Anda di halaman 1dari 19

9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kegiatan berfikir dilakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berfikir
merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Akal manusia pada
hakikatnya memerlukan aturan dalam menganalisa berbagai masalah yang ada,
karena ilmu logika merupakan ilmu yang mengatur cara berfikir manusia, maka
keperluan kita kepada ilmu logika adalah untuk mengatur dan mengarahkan kita
kepada suatu cara berpikir yang benar. Sedangkan berfikir ilmiah merupakan
berfikir dengan langkah-langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah,
pengajuan hipotesis, pengkajian literartur dan menarik kesimpulan yang kesemua
langkah tersebut harus didukung dengan alat atau sarana ilmiah yang baik.
Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan
sarana berpikir dengan baik pula. Salah satunya yaitu mengetahui dengan benar
peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan berpikir
ilmiah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan berfikir ilmiah?
2. Bagaimana metode berfikir ilmiah?
3. Apa saja manfaat berfikir ilmiah?
4. Apa saja sarana berfikir ilmiah?
5. Apa yang dimaksud dengan logika?
6. Apa saja macam-macam logika?
7. Apa saja hal-hal yang harus diperhatikan dalam berfikir logika?
8. Apa saja kegunaan logika?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang konsep berfikir
ilmiah dan konsep logika dalam berfikir

9
10

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian berfikir ilmiah
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami metode berfikir ilmiah?
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manfaat berfikir ilmiah
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami sarana berfikir ilmiah
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami pengertian logika
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami macam-macam logika
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami hal-hal yang harus
diperhatikan dalam berfikir logika
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami kegunaan logika
11

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP BERFIKIR ILMIAH


2.1.1 Pengertian
Berpikir adalah kegiatan mental untuk menarik kesimpulan. Disamping
kegiatan mengindera dan dari wahyu, berpikir merupakan salah satu sumber
pengetahuan. Terdapat banyak jenis kegiatan berpikir dengan karakteristik yang
berbeda-beda. Karakteristik kegiatan berpikir dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu oleh tujuan, langkah serta premis (pangkal pikir)-nya. Dari jenis tujuannya
dapat dicatat banyak macam kegiatan berpikir seperti berpikir: rasional (tentang
benar atau salah), etika (tentang pantas/tidak pantas), estetika (tentang keindahan),
ekonomis (tentang untung-rugi), tafakur (untuk lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan) dan lain sebagainya.
Dari sudut langkah atau alurnya kegiatan berpikir dapat digolongkan
menjadi pola berpikir penalaran (logik, sistemik) dan non penalaran. Menurut
sumber atau acuan yang dipakai sebagai dasar proposisi premisnya dikenal
beberapa pola berpikir seperti pola berpikir: tradisional (mengacu pada tradisi),
mistik (mengacu pada kekuatan supra natural), dogmatik (mengacu pada
pendapat seseorang atau golongan secara absolut), common sense (mengacu pada
fakta atau pengalaman empirik secara kebetulan) dan pola berpikir ilmiah yaitu
pola berpkir yang mengacu kepada teori maupun fakta ilmiah.
Berpikir ilmiah adalah pola berpikir dengan tujuan menarik kesimpulan
yang bersifat ilmiah. Karakteristik pola berpikir ilmiah terkait erat dengan
karakteristik ilmu itu sendiri yaitu antara lain sistematik, runtut atau koheren
dengan teori sebelumnya, kebenarannya bersifat relatif, obyektif, dan bersifat
universal. Karakteristrik berpikir ilmiah adalah antara lain:
1. Acuan Pernyataan dan Premisnya Merupakan Sumber Ilmiah
Kalau sumbernya bersifat teori maka harus merupakan suatu teori ilmiah
yang sahih (berasal dari kepustakaan ilmiah) dan bila sumbernya suatu fakta
maka hendaknya merupakan suatu fakta ilmiah yaitu mulai dari penentuan
sampel sampai dengan cara pengamatan, pengukuran maupun penafsiran
hasilnya.
2. Sistematik dan Runtut
11
12

Sistematik artinya sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih, sedangkan


runtut adalah terdapat keselarasan diantara komponennya.
3. Obyektif
Obyektif yaitu kesimpulan yang diambil harus mengacu pada obyeknya dan
bukan hasil tafsiran subyektif si penyimpul.
4. Skeptik
Skeptik artinya kebenaran yang diambil bersifat relatif serta pragmatis yaitu
dianggap benar sampai ditemukan kesimpulan baru yang secara sahih
dianggap lebih benar.
5. Universal
Universal artinya kesimpulan yang dihasilkan harus berlaku secara umum
tanpa diskriminasi.

2.1.2 Metode Berfikir Ilmiah


Secara etimologis, metode berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Meta yang
artinya sesudah atau dibalik sesuatu, dan Hodos yang artinya jalan yang harus
ditempuh (Richard, 1986). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknik)
yang diambil menurut urutan tertentu untuk mencapai pengetahuan tertentu. Jadi
metode berfikir ilmiah adalah prosedur, cara dan teknik memperoleh pengetahuan,
serta untuk membuktikan benar salahnya suatu hipotesis yang telah ditentukan
sebelumnya (Branner, 2002).
Metode ilmiah ini adalah sebuah prosedur yang digunakan para ilmuan
dalam pencarian kebenaran baru. Dilakukannya dengan cara kerja sistematis
terhadap pengetahuan baru, dan melakukan peninjauan kembali kepada
pengetahuan yang telah ada (Kattsoff, 1992). Tujuan dari penggunaan metode
ilmiah ini yaitu agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu menjawab
berbagai tantangan yang dihadapi. Kebenaran dan kecocokan kajian ilmiah, akan
terbatas pada ruang, waktu, tempat dan kondisi tertentu (Milton, 2004).
Metode ilmiah dipengaruhi oleh unsur alam yang berubah dan bergerak
secara dinamik dan teratur. Kondisi alam yang diduga para filosof karena adanya
asas tunggal dari alam (natural law). Filosof yakin, bahwa natural law telah
menjadi salah satu sebab adanya ketertiban alam (Zuhairini, 1995). Ketertiban
akan diangkat dan harus diletakkan sebagai objek ukuran dalam menentukan
kebenaran. Corak-corak metodis yang sandarannya pada kondisi alam, yang
dinamik dan teratur, harus diakui telah meneyebabkan lahirnya ilmu pengetahuan
13

dengan sifat dan kecendrungan yang positivistic (Titus, 1959). Ilmu selalu
berkembang dalam ukuran-ukuran yang konkrit dengan model dan pendekatan
serta eksperimen dan observasi. Dalam perkembangan selanjutnya model dan cara
berfikir demikian telah memperoleh gugatan. Karena, tidak semua ilmu dapat
didekati dengan model yang sama (Sidi, 1973). Dengan ditemukannya metode
berfikir ilmiah, secara langsung telah menyebabkan terjadinya kemajuan dalam
ilmu pengetahuan. Manusia bukan saja hidup dalam ritmis modernisasi yang serba
mudah dan menjanjikan. Lebih dari itu semua, manusia dapat menggapai sesuatu
yang sebelumnya seolah tidak mungkin. Manusia tidak lagi berpangku tangan,
terhadap apa yang menjadi kehendak alam (Peursen, 2003).

2.1.3 Manfaat Berpikir Ilmiah


Metode berpikir ilmiah memiliki peranan penting dalam membantu manusia
untuk memperoleh pengetahuan cakrawala baru dalam menjamin eksistensi
kehidupan manusia. Dengan menggunakan metode berfikir ilmiah, manusia terus
mengembangkan pengetahuannya (Liang, 1982).
Menurut Sugiharto (1996) ada 4 cara manusia memperoleh pengetahuan:
a) Berpegang pada sesuartu yang telah ada (metode keteguhan).
b) Merujuk kepada pendapat ahli
c) Berpegang pada intuisi (metode intuisi)
d) Menggunakan metode ilmiah
Dari keempat itulah, manusia memperoleh pengetahuannya sebagai pelekat
dasar kemajuan manusia. Namun cara yang keempat ini, sering disebut sebagai
cara ilmuan dalam memperoleh ilmu. Dalam praktiknya, metode ilmiah digunakan
untuk mengungkap dan mengembangkan ilmu, melalui cara kerja penelitian
(Magnis, 1992). Cara kerja ilmuan dengan penelitian ilmiah, muncul sebagai
reaksi dari tantangan yang dihadapi manusia. Pemecahan masalah melalui metode
ilmiah tidak akan pernah berpaling. Penelitian ilmiah dengan menggunakan
metode ilmiah, memegang peranan penting dalam membantu manusia untuk
memecahkan setiap masalah yang di hadapinya (Jammer, 1999).
Ilmuan biasanya bekerja dengan cara kerja sistematis, berlogika dan
menghindari diri dari pertimbangan subjektif. Rasa tidak puas terhadap
14

pengetahuan yang berasal dari paham orang awam, mendorong kelahiran filsafat.
Filsafat menyelidik ulang semua pengetahuan manusia untuk mendapat
pengetahuan yang hakiki (Capra, 1998). Ilmuan mempunyai falsafah yang sama,
yaitu dalam penggunaan cara menyelesaikan masalah dengan menggunakan
metode ilmiah (Noeng, 1996). Metode ilmiah selalu digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Penggunaan metode ilmiah tertentu
dalam kajian tertentu, dapat memudahkan ilmuan dan pengguna hasil
keilmuannya dapat memudahkan melakukan penelusuran. Dalam ilmu
pengetahuan ilmiah, tidak ada kebenaran yang sekedar berada di awang-awang
meskipun atas nama logika. Setiap kebenaran ilmiah, senantiasa diperkuat bukti-
bukti empirik dan indrawi, bahkan sesuatu kebenaran tersebut telah teruji
(Hardiman, 2004).

2.1.4 Sarana Berfikir Ilmiah


Perbedaan utama antara manusia dan binatang terletak pada kemampuan
manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuannya. Seluruh
pikiran binatang dipenuhi oleh kebutuhan yang menyebabkan mereka secara
langsung mencari obyek yang diinginkannya atau membuang benda yang
menghalanginya. Dengan demikian sering kita melihat seekor monyet yang
menjangkau secara sia-sia benda yang dia inginkan, sedangkan manusia yang
paling primitif pun telah tahu mempergunakan bandringan, laso atau melempar
dengan batu. Manusia sering disebut sebagai Homo faber : makhluk yang
membuat alat ; dan kemampuan membuat alat itu dimungkinkan oleh
pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan tersebut juga memerlukan alat alat.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir.
Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah
secara teratur dan cermat. Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu
hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuan. Tanpa menguasai hal ini maka
kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang mebantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Pada langkah tertentu biasanya
diperlukan sarana yang tertentu pula. Oleh sebab itulah maka sebelum kita
15

mempelajari sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyanya kita telah menguasai


langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan
sampai pada hakikat sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang
mebantu kita dalam mencapai tujuan tertentu; atau dengan perkataan lain, sarana
ilmiah mempunyai fungsifungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara
menyeluruh.
Sarana berpikir ilmiah ini, dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang
studi tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti kita
mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua
hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa
sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan
metode ilmiah. Seperti diketahui salah satu karakteristik dari ilmu umpanya
adalah penggunaan berpikir induktif dan deduktif dalam mendapatkan
pengetahuan. Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam
mendapatkan pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana
berpikir ilmiah mempunyai metode sendiri dalam mendapatkan pengetahuannya
yang berbeda dengan metode ilmiah.
Kedua, tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk meungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk
bisa memecahkan masalah kita sehari-hari. Dala hal ini maka sarana berpikir
ilmiah merupakan alat bagi cabang-cabang pengetahuan untuk mengembangkan
materi pengetahuannya berdasarkan metode ilmiah. Atau secara lebih sederhana,
sarana berpkir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan
fungsinya secara baik. Jelaslah sekarang kiranya mengapa sarana berpikir ilmiah
mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam
mendapatkan pengetahuannya, sebab fungsi sarana ilmiah adalah membantu
proses metode ilmiah, dan bukan merupakan ilmu itu sendiri.
Sarana berfikir ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Logika
16

Obyek materialnya adalah berpikir ditinjau dari prosesnya dan obyek


formalny adalah ketepatan berfikir.
2. Bahasa
Pemahaman bahasa yang baik dan benar serta efektif baik lisan maupun
tertulis sangat menolong seseorang menyampaikan gagasan secara ilmiah
3. Matematika
Pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-
tanda atau simbol-simbol matematik
4. Statistika
Ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan,
menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data.

2.2 KONSEP LOGIKA DALAM BERFIKIR


3.2.1 Pengertian
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Secara singkat, logika berarti ilmu, kecakapan atau alat untuk berpikir
lurus.1[1] Sebagai ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme (Latin:logika
scientia) yaitu logika adalah sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional atau
ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir lurus,
tepat dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kecakapan rasional untuk mengetahui
dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan
pengetahuan kedalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga
diartikan dengan masuk akal.2[2] Oleh karena itu logika terkait erat dengan hal-hal
seperti pengertian, putusan, penyimpulan, silogisme.
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir
(khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses
pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti
akan diturunkan kesimpulan.

1[1] Amsal Bakhtiar, Ilmu Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 2004), hal. 212
2[2] Ibid. 212
17

Logika juga merupakan suatu ketrampilan untuk menerapkan hukum-


hukum pemikiran dalam praktek, hal ini yang menyebabkan logika disebut
dengan filsafat yang praktis.Dalam proses pemikiran, terjadi pertimbamgan,
menguraikan, membandingkan dan menghubungkan pengertian yang satu dengan
yang lain. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan sembarang berpikir. Logika
berpikir dipandang dari sudut kelurusan atau ketepatannya. Suatu pemikiran
logika akan disebut lurus apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum serta
aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari semua hal yang telah dijelaskan
tersebut dapat menunjukkan bahwa logika merupakan suatu pedoman atau
pegangan untuk berpikir.
Menurut defenisi logika, logika ialah ilmu tentang pedoman (peraturan)
yang dapat menegakkan pikiran dan menunjukkan kepada kebenaran dalam
lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya.
Tidak hanya de facto , menurut kenyataannya kita sering berfikir, secara de
jure. Berpikir tidak dapat dijalankan semau-maunya. Realitas begtu banyak jenis
dan macamnya, maka berpikir membutuhkan jenis-jenis pemikiran yang sesuai.
Pikiran diikat oleh hakikat dan struktur tertentu, hingga kini belum seluruhnya
terungkap. Pikiran kita tunduk kepada hokum-hukum tertentu.
Memang sebagai perlengkapan ontologisme, pikiran kita dapat bekerja
secara spontan, alami, dan dapat menyelesaikan fungsi dengan baik, lebih-lebih
dalam hal yang biasa, sederhana, dan jelas. Namun, Tidak demikianlah halnya
apabila menghadapi bahan yang sulit, berliku-liku dan apabila harus mengadakan
pemikiran yang panjang dan sulit sebelum mencapai kesimpulan.
Dalam situasi seperti ini dibutuhkan adanya yang formal, pengertian yang
sdara akan hokum-hukum pikiran beserta mekanismenya secara eksplisit.
Maksudnya hokum-hukum pikiran beserta mekanisme dapat digunakan secara
sadar dalam mengontrol perjalanan pikiran yang sulit dan panjang itu.

3.2.2 Macam-macam Logika


Dalam filsafat logika terdapat didalamnya banyak sekali materi yang
disajikan. Yang salah satunya adalah tentang logika, dan logika sendiri terdapat
juga macam-macamnya yaitu:
18

1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat
dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, yakni keinginan-
keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Yang mana
logika alamiah manusia ini ada sejak manusia dilahirkan. Dan dapat
disimpulkan pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang merumuskan
azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan adanya
pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat,
lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah ini juga
dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau setidaknya dapat
dikurangi. Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk memperhalus dan
mempertajam pikiran dan akal budi.

3.2.3 Hal-hal yang Di Perhatikan Dalam Berpikir Logika.


Dalam berpikir logika digunakan untuk berpikir baik, yakni berpikir benar,
logis dan dialektis, juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu. 3[3] Untuk itu di
Dalam berpikir logika ada juga hal-hal yang harus diperhatikan diantaranya tiga
hal yakni:
1. Aturan Cara Berpikir yang Benar.
Kondisi adalah hal-hal yang harus ada supaya sesuatu dapat terwujud, dapat
terlaksana. Untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis dialektis, juga
dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu:
a) Mencintai kebenaran.
Sikap ini sangat fundamental untuk berpikir yang baik, sebab sikap ini
senantiasa menggerakkan si pemikir untuk mencari,
mengusut,meningkatkan mutu penalarannya, dan menggerakkan si
pemikir untuk senantiasa mewaspadai ruh-ruh yang akan menyeleweng

3[3] W. Poespropojo, Logika Scientifika Pengantar Dialektika


dan Ilmu, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), hal. 61
19

dari yang benar. Misalnya menyederhanakan kenyataan, menyempitkan


cakrawala, berpikir terkotak-kotak dan sebagainya.
Cinta terhadap kebenaran diwujudkan dalam kerajinan serta
diwujudkan dalam kejujuran, yakni diposisi atau sikap kejiwaan yang
selalu siap sedia menerima kebenaran meskipun berlawanan dengan
prasangka dan keinginan atau kecendrungan prbadi atau golongannya.
Dengan hal tersebut sebaiknya kita mewaspadai kecendrungan manusia
untuk selalu siap sedia menerima sesuatu sebagai benarhal yang
dikehendakinya sebag benar. Sehingga kewajiban mencari kebenaran
adalah tuntutan intrinsic manusia untuk merealisasikan manusia
menurut tuntutan keluhuran keinsaniannya. Oleh karena itu, banyak
menyebabkan kesenjangan penyempitan perspektif, hakikatnya tidak
sesuai dengan keluhuran insani. Hak mencari kebenaran mencakup juga
kewajiban patuh kepada kebenaran-kebenaran yang ditemukan oleh
orang lain.
b) Ketahuilah apa yang sedang anda kerjakan.
Kegiatan yang sedng dikerjakan adalah kegiatan berpikir. Suruh
aktivitas intelek kita adalah suatu usaha terus menerus mengejar
kebenaran yang diselingi dengan diperolehnya pengetahuan tentang
kebenaran tetapi parsial sifatnya. Seandainya saja intelek kita intuitif,
pada setiap langkah, kita dapat melhat kebenaran secara langsung tanpa
terlebih dahulu memburunya melelui proses yang berbelit-belit dan
banyak seluk-beluknya. Pada taraf hidup kita didunia ini, sifat intelek
kita diskursif, dan hanya dalam beberapa hal agak sedikit intuitif.
Karena untuk mencapai kebenaran, kita harus bergerak melalui
berbagai macam langkah dan kegiatan. Oleh karena itu penting bagi
kita untuk mengetahui betul semuanya itu supaya dapat
melaksanakannya dengan tepat dan seksama.
c) Ketahuilah apa yang sedang anda katakan.
Pikiran diungkapkan kedalam kata-kata. Kecermatan pikiran terungkap
kedalam kecermatan kata-kata. Karenanya kecermatan ungkapan
pikiran kedalam kata merupakan sesuat yang tidak boleh ditawar lagi.
20

Kita semua perlu menguasai ungkapan pikiran kedalam kata tersebut,


baik yang eksplisit maupun yang implisit. Sehingga kita harus
mengetahui dengan betul dan seksama mengenai isi (Komprehensif),
lingkungan( ekstensi),arti fungsional (suposisi), dan istilah (term) yang
digunakan. Karena itu istilah merupakan unsur penalaran.
Untuk itu waspadalah terhadap term-term (ekuivokal) yaitu bentuk
sama tetapi artinya berbeda, (analogis) yaitu bentuk sama, tetapi arti
sebagian sama sebagian berbeda. Untuk itu perlu selalu diperhatikan
ampliasi (pembesaran suposisi), dan apelasi ( pembatasan suposisi).
Senantiasa kejarlah univokalitas (kesamaan bentuk , kesamaan arti) dari
term-term yyang dipakai.
d) Buatlah distingsi dan pembagian yang semestinya.
Jika ada dua hal yang tidak mempunyai bentuk yang sama, hal itu jelas
berbeda Tetapi banyak kejadian dimana dua hal atau lebih mempunyai
bentuk yang sama, namun tidk identic. Disinilah perlunya dibuat suatu
distingsi, yaitu suatu pembedaan.
Dan juga perlu diadakan pembagian. Jika membuat pembagian,
peganglah suatu prinsip pembagian yang sama, jangan sampai anda
menjumlahkan bagian atau aspek dari suatu realitas begitu saja tanpa
berpegang pada suatu prinsip pembagian yang sama. Sehingga dapat
menimbulkan resiko yaitu akan timbulya pikian yang kacau-balau. Oleh
karena itu kita jangan pernah mencampuradukkan sesuatu dengan
menggelapkan sesuatu.
e) Cintailah defenisi yang tepat.
Penggunaan bahasa sebagai ungkapan sesuatu kemungkinan tidak
ditangkap sebagaimana yang akan diungkapkan atau sebagaimana yang
dimaksudkan. Oleh karena itu jangan segan mebuat defenisi. Defenisi
harus diburu hingga tertangkap. Defenisi artinya pembatasan, yakni
membuat jelas batasan-batasan sesuatu. Harus dihindari kalimat-kalimat
dan uraian-uraian yang gelap , tidak terang strukturnya, dan tidak jelas
artinya . Cintailah cara berpikir yang terang, jelas, dan tajam membeda-
bedakan, hingga terang yang dimaksud.
21

f) Ketahuilah mengapa anda menyimpulan begini atau begitu


Ketahuilah mengapa kita berkata begini dan begitu. sebenarnya kita
harus bisa dan biasa melihat asumsi-asumsi, implikasi-implikasi, dan
konsekuen-konsekuensi dari suatu penuturan , pernyataan, atau
kesimpulan yang kita buat. Sering terjadi banyak orang yang tidak tahu
apa yang mereka katakan dan mengapa mereka berkata menyatakan
begitu. Jika bahan yang ada tidak ada atau kurang cukup menarik
kesimpulan, hendaknya orang-orang menahan diri untuk tidak membuat
kesimpulan atau membuat pembatasan-pembatasan dalam kesimpulan.
g) Hindari kesalahan-kesalahan dengan segala usaha dan tenaga, serta
sangguplah mengenali jenis, macam, dan nama kesalahan, demikian
juga mengenali sebab-sebab kesalahan pemikiran.
Dalam belajar logika ilmiah kita tidak hanya ingin tahu tentang hokum-
hukum, prinsip-prinsip, bentuk-bentuk pikiran sekedar untuk tahu saja, kita juga
harus mengetahui yang lain diantaranya yaitu :
a) Dalam praktik, yaitu berpikir sesuai dengan hokum, prinsip, bentuk berpikir
yang betul, tanpa mengabaikan dialektika, yakni proses perubahan keadaan.
Jika dengan berjalan dengan secara logis orang dapat kehilangan pandangan
yang semestinya dan luas, dan dapat kehilangan pandangan yang meliputi
seuruh sasarannya. Logika jangan dijadikan mekanik, dan mengembangkan
kesanggupan untuk mengadakn evaluasi penilaian terhadap pemikiran orang
lain serta sanggup menunjukkan kesalahannya. logika ilmiah melengkapi
dan megantar kita untuk menjadi cakap dan sanggup berpikir kritis , yakni
berpikir secara menentukan karena menguasai ketentuan-ketentuan berpikir
yang baik.
b) Selanjutnya sanggup mengenali jenis-jenis, macam-macam, nama-nama,
sebab-sebab kesalahan pemikiran, dan sanggup menghindari, juga
menjelaskan segala bentuk dan sebab kesalahan dengan semestinya.
2. Klasifikasi.
Sebuah konsep klasifikasi, seperti panas dan dingin, hanyalah menempatkan
objek tertentu dalam sebuah kelas. Suatu konsep perbandingan, seperti lebih panas
atau lebih dingin, hal ini mengemukakan hubungan mengenai objek tersebut
22

dalam norma yang mencakup pengertian yang lebih atau kurang, dibandingkan
objek lain. jauh sebelum ilmu mengembangkan temperature yang dapat diukur.
Objek ini lebih panas dibandingkan dengan objek itu.
Konsep seperti ini mempunyai kegunaan yang sangat banyak contohnya
pelamar pekerja yang terdiri dari 30 orang persyaratan telah ditentukan. Dari
contoh ini ahli psikologi umpamanya dapat memutuskan bahwa ilmu orang dari
pelamar mempunyai imajinasi yang baik. Sepuluh orang mempunyai imajinasi
yang agak rendah, dan yang lainnya mempunyai imajinasi yang bisa dikatakan tak
tergolong baik atau rendah. Konsep ini dapat kita gunakan sebagi perbandingan.
Kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai imajinasi yang
baik adalah lebih baik dibandingkan mereka yang mempunyai imajinasi yang
buruk. Walaupun begitu andai kata ahli psikologi mengembangkan suatu metode
perbandingan yang mampu menempatkan ketiga puluh orang tersebut dalam suatu
urutan berdasarkan kemampuannya masing-masing, kita akan lebih mengetahui
secara lebih baik banyak lagi tentang mereka dibandingkan dengan pengetahuan
yang berdasarkan klasifikasi kuat, lemah, dan sedang.
Kita tak boleh mengecilkan kegunaan konsep klasifikasi terutama pada
bidang-bidang dimana metode keilmuan dan metode kuantitatif belum
berkembang. Sekarang psikologi telah mempergunakan metode kuantitatif secara
lebih sering, namun masih terdapat daerah-daerah dalam psikologi dimana konsep
perbandingan yang bisa diterapkan.
3. Aturan Defenisi
Defenisi secara etimologi adalah suatu usaha untuk memberi batasan
terhadap sesuatu yang dikehendaki seseornag untuk memindahkannya kepada
orang lain. Dengan kata lain, menjelaskan materi yang memungkinkan
cendekiawan untuk membahas tentang hakikatnya.
Defenisi mempunyai peranan penting dalam pembahasan yang berkaitan
dengan penjelasan tashawwurat dan pembatasan makna lafadz mufradah, dan
disegi lain terkait dengan pembahasan tashdiqat dan lafadz murakkab.
Sedangkan pengertian defenisi secara terminology adala sesuatu yang
menguraikan makna lafadz kulli yang menjelaskan karakterirtik khusus pada diri
individu. Penulis memberi pengertian defenisi sebagai pengurai makna lafadz
23

kulli karena lafadz juzI tidak mempunyai pengertian terminology dengan adanya
perubahan karakteristik yang konsisten yang menyertainya.
Defenissi yang baik adalah jami wa mani ( menyeluruh dan membatasi ).
hal ini sejalan dengan kata defenisi itu sendiri, yaitu membatasi. Salah satu contoh
yang sering diungkapkan adalah manusia adalah binatang yang berakal. Binatang
adalah genus sedangkan berakal adalah differensia, pembeda utama manusia
dengan makhluk-makhluk lain . Jadi, defenisi yang valid dalam logika perlu
batasan yang jelas antara objek-objek yang didefenisikan.

3.2.4 Kegunaan Logika


Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas
berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika
menyampaikan kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan
keyakinan seseoranng, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas,
dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat. 4
[4] Selain hubungannya erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini
juga telah mengembangkan berbagai metode logis (logical methods) yang banyak
sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu, sebagai misal metode yang umumnya
pertama dipakai oleh suatu ilmu.
Selain itu logika modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai
pengertian yang cermat, lambang yang abstrak dan aturan-aturan yang
diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani
perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan
ternyata juga mempunyai penerapan. Misalnya dalam penyusunan program
komputer dan pengaturan arus listrik, yang tidak bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum adalah ilmu yang mempelajari aturan-aturan
berpikir benar. Jadi dalam logika kita mempelajari bagaimana sistematika atau
aturan-aturan berpikir benar. Subjek inti ilmu logika adalah definisi dan
argumentasi, yang selanjutnya dikembangkan dalam bentuk silogisme.

4[4] Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat, ( Jakarta: Bulan Bintang,


1990 ), hal. 88
24
25

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berpikir ilmiah adalah pola berpikir dengan tujuan menarik kesimpulan
yang bersifat ilmiah. Karakteristik pola berpikir ilmiah terkait erat dengan
karakteristik ilmu itu sendiri yaitu antara lain sistematik, runtut atau koheren
dengan teori sebelumnya, kebenarannya bersifat relatif, obyektif, dan bersifat
universal. Karakteristrik berpikir ilmiah adalah antara lain: Acuan Pernyataan dan
Premisnya Merupakan Sumber Ilmiah, Sistematik dan Runtut, Obyektif, Skeptik
dan Universal
Logika berasal dari kata Yunani Kuno yaitu (Logos) yang artinya hasil
pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah
berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah
berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya. Penalaran adalah proses
pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan
kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui (Premis) yang nanti
akan diturunkan kesimpulan.
Dalam filsafat logika terdapat juga didalamnya terdapat banyak sekali
materi yang disajikan. Yang salah satunya adalah tentang logika, dan logika
sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu : logika Alamiah dan logika ilmiah.
Dan Di Dalam berpikir logika ada juga hal-hal yang harus diperhatikan
diantaranya tiga hal yakni: Aturan Cara Berpikir yang Benar, Klasifikasi, Aturan
Defenisi.
Dan Logika mempunyai beberapa kegunaan diantaranya yaitu membantu
manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran
dan menghindari kekeliruan, Dan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja
dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu
dan juga mempunyai penerapan.

25
26

3.2 Saran
Sebagai penyusun, kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca. Agar
kami dapat memperbaiki makalah yang selanjutnya.
27

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmori. 2001. Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali Pers


Achmad, Sanusi. 1998. Filsasfat Ilmu, Toeri keilmuan dan Metode Penelitian.
Bandung : Program Pasca Sarjana IKIP Bandung
Alper, A. 2008. The God Part of the Brain: A Scientific Interpretation of Human
Spirituality and God. Naperville: Sourcebooks, Inc.
Bakhtiar, Amsal. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.
Branner, Julia. 2002. Memadu Metode Penelitain Kualitatif dan Kuantitiatif.
Samarinda : pustaka Pelajar
Capra, Fritjop. 1998. Titik Balik Peradaan : Sains Mayarakat dan Kebangkitan,
Kebudayaan, Terjemahan M. Thoyibi. Yogyakarta : Yayasan Bentang
budaya
Einstein, A. 1954. Ideas and Opinions. New York: Crown Publishers
Endang, Saefuddin Anshari. 1988. Dimensi Kreatif dalam Filsafat dan Agama.
Surabaya: Bina ilmu
Gorsuch, R. L. 2002. The Pyramids of Sciences and of Humanities, American
Behavioral Scientist 45, 182238.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. 1990.
JM, Harjanto.dkk. 2000. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Gramik Fk Unair
Poespropojo, W. Logika Scientifika Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung:
Pustaka Grafika. 1999.
Supriyanto, S. 2001. Filsafat Ilmu. Surabaya: Gramik Fk Unair
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan

27

Anda mungkin juga menyukai