar;
m) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
n) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan
demokrasi;
o) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

Latihan :
1. Jelaskan pengertian Implementasi
2. Jelaskan implemetasi filsafat terhadap pendidikan
3. Jelaskan Tujuan Pendidikan
4. Jenjelaskan Kurikulum Pendidikan
5. Jelaskan metode Pendidikan
6. Jelaskan Peran Guru dan Siswa

UNIT 6
LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU
40
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian logika
2. Menjelaskan macama-macam logika
3. Menjelaskan logika sebagai cabang filsafat
4. Menjelaskan kegunaan logika dalam kehidupan setiap hari
dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
5. Menjelaskan hubungan filsafat ilmu dengan logika

6.1 Pengertian Logika

Logika berasal dari kata Yunani ” logos” ucapan,


kata, akal budi, dan ilmu. Dalam filsafat ilmu tidak
mungkin tanpa mempelajari dan menggunakan
logika. Untuk menjelaskan dan memahami sebuah
gejala keilmuan, logika selalu hadir.

Logika menjadi wahana pokok keilmuan. Hadiatmaja dan Kuswa


Endah (2001) mengatakan bahwa logika adalah cabang filsafat
umum yang membicarakan masalah berfikir tepat, yaitu mengikuti
kaidah-kaidah berfikir yang logis. Pembahasan dalam ilmu logika
ialah ukuran atau norma berfikir yaitu kemampuan akal budi manusia
untuk mengambil kesimpulan secara benar dan tepat. Dengan
demikian filsafat ilmu juga mengajak para ilmuwan untuk berfikir
logis, agar ilmu yang dimiliki semakin terpercaya.
41
Logika adalah ilmu dan sekaligus keterampilan berfikir. Itu
berarti memiliki pengetahuan yang cukup tentang logika sebagai ilmu
tidak dengan sendirinya menjamin bahwa seseorang dapat bernalar
dengan teliti, tapat dan teratur. Keterampilan menalar dengan tepat
adalah kecakapan yang diperoleh dari latihan yang terus-menerus
sehingga tercipta suatu kebiasaan yang mantap pada akal budi kita
untuk berfikir sesuai dengan hukum-hukum atau prinsip-prinsip
pemikiran.

Logika muncul bersama dengan filsafat. Itu tidak berarti logika


berdiri sendiri sebagai satu disiplin disamping filsafat melainkan
bahwa dalam filsafat sudah jelas terdapat pemikiran sistematis/logis.
Dan filsuf Yunani Aristoteleslah yang pertama kali melakukan
pemikiran sistematis tentang logika, hanya saja apa yang kita kenal
sebagai logika oleh Aristoteles dinamakan “Analitika (penyelidikan
terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-
putusan yang benar) dan “Dialetika” (penyelidikan terhadap
argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan
yang masih diragunakan.

6.2 Macam-Macam Logika

Orang dapat menggunakan bermacam-macam logika guna


memikirkan sesuatu. Biasanya, logika akan digunakan ketika
manusia dihadapkan pada problem. Setiap hari, manusia akan
berhadapan dengan masalah, tentu tiap hari pula harus bermain
logika. Begitu pula dalam bidang ilmu pengetahuan, jelas banyak
menggunakan logika berfikir. Ilmu yang krdibel, tidak mungkin lepas
dari logika, akan dibantah banyak orang dan dianggap bernilai
rendah.

42
Setidaknya ilmu memiliki objek pemikiran dua macam, yaitu (1)
logika dan (2) konfermasi. Maksudnya, ilmu seharusnya bermain di
atas logika dan didukunh oleh data (konfirmasi). Tanpa logika ilmu
kurang bermakna. Logika akan mengarahkan seseorang peneliti
ketika mencari kebenaran. Logika menggunakan kesadaran dan
nalar yang jernih dalam segala hal. Dengan kata lain untuk menguji
kebenaran digunakan logika dan untuk menguji fakta diperlukan
konfirmasi.

Logika dapat dibedakan atas dua macam, namun keduanya


tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua macam logika itu ialah
logika kodratiah dan logika ilmiah.

6.2.1 Logika Kodratiah


Manusia adalah mahluk yang berakal. Dengan akal budinya,
manusia melakukan kegiatan berfikir dalam rangka mencari
kebenaran secara spontan. Akan tetapi, mengandalkan logika
kondratiah saja tidaklah cukup bagi kita, terutama ketika kita
menghadapi masalah-masalah yang sulit dan sangat kompleks dan
membutuhkan memecahkan dalam waktu yang relative singkat,
apalagi dalam menilai sesuatu, kita cenderung dipengaruhi oleh
perasaan-perasaan subjektif, yang membut kita mudah dalam
membuat kesalahan. Padahal dalam diri manusia selalu timbul
dorongan untuk mencari kebenaran atau ingin mengetahui sesuatu
seperti dikatakan Aristoteles

Jadi, akal budi dapat bekerja menurut hukum-hukum logika


dengan cara spontan. Tetapi dalam hal yang sulit, baik akal budinya
maupun seluruh diri manusia dapat dan nyatanya dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang
subjektif. Selain itu, baik manusia sendiri maupun perkembangan
pengetahuannnya sangat terbatas. Hal-hal ini menyebabkan bahwa
43
kesesatan tidak dapat dihindarkan. Namun dalam diri manusia sendiri
juga terasa adanya kebutuhan untuk menhindari kesesatan itu. Untuk
menghindarkan kesesatan itu diperlukan suatu ilmu lhusus yang
merumuskan asas-asas yang harus disepakati dalam setiap
pemikiran. Karena itu muncullah logika ilmiah.

6.2.2 Logika Ilmiah

Untuk menghindari kesesatan dan untuk memperoleh


kebenaran dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan
diperlukan logika ilmiah. Logika ilmiah membantu logika kondratiah,
Logika ilmiah memperhalus dan mempertajam pikiran. Dengan
demikian, pikiran atau akal budi kita dapat bekerja secara lebih tepat,
lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah inilah yang
perlu kita pelajari secara sitematis dan teratur.

Sejalan dengan pandangan tesebut Endaswara, Suwardi 2012


mengemukakan tiga macam logika yang perlu direnungkan, yaitu
logika alamiah, logika adratiah, dan logika ilmiah.
(1) Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berfikir
secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-
keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif.
Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika
almiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.
(2) Logika kondratiah ada pada setiap manusia karena kodratnya
sebagai mahluk rasional. Sejauh manusia itu memilki rasio maka
dia dapat berpikir. Atau dengan akal budi manusia dapat bekerja
menurut hukum-hukum logika entah secara spontan atau
disengaja. Contoh seorang pedagang tidak perlu belajar logika
ilmiah untuk maju dibidangnya. Namun apabila hal yang dipikirkan
itu bersifat rumut dan kompleks akal sehat saja tidak mancukupi

44
untuk menjamin prosedur pemikiran yang tepat sebab akal sehat
saja tidak dapat diuji sepenuhnya secara kris dan ilmiah
(3) Logika ilmiah adalah ilmu praktis normative yang mempelajari
hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan bentuk-bentuk pikiran manusia
yang jika dipatuhi akan membimbing kita mencapai kesimpulan-
kesimpulan yang lurus/sah. Logika ilmiah membenatngkan
metode yang menjamin kita bernalar secara tepat/semestinya.
Dan karena itu logika ilmiah merupakan tindak lanjut atau
penyempurnaan atas logika konratiah

Yang perlu digarisbawahi bahwa tidak semua kegiatan berfikir


bersifat logis dan analistik. Logika merupakan cabang-cabang filsafat
yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Lapangan dalam
logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus,
tepat, dan sehat. The Liang Gie.2000 mengatakan logika adalah
bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan, dan
tata cara penalaran yang betul,…Logika dapat dibedakan atas logika
induktif dan deduktif. Logika induktif yaitu penarikan kesimpulan yang
bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus.
Contoh :
Kambing mempunyai mata
Gajah mempunyai mata
Kucing memepunyai mata
Burung memepunyai mata
Dari kenyataan-kenyataan ini dapat menarik kesimpulan yang
bersifat umum yakni” semua binatang itu mempunyai mata”. Logika
deduktif adalah cara berpikir dimana penarikan kesimpulan yang
bersifat khusus dan kasus yang bersifat umum.
Contoh :
Semua logam di panasi memuai, seng termasuk logam, jadi seng
dipanasi pasti memuai.Dalam contoh tersebut “semua logam
dipanasi memuai” adalah pernyataan yang bersifat umum, jadi
45
kesimpulannya semua logam termasuk seng jika di panasi pasti
memuai.

6.3 Logika Sebagai Cabang Filsafat

Seperti yang telah dipaprkan sebelumnya bahwa filsafat adalah


kegiatan / hasil pemikiran /permenungan yang menyelidiki sekaligus
mendasari segala sesuatu yang berfokus pasa makna dibalik
kenyataan atau teori yang ada untuk disusun dalam sebuah sistem
pengetahuan rasional. Sedangkan logika adalah sebuah cabang
filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan
lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-
pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani Kuno
tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan
menunjukkan kesesatan penalarannya. Logika digunakan untuk
melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi
yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari
sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang
matematika.

Logika sebagai cabang filsafat adalah cabang filsafat tentang


berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar
dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang
benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat
menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan.
Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk
memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan
kadang-kadang logika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang penarikan kesimpulan. Logika bisa menjadi suatu upaya
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Apa yang
membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah?
46
Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan
tentang penyimpulan.

6.4 Kegunaan Logika

Logika memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Setiap orang,


sejak masa lampau tentu sudah memikirkan dunia ini dengan lgika.
Dalam matapelajaran dan atau kajian ilmu tertentu pasti
menggunakan logika. Jadi logika diselipkan dalam mempelajari
setiap mata pelajaran atau bidang tertentu. Bahkan untuk menjadi
pemimpin dalam lingkup apa pun, tanpa logika kepemimpinannya
akan mengalami kesulitan. Untuk memberikan ceramah pada suatu
komunitas, logika cukup berperan untuk menjadi pembicara yang
berhasil mempengaruhi peserta.

Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan


teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan.
Dalam segala aktivitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan
diri atas prinsip ini. Logika menyampaikan kepada berpikir benar,
lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseoranng,
karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan berani,
suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan
tempat. Selain hubungannya erat dengan filsafat dan matematik,
logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis
(logical methods) yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu,
sebagai misal metode yang umumnya pertama dipakai oleh suatu
ilmu.
   
Selain itu logika modern (terutama logika perlambang) dengan
berbagai pengertian yang cermat, lambang yang abstrak dan aturan-
aturan yang diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak
saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam
47
suatu bidang ilmu, melainkan ternyata juga mempunyai penerapan.
Misalnya dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus
listrik, yang tidak bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari
aturan-aturan berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari
bagaimana sistematika atau aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti
ilmu logika adalah definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya
dikembangkan dalam bentuk silogisme.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegunaan logika


dalam kehidupan setiap hari dan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan adalah sebagai berikut:
1) Membantu setiap orang untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis, dan koheren atau untuk menjaga
kita supaya selalu berpikir benar.
2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat,
dan objektif.
3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan
berpikir secara tajam dan mandiri.
4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas  sistematis.                                       
5) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan berpikir kekeliruan serta kesesatan.
6) Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7)   Sebagai ilmu alat dalam mempelajari ilmu apapun, termasuk
filsafat.
8) Logika menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan
prinsip-prinsip abstarak yang dapat dipakai dalam semua
lapangan ilmu pengetahuan (bahkan seluruh lapangan
kehidupan).

48
9) Lagika menambah daya berfikir abstarak dan dengan
demikian melatih dan mengembangakan daya pemikiran dan
menimbulkan disiplin intelektual
10) Logika mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu kita
peroleh berdasarkan outoritas, emosi, dan prasangka
11) Loka membantu kita untuk mampu befikir sendiri dan tahu
membedakan yang benas dari yang palsu.
12) Logika membantu orang untuk dapat berfikir lurus, tepat dan
teratur karena dengan berpikir demikian ia dapat memperoleh
kebenaran dan menghindari kejahatan

Karena yang dipelajari dalam ilmu logika hanyalah berupa


aturan-aturan berpikir benar maka tidak otomatis seseorang yang
belajar logika akan menjadi orang yang selalu benar dalam berpikir.
Itu semua tergantung seperti apa dia menerapkan aturan-aturan
berpikir itu, disiplin atau tidak dalam menggunakan aturan-aturan itu,
sering berlatih, dan tentu saja punya tekad dalam kebenaran.

Selain itu kegunaan dari kita belajar logika adalah daya analisis
kita semakin bertambah dan dimana apabila ada suatu masalah, kita
dapat mengambil keputusan dengan benar. Disamping itu belajar
logika juga sangat bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga
logika merupakan dasar ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya
dengan belajar logika kemampuan berpikir dan daya analisis kita
semakin berkembang.

Hasil yang diharapkan dari logika ialah, agar kita cakap berfikir
sendiri dan bersikap logis serta kritis. Sikap kritis tidaklah berarti
suka membantah serta suka menentang, melainkan berfikir dulu,
mengidentifikasi duduknya persoalan, menyelidiki dulu, dan tidak
begitu saja menerima suatu pendapat atau penjelasan-penjelasan

49
seakan-akan sudah pasti benar, atau tergesa-gesa mengambil
kesimpulan yang berlaku umum.

Jacobus Ranjabar 2014 mengedepankan pedoman kerja untuk


cakap berfikir, bersifat logis dan kritis, dengan sepuluh pertanyaan
sikap kritis dan sebelas pedoman penalaran, ketika kita berhadapan
dengan suatu persoalan, uraian pendapat, kuliah, pidato, diskusi dan
lain-lain. Kesepulu pertanyaan sikap kritis dan sebelas pedoman
penalaran tersebut akan dipaparkan berikut ini.

1) Sepuluh Pertanyaan Sikap kritis


(1) Apakah setepatnya yang dikemukakan : apa ‘pertanyaan’ atau
pokok masalah yang hendak dikemukakan?
(2) Apa dasar-dasar atau alasan-alasannnya? Apakah cukup
alasan-alasan ?
(3) Bagaimana jalan pikirannnya, bagaimana langkah-langkahnya
serta kaitan anatara langkah yang satu dengan langkah yang
berikutnya?
(4) Apakah pernyataan itu benar ? apakah tepat? Pasti? Hamper
pasti? Sangat mungkin tidak benar?
(5) Apa arti istilah-istilah yang dipergunakan? Apa maksud di
belakang kata-kata yang dipakai itu ?
(6) Tentang berapa subjek pertanyaan itu dikatakan? Apakah tidak
‘meloncat’ dari satu-dua atau beberapa ke suatu kesimpulan
umum?
(7) Prinsip mana yang terkandung di dalamnya, tetapi tidak
dengan jelas dan terang-terangan dirumuskan?
(8) Atas dasar informasi yang manakah pertanyaan itu
dikemukakan ? apakah informasinya itu cukup, benar, dan
tepat?

50
(9) Apakah kosekuensiii-konsekuensinya? Jika pertanyaan yang
bersangkutan dipikirkan lebih lanjut, apa akibat-akibatnya dan
hal apa lagi yang dapat disimpulkan darinya?
(10) Jiak tidak setuju dengan yang dikemukakan itu, apa alasan-
alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang mendasarinya

2) Sebelas Pedoman Penalaran


(1) Pikirkan sendiri. Jangan membeo; jangan pernah begitu saja
menerima apa yang dikatakan (khususnya dalam surat kabar)
(2) Pikirlah dulu sebelum bertindak, sekurang-kurangnya beberapa
saat.
(3) Pikirakan secara objektif. Pandangan kita hendaknya lebih
luas daripada hanya kepentingan atau perasaan kita sendiri
saja. Waspadalah terhadap prasangka-prasangka sendiri ‘ No
wishful thingking’ (menganggap benar apa yang
disukaai/diinginkan/diharapkan, dan menolak apa yang tidak
disukai atau tidak enak didengar)
(4) Pikirlah dua kali. Jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan
atau mengemukakan pendapat seakan-akan merupakan
kebenaran mutlak.
(5) Pikirkan untuk jangka panjang. Lihat jauh ke depan
(6) Bersikap terbuka. Mungkin suatu pendapat perlu direvisi atau
ditinggalkan samasekali atas informasi baru.
(7) Bersikap kritis. Selidiki duku apa yang dikemukakan oleh orang
lain. Adakan pengecekan, juga terhadap pendapat sendiri.
(8) Bersikap optimis. Carilah segi-segi yang positif dalam segala
hal. Juga dalam cara berfikir dan berdiskusi, bersikap simpatik
terhadap orang lain
(9) Bersikap jujur. Orang dapat belajar banyak sekali dari
kesalahannya sendiri, asal disadari dan diakui.
(10) Bekerja dan berfikirlah secara teratur dan berencana

51
(11) Bersikap dialektis. Perkuat pikiran seseorang yang sudah
benar dan kembangkan.

6.5 Hubungan Filsafat Ilmu dengan Logika


Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa
bahwa filsafat adalah segenap pikiran mengenai apa dan
bagaimana dalam pembentukan dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian filsafat ilmu merupakan cabang
filsafat yang mengkaji dasar dan hakekat ilmu untuk mencapai
kebenaran dan kenyataan yang tidak akan habis dipikirkan dan tidak
selesai. Filsafat ilmu memberika dasar dalam beroleh ilmu agar
proses dan produk keilmuan yang dihasilkan tidak bertentangan
dengan kaidah-kaidah moral, etika dan kesusilaan.

Sementara logika itu sendiri adalah ilmu yang meneruskan


tentang hukum-huklum, asas-asas, aturan-aturan atau kaidah-kaidah
tentang berfikir yang harus ditaati supaya kita dapat berfikir tepat dan
mencapai kebenaran. Atau dapat pula didefinisikan bahwa logika
adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas akal atau
rasio manusia dipandang dari segi benar atau salah. Dari sini dapat
diketahui bahwa tugas logika adalah memberikan penerangan
bagaimana orang seharusnya berfikir, dan objek formal logika adalah
mencari jawaban tentang bagaimana manusia dapat berfikir dengan
sistematisnya

Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk,


yakni cara berfikir dari yang umum ke khusus dan cara berfikir dari
khsusu ke umum. Pertama disebut berfikir deduktif dipergunakan
dalam logika formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian
(tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan
memergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan berfikir benar.
52
Kedua cara berfikir induktif dipergunakan dalam logika material, yang
mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia
menilai hasil pekerjaan logika formal dengan menguji benar tidaknya
dengan kenyataan yang empiris

Latihan :
1. Jelaskan pengertian logika
2. Jelaskan macama-macam logika
3. Jelaskan logika sebagai cabang filsafat
4. Jelaskan kegunaan logika dalam kehidupan setiap hari dan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan
5. Jelaskan hubungan filsafat ilmu dengan logika

UNIT 7
FILSAFAT ILMU SEBAGAI UPAYA
53
MENEMUKAN KEBENARAN
 400 Menit

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti pembelajaran unit empat, peserta
didik diharapkan mampu :
1. Menjelaskan pengertian kebenaran
2. Menjelaskan sifat kebenaran
3. Menjelaskan alairan-aliran dalam kebenaran
4. Menjelaskan cara-cara manusia dalam mencari kebenaran
5. Menjelaskan sifat dan karakteristik kebenaran
6. Menjelaskan jenis-jenis kebenaran
7. Membedakan kebenaran ilmiah dan non ilmiah
8. Menjelaskan teori-teori kebenaran

7.1 Manusia dan Pencari Kebenaran

Manusia merupakan mahluk yang berakal budi yang


selalu ingin mengejar kebenaran. Dengan akal
budinya, manusia mampu mengembangkan
kemampuan yang spesifik manusiawi, yang
menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa.

Manusia selalu bertanya karena terdorong oleh rasa ingin tahu


terhadap yang tersembunyi di sekitar hidupnya. Rasa igin tahu
tersebut sudah muncul pada awal perkembangan hidupnya.
Manifestasi dari hasrat ingin tahu tersebut antara lain berupa
pertanyaan : apa ini atau apa itu ?. pertanyaan tersebut selanjutnya
berkembang menjadi : mengapa demikian dan bagaimana cara
54
mengatasinya?. Jawaban atas pertanyaan ini, akan melahirkan
sebuah kebenaran. Kebenaran merupakan dunia hakiki/mendasar.
Hasrat ingin tahu manusia tersebut terpuaskan bila manusia
memperoleh pengetahuan yang benar mengenai hal-hal yang
dipertanyakan. Manusia senantiasa berusaha memahami,
memperoleh, dan memanfaatkan kebenaran untuk kehidupannya.

7.1.1 Pengertian kebenaran

Abbas Hamami dalam Tim Dosen Filsafat UGM (2003)


menguraikan bahwa kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai
suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Lebih lanjut
dikatakan menuturkan suatu kebenaran, hal itu berarti bahwa subjek
menuturkan suatu proposisi yang benar (proposisi adalah makna
yang dikandung dalam suatu pernyataan). Sesuatu dapat dinyatakan
benar apabila subjek menyatakan kebenaran bahwa proposisi yang
diuji itu pasti memiliki : kualitas, sifat atau karakteristik, hubungan,
dan nilai. Hal itu, karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas
dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri. Adanya berbagai
kategori tersebut, maka tidak berlebihan jika pada saat-saat tertentu
setiap subjek memiliki pengetahuan dan persepsi yang berbeda
terhadap sesuatu yangsama.

Sudarminta (2008) menguraikan bahwa secara umum kebenaran


biasanya dimengerti sebagai kesesuaian antara apa yang dipikirkan
dan atau dinyatakan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Dalam
pengertian ini, kenyataan yang sesungguhnya menjadi tolak ukur
penentu penilaian. Kata Yunani unutk kebenaran adalah alettheia.
Sebagaimana ditafsirkan oleh Martin Heidegger, pengertian Plato
tentang kebenaran sebagai alettheia secara etimologis berarti
‘ketaktersembunyiian adanya” atau “ketersingkapan adanya”.

55
Menurut Plato, kebenaran sebagai ketersembunyian adanya itu
tidak dapat dicapai manusia selama hidupnya di dunia ini. Berbeda
dengan Plato Aristoteles memahami kebenaran lebih memusatkan
perhatiannya pada kualitas pernyataan yang dibuat oleh objek
penahu ketika ia menegaskan suatu putusan entah secara afirmatif.
Ada tidaknya kebenaran dalam putusan yang bersifat afirmatif atau
negative tergantung pada  apakah putusan yang bersangkutan
sebagai pengetahuan dalam diri subjek penahu itu sesuai atau tidak
sesuai dengan kenyataan. Di sini kebenaran dimengerti sebagai
persesuaian antar subjek penahu dengan objek yang diketahui.

Bagi Aristoteles, subjek yang mengetahui lebih penting dari


objek yang diketahui sebagaimana dalam pandangan Plato.
Walaupun demikian, bagi Aristoteles pun pengetahuan yang paling
benar dan paling luhur baru dimilki kalau subjek penahu (idealitas)
dan objek yang diketahui (realitas) itu identik satu sama lain dalam
pengetahuan akal budi yang sempurna. Pengertian tentang
kebenaran dalam tradisi Aristoteles adalah kebenaran logis dan
linguistic proposional.

    Surajio (2008 : 101) bahwa hal kebenaran sesungguhnya memang


merupakan tema sentral di dalam filsafat ilmu. Secara umum orang
menyadari bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai
kebenaran. Problematika pembahasan masalah kebenaran, sama
halnya dengan problematika pembahasan tentang pengetahuan,
yaitu pembahasan yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya
masalah-masalah dalam filsafat ilmu. Apabila orang memberikan
prioritas kepada peranan pengetahuan, dan apabila  orang percaya
bahwa dengan pengetahuan itu manusia akan menemukan
kebenaran dan kepastian, maka mau tidak mau manusia harus
berani menghadapi pertanyaan tersebut, sebagai hal yang mendasar
dan hal yang mendasari sikap dan wawasannya.
56
Purwadarminta memberikan arti bahwa (1) Kebenaran adalah
keadaan atau hal dan sebagainya yang benar atau cocok dengan hal
atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya: kebenaran berita ini
masih saya sangsikan; kita harus berani membela kebenaran dan
keadilan, (2) Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul
demikian dan sebagainya. Misalnya: kebenaran-kebenaran yang
diajarkan oleh agama, (3) Kejujuran , ketulusan hati, misalnya tidak
ada seorang pun yang sangsi akan kebaikan dan kebenaran hatimu,
(4) Selalu izin, perkenankan, misalnya: dengan kebenaran yang
dipertuan, (5) Jalan kebetulan, misalnya: penjahat itu dapat dibekuk
dengan secara kebenaran (kebetulan)saja.

7.1.2 Sifat Kebenaran

Abas Hamami Mintaredja dalam Surajiyo (2008) menguraikan


bahwa “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang
konkret maupun abstrak. Kebenaran tidak terlepas dari kualitas,sifat,
hubungan, dan nilai, dengan adanya beberapa kategori tersebut,
tidak berlebihan jika pada saatnya setiap subjek yang memiliki
pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat
berbeda satu dengan yang lainya. Dari situlah akan terlihat sifat-sifat
kebenaran, dan tergantung dengan berbagai pengetahuan yang
dibangun. apakah pengetahuan yang dimaksud itu adalah
pengetahuan biasa, apakah pengetahuan Ilmiah, apakah
pengetahuan filsafat, dan apakah pengetahuan kebenaran agama.
Pengetahuan Biasa yakni pengetahuan biasa juga disebut
common sense knowledge, pengetahuan ini memiliki inti kebenaran
yang sifatnya subjektif, artinya amat terkait pada subjek yang
mengenal. Dengan demikian pengetahuan tahap pertama ini memiliki
sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan
bersifat normal atau tidak adapenyimpangan.
57
Pengetahuan Ilmiah adalah pengetahuan yang telah
menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan
metodologi yang khas pula, artinya metodologi yang telah
mendapatkan kesepakatan di antara para ahli yang sejenis.
Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan  bersifat relatif,
maksudnya bahwa kandungan  kebenaran dari jenis pengetahuan
ilmiah selalu mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh hasil
penemuan yang paling mutahir. Dengan demikian, kebenaran dalam
pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan
hasil penelitian yang paling akhir dan mendapatkan persetujuan para
ahli dan pengakuan ilmuwan lainnya.                        

Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang


pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati, yang sifatnya
mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran yang analitis,
kritis, dan spekulatif. Sifatnya kebenaran yang terkandung dalam
pengetahuan filsafat adalah abosolut intersubjektif. Maksudnya nilai
kebenaran yang terkandung dalam jenis pengetahuan filsafat selalu
merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan  filsafat
dari seorang pemikir filsafat itu serta selalu mendapat pembenaran
dari filosof kemudian yang menggunakan metodologi pikiran yang
sama pula. Jika pendapat filsafat itu di tinjau dari sisi lain, artinya
dengan pendekatan filsafat yang lain sudah dapat dipastikan hasilnya
akan berbeda atau bahkan bertentangan atau menghilangkan sama
sekali.

Pengetahuan Kebenaran Agama memiliki sifat dogmatis, artinya


pernyataan dalam suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan yang
telah tertentu sehinggga pernyataan dalam ayat kitab suci agama
memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan
untuk memahaminya. Implikasi dari kandungan kitab suci itu dapat
58
berkembang secara dinamis dengan perkembangan waktu, tetapi
kandungan dari ayat kitab suci tidak dapat diubah dan sifatnya
absolute.

7.2 Aliran dan Cara Menemukan Kebenaran

Aliran-aliran kebenaran cukup banyak yang muncul di tengah-


tengah kita. Berbagai aliran kebenaran, berupaya untuk menyajikan
upaya yang terbaik. Aliran-aliran dimaksud, yaitu : (1) realisme, (2)
naturalieme, (3) positivisme, (4) materialisme dialetik, (5) idealisme,
dan (6) prakmatisme.

1. Realisme : Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya


sendiri dan sesuatu yang pada hakikatnya tidak terpengaruh
oleh seseorang;
2. Naturalisme : Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna,
yaitu bukti berlakuknya hukum alam dan terjadi menurut
kodranya sendiri;
3. Positivisme : Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan
menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera.
Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan
memilki keseimbangan logika;
4. Materialisme Dialektik : Orientasi berfikir adalah materi, karena
materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam
dan berada di atas kekuatanya sendiri;
5. Idealisme : menjelaskan semua objek dalam alam dan
pengalaman sebagai pernyataan pikiran;
6. Prakmatisme : Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus-
menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi
berfikir adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan arat
dengan makna dan kebenaran

59
Berbagai aliran tersebut sering dipilih oleh manusia guna
mencari kebenaran sejati. Tiap bidang keilmuan memilki aliran yang
selalu ditaati. Tiap aliran kebenaran akan membingkai pola piker
manusia dalam memaknai sebuah kebenaran. Oleh sebab itu
manusia senantiasa memilih di antara aliran itu guna
mengekpresikan cita-citanya. Manakala manusia hendak
menemukan kebenaran dengan jalan penelitian lapangan, tentu
berbeda dengan penemuan kebenaran lewat studi pustaka.

Jadi kebanaran adalah kesesuaian objek dengan realita atau


kesesuaian objek dengan pengetahuan parameter kebanaran.
Kebenaran tidak datang sendirinya, melainkan perlu dicari dengan
cara yang tepat. Ketika orang memajat pohon kelapa, mungkin
sambil naik, akan menghitung berapa banyaknya lubang (tataran)
yang digunakan memanjat. Jika dia dapat menghitung dengan tepat,
maka kebenaran dengan cara matematika dia lakukan atas dasar
factual.

Cara menemukan kebenaran berbeda-beda, Kasmadi dkk


(Endraswara 2012) mengemukakan enam cara menemukan
kebenaran, yaitu :
1. Penemuan secara kebetulan ; penemuan yang berlangsung
secara tidak disengaja;
2. Penemuan coba dan ralat ; (trial and error), terjadi tanpa
adanya kepastian akan berhasil atau tidak berhasil kebenaran
yang dicari;
3. Penemuan melalui otoritas atau kewibawaan, misalnya orang-
orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering
diterima sebagai kebenaran meskipun pendapatnya tidak
didasarkan pada pembuktian ilmiah;

60
4. Penemuan secara spekulatif, cara ini mirip dengan cara coba
dan ralat. Akan tetapi, perbedaanya dengan coba dan ralat
memang ada;
5. Penemuan kebenaran lewat cara berfikir, kritis dan rasional.
Cara berfikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam
memecahkan masalah adalah dengan cara berfikir analitis
dan sintesis;
6. Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah. Cara mencari
kebenaran yang dipandang ilmiah adalah yang dilakukan
melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin
tahu pada manusia dalam taraf keilmuan.

    Hartono Hadi dalam Surajiyo (2008) menguraikan bahwa ada


berbagai cara untuk menemukan kebenaran, dari berbagai cara
untuk menemukan kebenaran itu, dapat dilihat dari cara yang paling
ilmiah sampai pada non-ilmiah. Adapun berbagai cara untuk
menemukan kebenaran itu, antara lain: (1) penemuan secara
kebetulan, (2) penemuan kebenaran dengan coba-coba, coba dan
ralat (trial n eror), (3) penemuan kebenaran melalui otoritas atau
kewibawaan, (4) penemuan kebenaran secara spekulatif, (5)
penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional, (6)
penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah. Keenam hal tersebut
dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut :
    Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan
yang berlangsung tanpa sengaja. Dalam sejarah manusia ada
banyak penemuan yang didapatkan secara kebetulan atau tidak
sengaja, dan hal itu akhir menjadi sesuatu yang sangat berguna bagi
kehidupan umat manusia. Karena kebenaran ini tidak diperoleh
melalui penelitian yang menggunakan metode tertentu, maka
kebenaran jenis ini tidak dapat diterima oleh dunia.

61
Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya sesuatu
kepastian akan berhasil atau penemuan coba dan ralat ini belum
tentu akan mencapai kebenaran yang dicarinya. Memang ada
aktifitas mencari kebenaran, tetapi aktifitas itu mengandung unsur
spekulaitf atau ‘untung-untung’. Penemuan dengan cara ini kerap kali
memerlukan waktu yang lama, karena tanpa rencana, tanpa rencana,
tidak terarah, tanpa pedoman dan tidak diketahui tujauannya. Cara
coba dan ralat inipun tidak dapat diterima sebagai cara ilmiah dalam
usaha untuk mengungkapkan kebenaran.

Penemuan Kebenaran Melalui Otoritas atau Kewibawaan


Pendapat orang-orang memiliki otoritas (kewibawaan, pengaruh,
kekuasaan), misalnya orang-orang yang memiliki kedudukan dan
kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran, meskipun pendapat
itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah. Pendapat itu tidak
berarti tidak ada gunanya. Pendapat itu tetap berguna, terutama
dalam merangsang usaha penemuan baru bagi orang-orang yang
menyangsikannya. Namun demikian ada kalanya pendapat itu
ternyata tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian
pendapat pemegang otorias itu bukanlah pendapat yang berasal dari
penelitian, melainkan hanya berdasarkan pemikiran yang diwarnai
oleh subjektivitas.

Penemuan Kebenaran Secara Spekulatif


Penemuan kebenaran secara spekulatif mirip dengan cara coba dan
ralat, akan tetapi perbedaannya dengan coba dan ralat memang ada.
Seseorang yang menghadapi suatu masalah yang harus dipecahkan
pada penemuan secara spekulatif, mungkin sekali ia membuat
sejumlah alternative pemecahan. Kemudian ia mungkin memilih
salah satu alternative pemecahan itu sekalipun ia tidak yakin benar
mengenai keberhasilannya.

62
Penemuan Kebenaran Melalui Cara Berpikir Kritis dan Rasional
telah banyak mengahasilkan penemuan tentang kebenaran sesuatu.
Dalam menghadapi berbagai masalah, manusia berusaha
menganalisisnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang
dimilikinya untuk sampai pada pemecahan masalah secara tepat.
Cara berpikir yang ditempuh pada tingkat permulaan dalam
memecahkan masalah adalah dengan cara berpikir analitis dan cara
berpikir sintesis.

Penemuan Kebenaran Melalui Penelitian Ilmiah


dilakukan melalui penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat
ingin tahu pada manusia dalam taraf keilmuan. Penyaluran sampai
pada taraf setinggi ini disertai oleh keyakinan bahwa ada sebab bagi
setiap akibat, dan bahwa setyipa gejala yang tampak dapat dicari
penjelasannya secara ilmiah. Pada setiap penelitian ilmiah melekat
cirri-ciri umum, yaitu iri-ciri umum,
(1) pelaksanaannya yang metodis harus mencapai satu
keseluruhan yang logis dan koheren. Artinya, dituntut adanya
system dalam metode maupun dalam hasilnya. Jadi,
susunannya.
(2) Bersifat universal. Setiap penelitian ilmiah harus objektif,
artinya terpimpin oleh objek dan tidak mengalami distorsi
karena adanya pelbagai prasangka subjektif. Agar penelitian
ilmiah dapat dijamin objektivitasnya, tuntutan intersubjektivitas
perlu dipenuhi.
(3) Penelitian ilmiah juga harus diverifikasi oleh semua penelitian
yang relevan.
(4) Prosedur penelitian harus terbuka untuk diperiksa oleh ilmuan
yang lain. Oleh karena itu, penelitian ilmiah harus dapat
dikomunikasikan. http://kadekayuni.blogspot.com/p/blog-

63
page_19.html

Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat dan karakteristik kebenaran adalah


sebagai berikut :
1. Kebenaran bersifat universal. Kebenaran suatu pemikiran
harus bernilai universal, artinya berlaku untuk kapan pun dan
di mana pun
2. Kebenaran bersifat mutlak. Apapun pengetahuan baru yang
ada dalam sebuah diskusi tidak dapat diterima sebagai
kebenaran mutlak atau final.
3. Kebanaran bersifat manusiawi. Artinya bahwa pengetahuan
yang disampaiakan secara alamiah dapat diterima atau
dimengerti olah manusia. Tak perlu ada rekayasa seperti
melalui bujukan dan pakasaan. Jika ada rekayasa seperti itu
maka perlu dipertayakan kebenarannya
4. Kebenaran bersifat argumentative. Argumentasi digunakan
untuk menjelaskan proses mendapatkan pengetahuan baru
tersebut sehingga orang lain dapat menilai kebenarannya dari
proses tersebut. Argumentasi adalah proses bergeraknya
suatu pengetahuan yang menjadi patokan menuju
pengetahuan baru (kesimpulan).
5. Kebenaran bersifat ilmiah. Ini dimaksudkan agar kebenaran
suatu pengetahuan dapat dibuktikan oleh orang lain bahwa
pengetahuan tersebut sesuai dengan kenyataan yang ada.
Kebenaran yang tidak dapat dibuktikan oleh orang lain tidak
dapat didiskusikan

7.3 Jenis-jenis Kebenaran

Kebenaran ditinjau dari asal-usulnya dapat dibagi menjadi tiga


jenis, yaitu (1) kebenaran diri sendiri, yaitu kebenaran atas dasar
pertimbangan subjektif, pribadi, dan individual, (2) kebenaran kolektif,
64
adalah kebenaran menurut pertimbangan orang banyak. Jika orang
banyak menyatakan benar, seluruh hal dianggap benar, (3)
kebenaran ilahi, adalah kebenaran yang berasal dari Tuhan.

Sejalan dengan pandang tersebut, Banasuru (2012)


dikemukakan jenis-jenis kebenaran yang sering kali masih menjadi
perdebatan berbagai kalangan, yaitu kebenaran relatif, kebenaran
obsulut, kebenaran ilmiah

Kebenaran relatif adalah suatu pernyataan atau proposisi yang


dianggap relatif benar dalam kaitannnya dengan stnadard, konvensi
atau sudaut pandang tertentu. Kebenaran itu berkaitan dengan
budaya seseorang. Misalnya kebenaran pernyataan ” makan papeda
dapat menyegarkan badan” Kebanaran pernyataan ini sifatnya relatif,
karena sangat tergantung siapa yang memakannnya. Meskipun yang
beretnis Papua atau orang-orang tertentu terbiasa makan makann ini
memang dapat menyegarkan badan. Hal ini akan berbeda dengan
orang yang tidak pernah atau tidak suka memakannnya

Kebanaran obsulut memandang bahwa kebenaran haruslah


selamanya diterima di seluruh jagat raya. Misalnya 1+1 = 2 (satu
tambah satu sama dengan dua) ini adalah kebenaran yang dapat
diterima oleh belahan bumi mana pun. Jadi Kebenaran ilmiah
merupakan sesuatu yang dihasilkan dari pendekatan ilmu
pengetahuan terhadap objeknya. Kebenaran ini diperoleh melalui
metode ilmiah dengan prosedur tertentu. Metode ilmiah berupaya
mendekati kebenaran dengan cara melakukan penyempurnaan teori
atau konsep secara terus menerus untuk sampai pada tujuan.

Jenis kebenaran dapat pula dibedakan menurut ciri dan


karakteristiknya yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran non ilmiah.

65
Berikut ini akan dipaparkan dalam bentuk tabel karakteritik
kebenaran ilmiah dan non ilmiah.

Karakteristik Karakteristik
Kebenaran ilmiah Kebenaran non ilmiah
1. Sistematisasi 1. Kebetulan
2. Keumuman 2. Akal Sehat
3. Rasionalitas 3. Agama dan Wahyu
4. Objektivitas 4. Intuitif
5. Verifiabilitas 5. Trial dan Error
6. Komunalitas 6. Spekulatif
10 Kewibawaan

Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka berikut ini secara berturut-


turut akan dipaparkan penjelasannya sebagai berikut :

Pertama; karakteristik kebenaran ilmiah yaitu bahwa pengetahuan


dapat digolongkan sebagai ilmu bila pengetahuan tersebut tersusun
secara sitematis. Dan apa yang tersusun secara sitematis sebagai
suatu kesatuan yang memiliki sifat keumuman ( geneality), artinya
bahwa kebenaran yang terkandung di dalamnya harus dapat berlaku
secara umum atau luas jangkauannya

Ciri rasionalitas mengandung makna bahwa kebenaran ilmiah


bersumber dari pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah
logika. Sedangkan ciri dan atau karakteritik objektivitas menunjuk
pada kesesuaian antara hal-hal yang rasional dengan realitas.

Ciri verifiabilitas mempunyai arti bahwa kebenaran ilmiah harus dapat


diperiksa kebenarannya, diuji ulang oleh setiap anggota masyarakat
ilmuwan. Hal ini menunjukkan bahwa kebenaran ilmiah tidak bersifat
mutlak atau final. Adapun ciri terakhir kebenaran ilmiah yaitu

66
komunalitas memilki arti bahwa kebenaran ilmiah itu merupakan
pengetahuan yang menjadi milik umum.

Kedua : Karakteritik kebenaran non ilmiah


Kebenaran karena kebetulan yaitu kebenaran yang didapat dari
kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat diandalkan
karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan dengan tidak
dapat dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi
perantara kebenaran ilmiah.

Kebenaran karena akal sehat ; akal sehat adalah serangkaian


konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis.
Misalnya kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan alat utama
untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat ini.
Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak benar,
karena pemberian hukuman hanya salah satu cara bahkan dihindari
dalam dunia pendidikan, karena lebih banyak dampak negatifnya.

Kebenaran agama dan wahyu; kebenaran mutlak dan asasi dari


Yang Maha Khuasa. Beberapa hal masih bisa dinalarkan dengan
panca indera manusia, tetapi sebagaian hal lain tidak.

Kebenaran intuitif : kebenaran yang didapat dari proses luar sadar


tanpa menggunakan penalaran dan proses berfikir. Kebenaran intuitif
sulit dipercaya dan tidak dapat dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh
orang yang berpengalaman lama dalam suatu suatu bidang.

Kebenaran karena trial dan error ; kebenaran diperoleh karena


mengulang-ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan
parameter-parameter sampai akhirnya menemukan sesuatu,
sehingga membutuhkan waktu yang agak lama dengan biaya yang
banyak.
67
Kebenaran spikulasi ; kebenaran karena adanya pertimbangan
meskipun kurang dipikirkan secara matang. Dikerjakan dengan
penuh resiko, relative lebih cepat dan biaya lebih sedikit daripada
trial-error.

Kebenaran karena kewibawaan ; kebenaran yang diterima karena


pengaruh kewibawaan seseorang. Seseorang tersebut bisa
ilmuawan, pakar atau ahli yang memilki kompetensi dan otoritas
dalam suatu bidang ilmu. Kadangkala kebenarnya yang keluar
darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran seseorang
tersebut bisa benar tetapi juga bisa salah karena tanpa prosedur
ilmiah.

7.4 Teori-Teori Kebenaran

Dalam sejarah filsafat, terdapat beberapa kriteria teori tentang


kebenaran, antara lain: (1) teori kebenaran korespondensi, (2) teori
kebenaran konsistensi/koherensi (teori keteguhan), (3) teori
kebenaran pragmatis/ inherensi, (4) teori kebenaran sintaksis, (5)
teori kebenaran performatif

Teori Kebenaran Korespondensi, bertumpu pada relitas


objektif. Kesahihan korespondensi itu memiliki pertalian yang erat
dengan kebenaran dan kepastian indrawi. Sesuatu dianggap benar
apabila yang diungkapkan (pendapat, kejadian, informasi) sesuai
dengan fakta (kesan, ide-ide) di lapangan. Contohnya: ada
seseorang yang mengatakan bahwa Kabupaten Merauke berada di
Provinsi papua. Pernyataan itu benar karena sesuai dengan
kenyataan atau realita yang ada. Tidak mungkin Kabupaten di
Sumatera atau di Sulawasi Utara.

68
Teori Kebenaran Konsistensi/Koherensi, menyatakan bahwa
suatu proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat kejadian,
atau informasi) akan diakui sahih atau dianggap benar apabila
memiliki hubungan dengan gagasan-gagasan dari proporsi
sebelumnya yang juga sahih dan dapat dibuktikan secara logis
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Sederhananya,
pernyataan itu dianggap benar jika sesuai (koheren/konsisten)
dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Contohnya:
(1) Setiap manusia pasti akan mati (2) Seluruh mahasiswa
MMP di wajibkan mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu.

Teori Kebenaran Pragmatis/ Inherensi, menyatakan bahwa


suatu kebenaran hanya dalam salah satu konsekwensi saja.
Kelemahan teori ini yaitu apabila kemungkinan-kemungkinannya
luas, oleh karena itu harus dipilih kemungkinannya hanya dua dan
saling bertolak belakang. Mislanya, semua yang teratur ada yang
mengatur, dalam hal ini kita tidak membicarakan yang tidak teratur,
dari uraian tersebut dapat difahami hanya ada dua kemungkinan
yaitu ada yang mengatur atau tidak ada yang mengatur, apabila
diterima salah satu maka yang lain dicoret karna bertolak belakang.
Contohnya lagi yaitu pengetahuan naik bis, ketika akan turun dan
berkata kepada kondektur “kiri-kiri”, kemudian bis berhenti di posisi
kiri. Dengan berhenti di posisi kiri, maka penumpang bis bisa turun
dengan selamat. Jadi, mengukur kebenaran bukan semata-mata
dilihat karena bis berhenti di posisi kiri, namun penumpang bisa turun
dengan selamat karena berhenti di posisi kiri.

Teori Kebenaran Sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan


sintaksis atau gramatika yang di pakai oleh suatu pernyataan atau
tata bahasa yang melekatnya. Dengan demikian suatu pernyataan
memiliki nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan-aturan
sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak
69
mengikuti syarat atau keluar dari yang di syaratkan maka proposisi
tersebut tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang diantara filsuf
bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.
Misalnya suatu kalimat standar harus ada subjek dan predikat. Jika
kalimat tidak ada subjek maka kalimat itu dinyatakn tidak baku atau
bukan kalimat. Seperti ungkapan “semua korupsi”, ini bukan kalimat
standar karena tidak ada subjeknya.

Teori Kebenaran Performatif, menyatakan bahwa kebenaran


diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu..
Contoh pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat
dan nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI
adalah partai terlarang dan semua hal yang berhubungan atau
memiliki atribut PKI tidak diterima PNS (Pegawai Negeri Sipil)

Latihan :
1. Jelaskan pengertian kebenaran
2. Jelaskan sifat kebenaran
3. Jelaskan alairan-aliran dalam kebenaran
4. Jelaskan cara-cara manusia dalam mencari kebenaran
5. Jelaskan sifat dan karakteristik kebenaran
6. Jelaskan jenis-jenis kebenaran
7. Apa perbedaan kebenaran ilmiah dan non ilmiah
8. Jelaskan teori-teori kebenaran

70
DAFTAR PUSTAKA

Adib, H. Mohammad, 2010. Filsafat Ilmu. Surabaya : Pustaka Pelajar.

Banasuru, Aripin, 2012. Filsafat dan Filsafat Ilmu. Bandung : Alfa Beta.

Endraswara, Suwardi. 2013. Filsafat Ilmu. Jakarta : Caps.

Ranjabar, Jacobus, 2014. Dasar-Dasar Logika. Bandung : Alfa Beta.

Soetriono & Hanafie, Rita SRDm, 2007. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Andi Offset.

Surajiyo, 2005. Ilmu Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.

Tafsir, Ahmad. 2013. Filsafat Ilmu. Bandung : Rosda

Wiramihardja, A. Sutardjo, 2009. Pengantar Filsafat. Aditama

71

Anda mungkin juga menyukai