Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“BUDAYA ILMIAH”

Dosen Mata Kuliah : Dr. Achmad Chusnu Romdhoni, dr., Sp.THT-KL (K), FICS

Kelompok C

Penulis :

dr. Rahmat Kukuh Noviandomo 012128066303


dr. Olivia Awwalin Sunarto 012128046303
dr. Arrizqi Rahmadhani Muchtar 012128076303
dr. Osman Wijaya 012128166303
dr. Seruni Estari 012128116303
dr. Fredy Prasetyo Widayanto 012128016302
dr. Andiantina Maharani 012128026310
dr. M. Chairul Lutfi Siregar 012128086301
dr. Yusufa Fil Ardy 012128126301
dr. Raisa Sevenry Suha 012118146302
dr. Arviana Laurensia Chaiyadi P 012128156302
dr. Jessica Andriani 012128176303

UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena hanya dengan limpahan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Budaya Ilmiah” tepat
pada waktunya. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
sebagai salah satu materi dalam MKDU PPDS (Mata Kuliah Dasar Umum Program Pendidikan
Dokter Spesialis) di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu
kami mengharapkan doa, saran dan kritik yang membangun sehingga tugas ini dapat menjadi
sarana mengembangkan diri bagi pembaca dan penulis di bidang filsafat ilmu.

Surabaya, 22 Maret 2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Budaya Ilmiah ........................................................................................... 3
2.2 Unsur-unsur Membangun Budaya Ilmiah ................................................................... 3
2.3 Perspektif Budaya Ilmiah ............................................................................................ 6
2.4 Masyarakat Ilmiah ....................................................................................................... 7
2.5 Sikap Ilmiah ................................................................................................................ 8
2.6 Aplikasi dan Implementasi Budaya Ilmiah ................................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 14
BAB IV DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai makhluk hidup yang paling mulia, manusia di karuniai kemampuan untuk
mengetahui diri dan alam sekitarnya. Melalui pengetahuan, manusia dapat mengatasi
kendala dan kebutuhan demi kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, Tuhan menyatakan
manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi melalui penciptaan
kebudayaan (Suaedi, 2016).
Proses penciptaan kebudayaan dan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia
dimulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan manusia untuk berpikir
(Suaedi, 2016).
Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai segala cara berpikir, cara bersikap dan
berperilaku serta cara bertindak manusia yang berkecimpung dalam dunia ilmu, sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmuan dan etika ilmu. Karena budaya ilmiah adalah budaya yang
sesuai dengan kaidah-kaidah, maka budaya ilmiah sangat erat kaitannya dengan filsafat
ilmu dan etika ilmiah. Dapat dikatakan bahwa budaya ilmiah, filsafat ilmu, dan etika ilmiah
adalah tiga hal yang tidak dapat dipisah tetapi dapat dibedakan. Filsafat ilmu adalah
kegiatan berpikir yang berupaya untuk memahami secara mendasar mendalam tentang
ilmu, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dan etika ilmu. Sedangkan etika ilmiah
membicarakan kepribadian seorang individu manusia apakah sesuai atau tidak hati nurani,
ucapan, atau perbuatannya dengan budaya ilmiah, etika ilmu, dan kaidah keilmuan (Ilham,
2012).
Beberapa budaya ilmiah yang perlu dikembangkan dalam kehidupan ilmiah di
perguruan tinggi antara lain: budaya untuk meragukan sesuatu yang tidak dapat
diinderanya; budaya keterbukaan; budaya kejujuran; budaya keberanian; budaya berpikir
dan berbicara secara relevan; budaya universalisme ilmu; budaya kesetaraan; budaya
penghargaan; dan sifat memiliki ilmu (Ilham, 2012).
Budaya merupakan suatu kebiasaan yang turun temurun, bisa dikatakan budaya
merupakan tradisi bertahun-tahun yang diwariskan dari generasi sebelumnya, dan biasanya
dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat yang menghargai para pendahulunya.
Namun baga bagaimana bila dihubungkan dengan istilah ilmiah, kata ilmiah biasanya
merujuk kepada sesuatu empiris atau sudah melalui proses pembuktian fakta dan teruji

1
kebenarannya dan terpercaya sebelum terungkap fakta-fakta baru, sesuatu yang bersifat
ilmiah akan terus menjadi hal yang dianggap benar. Jadi budaya ilmiah bisa diartikan
sebagai suatu tradisi atau kebiasaan yang dicirikan dengan adanya pembuktian-pembuktian
rasionalitas manusia, sebab akibat yang dibuktikan dengan sebuah data, analisa dan
pengecekan atau pemeriksaan terhadap benar dan tidaknya suatu fakta (Ilham, 2012).
Budaya ilmiah bukan hanya sekedar bagaimana kita memandang sebuah kebenaran,
tapi lebih pada bagaimana kita menempatkan sebuah pemikiran yang orisinil yang
membudayakan kebenaran. Sehingga budaya itu mempunyai nilai yang luhur yang
merupakan hasil karya manusia. Budaya biasanya erat hubungannya dengan dunia
pendidikan. Sekarang pertanyaannya adalah apakah sekarang dunia pendidikan indonesia
sudah berbudaya ilmiah (Ilham, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengertian dari budaya ilmiah?
1.2.2 Bagaimana ciri-ciri dan perspektif budaya ilmiah?
1.2.3 Bagaimana masyarakat ilmiah?
1.2.4 Bagaimana sikap ilmiah?
1.2.5 Bagaimana aplikasi dan implementasi budaya ilmiah?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami pengertian dari budaya ilmiah.
1.3.2 Mengetahui dan memahami ciri-ciri dan perspektif budaya ilmiah.
1.3.3 Mengetahui dan memahami mengenai masyarakat ilmiah.
1.3.4 Mengetahui dan memahami mengenai sikap ilmiah.
1.3.5 Mengetahui dan memahami mengenai aplikasi dan implementasi budaya ilmiah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Budaya Ilmiah


Budaya merupakan suatu kebiasaan yang turun temurun, bisa dikatakan sebagai
tradisi bertahun-tahun yang diwariskan dari generasi sebelumnya, dan biasanya dipegang
teguh oleh suatu kelompok masyarakat yang menghargai para pendahulunya. Ilmiah adalah
penelaahan dari ilmu alam dan penerapan dari pengetahuan ini untuk maksud praktis (Adib,
2011). Kata ilmiah biasanya merujuk kepada sesuatu yang empiris atau sudah melalui
proses pembuktian fakta dan teruji kebenarannya. Suatu hal yang ilmiah bersifat terpercaya
sebelum terungkap fakta-fakta baru, dan akan terus menjadi hal yang dianggap benar. Bila
dihubungkan, budaya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu tradisi atau kebiasaan yang
melibatkan adanya pembuktian-pembuktian rasionalitas manusia, sebab akibat yang
dibuktikan dengan data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap benar dan
tidaknya suatu fakta (Ilham, 2012).
Budaya ilmiah, filsafat ilmu, dan etika ilmiah adalah tiga hal yang tidak dapat
dipisahkan, namun dapat dibedakan. Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai segala cara
berpikir, cara bersikap dan berperilaku serta cara bertindak manusia yang berkecimpung
dalam dunia ilmu, sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan dan etika ilmu, sehingga sangat
erat kaitannya dengan filsafat ilmu dan etika ilmiah (Suriasumantri, 2009). Budaya ilmiah
sebenarnya tidak hanya karya ilmiah, namun dapat terdapat minimal pada diskusi tema,
atau sederhananya dalam obrolan sehari-hari. Budaya ilmiah yang mengakar pada obrolan
ringan tersebut akan bertransformasi menjadi komponen, dan akan mencari bagian lain
hingga kemudian menjadi sistem (Miftachurohman, 2018). Budaya ilmiah adalah metode
ilmiah yang merujuk pada teknik investigasi fenomena untuk memperoleh ilmu
pengetahuan baru/koreksi dan integrasi pengetahuan serta melakukan komunikasi secara
lisan maupun tulisan. Suatu budaya ilmiah biasanya diselenggarakan pada Lembaga
pendidikan (tingkat pertama, menengah dan tinggi) sebagai media formal dimana peserta
didik mendapatkan pendidikan dan pengajaran didalamnya.

2.2 Unsur-unsur Membangun Budaya Ilmiah


Membangun dan menumbuhkembangkan budaya ilmiah adalah salah satu solusi
terbaik dalam mencegah terjadinya perilaku dan pergaulan remaja yang memprihatinkan.

3
Melalui budaya ilmiah setiap generasi muda (baca : remaja) dituntut untuk membudayakan
hal-hal yang bersifat keilmuan seperti membaca, menulis, berdiskusi, aktif dalam berbagai
forum/organisasi ilmiah dan menjadi student center learning dilingkungan pendidikan.
Dengan menyibukkan diri pada berbagai aktifitas positif diatas, generasi muda (baca :
remaja) diharapkan menjadi generasi bangsa yang cerdas, berwawasan dalam ilmu
pengetahuan dan menjadi SDM yang unggul dalam berbagai bidang. Inilah generasi muda
bangsa (baca : remaja) yang akan menjadikan bangsa ini bermartabat dan disegani bangsa
lain.
Patut disadari bahwa universitas tidak akan menjadi unggul dan dihormati dari segi
akademik jika orang-orang yang berada dalam universitas tersebut tidak memiliki budaya
ilmiah. Tidak ada jalan lain selain membangun dan melaksanakan budaya ilmiah untuk
membawa universitas menjadi unggul dan disegani karena inilah yang harus perlu dibina
sejak awal universitas itu dibangun (Mifta, 2018).
Berikut adalah unsur-unsur yang diperlukan untuk membangun budaya ilmiah:

2.2.1 Norma Ilmiah


1. Memberikan penghargaan (credit) yang sepatutnya kepada orang yang
memberikan kontribusi kepada penelitian; pengarang bersama (authorship)
atau ucapan terima kasih (acknowledgement) — (Catatan: Norma ini yang
selalunya tidak diikuti — mungkin untuk kenaikan pangkat atau ingin
dianggap hebat oleh orang lain).
2. Jujur dalam memberikan penilaian kepada hasil pekerjaan orang lain.
3. Publikasi di jurnal ilmiah yang dinilai oleh rekan sejawat (peer-reviewed
journals). adalah media untuk menciptakan reputasi. Sejarah telah
membuktikan bahwa tidak ada jalan selain ini — reputasi ilmiah tidak akan
tercipta melalui publikasi di koran dan televisi.

2.2.2 Ciri Budaya Ilmiah


1. Metoda saintifik
2. Penilaian dari rekan sejawat (peer-reviewed system).
3. Akumulasi dari pengetahuan yang dipublikasikan dalam peer-reviewed
journals dan disimpan untuk bahan rujukan.
4. Buku catatan laboratorium — (Catatan: Saya mengamati banyak kawan-

4
kawan saya yang juga dosen, walaupun mereka lulusan dari perguruan tinggi
ternama, mereka tidak mempunyai buku ini, walaupun ada — tetapi tidak
ditulis dengan cara yang betul)

2.2.3 Kebiasaan Ilmiah


1. Selalu mempublikasikan hasil penelitian. (Catatan: Masih banyak profesor
yang sedikit sekali publikasinya, yang menandakan mereka tidak pernah
melakukan penelitian yang bermutu — Apakah mereka masih dianggap
pakar?)
2. Dapatkan pendidikan yang setinggi-tingginya — PhD dalam bidang sains.
3. Pendidikan yang dimulai dengan bimbingan dan kemudian baru bekerja
secara mandiri.
4. Mobilitas yang tinggi dari para saintis, berpindah dari satu universitas ke
universitas yang lain.
5. Selalu berinteraksi dengan orang-orang yang pintar yang memiliki
ketertarikan dalam bidang yang sama dalam sains.

2.2.5 Peraturan-peraturan Dalam Dunia Ilmu Pengetahuan


1. Menyelidiki efek dari satu variabel dengan cara mengontrol variabel-variabel
yang lain.
2. Selalu beragumentasi berasaskan fakta-fakta yang betul.
3. Mengemukakan hipotesis, iaitu kesimpulan sementara dari proses penelitian,
yang nantinya akan dibuktikan kebenarannya.
4. Selalu merujuk hasil penelitian orang lain.
5. Selalu menyimpan hasil-hasil penelitian dengan rapi, supaya orang lain dapat
mengulangi eksperimen-ekesperimen yang telah dilakukan.
6. Penemuan yang luar biasa selalunya harus didukung oleh fakta-fakta
pendukung yang juga luar biasa.

2.2.6 Hal-hal yang Tidak Patut Dilakukan Dalam Dunia Ilmu Pengetahuan
1. Tidak objektif dan tidak menerima fakta-fakta yang didapatkan dari hasil
eksperimen yang dilakukan dengan cara yang betul.
2. Menipu dalam melaporkan data — membuat data palsu dan mengubah data.

5
3. Plagiat
4. Tidak memberikan penghargaan (credit) kepada orang yang juga
memberikan sumbangan ilmiah kepada penelitian yang dilakukan.

2.3 Perspektif Budaya Ilmiah


Budaya ilmiah bukan hanya sekedar bagaimana kita memandang sebuah kebenaran,
tapi lebih pada bagaimana kita menempatkan sebuah pemikiran yang orisinil yang
membudayakan kebenaran. Sehingga budaya itu mempunyai nilai yang luhur yang
merupakan hasil karya manusia. Budaya biasanya erat hubungannya dengan dunia
pendidikan (Suriasumantri, 2009).
Kajian budaya memberi ruang gerak secara leluasa untuk merespons pergeseran
konteks semacam itu. Hal ini menunjukkan pula adanya perubahan perspektif sebagai
respons atas perkembangan studi lapangan antropologi masa lalu. Ini berarti ada
kecerdasan melihat bidang-bidang kajian yang menyangkut keterbukaan penelitian
kebudayaan, khususnya dalam melihat bagaimana makna kebudayaan mengalami
konstruksi, reproduksi, dan dekonstruksi dalam berbagai sub-kultur (Abdullah, 2006).
Apabila terjadi konstruksi dan reproduksi kebudayaan, berarti merupakan proses
penegasan identitas budaya yang dilakukan oleh berbagai pertemuan-pertemuan
kebudayaan yang menegaskan eksistensi kebudayaan asalnya. Hal ini akan tampak dan
diperlihatkan pada berbagai bentuk ekspresi kebudayaan yang direpresentasikan para elite
kekuasaan yang ada di daerah-daerah di wilayah Nusantara. Kebudayaan dalam konteks
semacam ini dihadirkan melalui dekonstruksi dan pertarungan makna yang menegaskan
kehadiran identitas kelompok. Meskipun masing-masing kelompok cara
merepresentasikannya berbeda, tetapi dasar konstruksi dan reproduksi kebudayaan lebih
disebabkan adanya usaha menghadirkan masa lalu ke dalam kehidupan masa kini. Dalam
kaitannya dengan realitas politik kebudayaan dan identitas budaya, maka dapatlah
dijelaskan dengan berbagai pemaknaan. Di sini sangat jelas, dalam kajian budaya telah
memandang bahwa kebudayaan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan sebuah proses
yang diperjuangkan secara terus menerus dengan pemaknaan.
Perlu dipahami bahwa kajian budaya merupakan kawasan pluralistik dari berbagai
perspektif yang bersaing, lewat produksi teori, berusaha mengintervensi politik budaya.
Kajian budaya juga mengekplorasi kebudayaan sebagai praktik pemaknaan dalam konteks
kekuatan sosial. Dalam melakukan hal ini banyak mengambil berbagai teori, termasuk

6
Marxisme, Strukturalisme, Pascastrukturalisme dan Feminisme. Dengan metode yang
eklektis, kajian budaya menyatakan posisionalnya pada semua ilmu pengetahuan, termasuk
pengetahuannya sendiri yang menyatu di sekitar ide-ide utama kebudayaan, praktik
pemaknaan, representasi, diskursus, kekuasaan, artikulasi, teks, pembaca dan konsumen.
Kajian budaya juga merupakan bidang penelitian multidisipliner atau post-
disipliner yang mengeksplorasi produksi dan pemakaian peta makna. Karena itu dapat
dideskripsikan sebagai permainan bahasa atau bangunan diskursif yang terkait dengan isu
kekuasaan dalam praktik pemaknaan kehidupan manusia. Kajian budaya dalam hal ini
dianggap suatu proyek cair dan luar biasa yang mengisahkan citra tentang dunia yang
tengah berubah dengan harapan agar manusia dapat memperbaikinya (Barker, 2004). Kalau
gagasan ini dipahami, berarti merupakan kerja besar dalam rangka mengangkat kajian
budaya sebagai perangkat utama untuk membela yang lemah dengan penalaran intelektual.

2.4 Masyarakat Ilmiah


Masyarakat ilmiah adalah sekelompok masyarakat yang warga di dalamnya
memiliki sifat ingin mengetahui gejala-gejala dengan melakukan pengkajian secara ilmiah
agar diperoleh kebenaran yang teruji sesuai dengan metode ilmu pengetahuan. Masyarakat
ilmiah memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut :
1. Kritis
2. Objektif
3. Analitis
4. Kreatif dan konstruktif
5. Terbuka untuk menerima kritik
6. Menghargai waktu dan prestasi ilmiah/akademik
7. Bebas dari prasangka
8. Kesejawatan/kemitraan khususnya di antara civitas akademika
9. Dialogis
10. Memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila akademik serta tradisi ilmiah
11. Dinamis, dan
12. Berorientasi ke masa depan.
Dalam masyarakat ilmiah, di samping adanya tradisi akademik, diperlukan adanya
peraturan. Tradisi dan peraturan merupakan kesatuan yang secara serentak mengatur
ketertiban masyarakat di kampus. Tradisi ini memberikan kemantapan pada kehidupan

7
akademik di kampus, sedangkan peraturan dapat dirumuskan demi penyesuaian dan
pemutakhiran dari waktu ke waktu. Ketertiban masyarakat ilmiah di kampus akan
terpelihara bila tradisi dan peraturan yang berlaku dijadikan pedoma perilaku warga
kampus. (Sutapa, 2010)

2.5 Sikap Ilmiah


Sikap ilmiah merupakan suatu pandangan seseorang terhadap cara berfikir yang
sesuai dengan metode keilmuan, sehingga menimbulkan kecenderungan untuk menerima
atau menolak cara berfikir yang sesuai dengan keilmuan tersebut. (Burhanuddin, 2015)
Sikap ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau
akademisi ketika menghadapi persoalan persoalan ilmiah. Sikap-sikap ilmiah yang
dimaksud sebagai berikut (Suaedi, 2016)
a. Sikap Skeptis
Sikap yang menyangsikan setiap pertanyaan ilmiah yang belum teruji
kebenarannya.
b. Sikap Ingin Tahu
Sikap yang pada kebiasaan bertanya tentang berbagai macam bidang kajiannya.
c. Sikap Kritis
Sikap ini terlihat kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan
bidang dan ditimbang kelebihan serta kekurangan, kebenaran atau tidaknya.
d. Sikap Terbuka
Sikap yang mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik walaupun hal tersebut
tidak diterima karena tidak sesuai atau tidak sependapat.
e. Sikap Objektif
Sikap yang menyatakan apa adanya tanpa diikuti dengan perasaan pribadi.
f. Sikap rela menghargai karya orang lain
Sikap yang kebiasaan menyebutkan sumber yang secara jelas tentang pendapat atau
pernyataan yang jelas sekiranya hal tersebut berdasarkan pendapat dan pernyataan
orang lain.
g. Sikap berani mempertahankan kebenaran
Sikap ini menampak pada membela fakta dan hasil temuan lapangan atau
pengembanagan walaupun bertentngan atau tidak sesuai dengan teori yang ada.
h. Sikap menjangkau ke depan

8
Sikap ini dibuktikan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi
pengembangan bidang ilmunya.

2.6 Aplikasi dan Implementasi Budaya Ilmiah


Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai segala cara berpikir, cara bersikap dan
berperilaku serta cara bertindak manusia yang berkecimpung dalam dunia ilmu, sesuai
dengan kaidah-kaidah keilmuan dan etika ilmu. Karena budaya ilmiah adalah budaya yang
sesuai dengan kaidah-kaidah, maka budaya ilmiah sangat erat kaitannya dengan filsafat
ilmu dan etika ilmiah. Dapat dikatakan bahwa budaya ilmiah, filsafat ilmu, dan etika ilmiah
adalah tiga hal yang tidak dapat dipisah tetapi dapat dibedakan. Filsafat ilmu adalah
kegiatan berpikir yang berupaya untuk memahami secara mendasar mendalam tentang
ilmu, termasuk di dalamnya kaidah-kaidah dan etika ilmu. Sedangkan etika ilmiah
membicarakan kepribadian seorang individu manusia apakah sesuai atau tidak hati nurani,
ucapan, atau perbuatannya dengan budaya ilmiah, etika ilmu, dan kaidah keilmuan.
Pokok penting dalam budaya ilmiah adalah pemakaian logika, karena di dalamnya
ada analisis dan reasoning. Reasoning haruslah berdasarkan fakta sejujurnya dengan
pembuktian, dengan tujuan suatu kebenaran. Selain itu masalah ilmu adalah masalah umum
bukan masalah pribadi, karena itu di dunia akademik harus dapat dipisahkan antara
masalah akademik dengan masalah pribadi. Karena inti ilmu adalah kebenaran, maka
kejujuran adalah sifat yang amat penting yang dituntut dari semua civitas academica.
Misalnya hasil penelitian harus dilaporkan secara jujur. Beberapa budaya ilmiah yang perlu
dikembangkan dalam kehidupan ilmiah di perguruan tinggi antara lain: budaya untuk
meragukan sesuatu yang tidak dapat di indera budaya keterbukaan; budaya kejujuran;
budaya keberanian; budaya berpikir dan berbicara secara relevan; budaya universalisme
ilmu; budaya kesetaraan; budaya penghargaan; dan sifat memiliki ilmu.
Bicara tentang budaya terbersit dalam pikiran kita tentang suatu kebiasaan yang
turun temurun, bisa dikatakan budaya merupakan tradisi bertahun-tahun yang diwariskan
dari generasi sebelumnya, dan biasanya dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat
yang menghargai para pendahulunya. Namun bagaimana bila dihubungkan dengan istilah
ilmiah, kata ilmiah biasanya merujuk kepada sesuatu yang empiris atau sudah melaui
proses pembuktian fakta dan teruji kebenarannya dan terpercaya sebelum terungkap fakta-
fakta baru, sesuatu yang bersifat ilmiah akan terus menjadi hal yang dianggap benar. Jadi
budaya ilmiah bisa diartikan suatu tradisi atau kebiasaan yang dicirikan dengan adanya

9
pembuktian-pembuktian rasionalitas manusia, sebab akibat yang dibuktikan dengan sebuah
data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap benar dan tidaknya suatu fakta.
Budaya Membaca adalah keterampilan yang diperoleh setelah seseorang
dilahirkan, bukan keterampilan bawaan. Oleh karena itu kebiasaan membaca dapat
dipupuk, dibina dan dikembangkan. Untuk tujuan akademik membaca adalah untuk
memenuhi tuntutan kurikulum sekolah atau perguruan tinggi. Buku sebagai media
transformasi dan penyebarluasan ilmu dapat menembus batas-batas geografis suatu negara,
sehingga ilmu pengetahuan dapat dikomunikasikan dan digunakan dengan cepat di
berbagai belahan dunia. Dalam berbagai kesempatan remaja harus mulai membiasakan
membaca dengan sumber bacaan yang positif. Menumbuhkan kepedulian membaca, akan
semakin memperbanyak pustaka ilmu pengetahuan pada diri remaja, dengan membaca,
remaja akan mengedepankan budaya ilmiah terutama dalam hal komentar dan ucapannya
sesuai sumber terpercaya yang dia baca (Miftachurohman, 2018).
Menulis menjadi barang langka di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk di
kalangan pendidikan. Menulis merupakan suatu hal mengerikan bagi sebagian orang,
sehingga mereka berusaha menjauhi dan menghindarinya. Jika melakukan survey,
mungkin hanya satu atau dua orang dari seratus kalangan muda yang gemar menulis.
Budaya menulis memang setingkat lebih tinggi dari budaya membaca. Membaca dan
menulis merupakan aktivitas yang saling mendukung. Orang yang menulis pasti gemar
membaca namun orang yang membaca tak selalu mau menulis. Pada dasarnya masyarakat
kita masih berada pada tahap budaya membaca. Itu pun masih terus diupayakan agar minat
membaca di Indonesia terus meningkat. Kegiatan menulis dalam bentuk apapun (buku,
jurnal, karya ilmiah, artikel, dan yang lainnya) akan menjadikan kita mempunyai kapasitas
dan kapabilitas keilmuan dimata orang lain. Remaja yang memaksakan untuk mencoba
menulis sesuatu hal yang ia ketahui akan mendorong mereka menjadi terbiasa
mencurahkan isi hatinya dalam bentuk tulisan. Dengan terbiasa maka menulis akan tumbuh
menjadi budaya yang melekat pada diri remaja untuk mengekspresikan ide dan
pemikirannya sebagai sumbangsih remaja dalam mendorong terciptanya budaya ilmiah di
kalangan remaja (Miftachurohman, 2018).
Apa yang telah dibaca dan tulis belum pasti kebenarannya meskipun jelas
sumbernya. Untuk meyakinkan sejauh mana kebenarannya sehingga diterima/tidaknya
argumentasi kita maka sangat perlu untuk didiskusikan. Diskusi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia memiliki arti “pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu

10
masalah”. Biasanya dalam diskusi para peserta mencari penyelesaian suatu masalah,
minimal mereka mengajukan usul atau ide yang mungkin bisa menyelesaikan masalah
yang mereka diskusikan. Diskusi adalah forum untuk menguji sejauh mana kemampuan
ilmu pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki untuk dijadikan konsensus atau untuk
dikritisi sebagai sesuatu yang masih banyak kelemahan dan kekurangannya dari berbagai
aspek kajian. Oleh karenanya dengan diskusi kita akan semakin memahami betul akan
pentingnya masukan, kritikan dan saran atas apa yang kita ketahui dan kita pahami selama
ini. Dengan diskusi pula akan semakin meningkatkan kualitas komunikasi kita
(communication skill) untuk dapat meyakinkan dan mempengaruhi orang lain
(Miftachurohman, 2018).
Forum ilmiah merupakan tempat dimana berkumpulnya masyarakat/komunitas
intelektual dan ilmiah, implementasi program kerja dari forum/organisasi ilmiah biasanya
difokuskan pada kajian mendalam dan kontinu terhadap suatu bidang keilmuan untuk
mewujudkan generasi intelektual yang mampu menghasilkan karya ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek. Remaja diharapkan berperan aktif di dalam
berbagai forum/organisasi ilmiah untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan turut serta
menyumbangkan ide dan pemikirannya. Melalui forum/organisasi ilmiah, setiap remaja
akan terlihat cerdas dan unggul baik wawasan maupun ilmu pengetahuan yang digelutinya
(Miftachurohman, 2018).
Budaya ilmiah yang perlu dikembangkan dalam kehidupan ilmiah di perguruan
tinggi antara lain: budaya untuk meragukan sesuatu yang tidak dapat diterima inderanya;
budaya keterbukaan; budaya kejujuran; budaya keberanian; budaya berpikir dan berbicara
secara relevan; budaya universalisme ilmu; budaya kesetaraan; budaya penghargaan; dan
sifat memiliki ilmu. Kegiatan ilmiah ialah kegiatan logika bukan kegiatan emosi. Karena
itu dalam forum ilmiah materi pembicaraan menyangkut gagasan, konsep, analisis dan
reasoning, bukan hal-hal yang menyangkut emosi seperti perasaan tersinggung, marah,
rasa malu, dan lain-lain. Masalah etika dalam ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan
budaya ilmiah, termasuk di dalamnya etika dan kebebasan akademik. Kebebasan akademik
adalah kebebasan para akademisi yang tertuang dalam undang-undang untuk menyatakan
pendapatnya, menguji dalil dan kegiatan akademik lain, sehingga ia tidak akan terancam
kehilangan pekerjaan dan kemudahan yang ia peroleh di institusinya. Kebebasan akademik
menjadikan para akademisi di dalam hukum mempunyai hak lebih bebas dari orang awam,
namun kebebasan itu tidak mutlak. Budaya akademik dan etika akademik, serta etika

11
penelitian merupakan pagar-pagar bagi para ilmuwan. Dalam dunia akademik atau dunia
ilmiah terdapat penghargaan yang didasarkan kepada prestasi seseorang dan prestasi
seseorang akan dilihat dari kontribusi ilmiahnya. Umur biologis tidak termasuk kriteria
untuk penghormatan dan penghargaan. Pembicaraan tentang budaya akademik, etika
akademik, dan filsafat ilmu terkait satu sama lain, yang satu adalah cermin dari yang lain
(Miftachurohman, 2018).
Ciri-ciri perkembangan budaya ilmiah di lingkungan akademik, dapat dilihat dari
berkembangnya Tradisi (kebiasaan dan kemampuan) membaca, kebiasaan berdiskusi,
kebiasaan menuangkan ide dalam bentuk tulisan ilmiah, kebiasaan melakukan presentasi,
kebiasaan menulis, kebiasaan meneliti, kebiasaan melaporkan hasil penelitian, kebiasaan
case finding, kebiasaan argumentasi ilmiah, mengembangkan pengajaran berbasis jurnal,
buku, dan penemuan, mengembangkan kampus ke arah akademis, kebiasaan meneliti di
labor, dan praktikum, kebiasaan profesional kebiasaan mengikuti dan menyelenggarakan
egiatan ilmiah seperti annual conference, seminar, workshop, dan sejenisnya, kebiasaan
publikasi ilmiah, kebiasaan mengunjungi pustaka, pengajaran berbasis komputer
(computer based learning), kebiasaan meneliti masalah kemasyarakatan dalam berbagai
disiplin ilmu (Miftachurohman, 2018).
Output dari kegiatan ilmiah meliputi makalah, paten, dan pengetahuan teknis.
Makalah dapat dipublikasi dan tersedia untuk referensi, membawa manfaat sosial,
sementara paten dan pengetahuan teknis dapat membawa manfaat komersial yang besar
ketika digunakan untuk mengembangkan produk dan teknik baru serta desain program.
Terkait luaran dari produk ilmiah ini mendorong para peneliti untuk mengikuti kaidah etik
yang berlaku, yakni:
● Para ilmuwan tidak boleh terlalu didorong oleh keuntungan materi
● Prestasi ilmiah harus digunakan untuk memajukan kesejahteraan manusia
● Harus ada batasan yang masuk akal pada penerapan pencapaian ilmiah
Inovasi dari masing-masing institusi mendukung pengembangan pusat ilmu
pengetahuan dunia, dan bergantung pada pengarahan budaya ilmiah. Ilmu pengetahuan
ilmiah dibuat oleh manusia. Aktifitas ilmiah adalah aktifitas sosial, sehingga budaya ilmiah
adalah produk manusia atau kelompok aktifitas manusia. Pola pikir, nilai, norma perilaku,
dan budaya ilmiah terbentuk dan sejarahnya merefleksikan konotasi budayanya. Sains
memainkan peran sosial hanya ketika hal terrsebut diubah menjadi budaya.
Pengembangan dan komunikasi dari budaya ilmiah tidak hanya melegalkan

12
perkembangan berkelanjutan dari ilmu pengetahuan dan memfasilitasi kemauan publik,
serta mendukung ilmu pengetahuan dan teknologi, namun juga membuat landasan spiritual
dan prinsip serta nilai bagi para peneliti untuk menjalankan eksplorsi ilmiah. Secara umum,
alasan mengapa budaya ilmiah memfasilitasi konstruksi dari ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah sebagai berikut:
● Budaya ilmiah membimbing orang untuk membentuk sudut pandang ilmiah dan
meyakinkan mereka bahwa kita semua bergantung pada ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah yang sedang dihadapi setiap manusia. Hal ini membuat
atmosfer sosial yang disukai setiap orang untuk mencintai, mempelajari, dan
menggunakan ilmu pengetahuan yang baik.
● Ilmu pengetahuan dapat menjadi solusi untuk setiap masalah. Hal ini membuat
orang berpikir dari sudut pandang ilmiah dan secara bertahap mengembangkan pola
pikir ilmiah.
● Budaya ilmiah menormalisasi perilaku manusia, dan membuat setiap orang berlaku
secara sadar sesuai peraturan yang berlaku.
● Budaya ilmiah membuat mudah dicapainya kesepakatan dari penerapan pencapaian
ilmiah, dan membuat tiap orang menjadi terbuka, toleran, waspada, dan memiliki
tingkah laku yang masuk akal terhadap hal baru.
● Budaya ilmiah membuat tiap orang berkenan untuk mendukung dan membuat
kontribusi untuk ilmu pengetahuan, yang mana hal tersebut penting untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

13
BAB III
PENUTUP

Tuhan menyatakan manusialah yang memiliki peran sebagai wakil Tuhan di bumi
melalui penciptaan kebudayaan. Proses penciptaan kebudayaan dan pengetahuan yang
didapatkan oleh manusia dimulai dari sebuah proses yang paling dasar, yakni kemampuan
manusia untuk berpikir. Budaya merupakan suatu kebiasaan yang turun temurun, bisa
dikatakan sebagai tradisi bertahun-tahun yang diwariskan dari generasi sebelumnya, dan
biasanya dipegang teguh oleh suatu kelompok masyarakat yang menghargai para
pendahulunya. Ilmiah adalah penelaahan dari ilmu alam dan penerapan dari pengetahuan
ini untuk maksud praktis. Budaya ilmiah dapat diartikan sebagai suatu tradisi atau
kebiasaan yang melibatkan adanya pembuktian-pembuktian rasionalitas manusia, sebab
akibat yang dibuktikan dengan data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap
benar dan tidaknya suatu fakta.
Unsur-unsur yang diperlukan untuk membangun budaya ilmiah meliputi norma
ilmiah, ciri budaya ilmiah, kebiasaan ilmiah, dan peraturan-peraturan dalam dunia ilmu
pengetahuan. Masyarakat ilmiah adalah sekelompok masyarakat yang warga di dalamnya
memiliki sifat ingin mengetahui gejala-gejala dengan melakukan pengkajian secara ilmiah
agar diperoleh kebenaran yang teruji sesuai dengan metode ilmu pengetahuan. Sikap ilmiah
merupakan suatu pandangan seseorang terhadap cara berfikir yang sesuai dengan metode
keilmuan, sehingga menimbulkan kecenderungan untuk menerima atau menolak cara
berfikir yang sesuai dengan keilmuan tersebut.
Pokok penting dalam budaya ilmiah adalah pemakaian logika, karena di dalamnya
ada analisis dan reasoning. Beberapa budaya ilmiah yang perlu dikembangkan dalam
kehidupan ilmiah di perguruan tinggi antara lain: budaya untuk meragukan sesuatu yang
tidak dapat di indera budaya keterbukaan; budaya kejujuran; budaya keberanian; budaya
berpikir dan berbicara secara relevan; budaya universalisme ilmu; budaya kesetaraan;
budaya penghargaan; dan sifat memiliki ilmu. Budaya biasanya erat hubungannya dengan
dunia pendidikan. Sekarang pertanyaannya adalah apakah sekarang dunia pendidikan
Indonesia sudah berbudaya ilmiah.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdulllah, Irwan. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
2. Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Teori & Praktik. Penerjemah Nurhadi.
Yogyakarta: Kreasi Wacana.
3. Ilham. 2012. Penerapan Budaya Ilmiah dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Cerdas Sifa
Pendidikan. 1(1).
4. Miftachurohman. 2018. Budaya Ilmiah. Diakses dari: https://miftachurohman.
web.ugm. ac.id/budaya-ilmiah/
5. Salam, Burhanuddin.2015. Pengantar Filsafat. (Edisi1. Cetakan ke-10). Jakarta: Bumi
aksara.
6. Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: PT Penerbit IPB Press.
7. Suriasumantri,J. 2009. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
8. Sutapa, M. 2010. Sebuah Refleksi Kebebasan Akademik dalam Masyarakat Ilmiah
Perguruan Tinggi. Jurnal Managemen Pendidikan, No 2, hal 1-8.
9. Wang C. 2018. Scientific culture and the construction of a world leader in science and
technology. China: Cultures of Science. 1(1): 1–13.

15

Anda mungkin juga menyukai