Anda di halaman 1dari 32

FILSAFAT ILMU

BERNALAR ILMIAH

Dosen Mata Kuliah: Rahadian Indarto Susilo, dr., SpBS(K)

Disusun oleh:

Yuni Ariani, dr 523222005

Erdo Puncak Sidarta, dr 523222006

Ahmad Zuhda Ma’rifatillah, dr 502222021

Retieza Chintya Pradevi, dr 502222022

Rizka Ramadani, dr 507222007

Dewina Dyani Rosari, dr 507222008

Jeffi Wahyu Ekoputro, dr 516222004

Inna Maya Sufiyah, dr 528222007

Melita Amalia Ayuba, dr 528222008

Latjandu Tiffany Megan, dr 504222003

Ahmad Faiz Khabibi, dr 504222004

MATA KULIAH DASAR UMUM PPDS I


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya kelompok kami dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“Bernalar Ilmiah” dengan baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu sebaga salah satu materi dalam MKDU PPDS (Mata
Kuliah Dasar Umum Program Pendidikan Dokter Spesialis) di Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Kelompok kami berharap makalah ini dapat berguna menambah wawasan
para pembaca. Kami juga memohon maaf atas kekurang pada makalah ini. Oleh
karena itu, berbagai masukan saran dan kritik yang konstruktif untuk
pengembangan makalah ini sangat kami harapkan dari para pembaca.

Surabaya, 25 April 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................2
C. Tujuan Umum ......................................................................................................2
BAB II ISI .......................................................................................................... 3
A. Pengertian Penalaran Ilmiah ...............................................................................3
B. Karakteristik Penalaran Ilmiah ...........................................................................3
C. Jenis Penalaran Ilmiah .........................................................................................4
D. Hubungan Sebab Akibat (Kausal) .......................................................................7
E. Kelebihan dan Kelemahan Penalaran Ilmiah ......................................................8
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 11
B. Saran ................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia hakikatnya memiliki kemampuan bernalar. Dimana
kemampuan bernalar ini berkembang karena didukung bahasa sebagai
sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak
sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada
tingkatan yang dapat dipahami dengan mudah. Hal ini merupakan ciri
1
khusus yang menjadikan manusia berbeda dengan mahkluk lain.

Nalar sendiri memiliki definisi pertimbangan mengenai baik dan


buruknya sesuatu. Penalaran diartikan sebagai cara (perihal) menggunakan
nalar; pemikiran atau cara berpikir logis.2 Sedangkan ilmiah diartikan
sebagai bersifat ilmu atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. 3
Penalaran ilmiah adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan
seharusnya bekerja secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta
menghindari diri dari subyektivitas pertimbangannya, meskipun hal ini
tidak mutlak. 3

Secara garis besar, berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:


berpikir alamiah dan berpikir ilmiah. Bernalar ilmiah pada intinya
melakukan kegiatan penalaran menggunakan akal kita, memproses berbagai
ide, berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat dengan proses
tertentu hingga mencapai kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar
untuk menjadi ilmu.1 Menggunakan akal kita artinya bernalar dengan
menganalisis masalah menggunakan logika yang rasional baik dengan
metode induktif maupun deduktif, memproses suatu ide yang berdasarkan
pada bukti-bukti empiris, serta mempertahankan sikap skeptisme. Hal-hal
tersebut yang menjadikan dasar bernalar ilmiah. 4

1
Dalam proses pembelajaran, bernalar ilmiah dapat menjadi alat
bantu untuk mencari ilmu. Bernalar ilmiah akan mengasah individu terampil
dalam pemecahan masalah yang melibatkan proses menghasilkan, menguji,
dan merevisi hipotesis atau teori, serta mengobservasi dan merefleksikan
proses perolehan pengetahuan dan perubahan pengetahuan dengan
menyajikan hasil data dan beragumen dengan tepat.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan bernalar ilmiah?


2. Apa saja ciri/karakteristik dari bernalar ilmiah?
3. Apa saja jenis penalaran ilmiah?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari bernalar ilmiah?

C. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dari bernalar ilmiah


2. Untuk mengetahui ciri/karakteristik dari bernalar ilmiah
3. Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan bernalar ilmiah

2
BAB II
ISI

A. Pengertian Penalaran Ilmiah


Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, nalar diartikan sebagai
pertimbangan tentang baik buruk dan sebagainya. Sementara penalaran
adalah cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis.

Soediro, (2018) menjelaskan bahwa penalaran biasanya dikaitkan


dengan pikiran (thought), kognisi (cognition), intelek (intellect). Penalaran
biasanya dikaitkan dengan logika, dengan penjelasan yang “logis”.

Handayani, (2020) menyebutkan bahwa penalaran ilmiah


dimaksudkan sebagai suatu kemampuan untuk berpikir secara sistematis
dan logis dalam menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metode
ilmia, meliputi mengevaluasi fakta, membuat prediksi dan hipotesis,
menentukan dan mengontrol variable, merancang dan melakukan
eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, dan mengambil
kesimpulan. Penalaran ilmiah sangat penting karena merupakan landasan
dasar dari perkembangan keterampilan lain seperti berpikir kritis.

Proses penalaran ilmiah sebenarnya tidak berbeda dari proses


berpikir dalam pemikiran sehari-hari, hanya saja menggunakan suatu
definisi konsep dan kesimpulan yang lebih tepat, bahan eksperimental yang
lebih rinci dan sistematik, serta logis (Dunbar dan Klahr, 2012).

B. Karakteristik Penalaran Ilmiah


Penalaran ilmiah memiliki karakteristik, yaitu:

1. Sumber ilmiah adalah acuan pernyataan


Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori
ilmiah yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila
sumbernya adalah suatu fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah
yakni fakta yang dihimpun dan diolah sesuai dengan kaidah metode

3
ilmiah.
2. Sistematik dan runtut
Sistematik adalah sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih, sedangkan
runtut artinya antar komponen terdapat keselarasan.
3. Objektif
Objektif merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan pada
objeknya dan bukan hasil tafsiran subjektif dari orang yang
menyimpulkan.
4. Skeptik
Skeptik adalah pola piker yang menganggap benar suatu kebenaran yang
bersifat relative serta pragmatis, sampai ditemukan kesimpulan baru
yang dianggap lebih benar secara sahih.
5. Bersifat apa adanya
Bersifat apa adanya berarti usaha untuk menemukan kebenaran apa
adanya yang manfaat baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak
pemangku kepentingan atau stake holder seperti pakar, filosof,
agamawan, serta pemangku kepentingan lain.
6. Bersifat probabilistic
Bersifat probabilistic dapat diartikan juga bersifat peluang pada
kebenaran ilmiah karena mengandung unsur induktif.
7. Universal
Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku
secara umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.

C. Jenis Penalaran Ilmiah


Cara penalaran ditentukan oleh cara penarikan kesimpulan. Terdapat
beberapa jenis penalaran ilmiah, yaitu:

1. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau
suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu
pernyataan baru bersifat umum berdasar pada beberapa pernyataan
khusus yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran induktif

4
diartikan sebagai suatu proses atau suatu pernyataan baru yang bersifat
umum berdasarkan pada beberapa pernyatan khusus yang diketahui
benar.7
2. Penalaran Abduktif
Penalaran abduktif adalah bentuk penalaran yang digunakan
untuk mengajukan penjelasan untuk peristiwa seperti temuan tak
terduga. Penalaran secara abduktif berusaha untuk menghasilkan
penjelasan dalam bentuk sebagai berikut “jika situasi X telah terjadi,
dapatkah itu menghasilkan bukti saat ini yang saya coba tafsirkan?”.
Penelaran ini memang kurang dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya, namun dapat membantu untuk menemukan suatu
penemuan terbaru dan juga membantu kreativitas suatu penelitian
(Dunbar dan Klahr, 2012).
3. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan
(Suriasumantri, 2005).
Bahwa jika premis benar maka kesimpulan akan benar. Jika
kesimpulan valid, maka premis pasti benar (Ladyman, 2002).
Metode penalaran deduksi berangkat dari hipotesa-hipotesa
yang bisa dijelaskan, lalu pada akhirnya kemudian dilakukan semacam
menarikan kesimpulan secara eksperiensial dari hipotesa yang ada
(Keraf dan Dua, 2001).
Pendekatan deduksi adalah metode penalaran yang mengambil
kesimpulan dari umum ke khusus, berikut dalam penggambaran
silogismenya;

A adalah B

Jika C adalah B

Maka C adalah A

5
Misalkan dalam konteks bahasa adalah

Manusia itu bernafas

Jika Andi bernafas

Maka Joko adalah manusia

Pada dasarnya perbedaan deduksi dan induksi memang terletak


ada premis yang dibangun. Jika induksi berangkat dari khusus ke umum
(kesimpulan yang mengacu pada generalisasi), maka deduksi berangkat
dari umum ke khusus, yang artinya dalam deduksi hipotesa adalah
bagian yang mewakili generalisasi. Hipotesa yang general ini menjadi
semacam landasan dalam menganalisa secara detail sebuah fenomena,
yang pada akhirnya hipotesa semakin mudah dipahami.

4. Penalaran Analogi

Penalaran analogi merupakan proses penalaran yang berbicara


tentang dua hal yang berlainan, yang berarti satu hal bukan merupakan
hal yang lain, kemudian dua hal yang berlainan itu dibandingkan yang
satu dengan yang lain, dengan mengidentifikasi mencari persamaan.

Penggunaan analogi dalam penalaran ilmiah berfungsi untuk


menghubungkan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang
ingin dijelaskan, dipahami, atau ditemukan. Analogi banyak digunakan
pada hampir semua autobiografi dan biografi ilmiah, setidaknya ada
satu nalogi dibahas secara mendalam (Dunbar dan Klahr, 2012).

Secara umum penalaran ilmiah secara analogi dibagi menjadi


dua :

a. Target/variabel merupakan suatu konsep atau masalah yang


berusaha peneliti pecahkan atau jelaskan.

6
b. Sumber/referensi merupakan suatu dasar pengetahuan yang
digunakan oleh peneliti untuk memahami atau menjelaskan
target/variabel tersebut. Peneliti akan membuat analogi dengan
memetakan fitur sumber ke fitur target.

Dengan pemetaan tersebut, fitur-fitur baru target dapat


ditemukan, dan fitur-fitur target dapat disusun ulang sehingga konsep
baru dapat ditemukan dan suatu hipotesis dapat dibuat. Peneliti juga
akan memetakan sistem dari berbagai macam relasi. Salah satu alasan
mengapa analogi ilmiah begitu kuat yakni karena analogi ilmiah dapat
menghasilkan penemuan baru (Dunbar dan Klahr, 2012).

Proses penalaran analogi memiliki beberapa tahap sebagai


berikut:

a. Pengambilan sumber

b. Menyelaraskan fitur sumber dengan target

c. Memetakan fitur sumber ke target, dan mungkin membuat


kesimpulan baru tentang target

Penarikan kesimpulan atau hipotesis dapat dibuat ketika sumber


menyoroti suatu fitur yang tidak diketahui dari target atau merombak
ulang target menjadi serangkaian hubungan baru. Namun perlu diingat,
meskipun penalaran analogi merupakan sebuah alat yang kuat,
kesimpulan/hipotesis yang salah dapat terjadi (Dunbar dan Klahr,
2012).

D. Hubungan Sebab Akibat (Kausal)

Banyak penalaran ilmiah dan dasar teori ilmiah yang berkaitan


dengan pengembangan model kausal antar variabel yang diteliti. Masalah
utama pada literatur hubungan kausal yang secara langsung relevan dengan
pemikiran ilmiah adalah sejauh mana para peneliti diatur oleh pencarian
mekanisme sebab-akibat (yaitu, bagaimana suatu variabel bekerja) dengan

7
pencarian data statistik ( yaitu, seberapa sering variabel terjadi bersamaan).
Dikotomi ini dapat diringkas untuk mencari informasi kualitatif versus
kuantitatif tentang masalah yang diteliti.

Banyak peneliti cenderung mengumpulkan lebih banyak informasi


tentang mekanisme yang mendasari variabel yang diteliti daripada
kovarisasi antara sebab dan akibat. Sebagai contoh, secara umum strategi
utama yang digunakan peneliti pada simulasi pemikiran ilmiah adalah
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang bagaimana objek yang
sedang diteliti bekerja disbanding dengan mengumpulkan sejumlah besar
data kuantitatif untuk menentukan apakah pengamatan tersebut berlaku
pada banyak sampel. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama dari
penalaran ilmiah dapat digunakan untuk merumuskan hubungan sebab
akibat suatu peristiwa ilmiah secara eksplisit (Dunbar dan Klahr, 2012).

E. Kelebihan dan Kelemahan Penalaran Ilmiah

1. Kelebihan Penalaran Ilmiah

Pola pikir ilmiah merupakan suatu metode yang memiliki kelebihan dan
juga kelemahan. Beberapa kelebihan pola pikir ilmiah yakni :

a. Penalaran Ilmiah Sebagai Problem Solving

Salah satu manfaat utama dari penalaran ilmiah yaitu untuk


memberikan kerangka berpikir yang melingkupi proses
pemahaman untuk pikiran ilmiah (scientific mind). Penalaran
ilmiah dapat membantu pola pikir yang luas dan terbuka guna
menganalisis dan menyelesaikan permasalahan. Simon, Langley,
& Bradshaw (1981) berpendapat bahwa secara umum, pemecahan
masalah dikonsepkan sebagai penelusuran dalam lingkup masalah
(problem space). Lingkup masalah yang dimaksud berisi berbagai
kemungkinan duduk permasalahan yang mungkin dipikirkan
manusia dan segala upaya yang dapat dilakukan untuk

8
memecahkan masalah dapat beralih dari satu tahap ke tahap lain.
Berdasar teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa, dengan
mengetahui tipe-tipe representasi dan prosedur yang digunakan
seseorang untuk bergerak dari satu tahap ke tahap lainnya, maka
kita dapat memahami proses bernalar ilmiah (Dunbar dan Klahr,
2012).

b. Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis


Banyak peneliti yang mengidentifikasikan penalaran ilmiah
sebagai proses memprediksi sebuah hipotesis tertentu terhadap
berbagai teori. Hipotesis dimaknai secara sederhana sebagai
dugaan sementara. Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yakni
hypo yang berarti di bawah dan thesis yang bersinonim dengan
pendirian, pendapat yang ditegakkan, dan kepastian. Maka dengan
pemaknaan bebas, hipotesis berarti pendapat yang kebenarannya
masih diragukan.

Agar dapat dipastikan kebenarannya, maka suatu hipotesis


harus diuji atau dibuktikan kebenarannya. Pengujian hipotesis
diartikan sebagai proses untuk mengevaluasi sebuah proposisi
yang diperoleh dari pengumpulan data mengenai sebuah
kebenaran. Untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis, seorang
peneliti dapat dengan sengaja menciptakan suatu gejala, yakni
melalui percobaan atau penelitian (Dunbar dan Klahr, 2012).

Penelitian eksperimental kognitif pada penalaran ilmiah


terkait isu spesifik, biasanya jatuh pada 2 area besar kelas
investigasi. Kelas pertama berhubungan dengan tipe penalaran
yang memimpin peneliti ke arah yang tidak menentu sehingga
dapat menghalangi keaslian penelitian. Banyak penelitian yang
telah dilakukan dengan strategi penalaran ilmiah yang keliru dari
peneliti dan partisipan pada uji coba. Sebagai contoh, saat peneliti
lebih condong kepada salah satu hipotesis pada satu waktu dan
menghemat peneliti untuk membuat penemuan baru. Kelas kedua

9
berhubungan dengan menyingkap proses-proses mental yang
mendasari penciptaan hipotesis dan konsep ilmiah yang baru. Tipe
penelitian ini biasanya berfokus pada penggunaan analogi dan
penggambaran ilmu dan penggunaan tipe-tipe tertentu pemecahan
masalah heuristic (Dunbar dan Klahr, 2012).

2. Kelemahan Penalaran Ilmiah

Sebagai suatu metode, penalaran ilmiah mempunyai kelebihan dan


kelemahan. Kelemahan dari penalaran ilmiah antara lain :

a. Sudut pandangnya menjadi semakin sempit dan sektoral karena


ilmu semakin terspesialisasi.

b. Kesimpulan yang ditarik dari kondisi eksperimental bersifat


artifisial atau buatan sehingga situasinya tidak mewakili situasi
kehidupan nyata dan dapat timbul bias pada tahap aplikasi.

c. Sedalam-dalamnya kajian ilmu, kajiannya masih pada tataran


gejala atau fakta sehingga secara sendirian tidak akan pernah secara
tuntas memecahkan masalah kehidupan

10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara garis besar, berpikir dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: berpikir
alamiah dan berpikir ilmiah. Bernalar ilmiah pada intinya melakukan kegiatan
penalaran menggunakan akal kita, memproses berbagai ide, berdasarkan sasaran
tertentu secara teratur dan cermat dengan proses tertentu hingga mencapai
kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar untuk menjadi ilmu.
Menggunakan akal kita artinya bernalar menganalisis masalah menggunakan
logika yang rasional baik dengan metode induktif maupun deduktif, abduktif,
memproses suatu ide secara penalaran analogi, dan mempertimbangkan hubungan
sebab akibat. Hal-hal tersebut yang menjadikan dasar bernalar ilmiah.

Dalam prosesnya terdapat kelebihan dan kelemahan dalam bernalar ilmiah.


Kelebihan dari penalaran ilmiah yaitu dapat digunakan sebagai problem solving,
dan pengujian hipotesis. Adapun kelemahan dalam bernalar ilmiah seperti
kesimpulan yang ditarik dari kondisi eksperimental bersifat artifisial atau buatan
sehingga situasinya tidak mewakili situasi kehidupan nyata dan dapat timbul bias
pada tahap aplikasi.

B. Saran
Bernalar ilmiah merupakan suatu proses berfikir hingga mencapai
kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar untuk menjadi ilmu. Untuk dapat
mencapai kesimpulan yang benar, dibutuhkan proses berfikir secara logis dan
sistematis agar dapat teruji kebenarannya dan terhindar dari bias dalam
pengaplikasiannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di


kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 26 April 2023.
Dunbar, K.N. and Klahr, D. 2012. ‘Scientific Thinking and Reasoning’, in
K.J. Holyoak and R.G. Morrison (eds) The Oxford Handbook of
Thinking and Reasoning. 1st edn. Oxford University Press, Hlm. 701–
718. Dapat diakses pada: https://doi.org/10.1093/oxfordhb/
9780199734689.013.0035
Handayani, G.A, Et al. 2020. Profil Tingkat Penalaran Ilmiah Siswa Sekolah
Menengah Atas pada materi Ekosistem. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Biologi vol. 6, no. 2, Hlm. 176-186.
Keraf, A Sonny dan Dua, Mikhael. 2001. Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjuaan
Filosofis, Kanisius, Yogyakarta.
Ladyman, James. 2002. Understanding Philosophy of Science, Routledge,
London and Newyork.
Schafersman, S. D. 1997. An Introduction to Science: Scientific Thinking and
The Scientific Method. Miami: Departement of Geology.
Soediro, P. Krismantono. 2018. Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning).
Bandung: Unpar Press.
Sudiantara,Y. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Bagian Pertama Inti Filsafat
Ilmu Pengetahuan. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Suriasumantri, J. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
.

12
Bernalar Ilmiah
dr. Rahadian Indarto Susilo, Sp.BS(K)
Latar Belakang
Setiap manusia hakikatnya memiliki kemampuan bernalar. Hal ini
merupakan ciri khusus yang menjadikan manusia berbeda dengan
mahkluk lain.

2
Mengapa bernalar ilmiah penting?
Bernalar ilmiah akan mengasah individu terampil dalam pemecahan
masalah yang melibatkan proses menghasilkan, menguji, dan merevisi
hipotesis atau teori, serta mengobservasi dan merefleksikan proses
perolehan pengetahuan dan perubahan pengetahuan dengan menyajikan
hasil data dan beragumen dengan tepat.

3
Tinjauan Pustaka
Pengertian Penalaran Ilmiah
● KBBI
○ Nalar → pertimbangan tentang baik buruk dan sebagainya.
○ Penalaran → cara menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis.

● Soediro (2018) → penalaran biasa dikaitkan dengan pikiran (thought), kognisi


(cognition), intelek (intellect) → dikaitkan dengan logika dan penjelasan yang “logis”.

● Dunbar dan Klahr (2012) → proses penalaran ilmiah tidak berbeda dari proses berpikir
sehari-hari → bedanya, menggunakan definisi konsep dan kesimpulan yang lebih tepat,
bahan eksperimental yang lebih rinci dan sistematik, serta logis.

5
Pengertian Penalaran Ilmiah

● Handayani (2020) → penalaran ilmiah → suatu kemampuan untuk berpikir secara


sistematis dan logis dalam menyelesaikan suatu masalah → menggunakan metode
ilmiah, yaitu:
○ mengevaluasi fakta
○ membuat prediksi dan hipotesis
○ menentukan dan mengontrol variable
○ merancang dan melakukan eksperimen
○ mengumpulkan data
○ menganalisis data
○ mengambil kesimpulan
6
Karakteristik Penalaran Ilmiah
1. Sumber ilmiah adalah acuan pernyataan
2. Sistematik dan runtut
Sistematik adalah sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih,
sedangkan runtut artinya antar komponen terdapat keselarasan.
3. Objektif
Objektif merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan pada
objeknya dan bukan hasil tafsiran subjektif dari orang yang
menyimpulkan

7
Karakteristik Penalaran Ilmiah
4. Skeptik

Skeptik adalah pola piker yang menganggap benar suatu kebenaran yang bersifat
relative, sampai ditemukan kesimpulan baru yang dianggap lebih benar secara
sahih

5. Bersifat apa adanya

Bersifat apa adanya berarti usaha untuk menemukan kebenaran apa adanya yang
manfaat baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak pemangku
kepentingan atau stake holder seperti pakar, filosof, agamawan, serta pemangku
kepentingan lain.
8
Karakteristik Penalaran Ilmiah
6. Bersifat probabilistic

Bersifat probabilistic dapat diartikan juga bersifat peluang pada kebenaran


ilmiah karena mengandung unsur induktif.

7. Universal

Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku secara
umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.

9
Jenis-Jenis Penalaran
Hubungan sebab akibat
Penalaran Induktif
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur 05 Bagaimana suatu variabel bekerja →
adipiscing elit, sed do eiusmod tempor.
Donec facilisis lacus eget mauris. seberapa sering variabel terjadi
bersamaan

01 04 Penalaran Analogi
Proses penalaran yang berbicara tentang
Penalaran Abduktif dua hal yang berlainan. kemudian dua hal
yang berlainan itu dibandingkan yang satu
Metode abduksi berangkat dari hukum, kasus dengan yang lain, dengan mengidentifikasi
dan kesimpulan. Dibuat dengan pendekatan mencari persamaan
silogisme pendekatan yang dipakai adalah untuk
membangun hipotesa dan menyimpulkan dari
hipotesa-hipotesa yang dikumpulkan tersebut. 02 03 Penalaran Deduktif
adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premispremis yang
kebenarannya telah ditentukan. → jika premis
benar maka kesimpulan akan benar. Jika kesimpulan
valid, maka premis pasti benar. Pendekatan deduksi
adalah metode penalaran yang mengambil kesimpulan
dari umum ke khusus.

Contoh: Manusia itu bernafas Jika Andi


bernafas. Maka Joko adalah manusia
10
Kelebihan Penalaran Ilmiah
● Penalaran Ilmiah Sebagai Problem Solving
○ Memberikan kerangka berpikir yang melingkupi proses
pemahaman untuk pikiran ilmiah (scientific mind).
○ Membantu pola pikir yang luas dan terbuka guna menganalisis
dan menyelesaikan permasalahan.
○ Simon, Langley, & Bradshaw (1981) : pemecahan masalah
dikonsepkan sebagai penelusuran dalam lingkup masalah
(problem space).

11
Kelebihan Penalaran Ilmiah
● Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis
○ Proses memprediksi sebuah hipotesis tertentu terhadap berbagai teori.
○ Agar dapat dipastikan kebenarannya, maka suatu hipotesis harus diuji atau dibuktikan
kebenarannya.
○ Untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis, seorang peneliti dapat dengan sengaja
menciptakan suatu gejala, yakni melalui percobaan atau penelitian.
○ Penelitian eksperimental kognitif pada penalaran ilmiah terkait isu spesifik, biasanya
jatuh pada 2 area besar kelas investigasi.
■ Kelas pertama berhubungan dengan tipe penalaran yang memimpin peneliti ke arah
yang tidak menentu sehingga dapat menghalangi keaslian penelitian. Sebagai contoh,
saat peneliti lebih condong kepada salah satu hipotesis pada satu waktu dan
menghambat peneliti untuk membuat penemuan baru.
■ Kelas kedua berhubungan dengan menyingkap proses-proses mental yang mendasari
penciptaan hipotesis dan konsep ilmiah yang baru. Tipe penelitian ini biasanya berfokus
pada penggunaan analogi dan penggambaran ilmu dan penggunaan tipe-tipe tertentu
pemecahan masalah heuristik (Dunbar, K., & Klahr, D., 2012).

12
Kekurangan Penalaran Ilmiah
● Sudut pandangnya menjadi semakin sempit dan sektoral
● Kesimpulan bersifat artifisial sehingga tidak mewakili situasi
kehidupan nyata dan dapat timbul bias pada tahap aplikasi
● Kajian masih pada tataran gejala atau fakta → tidak akan pernah
secara tuntas memecahkan masalah kehidupan

13
Kesimpulan
❏ Bernalar ilmiah pada intinya melakukan kegiatan penalaran
menggunakan akal kita, memproses berbagai ide, berdasarkan sasaran
tertentu secara teratur dan cermat dengan proses tertentu hingga
mencapai kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar untuk
menjadi ilmu
❏ Kelebihan dari penalaran ilmiah yaitu dapat digunakan sebagai
problem solving dan pengujian hipotesis
❏ Kelemahan dalam bernalar ilmiah seperti kesimpulan yang ditarik dari
kondisi eksperimental bersifat artifisial atau buatan sehingga
situasinya tidak mewakili situasi kehidupan nyata dan dapat timbul
bias pada tahap aplikasi
14
Saran
Untuk dapat mencapai kesimpulan yang benar, dibutuhkan proses
berfikir secara logis dan sistematis agar dapat teruji kebenarannya
dan terhindar dari bias dalam pengaplikasiannya.

15
Daftar Pustaka
Anonim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses
26 April 2023.
Dunbar, K.N. and Klahr, D. 2012. ‘Scientific Thinking and Reasoning’, in K.J. Holyoak and R.G. Morrison
(eds) The Oxford Handbook of Thinking and Reasoning. 1st edn. Oxford University Press, Hlm.
701–718. Dapat diakses pada: https://doi.org/10.1093/oxfordhb/ 9780199734689.013.0035
Handayani, G.A, Et al. 2020. Profil Tingkat Penalaran Ilmiah Siswa Sekolah Menengah Atas pada materi
Ekosistem. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi vol. 6, no. 2, Hlm. 176-186.
Keraf, A Sonny dan Dua, Mikhael. 2001. Ilmu Pengetahuan; Sebuah Tinjuaan Filosofis, Kanisius,
Yogyakarta.

16
Ladyman, James. 2002. Understanding Philosophy of Science, Routledge, London and Newyork.
Schafersman, S. D. 1997. An Introduction to Science: Scientific Thinking and The Scientific Method.
Miami: Departement of Geology.
Soediro, P. Krismantono. 2018. Penalaran Ilmiah (Scientific Reasoning). Bandung: Unpar Press.
Sudiantara,Y. 2019. Filsafat Ilmu Pengetahuan Bagian Pertama Inti Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.
Suriasumantri, J. 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

17

Anda mungkin juga menyukai