Anda di halaman 1dari 5

c.

Hubungan Dengan Dunia Luar

Hubungan suku Aborigin dengan orang-orang lain di kawasannya telah terjalin jauh sebelum
terjadi kontak dengan orang-orang Inggris, seperti kontak dengan orang-orang Bugis
Makassar, Jepang dan China meskipun terjadi bersamaan tetapi dalam waktu yang berbeda-
beda. Orang-orang Asia tiba di benua Australia bukan untuk menjajah tetapi untuk
kepentingan ekonomi sehingga selama menjalin hubungan tidak pernah terjadi konflik
berdarah seperti yang terjadi terhadap orang - orang Inggris. Kehadiran orang-orang Asia di
benua Australia dalam rangka mencari ikan dan teripang di perairan laut yang tanpa disadari
mereka telah jauh meninggalkan perairan Indonesia, hingga akhirnya terdampar di benua
Australia dan bertemu dengan penduduk asli Australia.
1. Orang Makassar
Orang Aborigin telah lama berhubungan dengan pelaut-pelaut Makassar jauh sebelum
Kapten Phillip menginjakkan kakinya di pantai Sydney, diperkirakan sekitar tahun 1650-
1750.Pelaut-pelaut Bugis-Makassar berlayar ke Australia untuk mencari teripang yang
mereka jual ke daratan China. Sebelumnya teripang tidak dikenal. Menuntut para ahli ada
hubungan antara mulai dikenalnya teripang di daratan China dengan munculnya pelaut-
pelaut Bugis-Makassar di Australia Utara.
Sebagaimana diketahui suku Bugis dan Makassar sejak dahulu dikenal sebagai pelaut ulung
yang mengarungi lautan ke berbagai penjuru dunia termasuk ke Madagaskar, Sebagai pelaut
ulung yang gemar menantang dahsyatnya badai dan ombak. Pelaut Bugis- Makassar
berlayar ke pulau Marege (Australia Utara) untuk menangkap teripang dan mutiara yang
sangat menjanjikan pada kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Sebagian dari
mereka memilih tinggal dan menetap sebelum pelaut-pelaut Belanda dan Inggris tiba di
pulau itu pada abad ke-XIV.
Geoff Wollams guru besar Queensland University Australia menyebutkan bahwa jauh
sebelum orang kulit putih tiba di Australia pelaut-pelaut Indonesia sudah ada yang menetap
bahkan kawin dengan penduduk asli. Mereka biasanya tiba di pulau itu antara bulan
Desember sekitar 30-60 perahu yang berisi 30 orang dan baru kembali pada bulan April.
Menurut H.J.Heeren bahwa dalam pelayaran bangsa Inggris ke Australia telah menemukan
para pelaut dari Indonesia. Pelaut Inggris mengungkapkan kapal mereka secara menangkap
teripang pada berbagai tempat di sepanjang pantai Australia.
Perjalanan Phillip P. King yang dilakukan tahun 1818-1912 yang mengadakan pengamatan di
pantai Arnhem Land menemukan sebuah armada kapal Melayu (Bugis Makassar) dekat
pulau Sims. Para pelaut Bugis ini berusaha untuk menjalin hubungan baik tetapi pihak
Inggris selalu mengabaikan karena mereka mencurigai maksud pelayar Bugis Makassar itu.
Beberapa catatan yang berhubungan dengan pelayaran Bugis- Makassar di pantai Utara
Australia telah ditulis beberapa penulis antara lain Baron Van Der Capellen tahun 1824. J.N.
Vosmaer 1831-1834 ketika meninjau teluk Kendari. G.W.Earl 1837. W.Layd Warner
dikatakan selain mencari teripang dan mutiara mereka juga mencari Penyu, mutiara dan
kayu cendana yang ditukarkan dengan barang-barang seperti Kano, beras, pakaian, ikat
pinggang, pisau, kapak dan minuman keras. Orang asing seringkai terikat dengan tali
persahabatan dengan penduduk pribumi bahkan ada yang menetap dan kawin dengan
penduduk asli.
Banyak keuntungan yang diperoleh penduduk asli berkat hubungannya dengan penduduk
Bugis- Makassar diantaranya adalah :
1. Mereka dapat membuat Kano yang dibuat dari batang pohon yang dilengkapi tiang
dan layar.
2. Pipa tembakau model Bugis Makassar
3. Penggunaan barang-barang logam
4. Memperkaya bahasa Aborigin. Menurut Goote Eyland Tyndale tahun 1921 masih
1. ditemukan orang Aborigin mengusai bahasa Bugis- Makassar
5. Peninggalan pohon asam yang ditanam oleh pelaut Bugis Makassar.
6. Patung-patung kayu yang mirip dengan yang dibuat orang Bugis Makassar
7. Lukisan yang menampilkan model perahu layar Bugis Makassar.
2. Pengaruh Kebudayaan Bugis Makassar di Australia
Para ahli etnografi Australia seperti Elkin, suami istri Bernard dan Thomson mengemukakan
pendapatnya bahwa hubungan tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
kebudayaan penduduk asli Australia.
Orang Eropa yang pertama menjumpai penangkap-penangkap teripang Bugis Makassar di
teluk Carpentaria dan Anhem Land adalah seorang pengelana berkebangsaan Inggris Sir
Matthew Flinders dan ekspedisi Prancis pada bulan April 1803 telah melihat 24 sampai 26
buah perahu besar mereka menduga bahwa orang Bugis Makassarlah yang pertama kali
menjelajahi New Holand. Kemudian mereka dijumpai Kapten Phillip King di dekat
semenanjung Coburg.
Selama abad ke XIX selalu dikabarkan adanya pelaut-pelaut bangsa Indonesia di pantai barat
Australia, antara lain Wilson (1843), Stokes (1846), Mac Gillivray (1847), dan Wallace (1865).
Jadi pihak Inggris mencoba memajukan perpindahan penduduk dalam tahun 1838 karena
hendak menjadikan Port Essington sebagai koloni.
Akan tetapi dengan adanya politik putih Australia, maka para pembesar bersikap menolak
dan akhirnya pada tahun 1907 pemerintah Australia melarang menangkap teripang oleh
orang Indonesia. Dengan demikian juga memutuskan hubungan antara orang Bugis-
Makassar dengan penduduk asli Australia.
Para penduduk asli Australia sampai sekarang masih mengenang masa lampaunya yang
penuh persahabatan dengan orang Bugis-Makassar dan membandingkannya dengan
keadaan sekarang yang menekan kehidupan mereka terutama dengan praktek segrogasi
social oleh pemerintah kulit putih dan pengaruh zending yang semakin besar.
Mengenai kebudayaan material penerimaannya cukup wajar, karena tempat tinggal orang
Bugis-Makassar di sepanjang pantai yang merupakan pusat perdagangan. Sedangkan orang
Aborigin datang ke daerah itu untuk melakukan barter antara hasil alam Australia dengan
barang dagangan Bugis-Makassar termasuk mata uang Hindia Belanda.
Menurut C.C. Macknight pengalaman orang-orang Makassar berhadapan dengan penduduk
asli ini berbeda-beda tergantung di bagian mana mereka berada. Tetapi bagi orang
Makassar pengalaman ini bagaikan peradaban berhadapan dengan keprimitifan. Walaupun
demikian jumlah orang Makassar ketika bertemu dengan penduduk asli selalu lebih jauh dan
orang Makassar tidak pernah tergantung pada kaum Aborigin untuk apapun.
Tujuan utama orang-orang Makassar adalah untuk mendapatkan teripang dan juga
berdagang dengan kaum Aborigin, Dagang dalam arti barter (pertukaran), dari pihak orang
Makassar biasanya berupa makanan, tembakau, alkohol, pakaian, pisau dan sebagainya,
sedangkan dari orang Aborigin berupa kulit penyu dan kulit mutiara. Lambat laun mereka
dapat mengerti kebiasaan-kebiasaan serta tabiat penduduk asli Marege ini baik orang
Makassar maupun Aborigin saling mengenal satu sama lain, sampai pada kebiasaan masing-
masing. Begitu lancar hubungan antara mereka ini sampai-sampai ada orang Aborigin yang
berkunjung ke Makassar, bahkan terjadi perkawinan campuran Aborigin-Makassar di
Australia Utara.
Pengaruh kebudayaan orang Bugis-Makassar pada kaum Aborigin tidak saja dalam bahasa
mereka dimana ada kata-kata Makassar, tetapi juga dalam pembuatan perahu Makassar
yang dikenal dengan Lepa-lepa atau dalam bahasa Aborigin Lippa - lippa yang terbuat dari
batang kayu, selain itu juga besi yang digunakan diujung tombak Aborigin dan pipa panjang
dari kayu dengan mangkuk kecil besi diujungnya untuk mengisap tembakau.
Menurut Warner dan Thompson, orang-orang tua di sepanjang pantai kebanyakan
mempergunakan suatu dialeg Melayu Pidgen sebagai bahasa pengantar antara suku, dan
hampir semua tempat sepanjang pantai barat laut Australia diberi nama dalam bahasa
Bugis-Makassar. Pengaruh kebudayaan Bugis-Makassar juga nampak dalam berbagai
upacara pemakaman seperti kebiasaan mereka memancangkan tiga tiang sebagai bagian
dari upacara pemakaman. Kebiasaan itu seperti halnya pada orang Bugis-Makassar pada
akhir setiap musim selalu memasang tiang-tiang diatas perahunya sebelum meninggalkan
tanah daerah tersebut, dengan harapan agar arwah yang meninggal dapat bertolak ke alam
baqa secara damai. Banyaknya pengaruh kebudayaan Bugis-Makassar ke dalam kebudayaan
penduduk asli Australia, namun pengaruh kebudayaan setempat terhadap budaya Bugis
Makassar belum banyak di temukan.
Hasil penelitian para sejarawan Australia dan juga diperkuat dengan adanya pengakuan dari
masyarakat setempat yang menyatakan bahwa nenek moyangnya berasal dari Makassar,
selain itu antara Marege (suku Aborigin) dan suku Bugis Makassar terdapat banyak
persamaan bahasa dan budaya. Menurut Pieter Spilet Daeng Makulle ahli sejarah dan
kepurbakalaan Australia bahwa terdapat 700 kata dalam bahasa Aborigin sama kata dalam
bahasa Bugis-Makassar. Persamaan kata dalam bahasa kedua suku tersebut antara lain
biseang yang berarti perahu, katuru (rokok), tambako (tembakau), tapere (tikar) balla
(rumah). Bentuk rumah suku Aborigin juga memiliki kesamaan ciri khas suku Bugis-
Makassar. Begitu juga tari teripang yang pernah dipentaskan putra-putri Aborigin pada
tanggal 17 November 1997 di Sungguminasa, mengingatkan akan besarnya pengaruh
kebudayaan Bugis-Makassar dalam kehidupan mereka.
3. Orang Jepang
Selain orang Bugis-Makassar yang mencari teripang di pantai Australia, orang Jepang juga
mengunjungi Australia utara tetapi di bagian timurnya. Orang jepang tidak saja tertarik pada
teripang tetapi juga pada mutiara, misalnya saja sekitar tahun. 1880-an didaerah sekitar
sungai Lockhart orang Aborigin sangat terpengaruh oleh orang-orang Jepang. Orang-orang
Aborigin didaerah ini sangat terkenal sebagai pelayar-pelayar ulung, demikian juga orang-
orang Jepang sehingga sejak awal adat kecocokan antara penduduk asli Australia dengan
orang Jepang, sebab suatu titik temu dalam pengertian mengenal laut terjadi.
Sampai sekarang orang Aborigin didaerah ini makan nasi dan sangat gemar cabe yang
diawetkan dalam cuka. Dan juga ada mitos yang nama dan kata-kata bahasa Jepang. Bahwa
Orang Jepang sangat disenangi oleh penduduk setempat, orang Jepang menggunakan
tenaga Aborigin sebagai buruh, ketika mereka mencari teripang dan mutiara, dan mereka
memperlakukan penduduk asli ini dengan baik. Orang-orang Jepang dengan leluasa tidur,
makan dan ngobrol bersama-sama dengan orang Aborigin, perkelahian tidak pernah terjadi.
Sedari awal hubungan dengan orang Jepang tentram dan akur. Sampai sekarang para tetua
masyarakat sungai Lockhart masih bercerita keunggulan kapten-kapten kapal Jepang
terutama ketika dikejar-kejar oleh kapal-kapal milik kerajaan Inggris pada waktu itu, dan
mereka senantiasa mengenang kembali masa kerja mereka bersama orang-orang Jepang
sebagai masa yang bahagia. Dan dari semua pendatang baru, penduduk setempat paling
menghormati orang Jepang. Hubungan baik yang terjalin ini orang Jepang tidak berusaha
untuk mengubah apa-apa mengenai kaum Aborigin, bahkan menghormati adat-istiadat
mereka.
Orang-orang Jepang menguasai industri mutiara dan teripang sampai dengan akhir tahun
1930-an, dan ketika perang dunia 11 pecah karena perlakuan baik oleh orang Jepang, kaum
Aborigin menerima mereka dengan tangan terbuka. Sampai sekarang ditempat-tempat yang
dulunya industri mutiara terkenal masih ditemukan orang-orang Aborigin campuran orang
Jepang. Dengan demikian jelas terlihat bahwa antara suku Aborigin dengan orang-orang
Jepang terjalin hubungan yang baik. 4. Orang Cina.
Hubungan orang Aborigin dengan orang-orang Cina tidak selancar hubungan mereka
dengan orang-orang Jepang dan Bugis-Makassar. Dari pihak Cina ada ketidak cocokan
sampai-sampai ada cerita bahwa orang Aborigin senang makan orang Cina sebab daging
mereka tidak sekeras daging orang-orang kulit putih. Dari pengalaman para peneliti
Australia diketahui bahwa cerita ini tidak saja berasal dari orang-orang kulit putih saja tetapi
juga dari orang Aborigin. Menurut peneliti Anderson dan Mitchell, bahwa kanibalisme
memang terjadi tetapi bukan untuk santapan sehari-hari melainkan untuk ritual-ritual yang
penting saja. Rumor yang dilontarkan oleh orang Aborigin tersebut menunjukkan ketidak
cocokan hubungan antara orang-orang Cina dengan orang Aborigin.
Orang Cina tiba di Australia kebanyakan bersamaan dengan penemuan tambang emas
sekitar tahun 1850, bila satu pertambangan kehabisan emas maka mereka akan pindah ke
pertambangan emas selanjutnya. Kehadiran orang-orang Cina tidak diterima hangat oleh
pihak Inggris, walaupun mereka dapat dipekerjakan sebagai buruh dan orang-orang Cina
juga lebih ulet dalam menambang dari pada orang-orang Inggris sendiri. Dengan sabar
orang Cina dapat menyaring sedikit demi sedikit tumpukan tanah yang tidak terpakai oleh
pertambangan dan mencari butir - butir emas yang tertinggal dan biasanya mereka tidak
mendapatkan banyak tetapi berkat kesabaran mereka biasanya menghasilkan emas yang
cukup.
Orang-orang Cina yang nasibnya buruk dengan pertambangan yang tutup, kebanyakan
mulai membuka ladang sayuran. Untuk ini orang-orang Cina di Australia sangat ternama,
dan orang Aborigin biasanya dipekerjakan sebagai buruh Upah mereka biasanya dalam
bentuk sayuran atau beras, tetapi tidak jarang mereka dibayar juga dengan opium seperti
halnya d daerah sekitar sungai palmer Queensland Utara.
Orang Aborigin menganggap orang-orang Cina pengecut, tetapi mungkin yang paling tepat
adalah ketidak sanggupan orang-orang Cina untuk bergaul dengan siapa pun Hal ini
mengingat pengalaman mereka di pertambangan emas Australia Selatan, dimana mereka
sering di olok-olok dan diganggu oleh penambang lainnya. Mereka terkenal lebih suka
bergaul dan berkumpul dengan sesama orang Cina, sehingga hampir tidak ada asimilasi.
Mereka berbeda dengan orang-orang Makassar dan Jepang yang lebih luwes dalam
pergaulan mereka.
Pada tahun - tahun 1874 tercatat di sekitar daerah sungai Palmer terdapat 2.000 orang Cina
yang kebanyakan berasal dari provinsi Kwantung. Tetapi pada tahun 1875 jumlah melonjak
menjadi 12.000 orang. Hampir semua orang cina ini kembali ketanah airnya dan tidak
bermukim di Australia. Walaupun kaum Aborigin di beberapa tempat sempat berhubungan
dari orang-orang Negara tetangganya, tetapi akhirnya yang menetap dan berkuasa adalah
wakil-wakil dari kerajaan Inggris. Sejarah menunjukkan hubungan antara kedua bangsa
adalah hubungan yang menyebabkan kepunahan masyarakat serta tradisi Aborigin.

Anda mungkin juga menyukai