Anda di halaman 1dari 28

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEEP

DIALOGUE/CRITICAL THINKING UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA
KELAS X IPS-1 SMA NEGERI 7 KENDARI

PROPOSAL

Oleh :
APRIYANTO
A1N119015

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEEP
DIALOGUE/CRITICAL THINKING UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA
KELAS X IPS-1 SMA NEGERI 7 KENDARI

PROPOSAL

Dianjurkan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Ujian Proposal Seminar
Sejarah Pada Jurusan /Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :
APRIYANTO
A1N119015

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DEEP


DIALOGUE/CRITICAL THINKING UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH SISWA
KELAS X IPS-1 SMA NEGERI 7 KENDARI

Oleh :
APRIYANTO
A1N119015

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II untuk


dipresentasikan di hadapan panitia ujian seminar proposal pada Jurusan/Program
Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Halu Oleo.

Kendari, 17 Oktober 2021

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ali Hadara, M.Hum Dra. Dade Prat Untarti, M.Si


NIP. NIP.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................i


HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................4
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Deep Dialogue/Critical Thinking....................................6
B. Komponen Deep Dialogue/Critical Thinking....................................6
C. Langkah-langkah Penerapan Deep Dialogu/Critical Thinking..........8
D. Ciri-ciri Deep Dialogue/Critical Thinking.........................................9
E. Kelebihan dan Kelemahan Deep Dialogue/Critical Thinking...........10
F. Penelitan yang Relevan......................................................................11
G. Kerangka Pikir ..................................................................................13
H. Hipotesis Tindakan............................................................................14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................15
B. Jenis Penelitian ..................................................................................15
C. Subjek Penelitian ..............................................................................15
D. Faktor yang Diteliti ...........................................................................16
E. Prosedur Penelitian............................................................................16
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................18
G. Teknik Analisis Data..........................................................................19
H. Indikator Kinerja................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................21

iii
RENCANA DRAFT

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
E. Latar Belakang
F. Rumusan Masalah
G. Tujuan Penelitian
H. Manfaat Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
I. Pengertian Deep Dialogue/Critical Thinking
J. Komponen Deep Dialogue/Critical Thinking
K. Langkah-langkah Penerapan Deep Dialogu/Critical Thinking
L. Ciri-ciri Deep Dialogue/Critical Thinking
M. Kelebihan dan Kelemahan Deep Dialogue/Critical Thinking.
N. Penelitan yang Relevan
O. Kerangka Pikir
P. Hipotesis Tindakan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
I. Tempat dan Waktu Penelitian
J. Jenis Penelitian
K. Subjek Penelitian
L. Faktor yang Diteliti
M. Prosedur Penelitian
N. Teknik Pengumpulan Data
O. Teknik Analisis Data
P. Indikator Kinerja
DAFTAR PUSTAKA

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah merupakan subjek yang penting dalam sistem pendidikan nasional
maupun di seluruh dunia. Melalui pendidikan di harapkan mampu melahirkan
calon – calon penerus perjuangan bangsa di masa depan yang kompeten, kritis,
rasional, cerdas, kreatif dan siap menghadapai tantangan. pendidikan harus
menjamin bahwa lulusan di dominasi oleh manusia yang berkualitas, Untuk
mencapai keberhasilan dalam pendidikan ini tidak semudah membalikkan telapak
tangan, sala satu faktor keberhasilan pendidikan adalah kurikulum yang relevan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dinamika kebutuhan
masyarakat, sehingga kurikulum sedemikian rupa untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan
kesesuaian dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kemendikbud, 2013: 1).
Menurut Fisher (2008: 13) kemampuan berpikir kritis adalah sejenis
berpikir evaluatif yang mencangkup baik itu kritik maupun berpikir kreatif dan
yang secara khusus berhubungan dengan kualitas pemikiran atau argumen yang
disajikan untuk mendukung suatu keyakinan atau rentetan tindakan. Masih
terdapatnya siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah dikarenakan
proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah cenderung lebih banyak text
book oriented dan teacher centered yaitu siswa membuka buku, mendengarkan
guru menjelaskan materi, mencatat dan mengerjakan latihan. Sehingga siswa
menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran. Seharusnya dalam proses
pembelajaran sehari-hari dipusatkan pada siswa (student centered) agar siswa
menjadi pribadi yang kritis dan mandiri.
Dalam kegiatan belajar dan pembelajaran, guru dan siswa terlibat dalam
suatu interaksi dengan bahan pembelajaran sejarah sebagai mediumnya, dan
dalam interaksi itu siswalah yang akan di buat lebih aktif bukan guru. Manusia
harus melalui proses belajar untuk memperoleh pengetahuan. Belajar membantu

1
manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan sehingga mampu bertahhan hidup.
menurut Winkel dalam Dalam Yatim Rianto, belajar adalah suatu aktivitas mental
dan psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan - perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat adanya
interaksi antar individu dengan individu dengan lingkungannya. Proses
pembelajaran sejarah memerlukan pemahaman dan analisis kritis terhadap bukti –
bukti sejarah (Depdiknas, 2004: 1).
Pembelajaran sejarah seringkali hanya di anggap sebagai pelajaran hafalan
yang membosankan, pembelajaran sejarah yang berlangsung di kelas X IPS-1
SMA Negeri 7 Kendari guru menggunakan metode ceramah, diskusi dan
penugasan. Guru kurang mendorong siswa berpikir kritis dan mengekspresikan
pendapatnya secara bebas untuk menyelesaikan permasalahan dalam proses
diskusi. hal ini menyebabkan siswa kurang mampu untuk menyampaikan dan
mempertahankan pendapat, kurang mampu membandingkan dan mengevaluasi
argumen siswa lainnya, belum mampu menganalisis jawaban serta memecahkan
masalah dari suatu pertanyaan. Pembelajaran sejarah menurut kurikulum 2013
adalah pembelajaran yang mengharapkan siswa memiliki kemampuan berpikir
kritis dan analisis sesuai dengan tujuan pembelajaran yang di tetapkan oleh guru
dalam pembelajaran hanya sebagai fasilitator, kolaborator, navigator pengetahuan,
mitra belajar, pembimbing yang memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung
jawab pada setiap peserta didik dalam proses pembelajaran (Kemendikbud, 2013:
20). Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan potensi siswa dan tujuan
kurikulum merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus di miliki
oleh seorang guru (Trianto, 2014: 12).
Selain dari faktor guru, kendala lain yang terjadi dalam pembelajaran di
sekolah adalah rendahnya kemampuan berpikir kritis dan minat siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Seperti halnya pemebelajaran IPS yang sudah di
sampaikan sebelumnya, banyak siswa menganggap bahwa mata pelajaran sejarah
penuh dengan hafalan dan membosankan. Hal ini menyebabkan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran sejarah sangat minim dalam konteks penilaian yang
khususnya dalam menyampaikan pendapat. Kecenderungan ini membuat siswa

2
hanya menjadi pasif bahkan lebih sering bergurau dan gaduh di dalam kelas.
Siswa hanya sekedar menghafal materi tanpa keinginan untuk mengungkapakan
pendapat dan memecahkan masalah pada saat pembelajaran sejarah.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah yakni faktor dari dalam diri siswa (intern) dan faktor dari luar diri siswa
(ekstern). Faktor dari dalam diri siswa diantaranya adalah: kecerdasan, bakat,
minat, motivasi diri, disiplin diri dan kemandirian. Sedangkan faktor dari luar diri
siswa adalah dapat berupa lingkungan alam, kondisi sosial, ekonomi, lingkungan
sekolah, guru, kurikulum dan sebagainya. Jadi, dalam hal ini rendahnya prestasi
hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang telah disebutkan di atas.
Dari faktor-faktor tersebut yang paling menentukan adalah faktor dari dalam diri
siswa itu sendiri untuk menentukan keberhasilan dalam belajar. Sebab dalam
proses belajar adalah siswa tersebut sebagai subyek belajar (Suyatno, 2009: 32).
Dalam hal ini faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
ekonomi siswa adalah penggunaan sumber belajar di sekolah, hal ini meliputi
sumber belajar tercetak, non cetak, fasilitas belajar ataupun lingkungan sekolah.
Selain itu untuk memperoleh pengalaman dan untuk latihan yang baik diperlukan
adanya sumber belajar yang baik. Sumber belajar merupakan sesuatu yang penting
karena dapat turut memperlancar proses belajar dan pembelajaran. Guru bukanlah
satu-satunya penentu keberhasilan siswa. Tanpa disadari faktor penentu
keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah siswa sebagai pelaku dalam
kegiatan belajar. Tanpa kesadaran , kemauan, dan keterlibatan siswa, maka proses
belajar mengajar tidak akan berhasil. Dengan demikian dalam proses belajar
mengajar siswa ditutut memiliki sikap mandiri, artinya siswa perlu memiliki
kesadaran, kemauan, dan motivasi dari dalam diri siswa bukan semata-mata
tekanan guru maupun pihak lain.
Berdasarkan uraian di atas, maka upaya meningkatkan kemampuan
berpikir kritis dalam meningkatkan hasil belajar sejarah salah satunya dengan
model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking merupakan suatu model
pembelajaran yang tepat untuk di terapakan dalam meningkatkan hasil belajar
siswa. Pelaksanaan pembelajaraannya pada tahap awal siswa di minta untuk

3
berdiskusi secara mendalam pada kelompok kecil untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. selanjutnya siswa di minta untuk berdiskusi kembali dalam
kelompok yang lebih besar dan mencatat hal–hal yang baru muncul yang
berkenaan dengan diskusi tersebut.model pembelajaran ini selain membuat siswa
lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran juga dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa melalui kegiatan diskusi (Widarwati, 2006: 24).
Deep Dialogue/Critical Thinking menuntut siswa menggunakan logika,
menganalisis fakta – fakta dan melahirkan imajinatif atas ide – ide lokal dan
tradisional, sehinngga dapat meningkatkan siswa untuk berpikir lebih mandiri
(Swildler, 2013: 1). Beberapa prinsip yang harus di kembangkan dalam Deep
Dialogue/Critical Thinking antara lain adanya komunikasi dua arah, prinsip saling
member yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta
empatisitas yang tinggi. Dengan demikian Deep dialogue/Critical Thinking
mengandung nilai – nilai demokratis dan etis sehingga keduanya dapat di miliki
oleh siswa, model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking suatu model
pembelajaran yang mengkonsentrasikan kegiatan pembelajaran untuk mendapatkan
pengetahuan dan pengalaman, melalui dialog secara mendalam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan
keefektifan mengajar guru pada pembelajaran sejarah di Kelas X IPS-1 SMA
Negeri 7 Kendari?
2. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas X IPS-1 SMA
Negeri 7 Kendari?
3. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas X IPS-1 SMA Negeri 7
Kendari?

4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk:
1. Untuk meningkatkan keefektifan mengajar guru pada pembelajaran sejarah di
kelas X IPS-1 SMA Negeri 7 Kendari melalui penerapan Deep Dialogue/Critical
Thinking.
2. Untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas
X IPS-1 SMA Negeri 7 Kendari melalui penerapan Deep Dialogue/Critical
Thinking.
3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas X
IPS-1 SMA Negeri 7 Kendari melalui penerapan Deep Dialogue/Critical
Thinking.

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis
sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara umum hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan
masukkan terhadap pembelajaran sejarah, yang lebih utamanya dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pendidik, memberikan masukkan dalam kegiatan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
sebagai bentuk pembelajaran sejarah untuk melaksanakan proses
pembelajaran yang lebih aktif dan menarik.
b. Bagi peserta didik, agar memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih
tinggi dalam menyelesaikan permasalah sejarah.
c. Bagi sekolah, mendapat gagasan baru serta menumbuhkan semangat untuk
memajukan keilmuan yang kompetitif.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking.


Konsep ini bermula dari hakikat dialog yakni percakapan antar orang
dalam masyarakat atau kelompok yang bertujuan bertukar ide, informasi dan
pengalaman. Deep Dialogue (dialog mendalam) dapat diartikan bahwa
percakapan antara orang-orang harus diwujudkan dalam hubungan yang
interpersonal, saling terbuka, jujur dan mengandalkan kebaikan, Critical Thinking
(berpikir kritis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan dengan mengoperasikan
potensi intelektual untuk menganalisis, membuat pertimbangan dan mengambil
keputusan secara tepat dan melaksanakanya secara benar (Suyatno, 2009: 60).
Beberapa prinsip yang harus dikembangkan dalam Deep Dialogue/Critical
Thinking, antara lain adalah adanya komunikasi dua arah dan prinsip saling
memberi yang terbaik, menjalin hubungan kesederajatan dan keberadaban serta
empatisitas yang tinggi. Fokus kajian Deep Dialogue/Critical Thinking dalam
pembelajaran dikonsentrasikan dalam mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
melalui dialog secara mendalam dan berpikir kritis tidak saja menekankan
keaktifan siswa pada aspek fisik akan tetapi juga aspek intelektual, sosial, mental,
emosional dan spiritual. Siswa yang belajar dengan Deep Dialogue/Critical
Thinking diharapkan akan memiliki perkembangan kognisi dan psikososial yang
lebih baik. Mereka juga diharapkan dapat mengembangkan keterampilan hidup
tentang Deep Dialogue/Critical Thinking yang mampu meningkatkan pemahaman
terhadap orang lain yang berbeda dari mereka (Anis, 2016: 15).

B. Komponen Deep Dialogue/Critical Thinking


Lima komponen yang terdapat dalam model pembelajaran dengan
pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking yakni hening, membangun
komunitas, kegiatan inti dengan refleksi dan evaluasi (Sri Untari dkk, 2002: 157).
Pertama yaitu hening, yang dimaksud adalah situasi tenang sebelum pelajaran,

6
atau dapat dilakukan dengan berdoa karena hal tersebut dapat menghadirkan hati
dan pikiran siswa-guru pada pembelajaran saat itu.
Kedua, membangun komunitas, yaitu menciptakan keterikatan positif
sebagai satu kesatuan dengan menekankan kesamaan tujuan dan saling
menghargai antar anggota. Kegiatan membangun komunitas juga merupakan
sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat majemuk, oleh karena itu apabila
dalam pembelajaran telah dibangun keterikatan dalam komunitas kecil (kelas)
maka pada skala makro, sikap dan perilaku toleransi, menghargai perbedaan,
terbuka terhadap kritik, berani tampil beda, dan sikap terpuji lainnya akan dapat
mengantarkan siswa menjadi warga negara yang demokratis.
Ketiga, kegiatan penemuan konsep dan pembelajaran kooperatif. Konsep
merupakan struktur mental yang digunakan untuk mengorganisasikan dan
mengkategorikan kenyataan. Model pembelajaran penemuan konsep sesuai untuk
menanamkan suatu konsep ilmu pengetahuan siswa dengan cara menemukan
sendiri. Kegiatan ini memperhatikan prinsip “4W dan 1H”, yaitu What (apa), Why
(mengapa), When (kapan), Where (dimana) dan How (bagaimana), sehingga
merangsang daya kritis siswa dalam memahami secara menyeluruh, menangkap
permasalahan, mencari solusi permasalahan dengan caranya sendiri dan bantuan
orang lain, dan mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya.
Keempat, refleksi, merupakan sesuatu yang dapat dipandang sebagai
keunggulan pendekatan Deep Dialogue/Critical Thinking, kegiatan ini bukan
menyimpulkan materi pelajaran tetapi sebagai sarana siswa untuk memberikan
pendapat tentang pembelajaran yang telah dilakukan. siswa merupakan faktor
penting untuk menilai metode baru tersebut dan memberikan saran-saran yang
berharga. Salingintrospeksi baik guru maupun siswa, memberikan ungkapan
bebas dan pandangan, usul terbaiknya demi kebaikan bersama. Refleksi memiliki
fungsi mendidik pada siswa untuk menyukai belajar sejarah dari pengalaman yang
telah dilaluinya.

7
Kelima adalah evaluasi, evaluasi merupakan alat untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh
siswa, sehingga guru dapat mengupayakan tindak lanjut atas pencapaian tersebut
(Nana, 2017: 46).

C. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical


Thinkin
Model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking pada dasarnya
merupakan model pembelajaran yang mengajak siswa untuk berdialog secara
mendalam sekaligus berpikir secara kritis. Berikut ini adalah langkah-langkah
model pembelajaran yang mengajak siswa berdialog secara mendalam dan
berpikir kritis tersebut (Sri Untari dkk, 2008: 158) :
1. Dalam setiap mengawali pembelajaran dimulai dengan berdoa, salam.
Bertujuan untuk memusatkan fisik dan mental, mempersipakan segenap hati,
perasaan siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik
2. Memberikan tujuan pembelajaran, kompetensi yang akan dicapai.
3. Membagi siswa menjadi kelompok kecil yang beranggotakan dua orang siswa.
4. Guru memberikan masalah/ tugas yang harus didiskusikan atau didialogkan
secara mendalam oleh kelompok kecil tersebut.
5. Setelah dibentuk kelompok, kemudian guru memberikan pertanyaan kepada
setiap kelompok secara acak. Hal ini diharapkan agar siswa dilatih
memberikan pengalaman melalui proses usaha menemukan informasi, konsep
atau pengertian yang diperlukan dengan mengoptimalkan dialog dan berpikir
kritis.
6. Setelah berdiskusi dalam kelompok kecil, kemudian membentuk kelompok
besar yang beranggotakan 4-6 orang secara acak.
7. Dalam kelompok besar tersebut setiap siswa diharapkan akan berdialog secara
lebih dalam dan berpikir kritis dengan saling bertukar informasi yang
diketahuinya.
8. Setelah selesai berdiskusi, guru kemudian memberikan kesempatan pada siswa
untuk mempresentasikan hasil diskusinya.

8
9. Guru juga akan menunjuk satu siswa yang ada dalam kelompok lain secara
acak untuk memberikan dan mengutarakan mengenai informasi tentang materi
yang telah didiskusikan dalam kelompoknya.
10. Setelah siswa melakukan presentasi, guru akan memberikan materi kepada
siswa.
11. Guru bersama siswa merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Guru bersama siswa juga menyimpulkan poin penting dari materi yang telah
dibahas bersama.
Jika dilihat dari kelebihan model pembelajaran ini, melalui kegiatan
berdialog/berdiskusi secara mendalam untuk memecahkan masalah ataupun tugas
dari guru yang diberikan, siswa dapat melatih kemampuan berpikir kritis mereka.
Model pembelajaran ini juga mampu meningkatkan keaktifan dan perhatian siswa
terhadap kegiatan pembelajaran sehingga minat dan rasa ketertarikan mereka
semakin tinggi terhadap pembelajaran Sejarah (Murwidarsih, 2014: 11).

D. Ciri-ciri Deep Dialogue/Critical Thinking


Untuk mengidentifikasi cirri-ciri pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking, yaitu:
1. Siswa dan guru Nampak aktif.
2. Mengoptimalisasikan potensi intelegensi siswa.
3. Berfokus pada mental, emosional dan spiritual.
4. Menggunakan kemampuan komunikasi dan berpikir kritis dalam pembelajaran.
5. Siswa dan guru dapat menjadi pendengar, pembicara dan pemikir yang baik.
6. Dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Lebih menekan pada nilai, sikap dan kepribadian (Lubis, 2007: 20).

9
E. Kelebihan dan Kelemahan Deep Dialogue/Critical Thinking
Menurut Swidler bahwa model Pmeblajaran Deep Dialogue/Critical
Thinking memiliki kelebihan diantaranya :
1. Deep Dialogue/Critical Thinking di gunakan untuk melatih siswa untuk
mampu berpikir kritis, dan imajinatif, menggunakan logika, menganalisis
fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan tradisional.
Sehinnga siswa dapat membedakan yang mana di sebut berpikir baik dan tidak
baik.
2. Deep Dialogue/Critical Thinking merupakan pendekatan yang dapat di
kaloborasikan dengan metode yang telah ada dan dipergunakan oleh guru
selama proses pembelajaran.
3. Deep Dialogue/Critical Thinkingmerupakan dua sisi mata uang, dan
merupakan hal yang intherent (menjadi bagian tetap) dalam kehidupan siswa,
oleh karena itu dalam proses pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
selalu berkaitan dengan kehidupan nyata sehingga memudahkan siswa untuk
mengerti dan memahamimanfaat dari isi pelajaran.
4. Deep Dialogue/Critical Thinking menekankan pada nilai, sikap dan
kepribadian, mental, emosional dan spiritual sehingga siswa belajar dengan
menyenangkan dan bersemangat.
5. Melalui model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking baik guru
maupun siswa akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman karena
dengan dialog yang mendalam dan berfikir kritis mampu memasuki ranah
intelektual, fisikal, sosial, mental seseorang.
6. Melalui Deep Dialogue/Critical Thinking akan terbina hubungan antara guru
dan siswa secara dialogis kritis, mebiasakan guru dan siswa untuk saling
membelajarkan dan belajar hidup dan keberagaman.
Kekurangan dari model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
adalah sebagai berikut:
a. Butuh waktu dan adaptasi bagi siwa yang tingkat kemampuannya rendah.
b. Bagi guru yang kurang kreatif akan mengalami kesulitan karena belum
terbiasa mengkolaborasi dengan metode yang di gunakan sebelumnya.

10
c. Siswa yang pasif atau tidak percaya diri akan merasa semakin minder, merasa
paling bodoh.
d. Sulit di terima karena banyaknya keberagaman membuat guru dan siswa
beradu keintelektualan (Lubis, 2007: 49).

F. Penelitan yang Relevan


Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan
penulis adalah Penelitian Awalia Rahma, (2015: 25) dalam penelitiannya
“Implementasi Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking untuk
meningkatkan Keaktifan dan Prestasi belajar Sejarah di Madrasah Tsanawiyah
Negeri 2 kota jambi Tahun Ajaran 2014/2015”. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat peningkatan keaktifan siswa pada siklus 1 sebesar
28%, siklus 2 sebesar 30% dan siklus 3 sebesar 35%. Sedangkan prestasi belajar
mengalami peningkatan pada siklus I sebesar 12%, siklus II sebesar 24 % dan
siklus III sebesar 40%. dari data tersebut dapat diketahui bahwa penerapan model
pembelajaran deep dialogue/critical thinking dapat meningkatkan keaktifan dan
prestasi belajar.Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model pembelajaran
yang digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variable terikat
yaitu keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta mata pelajaran.
Selanjutnya penelitan yang dilakukan oleh Aniek (2012: 21) dalam
penelitiannya “Kolaborasi Metode Ceramah dengan Model Pembelajaran
DeepDialogue/Critical Thinking (DD/CT) untuk Meningkatkan Partisipasi dan
Hasil belajar pada Mata Pelajaran Chasis dan Suspensi Otomotif Siswa Kelas XI
SMKN 2 Pengasih Tahun Ajaran 2011/2012”. Menyimpulkan bahwa Dengan
diterapkannya kolaborasi metode ceramah dengan model pembelajaran Deep
Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam
proses pembelajaran, pada siklus I siswa yang berpartisipasi sebesar 42.43%, pada
siklus II sebesar 61.74% dan pada siklus III sebesar 69.70%. Penerapan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical

11
Thinking (DD/CT) juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa, peningkatan dari
siklus I ke siklus III sebesar 12.89%.
Selanjutnya penelitan yang dilakukan oleh Zainul Mila Afifah, (2014: 17)
meneliti tentang“ penerapan Deep Dialogue/Critikal Thinking dengan Pendekatan
Scientific untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar
Sejarah Peserta Didik kelas X IS-2 di SMAN Arjasa Tahun Ajaran 2013/2014”.
Hasil penelitian ini memnunjukkan bahwa penerapan model Deep Dialogue/Critikal
Thinking dapat meningkatkan hasil belajar. Inidikator meningkatakan hasil belajar
sejarah di ukur antara lain: Peningkatan hasil belajar peserta didik menerapkan
Deep Dialogue/ Critical Thinking (DD/CT) pendekatan Scientific dapat diketahui
dengan membandingkan hasil belajar siklus 1, siklus 2 dan siklus 3. Berdasarkan
beberapa siklus tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar sejarah peserta didik
mengalami peningkatan dari siklus 1, 2 dan 3. Hasil belajar peserta didik aspek
kognitif pada siklus 1 sebesar 66,67%, pada siklus 2 meningkat 8,33% menjadi
72,22%, dan pada siklus 3 meningkat 7,69% menjadi 77,78%. Hasil belajar
peserta didik aspek psikomotorik pada siklus 1 sebesar 54,51%, pada siklus 2
meningkat 23,57% menjadi 67,36%, dan pada siklus 3 meningkat 12,88% menjadi
76,04%. Berdasarkan hasil penilaian pada pelaksanaan siklus 1, 2, dan 3 dapat
disimpulkan bahwa penerapan Deep Dialogue/ Critical Thinking (DD/CT) dengan
pendekatan Scientific dapat meningkatkan hasil belajar sejarah peserta didik kelas
X IS-2 SMAN Arjasa. Hal tersebut sesuai dengan Depdikbud (2013:7) bahwa
proses pembelajaran semata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat, prasangka,
penemuan, dan berpikir kritis.
Penelitian di atas menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti. Adapun persamaan penelitian di atas dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat pada model pembelajaran yang
digunakan. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variable terikat yaitu
keaktifan dan prestasi belajar, lokasi penelitian serta mata pelajaran.

12
G. Kerangka Pikir
Kemampuan berpikir kritis untuk meningkatkan hasil belajar merupakan
salah satu komponen penting dalam kegiatan pembelajaran Sejarah. Kemampuan
berpikir kritis penting pada kegiatan pembelajaran Sejarah sebab dengan berpikir
kritis siswa akan terdorong untuk menemukan pemikiran-pemikiran baru yang
berharga dalam kegiatan pembelajaran Sejarah ini. Kemampuan berpikir kritis ini
tidak terlepas dengan adanya kesadaran yang tumbuh dari diri siswa sendiri.
Kesadaran mendorong siswa untuk mempelajari lebih dalam pelajaran yang
diminatinya, ketika mereka terdorong untuk mempelajari lebih dalam pelajaran
yang dipelajarinya, mereka juga akan terdorong untuk menuangkan ide-ide dan
pemikiran mereka untuk terlibat dalam pembelajaran sehingga kemampuan
berpikir kritis mereka juga terbentuk dan hasil belajar akan meningkat (Swidler,
2013: 29).
Minat siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak terbentuk dengan
sendirinya. Ketika pembelajaran berlangsung membosankan, maka siswa akan
cenderung enggan mengikuti pembelajaran, apalagi jika kegiatan pembelajaran
tersebut tidak melibatkan siswa secara penuh, mereka cenderung merasa bosan
tidak tertarik terhadap materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Ketika
mereka sudah tidak memiliki minat atau gairah belajar, mereka akan cenderung
pasif dan enggan berpikir apalagi memberikan ide-ide mereka. Sebaliknya, ketika
minat siswa dirangsang dengan baik, maka siswa akan menyukai dan selalu
merasa ingin tahu dengan pembelajaran yang disampaikan sehingga mereka pun
terdorong untuk berpikir kritis dan sehingga mereka dengan aktif menuangkan ide
dan kemampuan mereka dalam kegiatan pembelajaran dan pada akhirnya kegiatan
pembelajaran dapat hidup (Wina, 2011: 13).
Pembelajaran Sejarah di kelas X IPS-1 SMAN 7 Kendari kurang mampu
mendorong siswa untuk aktif menyumbangkan ide pemikirannya dalam
memecahkan masalah. Model pembelajaran yang digunakan juga kurang mampu
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan minat belajar siswa dalam
pembelajaran Sejarah. Minat untuk mengikuti pembelajaran Sejarah di kelas X
IPS-1 juga masih tergolong rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu model

13
pembelajaran yang dapat membuka kesadaran belajar dan menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis siswa untuk meningkatkan hasil belajar. Deep
Dialogue/Critical Thinking merupakan salah satu model pembelajaran yang
nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan
kemampuan berpikir kritis siswa, sebab model pembelajaran ini dapat melibatkan
siswa dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong mereka untuk berpikir secara
kritis ketika mereka dihadapkan pada suatu permasalahan yang menuntut mereka
untuk dapat menyampaikan ide dan menyelesaikannya secara baik dan benar.

H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uaraian di atas maka hipotesis tindakan yang di ajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan
keefektifan mengajar guru pada pembelajaran sejarah di Kela X IPS-1 SMA
Negeri 7 Kendari.
2. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas X IPS-1 SMA
Negeri 7 Kendari.
3. Apakah penerapan Deep Dialogue/Critical Thinking dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran sejarah di Kelas X IPS-1 SMA Negeri 7
Kendari.

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 7 Kendari yang beralamat di JL.
Imam Bonjol No. 05, Kota Kendari. Sedangkan waktu penelitian ini dilaksanakan
pada semester I (Ganjil) Tahun Ajaran 2020/2021.

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian dengan model Deep
Dialogue/Critical Thinking atau biasa disebut berdiskusi. Karena pada penelitian
ini, peneliti hanya menggunakan kelas eksperimen tanpa adanya kelas kontrol.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif Data yang diperoleh
selama penelitian berupa hasil observasi aktivitas guru, aktivitas siswa, respon
siswa, kemampuan komunikasi, berpikir kritis serta deskripsi TKK.

C. Subjek Penelitian
Subjek penelian merupakan sumber untuk memperoleh keterangan
penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek darimana data dapat
diperoleh. Adapun Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X IPS-1 SMA Negeri
7 Kendari, Banyak responden adalah 32 siswa. Dipilih kelas X IPS-1 SMA Negeri
7 Kendari karena materi di kelas ini merupakan materi sangat sesuai apabila pada
kelas ini diterapkan. Model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
dengan pendekatan kontekstual. sehingga dimungkinkan siswa saling berinteraksi
dan bertukar pikiran mengenai pemahaman mareka tentang materi yang disampaikan
oleh guru dalam proses pembelajaran berlangsung demi mengembangkan
pengetahuan dan meningkatkan hasil belajar pada siswa.

15
D. Faktor yang Diteliti
Faktor yang ditelitidalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor Guru
Faktor yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu dengan
melihat atau mengamati guru serta megamati keefektivan dalam melaksanakan
proses pembelajaran dengan menggunakan model Deep dialogue and Critical
Thinking pada mata pelajaran Sejarah di SMA Negeri 7 Kendari.
2. Faktor Siswa
Faktor yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu:
a. Meningkatkan keaktifan belajar siswa dalam pembelajaran Sejarah dengan
model Deep Dialogue/Critical Thinking di kelas X IPS-1 SMA Negeri 7
Kendari.
b. Meningkatnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran Sejarah dengan
model Deep Dialogue/Critical Thinking di kelas X IPS-1 SMA Negeri 7
Kendari.

E. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari dua tahap, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :
a. Pembuatan kesepakatan dengan guru bidang studi Sejarah pada sekolah
yang akan dijadikan tempat penelitian, meliputi: Kelas yang akan
digunakan untuk penelitian yaitu kelas X IPS-1 SMA Negeri 7 Kendari,
Waktu yang akan digunakan untuk penelitian yaitu empat kali pertemuan
dan Materi yang akan digunakan berasal dari buku panduan.
b. Penyusunan perangkat pembelajaran yang meliputi :Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dengan penerapan model pembelajaran Deep
Dialogue/Critical Thinking dengan pendekatan kontekstual, dan Lembar
Kerja Siswa (LKS).

16
c. Penyusunan instrumen penelitian Lembar observasi, yaitu: Lembar
observasi aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran, dan Lembar
observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
d. Mengkonsultasikan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian
kepada dosen pembimbing dan guru bidang studi Sejarah.
2. Tahap Pelaksanaan
Sebelum dilaksanakan proses pembelajaran Sejarah dengan menggunakan
model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dengan pendekatan
kontekstual, siswa diberi pre-test untuk mengukur kemampuan komunikasi
mengidentifikasi masalah dan berpikir kritis siswa sebelum berlangsungnya
pembelajaran Sejarah dengan model pembelajaran Deep Dialogue/ Critical
Thinking dengan pendekatan kontekstual. Setelah pre-test selesai, siswa diberi
perlakuan yaitu kegiatan pembelajaran Sejarah sesuai dengan RPP yang telah
disusun menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking
dengan pendekatan kontekstual. Setelah kegiatan pembelajaran selesai, siswa
diberi post-test untuk mengukur kemampuan komunikasi dan berpikir kritis siswa
setelah berlangsungnya pembelajaran Sejarah dengan model pembelajaran Deep
Dialogue /Critical Thinking dengan pendekatan kontekstual. Setelah semua proses
dilaksanakan, jawaban siswa dievaluasi sesuai dengan pedoman penskoran yang
dipakai.

17
F. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Teknik Observasi
Metode ini digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan aktivitas guru
selama pembelajaran berlangsung, yang terdiri dari :
a. Aktivitas guru
Data ini diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas guru dalam mengelola
pembelajaran sejarah dengan menggunakan model pembelajaran Deep
Dialogue/Critical Thinking dengan pendekatan kontekstual selama dua kali
pertemuan. Peneliti melakukan pengamatan ini dengan bantuan dua orang
pengamat. Pengamatan dilakukan dengan cara memberi skor penilaian pada setiap
aktivitas guru yang diamati. Pengamat memberi tanda (√) pada salah satu skor
penilaian yaitu 1, 2, 3, dan 4. Pemberian skor penilaian harus disesuaikan dengan
rubrik penilaian yang sudah dibuat.
b. Aktivitas siswa
Data ini diperoleh dari hasil pengamatan aktivitas siswa selama
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical
Thinking dengan pendekatan kontekstual berlangsung dalam dua kali pertemuan.
Peneliti melakukan pengamatan ini dengan bantuan dua orang pengamat. Pada
pertemuan pertama, masing-masing pengamat mengamati lima orang siswa yang
berbeda. Untuk pertemuan kedua, masing-masing pengamat mengamati siswa
yang sama seperti siswa yang diamati pada pertemuan pertama. Sehingga jumlah
siswa yang diamati oleh kedua pengamat dalam setiap pertemuan adalah sepuluh
siswa. Pengamat harus memberi tanda pada kotak-kotak yang terdapat pada
lembar pengamatan aktivitas siswa. Setiap satu kotak akan dituliskan nomor-
nomor kategori pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap 5 menit sekali dengan
cara memberi tanda (√) pada salah satu kategori yang dominan muncul selama
pengamatan (Rusman, 2014: 37).

18
2. Teknik Angket
Data ini diperoleh dari hasil angket respon siswa yang diberikan setelah
proses pembelajaran dengan menggunakan menggunakan model pembelajaran
Deep Dialogue/ Critical Thinking dengan pendekatan kontekstual berlangsung.
Angket respon siswa diisi dengan cara memberikan cek (√) pada salah satu
alternatif jawaban yang disediakan yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
kurang setuju sesuai pendapat siswa setelah pelaksanaan pembelajaran Sejarah
menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thinking dengan
pendekatan kontekstual.
3. Teknik Tes
Metode tes adalah seperangkat rangsangan (stimuli) yang mendapat
jawaban kemudian dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka. Metode tes
ini di gunakan untuk megetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
menggunakan model pembelajaran Deep Dialogue/critical Thinking pada mata
pelajaran sejarah di kelas X IPS-1 SMA Negeri 7 Kendari sebagai bentuk
evaluasi, instrument Evaluasi adalah alat untuk memperoleh data hasil belajar
yang telah di berikan kepada siswa. Sedangkan bentuk tes yang di gunakan adalah
tes awal dengan memberikan dengan cara memberikan soal-soal uraian sebanyak
10 soal dan tes akhir pembelajaran sebanyak 10 soal uraian di mana setiap soal
mempunyai 5 skor dan salah 0.

G. Teknik Analisis Data


Pengelolaan data pada penelitian ini dilakukan setelah terkumpulnya data,
selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yaitu dilakukan dengan melihat observasi
selama proses belajar mengajar dari tiap siklus.
1. Menentukan persentase keefektifan mengajar guru
Rumus :
F
P= ×100%
N
P : Persentase keefektifan mengajar guru
F : Jumlah rencana ativitas guru yang terlaksana

19
N : Jumlah seluruh rencan aktivitas guru
2. Menentukan persentasi keberhasilan aktivitas belajar siswa
Rumus :
F
P= ×100%
N
P : Persentase aktivitas belajar siswa
F : Jumlah siswa yang aktif belajar
N : Jumlah seluruh siswa
3. Menentukan persentase ketuntasan hasil belajar siswa
Rumus :
F
P= ×100%
N
Keterangan:
P : Persentase ketuntasan belajar siswa
F : Jumlah siswa yang tuntas belajar (siswa yang mendapat nilai aa≥ 60)
N : Jumlah seluruh siswa
N : Jumlah seluruh siswa (Usman, 2015: 26)

H. Indikator Kineja
Indikator keberhasilan kinerja dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Keefektifan belajar guru di anggap berhasil, jika pelaksanaan proses
pembelajaran mencapai minimal katakana 90% langka-langkah yang telah di
rencanakan dapat terlaksana dengan baik.
b. Aktivitas belajar siswa dianggap berhasil, jika dalam pelaksanaan proses
pembelajaran mencapai minimal 82% siswa aktif dalam pemebelajaran.
c. Hasil belajar siswa di tuntas jika memperoleh skor minimal 80 (KKM
individu=criteria ketuntasan minimal individu siswa), dan seoarang guru di
katakana tuntas mengajarnya, jika minimal 82% (KKM Klasikal= criteria
ketuntasan minimal klasikal) sisanya tuntas (memperoleh skor minimal 80).

20
DAFTAR PUSTAKA

Caecara Sekar Murwidarsih. 2014. Implementasi Model Pembelajaran Deep


Dialogue/Critical Thinking (DD/CT) Untuk Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Dan Minat Belajar SIswa Pada Pembelajaran IPS Kelas
VII C SMPN 2 Pleret Bantul. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Yogyakarta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial SMP dan MTS. Jakarta: Pusat
Kurikulum Balitbang Depdiknas.

Fisher, A. 2008. Berikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga

Grafura, Lubis. 2007. Pembelajaran Inovatif Berbasis Deep Dialogue And


Critical Thinking. Jakarta: Ibid.

Kemendikbud. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan


Kebudayaan..

Mardiningsih, Anis 2016/17. Pengaruh Model Pembelajaran Deep Dialogue And


Criticl Thinking Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis peserta
didik kelas VIII SMPN 24 Bandar Lampung T.A 2016/17. Lampung. FTK
Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Rahma, Awalia 2015. Implementasi Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical


Thinking untuk meningkatkan Keaktifan dan Prestasi belajar Sejarah di
Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 kota jambi. FTK Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin.

Rusman. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru. Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada. 2014.

Sanjaya, Wina. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana, 2011

21
Sudjana, Nana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bnduang: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sodoharjo: Masmedia Buana


Pustaka.

Swidler, L. 2013. 7 Stages of Deep Dialogue and Critical Thinking. Institute of


Interreligious Intercultural Dialogue.

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif , Progresif, dan Kontekstual:


Konsep Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum. Jakarta:
Kencana, 2014.

Untari,Sri. 2002. Pendekatan Dialogue/Critical Thingking. Jakarta, Dierjendisdasmen,


PPPG IPS Dan PMP Malang.

Usman, H . 2015. Pengantar Statistika. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Widarwati, Strategi dan Metode Pembelajaran Bernuansa Deep Dialogue And


Critical Thinking. Malang : Bahan Ajar, 2006.

Widiati, Aniek. Model Pembelajaran DeepDialogue/Critical Thinking (DD/CT)


untuk Meningkatkan Partisipasi dan Hasil belajar pada Mata Pelajaran
Chasis dan Suspensi Otomotif Siswa Kelas XI SMKN 2. PROSPEK Jurnal
Program Studi Pendidikan Ekonomi UNIVERSITAS SILIWANGI . Vol.1
No.1 (9-17) 30 April 2020

Zainul Mila Afifah, Nurul Umanah, Sri Handayani. 2013/2014. Penerapan Deep
Dialogue/Critical Thinking(DD/CT) Dengan Pendekatan Scientific Untuk
Meningkatakan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Hasil Belajar Sejarah
Peserta Didik Kelas X IS-2 SMAN Arjasa Tahun Ajaran 2013/2014.
Kalimantan : FKIP Universitas Jember.

22

Anda mungkin juga menyukai