Karakteristik berfikir filsafat juga dikemukakan oleh Nasution (2016: 30-31), yaitu
sebagai berikut :
1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar persoalan.
Contoh : Ketika ada perbedaan pendapat, tentunya harus dibahas sampai ke akar
masalah. Bagaimana untuk menyatukan pendapat tanpa perpecahan.
2. Universal, yaitu berpikir secara menyeluruh. Tidak terbatas pada bagian-bagian
tertentu, tapi mencakup keseluruhan aspek yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan
metafisik.
Contoh : Dalam meneliti tentang stem cell harus memikirkan dampak yang buruk
maupun yang baik serta memikirkan kegunaannya untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
3. Konseptual, merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
Contoh : Ketika sudah memutuskan untuk kuliah di suatu jurusan, maka pikirkan juga
bagaimana kedepannya apakah akan menjadi jalan terbaik atau bukan.
4. Koheren dan konsisten yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Sedangkan
konsisten adalah tidak mengandung kontradiksi.
Contoh : Apa yang ada di jadwal suatu kegiatan hari esok sebaiknya direncanakan
sebelumnya sehingga akan teratur sesuai urutan sehingga kehidupan tidak berantakan
akan tertata.
5. Sistematik, yaitu berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah (step by step)
penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : Mahasiswa akan mengikuti sebuah ujian, maka untuk mempersiapkannya bisa
dimulai jauh sebelum ujian dilaksanakan. Supaya hidup tidak tergesa-gesa serta lebih
tertata tentunya.
6. Komprehensif. Mencakup atau menyeluruh
Contoh : Dalam menangani pasien sebagai tim Kesehatan harus memberikan pelayanan
dalam mengatasi masalah penyakitnya mulai dari penyebabnya, pengobatannya,
pencegahannya, serta rehabilitatifnya.
7. Bebas. Pemikiran filsafat boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas,
yakni bebas dari prasangka-prasangka social, historis, kultural bahkan religious.
Contoh : Seseorang berhak mempunyai pilihan hidup diimbangi dengan menghargai
pemikiran orang lain dan tidak mengganggu kebudayaan serta kerukunan beragama di
lingkungan.
8. Bertanggungjawab. Seseorang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus
bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya paling tidak terhadap hati nuraninya
sendiri.
Contoh : Seseorang dalam menentukan pilihannya harus diimbangi dengan
tanggungjawab dan yakin semua keputusannya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Referensi :
1) Jurnal Relasional Ilmu Filsafat Dengan Pendidikan (Icam Sutisna. Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Gorontalo)
2) Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta:
Pernadamedia Group.
3) Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan.
Yogyakarta: Deepbulish.
Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia
di dalam mengenal dan mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik
tolak pada beberapa ciri pemikiran, yaitu:
a) Berpikir Rasional
Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif,
khayalan, atau imajinasi belakah. Ciri pemikiran rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan
berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat,
bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum). Ciri pemikiran filsafat yang
rasional itu membuat filsafat disebut sebagai pemikiran kritis atau “ilmu kritis”.
b) Berpikir Radikal (radix = akar).
Ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-
akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang
mendasar dan mendalam, serta sebuah pertanggunganjawaban yang memadai di dalam
membangun pemikiran filsafat dan pikiran keilmuan itu sendiri. Ciri pemikiran dimaksud,
mengisyaratkan bahwa orang tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan pemikiran
sebelum menemukan hakikat kebenarannya secara fundamental, dan dengan demikian, ia
tidak muda terjebak ke dalam pemikiran yang sesat dan keliru atau kejahatan. Berpikir
radikal menunjukkan bahwa filsafat sebagai sebuah proses dan hasil pemikiran, selalu
berusaha melatakkan dasar dan strategi bagi pemikiran itu sendiri sehingga bertahan
menghadapi ujian kritis atau tantangan (ujian) zaman dengan berbagai arus pemikiran baru
apa pun.
c) Kreatif-inovatif.
Pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang melanggengkan atau memandegkan dirinya di
dalam berbagai keterkungkungan dogma atau ideologi yang beku dan statis. Justru, ia selalu
berusaha membangun ketajaman budi untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi,
mampu mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan dirinya
sedemikian rupa sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-
gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman
serta kemajuan-kemajuan yang penuh kejutan dan pergolakan, baik pada tataran ide maupun
moral. Ciri pikiran filsafat tersebut mengandaikan sebuah kekuatan transformasi dan seni
“mengolah budi” (kecerdasan) guna mampu melakukan imajinasi teori, mengubah fakta
menjadi permasalahan dan terobosan penyelesaiannya dalam berbagai lakon aktual.
d) Berpikir Sistematis dan analitis.
Ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir
yang benar). Pemikiran filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide, penalaran,
dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha
mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa , atau mengakumulasikan, serta
menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata
(pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran
yang tepat dan benar.
e) Berpikir Universal.
Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan pemikiran yang bersifat
universal, yang dapat berlaku di semua tempat dan diterima semua orang.
f) Komprehensif dan holistik.
Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah
lebih jelas dan lebih bermakna daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara
utuh, tidak terlepas-lepas dalam kapsul egoisme (kebenaran) sektoral yang sempit.
g) Berpikir Abstrak.
Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya,
pemikiran filsafat selalu berusaha meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-
pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera
manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral
(terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide,
konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.
h) Berpikir Spekulatif.
Ciri pemikiran ini merupakan kelanjutan dari ciri berpikir abstrak yang selalu berupaya
mengangkat pengalaman-pengalaman faktawi ketaraf pemahaman dan penalaran. Pemikiran
filsafat yang berciri spekulatif memungkinkan adanya transendensi untuk menunjukkan
sebuah perspektif yang luas tentang aneka kenyataan.
i) Bertanggung jawab
Orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggungjawab. Bertanggung jawab terhadap siapa?
Pertama-tama terhadap hati nuraninya. Jadi, ada hubungan Antara kebebasan berfikir dalam
filsafat dan etika.
Referensi : Pengertian Kebudayaan, Unsur, Komponen, Sifat dan Wujudnya oleh Dani
Ramdani https://www.sosial79.com/2020/09/pengertian-kebudayaan-unsur-komponen.html