DRAF SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Agama
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsit pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
MIFTAHUL
NIM: 30300115058
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….i
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah wahyu atau kalam Allah Swt yang diturunkan kepada
penutup para nabi dan rasul, dengan melalui perantaran malaikat Jibril, ditulis
dalam berbagai mushaf, dinukilkan kepada kita dengan cara mutawatir, yang
dianggap ibadah dengan membacanya, dimulai dari surah al-Fatihah sampai surah
an-Na>s.
Sebagai wahyu Allah, tentu saja al-Qur’an mutlak bukan puitisasi para
penyair pujangga, bukan mantera-mantera tukang tenun, bukan bisikan setan yang
Al-Qur’an merupakan ruh Robbani, yang dengannya akal dan hati menjadi
dan masyarakat. Telah ditetapkan hikmah Allah untuk menurunkan al-Qur’an itu
dijawab, dan hati Rasulullah saw. diteguhkan untuk menghadapi berbagai ujian
dan kesulitan, beserta para sahabat. Sebagaimana firman Allah Swt di dalam QS.
al-Furqa>n/25:32-33.2
1.
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 24.
2.
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Qur’an, Terj. Kathur Suhardi, Bagaimana
Berinteraksi Dengan al-Qur’an, (Cet. V; Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2016), h. 12.
1
2
َ ّ َ ُ َ َٰ َ ٗ َ ٰ َ ٗ َ ۡ ُ ُ َ ۡ ُ ۡ ۡ َ َ َ ّ ُ َ ۡ َ ْ ُ َ َ َ ِ َو َ َل ٱ
ِ ِۦ1 2َ ِ )* ِ+ ,ِ -. ۚ ة#$ ِ & ( " ۡ ِ ٱ ءان ِل وا
ۡ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ٗ
َ 1 , 6?َ > َو4 ِ5 ۡ َ6
َ ُ ُ ٰ7َ ۡ َ َُ
َ Jَ $ َوأIGH
ِ
ّ َ 1 ,ٰ7@A
ِ ِ ِ إ D E
ٍ ِ F 6=<اد َكۖ َو َر
ً J َۡ
N اM ِ 5
Terjemahnya:
Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa al-Qur’an itu tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?", Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu
dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah
orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik
penjelasannya.3
dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan,
dan digunakan untuk arti bersetubuh. Kata “nikah” sendiri sering dipergunkan
Selain itu pernikahan dinilai tidak hanya sekedar jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan menuju pintu perkenalan, akan tetapi menjadi jalan untuk
3.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: al-Hadi, 2015), h. 362-
363.
4.
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Muna>kahat (Jakarta: Kencana, 2003), h. 8.
3
pernikahan yang sah menurut hukum agama maupun hukum Negara.5 Karena pada
sehingga hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan
saling meridhai, dengan ucapan ijab kabul sebagai lambang adanya rasa ridha-
meridhai dan dengan dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-
maskawin atau mahar. Mahar adalah bentuk pemberian yang wajib diberikan oleh
calon suami kepada calon istrinya dan dinyatakan oleh calon suami dihadapan
calon istrinya di dalam shigot akad nikah yang merupakan tanda persetujuan dan
kerelaan dari mereka untuk hidup sebagai suami istri. Dengan demikian mahar
yang menjadi hak istri itu dapat diartikan sebagai tanda bahwa suami sanggup
wajib bagi calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan dengan
ikhlas dan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Pemberian mahar
merupakan sesuatu yang wajib seperti yang dijelaskan di dalam QS. an-Nisa/4:4.
5.
Ririn Anggreany, “Perspektif Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di kecamatan
Pattalassang Kabupaten Gowa”, Sripsi, (Makassar: Fak Syariah dan Hukum UIN Alauddin
Makassar, 2016), h. 10.
6.
Abd. Rahman Ghazaly, fiqhi muna>kahat, h. 10-11.
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No,1 Tahun 1974
7.
Terjemahnnya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,
Maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.8
kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diberikan kepada sang istri.
Setelah itu terjadi maka tidak halal hukumnya bagi sang suami atau selainnya
mengambil mahar tersebut kecuali dengan ridha> pemiliknya. Jika sang istri telah
yang sangat berbeda-beda di setiap daerahnya. Corak dan sifat masyarakat yang
majemuk merefleksikan begitu banyak tradisi dan ragam kebudayaan yang tersebar
muslim terbesar di dunia. Pada tahun 2020, jumlah umat Islam di Indonesia
8.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77
9.
Syeikh Abu Bakar Jabi>r Al-Jazairi, Aisa>r At-Tafa>sir li Al-Kala>mi Al-‘Aliyyi Al-Kabi>r,
Terj. M. Ashari Hatim dan Abdurrahman Mukti, Tafsir Al-Qur’an Al-Aisa>r. (Cet. I; Jakarta: Darus
Sunnah, 2007), h. 306.
10.
H.R. Warsito, Antropologi Budaya, (Yogyakarta: Ombak, 2012), h. 94.
5
diperkirakan 229 juta jiwa,11 tidak luput seperti di pulau Nusa Tenggara Barat.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat, tercatat jumlah
dan adat istiadat yang beda-beda. Hal ini merupakan ciri khas tersendiri dari
masyarakat dalam ekologi yang sama merupakan kajian pokok dalam bidang
etnografi yang terdiri dari unsur-unsur universal kebudayaan, yaitu: bahasa, sistem
teknologi, organisiasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi. Dari
ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat diwujudkan ke dalam tiga bentuk wujud
ritualnya yaitu berupa tradisi dan adat istiadat yang kerap kali dilakukan oleh
Misalnya adanya minimal dua saksi atau seorang wali. Syarat atau rukun ini
masyarakat sekitar, karena pernikahan tidak bisa berdiri sendiri atas dasar suka
sama suka, melainkan harus dengan administrasi, legitimasi dan kekuatan hukum
lainnya. Oleh karena itulah dalam beberapa pulau di Indonesia terjadi perbedaan
11.
http://ibtimes.id/data-populasi-penduduk-muslim-2020-indonesia-terbesar-di-dunia/
12.
http://ntb.bps.go.id/statictable/2017/11/15/189/persentase-penduduk-menurut-
kabupaten-kota-dan-agama-yang-dianut-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-2016.html.
13.
Darsono Prawironegoro, Kajian Tentang Organisasi Budaya, Ekonomi, Sosial, dan
Politik: Budaya Organisasi, (Cet. I; Jakarta: Nusantara Consulting, 2010), h. 28.
6
masing-masing daerah.
dan budaya, salah satunya adalah Tradisi Wa’a Co’i pada pernikahan masyarakat
Mbojo) adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi terhadap peraturan atau
hingga sekarang.
Tradisi Wa’a Co’i adalah upacara mengantar mahar atau mas kawin, yang
merupakan ritual yang wajib dilaksanakan oleh calon mempelai laki-laki untuk
meminang calon mempelai perempuan. Upacara Wa’a Co’i dilaksanakan pada pagi
hari atau bahkan ada yang melaksanakannya pada sore hari, tergantung dari
kesepakatan ke dua pihak keluarga. Upacara ini diikuti oleh keluarga calon
mempelai laki-laki, tetangga, ulama, tokoh adat maupun para kerabat. Di mana
pada upacara ini, rombongan pengantar mahar akan berangkat dari rumah orang
tua calon pengantin laki-laki dengan menggunakan pakaian adat Bima. Dalam
perjalanan, calon mempelai laki-laki diapit oleh dua orang mendampingi si calon
perlengkapan ibadah, perhiasan, keperluan rumah tangga dan juga sandang khas
Bima. Di perjalan rombongan pengantar mahar akan diiringi oleh atraksi kesenian
yakni zikir hadra dan diiringi oleh musik arubana. Setibanya rombongan calon
disambut dengan tarian wura bongi monca (penaburan beras kuning) yang
Dari uraian di atas, penulis tertarik mengangkat judul tentang tradisi Wa’a
Co’i (antar mahar) ini karena ingin mengetahui pemahaman masyarakat Bima
peneliti menetapkan judul “Tinjauan AL-Qur’an Terhadap Tradisi Wa’a Co’i Pada
B. Rumusan Masalah
Bima ?
mengenai Tradisi Wa’a Co’i pada pernikahan masyarakat di Desa Bolo Kecamatan
2. Deskripsi Fokus
Guna memahami dengan baik maksud penulis dalam penelitian ini, maka
tersebut:
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan firman Allah Swt yang diyakini oleh orang
Tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan dari sejak lama dan
Yusuf al-Qaradhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a al-Qur’an, Terj. Kathur Suhardi, Bagaimana
14.
teguh nilai budaya yang turun temurun dari dulu hingga sekarang. Salah
satu budaya yang masih dilestarikan hingga sampai saat ini adalah
yang rutin dilakukan ketika ada hajatan pernikahan dan juga menjadi
D. Kajian Pustaka
hukum memberikan mahar yang telah diatur dalam hukum agama Islam.
Bugis di Kabupaten Bone merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan
skripsi yang beliau tulis isi pembahasannya lebih fokus pada bentuk
keadaan ekonomi yang kuat dari keluarga mempelai laki-laki. Sedangkan
2019 program studi Pendidikan Sosial Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pengetahuan (STKIP) Bima. Di dalam jurnal ini menjelaskan tahapan-
tahapan pernikahan mulai dari tahapan pertama yaitu panati atau sodi
11
terdapat di Desa Bolo tempat penulis meneliti, seperti prosesi nge’e nuru
dan jambuta.
5. Skripsi yang ditulis oleh Suharti yang berjudul “Tradisi Kaboro Co’i Pada
perkawinan. Yang kedua adalah faktor adat budaya yang disepakati sebagai
adalah skripsi yang beliau tulis pembahasannya lebih kepada proses kaboro
co’i (mengumpulkan mahar), sedangkan skripsi yang penulis angkat
pembahasannya lebih kepada proses upacara Wa’a Co’i (antar mahar).
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Desa Bolo Kecamatan
2. Kegunaan Penelitian
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta
selanjutnya yang akan dijadikan rujukan dalam meneliti tradisi Wa’a Co’i di Desa
TINJAUAN TEORITIS
1. Penertian Tradisi
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat dan
unsur agama. Karena itu, tradisi masyarakat sangat dipengaruhi oleh lingkungan
Di dalam buku karangan M. Nur Kholis Setiawan, kata tradisi biasa merujuk
pada kata adat. Kata adat berasal dari bahasa Arab yaitu kata ‘adah yang berarti
kebiasaan yang memiliki kedekatan pengertian dengan kata ‘urf.17 ‘Urf (adat
kebiasaan) adalah sesuatu yang dikenal oleh orang banyak dan telah menjadi
manusia sebagai bagian terpenting dari masyarakat yang senantiasa ada serta
Geonawan Monoharto dkk, Seni Tradisional Sulawesi Selatan (Cet. III; Makassar:
16.
13
14
selalu berproses. Agama selaku sistem keyakinan yang dipegang oleh setiap
individu masyarakat turut menjadi penyebab dari adanya perubahan dan corak
terhadap tradisi yang ada. Beberapa aspek yang berkaitan dengan tradisi, yaitu: 1.)
bentuk warisan seni budaya tertentu. 2.) kebiasaan atau bahkan kepercayaan yang
dilembagakan dan dikelola oleh masyarakat dan pemerintah. dan 3.) kebiasaan
sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan dan ajaran sebagaimana yang turun
temurun dari nenek moyang.20 Dengan kata lain bahwa tradisi merupakan warisan
bisa berupa nilai, norma sosial, perilaku manusia dan bahkan adat kebiasaan lain
yang merupakan wujud dari berbagai aspek kehidupan manusia. Seperti halnya
tradisi Wa’a Co’i yang hingga sekarang masih dilestarikan oleh masyarakat Bima,
2. Wa’a Co’i
Wa’a Co’i secara bahasa (bahasa Bima), terdiri dari dua kata yaitu kata
Wa’a berarti bawa, membawa21 dan kata Co’i berarti mas kawin, mahar.22
Sedangkan menurut istilah Wa’a Co’i merupakan upacara antar mahal oleh calon
19.
Alo Liliweri, Sosiologi dan Komunikasi Organisasi (Jakarta: PT. Bumi Askara, 2014), h.
89-99.
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern (Jakarta: Pustaka Amani
20.
2013), h. 564.
Abdul Rauf Dkk, Kamus: Bima Indonesia Inggris, (Cet. I: Kota Bima; Tambora Printing,
21.
2013), h. 185.
22.
Abdul Rauf Dkk, Kamus: Bima Indonesia Inggris, h. 23.
15
mempelai laki-laki. Di sepanjang jalan, upacara Wa’a Co’i ini diiringi dengan
musik “hadora” atau bahasa Indonesianya yaitu hadrah yang meungkin di sebagian
daerah lain alunan musik hadrah juga ada tetapi di Bima, pemaintidak hanya
memakai alat musik tetapi juga diiringi oleh nyanyian khas daerah dan tarian-
tarian yang unik dan menarik yang dilakukan oleh bapak-bapak yang usiannya
tidak muda lagi. Sebelum rombongan dari calon mempelai laki-laki diterima atau
dipersilahkan oleh keluarga calon mempelai wanita, konon katanya dulu mereka
harus saling melempar pantun sebagai salah satu syarat agar bisa mempersunting
mempelai wanitanya harus melakukan proses “raho nika’ atau minta restu kepada
ayah atau saudara laki-lakinya apabila ayahnya sudah tiada (meninggal) sehingga
Terjemahnya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang
hati, Maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.24
23.
http://www.indikatorbima.com/2017/09/tradisi-antar-mahar-waa-coi. (diakses melalui
jaringan internet pada tanggal 20 oktober 2020 pukul 12:40).
24.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 77
16
‘permpuan’. Kata nisa>’ ( ) ِ َ ءpada dasarnya berasal dari kata kerja ( ُ ) َ – َ ْ سnasa>-
ayat dan surah, sedangkan kata niswah disebut 2 kali pada QS. Yu>suf [12]:30 dan
ayat 50. Perbedaan kata nisa>’ dan niswah adalah, kata nisa>’ digunakan di dalam
masa nabi Yusuf. Kata nisa>’ di dalam al-Qur’an pada umumnya diungkap dalam
konteks pembicaraan tentang: (1) perkawinan, (2) hubungan suami istri, (3)
b. Shaduqa>t () َ ُد َ ت
ayat َ ُد َ ت shaduqa>t bentuk jamak dari َ َ َ دshadaqat, yang diambil dari akar yang
berarti “kebenaran”. Ini karena maskawin itu didahui oleh janji, maka pemberian
itu merupakan bukti kebenaran janji. Demikian menurut Muhammad Thahir Ibn
Asyur.26 Kata َّ دَ ِ ِ ن shaduqa>tihin disebut satu kali dalam al-Qur’an yakni QS. an-
Nisa>: 4.27
c. Nihlah ( َ ْ ِ )
penjelasan mengenai perbedaan maknanya dengan kata hibah ( َ ) ِھ. Kata nihlah
dan penuh kesucian jiwa dan keikhlasan hati serta tanpa mengharapkan imbalan
materi. Oleh karena itu, lanjut Al-Ashfahani nihlah lebih khusus dari pada hibah,
sebab setiap nihlah pasti hibah, sedangkan hibah belum tentu nihlah. Sementara
itu beberapa ahli tafsir, di antaranya Ibnu Juraiz, Ibnu Zaid dan Al-Khazin
memberikan makna pada nihlah yang terdapat pada QS. Al-Nisa>/4:4 sebagai suatu
َ = َ ٍرyang wajib). Di
Qatadah mengartikannya sebagai fari>dhatun wa>jibah ( َ %ِ ! َوا
dalam al-Qur’an kata nahl dan kata lain yang seakar dengan itu disebut dua kali.
Yang pertama di dalam bentuk ism al-ma’rifah ( َ = ِا ْ م ا& َ (ْ ِرkata benda deduktif)
dengan bentuk an-nahl ( ْ ل# &َ)ا, di dalam QS. an-Nahl/16:68 dengan makna “lebah”,
sedangkan yang kedua dalam bentuk lain, yaitu nihlah ( َ ْ ِ ) disebut satu kali yaitu
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, (Cet, IV:
26.
seorang ayah kepada anaknya dapat dikatakan nihlah karena seorang ayah dalam
dengan pemberian atau balasan yang berupa harta beda pula.28 Kata nihlah ( َ ْ ِ )
d. Nafsan ( ً ْ َ )
bernafas, artinya nafas yang keluar dari rongga. Belakangan, arti kata tersebut
mengilangkan, melahirkan, bernafas, jiwa, ruh, darah, manusia, diri, dan hakikat.
ّ س
dengan ungkapan nafasa Alla>h kurbatahu (+ُ َ َ ْر,ُ - َ *َ َ ) karena kesulitan seseorang
itu hilang bagaikan hembusan nafasnya. An-nafs juga diartikan sebagai darah
karena apabila darah sudah tidak beredar lagi di badan, dengan sendirinya nafasnya
hilang. Demikian juga jiwa atau ruh disebut nafs ( ) َ ْ*سkarena apabila jiwa sebagai
daya penggerak hilang, dengan sednirinya nafas juga hilang. Semua yang
dijelaskan di atas merupakan arti dari segi kebahasaannya. Kata nafs ( ) َ ْ*سdengan
28.
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa-kata, h. 698.
29.
Muh}ammad Fu>ad ‘Abd al-Ba>qi@, Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n, h. 690
19
3. Muna>sabah Ayat
sesudahnya (sebaliknya), antara surat dengan surat. Ini disebut dengan ilmu
antara dua hal, misalnya hubungan lafadz ‘am dan has, sebab dan akibat maupun
hubungan lainnya. Muna>sabah dapat terjadi karena hubungan yang diikat oleh
kedua orang tua atau salah satu dari keduannya. Itulah sebabnya keturunan disebut
nasab, karena terdapat keterkaitan berupa hubungan darah antara satu dengan
lainnya.32
adalah mahar. Tapi yang terjadi di kalangan bangsa Arab di masa Rasulullah Saw.
pihak pria tidak bersedia membayar mahar atau bila mereka membayarnya, mahar
itu diambil kembali secara paksa. Ayat sebelumnya menceritakan tentang menikah
dengan perempuan lain, walau sampai empat asal jangan bersikap tidak jujur
30.
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa-kata, h. 691.
31.
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, h. 236.
32.
Muhammad Daming, KEAGUNGAN AL-QUR’AN: Analisis Muna>sabah, (Cet. I;
Makassar: Pustaka Al-Zikra, 2012), h. 19.
20
kepada anak yatim perempuan yang ada dalam asuhan dan penjaan seorang
Muslim, datanglah ayat yang menerangkan hal mahar atau mas kawin.33
kini tuntunan beralih kepada wanita-wanita yang akan dinikahi. Memang ketika
itu, hak-hak wanita baik yatim atau tidak sering kali diabaikan. Karena ayat ini
berpesan kepada semua orang khususnya para suami dan wali yang sering
meraka yatim maupun bukan, sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Lalu jika
mereka, yakni wanita-wanita yang kamu nikahi itu dengan senang hati, tanpa
paksaan atau penipuan, menyerahkan untuk kamu dari sebagian darinya atau
seluruh maskawin itu, maka makanlah, yakni ambil dan gunakanlah pemberian itu
sebagai pemberian yang sedap, lezat tanpa mudharat lagi baik akibatnya.34
4. Penafsiran Ayat
kepada perempuan sebelum dukhul (hubungan seksual) atas dasar kesadaran diri.
Pemahaman Rasyid Ridha> terhadap penafsiran kata syaduqa>t menunjuka bahwa
kedudukan mahar lebih tinggi dan mulia dari sekedar alat tukar seperti yang
dipahami oleh sebagian fuqaha>. Apabila ditinjau dari aspek hubungan suami-istri,
mahar dalam kacamata murid Muhammad Abduh ini merupakan simbol kasih
sayang yang berfungsi untuk merekat tali kekerabatan dan membangun kehidupan
33.
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Cet, II; Jakarta: Gema Insani Press, 2017), h. 200.
34.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’a>n, h. 345-346.
21
keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, kewajiban dalam memberikan mahar
Kata َوآ ُو ْاyang menunjukkan makna perintah memberikan mahar pada ayat
tersebut َ ْ ِ #ء َ ُد َ ِ ِ ن0 َ / & َوآ ُو ْااmenurut Rasyid Ridha> mengandung dua penertian.
Pertama, ْا& ُ َ َو َ& َ ِ ْ& ِ*(ْ ِلartinya pemberian yang dilakukan secara kontan, tidak
tertunda pada tempo tertentu. Konsekuensi dari pengertian ini adalah munculnya
silang pendapat sebagian ulama fiqih yang mengatakan bahwa mahar termasuk
dengan bentuk dan kadar yang diketahui. Pengertian kedua yang disampaikan oleh
harus disebutkan dalam akad sekalipun tidak diberikan saat akad berlangsung.36
Berbeda halnya dengan Rasyid Ridha> dalam menafsirkan kata shada>q dan
nihlah. Muhammad Tha>hir ibn ‘Asyu>r memberikan pemahaman penafsiran yang
berbeda terkait makna dua istilah mahar tersebut. Menurut Muhammad Tha>hir ibn
‘Asyu>r kata tersebut dibentuk dari akar kata al-shidqu (kejujuran). Penafsiran kata
Muhammad Rasyid Ridha>, Tafsir al-Qur’a>n al-Qari>m (Tafsir al-Mana>r), (Mesir, al-
35.
dengan dibaca fathah menjadi ha>l dari kata shaduqa>tihin. Hal boleh berdiri dari
kata tunggal sekalipun sha>hibulha>l kata jamak, sebab kata nihlah merupakan jenis
kata yang maknanya mencakup semua kata tunggal. Selain menjadi ha>l, nihlah
dapat dibaca fathah sebagai mashdar yang menjelaskan kata a>tu> yang berarti suatu
mahar merukan hadiah. Mahar bukan alat tukar yang mengharuskan adanya timbal
kewajiban. Tujuan pernikhan tersebut lebih agung dan mulia dibandingkan dengan
suatu akad transaksional. Dan andaikan mahar dijadikan alat transaksional maka
tentu nilainya akan melambung tinggi sesuai dengan manfaat yang diberikan
seorang perempuan. Allah menjadikan mahar sebagai sesuatu pemberian wajib
Di dalam kitab tafsir al-Misbah yang ditulis oleh Quraish Shihab, bahwa
maskawin bukan saja lambang yang membuktikan kebenaran dan ketulusan hati
38.
Akhmad Maimun, “Makna Kesederhanaan Mahar Dalam QS. Al-Nisa> ayat 4 da 20”,
Sripsi, (Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2019) h. 72-74
23
suami untuk menikah dan menanggung kebutuhan hidup istrinya, tetapi lebih dari
itu. Ia adalah lambang dari janji untuk tidak membuka rahasia kehidupan rumah
tangga khususnya rahasia terdalam yang tidak dibuka oleh seorang wanita kecuali
kepada suaminya. Dari segi kehidupan, maskawin sebagai lambing kesedian suami
dinilai materi, walau hanya cincin dari besisebagaimana sabda Nabi Saw. dan dari
segi kedudukannya sebagai lambing kesetiaan suami istri, maka maskawin boleh
tersebut di atas, diperkuat lagi oleh lanjutan ayat, yakni ( ) nihlah. Kata ini
dapat berarti agama, pandangan hidup, sehingga maskawin yang diserahkan itu
merupakan bukti kebenaran dan ketulusan hati sang suami yang diberikannya
mencul darilubuk hatinya. Karena itu, ayat di atas setelah menyatakan thibna ()طِ ْن
yang maknanya mereka senang hati, ditambah lagi dengan kata nafsan/jiwa ( ً *ْ َ )
untuk menunjukkan betapa kerelaan itu muncul dari lubuk jiwanya yang dalam
Menurut Hamka, kata shadaq atau shaduqa>t yang dari rumpun kata shidi>q,
shadaq bercabang juga dengan shadaqah yang terkenal. Di dalam maknanya ialah
harta yang diberikan dengan perasaan jujur, putih hati, hati suci, muka jernih
39.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an, h. 316.
24
kepada calon istri yang akan dinikahi. Kemudian di dalam ayat ini disebut nihlah,
yang kita artikan kewajiban supaya cepat saja dipahami karena memang mahar
wajib dibayar. Ada pula yang berpendapat bahwa kata nihlah dari rumpun kata an-
Nahl bermakna lebah. Laki-laki mencari harta yang halal laksana lebah mencari
kembang yang kelak menjadi madu yang hasil usaha jerih payah sucinya itulah
yang diserahkan kepada calon istrinya. Setelah maskawin diberikan yang timbul
dari hati yang suci bersih, maskawin itu telah menjadi hak perempuan. Laki-laki
yang beriman dan berbudi tidak akan mengganggu hak itu. Akan tetapi kalau istri
al-Sya’rawi mahar tidak hanya sebatas pemberian. Mahar adalah persoalan hak dan
imbalan atas manfaat yang diperoleh suami dalam pernikahan. Adapun alasan al-
Sya’rawi mengatakan mahar sebagai imbalan atas suatu manfaat, sebab dalam
Berdasarkan penjelasan ulama tafsir tentang makna kata Shadu>q dan nihlah
yang terdapat dalam QS al-Nisa> ayat 4, maka maksa kesederhanaan mahar tidak
40.
Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 200-201
41.
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi al-Khawatir , (Akhbar al-Youm
1997), h. 2009
25
mencakup tiga aspek; yaitu kerelaan, kesadaran, kemurahan hati kedua pihak
memberatkan dan menyulitkan pihak laki-laki. Mahar juga hars diberikan atas
dasar kemurahan seorang laki-laki dan adanya kerelaan dari pihak istri. Jika roses
pemberian mahar di luar kemampuan dan memberatkan suami, maka mahar tidak
pemberian suka-rela.42
42.
Akhmad Maimun, “Makna Kesederhanaan Mahar Dalam QS. Al-Nisa> ayat 4 da 20”.
Sripsi, h. 79
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan
dan kegunaan.43
objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana penelitian ini
wawancara pihak-pihak yang terkait dalam prosesi upacara Wa’a Co’i pada
2017), h. 2.
44.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 9.
26
27
B. Pendekatan Penelitian
sebagai berikut:
1. Pendekatan Tafsir
Para pakar tafsir mendefinisikan tafsir sebagai cara kerja atau suatu alat
secara ilmiah.45 Jadi, pendekata tafsir dapat dipahami sebagai cara mendekatan
Pendekatan yang dimaksud oleh peneliti yaitu untuk melihat bagaimana bentuk
2. Pendekatan sosiologis
yang dimaksud yaitu masyarakat yang ada di Desa Bolo Kecamatan Madapangga
Kabupaten Bima.
Sosiologi adalah ilmu yang mengkaji hal-hal yang ada dalam kehidupan
45.
Mardan, Wawasan al-Qur’a>n tentang Keadilan: Suatu Analisis al-Tafsīr al-Maudhū’i,
(Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 26.
28
pengaruh timbal balik antara segi kehidupan bersama, (hubungan timbal balik
yang dilihat dari segi kehidupan ekonomi dan politik), segi kehidupan hukum dan
3. Pendekatan Antropologis
tradisi Wa’a Coi’i dapat diketahui lebih dalam, dengan usaha menelusuri nilai-
C. Sumber Data
Sumber data adalah sumber yang diperoleh dari hasil penelitian. Dalam
penelitian kualitatif, sumber data terbagi dua, yaitu sumber data primer dan
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara yang
Abdul Rahim Mallawaeng, Pengantar Sosiologi Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
46.
Dasar Sosiologi Pada Umumnya, (Cet. I; Makassar: Guna Darma Ilmu, 2013), h. 1.
47.
Kondjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Cet. IX; Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2009), h. 5.
29
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah orang-orang yang pernah
terlibat langsung dalam prosesi pelaksanaan tradisi Wa’a Co’i, yaitu tokoh
masyarakat, tokoh agama dan petua adat yang memahami dengan jelas tentang
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (bukan
sumber utama). Teknik pengambilan informasi melalui data sekunder ini bisa
berupa buku-buku, dokumen/arsip dan media yang relevan yang berkaitan dengan
penelitian.
a. Data tertulis
Data tertulis adalah sumber data memberi informasi melalui buku, skripsi,
jurnal dan lain-lain. Selain itu bisa dokumen atau arsip untuk memberikan
informasi dan keterangan yang jelas mengenai kondisi lokasi penelitian baik
keadaan secara social, geografis, keagamaan, maupun dunia pendidikan yang ada
b. Dokumentasi
Dokumentasi menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan
untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya sering dianalisis secara induktif. Ada dua
48.
Zainal Asikin, Pengantar Metodologi Hukum (Cet II; Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), h. 30.
30
dokumentasi yang dihasilkan dari orang lain dan dokumentasi yang dihasilkan oleh
peneliti sendiri.49
penelitina, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pegumpulan data, maka penelitian tidak akan mendpatkan data
1. Observasi
(validitas dan reabilitas) sehingga hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan yang
2. Wawancara
49.
Robert Bogdan dan Sari Knoop Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods (Boston: t.p, 1982), h. 102.
50.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 224.
51.
Consuelo G Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: UI Perss, 1993), h 198.
52.
Rianto Adi Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta; Granit, 2004), h 70.
31
yang dilaksanakan dengan tanya jawab baik secara lisan, sepihak, berhadapan
muka, maupun dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.53 Sutrisno Hadi
(1986) mengemukakan bahwa anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam
sebagai berikut : 1.) Bahwa subjek (responden) adalah orang yang paling tahu
tentang dirinya sendiri. 2.) Bahwa apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti
adalah benar dan dapat dipercaya. 3.) Bahwa interprestasi subjek tentang
informasi yang berkaitan dengan tradisi Wa’a Co’i pada pernikahan masyarakat di
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitian tersebut menjadi sistematis dan
lebih mudah.55 Dalam penelitian ini, alat yang digunakan oleh peneliti adalah alat
tulis menulis sebagai alat untuk mencatat informasi yang ditemukan saat
Muhammad Yaumi, Action Research, : Teori, Model, dan Aplikasi, (Cet. I; Makassar:
53.
observasi, kamera handpone sebagai alat untuk mendapatkan data digital, serta
Teknik analisis data adalah salah satu tahap dalam proses penelitian.
lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini,
Nasution (1988) menyatakan bahwa analisis telah mulai sejak merumuskan dan
data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
belum memuaskan, maka peneliti akan mengajukan pertanyaan lagi sampai tahap
1. Reduksi data
penurunan, atau potongan. Dalam teknik ini dimaksud dengan reduksi adalah
56.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 245.
57.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 246.
33
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang
telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
2. Penyajian Data
data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya. Miles
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat
naratif.60
58.
Muhammad Yaumi, Action Research: Teori, Model, dan Aplikasi, h. 152.
59.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 247.
60.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, h. 249.
61.
Muhammad Yaumi, Action Research: Teori, Model, dan Aplikasi, h. 161.
34
Al-Qur’an al-Kari>m
Abdul Azi>z bin Bazi>zah. 2010. Raudhah al-Mustabin fi Syafrh Kitab al-Taqli>n. Saudi: Dar Ibn
Hazm.
Abdul Rahim Mallawaeng. 2013. Pengantar Sosiologi Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar
Sosiologi Pada Umumnya. Cet. I; Makassar: Guna Darma Ilmu.
Abdul Rahman Ghozali. 2003. Fiqh Muna>kahat. Jakarta: Kencana
Abdul Rauf Dkk. 2013. Kamus: Bima Indonesia Inggris. Cet. I: Kota Bima; Tambora Printing.
Abdul Wahhab Khallaf. 1994. Ilmu Ushul Fiqh, Terj. Dari Kitab Ilmu Ushul Fiqh. Cet. I;
Semarang: Toha Putra Grup.
Akhmad Maimun. 2019. “Makna Kesederhanaan Mahar Dalam QS. Al-Nisa> ayat 4 da 20”. Sripsi.
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,.
Alo Liliweri. 2014. Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Bumi Askara.
Consuelo G Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Perss.
Darsono Prawironegoro. 2010. Kajian Tentang Organisasi Budaya, Ekonomi, Sosial, dan Politik:
Budaya Organisasi. Cet. I; Jakarta: Nusantara Consulting.
Geonawan Monoharto dkk. 2005. Seni Tradisional Sulawesi Selatan. Cet. III; Makassar: Lamacca
press
H.R. Warsito. 2012Antropologi Budaya. Yogyakarta: Ombak.
Hamka. 2017. Tafsir al-Azhar. Cet, II; Jakarta: Gema Insani Press
http://ibtimes.id/data-populasi-penduduk-muslim-2020-indonesia-terbesar-di-dunia/
http://ntb.bps.go.id/statictable/2017/11/15/189/persentase-penduduk-menurut-kabupaten-kota-dan-
agama-yang-dianut-di-provinsi-nusa-tenggara-barat-2016.html.
http://www.indikatorbima.com/2017/09/tradisi-antar-mahar-waa-coi. (diakses melalui jaringan
internet pada tanggal 20 oktober 2020 pukul 12:40).
Id.m.wikipedia.org/wiki/Tradisi. (diakses melalui jaringan internet pada tanggal 21 september 2020
pukul 13:41).
Kementerian Agama RI. 2015Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: al-Hadi.
Kondjaraningrat. 2009Pengantar Ilmu Antropologi. Cet. IX; Jakarta: PT. Rineka Cipta.
M. Nur Kholis Setiawan. 2012. Pribumisasi Al-Qur’an: Tafsir Berwawasan Keindonesiaan. Cet. I;
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
M. Quraish Shihab. 2007. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa-kata. Cet. I; Jakarta: Lentera Hati.
Mardan. 2013.Wawasan al-Qur’a>n tentang Keadilan: Suatu Analisis al-Tafsīr al-Maudhū’i. Cet. I;
Makassar: Alauddin University Press.
Muh}ammad Fu>ad ‘Abd al-Ba>qi@. 2012. Mu’jam al-Mufahras li al-Fa>z} al-Qur’a>n. Cet. I; Dimasyq:
Da>r al-Basya>ir.
Muhammad Ali. 2013. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern. Jakarta: Pustaka Amani.
35
36
Muhammad Amin Suma. 2014. Ulumul Qur’an. Cet. II; Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad Daming. 2012. KEAGUNGAN AL-QUR’AN: Analisis Muna>sabah. Cet. I; Makassar:
Pustaka Al-Zikra.
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi. 1997Tafsir al-Sya’rawi al-Khawatir. Akhbar al-Youm.
Muhammad Rasyid Ridha>. 1990. Tafsir al-Qur’a>n al-Qari>m (Tafsir al-Mana>r). Mesir, al-Hairah al-
Mishiriyyah al’amah.
Muhammad Yaumi. 2013. Action Research, : Teori, Model, dan Aplikasi,. Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press.
Quraish Shihab. 2015. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan keserasian al-Qur’an. Cet, IV: Lentera
Hati.
Rianto Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta; Granit.
Ririn Anggreany. 2016. “Perspektif Masyarakat Islam Terhadap Pernikahan Dini di kecamatan
Pattalassang Kabupaten Gowa”. Sripsi (Makassar: Fak Syariah dan Hukum UIN
Alauddin Makassar.
Robert Bogdan dan Sari Knoop Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction
to Theory and Methods. Boston: t.p.
Soemiyati. 1982. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan No,1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Cet. I; Yogyakarta: Liberti Yogyakarta.
Sugiono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 1995. Manajemen Penelitian. Cet. III; Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syeikh Abu Bakar Jabi>r Al-Jazairi, Aisar At-Tafa>sir li Al-Kala>mi Al-Aliyyi Al-Kabi>r, Terj. M.
Ashari Hatim dan Abdurrahman Mukti. 2007. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar. Cet. I; Jakarta:
Darus Sunnah.
Yusuf al-Qaradhawi. 2016. Kaifa Nata’amal Ma’a al-Qur’an, Terj. Kathur Suhardi, Bagaimana
Berinteraksi Dengan al-Qur’an. Cet. V; Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar.
Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metodologi Hukum. Cet II; Jakarta: Raja Grafindo Persada.