Budaya Ilmiah
Penulis :
Dosen Pengajar :
MKDU 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, bahwa kami telah
menyelesaikan makalah dengan judul ’Budaya Ilmiah’. Terima kasih kami ucapkan kepada tim
kami yang terdiri dari : dr. Rendra Prasetya Saefudin, dr. Firda Rachmawati Iragama, dr.
Jeannie Flynn, dr. Evania Nita Oetama, dr. Mahida El Shafi, dr. Dinal Muhammadi, dr. Alvina
Charista Rusli, dr. Ahmad Aiman Azhar, dr. Kafin Rifqi, dr. Djiu Wina yang telah saling
membantu baik secara moral maupun materi sehingga bisa menyelesaikan tugas ini tepat
waktu.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Dr. dr.
Achmad C. Romdhoni, Sp. THT-KL(K) pada mata kuliah Filsafat Umum. Semoga materi ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi sejawat sekalian yang
membutuhkan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ini masih jauh dari kesempurnaan karena
pengalaman dan pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi terciptanya laporan yang lebih baik lagi untuk masa
mendatang.
Kelompok A1
i
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1i
pendidikan keilmuan dalam sistem pendidikan harus disertai dengan usaha untuk
membudayakan berpikir ilmiah dalam masyarakat kita.
Melihat pentingnya budaya ilmiah dengan cara kerja ilmiah di dalamnya, maka
dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan, perguruan tinggi sebagai institusi,
dituntut untuk dapat rnengimplementasikan budaya ilmiah dalam berbagai aktivitas
pendidikannya. Untuk itu budaya ilmiah di lingkungan perguruan tinggi adalah
keniscayaan, terutama bagi rnahasiswa, sebagai subjek ataupun obyek yang sedang
dalam proses berkembang (Prastowo. 2013).
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui yang dimaksud dengan budaya ilmiah
1.3.2. Tujuan Khusus
- Mengetahui definisi budaya ilmiah
- Mengetahui ciri dan perspektif budaya imiah
- Mengetahui masyarakat ilmiah, sikap ilmiah
- Mengetahui implementasi budaya ilmiah pada mahasiswa
2i
BAB II
PEMBAHASAN
3i
pendahulunya. Bila dihubungkan dengan istilah ilmiah, kata ilmiah biasanya merujuk
kepada sesuatu yang empiris atau sudah melalui proses pembuktian fakta dan teruji
kebenarannya serta terpercaya sebelum terungkap fakta-fakta baru. Sesuatu yang
bersifat ilmiah akan terus menjadi hal yang dianggap benar. Maka dari itu, budaya
ilmiah bisa diartikan sebagai suatu tradisi atau kebiasaan yang dicirikan dengan adanya
pembuktian – pembuktian rasionalitas manusia, sebab akibat yang dibuktikan dengan
sebuah data, analisa dan pengecekan atau pemeriksaan terhadap benar dan tidaknya
suatu fakta. (Ilham, 2012).
4i
1. Sikap Kritis, yaitu setiap insan akademis harus senantiasa mengembangkan sikap
ingin tahu segala sesuatu untuk selanjutnya diupayakan jawaban dan pemecahannya
melalui suatu kegiatan ilmiah penelitian.
3. Obyektif, yaitu kegiatan ilmiah yang dilakukan harus benar-benar berdasarkan pada
suatu kebenaran ilmiah, bukan karena kekuasaan, uang atau ambisi pribadi.
4. Analitis, yaitu suatu kegiatan ilmiah harus dilakukan dengan suatu metode ilmiah
yang merupakan suatu prasyarat untuk tercapainya suatu kebenaran ilmiah.
5. Konstruktif, yaitu suatu kegiatan ilmiah yang merupakan budaya akademik harus
benar-benar mampu mewujudkan suatu karya baru yang memberikan asas
kemanfaatan bagi masyarakat.
6. Dinamis, yang berarti ciri ilmiah sebagai budaya akademik harus dikembangkan
terus-menerus.
8. Menerima kritik, ciri ini sebagai suatu konsekuensi suasana dialogis yaitu setiap
insan akademik senantiasa bersifat terbuka terhadap kritik.
10. Bebas dari prasangka, yang berarti budaya akademik harus mengembangkan
moralitas ilmiah yaitu harus mendasarkan kebenaran pada suatu kebenaran ilmiah.
12. Memiliki dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, yang berarti masyarakat akademik
harus benar-benar memiliki karakter ilmiah sebagai inti pokok budaya akademik.
5i
13. Berorientasi ke masa depan, artinya suatu masyarakat akademik harus mampu
mengantisipasi suatu kegiatan ilmiah ke masa depan dengan suatu perhitungan yang
cermat, realistis dan rasional.
Nilai – nilai karakter dalam budaya ilmiah meliputi dua kategori yaitu : (Prastowo,
2013).
1. Dalam hubungan dengan diri sendiri :
- Jujur
- Bertanggung jawab
- Disiplin
- Kerja keras
- Percaya diri
- Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
- Ingin tahu
- Cinta ilmu
2. Dalam hubungan dengan sesama manusia :
- Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
- Patuh pada peraturan sosial
- Menghargai karya dan prestasi orang lain
- Santun
6i
Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996)
sedikitnya ada enam yaitu :
1. Tidak ada rasa pamrih (disinterstedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk
mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau
kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu
mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang harus dan akan dihadapi..
Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan
kekuatannya masing-masing, atau , cara penyimpulan yang satu cukup berbeda
walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat
indera serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang berdasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai
kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin, seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset
sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu terdorong untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk
kesejahteraan umat manusia dengan memperhatikan lingkungan alam sekitar.
i7
Mungkin bisa dikatakan Dikti gerah dengan minimnya publikasi jurnal ilmiah
Indonesia jika dibandingkan dengan Negara lain. Saat ini, di jajaran pendidikan
tinggi ada perbincangan ‘yang cukup hangat’ dengan keluarnya surat edaran
bernomor 152/E/T/2012 terkait publikasi karya ilmiah. Alasan dikeluarkannya surat
itu karena jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia masih sangat rendah.
Bahkan, hanya sepertujuh dari jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Malaysia
(Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan). Diantara bunyi ketentuan itu
adalah:
1. Untuk lulus program Sarjana harus menghasilkan makalah yang terbit pada jurnal
ilmiah.
2. Untuk lulus program Magister harus telah menghasilkan makalah yang terbit
pada jurnal lmiah nasional, diutamakan yang terakreditasi Dikti.
3. Untuk lulus program Doktor harus telah menghasilkan makalah yang diterima
untuk terbit pada jurnal internasional.
Membiasakan berbudaya ilmiah itu harus dimulai sejak dini, sejak usia
TK/SD. Namun, masih rendahnya jumlah karya tulis ilmiah di Indonesia mungkin
disebabkan oleh budaya pendidikan di Indonesia, dimana budaya pendidikannya
berorientasi pada skor-tes sehingga tidak mampu mengasah keterampilan berpikir
dan kreativitas pelajar. Padahal menurut penuturan William K. Lim dari Universitas
Malaysia Sarawak, kedua kemampuan itulah yang menjadi dasar untuk bisa
menjadi ilmuwan yang berhasil.
Oleh karena itu perlu dilakukan aplikasi budaya ilmiah di perguruan tinggi
sebagai institusi yang selaiknya mampu menciptakan perubahan budaya ilmiah,
dituntut untuk dapat mengimplementasikan budaya ilmiah dalam berbagai aktivitas
pendidikannya. Bentuk budaya ilmiah di dunia pendidikan muncul sebagai
fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan, sikap serta perilaku yang
hidup dan berkembang di tempat pendidikan mencerminkan kepercayaan dan
keyakinan yang mendalam dan khas, yang dapat berfungsi sebagai semangat
membangun karakter siswanya.
8i
menjadi prioritas yang melekat dalam lingkungan Pendidikan, yang tentunya sudah
dimulai sejak masa Pendidikan dasar.
Pada dasarnya, budaya akademik meliputi kultur, suasana, dan kualitas tata
kehidupan dan tradisi akademik yang universal antara pelaku akademik di
dalamnya. Budaya ilmiah pada kegiatan akademik di perguruan tinggi ditunjukkan
melalui kaidah ilmiah yang harus dipatuhi dalam menghasilkan produk (hasil
karya) ilmiah.
i9
bagaimana manusia itu berhubungan dan berinteraksi satu dengan yang lain dalam
kelompoknya dan bagaimana susunan unit-unit masyarakat atau sosial di suatu
wilayah serta kaitannya satu dengan yang lain. Sedangkan kultur budaya adalah
totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum,
moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh dari turun temurun oleh suatu komunitas. Kesimpulannnya kultur sosial
budaya lebih menekankan pada interaksi yang berhubungan dengan orang lain,
alam dan interaksi yang cakupannnya lebih luas lagi yang diperoleh berdasarkan
kebiasaan atau turun-temurun.
i
10
mengedepankan budaya ilmiah terutama dalam hal komentar dan ucapannya
sesuai sumber terpercaya yang dia baca.
2. Budaya Menulis. Frank tibolt dalam bukunya berjudul meraih yang terbaik,
membuktikan bahwa dengan menulis bermacam masalah dan kerumitan akan
terpecahkan dengan baik sehingga dia mengatakan menulis adalah mitra dan
solusi terpercaya. Menulis adalah bentuk ekspresi diri yang didasari dengan ide,
konsep dan gagasan seseorang untuk maksud dan tujuan tertentu. Kegiatan
menulis dalam bentuk apapun (buku, jurnal, karya ilmiah, artikel, dan yang
lainnya) akan menjadikan kita mempunyai kapasitas dan kapabelitas keilmuan
dimata orang lain. Remaja yang memaksakan untuk mencoba menulis sesuatu
hal yang dia ketahui akan mendorong mereka menjadi terbiasa mencurahkan isi
hatinya dalam bentuk tulisan. Dengan terbiasa maka menulis akan tumbuh
menjadi budaya yang melekat pada diri remaja untuk mengekspresikan ide dan
pemikirannya sebagai sumbangsih remaja dalam mendorong terciptanya
budaya ilmiah dikalangan remaja.
3. Budaya Berdiskusi. Apa yang telah kita baca dan tulis belum pasti
kebenarannya meskipun jelas sumbernya. Untuk meyakinkan sejauh mana
kebenarannya sehingga diterima/tidaknya argumentasi kita maka sangat perlu
untuk didiskusikan. Diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran
mengenai suatu masalah (KBBI, 2021). Biasanya dalam diskusi para peserta
mencari penyelesaian suatu masalah, minimal mereka mengajukan usul atau ide
yang mungkin bisa menyelesaikan masalah yang mereka diskusikan. Diskusi
adalah forum untuk menguji sejauhmana kemampuan ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang kita miliki untuk dijadikan konsensus atau untuk dikritisi
sebagai sesuatu yang masih banyak kelemahan dan kekurangannya dari
berbagai aspek kajian. Oleh karenanya dengan diskusi kita akan semakin
memahami betul akan pentingnya masukan, kritikan dan saran atas apa yang
kita ketahui dan kita pahami selama ini. Dengan diskusi pula akan semakin
meningkatkan kualitas komunikasi kita (communication skill) untuk dapat
meyakinkan dan mempengaruhi orang lain.
i
11
4. Aktif pada Forum/Organisasi Ilmiah. Forum/organisasi ilmiah merupakan
tempat dimana berkumpulnya masyarakat/komunitas intelektual dan ilmiah,
implementasi program kerja dari forum/organisasi ilmiah biasanya difokuskan
pada kajian mendalam dan kontinyu terhadap suatu bidang keilmuan untuk
mewujudkan generasi intelektual yang mampu menghasilkan karya ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai aspek. Remaja diharapkan
berperan aktif didalam berbagai forum/organisasi ilmiah untuk memperdalam
ilmu pengetahuan dan turut serta menyumbangkan ide dan pemikirannya.
Melalui forum/organisasi ilmiah, setiap remaja akan terlihat cerdas dan unggul
baik wawasan maupun ilmu pengetahun yang digelutinya.
5. Menjadi Student Center Learning. Student Center Learning adalah proses
pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. SCL merupakan aktivitas yang
di dalamnya peserta didik bekerja secara individual maupun kelompok untuk
mengeksplorasi masalah, mencari pengetahuan secara aktif dan bukannya
penerima pengetahuan secara pasif (Harmon &Harumi, 1996 dalam Tim
Transformasi pembelajaran UGM, 2010). Peserta didik merupakan komponen
utama di dalam kelas, peserta didik merupakan fokus, dan pengajar berfungsi
sebagai fasilitator bagi pembelajar dalam diskusi kelompok kecil, SCL
merupakan lawan dari “teacher-centered”. Peserta didik sebagai “partners”
dengan pengajar di dalam pendidikan. Melalui metode ini, peserta didik
diharapkan mampu membangun Paradigma pembelajaran dengan melibatkan
penciptaan lingkungan dan pengalaman yang memungkinkan mereka mencari,
menemukan, dan mengkonstruksi pengetahuan dan memposisikan diri dari
behaviorism menjadi constructivism. Peserta didik harus membangun suasana
belajar yang proaktif, kritis dan dialogis untuk menguasai ilmu pengetahuan,
memahami hubungan antara pengetahuan dengan dunia nyata (analitis, sintesis,
artikulasi)
Patut disadari bahwa universitas tidak akan menjadi unggul dan dihormati
dari segi akademik jika orang-orang yang berada dalam universitas tersebut tidak
memiliki budaya ilmiah. Tidak ada jalan lain selain membangun dan melaksanakan
i
12
budaya ilmiah untuk membawa universitas menjadi unggul dan disegani karena
inilah yang harus perlu dibina sejak awal universitas itu dibangun.
Pihak Universitas juga tak ketinggalan dalam menyokong budaya ilmiah di
kampus, dengan menerapkan aspek-aspek pendidikan berbudaya yang merupakan
arah tujuan atau sasaran yang diperhatikan dan dibina serta dijadikan panduan
dalam pelaksanaan segala aktivitas yang bersifat pendidikan yang sesuai, yang
disesuaikan dengan pedoman padanan Pendidikan dan budaya sebagai berikut
(Normina, 2017):
1. Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku perbuatan agar anak
belajar berpikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik dari pada
sebelumnya sehingga akan tumbuh kesadaran pribadi dan bertanggung jawab
akibat tingkat perbuatannya dan kemudian diarahkan pada seluruh aspek pribadi
meliputi jasmani, mental kerohanian dan moral.
2. Pendidikan diarahkan kepada keseluruhan aspek kebudayaan dan kepribadian.
Pendidik dan lembaga pendidikan harus mengakui kepribadian dan menggalang
adanya kesatuan segala aspek kebudayaan, di sini manusia membutuhkan
latihan dalam menggunakkan kecerdasannya dan saling pengertian.
3. Pendidikan harus diarahkan kepembinaan cita-cita hidup yang luhur.
Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan tujuan hidup manusia, selanjutnya
tujuan hidup tersebut ditentukan oleh filsafat hidup yang dianut seseorang,
maka tujuan pendidikan manusia harus bersumber pada filsafat hidup individu
yang melaksanakan pendidikan.
i
13
membuktikan bahwa tidak ada jalan selain ini — reputasi ilmiah tidak akan
tercipta melalui publikasi di koran dan televisi.
14
i
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Budaya lmiah dan sikap ilmiah perlu dimiliki dan diimplementasikan dalam
kehidupan khususnya dalam penelitian dan pendidikan, di mana ketika menghadapi
persoalan-persoalan ilmiah dapat melakukan pembuktian-pembuktian rasionalitas
manusia, sebab akibat yang dibuktikan dengan sebuah data, analisa dan pengecekan atau
pemeriksaan terhadap benar atau tidaknya suatu fakta.
3.2. Saran
Diharapkan para pembaca dapat membiasakan budaya ilmiah sejak dini, sehingga
menjadi karakter yang kuat pada diri setiap individu dan tidak mudah terkena hasutan-
hasutan serta menghasilkan karya – karya yang sesuai kaidah ilmiah. Dengan membangun
budaya ilmiah dini dari diri sendiri oleh masing – masing individu, maka pada akhirnya
akan terbentuk budaya ilmiah yang merekat erat pada bangsa kita.
i
15
DAFTAR PUSTAKA
Prastowo, Andi. 2013. Budaya Ilmiah Sebagai Media Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa
Prgram Studi
PGMI. https://jurnal.albidayah.id/index.php/home/article/view/120. (Diakses 21
Januari 2021).
Mulyanto. 2013. Budaya Ilmiah dan Scientifif Misconduct. https://mulyanto.staff.uns.ac.id/wp
content/blogs.dir/160/files/2013/09/Budaya-ilmiah.pdf. (diakses 21 Januari 2021).
Ilham. 2012. Penerapan Budaya Ilmiah dalam Dunia Pendidikan. Jambi : Cerdas Sifa ed 1.
i
16
BUDAYA ILMIAH
JANUARY 2021
KELOMPOK A1
ME T HO D R ES U L T S D I S C U S S I O
N
tentang ilmu,
termasuk di dalamnya
termasukkaidah-kaidah
di
dalamnya
dan etika ilmu
kaidah-kaidah dan
etika ilmu
(Babich et al, 1994).
(Babich et al, 2020).
KELOMPOK A1 KULIAH MKDU - 2021
JANUARY 2021
(Honderich, 2005).
KULTUR
SOSIAL BUDAYA
KULTUR
DEMOKRATIS
(Normina, 2017)