Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU ETIKA DAN NILAI ISLAM

Nama : Dewi Candra Pribawanti


NPM : 2302022003
Prodi : S2 Sains Biomedik
Dosen : dr. Insan Sosiawan A.Tunru., PhD
Nama : Dewi Candra Pribawanti
NPM : 2302022003
Prodi : S2 Sains Biomedik
Dosen : dr. Insan Sosiawan A.Tunru., PhD

Soal tugas Filsafat Ilmu 2022


1. Jelaskan karakeristik berpikir secara Ilmu Filsafat dan contohnya.
Jawaban :
Menurut Latif (2014:4) karakteristik berpikir secara Ilmu Filsafat yaitu :
1) Bersifat menyeluruh artinya untuk mengetahui hakikat ilmu dari sudut pandang yang
lain, kaitanya dengan moralitas.
Contohnya seorang ilmuwan tidak akan pernah puas jika hanya megenal ilmu dari segi
pandang ilmu itu sendir, serta ingin yakin apakah ilmu ini membawa kebahagiaan. Hal
ini akan membuat ilmuwan tidak akan merasa sombong dan mengangku paling hebat
atau diatas langit masih ada langit, sebagaimana Socrates yang meyatakan tidak tau
apa-apa.
2) Bersifat mendasar, maksudnya sifat yang tidak begitu saja percaya bahwa ilmu itu
benar. Contohnya seorang akan selalu bertanya tentang mengapa ilmu itu benar?
Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri
benar? Lalu benar sendiri itu apa? Seperti suatu pertanyaan yang melingkar yang harus
dimulai dengan menentukan titik yang benar.
3) Bersifat spekulatif, maksudnya menyusun sebuah lingkaran dan menentukan titik awal
sebuah lingkaran dan pembuktian.
Contohnya dibutuhkan seseorang mempunyai suatu sifat spekulatif baik dari segi
proses, analisis maupun pembuktiannya, sehingga dapat dipisahkan mana yang logis
atau tidak

Karakteristik berfikir filsafat juga dikemukakan oleh Nasution (2016: 30-31), yaitu
sebagai berikut :
1. Radikal, artinya berpikir sampai ke akar-akar persoalan.
Contoh : Ketika ada perbedaan pendapat, tentunya harus dibahas sampai ke akar
masalah. Bagaimana untuk menyatukan pendapat tanpa perpecahan.
2. Universal, yaitu berpikir secara menyeluruh. Tidak terbatas pada bagian-bagian
tertentu, tapi mencakup keseluruhan aspek yang konkret dan abstrak atau yang fisik dan
metafisik.
Contoh : Dalam meneliti tentang stem cell harus memikirkan dampak yang buruk
maupun yang baik serta memikirkan kegunaannya untuk jangka pendek maupun jangka
panjang.
3. Konseptual, merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia.
Contoh : Ketika sudah memutuskan untuk kuliah di suatu jurusan, maka pikirkan juga
bagaimana kedepannya apakah akan menjadi jalan terbaik atau bukan.
4. Koheren dan konsisten yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir logis. Sedangkan
konsisten adalah tidak mengandung kontradiksi.
Contoh : Apa yang ada di jadwal suatu kegiatan hari esok sebaiknya direncanakan
sebelumnya sehingga akan teratur sesuai urutan sehingga kehidupan tidak berantakan
akan tertata.
5. Sistematik, yaitu berpikir logis, yang bergerak selangkah demi selangkah (step by step)
penuh kesadaran, berurutan dan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : Mahasiswa akan mengikuti sebuah ujian, maka untuk mempersiapkannya bisa
dimulai jauh sebelum ujian dilaksanakan. Supaya hidup tidak tergesa-gesa serta lebih
tertata tentunya.
6. Komprehensif. Mencakup atau menyeluruh
Contoh : Dalam menangani pasien sebagai tim Kesehatan harus memberikan pelayanan
dalam mengatasi masalah penyakitnya mulai dari penyebabnya, pengobatannya,
pencegahannya, serta rehabilitatifnya.
7. Bebas. Pemikiran filsafat boleh dikatakan merupakan hasil pemikiran yang bebas,
yakni bebas dari prasangka-prasangka social, historis, kultural bahkan religious.
Contoh : Seseorang berhak mempunyai pilihan hidup diimbangi dengan menghargai
pemikiran orang lain dan tidak mengganggu kebudayaan serta kerukunan beragama di
lingkungan.
8. Bertanggungjawab. Seseorang berfilsafat adalah orang yang berpikir sekaligus
bertanggungjawab terhadap hasil pemikirannya paling tidak terhadap hati nuraninya
sendiri.
Contoh : Seseorang dalam menentukan pilihannya harus diimbangi dengan
tanggungjawab dan yakin semua keputusannya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Referensi :
1) Jurnal Relasional Ilmu Filsafat Dengan Pendidikan (Icam Sutisna. Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Gorontalo)
2) Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta:
Pernadamedia Group.
3) Nasution, Ahmad Taufik. 2016. Filsafat Ilmu Hakikat Mencari Pengetahuan.
Yogyakarta: Deepbulish.

2. Jelaskan masing masing ruang lingkup Filsafat dan contohnya.


Jawaban :
1) Ontologi mempersoalkan yang ada, istilah ini menunjukan terhadap apa yang benar-
benar ada didunia, baik yang dapat dirasakan oleh panca indera maupun sesuatu yang
ada dibalik fisik (metafisik).
Contoh : Sebuah Pendidikan bertujuan untuk mengubah perilaku, kognitif dan
psikomotor sebagai perubahaan riil dimana penerapannya kepada peserta didik secara
humanis akan memberikan dampak dari buruk menjadi lebih baik.
2) Epistemologi mempersoalkan masalah pengetahuan. Istilah ini menunjukan bagaimana
proses, mengenai sumber-sumber dan kebenaran pengetahuan tersebut. Hal ini
berkaitan dengan pengetahuan mengenai hakikat segala sesuatu dan hubungan dengan
sumber pengetahuan itu sendiri.
Contoh : Ketika kita mendapatkan makanan, kita akan mempertanyakan bahwa bend
aitu bisa dimakan. Secara ilmu pengetahuan kita bisa menangkap melalui panca indera,
secara ilmu kita akan mengetahui proses dari berbagai sumber tentang pembuatan
makanan tersebut.
3) Aksiologi mempersoalkan tentang nilai dalam kehidupan manusia. Nilai yang berkaitan
dengan kebenaran disebut dengan logika, sedangkan nilai yang berkaitan dengan
moralitas disebut dengan etika dan nilai yang berhubungan dengan keindahaan disebut
estetika. 
Contoh : Seseorang yang memiliki etika yang baik tentunya akan menghormati siapa
saja dan berlaku sopan, menghormati dan menghargai orang lain. Melalui norma
masyarakat seseorang juga akan bertindak yang baik tidak melanggar hukum sekaligus
nilai-nilai keadilan.

3. Jelaskan Ciri ciri berpikir secara filsafat.


Jawaban :
1) Berpikir Radikal
Istilah radikal berasal dari bahasa Yunani, yaitu radix yang berarti akar. Menurut
Masykur Arif Rahman, berpikir radikal adalah berpikir sampai ke akar-akarnya,
mendalam, sampai pada penyebab (asas) yang pertama, atau pada konsekuensinya yang
terakhir, atau sampai pada hakikat segala sesuatu.
2) Berpikir Universal
Universal berarti umum, menyeluruh, luas dan melingkupi segalanya. Berpikir
universal merupakan kegiatan berpikir yang dimana seseorang dengan sadar
mengetahui bahwa obyek pikirannya memiliki keterkaitan dengan obyek yang lainnya
dan tidak mengkhususkan suatu obyek berdasarkan tempat, waktu maupun hal lainnya.
3) Berpikir Rasional
Berpikir rasional atau berpikir logis (masuk akal) dapat diartikan sebagai berpikir
dengan konsisten, sistematis, sesuai dengan logika (benar menurut penalara/hukum
berpikir) dan kritis. Oleh karena filsafat dicirikan sebagai berpikir rasional, maka
pertanggungjawaban kebenaran filsafat adalah dihadapan akal.

Filsafat, sesuai ciri dasarnya sebagai prinsip dan landasan berpikir bagi setiap usaha manusia
di dalam mengenal dan mengembangkan eksistensinya, melakukan tugasnya dengan bertitik
tolak pada beberapa ciri pemikiran, yaitu:
a) Berpikir Rasional
Ciri pemikiran filsafat pertama-tama harus bersifat rasional, bukan perasaan subyektif,
khayalan, atau imajinasi belakah. Ciri pemikiran rasional menunjukkan bahwa baik kegiatan
berpikir maupun hasil pemikiran filsafat itu sendiri harus dapat diterima secara akal sehat,
bukan sekedar mengikuti sebuah common sense (pikiran umum). Ciri pemikiran filsafat yang
rasional itu membuat filsafat disebut sebagai pemikiran kritis atau “ilmu kritis”.
b) Berpikir Radikal (radix = akar).
Ciri berpikir filsafat yang ingin menggali dan menyelami kenyataan atau ide sampai keakar-
akarnya, untuk menemukan dan mengangkat dasar-dasar pemikirannya secara utuh ke
permukaan. Melalui cara pemikiran yang demikian itu, diperoleh suatu hasil berpikir yang
mendasar dan mendalam, serta sebuah pertanggunganjawaban yang memadai di dalam
membangun pemikiran filsafat dan pikiran keilmuan itu sendiri. Ciri pemikiran dimaksud,
mengisyaratkan bahwa orang tidak perlu terburu-buru mengambil kesimpulan pemikiran
sebelum menemukan hakikat kebenarannya secara fundamental, dan dengan demikian, ia
tidak muda terjebak ke dalam pemikiran yang sesat dan keliru atau kejahatan. Berpikir
radikal menunjukkan bahwa filsafat sebagai sebuah proses dan hasil pemikiran, selalu
berusaha melatakkan dasar dan strategi bagi pemikiran itu sendiri sehingga bertahan
menghadapi ujian kritis atau tantangan (ujian) zaman dengan berbagai arus pemikiran baru
apa pun.
c) Kreatif-inovatif.
Pemikiran filsafat bukanlah pemikiran yang melanggengkan atau memandegkan dirinya di
dalam berbagai keterkungkungan dogma atau ideologi yang beku dan statis. Justru, ia selalu
berusaha membangun ketajaman budi untuk mampu mengeluarkan diri kebekuan inspirasi,
mampu mengkritisi, memperbaiki, menyempurnakan, dan mengembangkan dirinya
sedemikian rupa sehingga dapat melahirkan penemuan-penemuan (invention) dan gagasan-
gagasan baru yang lebih brilian, terbuka, dan kompetitif dalam merespons tuntutan zaman
serta kemajuan-kemajuan yang penuh kejutan dan pergolakan, baik pada tataran ide maupun
moral. Ciri pikiran filsafat tersebut mengandaikan sebuah kekuatan transformasi dan seni
“mengolah budi” (kecerdasan) guna mampu melakukan imajinasi teori, mengubah fakta
menjadi permasalahan dan terobosan penyelesaiannya dalam berbagai lakon aktual.
d) Berpikir Sistematis dan analitis.
Ciri berpikir filsafat selalu berpikir logis (terstruktur dan teratur berdasarkan hukum berpikir
yang benar). Pemikiran filsafat tidak hanya melepaskan atau menjejerkan ide-ide, penalaran,
dan kreatifitas budi secara serampangan (sporadis). Justru, pemikiran filsafat selalu berusaha
mengklasifikasi atau menggolong-golongkan, mensintesa , atau mengakumulasikan, serta
menunjukkan makna terdalam dari pikiran, merangkai dan menyusunnya dengan kata
(pengertian), kalimat (keputusan), dan pembuktian (konklusi) melalui sistim-sistim penalaran
yang tepat dan benar.
e) Berpikir Universal.
Artinya, pemikiran filsafat selalu mencari gagasan-gagasan pemikiran yang bersifat
universal, yang dapat berlaku di semua tempat dan diterima semua orang.
f) Komprehensif dan holistik.
Artinya, pemikiran filsafat selalu bersifat menyeluruh dan utuh. Baginya, keseluruhan adalah
lebih jelas dan lebih bermakna daripada bagian-perbagian. Holistik artinya, berpikir secara
utuh, tidak terlepas-lepas dalam kapsul egoisme (kebenaran) sektoral yang sempit.
g) Berpikir Abstrak.
Berpikir abstrak adalah berpikir pada tataran ide, konsep atau gagasan. Maksudnya,
pemikiran filsafat selalu berusaha meningkatkan taraf berpikir dari sekedar pernyataan-
pernyataan faktual tentang fakta-fakta fisik yang terbatas pada keterbatasan jangkuan indera
manusia untuk menempatkannya pada sebuah pangkalan pemahaman yang utuh, integral
(terfokus), dan saling melengkapi pada tataran yang abstrak melalui bentuk –bentuk ide,
konsep, atau gagasan-gagasan pemikiran.
h) Berpikir Spekulatif.
Ciri pemikiran ini merupakan kelanjutan dari ciri berpikir abstrak yang selalu berupaya
mengangkat pengalaman-pengalaman faktawi ketaraf pemahaman dan penalaran. Pemikiran
filsafat yang berciri spekulatif memungkinkan adanya transendensi untuk menunjukkan
sebuah perspektif yang luas tentang aneka kenyataan. 
i) Bertanggung jawab
Orang yang berfilsafat berfikir sambil bertanggungjawab. Bertanggung jawab terhadap siapa?
Pertama-tama terhadap hati nuraninya. Jadi, ada hubungan Antara kebebasan berfikir dalam
filsafat dan etika.

4. Jelaskan dalam satu masalah tentang rasional empiris


Jawaban :
Menurut Decartes, kita tetap meragukan sementara waktu apa saja yang tidak bisa
dilihat dengan terang akal budi sebagai yang pasti benar dan tak diragukan lagi. Ini disebut
keraguan metodis, berfungsi sebagai alat unutk menyingkirkan semua prasangka,
tebakan dan dugaan yang menipu, dan menghalangi kita untuk sampai pada
pengetahuan yang benar-benar punya dasar yang kuat. Descartes beranggapan bahwa
hanya akal budi yang dapat membuktikan bahwa ada dasar bagi pengetahuanmanusia, ada
dasar untuk merasa pasti dan yakin akan apa yang diketahui. Salah satu unsur yang
menipu dan menghalangi kita untuk sampai pada pengetahuansejati adalah pengalaman
indrawi kita. Contohnya, panca indera kita menipu kita bahwa benda-benda
ruang angkasa kecil. Ini yang membuat Decartes meragukansemua yang
ditangkapnya melalui panca indera. Dari keraguan Decartes tersebut menyimpulkan
hanya kalau apa yang ditangkap oleh pancaindra telah dilihat melalui terang akal budi
sebagai kepastian dan tidak bisa diragukan, apa yang ditangkap pancaindra itu bisa
diterima sebagai pengetahuan
Contoh lainnya Ketika kita berbicara mengenai “cahaya” yang begitu terang. Dan ketika
kita tahu bahwa cahaya merupakan “benda”. Secara rasional dari pengamatan kita akan
cahaya yang begitu tiba tiba menerangi daerah dengan luas yang jauh dapat dipastikan
bahwa pikiran kita akan menyimpulkan secara hipotesis bahwa Cahaya memiliki
“kecepatan yang tinggi” meskipun tidak mengetahui kecepatan yang pastinya juga
membutuhkan daya agar tetap menerangi daerah yang luas. Dengan adanya cahaya warga
di daerah itu dapat beraktivitas seperti saat disiang hari.
Kemudian secara empirik cahaya itu akan menyala pada malam hari karena cahaya
matahari sudah tidak ada sehingga penglihatan kita dibantu dengan cahaya.
Referensi : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosif, A. Sonny Keraf & Michael Du

5. Jelaskan bagaimana manusia mengembangkan pengetahuannya dan apa bedanya


dengan binatang.
Jawaban :
Pengetahuan mampu dikembangkan manusia disebabkan dua hal :
1) Manusia mempunyai Bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.
2) Kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar
cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya
yakni Bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar.
 Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan
pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaannya. Secara simbolik manusia
memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa dan setelah itu manusia harus
hidup berbekal pengetahuan ini.
 Manusia adalah satu satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan ini secara
sungguh sungguh.
 Binatang juga mempunyai pengetahuan ,namun pengetahuan ini terbatas untuk
kelangsungan hidupnya (survival)
 Instink binatang jauh lebih peka dari instink seorang insinyur geologi,mereka
sudah jauh jauh berlindung ketempat yang aman sebelum gunung meletus.

6. Jelaskan tentang apa yang dimaksud dengan penalaran.


Jawaban :
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan. Sebagai kegiatan berpikir, penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu
yaitu:
1) Adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika. Atau dapat juga
dikatakan penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. di mana berfikir logis disini
harus diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.
2) Proses berpikirnya bersifat analitik. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang
menyandarkan diri pada suatu analisis dan kerangka berpikir yang dipergunakan untuk
analisis tersebut adalah logika penalaran . Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu
kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran
lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat analitik ini merupakan
konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Tanpa adanya pola berpikir
tersebut maka tidak akan ada kegiatan analisis.
Kesimpulan pengertian dari penalaran adalah cara berpikir tertentu oleh karena itu untuk
melakukan kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi
pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran. Pengetahuan yang dipergunakan
dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat
bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham yang kemudian disebut
sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap
lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan
paham empirisme.

7. Jelaskan apa yang saudara ketahui tentang logika


Jawaban :
Kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa yunani), yang berhubungan dengan kata
benda logos, suatu yang menunjukkan kepada kita adanya hubungan yang erat dengan
pikiran dan kata yang merupakan pernyataan dalam bahasa. Jadi, secara etimologi, logika
adalah ilmu yang mempelajari pikiran melalui bahasa. Logika juga bisa dikatakan
penarikan  kesimpulan dari apa yang dianggap benar dari suatu proses penalaran.
Pengertian lain dari Logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus,
tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki,
merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara
berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu

8. Jelaskan tentang tahap tahap pada penyelidikan ilmiah.


Jawaban :
1) Perumusan masalah
Setiap penyelidikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan secara tepat dan
jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai jalan untuk mengetahui fakta –
fakta apa saja yang harus dikumpulkan.
2) Pengamatan dan pengumpulan data atau observasi
Penyelidikian ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak Empiris dan induktif,dimana
seluruh kegiatan diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui pengamatan yang
cermat sambil didukung oleh berbagai sarana yang canggih. Hasil observasi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
3) Pengamatan dan Klasifikasi data
Dalam tahap ini ditekankan penyusunan fakta – fakta dalam kelompok, jenis dan kelas
tertentu berdasarkan sifat yang sama. Kegiatan inilah yang disebut klasifikasi. Dengan
klasifikasi, menganalisis, membandingkan dan membeda-bedakan data data yang relevan.
4) Perumusan pengetahuan (Definisi)
Dalam tahap ini ilmuwan mengadakan analisis dan sintesis secara induktif. Lewat analisis
dan sintesis ilmuwan mengadakan generalisasi (kesimpulan umum). Generalisasi
merupakan pengetahuan umum yang dituangkan dalam pernyataan umum atau universal.
Dari sinilah teori terbentuk.Tahap Ramalan (Prediksi)Dalam tahap ini, deduksi mulai
memainkan peranan. Disini dari teori yang sudah terbentuk tadi, diturunkan hipotesis baru
dan dari hipotesis ini, lewat deduksi pula, ilmuwan mulai menyusun implikasi logis agar ia
dapat mengadakan ramalan – ramalan tentang gejala yang perlu diketahui atau yang masih
terjadi. Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
5) Pengujian Kebenaran Hipotesis (Verifikasi)
Dalam tahap ini dilakukan pengujian kebenaran hipotesis dan itu artinya menguji
kebenaran ramalan – ramalan tadi melalui pengamatan atau observasi terhadap fakta yang
sebenarnya atau percobaan – percobaan. Dalam hal ini keputusan terakhir terletak pada
fakta. Jika fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu harus dibongkar dan
diganti dengan hipotesis lain dan seluruh kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari
permulaan . Itu berarti data empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian langkah terakhir dari seluruh kegiatan ilmiah adalah pengujian
kebenaran ilmiah dan itu artinya menguji konsekuensi – konsekuensi yang telah
dijabarkan.

9. Jelaskan penggunaan Bahasa didalam filsafat imu dan ciri cirinya.


Jawaban :
Bahasa didalam filsafat ialah bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi ilmiah
yang ditujukan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan, syarat-syarat
bebas dari unsur emotif, reproduktif, obyektif dan eksplisit.
Ciri-ciri bahasa ilmiah yaitu:
1) Informatif yang berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau
pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk
menghindari kesalah pahaman Informasi.
2) Reproduktif adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama
dengan informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
3) Intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang
sama bagi para pemakainya.
4) Antiseptik berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif,
kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.
Bahasa ilmiah yang merupakan sarana komunikasi  ilmiah yang ditujukan untuk
menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat :
Bebas dari unsur emotif,  Reproduktif,  Obyektif, Eksplisit. Bahasa pada hakikatnya
mempunyai  dua fungsi utama yakni, sebagai sarana komunikasi antar manusia dan sebagai
sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa
tersebut.
Hubungan antara filsafat dan bahasa ini sendiri memiliki hubungan yang sangat erat,
tergantung darimana kita akan memandangnya. Bahasa dapat ditinjau secara fungsinya yaitu
sebagai alat komunikasi sehingga pesan manusia ke manusia lain dapat tersampaikan.
Berbeda dengan tinjauan dari segi struktural, fenomenologi, eksistensialisme, pragmatism,
dan postmodernisme.
Ciri Kegunaannya adalah sebagai berikut :
1) Hubungan Axiomatic dan Kausalitas
Hal yang sangat mendasar bahwa filsafat dan bahasa merupakan sebuah kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Secara umum saja filsafat berkembang
dengan adanya eksistensi dari bahasa sehingga secara tidak langsung eksistensi bahasa
sebagai sebuah bentuk yang empiris merupakan hal tidak boleh dianggap sebelah mata
apalagi Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh semua orang di semua aspek
kehidupan dan bahkan disemua aspek ilmu pengetahuan. Louis Katsoff (2004)
mengatakan bahwa sistem filsafat sebenarnya dapat dipandang sebagai suatu bahasa.
Dalam proses perenungan kefilsafatan Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyusun
proses perenungan tersebut. Bahasa dianggap sebagai sebuah simbol dan filsafat
merupakan alat utama yang mencari jawaban atas makna-makna dari simbol-simbol yang
menunjukkan diri di alam semesta ini.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa bahasa dan juga filsafat merupakan dua
buah entitas yang salaing berhububungan satu dengan yang lainnya, bahasa dan filsafat
memiliki hubungan kausalitas (sebab –akibat) yang tentu saja kehadirannya tidak bisa
ditolak sama sekali. Sehingga baik secara langsung atau tidak, seorang filsuf akan
menggunakan bahasa sebagai media berfilsafatnya. Dari dulu sampai saat ini dalam dunia
kefilsafatan bahasa sudah dijadikan objek yang sangat menarik dalam dunia filsafat. Hal
ini tentu saja dikarenakan adanya hal-hal yang menarik yang dapat digali dari bahasa itu
sendiri.
2) Filsafat Bahasa Sebagai Kajian Filsafat Analitik
Filsafat analitik ini merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menjelaskan dan
menggambarkan sebuah kebenaran dari ungkapan-ungkapan filsafat. Intinya jika kajian
filsafat bahasa ini secara analisis-bahasa maka hasilnya semu, atau tidak terlalu besar
perbedaannya. Hal ini dikarenakan, bahwa letak perbedaan antara filsafat bahasa dengan
linguistic adalah ; bahwa linguistik bertujuan mendapatkan kejelasan tentang bahasa,
sementara linguistic mencari hakikat bahasa. Filsafat bahasa mencari hakikat ilmu
pengetahuan atau hakikat pengetahuan konseptual. Dalam usaha pencarian tersebut, para
filsuf mempelajari Bahasa bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai objek pengantar
yang pada akhirnya didapatlah kejelasan tentang hakikat pengetahuan konseptual itu.
Peranan filsafat bahasa ini sendiri menurut sebagian kalangan berharap tapi sekaligus
menyayangkan, masih kurangnya penggunaan pendekatan bahasa dalam mengembangkan
berbagai perkembangan yang mutakhir, salah satunya adalah lewat pintu ‘filsafat bahasa’.
Berbagai capaian dan kemungkinan yang dapat tercapai dari berbagai ilmu pengetahuan
dapat melalui pendekatan bahasa, dalam hal ini bahasa dipergunakan tidak semata sebagai
alat Bahasa semata, dan juga bukan sekedar tujuan akhir atau objek kajian terakhir.
Melainkan ia sebagai tujuan sementara guna mendapat kejelasan suatu hakekat teori,
konsep, pengetahuan, dan lainnya. Dengan cara mengkritisi atau menganalisis berbagai
fenomena yang terkandung dalam bahasa tersebut, suatu ungkapan bahasa atau suatu teks
bahasa ternyata memiliki makna lain sebagai sesuatu yang baru.
3) Filsafat Bahasa dan Strukturalisme
Selain strukturalisme sebenarnya ada fenomenologi, eksistensialisme, pragmatism,
dan postmodernisme, namun dalam kesempatan ini dicukupkan pada pembahasan
strukturalisme yang memiliki hubungan signifikan dengan filsafat bahasa. Sturkturalisme
memiliki definisi yang cukup sulit untuk digambarkan. Istilah strukturalisme ini
memiliki banyak dipakai di banyak ilmu pengetahuan. Istilah struktur dipakai pada
istilah matematika, logika, fisika, antropologi, linguistik, sastra dan yang lainnya. Dalam
ilstilah filsafat sendiri struktur dimaknai sebagai sebuah kaitan-kaitan yang tetap dan
teratur antara kelompok-kelopok gejala. Selainitu, strukturalisme juga diartikan sebagai
sebuah Gerakan pemikiran yang memberikan implikasi ideologi, yakni sebuah
pandangan terhadap sebuah prinsip dasar dari segala sesuatu.
Referensi : Relasi Antara Filsafat Dan Bahasa, Seminar Nasional Bahasa dan Sastra
Indonesia Unpam Vol.1 No.2 Mei 2021

10. Jelaskan 4 sifat kebudayaan


Jawaban :
Siregar (2002) mengemukakan empat sifat kebudayaan, yakni:
1. Kebudayaan diperoleh dari belajar
Kebudayaan yang dimiliki manusia tidak diturunkan secara genetis, melainkan
melalui proses pembelajaran. Sebagai contoh, seorang anak belum tentu memiliki cara
makan yang sama dengan orang tuanya, tergantung dari budaya yang dipelajarinya.
Budaya juga dibedakan dari instink. Manusia semenjak dari lahir memiliki instink
untuk makan, akan tetapi cara makan untuk setiap individu berbeda-beda. Hal tersebut
karena dipengaruhi budaya yang telah dipelajarinya.
2. Kebudayaan adalah milik Bersama
Dikatakan kebudayaan jika kebiasaan yang dilakukan seseorang dimiliki oleh suatu
kelompok manusia. Sebagai contoh kebiasaan menggunakan sumpit atau sendok
merupakan suatu kebiasaan yang dimiliki bersama-sama.
3. Kebudayaan merupakan pola
Di dalam menjalankan kebudayaan terdapat budaya-budaya yang dianggap ideal,
sehingga terdapat pembatasan-pembatasan.
Sebagai contoh dalam budaya kita, bahwa makan dengan menggunakan tangan kanan
dianggap lebih ideal dibandingkan makan menggunakan tangan kiri. Dalam budaya
jawa, terdapat peringkat dalam penggunaan bahasa ketika berbicara dengan orang lain
4. Kebudayaan bersifat dinamis dan adaptif
Kebudayaan tidak bersifat kaku, melainkan menyesuaikan dengan perkembangan
kebutuhan dan lingkungan manusia seiring berjalannya waktu. Pada zaman dahulu
orang makan hanya menggunakan tangannya, tetapi dengan berjalannnya waktu
manusia mulai menggunakan alat untuk makan seperti sendok dan sumpit. Di
Indonesia masyarakatnya belum merasa makan apabila belum makan nasi, meskipun
sudah makan banyak roti.
Menurut ahli antropologi Cateora kebudayaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Kebudayaan dapat diwariskan, pewarisan kebudayaan ini dilakukan secara sosial
melalui pelajaran, dapat juga dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
Penerusan horizontal dilakukan terhadap satu generasi dan biasanya dalam bentuk
lisan, sedangkan pewarisan vertikal dilakukan antar generasi dengan jalan tulisan.
b) Kebudayaan dijabarkan dalam komponen yang memiliki struktur, kebudayaan
memiliki 3 komponen yang terstruktur. Komponen biologis, manusia memiliki
sifat‐sifat yang diturunkan oleh orang tua diperoleh sewaktu dalam kandungan.
Komponen psikologis, diperoleh dari orang tua sebagai dasar atau pembawaan,
setelah lahir dibesarkan di bawah asuhan orang tua. Sedangkan Komponen
sosiologis adalah pembentukan pribadi manusia oleh lingkungan, khususnya
pendidikan. Karena manusia sebagai anggota dalam lingkungan yang ikut serta
dalam pembentukan kebudayaan.
c) Kebudayaan mempunyai nilai, nilai kebudayaan (culture value) adalah relatif,
tergantung pada siapa yang memberikan nilai dan alat pengukur yang digunakan
untuk menilai. Sebagai contoh, Bangsa Barat cenderung menilai kebudayaan dari
ukuran materi sementara Bangsa Timur cenderung mempergunakan ukuran rohani
dalam melihat nilai kebudayaan itu sendiri.
d) Kebudayaan dapat dibagikan, kebudayaan dapat dibagikan dalam bermacam‐
macam bidang dan aspek. Ada kebudayaan yang sifatnya rohani dan ada yang
sifatnya jasmani. Ada budaya barat dan ada budaya maritim, ada kebudayaan
menurut daerah sesuai suku atau bangsa. Semuanya tergantung pada siapa yang
mau membedakan dan untuk apa dilakukan.
e) Kebudayaan Bersifat Statis Dan Dinamis, kebudayaan dikatakan statis apabila
suatu kebudayaan sangat sedikit perubahannya dalam jangka waktu yang lama.
Sebaliknya disebut dinamis apabila kebudayaan itu berubah dalam jangka waktu
yang sangat cepat.

Referensi : Pengertian Kebudayaan, Unsur, Komponen, Sifat dan Wujudnya oleh Dani
Ramdani https://www.sosial79.com/2020/09/pengertian-kebudayaan-unsur-komponen.html

Anda mungkin juga menyukai