Anda di halaman 1dari 26

Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

PRIBADI YANG TENANG MENYAMUDRA


AN-NAFS AL-MUTHMAINNAH

Oleh:
Samsoe Basaroedin

1. Latar Belakang Teori Tolok Ukur Perkembangan Kepribadian Muslim

Pada buku Psikologi Pertumbuhan (terbitan Rosda, 2008) dalam bab 2 sd 8 diuraikan makna
kepribadian menurut delapan ahli dari dunia Barat. Pada bab 9, penulisnya MIF Baihaqi
menyertakan pikiran seorang cendekiawan muslim dari Masjid Salman ITB, bapak Samsoe
Basaroedin.
Pada makalah yang sangat menarik, dia menguraikan kepribadian muslim dan tolok
ukur perkembangannya dalam perspektif tasawuf islam. Di bagian awal makalah itu, dia
mengutip kata-kata Sophocles dalam Antigone, “di dunia ini banyak sekali keajaiban, tetapi
tidak ada yang lebih ajaib ketimbang manusia.”
Kemudian dia bertanya, apakah kepribadian itu?
Pertanyaan ini memang sederhana. Tidak lebih dari pertanyaan-pertanyaan yang
pernah ditanyakan oleh beberapa ahli pada bab-bab sebelumnya. Tetapi, di dalam pikiran
Basaroedin, dia menelusuri jawabannya melalui literatur-literatur Islam, baik yang ber -
sandarkan langsung dari Al-Qur'an, Al-Hadist, pemikiran para sufi terdahulu, sampai pada
buku-buku modern Islam yang terbit belakangan. Dari penelusurannya, dia mencoba me-
netapkan ‘seperti apa’ kepribadian muslim itu, dan bagaimana tolok ukur perkembangannya.
Menurut dia, setidaknya ada dua sebab utama yang melahirkan gagasan menyusun
tolok ukur perkembangan kepribadian muslim. Pertama, dia terilhami oleh beberapa rang-
kaian ayat-ayat Al-Qur'an yang menyiratkan adanya proses tumbuh-kembang seorang
manusia.
Kedua, ketidakpuasan Basaroedin terhadap kenyataan proses elitisme asesmen
perkembangan spiritual seseorang yang maujud dalam relasi mursyid-murid di dalam orde-
orde tarekat. Jelas sekali, adanya fakta bahwa mayoritas umat Islam tidak menjadi pengikut
sesuatu tarekat. Lalu betapa dan bagaimana mereka bisa mengukur proses tumbuh-kembang
yang niscaya mereka jalani?
Mengenai sebab yang pertama, sekurang-kurangnya ada 4 (empat) rangkaian ayat-
ayat Al-Qur'an yang mengilhami Basaroedin.
(a) Al-Qur'an menggunakan berbagai istilah yang menunjukkan makna ‘jalan’ dengan
berbagai perbedaan nuansa, baik etimologis maupun terminologis. Misalnya saja,

 1 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

istilah shirath, syari’ah, thariqah, sabil, atau suluk. Semuanya menyiratkan sebuah
dinamika, yang selalu bergerak, mengalir, tumbuh dan berkembang. 1
(b) Al-Qur'an juga mengisyaratkan mengenai adanya ‘awal’ dan ‘akhir’ perjalanan.
Tentang ‘asal-muasal’ dan ‘tujuan’ hidup. Hal demikian dapat ditelusuri berawal;
dari perjanjian primordial ketuhanan, dan berakhir dengan perjumpaan dengan Allah
SWT di taman syurga.2
(c) Al-Qur'an mengajarkan proses perbaikan diri secara terus-menerus, berupa kepastian
bahwa yang akhir itu harus selalu lebih baik ketimbang yang awal. 3
(d) Al-Qur'an memerintahkan kaum beriman agar membuat perencanaan hidup atau
membuat visi ke depan.4

Itu semua mengilhami Basaroedin untuk melakukan pencarian semacam tolok ukur
dalam bentuk metoda pengukuran yang kuantitatif dan eksak. Dari obsesi inilah berawal dan
bergulir Teori Tolok Ukur Perkembangan Kepribadian Muslim, sebagaimana akan diuraikan
kemudian.

2. Kepribadian Manusia dalam Pandangan Al-Qur’an

Menjawab pertanyaan ‘Apakah kepribadian itu?’ ternyata tak ada kesepakatan di antara
sesama psikolog. Istilah ‘kepribadian’ menurut Basaroedin merupakan sesuatu yang mudah
dirasakan, tetapi sulit untuk didefinisikan. Bahkan, bisa dikatakan, jumlah definisi
kepribadian adalah sebanyak pakar dan teoritikus yang mencoba menafsirkannya.
Gordon W. Allport5, salah seorang teoritikus kepribadian terkemuka, dalam buku
Personality A Psychological Interpretation, setelah mengumpulkan dan menganalisis 50
definisi beserta kategori-kategorinya, mencoba menggabungkan unsur-unsur terbaik dari

1
Lihat sebaran pemakaian istilah-istilah tersebut di dalam Kitab Al-Qur’an, melalui kitab-kitab al-Mu’jam atau
Konkordansi Qur’an.
2
Mengenai ‘awal’ perjalanan, lihat Al-Qur’an Surat 7 Al-A’raf ayat 172-173: Dan (ingatlah) ketika Tuhan-mu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan)”. Atau agar kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya
orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang
(datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat
dahulu?”.
Mengenai ‘akhir’ perjalanan, lihat Al-Qur’an Surat 89 Al-Fajr ayat 27-30: Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhan-
mu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah Hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke
dalam Surga-Ku.
3
Lihat Al-Qur’an Surat 93 Adh-Dhuha ayat 4: Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu dari permulaan.
4
Lihat Al-Qur’an Surat 59 Al-Hasyr ayat 18: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, se -
sungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
5
Riwayat hidup dan teorinya dapat dibaca pada buku ini, di dalam bab 4.

 2 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

beberapa definisi dan menghindari kekurangan-kekurangan yang fatal. Akhirnya, Allport


sampai pada definisinya sendiri: “Personality is the dynamic organization within the indi-
vidual of those psychophysical system that determine his unique adjusment to his envi-
ronment”.
Bertolak dari rumusan Allport tersebut, seraya menyepakatinya sebagai definisi
kerja, Basaroedin menyigi berbagai istilah-istilah khas dari khazanah keislaman, sebagai
padanan istilah kepribadian/personality. Ada sembilan istilah yang dia nominasikan, yaitu: 1)
fithrah, 2) nafs, 3) qalb, 4) ruh, 5) ‘aql (akal), 6) basyar, 7) insan, 8) fuad, dan 9) nas.
Quraish Shihab, pakar tafsir kontemporer Indonesia, menguraikan 7 dari sembilan
istilah tersebut melalui metoda tafsir tematik. Awalnya, pada kesempatan Simposium
Nasional Psikologi Islami I tahun 1994 di Universitas Muhammadyah Surakarta, beliau
menulis makalah berjudul “Manusia dalam Pandangan Al-Qur’an”. Dalam simposium
bertajuk “Konsep Psikologi yang Berwawasan Islam sebagai Pendekatan Alternatif atas
Psikologi Modern” itu, beliau menguraikan tafsiran atas istilah-istilah fitrah, nafs, qalb, ruh,
dan ‘aql.
Selanjutnya, makalah tersebut beliau masukkan ke dalam buku “Wawasan Al-
Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, yang terbit pada tahun 1996. Pada
bagian ketiga buku ini, dalam pasal berjudul “Manusia”, beliau menambahkan uraian tentang
basyar dan insan.
Pada buku ini, Basaroedin merujuk uraian tafsir 7 istilah tersebut kepada Quraish
Shihab, pakar tafsir yang dinilainya otoritatif dalam bidangnya. Selain itu, dia juga merujuk
disertasi tulisan Baharudin yang berjudul “Paradigma Psikologi Islami, Studi tentang Elemen
Psikologi dari Al-Qur’an”.
Berikut ini secara berurutan dikemukakan tafsiran sembilan istilah-istilah tersebut
satu persatu.

1) Fitrah
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari kata fathir6 yang berarti belahan; dari makna
ini lahir makna-makna baru, antara lain muncul, kejadian, dan penciptaan.
Dalam Al-Qur’an, kata ini dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali,
empat belas diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam
konteks pembicaraan tentang manusia, baik pengakuannya sebagai makhluk ciptaan Allah

6
Konon, sahabat Nabi bernama Ibnu Abbas, tidak tahu persis apa arti kata fathir (dari akar kata yang sama dengan kata
fitrah) sampai ia mendengar pertengkaran antara dua orang menyangkut kepemilikan sebuah sumur. Salah seorang
berkata Ana fathar tu. Saat itu Ibnu Abbas memahami bahwa si pengucap mengaku dialah yang menggalinya
(menjadikannya) pertama kali. Sejak itu pula Ibnu Abbas mengetahui bahwa fathir digunakan untuk makna
kejadian/penciptaan sejak semula.

 3 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

maupun berkaitan dengan uraian tentang fitrah keagamaan yang dimilikinya (lihat QS Ar-
Rum 30:30) “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar) Fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia atasnya (fitrah itu). Tidak ada perubahan pada
Fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Ayat
ini menerangkan bahwa manusia sejak asal kejadiannya telah diciptakan Allah membawa
potensi keberagamaan yang benar, yang diartikan oleh ulama sebagai potensi tauhid. Kata
‘tidak ada’ dalam ayat itu (yang berarti tidak, bukan jangan) maka hal ini berarti bahwa
fitrah keagamaan tersebut telah ada sejak awal kejadian manusia dan ia tidak dapat dielakkan
olehnya, walaupun boleh jadi diabaikan atau tidak diakuinya.
Walaupun kata fitrah hanya ditemukan sekali di dalam Al-Qur’an dan dalam konteks
keberagamaan, namun ini bukan berarti bahwa fitrah manusia hanya apa yang disebut itu.
Masih ada kata-kata dalam ayat-ayat lain yang maknanya mengacu kepada fitrah (misalnya
QS Al-Imron 3:14), “Telah dihiaskan kepada manusia kecenderungan hati kepada perem-
puan (dan lelaki), anak lelaki (dan perempuan), serta harta yang banyak, berupa emas,
perak, kuda peliharaan, binatang ternak, sawah dan ladang, ...”.
Merujuk kepada makna fitrah dari segi bahasa dan merujuk kepada sejumlah ayat-ayat
Al-Qur'an, dapat disimpulkan bahwa fitrah adalah: ”Unsur, sistem, dan tata kerja yang di-
ciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya.”
Dengan demikian, fitrah manusia adalah ‘apa yang menjadi kejadiannya/bawaannya
sejak lahir’. Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiahnya; manusia meng-
ambil kesimpulan berdasar premis-premis tertentu adalah fitrah akliahnya; manusia senang
kepada lawan jenis, kepada anak, kepada harta, adalah fitrah sebagai makhluk ciptaan Allah.

2) Nafs
Kata nafs dalam Al-Qur'an mempunyai aneka makna. Sekali diartikan sebagai totalitas
manusia, seperti antara lain maksud QS Al-Maidah 5:32, tetapi di lain kali ia merujuk kepada
‘apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkahlaku’ seperti maksud ayat
”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan satu masyarakat sehingga mereka meng-
ubah apa yang terdapat dalam diri mereka.”
Kata nafs digunakan juga untuk menunjuk kepada ‘diri Tuhan’ (kalau istilah ini dapat
diterima), seperti dalam QS Al-An’am 6:12 ”Allah mewajibkan atas diri-Nya menganuge-
rahkan rahmat.”
Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan tentang manu-
sia, menuju kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Dalam pandangan
Al-Qur'an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia

 4 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

inilah yang oleh Al-Qur'an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar. Perhatikan QS Asy-
Syams 91:7-8 “Demi nafs penyempurnaan ciptaannya, Allah mengilhamkan kepadanya
kefasikan dan ketaqwaan.” Mengilhamkan berarti: memberinya potensi agar manusia me-
lalui nafs dapat menangkap makna buruk dan baik, serta dapat mendorongnya untuk
melakukan kebaikan dan keburukan.
Di sini antara lain terlihat perbedaan pengertian kata ini –menurut Al-Qur'an dengan
terminologi kaum Sufi– yang oleh Alqusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa nafs dalam
pengertian kaum Sufi adalah ‘sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk’. 7
Walaupun Al-Qur'an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, namun
diperoleh pula isyarat bahwa hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi
negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Karena itu
manusia dituntut agar memelihara kesucian nafs dan tidak mengotorinya, sebab dalam ayat
selanjutnya QS Asy-Syams 91:9-10 dinyatakan “Sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan nafs itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Bahwa potensi positif lebih besar dari potensi negatif dipahami oleh kebanyakan
pakar, bukan saja dari adanya fitrah keberagamaan seperti dikemukakan di atas, tetapi juga
dari beberapa ayat Al-Qur'an, antara lain dalam Al-Baqarah 2:266, “Nafs memperoleh
ganjaran dari apa yang diusahakannya dan memperoleh siksa dari apa yang diusahakannya
(juga).”
Di dalam ayat itu, kata kasabat menunjuk kepada usaha baik sehingga memperoleh
ganjaran, yang menurut Quraish Shihab adalah patron yang digunakan bahasa Arab untuk
menggambarkan pekerjaan yang dilakukan dengan mudah; sedang iktasabat adalah patron
yang digunakan menunjuk kepada hal-hal yang sulit lagi berat. Hal ini –menurut Muhammad
Abduh– mengisyaratkan bahwa nafs pada hakekatnya lebih mudah melakukan hal-hal yang
baik, daripada kejahatan, dan pada gilirannya mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya
diciptakan oleh Allah untuk melakukan kebaikan.
Di ayat lain ditemukan pula isyarat bahwa nafs merupakan wadah. Surah Ar-Ra’d
13:11 yang menyatakan ”Allah tidak mengubah suatu kaum sampai mereka mengubah apa
yang terdapat dalam nafs mereka” mengisyaratkan hal tersebut. Apa yang terdapat dalam
nafs dalam konteks ayat ini adalah ‘idea dan kemauan yang keras’. Ini berarti bahwa nafs
menampung kedua hal tersebut, dan perubahan kedua hal ini merupakan syarat mutlak bagi
terjadinya perubahan dalam dunia nyata. Idea dan kemauan satu kelompok masyarakat –

7
Pengertian kaum Sufi ini sama dengan penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan arti
kata nafsu, sebagai ‘dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik’.

 5 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

bukan perorangan– dapat mengubah masyarakat. Idea saja atau kemauan saja, tidak cukup
untuk menciptakan perubahan.
Tetapi, masih menurut Shihab, bukan hanya ‘idea dan kemauan’ yang ditampung oleh
wadah nafs, ... karena di dalamnya juga terdapat apa yang kita namai nurani. Inilah yang
mengantar manusia menyesali perbuatannya, merasa berdosa atas kesalahan-kesalahannya
(walaupun ia sendiri boleh jadi secara lahiriah menutup-nutupi kesalahan itu dengan
berbagai dalih). Isyarat tentang adanya nurani dalam nafs manusia dikemukakan Al-Qur’an
dalam surah Al-Qiyamah 75:14-15, “Bahkan manusia akan menjadi saksi yang memberat-
kan dirinya sendiri walaupun ia (lisannya) mengemukakan dalih-dalihnya.”
Lebih jauh Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa yang terdapat dalam wadah nafs bukan
hanya idea/pengetahuan yang disadari manusia serta kehendak dan nuraninya, tetapi nafs
juga menampung pengetahuan yang dipendam/terpendam (yang tidak lagi disadari) oleh
pemiliknya, karena telah berada dibawah sadarnya. Dalam QS Thaha 20:7 dinyatakan
“Kalau engkau mengeraskan ucapanmu maka (sesungguhnya Allah mengetahui karena Dia
pun) mengetahui yang rahasia dan yang lebih tersembunyi.”
Yang lebih tersembunyi dari rahasia adalah ‘apa yang terlintas dalam benak/nafs yang
oleh diri yang bersangkutan sendiri tidak lagi diketahuinya’. Demikian dikemukakan oleh
pakar Tafsir abad ke-6 Hijriah bernama At-Thabary dalam kitab tafsirnya Majma’ Albayan.
Sebelumnya khalifah Ali bin Abi Thalib pernah berkata, bahwa tidak seorang pun menyem-
bunyikan sesuatu kecuali nampak pada ucapannya atau air mukanya.
Apa yang terdapat dalam nafs dapat juga muncul dalam mimpi, yang oleh Al-Qur'an
pada garis besarnya dibagi dalam dua bagian pokok. Pertama, dinamainya ru’yaa, kedua di-
namainya adhghaatsu ahlaam. Yang pertama, dipahami dengan gambaran/simbol dari peris-
tiwa-peristiwa yang telah, sedang, atau akan dialami, dan yang belum/tidak terlintas dalam
benak yang memimpikannya. Sedangkan yang kedua, lahir dari keresahan dan atau perhatian
manusia terhadap sesuatu, serta hal-hal yang telah berada dibawah sadarnya.

3) Qalb
Menurut penjelasan Quraish Shihab, kata qalb terambil dari akar kata yang bermakna
‘membalik’, karena ia seringkali berbolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali setuju dan
sekali menolak, qalb amat berpotensi untuk tidak konsisten. Al-Qur'an pun menggambarkan
demikian, bahwa qalb ada yang baik, ada pula sebaliknya.
Untuk memperjelas contoh, berikut ini dikutipkan empat ayat yang di dalamnya
terkandung kata qalb.
(a) QS Al-Hujurat 49:7 “Dia (Allah) menciptakan keimanan dan menghiasinya di qalbu
kamu.”

 6 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

(b) QS Qaf 50:37 “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat peringatan bagi orang
yang memiliki qalb atau menggunakan pendengaran sedang ia memperhatikan saksi.”
(c) QS Al-Hadid 57:27 “Kami jadikan di dalam qalbu orang yang mengikutinya (Isa as.)
kasih sayang dan rahmat.”
(d) QS Al-Imran 3:151 “Kami akan letakkan ke dalam qalbu orang-orang kafir rasa takut.”

Dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa qalbu adalah wadah dari pengajaran, kasih-
sayang, takut, atau keimanan. Dari isi qalbu yang dijelaskan oleh ayat-ayat tadi (demikian
juga pada ayat-ayat lain) dapat ditarik kesimpulan bahwa qalbu menampung hal-hal yang
diketahui/disadari oleh pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara ‘qalbu’ dan
‘nafs’. Bukankah seperti yang dinyatakan sebelumnya bahwa nafs juga menampung apa
yang dibawah sadar dan/atau sesuatu yang tidak diingat lagi?
Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk dipertanggungjawabkan ha-
nya isi qalbu, bukan isi nafs. Seperti dalam QS Al-Baqarah 2:225 “Allah menuntut tang-
gungjawab kamu menyangkut apa yang dilakukan oleh qalbu kamu.” Dalam keadaannya
sebagai kotak/wadah, maka tentu saja ia dapat diisi dan atau diambil isinya, seperti yang di-
gambarkan QS Al-Hijr 15:47 “Kami cabut apa yang terdapat dalam qalbu mereka rasa iri,
sehingga mereka semua merasa bersaudara.” Sebaliknya, dari qalbu juga bisa diisi keiman-
an atau dicabut keimanannya. Sebagai contoh, “... belum lagi masuk keimanan ke dalam
qalbu mereka” (QS Al-Hujurat 49:14), bahkan Al-Qur’an menggambarkan ada qalbu yang
ditutup atau disegel, “khatama Allah ‘alaa qulubihim” (QS Al-Baqarah 2:7). Sehingga wajar
jika Al-Qur'an menyatakan bahwa ada kunci-kunci penutup qalbu (QS Muhammad 47:7).
Di samping itu, wadah qalbu dapat diperbesar atau diperkecil/dipersempit. Ia di-
perlebar dengan amal-amal kebajikan, seperti “Mereka itulah yang diperluas qalbunya untuk
menampung taqwa” (QS Al-Hujuraat 49:3), “Bukankah Kami telah memperluas dadamu?”
(QS Al-Syareh 94:1), “Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, Dia menjadikan dada
(qalbu)nya sempit lagi sesat” (QS Al-An’am 6:125). Kata dada dalam ayat ini adalah tempat
qalbu, sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Hajj 22:46 “Sesungguhnya bukan mata yang
buta, tetapi qalbu yang berada di dalam dada.”
Dalam beberapa ayat, qalbu yang merupakan wadah itu juga dipahami dalam arti
‘alat’ seperti dalam QS Al-A’raf 7:179 “Mereka mempunyai qalbu tetapi tidak digunakan
untuk memahami”.

4) Ruh
Musthafa Mahmud di dalam buku Al-Qur’an Ka-inun Hayyun menyimpulkan bahwa
kita sering mencampur-aduk istilah nafs dan ruh. Kadang-kadang kita menyatakan: “Si

 7 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Fulan ruhnya naik, atau ruhnya disiksa, atau was-was, atau gelisah, atau susah.” Semua
ibarat itu tidak benar. Semua itu adalah hal-ihwal nafs, bukan ruh.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa ruh selalu dinisbahkan kepada Allah. Ruh
selalu tinggi, mulia, bersih, terhormat. Tidak pernah disebutkan bahwa ruh tersiksa, atau
mengikuti hawa, atau dibersihkan, atau ternoda. Dan tidak pernah disebutkan bahwa ada ruh
keluar dari badan jasmani, atau merasakan kematian.
Yang merasakan kematian adalah nafs, bukan ruh. Allah SWT menyatakan, “Tiap nafs
merasakan kematian” (QS Ali Imran 3:18). Yang keluar dari badan saat sakaratul maut juga
nafs, dan bukan ruh. Allah SWT menyatakan, “Keluarkanlah nafs-nafs kalian, pada hari ini
kalian akan dibalas dengan azab yang pedih” (QS Al-An’am 6:93).
Allah SWT telah menjelaskan sebagian dari fungsi tiupan ruh-Nya, di antaranya:
“Lalu Dia (Allah) menjadikan keturunannya (keturunan manusia) dari air mani yang hina.
Kemudian Dia (Allah) menyempurnakan dan meniupkan kepadanya sebagian dari ruh-Nya,
dan Dia menjadikan bagi kalian pendengaran, penglihatan, dan hati nurani” (QS As-Sajadah
32:8-9).
Namun, bila ditanya tentang hakikat ruh, Basaroedin –sebagaimana Quraisy Shihab–
merasa lebih tenang dan lebih mantap menjawab dengan firman Allah SWT, “Mereka
bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah bahwa ruh itu adalah sebagian dari urusan
Tuhanku, dan kalian tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit” (QS Al-Isra’ 17:85).

5) ‘Aql (Akal)
Kata ‘aql (akal) tidak ditemukan dalam Al-Qur'an, yang ada hanya bentuk kata kerja
masa kini dan lampau. Kata tersebut dari segi bahasa pada mulanya berarti ‘tali pengikat,
penghalang’. Al-Qur'an menggunakannya bagi sesuatu yang mengikat/menghalangi sese-
orang terjerumus dalam kesalahan/dosa. Apakah sesuatu itu? Al-Qur'an tidak menjelas-
kannya secara eksplisit, namun dari konteks ayat-ayat yang menggunakan akar kata ‘aql
dapat dipahami bahwa ia antara lain adalah:

(a) Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, seperti firman-Nya dalam
QS Al-‘Ankabut 29:43 “Demikian itulah perumpamaan-perumpamaan Kami beri-
kan kepada manusia tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang alim
(berpengetahuan).”
Daya manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratkan dalam Al-
Qur'an, antara lain pada ayat-ayat yang menerangkan tentang kejadian langit dan
bumi, silih berganti malam dan siang, dan lain-lain. Ada yang dinyatakan sebagai
bukti-bukti keesaan Allah SWT bagi orang-orang yang berakal (Al-Baqarah 2:164),

 8 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

dan ada juga Li ulil Al-baab yang juga dengan makna sama, tetapi mengandung
pengertian lebih tajam dari sekedar memiliki pengetahuan/daya paham.
Keanekaragaman akal dalam konteks menarik makna dan menyimpulkannya
terlihat juga dari penggunaan istilah-istilah semacam nazhar, tafakur, tadabbur, dan
sebagainya; yang kesemuanya mengandung makna atau mengantar kepada pema-
haman dan kemampuan mengerti.

(b) Dorongan moral, seperti dalam QS Al-An’am 6:151 “...dan janganlah dekati
perbuatan-perbuatan keji –yang nampak atau tersembunyi– jangan juga membunuh
jiwa yang diharamkan Allah dengan sebab yang benar, demikian itu diwasiatkan
Tuhan kepadamu, semoga kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya.”

(c) Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta ‘hikmah’. Untuk
maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua daya di
atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis dan menyim-
pulkan, serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan dalam ‘berpikir’.
Seseorang yang memiliki dorongan moral boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang
kuat. Seorang yang memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar
yang kuat. Tetapi, seorang yang memiliki rusyd maka dia telah menggabungkan
keistimewaan keduanya.

Jadi, ‘aql (akal) digunakan Al-Qur'an untuk ketiga makna itu, sehingga kita dapat
berkata bahwa daya pikir semata, atau daya rasa pun, belum lagi mencerminkan makna se-
benarnya dari akal; tetapi ia adalah dorongan moral untuk melakukan kebaikan dan meng-
hindar dari kesalahan, karena adanya akal adalah untuk berpikir dan memahami persoalan.
Dari sini dapat mengerti mengapa penghuni neraka di hari kemudian berkata ”Sekiranya
kami mendengar dan berakal maka pasti kami tidak termasuk penghuni neraka” (QS Al-
Mulk 67:10).

6) Basyar
Kata basyar terambil dari akar kata yang maknanya penampakan sesuatu yang jelas
dan biasanya baik serta indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti
kulit. Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas, indah, dan berbeda dengan kulit
binatang.
Al-Qur’an menggunakan kata al-basyar untuk menjelaskan manusia sebanyak 36
kali dalam bentuk tunggal, dan hanya sekali dalam bentuk dual (mutsanna). Ada 25 ayat di
antaranya menerangkan tentang Kemanusiaan Rasul dan Nabi, termasuk 11 ayat yang

 9 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

menerangkan secara tegas bahwa seorang Nabi itu adalah al-basyar, yaitu manusia pada
umumnya yang secara biologis mempunyai kesamaan ciri-ciri tertentu, misalnya saja makan,
minum, serta berjalan-jalan di pasar.
Dapat disimpulkan, bahwa Al-Qur’an menggunakan kata al-basyar untuk meng-
gambarkan manusia dari sisi fisik biologis, yang secara umum menunjukkan kodrat alamiah
tubuh manusia, seperti makan, minum, berhubungan seks, tumbuh, berkembang, dan
akhirnya mati.

7) Insan
Kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis, dan tampak.
Istilah al-ins dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 18 kali di dalam 17 ayat. Semuanya
dihubungkan dan dideretkan dengan al-jinn, yang bermakna buas.
Al-ins dan al-jinn, manusia dan jin, adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT agar
mengabdi kepada-Nya. Keduanya memiliki potensi untuk taat beribadah kepada Allah,
sehingga berakhir bahagia sebagai penghuni taman surga. Pada saat yang sama, kedua-dua-
nya juga memiliki potensi untuk membangkang dan bermaksiat, sehingga berakhir sengsara
sebagai penghuni api neraka.
Kata al-insan muncul dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, di dalam 63 ayat. Ada 14
ayat di antaranya membicarakan tentang proses penciptaan manusia, termasuk ayat-ayat Al-
Qur’an yang pertama kali turun, yaitu 6 ayat pertama surat Al-Alaq. Jika diteliti, ternyata
kebanyakan ayat-ayat yang membahas tentang proses penciptaan manusia, selalu diakhiri
dan ditutup dengan kalimat isyarat bahwa Allah mampu menghidupkan manusia sebagai-
mana mudah bagi-Nya menciptakan manusia.
Al-Qur’an mengulang-ulang pernyataan bahwa manusia diciptakan Allah SWT dari
unsur-unsur tanah, air mani yang hina, sebagai isyarat agar manusia jangan ingkar, lalai,
durhaka, dan sombong. Sekurang-kurangnya 8 ayat menjelaskan tentang watak manusia
yang mudah ingkar serta melupakan Allah jika dia sukses, sementara jika mendapat ujian
dan malapetaka, dia meratap memohon pertolongan Allah.
Selain mengungkapkan watak dan karakter manusia, ayat-ayat al-insan juga menon-
jolkan keistimewaan manusia sebagai makhluk yang unik, yang mampu mencari, merumus-
kan, memiliki, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

8) Fu-ad (hati nurani)


Kata fu-ad sering dianggap sebagai pedoman qalb. Kadang-kadang juga dipadankan
dengan ‘aql (akal). Di dalam Al-Qur’an, kata fu-ad (yang bentuk jamaknya adalah af-idah)
terulang sebanyak 15 kali. Maknanya nyaris serupa dengan qalb, ia adalah karunia Allah

 10 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

kepada manusia untuk menangkap dan mempersepsi informasi, baik yang abstrak maupun
yang konkrit; yang terjadi di masa lampau, kini, maupun esok. Namun, apabila qalb adalah
semacam wadah sekaligus pusat kesadaran, yang menampung semua persepsi yang disadari
manusia, maka fu-ad adalah semacam mata air kesadaran yang bersih, hati nurani manusia
yang terdalam. Allah SWT berfirman: “Hati nurani (fu-ad) tidak akan mendustakan segala
sesuatu yang telah dilihatnya” (QS An-Najm 53:11).

9) Nas
Menurut Aisyah Abdurrahman Bint Asy-Syati, kata an-Nas di dalam Al-Qur’an
bermakna umat manusia sebagai spesies (nama jenis) untuk seluruh keturunan Adam.
Dengan kata lain, kata an-nas menunjukkan manusia sebagai salah satu spesies (dari
bermacam-macam spesies makhluk ciptaan Allah) di alam semesta ini.
Kata an-nas diulang di dalam Al-Qur’an sebanyak 243 kali, tersebar di 230 ayat. Di
dalam keseluruhan ayat-ayat tersebut, tampak jelas muatan-muatan nilai universal, yang
mencerminkan kemanusiaan seutuhnya, yang menonjolkan fungsi dan posisi manusia se-
bagai makhluk sosial, yang bermasyarakat, bersuku-suku, berbangsa, dan bernegara.

3. Nafs, Pribadi Manusia Seutuhnya

Dari seluruh bahasan ihwal 9 (sembilan) istilah yang telah diuraikan di atas,
Basaroedin sampai kepada kesimpulan bahwa istilah keislaman yang mewadahi makna
kepribadian/personality adalah istilah nafs.
Menurut dia, pemilihan istilah nafs dalam makna pribadi manusia seutuhnya,
betapapun, masih memerlukan klarifikasi tersendiri, baik untuk sebagian besar karya-karya
sufistik maupun terlebih-lebih bagi karya tulis berbahasa Indonesia.
Dalam sebagian besar karya-karya khazanah sufistik, nafs cenderung dimaknai
negatif, sebagai sesuatu yang tercela, melahirkan perilaku buruk, ataupun himpunan
kekuatan marah (ghadab) dan syahwat seksual. Kalau kita rujukkan kepada Al-Qur'an, yang
demikian itu hawa, yang memang sering kita indonesiakan menjadi ‘hawa nafsu’. Nafs
sendiri, baik yang tersurat di dalam Al-Qur'an maupun dalam kenyataan sehari-hari di dunia
nyata, ada yang positif dan ada yang negatif.
Dengan demikian, kita mudah memahami suatu istilah yang baku di dalam batang
tubuh ajaran Islam yaitu tazkiyatun-nafs. Sebagaimana termaktub di dalam surat Asy Samsu
91:7-10, Allah SWT telah mengilhamkan kedurhakaan dan ketaqwaan kepada setiap nafs.
Tentu saja, setiap orang yang mendambakan kebahagiaan duniawi-ukhrawi, akan berusaha
keras untuk membersihkan serta menyucikan nafs-nya masing-masing.

 11 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

4. Jenis-jenis Nafs, Tingkatan serta Perkembangannya

Al-Qur’an secara tersurat menyebutkan ada 3 (tiga) jenis nafs, yaitu masing-masing:
an-nafsu laammaratun bis-su (pribadi yang banyak menyuruh diri kepada keburukan dan
kejahatan) di dalam surat Yusuf 12:53; an-nafsul-lawwamah (pribadi yang suka mencela dan
menyesali diri atas keburukan yang dilakukannya) di dalam surat Al-Qiyamah 75:2; dan an-
nafsul-muthmainnah (pribadi yang tenang, terkendali di dalam keshalihan) di dalam surat Al-
Fajr 89:27.
Secara harfiah, masing-masing pribadi memiliki kecenderungan. An-nafsu-laamma-
ratun bis-su adalah pribadi yang selalu menyuruh kepada kejahatan, an-nafsul-lawwamah
adalah pribadi yang menyesali diri, sedangkan an-nafsul-muthmainnah adalah pribadi yang
tenang. Jelas sekali, yang pertama dan kedua tergolong negatif, sedangkan yang ketiga
termasuk positif.
Selain eksistensi 3 (tiga) jenis nafs tersebut, di dalam tradisi tasawuf Islam, para sufi
menyimpulkan keberadaan beberapa jenis nafs lain. Umumnya, disimpulkan bahwa secara
tersirat Al-Qur'an juga menyebutkan adanya 4 (empat) jenis nafs lagi, sehingga total menjadi
7 (tujuh) nafs. Ketujuh nafs tersebut secara berurutan membentuk deret, yang menunjukkan
tingkatan perkembangan nafs, berturut-turut dari yang terendah sampai yang tertinggi,
sebagai berikut:
a. an-nafsu laammaratun bis-su, pribadi yang selalu menyuruh kepada
kejahatan.8
b. an-nafsul-lawwamah, pribadi yang menyesali diri.9
c. an-nafsul-mulhamah, pribadi yang mampu menyerap dan
mengaktualisasikan ilham. 10

d. An-nafsul-muthmainnah, pribadi yang tenang.11


e. An-nafsur-radhiah, pribadi yang sudah ridha/rela terhadap ketentuan Allah. 12
f. An-nafsul-mardhiyah, pribadi yang sudah diridhai Allah.13

8
Tersirat dari Surat 12 Yusuf ayat 53: (Zulaikha berkata), “aku tidak membersihkan diriku (dengan mengatakan aku tidak
bersalah), karena (memang) nafsu itu mendorong berbuat jahat (kesalahan), kecuali orang yang diberi rahmat Tuhanku.
9
Tersirat dari Surat 75 Al-Qiyamah ayat 2: dan Aku bersumpah dengan jiwa yang tidak merasa puas.
10
Tersirat dari Surat 91 Asy-Syamsu ayat 7-8: Dan demi jiwa dan Yang menyempurnakan ciptaannya. Maka Dia
mengilhamkan (menunjukkan kepada) jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya.
11
Tersirat dari Surat 89 Al-Fajr ayat 27: Hai jiwa yang tenang tenteram!
12
Tersirat dari Surat 89 Al-Fajr ayat 28: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan senang (radiah) dan tenang (diridai-Nya)
13
Tersirat dari Surat 89 Al-Fajr ayat 28: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan senang (radiah) dan tenang (diridai-Nya)

 12 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

g. An-nafsul-kamilah, pribadi yang sempurna, yang digambarkan secara


kongkrit oleh para sufi sebagai pribadi Rasulullah saw. 14

Untuk mempertajam pemahaman terhadap tujuh tingkatan perkembangan nafs ini,


Basaroedin mengutip uraian Hasan Basri Cantay di dalam antologi suntingan Kenneth W.
Morgan15, sebagai berikut:
Menurut paham orang Sufi, terdapat tujuh tingkat yang harus dilalui oleh orang-orang yang
hendak mencapai kerelaan Allah.

Pada tingkat pertama, dia dikuasai oleh sifat alamiahnya, oleh nafsu kehewanannya. Pada
tingkat ini nafsu adalah nafsu yang cenderung untuk berbuat kejahatan. Dalam Al-Qur’an,
tingkat pertama ini ditunjukkan dalam surah Yusuf 12:53 “Sesungguhnyalah nafsu menyuruh
dengan sangat untuk berbuat kejahatan.” Kejahatan-kejahatan tingkat ini kadang-kadang
dipertelakan sebagai kesombongan, loba, nafsu, dengki, amarah, kebakhilan, dan kebencian.
Pada tingkat pertama ini nafsu ingin kepuasan-kepuasan jasmani, kesenangan hewani, yang
menarik hati pada kehinaan. Tingkat pertama ini sarangnya dosa, sumber kebiasaan-kebiasaan
jelek. Setiap tarekat berusaha membangkitkan pengikut-pengikutnya untuk berjuang melawan
tingkat pertama nafsu ini dan untuk menghapus bekas-bekas tingkatan hidup seperti ini.

Pada tingkat kedua, nafsu itu mulai melek dari Kebutaan dan Kebenaran, dari kejahilannya
akan maksud-maksud gaib Tuhan, dan dari ketenggelamannya dalam lembah hawa nafsu dan
ketakutan. Inilah tingkat diri menyesali diri, sebab bila seorang berbuat suatu kejahatan karena
pengaruh nafsu rendahnya, dirinya terus menyalahkannya sendiri dan menyesali perbuatannya
itu. Dalam surah Al-Qiyamah 75:2, Tuhan bersumpah akan pentingnya menyalahkan jiwa itu.
Dalam surah Ibrahim 14:22 Al-Qur’an berkata “Celalah dirimu”. Pada tingkat kesadaran dan
mencela diri sendiri ini, diri itu terpisah dari kejelekan dan sifat-sifat rendahnya, dan setelah
tersentak bangun itu ia mengambil jalan ketaatan dan kesalehan. Jika diri itu tidak berusaha
terus untuk maju, ia kembali lagi kepada tingkat pertama, dan memperbaikinya lagi luar biasa
sulitnya.

Tingkat ketiga ialah langkah pertama kepada kesucian, tingkat dimana Allah membukakan
hijab bagi manusia untuk mengetahui kebenaran dengan dapat ilham, sebagaimana yang
ditunjukkan dalam surah Asy-Syamsu 91:7-8 “Dan satu diri dan Dia yang menyempurnakan-
nya. Dan mengilhaminya (dengan kesadaran) akan apa yang salah dan apa yang benar”.
Inspirasi atau ilham ialah sesuatu yang dibisikkan ke dalam hati oleh berkat dari Tuhan;
dapatlah ia dianggap sebagai ilmu yang mengajak orang berbuat sesuatu, walaupun sesuatu itu
tidak didapat melalui akal atau bukti. Pada tingkat ketiga ini diri meninggalkan berbuat dosa,
tapi tak dapat melupakannya, tak ubahnya dengan orang yang dulunya perokok, kemudian
menghentikan merokok, tapi masih ada keinginannya untuk merokok itu.

Pada tingkat keempat, diri yang mencapai tingkatan ini meninggalkan di belakangnya semua
keinginan materi dan melupakannya sama sekali. Dia bebas dari segala keinginan, bahkan
keinginan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi, yang baginya hijab sudah terbuka
sekarang, dan dia hanya menuntut kerelaan dan berkat Allah. Diri pada tingkat ini ialah pribadi
yang sudah terkendali dan amat saleh, yang tidak pernah meronta-ronta atau mengeluh. Melalui
ilham yang telah diberikan oleh Allah dengan kemurahan, diri itu sudah disesuaikan,
diselaraskan dengan iradat Allah dan mencapai ketenteraman dan keyakinan akan agama.
Dalam surah Ar-Ra’d 13:27-28 Al-Qur’an berkata “Allah menunjuki ke jalan yang lurus
orang-orang yang menghadapkan hatinya kepada Allah. Inilah orang-orang yang beriman.

14
Tersurat dan tersirat dari Surat 33 Al-Ahzab ayat 21: Sesungguhnya pada Rasulullah itu ada suri tauladan yang baik
bagi orang yang mengharapkan (keridaan) Allah, hari akhirat, dan ia banyak mengingat Allah. Juga dari Surat 68 Al-
Qalam ayat 4: Dan sesungguhnya engkau berbudi pekerti yang luhur.
15
Lihat K.W. Morgan, “Islam Jalan Lurus” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980), hal. 308-310.

 13 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Maka dengan dzikirlah hati dapat ketenangan dan kedamaian. Ketahuilah, bahwa hanya
dengan dzikir kepada Allah hati akan dapat lega dan tentram”. Pada tingkat ini diri dibebaskan
dari sifat-sifat yang buruk dan dilengkapi dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, bebas dari
kecemasan, kebimbangan dan rasa sangsi.

Pada tingkat kelima, diri itu tak pernah mengomel terhadap apa saja yang terjadi kepadanya; ia
tak peduli apa pun kecuali Allah dan menganggap apa pun yang datang dari Allah sama
baiknya, apakah ia baik atau buruk, duka atau berkah.

Penyair mistik Turki, bernama Yunus Emreh, telah menerangkan tingkat ini dalam syairnya:

Apa pun yang datang dari-Mu baik untukku


Entah mawar mewangi atau onak dan duri
Atau jubah kepangkatan atau kain kafan
Alangkah sedap berkah-Mu dan alangkah sedap cobaan-Mu

Tingkat keenam, jika nafsu berkeras tinggal pada tingkat kelima lalu muncul ikhlas tanpa
keluhan, dia dapat maju mencapai tingkat keenam dan mendapat kerelaan dan berkat Allah.
Tingkat ini dilukiskan dalam Al-Qur'an surah Al-Fajr 89:27-30 “Hai diri yang yakin dan bebas
dari keinginan-keinginan! Pulanglah kepada Tuhan-Mu, dan kamu rela dengan Dia, dan Dia
rela akan kamu. Marilah masuk ke dalam (golongan) hamba-hamba (kesayangan)-Ku,
masuklah ke surga-Ku.” Atau, sebagaimana Arbey menterjemahkan ayat-ayat itu:

O soul at peace, return into thy Lord,


Well-pleased, well-pleasing!
Enter thou among My servants!
Enter thou My Paradise!

Tingkat ketujuh, dicapai oleh orang-orang yang terus maju meninggalkan semua egotisme,
pura-pura atau bahkan meninggalkan pernyataan, bahwa dia telah mencapai tingkat yang
sempurna. Merekalah ahli waris para Nabi, mendapatkan hikmah Ilahi, dan paham akan yang
hak. Inilah tingkatan terakhir kesucian.

5. Memaknai Tujuh Lapis Perkembangan Nafs

Dari pengalaman Basaroedin beserta sejumlah ikhwan se-usrah, terasa sulit sekali
memakai uraian deskriptif 7 (tujuh) tingkat nafs tersebut sebagai alat muhasabah dan
instrospeksi. Selain terlalu abstrak, juga terlalu kualitatif, sehingga betul-betul sepenuhnya
subyektif. Akhirnya Basaroedin berinisiatif mengkaji berbagai ayat Al-Qur’an, hadits-hadits
shahih terkait, serta kitab-kitab yang bertalian dengan perkembangan pribadi. Namun dia tetap
belum menemukan jalan keluar yang memuaskan.
Sampai suatu saat yang menentukan, dia membaca sebuah kitab berjudul
”Renungan Tentang Umur Manusia” tulisan Syaikh Abdullah al-Haddad, sufi Alawiyyin
yang amat masyhur di kalangan muslim turunan Arab di Indonesia. Kitab tersebut langsung
memberikan inspirasi kepadanya untuk mengaitkan perkembangan kepribadian seorang
muslim dengan umur yang bersangkutan, atau lebih tepatnya umur jasmani yang
bersangkutan.

 14 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Sederhananya, Basaroedin terilhami untuk mengadopsi rumus perhitungan IQ (ke-


cerdasan rasional/mental) dalam Psikologi Inteligensi. Problemnya, kalau umur mental
(mental age) dengan mudah bisa dibakukan melalui rata-rata statistik, bagaimana mem-
bakukan perkembangan kepribadian manusia.
Melalui renungan panjang, seraya memohon petunjuk/ilham kepada Allah Ta’ala,
akhirnya Basaroedin menemukan tonggak-tonggak umur jasmani yang dianggapnya penting,
baik dalam Al-Qur'an maupun dalam As-Sunnah. Umur tersebut berturut-turut adalah 2
tahun (terkait dengan durasi lama penyusuan bayi) 16, umur 7 tahun (terkait anjuran shalat) 17,
umur 10 tahun (terkait wajib shalat dengan sanksi pukulan/ringan) 18, umur 15 tahun (terkait
idzin untuk ikut berperang)19, umur 25 tahun (terkait usia pernikahan Rasulullah saw), umur
40 tahun (terkait wisuda Muhammad saw sebagai Nabi) 20, serta umur 60 tahun (terkait usia
rata-rata umat Islam sekarang)21.
Dengan asumsi bahwa yang disebut nafs an sich, sebagai pribadi yang utuh, mulai
berlangsung sejak masa menyusui usai. Berarti, sejak usia 2 tahun –walaupun belum
dibebani syari’at– seorang bayi sudah maujud sebagai nafs. Melalui pertautan berurut, kita
peroleh rentang usia ideal untuk masing-masing nafs sebagai berikut:
1) Usia 2 tahun sd. 7 tahun : an-nafsu laammaratun bis-su
2) Usia 7 tahun sd. 10 tahun : an-nafsul-lawwamah
3) Usia 10 tahun sd. 15 tahun : an-nafsul-mulhamah
4) Usia 15 tahun sd. 25 tahun : an-nafsul-muthmainnah
5) Usia 25 tahun sd. 40 tahun : an-nafsur-radhiyah
6) Usia 40 tahun sd. 60 tahun : an-nafsul-mardhiyah
7) Usia 60 tahun sd. wafat : an-nafsul-kamilah

Untuk lebih memudahkan pembaca sebagai pengguna (termasuk para ikhwan, para
psikolog, dan para ustadz/ustadzah), Basaroedin mengkaji lebih lanjut uraian deskriptif para
sufi terhadap masing-masing nafs. Sebagai suatu kesatuan sistemik, ternyata setiap nafs bisa

16
Lihat Al-Qur’an Surat 2 Al-Baqarah ayat 233: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
bagi orang-orang (ibu-bapak) yang ingin menyempurnakan masa penyusuan itu. … Apabila ibu-bapak ingin menyapih
(sebelum cukup masa menyusukan dua tahun) dengan kerelaan dan musyawarah antara keduanya, maka mereka
tidak berdosa (melakukan demikian).
17
Lihat Hadits mengenai Shalat
18
Lihat Hadits mengenai Shalat
19
Lihat Hadits mengenai Perang
20
Lihat Al-Qur’an Surat 46 Al-Ahqaf ayat 15: …Sehingga apabila ia telah menjadi dewasa dan mencapai usia empat
puluh tahun, dia berdoa, “Ya Tuhanku! Berilah aku kekuatan untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku dan supaya aku beramal amalan saleh yang Engkau ridhai. Dan jadikanlah
anak-cucuku tetap saleh.
21
Lihat Hadits usia rata-rata umat Muhammad

 15 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

ditandai dengan sejumlah karakter/watak/perilaku tertentu (lihat pada tabel) yang signifikan
berbeda satu sama lain.

6. Tolok Ukur Perkembangan Kepribadian Seorang Muslim

Akhirnya, Basaroedin sampai kepada tesis mengenai tolok ukur perkembangan


pribadi seorang muslim dikaitkan dengan pertumbuhan umur jasmaninya. Hasil tersebut
disajikan dalam bentuk tabulasi sebagaimana terlihat pada tabel 1.
Begitu uji shahih dilakukan terhadap sejumlah ikhwan, ternyata hanya sebagian kecil
yang langsung merasakan kegunaannya sebagai alat introspeksi yang kuantitatif dan eksak,
sementara sebagian besar lainnya merasakan keanehan, yaitu memiliki karakter gabungan
dari unsur-unsur nafs yang berbeda. Rupanya dinamika nafs berlangsung sedemikian rupa
sehingga tidak menetap secara bulat pada satu kesatuan sistemtik yang tergambar pada satu
kolom. Analogi sederhananya, misalkan Anda tetap menjadi mahasiswa yang ‘utuh’ dan
‘baik’ sekalipun mengambil matakuliah dari semester yang berbeda-beda. Ada yang
mengambil seluruh jatah 20 sks dari semester 3 misalnya, tetapi ada yang mengambil 16 sks
dari semester 3, sedang 4 sks sisanya mengulang di semester 1.

7. Dinamika dan Transisi Lintas Nafs

Umpan balik dari uji shahih tersebut, memaksa Basaroedin untuk berpikir ulang.
Akhirnya dia memberanikan diri untuk memberikan ‘bobot’ terhadap setiap karak-
ter/watak/perilaku di dalam setiap nafs. Jumlah bobot-bobot dalam setiap nafs adalah seratus.
Bobot diberikan dengan memperbandingkan tingkat ancaman/hukuman untuk perilaku
negatif tertentu antara yang satu terhadap yang lain, atau memperbandingkan tingkat
keutamaan/janji pahala bagi perilaku positif tertentu satu terhadap yang lain.
Dengan sendirinya rumus dasar perhitungan kecerdasan nafs yang sederhana itu
harus direvisi dengan memasukkan pengaruh bobot. Hasil akhir revisi disajikan kedalam
tabel 2.
Sebagai akhir uraiannya, Basaroedin sengaja memaparkan ‘kisah’ penemuan tolok
ukur dan pengukuran perkembangan kepribadian muslim ini secara naratif-deskriptif,
sebagai rasa syukur atas dorongan, keluhan, umpan balik, saran dan peranserta sejumlah
ikhwan kenalannya yang tulus.

 16 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

 DAFTAR BACAAN

Abdullah, M. Zain. (1989). Tasawwuf dan Dzikir. Solo: Ramadhani.


Allport, Gordon W. (1961). Personality, A. Psychological Interpretation. New York: Herry
Holt & Co.
Ancok, Djamaludin., dan Fuad N. Suroso. (1994). Psikologi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Asy’arie, Musa. (1992). Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Quran. Yogyakarta:
Lembaga Studi Filsafat Islam.
Baharuddin. (2004). Paradigma Psikologi Islami, Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-
Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bakry, Oemar. (1983). Tafsir Rahmat. Jakarta: Penerbit Mutiara.
Basaroedin, Samsoe. (2006). “Kepribadian Muslim dan Tolok Ukur Perkembangannya
dalam Perspektif Tasawwuf Islam”. Makalah, tidak diterbitkan. Bandung: LPI Salman
ITB.
Departemen Agama RI. (2000). Al-‘Aliyy, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
Diponegoro.
Esposito, John L. (ed.) (2001). Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam Modern. Jilid 5. Bandung:
Mizan.
Haddad, Sayyid Abdullah. (1993). Renungan Tentang Umur Manusia. Bandung: Mizan.
Hamid, A.F. Rashid. (1996). Pengenalan Diri dan Dambaan Spiritual. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Morgan, Kenneth W. (1980). Islam Jalan Lurus. Jakarta: Pustaka Jaya.
Mujib, Abdul. (1999). Fitrah dan Kepribadian Islam. Jakarta: Darul Falah.
Nurbakhsy, Javad. (1998). Psikologi Sufi. Yogyakarta: Fajar Pustaka.
Quzwain, M. Chotib. (1985). Mengenal Allah, Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawwuf
Syaikh Abdus-Samad Al-Palimbani. Jakarta: Bulan Bintang.
Schimmel, Annemarie. (1986). Dimensi Mistik dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Shihab, M. Quraish. (1994). “Manusia dalam Pandangan Al-Qur’an”. Makalah, tidak
diterbitkan.
Shihab, M. Quraish. (1996). Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Subagya, Rachmat. (1981). Agama Asli Indonesia. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan dan
Yayasan Cipta Loka Caraka.
Sukanto, M.M. (1985). Nafsiologi. Jakarta: Integrita Press.
Suryabrata, Sumadi. (1988). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali.
YPM Salman. (2006). Salman Review, Masjid Salman ITB Menjawab Tantangan Zaman.
Bandung: Lembaga Komunikasi & Media YPM Salman ITB.

 17 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

■ Biodata bapak Samsoe Basaroedin

Samsoe Basaroedin adalah seorang pegiat dakwah Islam di Bandung, dengan latar
belakang kehidupan yang unik. Dilahirkan di Sidoarjo, tanggal 15 April 1956 bertepatan
dengan 4 Ramadhan 1375 H, di dalam suasana keluarga muslim sinkretik 22 berlatar kejawen
dan kebatinan Jawa.23
Ia menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Jagiran II, kemudian pendidikan
menengah di SMP Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Surabaya. Sejak kecil menjadi kutu buku –
membaca buku apa saja– termasuk cerita silat Cina klasik dan cerita silat Jawa versi S.H.
Mintardja, sehingga ia sudah berkacamata minus sejak duduk di bangku Sekolah Dasar.
Minat bacanya yang luas mencakup juga buku-buku keagamaan. Ketertarikannya
kepada figur Yesus Kristus Sang Juru Selamat Dunia, nyaris menjadikannya seorang
pengikut Nashara. Niat itu tak kesampaian, setelah berdebat habis-habisan dengan kakak
sulungnya. Pengembaraan spiritualnya tetap berlangsung dengan terus mengkaji berbagai
kitab-kitab induk aliran Kebatinan Jawa dan kitab-kitab suci berbagai agama, termasuk
Bhagawad Gita.24
Itu semua tidak mengganggu potensi dan prestasi belajarnya di sekolah, bahkan ia
selalu menjadi Bintang Kelas dan Bintang Pelajar sejak SD sampai SMA. Nilai mata
pelajaran Agama Islam yang minimal angka 8, tidak pernah menjadikannya seorang muslim
yang secara tulus mau mengamalkan Islam. Ia seolah menjadi seorang orientalis, yang
menjadikan Islam sekadar kajian di ranah kognitif. 25
Hal ini berlanjut sampai masa pendidikan tingginya di Departemen Teknik Elektro
Institut Teknologi Bandung, sejak tahun 1975. Bahkan keaktifannya di dunia kemahasiswa-
22
Sinkretik (sinkretisme) adalah fenomena bercampurnya praktik-praktik dan kepercayaan-kepercayaan dari sebuah
agama dengan agama lainnya sehingga menciptakan tradisi yang baru dan berbeda.... Seperti agama-agama dunia
lainnya, pemahaman Kaum Muslim terhadap inti ajaran normatifnya bervariasi sepanjang waktu dan tempat.... Apa yang
dianggap sinkretis oleh sebagian Kaum Muslim belum tentu dianggap sinkretis oleh Kaum Muslim yang lain....
Menghadapi kesulitan-kesulitan analitis seperti ini, perlu dibedakan dua varian sinkretisme di dalam Islam modern:
sinkretisme yang para pengikutnya masih mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim, dan mereka yang sepenuhnya
menjaga jarak dari Islam normatif karena memeluk identitas di luar Islam. Untuk tujuan analitis, varian kedua lebih
mudah dibedakan sebagai sinkretis, sementara varian pertama adalah sinkretis hanya dari sudut pandang ideal
ortodoks yang mungkin ditolak oleh pelaku sinkretis tersebut. [Lihat dalam John L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford,
Dunia Islam Modern. Jilid 5. (Bandung: Mizan, Januari 2001), hal. 176-177].
23
Untuk memberikan gambaran mengenai sinkretisme, saya kutipkan kalimat Sasrasuganda: “Animisme kuno dan
kebatinan baru digabungkan dalam agama Jawa. Buddhisme Brahmanisme, Hinduisme dan Islam masuk ke dalamnya;
bahkan agama Kristen Katolik dan Protestan diolah sebagai ‘lauk pauk’ dalam pandangan hidup kita. Mewajibkan kita
untuk mentaati segala peraturan Islam saja dengan mewajibkan kita terbang atau menghilang di bumi: kita tidak bisa.
Kita hampir selalu menyimpang dari Islam karena kita diselubungi Agama Jawa”. [Lihat dalam Sasrasuganda,
“Inheemsche cultuur”, Djawa 4, 1924, hlm 256-262; juga dalam Rachmat Subagya, Agama Asli Indonesia (Jakarta:
Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, 1981), hlm 84].
24
Bhagawad Gita adalah sebagian dari Mahabharata, epos besar Kitab Suci yang menjadi pegangan hidup banyak orang
Hindu di India maupun diluar India. Orang Hindu di India menyimpulkan: “Upanishad ialah lembu, Krishna tukang
memerahnya, Arjuna anak lembu, dan Bhagawad Gita ialah susu yang amat lezat cita rasanya.”
25
Bloom membagi kemampuan individu menjadi tiga ranah/aspek, yaitu ranah kognitif (pikiran), ranah afektif (emosi), dan
ranah psikomotor (keterampilan).

 18 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

an, selalu merepresentasikan Kubu Student Centre ITB –yang pada era itu berbau nasionalis
atau kedaerahan atau sekuler– dan menjadi lawan Kubu Keislaman, yang diwakili para kader
aktifis Masjid Salman.26
Basaroedin sempat menjadi salah seorang deputi Ketua Umum Dewan Mahasiswa
ITB periode 1979–1980, yang memang sejak masa kampanye sudah menjadi musuh
bebuyutan Kubu Salman ITB. Namun, Allah SWT berkehendak lain dan memanggil hatinya
untuk pulang kembali ke jalan Islam. Qalbunya berbalik arah, dan menuntunnya ke jalan
dakwah.
Pada bulan Oktober 1979, Basaroedin mengikuti Latihan Mujahid Da’wah (LMD 27)
angkatan ke-40 di Masjid Salman ITB28. Sejak itu, jalan kehidupannya berubah total. Ia
mengundurkan diri dari semua kegiatan Kubu Student Centre ITB, dan beralih menjadi
pejuang dakwah. Ia memimpin beberapa usrah, antara lain usrah Khilafah Tauhid di Masjid
Salman ITB, yang anggota-anggotanya adalah alumni LMD angkatan ke-40. Juga usrah Al-
Ukhuwwah di Masjid Al-Ukhuwwah di Lingkungan Sekeloa, Bandung. Bahkan selama satu
dekade –dari awal sampai akhir 1980-an – ia menjadi figur mediator pemersatu semua
masjid-masjid di lingkungan Sekeloa, Kubang Selatan, dan Tubagus Ismail, Bandung.
Dalam periode itulah, karena keniscayaan peran sosial kemasyarakatan yang
dimainkannya, maka Basaroedin sering menjadi tumpuan, tempat bertanya, berkonsultasi,
bahkan tempat meminta fatwa. Persoalan-persoalan yang beragam, dari soal-soal ikhtilaf
fiqih, ubudiyyah, sengketa waris, putus cinta, harakah dan kelompok eksklusif, sampai soal
pengembangan diri.
Akhirnya ia menjadi seorang pebelajar otodidak, terutama dalam bidang-bidang
psikologi dan komunikasi. Tak hanya itu, pengembaraan intelektualnya juga menjelajahi
bidang-bidang kajian islamisasi pengetahuan, khususnya di dua bidang disiplin ilmu, yaitu
ekonomi dan psikologi. Dengan sendirinya, selama dekade berikutnya –yaitu periode
1990’an – ia terus mengembangkan diri menjadi pemikir dan peneliti ekonomi syariah dan
psikologi islami.
Minat dan ketertarikannya itu sejalan dengan amanat yang diembannya di ling-
kungan Masjid Salman ITB, yaitu sebagai Sekretaris di Lembaga Pengkajian Islam (LPI 29)

26
Nama masjid di Kampus ITB, yang merupakan masjid kampus pertama di Indonesia. Sebelum berdiri, pada hari Kamis
28 Mei 1964 dilakukan perintisan oleh Delegasi JPM ITB yang dipimpin Prof. T.M. Soelaiman dan disertai Ahmad Sadali
dan Ahmad Noe’man, bertemu Bung Karno di istana. Bung Karno menandatangani rancangan gambar masjid yang
dibuat oleh Ahmad Noe’man dan memberi nama Salman.
27
Latihan Mujahid Dakwah (LMD) pertama kali diadakan tahun 1974. Penggagasnya adalah Dr. Ir. Imaduddin Abdurrahim
yang akrab dipanggil Bang Imad. LMD menjadi training dakwah paling diminati pada masa itu, diikuti oleh ribuan aktivis
mahasiswa Islam di seluruh Indonesia.
28
Masjid Salman ITB menjadi pelopor berdirinya masjid-masjid kampus di seluruh Indonesia.
29
Lembaga ini memiliki visi menjadi lembaga pemacu terwujudnya Masjid Salman ITB sebagai wadah pembinaan insan,
pengembangan masyarakat, dan pembangunan peradaban yang Islami. Memiliki tiga misi, yaitu (1) mengembangkan

 19 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Yayasan Pembina Masjid Salman ITB, sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2004. Secara
khusus, kini Basaroedin sedang mengembangkan teorinya mengenai struktur kepribadian,
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, kesehatan mental, dan psikoterapi islami, yang
diberinya nama Teori Lingkaran Konsentris.
Teori mengenai Tolok Ukur Perkembangan Kepribadian Muslim, salah satu bagian
langsung dari Teori Lingkaran Konsentris, telah dimuat di dalam buku Psikologi Per-
tumbuhan (Rosda, 2008) pada bab 9.

model masyarakat Islami yang sesuai dengan tuntutan zaman, (2) ikut serta mengantarkan dan mengembangkan
masyarakat bangsa Indonesia menuju terwujudnya masyarakat informasi yang Islami, (3) mengembangkan dan
menjalin kerjasama potensi kreatif umat menuju kebangkitan kembali peradaban yang Islami.

 20 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Lampiran 1. Pedoman Penggunaan

Metoda perhitungan ini hanya dilakukan untuk mengetahui kecerdasan nafs diri
sendiri (self assesment). Cara perhitungannya menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Mulailah dari kolom nafs tempat umur jasmani (usia kalender) Anda
2. Secara jujur, cerminkan setiap karakter ke dalam diri Anda
3. Buatlah tabulasi, bila jumlah bobot belum 100, berpindahlah ke kolom nafs
sebelah kirinya.
4. Begitu seterusnya, sampai Anda peroleh jumlah bobot adalah 100 (dengan
toleransi maksimal + 10%)
5. Lakukan perhitungan kecerdasan nafs Anda.

Lampiran 2. Contoh Penggunaan


Kasus 1
Si Shaleh (nama samaran)
Umur jasmani = 20 tahun
Umur nafs:
a. Periksa kolom IV
b. Semua ciri (no. 1 sd. 8) terpenuhi
c. Umur nafs nyata = 15 tahun

Kecerdasam nafs menetap = 15/20 x 100 = 75


Si Shaleh = pribadi yang baik

Kasus 2
Si Badu (nama samaran)
Umur jasmani = 20 tahun
Umur nafs:
a. Periksa kolom IV
b. Semua ciri pada kolom IV belum dimiliki
c. Periksa kolom III
d. Semua ciri (no. 1 sd. 5) terpenuhi
e. Umur nafs nyata = 10 tahun

Kecerdasan nafs menetap = 10/20 x 100 = 50


Si Badu = pribadi yang sederhana

 21 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Kasus III
Si Johan (nama samaran)
Umur jasmani = 20 tahun
Umur nafs:
a. Periksa kolom IV
Sudah getol ibadah khusus (no.1)
Ciri yang lain belum dimiliki
b. Periksa kolom III
Sudah tawadhu (no.1) dan sudah santun (no.2)
Ciri yang lain belum dimiliki
c. Periksa kolom II
Ciri yang masih dimiliki adalah:
Ghibah (no.1) dusta (no.5) dan pelupa janji (no.6)
Ciri yang lain sudah ditinggalkan
d. Penyigian:
∑ Bobot ciri-ciri harus = 100 (dengan toleransi + 10%)
i = 6
∑ Bobot ciri-ciri i = 15+20+20+20+15+15 = 105.
i = 1
Skor ini mendekati 100 (berarti benar)

e. Perhitungan:
I Sifat U.N.N. Bobot Bobot x U.N.N.

1 Getol ibadah khusus 15 15 225


2 Tawadhu 10 20 200
3 Santun 10 20 200
4 Ghibah 7 20 140
5 Dusta 7 15 105
6 Pelupa Janji 7 15 105

i = 6
∑ Bobot i x U.N.N. i = 975
i =1
Kecerdasan nafs transisi = (975 / (105 x 20) x 100 = 46 3/7
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa si Johan mempunyai
tingkat pribadi yang sederhana.

 22 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Kasus IV
Si Bandel (nama samaran)
Umur jasmani = 20 tahun
Umur nafs:
a. Periksa kolom IV
Semua ciri belum dimiliki

b. Periksa kolom III


Sudah tawadhu (no.1) dan sudah santun (no.2). Ciri yang lain belum dimiliki.

c. Periksa kolom II
Masih ghibah (no.1), dusta (no.5), dan pelupa janji (no.6)
Ciri yang lain sudah ditinggalkan.

d. Periksa kolom I
Masih gemar mengumbar syahwat (no.3). Ciri yang lain sudah
ditinggalkan.

e. Penyigian:
∑ Bobot ciri-ciri harus = 100 (dengan toleransi + 10%)

i = 6
∑ Bobot ciri-ciri i = 20+20+20+15+15+20 = 110. Mendekati 100 (benar)
i = 1

f. Perhitungan:
I Sifat U.N.N. Bobot Bobot x U.N.N.

1 Tawadhu 10 20 200
2 Santun 10 20 200
3 Ghibah 7 20 140
4 Dusta 7 15 105
5 Pelupa Janji 7 15 105
6 Gemar mengumbar 2 20 40
syahwat

i = 6
∑ Bobot i x U.N.N. i = 790
i =1
Kecerdasan nafs transisi = (790 / (110 x 20) x 100 = 35 10/11
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa si Bandel mempunyai
tingkat pribadi yang lalai.

 23 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Motto:
Tabel 1: “Pastilah kamu akan melalui tingkatan
demi tingkatan” (QS Al-Insyiqaq 84:19)
Perkembangan & Pertumbuhan Pribadi
Nisbah Pertumbuhan Nafs Terhadap Pertumbuhan Jasmani

Tingkatan Diri Nafsul Nafsul Nafsul Nafsul Nafsur Nafsul Nafsul


Ammarah Bis-Su Lawwamah Mulhamah Muthmainnah Radhiyah Mardhiyyah Kamilah
Umur Jasmani 0 Tahun I II III IV V VI VII
2 Tahun 7 Tahun 10 Tahun 15 Tahun 25 Tahun 40 Tahun 60 Tahun
(sd 7 tahun) (sd 10 tahun) (sd 15 tahun) (sd 25 tahun) (sd 40 tahun) (sd 60 tahun) (sd wafat)
Ciri-ciri Utama Tahun 1. Bodoh/jahil 1. Ghibah 1. Tawadhu 1. Getol ibadah khusus 1. Wara 1. Selalu taubat 1. Al-Birru fil-aqidah
2. Takabur 2. Takabur 2. Santun 2. Tawakal 2. Ridha/tanpa keluhan 2. Getol amal shalih 2. Al-Birru fil-amal
untuk kemaslahatan
ummat
3. Gemar mengumbar 3. Riya 3. Mulia hati/zakat 3. Dermawan 3. Gemar amal shalih 3. Bergairah untuk 3. Al-Birru fil-khuluq
syahwat memberi maaf
4. Pemarah/ghadhab 4. Ujub 4. Bijaksana/hikmah 4. Khusyu 4. Tazkiyatun nafs 4. Adab tinggi dalam
bergaul
5. Dusta 5. Bisa mengekang 5. Syukur 5. Zuhud 5. Mampu menahan diri
syahwat dari semua maksiat
6. Pelupa janji 6. Shabar 6. Gemar tepati janji
7. Istiqomah
8. Terkendali dalam
keshalihan
Umur Al-Baqarah 2: 233 Yusuf 12: 53 Al-Qiyamah 75: 1-2 Asy-Syams 91: 7-8 Al-Fajr 89: 27 Al-Fajr 89: 28 Al-Fajr 89: 28 Al-Baqarah 2: 177
JasmaniNafsulNafsul Luqman 31: 14 Ibrahim 14: 22 Ar-Ra’d 13: 27-28 Al-Lail 92: 18-20 Al-Lail 92: 21
Nafsul Al-Ahqaf 46: 15
MuthmainnahNafsurN
afsulNafsulNafsulRuj
ukan Qur’ani
Kamilah
Mardhiyyah
Radhiyah
Mulhamah
Lawwamah
Ammarah Bis-Su
0 TahunIIIIIIIVVVIVIICiri-ciri Utama Tahun 1. Bodoh/ jahil (30) 1. Ghibah (20)1. Tawadhu (20)1. Getol ibadah khusus (15)1. Wara (20) 1. Selalu taubat (20)1. Al-Birru fil-aqidah (40)2. Takabur (30)2. Takabur (20)2. Santun
(20)2. Tawakal (15) 2. Ridha/tanpa keluhan (20) 2. Getol amal shalih untuk kemaslahatan ummat (20)2. Al-Birru fil-amal (30)3. Gemar mengumbar syahwat (20)3. Riya (15)3. Mulia hati/ zakat (20) 3. Dermawan (15)3. Gemar
amal shalih (20)3. Bergairah untuk memberi maaf (20)3. Al-Birru fil-khuluq (30)4. Pemarah/ ghadhab (20) 4. Ujub (15)4. Bijaksana/ hikmah (20) 4. Khusyu (15) 4. Tazkiyatun nafs (20) 4. Adab tinggi dalam bergaul (20)5. Dusta
(15)5. Bisa mengekang syahwat (20) 5. Syukur (10)5. Zuhud (10) 5. Mampu menahan diri dari semua maksiat (20)6. Pelupa janji (15)6. Shabar (10)6. Gemar tepati janji (10)7. Istiqomah (10)8. Terkendali dalam keshalihan
(10)Rujukan Qur’ani Al-Baqarah 2: 233 Yusuf 12: 53Al-Qiyamah 75: 1-2Asy-Syams 91: 7-8Al-Fajr 89: 27Al-Fajr 89: 28Al-Fajr 89: 28Al-Baqarah 2: 177
Rumus Dasar : Penggolongan: 0 < 10 : Dungu
Umur nafs nyata
Kecerdasan Nafs Menetap = X 100 10 < 20 : Bodoh
Umur jasmani
20 < 40 : Lalai
 24 
40 < 70 : Sederhana
70 < 100 : Baik
100 > : Cermat
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

∑ bobot x umur nafs nyata


Kecerdasan Nafs Transisi = X 100
∑ bobot x umur jasmani
Al-Lail 92: 21
Al-Ahqaf 46: 15
Al-Lail 92: 18-20
Ar-Ra’d 13: 27-28

Ibrahim 14: 22
Luqman 31: 14
60 Tahun
(sd wafat)
40 Tahun
(sd 60 tahun)
25 Tahun
(sd 40 tahun)
15 Tahun
(sd 25 tahun)
10 Tahun
(sd 15 tahun)
7 Tahun
(sd 10 tahun)
2 Tahun
(sd 7 tahun)
Rumus Dasar :

Kecerdasan Nafs = Umur nafs nyata Penggolongan: 0 < 10 : Dungu


X 100
Umur jasmani 10 < 20 : Bodoh
20 < 40 : Lalai
40 < 70 : Sederhana
70 < 100 : Baik
100 > : Cermat

 25 
Kepribadian sehat - Model Samsoe Basaroedin

Motto:
Tabel 2 : “Pastilah kamu akan melalui tingkatan
Perkembangan & Pertumbuhan Pribadi demi tingkatan” (QS Al-Insyiqaq 84:19)
Nisbah Pertumbuhan Nafs Terhadap Pertumbuhan Jasmani

Tingkatan Diri

 26 

Anda mungkin juga menyukai