Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berpikir merupakan ciri utama manusia yang membedakannya dengan makhluk

lain. Dengan dasar berpikir manusia mengembangkan berbagai cara untuk dapat

mengubah keadaan alam guna kepentingan hidupnya. Kegiatan berfikir kita lakukan

dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam

memecahkan masalah. Secara garis besar berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir

alamiah dan berpikir ilmiah. Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang

berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya, sedangkan

berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan pola dan sarana tertentu secara

teratur. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah-langkah metode ilmiah

seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menguji

hipotesis, menarik kesimpulan.

Kesemua langkah-langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung

dengan alat/sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita

lakukan mendapatkan hasil yang baik. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat

membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan

mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan

ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk

mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah

sehari-hari. Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan
antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah

menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Penalaran ilmiah

mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya

merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang

diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan

sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah

mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam

keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan

baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian berpikir ilmiah ?
2. Apa ciri-ciri berpikir ilmiah ?
3. Apa saja sarana berpikir ilmiah?
4. Apa saja peranan sarana berpikir ilmiah tersebut?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Berpikir Ilmiah

Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal,

empiris: Dibahas secara mendalam berdasarkan fakta yang dapat

dipertanggung jawabkan (Hillway, 1956). Menurut Salam (1997:139),

pengertian berpikir ilmiah adalah sebagai berikut:

1. Proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.

2. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa

pengetahuan.

Berpikir merupakan kegiatan (akal) untuk memperoleh pengetahuan yang

benar. Berpikir ilmiah adalah kegiatan (akal) yang menggabungkan induksi

dan deduksi (Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer

(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan). Berpikir ilmiah yaitu berpikir dalam

hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai

pembuktian-pembuktian (Menurut Kartono: 1996 dalam Khodijah, 2006:118).

Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/pengembangan pikiran yang

tersusun secara sistematis yang berdasarkan pengetahuan-pengetahuan

ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman). Logika alamiah adalah kinerja akal

budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh

keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.


Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa

indonesia, ensiklopedia bebas). Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang

di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh mulyana Mubarak,

SE). Berpikir Ilmiah merupakan suatu pemikiran atau tindakan seorang

manusia yang menggunakan dasar-dasar dan ilmu tertentu. Sehingga ide

tersebut dapat diterima orang lain. Berpikir ilmiah juga harus melalui proses

yang panjang dan benar karena akan menyangkut kebenaran. Dalam berpikir

ilmiah seseorang harus memperhatikan dasar-dasarnya yang didalamnya

menyangkut apa, siapa, dimana, kapan, dan bagaimana. Biasanya hal itu

digunakan untuk mencari rumusan masalah dan mencari solusi atau

kesimpulan suatu masalah. Berpikir ilmiah sangat penting dalam melakukan

sesuatu, tidak hanya di lingkungan masyarakat tetapi juga di lingkungan

sekolah. Jika dalam suatu pekerjaan untuk menunjukkan hasil dari pekerjaan

kita. Kita pasti akan dituntut untuk menunjukkan apa saja hasil dari pekerjaan

kita dan semua itu pasti akan diuji kebenarannya sehingga orang lain akan

percaya dengan pekerjaan kita. Berpikir ilmiah juga sangat penting dalam

melakukan penelitian sesuatu, baik tentang tanaman, hewan, manusia dan

sebagainya. Pasti dalam membuat dan mengumpulkan data itu sendiri harus

sesuai dengan kebenaran karena untuk menjelaskan hasil dari penelitian kita

dibutuhkan suatu pemikiran yang ilmiah. Selain itu berpikir ilmiah juga tanpa

emosi dan berpikir sesuai kebenaran yang ada. Untuk itu sebagai manusia

yang ingin selalu menjadi terbaik, kita harus selalu menggunakan pemikiran

ilmiah dalam setiap pendapat rasional orang–orang sekitar kita akan selalu
menganggap kita tidak berpendapat yang omong kosong. Setiap manusia

disamping berpikir ilmiah harus didukung dengan berpikir positif serta

pemikiran-pemikiran yang yang baik. Untuk menjadikan setiap pendapat kita

selalu dapat dipercaya dan diterima oleh semua orang. Manfaat Berpikir

ilmiah, yaitu sebagai berikut:

a. Seseorang yang selalu berpikir ilmiah tidak akan mudah percaya

terhadap sesuatu.

b. Pendapatnya akan dapat dipercaya dan diterima orang lain.

c. Dalam memecahkan masalah tidak dengan emosi.

B. Ciri-Ciri Berpikir Ilmiah

Ciri-ciri Berpikir Ilmiah Setidaknya ada empat ciri berpikir ilmiah, yaitu

sebagai berikut :

1. Harus obyektif Seorang ilmuwan dituntut mampu berpikir obyektif atau

apa adanya. Seorang yang berpikir obyektif selalu menggunakan data yang

benar. Disebut sebagai data yang benar, manakala data itu diperoleh dari

sumber dan cara yang benar. Sebaliknya, data yang tidak benar oleh karena

diperoleh dengan cara yang tidak benar. Data itu dibuatbuat, misalnya; data

yang benar adalah data yang benar-benar sesuai dengan kenyataan yang ada,

tidak kurang dan tidak lebih. Ternyata untuk mendapatkan data yang benar

juga tidak mudah. Lebih mudah mendapatkan data palsu. Seorang ilmuwan

harus mampu membedakan antara data yang benar itu dari data yang palsu.

Data yang benar tidak selalu mudah mendapatkannya, dan hal itu sebaliknya
adalah data palsu. Banyak orang berpikir salah, oleh karena mendasarkan

pada data yang salah atau bahkan data palsu. Dari kenyataan seperti ini, maka

seorang yang berpikir ilmiah, harus hati-hati terhadap data yang tersedia.

2. Rasional atau secara sederhana orang menyebut masuk akal Seorang

berpikir ilmiah harus mampu menggunakan logika yang benar. Mereka bisa

mengenali kejadian atau peristiwai mulai apa yang menjadi sebab dan apa

pula akibatnya. Segala sesuatu selalu mengikuti hukum sebab dan akibat.

Bahwa sesuatu ada, maka pasti ada yang mengadakan. Sesuatu menjadi

berkembang, oleh karena ada kekuatan yang mengembangkan. Seseorang

menjadi marah oleh karena terdapat sebab-sebab yang menjadikannya marah.

Manakala sebab itu tidak ada, tetapi tetap marah, maka orang dimaksud

dianggap di luar kebiasaan, atau tidak masuk akal. Orang berikir ilmiah tidak

akan terjebak atau terpengaruh oleh hal-hal yang tidak masuk akal. Informasi,

pendapat atau pandangan baru bagi seseorang yang selalu berikir ilmiah tidak

segera diterimanya. Mereka akan mencari tahu informasi itu tentang

sumbernya, siapa yang membawa, dan kalau perlu diuji terlebih dahulu atas

kebenarannya. Begitu pula tatkala menghadapi pandangan atau pendapat,

maka seorang yang berpikir ilmiah akan berusaha mendapatkan alasan atau

dasar-dasar yang digunakan hingga muncul pandangan atau pendapat itu.

Atas sikapnya seperti itu, maka seorang yang berpkir ilmiah dianggap kritis.

3. Terbuka Ia selalu memposisikan diri bagaikan gelas yang terbuka dan

masih bisa diisi kembali. Seorang yang terbuka adalah selalu siap

mendapatkan masukan, baik berupa pikiran, pandangan, pendapat dan bahkan


juga data atau informasi baru dari manapun asal atau sumbernya. Ia tidak

segera menutup diri, bahwa hanya pendapatnya sendiri saja yang benar dan

selalu mengabaikan lainnya dari mana pun asalnya. Seseorang yang berpikir

ilmiah tidak akan tertutup dan apalagi menutup diri.

4. Selalu berorientasi pada kebenaran, dan bukan pada kalah dan menang

Seorang yang berpikir ilmiah sanggup merasa kalah tatkala buah pikirannya

memang salah. Kekalahan itu tidak dirasakan sebagai sesuatu yang

mengecewakan dan menjadikan dirinya merasa rendah. Seorang yang

berpikir ilmiah lebih mengedepankan kebenaran daripada sekedar

kemenangan. Kebenaran menjadi tujuan utamanya. Oleh karena itu,

seseorang yang berpikir ilmiah, dalam suasana apapun harus mampu

mengendalikan diri, agar tidak bersikap emosional, subyektif, dan tertutup.

Jadi, berpikir ilmiah memiliki ciri-ciri, diantaranya:

a. pendapat atau tindakannya melalui penelitian;

b. pendapatnya sesuai kebenaran;

c. terdapat data-data atau bukti dalam menunjukkan hasilnya;

d. tidak berdasarkan perkiraan atau hanya sekedar pendapat.

C. Macam- macam Sarana Berfikir Ilmiah

1. Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh


proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat
komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik
pikiran yang yang berlandaskan logika induktif maupun induktif. Menggunakan
bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang
benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar.
Bahasa sebagai sarana komunikasi antar manusia, tanpa bahasa tiada
komunikasi.Tanpa komunikasi maka manusia tidak dapat bersosialisasi dan
dengan tidak bersosialisasi maka manusiapun tidak layak untuk disebutkan
sebagai makhluk sosial. Dengan kemampuan bahasa akan terbentang luas
cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas baginya, sesuai dengan pernyataan
Wittgenstein “Batas duniaku adalah batas bahasaku”
Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan
berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannya berbahasa. Dalam hal ini
maka Ernest Cassirer menyebut manusia sebagai manusia Animal simbolik,
makhluk yang menggunakan simbol, yang secara generik mempunyai cakupan
yang lebih luas dari Homo Sapiens yakni makhluk yang berpikir, sebab dalam
kegiatan berpikirnya manusia menggunakan simbol.
Batasan-batasan tentang simbol ini perlu diteliti setiap unsurnya, antara
lain
1. Simbol-simbol : sesuatu yang menyatakan sesuatu yang lain
2. Simbol-simbol vokal : bunyi-bunyi yang urutan-urutan bunyinya
dihasilkan dari kerjasama berbagai organ atau alat tubuh dengan sistem
pernapasan
3. Simbol-simbol vokal arbitrer : arbitrer atau istilah “mana suka” dan
tidak perlu ada hubungan yang valid secara filosofis antara ucapan lisan
dan arti yang dikandungnya.
4. Suatu sistem yang berstruktur dari simbol-simbol yang arbitrer.
Hubungan antara bunyi dan arti ternyata bebas dari setiap suara hati
nurani, logika atau psikologi, namun kerjasama antara bunyi-bunyi itu
sendiri, di dalam bahasa tertentu, ditandai oleh sejumlah konsistensi,
ketetapan intern.
Lalu Apa Sebenarnya Bahasa?
Sebagian orang mendefinisikan bahasa sebagai berikut:
1. Satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
2. Satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke
dalam pikiran orang lain
3. Satu kesatuan sistem makna
4. Satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara
bentuk dan makna.
5. Satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh :-
Perkataan, kalimat, dan lain lain.)
6. Satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.
Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa
adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan. Ilmu yang
mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik, atau pakar bahasa.

Namun menurut Jujun, pertama-tama bahasa dapat dicirikan sebagai


serangkaian bunyi. Dalam hal ini kita mempergunakan bunyi sebagai alat
komunikasi dengan mempergunakan alat-alat lain, umpamanya saja dengan
menggunakan berbagai isyarat. Manusia menggunakan bunyi sebagai alat
komunikasi yang paling utama. Dan tentu saja mereka yang tidak dianugerahi
kemampuan bersuara, harus menggunakan alat komunikasi yang lain
sebagaimana yang dilakukan oleh orang bisu. Komunikasi semacam ini
dikatakan juga kominikasi verbal, dan manusia yang masyarakat dengan alat
komunikasi bunyi, disebut juga sebagai masyarakat verbal. (Jujun : 176)
Kedua, bahasa merupakan lambang dimana rangkaian bunyi ini
membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata
melambangkan suatu objek tertentu umpanya saja gunung atau seekor burung
merpati. Perkataan gunung atau merpati sebenarnya merupakan lambang yang
kita berikan kepada dua objek tersebut. Kiranya patut disadari bahwa kita
memberikan lambang kepada dua objek tadi seccara begitu saja, dimana tiap
bangsa dengan bahasanya yang berbeda, memberikan lambang yang berbeda
pula. Bagi kita objek tersebut kita lambangkan dengan bunyi “gunung”
sedangkan bagi bahasa lain dilambangkan dengan Mountain dalam bahasa
inggris atau Jaba dalam bahasa Arab. Demkian juga dengan “merpati” yang
berubah menjadi dove dalam bahasa Inggris dan Japati dalam bahasa Sunda.
(Jujun : 177)

Fungsi Bahasa
Fungsi Bahasa, secara umum, antara lain :
1. Koordinator kegiatan-kegiatan masyarakat
2. Penetapan pemikiran dan pengungkapan
3. Penyampaian pikiran dan perasaan
4. Penyenangan jiwa
5. Pengurangan goncangan jiwa

2. Matematika
a. Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika
bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan
kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus
yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “x itu sama sekali
tidak berarti”. (Jujun : 190)
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi
kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada
matematika. Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa
yang berusaha untuk menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa
verbal. Lambang lambang matematika dapat dibuat bersifat artifisial dan
individual yang merupakan ketentuan khusus untuk masalah yang sedang
dikaji. Sebuah objek yang sedang dikaji dapat dilambangkan dengan apa saja
sesuai dengan ketentuan yang kita buat. Misalnya jumlah uang kita
lambangkan dengan Y, jumlah buah mangga dilambangkan dengan X dan
harga mangga per biji dilambang dengan B. Jika ditanya berapa nilai uang
yang harus dibayar untuk mendapatkan sejumlah buah mangga dapat
dilambangkan dengan Y = BX. Pernyataan dengan bahasa matematika bersifat
jelas, tidak multitafsir dan terbebas dari konotasi emosional. (Jujun : 190)
Kelebihan Matematika dibandingkan dengan bahasa verbal adalah
sifat kauntitatif matematika. Matematika mengembangkan bahasa numerik
yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif.
Dengan bahasa verbal bila membandingkan 2 benda yang berbeda misal tikus
dengan kucing. Dengan bahasa verbal kita dapat menyampaikan bahwa
kucing lebih besar dari tikus. Kalau kita ingin mengetahui lebih jauh
mengenai ukuran kucing dan tikus tersebut, maka kita akan menemukan
kesulitan. Dan jika kita ingin menyampaikan secara eksakta berapa besar
perbandingan kedua objek tersebut, maka bahasa verbal tidak dapat
menyampaikannya. Dan untuk menjelaskan semua itu secara eksakta, maka
memerlukan bahasa matematika yang bersifat kuantitatif. Kesimpulannya,
bahasa verbal hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif.
Sedangkan sifat kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif
dan control dari ilmu. Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak
yang memungkinkan pemecahan masalah secara tepat dan cermat.
b. Matematika sebagai sarana berpikir deduktif
Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian masalah-masalah
yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya yang terdapat
didalam ilmu-ilmu empiris, melainkan didasarkan atas deduksi (penjabaran).
Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan yang baru
berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang ditemukan
ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah yang
kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam
logika” , namun pengetahuan yang didapatkan secara deduktif sangat berguna
dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari beberapa premis
yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan pengetahuan-
pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.
Namun demikian menurut Jujun, tidak semua ahli filsafat setuju
dengan pernyataan bahwa matematika adalah pengetahuan yang bersifat
deduktif. Emanuek kant (1724-1804) misalnya berpendapat bahwa
matematika merupakan pengetahuan sintetik apriori dimana eksistensi
matematika tergantung pada dunia pengalaman kita. (Jujun : 195)
Selain itu, matematika juga dapat digunakan untuk kegiatan praktis
sehari-hari misalnya untuk mengukur luas sebuah rumah diperlukan
pengukuran dan perhitungan secara matematik.
Sementara itu dalam tujuan umum pendidikan matematika
(Depdiknas, 2002: 3) menyebutkan berbagai peranan matematika sebagai
sarana berpikir ilmiah ditekankan pada kemampuan untuk memiliki:
a. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan
dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain, ataupun masalah
yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
b. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.
Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat
dialih gunakan pada setiap keadaan, seperti berpikir kritis, berpikir logis,
berpikir sistematis, bersifat objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam
memandang dan menyelesaikan suatu masalah.Kemampuankemampuan di
atas berguna bagi seseorang untuk berpikir ilmiah dalam pendidikan dan
berguna untuk hidup dalam masyarakat, termasuk bekal dalam dunia
kerja.
3. Logika
Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai
dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar
daripada satu.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme atau ilmu logika
(ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus,
tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk
mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk
mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan
tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi)
adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu
yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika disebut juga sebagai ilmu berpikir tepat yang dapat menunjukkan
adanya kekeliruan-kekeliruan di dalam rantai proses berpikir. Dengan batasan
itu, logika pada hakikatnya adalah teknik berpikir. Logika mempunyai tujuan
untuk memperjelas isi atau komprehensi serta keluasan atau akstensi suatu
pengertian atau istilah dengan menggunakan definisi-definisi yang tajam.
Munculnya logika dalam proses berpikir ialah pada waktu diciptakan
“sesuatu” sehubungan dengan “sesuatu” yang lain yang dikaitkan dalam
hubungan tertentu. Atau pada waktu dikemukakan “dua sesuatu” yang
dikaitkan dengan penilaian tertentu dan dari kaitan itu ditarik simpulan.
Fungsi logika adalah (1) membedakan ilmu yang satu dengan yang lain
apabila objeknya sama, dan (2) menjadi dasar ilmu pada umumnya dan
falsafah pada khususnya.
Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, dibutuhkan kondisi-kondisi
tertentu:
a. Mencintai kebenaran
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini
senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari, mengusut,
meningkatkan mutu penalarannya, menggerakkan si pemikir untuk
senantiasa mewaspadai “ruh-ruh” yang akan menyelewengkannya dari
yang benar. Kewajiban mencari kebenaran adalah tuntutan instrinsik
manusia untuk merealisasikan manusia menurut tuntunan keluruhan
keinsaniannya. Hak mencari kebenaran mencakup juga kewajiban patuh
pada kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh orang lain.
b. Ketahuilah (dengan sadar) apa yang sedang anda kerjakan.
Kegiatan yang sedang dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Seluruh
aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar
kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang
kebenaran tetapi parsial sifatnya. Untuk mencapai kebenaran, kita harus
bergerak melalui berbagai macam langkah dan kegiatan.
c. Ketahuilah dengan sadar apa yang sedang anda katakan
Pikiran diungkapkan ke dalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap
ke dalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan pikiran
ke dalam kata merupakan sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi.
d. Buatlah distingsi (pembedaan) dan pembagian (klasifikasi) yang
semestinya.
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas
berbeda. Tetapi banyak kejadian di mana dua hal atau lebih mempunyai
bentuk sama, namun tidak identik. Jangan mencampur adukkan sesuatu
dan jangan menggelapkan sesuatu.
e. Cintailah defenisi yang tepat.
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak
ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau sebagaimana yang
dimaksudkan.

Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya.


karena berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika. Menurut the
liang gie, logika dapat digolongkan menjadi lima macam yaitu: Pertama, logika
makna luas dan sempit. Dalam arti sempit istilah ini dipakai searti dengan logika
deduktif atau logika formal. Adapun dalam arti yang lebih luas, pemakaiannya
mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem
penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai
logika itu sendiri.
Kedua, logika deduktif dan induktif. Logika deduktif yaitu suatu ragam
logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu
penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal
pikirnya sehingga bersifat betul menurut bentuknya saja. logika induktif
merupakan suatu ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang betul
dari sejumlah hal khusus sampai pada kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi
(probabilitas).
Ketiga, logika formal dan material. Logika formal mempelajari asas, aturan,
atau hukum berpikir yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan benar
dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal,
serta menilai hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang
sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber dan asalnya pengetahuan,
alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan
metode ilmu pengetahuan itu. logika formal dinamakan juga logika minor,
sedangkan logika material dinamakan logika mayor. Yang disebut logika formal
yaitu ilmu yang mengandung kumpulan kaidah cara berpikir untuk mencapai
kebenaran.
Keempat, logika murni dan terapan. Logika murni merupakan suatu
pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada semua
segi dan bagian dari pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam
sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terapan yaitu pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang
ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa
sehari-hari.
Kelima, logika filsafati dan matematik. Logika filsafati dapat digolongkan
sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan sangat erat
dengan pembahasan dalam bidang filsafat. Adapun logika matematik merupakan
suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan
metode tematik, serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk
menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa.

Cara-cara berfikir logis dalam rangka mendapatkan pengetahuan baru yang benar:

1. Induksi adalah cara berfikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum
dari kasus-kasus yang bersifat individual. Penalaran ini diawali dari
kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas lalu diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum.
2. Deduksi adalah cara berfikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju ke
kesimpulan yang bersifat khusus, dengan demikian kegiatan berfikir yang
berlawanan dengan induksi.
3. Analogi adalah cara berfikir dengan cara membuktikan dengan hal yang
serupa dan sudah diketahui sebelumnya. Disini penyimpulan dilakukan secara
tidak langsung, tetapi dicari suatu media atau penghubung yang mempunyai
persamaan dan keserupaan dengan apa yang akan dibuktikan.
4. Komparasi adalah cara berfikir dengan cara membandingkan dengan sesuatu
yang mempunyai kesamaan apa yang dipikirkan. Dasar pemikiran ini sama
dengan analogi yaitu tidak langsung, tetapi penekanan pemikirannya ditujukan
pada kesepadanan bukan pada perbedaannya.
Jadi, logika merupakan sarana untuk berfikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Logika merupakan satu kata yang memiliki arti tertentu,
serta memberikan contoh penerapan dalam kehidupan nyata.

4. Statistika
Pada awalnya statistika diartikan oleh Godfried Achenwall pada
tahun1749 sebagai Kumpulan data mengenai negara dan jumlah penduduknya
untuk menunjang administrasi pemerintahan atau Ilmu politik dari beberapa
negara.
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata “status” (latin) yang
punya persamaan arti dengan “state” (bahasa inggris) dan diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia adalah Negara. Pada mulanya statistik diartikan sebagai
kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif)
maupun yang tidak berwujud (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Perkembangannya, arti kata statistik
hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif) saja. (Jujun : 215)
Secara terminologi, dewasa ini istilah statistik terkandung berbagai
macam pengertian :
1. Statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik yaitu kumpulan
bahan keterangan berupa angka atau bilangan
2. Kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan
3. Metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam
rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan
menganalisis dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan
keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat memberikan
pengertian makna tertentu.
4. Ilmu statistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan
memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan
statistik.

Adapun metode dan prodesur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam
rangka :
a. Pengumpulan data angka
b. Penyusunan atau pengaturan data angka
c. Penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka
d. Penganalisaan terhadap data angka
e. Penarikan kesimpulan (conclusion)
f. Pembuatan perkiraan (estimation)
g. Penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah

Dalam kamus ilmiah populer, kata statistik berarti tabel, grafik, data
informasi, angka-angka, informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu
pengumpulan, analisis dan klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi.
Jadi statistika merupakan sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang
bijaksana dalam keadaan yang tidak menentu.

Peranan Statistika
Statiska bukan merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu
melainkan merupakan sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan.
Metode keilmuan, sejauh apa yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih
dari apa yang dilakukan seseorang dalam mempergunakan pikiran-pikiran tanpa
ada sesuatu pun yang membatasinya.
Penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan
sah sering kali dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali
dikacaukan dengan berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang
menyebabkan kurang berkembangnya ilmu dinegara kita. Kita cenderung untuk
berpikir logis cara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk
kesimpulan induktif.
Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan dinegara kita maka
penguasaan berpikir induktif dengan statistika sebagai alat berpikirnya harus
mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam perjalanan sejarah,
statistika memang sering mendapat tempat yang kurang layak. Statistika sebagai
disiplin keilmuwan sering dikacaukan dengan statistika yang berupa data yang
dikumpulkan.
Statistika merupakan sarana berpikir yang diperluaskan untuk memproses
pengetahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, maka
statistika membantu kita untuk mengeneralisasikan dan menyimpulkan
karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
Dr. Ir. Dedi Sufyadi, M.S menyatakan di bidang pembangunan ilmu,
kedudukan statistik sangat jelas sebagai salah satu komponen dari sarana berpikir
ilmiah di samping logika, bahasa, dan matematika. Bila matematika selalu
menuntun kita dalam proses berpikir deduktif, maka statistika senantiasa
membimbing kita dalam proses induktif. Statistika harus mendapat tempat yang
sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif
yang merupakan ciri dari berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. (Tim
Dosen : Yogyakarta)
Dr. Ir. Dedi Sufyadi, M.S juga mengatakan bahwa peranan statistik sangat
banyak dalam penelitian, mulai dari tahap pengambilan sampel sampai dengan
tahapan pengujian hipotesis. Dengan demikian dapat dikatakan statistik
merupakan pengetahuan untuk melakukan penarikan kesimpulan induktif secara
lebih seksama.
Oleh karena itu statistika harus mendapat tempat yang sejajar dengan
matematika agar keseimbangan berpikir deduktif dan induktif yang merupakan
cara dan berpikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik.
5. Hubungan antara sarana berpikir ilmiah bahasa, matematika, logika
dan statistika
Ditinjau dari pola berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara
deduktif dan berpikir induktif. Untuk itu, penalaran ilmiah menyandarkan diri
kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai
peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika
mempunyai peranan penting dalam berpikir induktif. Jadi keempat sarana ilmiah
ini saling berhubungan erat satu sama lain.
Bahasa merupakan sarana komunikasi, maka segala sesuatu yang
berkaitan erat dengan komunikasi tidak terlepas dari bahasa. Seperti berpikir
sistematis dalam menggapai ilmu dan pengetahuan. Dengan kata lain, tanpa
mempunyai kemampuan berbahasa, maka seseorang tidak dapat melakukan
kegiatan ilmiah secara sistematis dan teratur.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai
dasar kebenaran, proses berpikir itu harus dilakukan dengan cara tertentu. Suatu
penarikan kesimpulan baru dianggap valid kalau proses penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini
disebut logika, di mana logika dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk
berpikir secara sah”. Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan,
diantaranya, penarikan kesimpulan dengan cara logika induktif dan logika
deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum. Sedangkan logika
deduktif membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat
umum menjadi khusus yang bersifat individual. Penalaran secara umum dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasu yang diakhiri dengan
pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduksi adalah cara berpikir
di ,mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus, mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan pada pembahasan diperoleh kesimpulan :
Sarana berpikir ilmiah merupakan alat untuk membantu kegiatan
ilmiah dalam berbagai langkah yang akan ditempuh agar memperoleh
pengetahuan dengan benar. Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah
agar dapat melakukan kegiatan penelaahan ilmiah dengan baik untuk
memperoleh pengetahuan yang benar sehingga dapat meningkatkan
kemakmuran hidup. Keseluruhan tahapan kegiatan ilmiah membutuhkan alat
bantu yang berupa sarana berpikir ilmiah. Sarana berpikir ilmiah berfungsi
hanyalah sebagai alat bantu bagi manusia untuk berpikir ilmiah agar
memperoleh ilmu. Bahasa merupakan sarana mengkomunikasikan cara-cara
berpikir sistematis dalam memperoleh ilmu. Tanpa kemampuan berbahasa,
seseorang tidak akan dapat melakukan kegiatan ilmiah secara sistematis dan
benar. Logika sebagai sarana berpikir ilmiah mengarahkan manusia untuk
berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir yang benar.
Logika membantu manusia dapat berpikir dengan sistematis yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika ingin melakukan kegiatan
berpikir dengan benar maka harus menggunakan kaidah-kaidah berpikir yang
logis. Logika dapat membedakan antara proses berpikir yang benar dan proses
berpikir yang salah. Statistika tidak boleh dipandang sebelah mata oleh orang
yang ingin mampu melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Penguasaan
statistika sangat diperlukan bagi orang-orang yang akan menarik kesimpulan
dengan sah. Statistika harus dipandang sejajar dengan matematika. Kalau
matematika merupakan sarana berpikir deduktif maka orang dapat
menggunakan statistika untuk berpikir induktif. Berpikir deduktif dan berpikir
induktif diperlukan untuk menunjang kegiatan ilmiah yang benar sehingga
akan menghasilkan suatu pengetahuan yang benar pula.
B. SARAN
Permasalahan yang diambil masih sangat sederhana, sehingga untuk
pengkajian lebih lanjut dapat dilakukan pembahasan mengenai:
1. Pembahasan selanjutnya dapat membahas tentang kekurangan dan kelebihan
dari masing-masing sarana berpikir ilmiah.
2. Pembahasan dapat dilanjutkan dengan membahas sarana berpikir ilmiah
logika.

DAFTAR PUSTAKA

Suriasumantri, S. Jujun 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar
Harapan :
Jakarta
Tim Dosen Filasafat Ilmu. 1996. Filsafat Ilmu. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta.

Aprizal.”Sarana Berpikir ILmiah”. http://blog.unsri.ac.id/aprizal/sarana-berpikir-


ilmiah-bahasa-matematika-dan-statistika/sr/3560/ (Dikases tanggal 1 Oktober 2011)

www.wikipedia.com (Diakses tanggal 1 Oktober 2011)


MAKALAH FILSAFAT ILMU

SARANA BERPIKIR ILMIAH

OLEH :
NAMA : FRANSISKUS K. GAGUL

NIM : 1403010013

DOSEN WALI : Dr. NURSALAM, M.Si

SEMESTER/KELAS : IV/A

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2016

Anda mungkin juga menyukai