Pada kedua teknik diatas, penyuntikan dilakukan pada pasien dalam keadaan posisi
duduk membungkuk atau miring kesalah satu sisi dengan kedua tungkai dilipat ke
perut dan kepala menunduk. Pada waktu penyuntikan obat, akan terasa hangat
dipunggung. Setelah obat masuk, pada awalnya akan merasakan kesemutan pada
tungkai, lama kelamaan akan terasa berat pada kedua tungkai dan pada akhirnya
kedua tungkai tidak dapat digerakkan, seolah-olah tungkainya hilang. Pada awalnya
dibagian perut pasien masih bisa merasakan sentuhan, gosokan, dan tarikan, tapi lama
kelamaan akan tidak merasakan apa-apa lagi. Hilang rasa ini bisa berlangsung kirakira 2 sampai 3 jam sesuai jenis obat anestesi lokal yang digunakan.
KELEBIHAN TEKNIK ANESTESIA SPINAL /EPIDURAL :
Jumlah obat yang diberikan sedikit sekali (untuk epidural jumlah obat lebih
banyak)
Obat bius tidak masuk ke dalam sirkulasi ari-ari/rahim sehingga baik untuk
operasi besar
Obat bius tidak mempengaruhi organ lain dalam tubuh
Bisa ditambahkan obat analgetik yang bisa bertahan hingga 24 jam pasca bedah
(untuk epidural bisa ditambah terus obat anti sakit sesuai kebutuhan)
Bila tidak mual/muntah pasca bedah bisa langsung minum tanpa harus menunggu
flatus (buang angin)
Lebih aman untuk pasien yang tidak puasa/operasi darurat
mungkin akan merasakan sedikit nyeri. Kadang bila syaraf sudah terkena maka akan
terasa seperti kesetrum dibagian rubuh yang akan dioperasi. Demikian juga pada saat
penyuntikkan obat bius lokal akan terasa nyeri, tapi lama kelamaan bagian tubuh yang
dioperasi akan terasa kesemutan dan akhimya teras a berat sampai tidak bisa digerakkan.
Efek bius berlangsung antara 2-4jam tergantung jenis obat yang dipakai.
KOMPLIKASI/EFEK SAMPING :
parestesia dan atau gangguan motorik yang berkepanjangan tetapi reversibel
Hematom
pneumothorak
Pembiusan yang tidak komplit (sebagian tubuh terbius)
Reaksi alergi atau hipersensitif yang ringan hingga berat (fatal)
Kejang bila obat masuk ke dalam pembuluh darah yang dapat ditangani sesuai
prosedur tanpa gcjala sisa.
SEDASI
Sedasi Ringan
Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien
mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan
tetap dapat mempertahankan patensi dari jalan nafasnya, sedang fungsi pernafasan
dan kerja jantung serta pembuluh darah tidak dipengaruhi.
Sedasi Sedang.
Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien
mengantuk, tetapi masih memiliki respon terhadap rangsangan verbal, dapat diikuti
atau tidak diikuti oleh rangsangan tekan yang ringan dan pasien masih dapat menjaga
patensi jalan nafasnya sendiri. Pada sedasi moderat terjadi perubahan ringan dari
respon pernafasan namun fungsi kerja jantung serta pembuluh darah masih tetap
dipertahankan dalam keadaan normal. Pada sedasi moderat dapat diikuti gangguan
orientasi lingkungan serta gangguan fungsi motorik ringan sampai sedang.
Sedasi Dalam
Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien
mengantuk, tidur, serta tidak mudah dibangunkan tetapi masih memberikan respon
terhadap rangsangan berulang atau rangsangan nyeri. Respon pernafasan sudah mulai
terganggu dimana nafas spontan sudah mulai tidak adekuat dan pasien tidak dapat
mempertahankan patensi dari jalan nafasnya (mengakibatkan hilangnya sebagian atau
seluruh refleks protektif jalan nafas). Sedasi dalam dapat berpengaruh terhadap fungsi
kerja jantung dan pembuluh darah terutama pada pasien sakit berat, sehingga tindakan
sedasi dalam membutuhkan alat monitoring yang lebih lengkap dari sedasi ringan
maupun sedasi moderat.
KELEBIHAN TEKNIK SEDASI :
Obat diberikan secara bertahap
Selama tindakan pasien dalam keadaan mengantuk dan tidur.
yang
gusi,
jelly
15-30
Kebijakan
Indikasi :
Operasi di area cervikal, thorakal, cervikothorakal (antara lain, namun tidak terbatas
Operasi di area abdomen dan punggung (antara lain, namun tidak terbatas pada hal
Bedah tumor
Bedah plastik
Ortopedi/bedah tulang
Bedah anak
Bedah vaskular
Operasi kebidanan dan kandungan
Operasi di ekstremitas bawah (antara lain, namun tidak terbatas pada hal sebagai
berikut saja) :
Ortopedi/bedah tulang
Bedah plastik
Bedah tumor
Bedah vaskular
Bedah anak
Kontra indikasi
Absolut:
Pasien menolak
Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
Koagulopati
Peningkatan tekanan intra kranial
Relatif:
Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
Hipovolemia
Penyakit susunan saraf pusat
Nyeri punggung kronik
Sepsis
Syarat
Hipotensi
Punksi duramater dan Post Dural Puncture Headache
Infeksi
Perdarahan epidural
Trauma serabut saraf
Pemeriksaan penunjang
DPL
Daftar pustaka
1. Clinical Anesthesia procedure of Massachussetts General Hospital
2. Clinical anesthesiology
Kebijakan
Indikasi:
Operasi di area abdomen dan punggung (antara lain, namun tidak terbatas pada hal
Operasi di ekstremitas bawah (antara lain, namun tidak terbatas pada hal sebagai
berikut saja) :
Ortopedi/bedah tulang
Bedah plastik
Bedah tumor
Bedah vaskular
Bedah anak
Kontra indikasi
Absolut:
Pasien menolak
Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
Koagulopati
Peningkatan tekanan intra kranial
Relatif:
Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
Hipovolemia
Penyakit susunan saraf pusat
Nyeri punggung kronik
Sepsis
Syarat:
Hipotensi
Infeksi
Post Dural Puncture Headache
Total spinal blok, blok spinal tinggi
Perdarahan subarakhnoid
Trauma serabut saraf
Transient Neurologic Syndrome (TNS), Cauda Equina Syndrome
Pemeriksaan penunjang:
DPL
BT/CT atau PT/aAPTT
Daftar pustaka
Clinical Anesthesia procedure of Massachussetts General Hospital
Clinical anesthesiology
Anestesia umum
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Anestesia umum adalah suatu prosedur tindakan dalam anestesia untuk memenuhi keadaan
amnesia, analgesia dan penekanan refleks pada pasien. Anestesia umum dapat dilakukan
secara inhalasi, intravena, atau kombinasi keduanya (anestesia balans). Langkah-langkah
dalam anestesia umum meliputi: premedikasi, induksi, pemeliharaan anestesia, dan
pengakhiran anestesia.
Yang dimaksud anestesia umum disini adalah anestesia umum untuk pasien dewasa.
Anestesia umum untuk pasien pediatri akan diatur sesuai protokol anestesia untuk pediatri
Tujuan
Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
Prosedur
Premedikasi
Ringan
Sedang
Diazepam 5-10 mg
Lorazepam 1-2 mg
Midazolam 1-2 mg
1-2
0,1
Berat
Diazepam 10 mg
Midazolam 5 mg
+ Petidin 1-2 mg/kgBB
atau
Fentanil
g/kgBB
atau
Morfin
mg/kgBB
Induksi
Preinduksi:
Pemberian
obat induksi
Propofol
Etomidat
0,2-0,4
ivb
Obat
mg/kgBB
Lama
kerja
Dosis
Awitan
0,1 mg/kgBB iv
2-3 mnt
25-30 mnt
0,2 mg/kgBB iv
< 2 mnt
45-90 mnt
Atrakurium
0,5 mg/kgBB iv
1-2 mnt
10-20 mnt
Rokuronium
0,6-1,2
iv
Pelumpuh otot
untuk intubasi
Vekuronium
mg/kgBB 60-90
dtk
30 mnt
Pemeliharaan anestesia
Anestesia inhalasi 30-100% O2
+ 0-70% N2O
+ Halotan (MAC=0,75%) titrasi
atau Enfluran (MAC=1,76%) titrasi
atau Isofluran (MAC=1,1%) titrasi
atau Sevofluran (MAC=2,0%) titrasi
atau Desfluran (MAC=6,0%) titrasi
Anestesia balans
30-100% O2
+ 0-70% N2O
+ Petidin 0,5-1,5
intermiten)
mg/kgBB/3-4
jam
(bolus
Anestesia
itravena total
30-100% O2
+ Petidin
atau Fentanil
g/kgBB
Pemeliharaan:
g/kgBB/mnt
50-200
Jika diperlukan pelumpuh otot selama operasi maka beberapa pilihan yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut:
Kerja singkat
Mivakurium
Bolus 0,1 mg/kgBB/10-20 mnt
atau infus1-15 g/kgBB/mnt
Kerja menengah
Vekuronium
Rokuronium
Bolus
mnt
0,01-0,025
mg/kgBB/30
Atrakurium
Kerja panjang
Pankuronium
Pengakhiran anestesia
Pemulihan
dari : Jika diperlukan dapat diberikan obat reversal
pelumpuh otot
sebagai berikut:
Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum)
mg/kgBB+ Sulfas atropin 0,015 mg/kgBB iv
Analgetik
operasi
Profilaksis
muntah
Oksigen
Penghisapan lendir
: Rongga orofaring
penghisap lendir
Ekstubasi
dibersihkan
dengan
Kebijakan
Indikasi :
Indikasi dilakukan kaudal anestesi untuk operasi-operasi daerah perineal seperti haemoroid,
fistula ani, dan kista bartolini
Kontra indikasi
Absolut:
Pasien menolak
Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
Koagulopati
Peningkatan tekanan intra kranial
Relatif:
Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
Hipovolemia
Penyakit susunan saraf pusat
Nyeri punggung kronik
Sepsis
Syarat
Hipotensi
Punksi duramater dan Post Dural Puncture Headache
Infeksi
Perdarahan epidural atau kaudal
Pemeriksaan penunjang
DPL
BT/CT atau PT/aPTT
Daftar pustaka
3. Clinical Anesthesia procedure of Massachussetts General Hospital
4. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4th ed, New York:
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006
5. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins ; 2006
6. Hadzic Admir : Peripheral Nerve Block, 1st ed, 2006
Kebijakan
Indikasi :
Teknik Single-Shot
Operasi yang dilakukan pada daerah bahu, termasuk total arthroplasty bahu, proksimal
humerus dan lateral klavikula.
Teknik continuous
Pada prosedur yang memerlukan waktu yang cukup panjang seperti total arthroplasty bahu
atau untuk fisioterapi suportif yang membantu proses mobilisasi sendi bahu.
Kontra indikasi
Absolut:
1.Pasien menolak
2.Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
3.Koagulopati
Relatif:
1. Diatesis hemoragi
2. Paralisis phrenic contralateral
3.Paralisis kontralateral n. Recurent
4. Pneumothorax kontralateral
Syarat
Sudah menandatangani surat izin operasi
Pasien kooperatif
Terdapat indikasi dilakukannya anestesia blok interscalenus
Tidak terdapat indikasi kontra
Tujuan
Tujuan blok axilaris adalah menghilangkan sensasi pada daerah yang teranestesia (terblok
sensorik, motorik) sehingga dapat dilakukan tindakan pembedahan di daerah tersebut
Kebijakan
Indikasi :
Blok aksilaris adalah pilihan yang terbaik untuk pembedahan daerah siku,lengan bawah dan
pada tangan.
Kontra indikasi
Pasien menolak
Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
Koagulopati
Syarat
o
o
o
o
o
Infeksi
Hematoma
Penusukan pembuuh darah
toksisitas anestesi lokal
Cedera saraf
Pemeriksaan penunjang
DPL
BT/CT atau PT/aPTT
Daftar pustaka
7. Clinical Anesthesia procedure of Massachussetts General Hospital
8. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. Clinical Anaesthesiology, 4th ed, New York:
Lange Medical Books/McGraw-Hill; 2006
9. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anaesthesia, 5th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins ; 2006
10. Hadzic Admir : Peripheral Nerve Block, 1st ed, 2006
Kebijakan
Indikasi :
Blok saraf skiatik:
Operasi di area panggul, genu, cruris, angkle, dan pedis
Ortopedi/bedah tulang
Bedah vaskular
Bedah plastik
Bedah anak
Bedah umum
Bedah tumor
Blok saraf Poplitea:
o Didaerah paha
o Didaerah lutut, seperti skin grafting, arthroskopi lutut dan bedah patella
o Bagian daerah medial kaki bagian bawah
Blok saraf femoral:
o Didaerah paha
o Didaerah lutut, seperti skin grafting, arthroskopi lutut dan bedah patella
o Bagian daerah medial kaki bagian bawah
Kontra indikasi
Absolut:
Pasien menolak
Terdapat lesi infeksius di tempat penyuntikan
Koagulopati
Relatif:
Infeksi di sekitar tempat penyuntikan
Hipovolemia
Penyakit susunan saraf pusat
Syarat
Pemeriksaan penunjang
DPL
BT/CT atau PT/aPTT
Daftar pustaka
11. Morgan Clinical Anesthesiology
12. Principle and Practice of Peripheral Nerve Blocks (New York School of Regional
Anesthesia)
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Kateter urin terpasang
Pelaksana
Dokter Spesialis Anestesiologi (untuk seluruh level epidural: cervikal, thorakal,
lumbar)
PPDS semester III ke atas, sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
konsulen yang bertanggung jawab (untuk epidural lumbar dan thorakal)
Cara kerja
plunger syringe sampai ujung distal jarum epidural sampai di ruang epidural yang
ditandai dengan adanya loss of resistance.
Cabut syringe dan kateter epidural dimasukkan sampai ujung kateter melewati ujung
jarum epidural
Cabut jarum epidural sambil mendorong kateter epidural sedemikian sehingga kateter
tidak ikut tercabut
Pastikan kateter epidural yang masuk ke ruang epidural sepanjang lebih kurang 4-6
cm (fiksasi di kulit : kedalaman ruang epidural + 4 cm)
Sambungkan kateter dengan filter yang sudah diisi NaCl0,9%.
Aspirasi untuk memastikan kateter tidak masuk ruang subarachnoid. Fiksasi kateter,
tutup dengan kasa steril/pembalut transparan.
Lakukan test dose untuk memastikan ujung kateter tidak terletak di ruang
subarachnoid atau intravaskular
Masukkan anestesia lokal dengan pelan dan aspirasi sering
Pendekatan paramedian : pada dasarnya sama seperti diatas, hanya jarum spinal
disuntikkan pada 1-1,5 cm lateral dan 1cm kaudal dari celah penyuntikkan yang
dituju.
Teknik hanging drop : pada dasarnya sama dengan teknik loss of resistance hanya
identifikasi ruang epidural dilakukan dengan cara mengamati tertariknya tetesan
Nacl o,9% pada hub jarum Tuohy oleh tekanan negatif ruang epidural
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Kateter urin terpasang
Pelaksana
PPDS semester II dibawah bimbingan dan pengawasan
Sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari konsulen yang bertanggung
jawab
Cara kerja
Lakukan penusukan jarum spinal (atau introduser) pada celah yang telah diberi
anestesi lokal. Penusukan jarum harus sejajar dengan prosesus spinosus atau sedikit
membentuk sudut kearah sefalad, dengan arah bevel ke lateral atau sefalad.
Dorong jarum sampai melewati resistensi ligamentum flavum dan dura, terasa loss of
resistence pada rongga subarahnoid.
Cabut mandren jarum, dan pastikan posisi jarum sudah tepat yang ditandai dengan
mengalir keluar cairan cerebrospinal yang bening. Jarum dapat dirotasikan 90
untuk memastikan kelancaran liquor yang keluar. Penusukkan harus diulang bila
liquor tidak keluar atau keluar darah.
Sambungkan jarum dengan spuit berisi obat anestesi lokal yang sudah dipersiapkan.
Aspirasi sedikit liquor, bila lancar suntikan obat anestesi lokal secara perlahan.
Lakukan aspirasi ulang untuk memastikan ujung jarum tetap pada posisi yang tepat
dan suntikan kembali obat.
Setelah selesai cabut jarum dan kembalikan posisi pasien sesuai dengan yang
diinginkan.
Cara penyuntikkan paramedian pada dasarnya sama seperti diatas, hanya jarum spinal
disuntikkan pada 1,5 cm lateral dan 1cm kaudal dari celah penyuntikkan yang
dituju.
Spuit 10 cc
Obat anestesia lokal dan adjuvan
Peralatan a dan anti sepsis
Alat dan obat anestesia umum
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Kateter urin terpasang
Pelaksana
Dokter Spesialis Anestesiologi
PPDS semester IV ke atas, sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
Cara kerja
Periksa kesiapan alat (blok kaudal, resusitasi) dan obat yang diperlukan
Siapkan kelengkapan tindakan untuk asepsis dan antisepsis
Pasang monitor standar pada pasien dan amati tanda vital pasien
Pasang jalur intravena pada pasien, premedikasi bila perlu
Posisikan pasien pada posisi Sims
Identifikasi kornu sakralis dan SIPS
sacrum di antara kedua kornu sakralis, setelah jarum dirasakan melalui membran
sacracoccygeal atau kontak dengan bagian ventral kanalis sacralis, jarum ditarik
beberapa mm dari periosteum, diturunkan 5 sampai 15 derajat, dan kateter
diteruskan masuk beberapa mm (bayi/anak ) atau cm (dewasa). Perhatikan ujung
jarum tidak melewati garis imajiner yang menghubungkan kedua SIPS
Cabut stylet jarum kateter intravena/ Tuohy
Hubungkan syringe berisi NaCl0,9% dengan hub kateter/ Tuohy, aspirasi , bila
negatif, injeksikan sambil merasakan loss of resistance ruang epidural dan meraba
tidak adanya penyuntikan intramuscular/ subkutan
Lakukan test dose untuk memastikan ujung jarum tidak terletak di ruang subarachnoid
atau intravaskular
Masukkan anestesia lokal dengan pelan dan aspirasi sering sambil tangan non
dominan meraba regio sakrum
Onset
(menit)
10-20
15-20
10-15
15-30
Durasi
(jam)
5-6
6-12
8-12
8-16
Anestesia Durasi
(jam)
5-8
6-24
8-24
10-48
Analgesia
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Kateter urin terpasang
Pelaksana
Cara kerja
1. Menentukan posisi pasien, yaitu supinasi atau semi-sitting position dengan wajah
menengok kearah yang berlawanan dengan sisi yang akan dilakukan blok.
2. Menentukan surface landmarks: celah suprasternalis, klavikula, caput sternalis dr
m. Sternocleidomastoideus, caput klavikuler m. Sternocleidomastoideus dan
prossecus mastoideus.
3. Menandai dengan marker , klavikula, batas posterior caput klavikularis m.
Sternocleidomastoideus.
4. Mendesinfeksi dengan larutan betadine alkohol tempat yang akan dilakukan
infiltrasi dengan anestestik lokal.
5. Mempalpasi daerah antara m. Scalenus anterior dan median untuk mendekatkan
jarak kulit antara kedua otot tersebut.
6. Jarum blok yang sudah dihubungkan dengan stimupleks ditusuk diantara kedua
jari 3-4 cm diatas clavikula dengan sudut tegak lurus terhadap kulit sedalam 1-2
cm
7. Stimupleks di set pada 0,8 mA, kemudian kita menunggu kedutan dari plexus
brachialis, ketika kedutan dari plexus brachialis sudah muncul kemudian
masukkan obat anestetik lokal 30-40 ml dengan aspirasi intermitten.
Komplikasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Infeksi
Hematome
Penusukan pada pembuluh darah
Toksisitas anestetik lokal
Cedera pada saraf
Total spinal anestesi
Sindrame horner
Paralisis diafragma
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Stimulator saraf perifer
Pelaksana
Dokter Spesialis Anestesiologi
PPDS semester V ke atas, sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
Cara kerja
Tentukan landmark arteri axilaris,otot coracobracialis,dan otot pectoralis mayor yang
dituju.
Setelah persiapan kulit menyeluruh,raba denyut arteri aksilaris yang teraba tinggi di
aksila. Setelah nadi tidak dirasakan,regangkan dengan jari telunjuk dan jari tengah
dan tegas menempel humerus untuk mencegah bergeraknya arteri aksilaris selama
blok dilakukan. Pada titik ini, gerakan tangan dan meraba lengan pasien harus
diminimalkan karena arteri aksilaris sangat bergerak di jaringan adiposa dari fossa
aksila.
Bersihkan kulit dengan cairan antiseptic,anestesi lokal di infiltrasi ke subkutan
ditempat yang sudah ditentukan.Dokter anestesi duduk disamping pasien untuk
menghindari regangan dan pergerakan tangan selama blok dilakukan.
Setelah jarum terhubung dengan stimulator saraf perifer dimasukkan tepat di depan
jari-jari yg mempalpasi kemudian dimasukan dengan membentuk susdut cephalad
45. Stimulator saraf diatur untuk memberikan l mA. Jarum maju perlahan-lahan
sampai terjadi stimulasi pleksus brakialis atau paresthesia. Biasanya, ini terjadi pada
kedalaman 1-2 cm pada kebanyakan pasien. Setelah respon dicari diperoleh, 35-40 ml
anestesi lokal disuntikkan perlahan-lahan dengan aspirasi intermiten untuk
menyingkirkan injeksi intravaskular.
Bila kegagalan untuk mendapatkan stimulasi pleksus brakialis axila pada percobaan
pertama, tangan tetap meraba di posisi yang sama dan kulit antara jari-jari
direntangkan. Tarik jarum ke kulit, arahkan jarum untuk sudut 15 dan 30 lateral dan
ulangi prosedur.
Tensimeter
EKG
Pulse oksimeter
Stetoskop
Termometer
Kateter urin terpasang
Pelaksana
Dokter Spesialis Anestesiologi
PPDS semester V ke atas, sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan dari
Cara kerja
Blok Sciatic:
Tarik garis tegak lurus garis landmark 1 ke arah distal + 4 cm (garis landmark 2)
Pastikan ujung jarum bukan berada di dalam pembuluh darah lalu suntikkan obat
anestesi lokal
Tarik keluar jarum blok
PASCA BEDAH
1. Monitor ABC di ruang pulih
2. Pasien dikembalikan ke ruang rawat
3. Komplikasi dan penatalaksanaan komplikasi
Tujuan
Menjamin tercapainya analgesia, sedasi dan arefleksia yang optimal selama
pembedahan jantung
Menjaga hemodinamik seoptimal mungkin, sebelum fungsi jantung dan paru diambil
Kebijakan
Anestesia untuk bedah jantung dilakukan langsung oleh dokter spesialis anestesia kardiak,
dibantu asisten.
Prosedur
Alat dan obat:
Monitor 8 channels, meliputi minimal 2 monitor invasif (tekanan darah arterial dan
18. Sebelum mesin CPB dihentikan, harus diyakini jantung dapat berkontraksi baik dan
tekanan darah arterial cukup. Pemberian obat-obat inotropik sudah dimulai. Ventilasi
dimulai kembali dengan O2 100%
19. Setelah mesin CPB berhenti, dapat diberikan kalsium melalui vena sentral
20. Setelah diyakini tidak ada lagi perdarahan pembedahan (surgical bleeding), protamin
dapat diberikan secara perlahan melalui vena perifer. Hemodinamik harus diawasi
ketat selama pemberian protamin karena potensi hipotensinya. Informasikan kepada
seluruh tim jika 1/3 atau dosis protamin telah diberikan. Pump sucker dapat
dimatikan
21. Setelah protamin selesai diberikan, dapat diberikan produk darah trombosit dan FFP
22. Periksa lagi ACT3 menit setelah pemberian protamin selesai
23. Matikan semua gas volatil sesaat sebelum transportasi pasien ke ICU
24. Prosedur selesai
Kebijakan
Dilakukan kunjungan pre anastesia sebelum operasi sesuai dengan kesempatan dan
analisa urin. Untuk keadaan khusus, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain foto thoraks, EKG, fungsi liver, fungsi ginjal dan gula darah sewaktu.
Persiapan pre-anestesia:
Puasa
Usia(bulan)
Cairan jernih
4 jam
2 jam
6-36
6 jam
3 jam
>36
8 jam
3 jam
Bila memungkinkan selama waktu puasa sudah terpasang jalur intravena dengan infus
(N2/N4/RD sesuai umur) atau bila jadwal tertunda dan belum terpasang jalur
intravena, dapat diberi cairan jernih atau dipasang jalur intravena dan diberi cairan
intravena
Persiapan kamar operasi:
Sirkuit anestesi:
sirkuit terbuka Mapleson D(Jackson Rees), dengan FGF 2,5-3x ventilasi semenit untuk
mencegah rebreathing
Volume kantung sesuai besar kapasitas vital
Anak dengan BB 10-20kg dapat menggunakan sirkuit setengah tertutup dengan sirkuit
anestesia berdiameter kecil
Bilah
Miller 0
Miller 0-1
Miller 1
2 sampai 5 tahun
Macintosh 1
Miller 1-1,5
ETT:
Prematur: 2,5-3,0 mm
10+ usia(tahun)
2
Pengaturan suhu kamar operasi:
Dapat digunakan three way untuk dapat memberikan obat cairan jarak jauh
Prosedur
Premedikasi dan teknik induksi:
Premedikasi:
Tidak perlu untuk usia dibawah 18 bulan,di atas 18 bulan dapat diberikan midazolam
meningkatkan pH
Bila dengan obsruksi usus, jangan diberikan metoklopramid
Intubasi sadar merupakan pilihan untuk bayi sakit berat atau bayi dengan kelainan jalan nafas
hebat dengan lambung penuh.
Intubasi dan pemeliharaan anestesia:
Intubasi:
Pemilihan antara pemasangan ETT atau laryngeal mask disesuaikan dengan
Pemberian cairan:
Diberikan cairan 4cc/kg/jam untuk 10 kg pertama BB, 2cc/kg/jam untuk 10 kg
tambahan dapat diberikan cairan yang mengandung glukosa jika diperlukan, untuk
mencegah hipoglikemia.
Bila diperlukan diberi cairan infus atau transfusi sesuai dengan memperhitungkan
kebutuhan cairan perioperatif
lendir, dll)
Ekstubasi dilakukan setelah pasien bangun dari pembiusan dan refleks protektif jalan
nafas sudah ada tetapi dapat pula dilakukan saat anestesia masih dalam Namun
tidak dilakukan pada pasien dengan abnormalitas jalan nafas atau tidak berpuasa
Laringospasme dapat terjadi selama proses bangun
Penggunaan oropharingeal airway bila pasien belum sadar
Pasca anestesia dilakukan pemberian O2 100%
Observasi pernafasan selama transportasi ke ruang pulih
Perawatan pasca pembiusan:
Adanya supervisi medis umum dan koordinasi pengelolaan pasien di ruang pulih yang
Tujuan
Menjamin analgesia yang cukup dan keadaan relatif tidak bergerak (moveless)
Menjaga hemodinamik seoptimal mungkin
Menjamin ventilasi dan oksigenasi seoptimal mungkin
Kebijakan
Anestesia untuk kateterisasi jantung pediatrik dilakukan oleh dokter spesialis anestesia atau
anestesia kardiak, dibantu asisten.
Alat dan obat:
Monitor EKG dan saturasi O2
Mesin anestesia yang dilengkapi dengan ventilator universal (pediatrikdewasa),
modus ventilasi tekanan maupun volume (pressure and volume mode) dan vaporizer
untuk isofluran dan/atau sevofluran, serta sumber gas O2 dan compressed air
Laringoskop dengan bilah (blade) berbagai ukuran (sesuai usia pasien)
Endotracheal tube (ETT) berbagai ukuran dan intoduser (sesuai usia pasien)
Guedel airway berbagai ukuran
Forceps Magill
Stetoskop
Mesin suction beserta selang dan kateter berbagai ukuran
Infus set/blood set/buret beserta cairan infus
Venflon/abocath berbagai ukuran
Prosedur
Pasien pra kateterisasi jantung menjalani persiapan pra anestesia sebagaimana
Suction jalan nafas, pastikan tidak ada sekret yang memenuhi jalan nafas
Pasien diekstubasi jika telah sadar penuh dan memenuhi syarat ekstubasi
Pasca anestesia pasien diobservasi hingga mampu mendapatkan asupan oral tanpa
muntah
Pasca anestesia, pasien diletakkan dalam posisi supine. Tungkai tempat tusukan tidak
boleh ditekuk. Biasanya diletakkan bantal pasir untuk membantu kompresi. Kepala
diletakkan dalam posisi aman yang dapat mencegah obstruksi jalan nafas.
Kunjungan pra-anestesia
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Kunjungan pra-anestesia adalah suatu prosedur yang bertujuan untuk menilai dan mempersiapkan
kondisi medis pasien sebelum setiap tindakan anestesia
Tujuan
Mengusahakan pasien dalam kondisi optimal pada saat menjalani tindakan anestesia
pembedahan
Mengurangi angka kesakitan dan angka kematian selama tindakan anestesia dan
pembedahan
Kebijakan
1.
Sebagai bagian dari standard dasar pengelolaan anestesia dimana ahli anestesia bertanggung
jawab untuk:
a.
Menentukan status medis pasien.
b.
Membuat rencana pengelolaan anestesi.
c.
Memberi informasi kepada pasien dan atau keluarganya.
2.
Standar ini berlaku bagi semua pasien yang akan mendapatkan pelayanan anestesia atau
pemantauan selama tindakan. Pada kondisi khusus misalnya kedaruratan atau pada RS pendidikan,
standar ini dapat dimodifikasi sesuai kondisi.
3.
Pembuatan rencana pengelolaan anestesi meliputi:
Mempelajari rekam medis.
Melakukan wawancara dan pemeriksaan khusus untuk:
Membahas riwayat penyakit, kebiasaan, pengalaman anestesia sebelumnya dan pengobatan
yang sedang dijalani
Menilai aspek kondisi fisik yang mungkin merubah keputusan dalam hal risiko dan
pengelolaan anestesia
Meminta dan mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi yang diperlukan
anestesia
Penjelasan yang adekuat tentang keadaan pasien kepada keluarga atau pasien
(dewasa) sendiri, meliputi diagnosis kerja, rencana tindakan, risiko dan faktor
penyulit anestesia serta kemungkinan komplikasi intra maupun pasca anestesia
Ahli Anestesiologi yang bertanggung jawab memeriksa kembali bahwa hal-hal
tersebut di atas sudah dilakukan secara benar dan dicatat dalam rekam medis pasien
4.
5.
Kunjungan pra-anestesi dapat dilakukan di ruang rawat, Poliklinik anestesi, tempat lain bila
kondisi mengharuskan
Setiap hasil kunjungan pra-anestesi yang dilakukan oleh residen/peserta di PPDS harus
dilaporkan kepada konsulen dengan sepengetahuan residen senior atau chief residen
Daftar pustaka
1.
2.
Tujuan
Mempertahankan keselamatan pasien melalui manajemen mekanisme homeostasis
analgesia regional.
Membuat lapangan operasi yang memadai untuk berbagai manuver tindakan bedah
oleh operator
Kebijakan
Indikasi:
Pelaksana
Konsulen/dokter spesialis anestesi
PPDS semester V atau lebih, dan sudah melaporkan dan mendapatkan persetujuan
Cara kerja
Sesuai dengan pedoman pelayanan medik anestesia umum.
Referensi
Tujuan
Mengoptimalkan keadaan pasien pra, intra dan pasca sedasi
Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan sedasi.
Peningkatan kualitas layanan anestesia.
Kebijakan
Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus melalui proses
kunjungan pra-anestesia dan proses penilaian pra-sedasi.
DPJP Anestesiologi dan Peserta didik yang sudah dinyatakan kompeten
melakukan kunjungan pra sedasi dan melakukan penilaian pra-sedasi.
Harus terdapat proses komunikasi antara dokter, pasien dan keluarga pasien
sedangkan pada kasus kedaruratan disesuaikan dengan kondisi saat itu.
Semua proses sedasi harus tercatat atau didokumentasikan secara terpisah
didalam status anestesia dan dimasukan dalam rekam medis pasien.
Proses sedasi dalam dan sedasi sedang dilakukan oleh DPJP atau peserta didik
Anestesiologi.
Layanan sedasi ringan dapat dilakukan oleh dokter non anestetis yang
memenuhi persyaratan dan skill yang telah ditentukan.
Prosedur
Tahap Pra Sedasi
Keputusan jenis tindakan sedasi yang akan dilakukan berdasarkan dari temuan
kunjungan pra anestesia oleh DPJP/ peserta didik anestesiologi/pelaku sedasi
non anestetis
Persiapan sedasi dilakukan di rumah berdasarkan instruksi dari klinik pre
operatif atau di ruang rawat inap berdasarkan instruksi saat kunjungan pra
anestesia.
Sebelum tindakan sedasi sedang dan dalam dimulai, DPJP/peserta didik
anestesiologi memberikan penjelasan dan edukasi serta diminta persetujuan
tindakan medis dalam Informed Consent oleh pasien atau keluarga pasien.
DPJP/peserta didik anestesiologi melakukan evaluasi ulang perencanaan dan
persiapan sedasi.
2. Tahap Intra sedasi
Obat-obatan sedasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tujuan
1. Mengoptimalkan keadaan pasien pra, intra dan pasca sedasi
2. Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan sedasi.
3. Peningkatan kualitas layanan anestesia.
Kebijakan
1. Tindakan sedasi pediatri dilakukan oleh DPJP dan Peserta didik Anestesiologi yang sudah
dinyatakan kompeten melakukan tindakan pada anestesia pediatri.
2. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus melalui proses kunjungan praanestesia dan proses penilaian pra-sedasi.
3. Hasil KPA menjadi dasar untuk menentukan jenis sedasi yang aman dan sesuai.
4. Harus terdapat proses komunikasi antara dokter, pasien dan orang tua/wali pasien diikuti
dengan persetujuan tindakan (informed consent) sedangkan pada kasus kedaruratan
disesuaikan dengan kondisi saat itu.
5. Semua proses sedasi harus tercatat atau didokumentasikan secara terpisah didalam status
anestesia
Persiapan kamar operasi
Sirkuit anestesi
sirkuit terbuka Mapleson D(Jackson Rees), dengan FGF 2,5-3x ventilasi semenit
untuk mencegah rebreathing
Volume kantung sesuai besar kapasitas vital
Anak dengan BB 10-20kg dapat menggunakan sirkuit setengah tertutup dengan
sirkuit anestesia berdiameter kecil
Prosedur
1. Tahap Pra Sedasi
a. Keputusan jenis tindakan sedasi yang akan dilakukan berdasarkan dari temuan
kunjungan pra anestesia oleh DPJP/peserta didik anestesiologi
b. Persiapan sedasi dilakukan di rumah berdasarkan instruksi dari klinik pre operatif
atau di ruang rawat inap berdasarkan instruksi saat kunjungan pra anestesia.
c. Bila diperlukan, DPJP/peserta didik anestesiologi melakukan konsultasi dengan
DPJP/peserta didik dari departemen Anak.
d. Sebelum tindakan sedasi dimulai, DPJP/peserta didik anestesiologi memberikan
penjelasan dan edukasi serta diminta persetujuan tindakan medis dalam Informed
Consent oleh orang tua/ wali pasien.
e. DPJP/peserta didik anestesiologi melakukan evaluasi ulang perencanaan dan
persiapan sedasi.
2. Tahap Intra sedasi
DPJP/peserta didik anestesiologi melakukan evaluasi ulang kelengkapan status pasien, obatobatan, peralatan anestesia, monitoring pasien, troli emergensi dan peralatan resusitasi sesuai
daftar tilik kesiapan anestesia .
dosis
max
miligram)
Kebijakan
Tindakan pemantauan selama anestesia dimulai sebelum induksi anestesia dilakukan
Tindakan pemantauan selama anestesia dilakukan pada semua tindakan anestesia,
seperti anestesia umum, anestesia regional, monitored anesthesia care, dan tindakan
anestesia di luar kamar bedah
Pemantauan selama anestesia dilakukan oleh dokter anestesia atau residen anestesia
yang telah dinyatakan kompeten untuk melakukan pemantauan selama anestesia
Tindakan pemantauan standar meliputi pemantauan jalan nafas, ventilasi, oksigenasi,
kardiovaskular dan temperatur
Hasil pemantauan dicatat pada rekam medis anestesia pasien
Prosedur
Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama anestesia:
Pengamatan tanda klinis (kualitatif) seperti pergerakan dada, observasi reservoir
breathing bag, dan auskultasi suara nafas
Bila tersedia ventilasi dapat dimonitor secara kuantitatif dengan pemantauan end tidal
CO2
Pada keadaaan ventilasi dikendalikan dengan memakai mesin anestesia, bila tersedia,
hidupkan alarm untuk mendeteksi adanya kebocoran sistem pernafasan
Pasien dalam anestesia regional atau MAC, adekwat tidaknya ventilasi diamati melalui
tanda klinis kualitatif seperti yang telah disebutkan terdahulu
Pemantauan adekuat tidaknya oksigenasi selama anestesia:
Pemantauan perubahan warna kulit pasien bila terjadi desaturasi dengan penerangan
cahaya yang baik
Bila tersedia, pemantauan oksimetri denyut (pulse oximetri)
Selama anestesia umum dengan menggunakan mesin anestesi, bila tersedia gunakan
oxygen analyzer untuk memantau konsentrasi oksigen pada sistem pernafasan pasien dan
hidupkan aliran low oxygen saturation
Pemantauan adekuat tidaknya fungsi sirkulasi pasien:
Pemantauan tekanan darah aterial dan denyut jantung, bila memungkinkan setiap 5 menit
Pemantauan EKG secara kontinu mulai dari sebelum induksi anestesia
Setiap pasien yang mendapat anestesi, selain dari metode pemantauan dengan perabaan
denyut nadi atau auskultasi bunyi jantung
Pemantauan suhu tubuh selama anestesia:
Bila perubahan suhu tubuh pasien diperlukan, atau diantisipasi akan terjadi, suhu tubuh
pasien sebaiknya dipantau selama anestesia
Bila diperlukan, tersedia alat yang dapat memantau suhu tubuh pasien
Hasil pemantauan diatas dicatat pada rekam medis anestesia pasien
rawatnya
Menentukan pasien yang membutuhkan perawatan dan pemantauan intensif di ICU
Menghindari terjadinya komplikasi akibat gangguan jalan nafas, pernafasan dan
kardiovaskular pasca anestesia
Kebijakan
Pasien pasca anestesi mulai dari kamar bedah, selama transport ke ruang pulih, selama
di ruang pulih mendapat pemantauan standar sampai pasien pulih dari anestesia
Pasien dapat dikeluarkan dari ruang pulih setelah memenuhi kriteria, yaitu skor
Aldrette >8
Pasien pasca bedah yang telah direncanakan masuk ICU pasca bedah, seperti pasien
bedah syaraf dsb dapat langsung di transport ke ICU tanpa melalui ruang pulih
anestesia
Pasien pasca bedah di ruang pulih anestesia yang ternyata kemudian membutuhkan
perawatan dan pemantauan intensif dapat masuk ke ICU
Prosedur
Pasien pasca bedah selama transport dari kamar bedah ke ruang pulih harus
didampingi oleh dokter anestesi atau residen anestesi yang mengetahui keadaan
pasien pra anestesia dan selama anestesia
Selama transport pasien secara kontinyu dipantau dan dievaluasi jalan nafas,
pernafasan dan kardiovaskularnya, bila perlu dilakukan tindakan
Dokter anestesi atau residen anestesi yang bertanggung jawab dalam melakukan
tindakan anestesi melakukan serah terima pasien dengan staf ruang pulih atau
dokter anestesi atau residen anestesi yang bertugas di ruang pulih:
Status atau keadaan umum pasien sewaktu tiba di ruang pulih di catat pada rekam medis
anestesi pasien
Informasi kondisi preoperatif, perjalanan operasi dan anestesi diberitahu pada staf/dokter
anestesi/residen anestesi yang bertanggung jawab di ruang pulih
Anggota tim anestesi harus tetap di ruang pulih sampai staf/dokter anestesi/residen
anestesi ruang pulih bersedia menerima tanggung jawab penatalaksanaan pasien
Skor ruang pulih (Aldrette) pada saat pasien masuk dan keluar ruang pulih
Pengawasan dan koordinasi pentalaksanaan medis pasien di ruang pulih merupakan
tanggung jawab dokter anestesi atau residen anestesi yang bertugas di ruang pulih
Selama di ruang pulih pasien juga mendapat penatalaksanaan nyeri dan mual muntah
overload cairan, emboli paru. Pasien mungkin mengalami instabilitas hemodinamik, atau
cedera di berbagai tempat (multiple injury).
Langkah-langkah meliputi: premedikasi, induksi, pemeliharaan anestesia, dan
pengakhiran anestesia. Penentuan ASA dalam anestesi kegawatdaruratan seperti biasa hanya
ditambahkan huruf E (1E,2E,3E,4E,5E) yang berarti emergency.
Tujuan
Mempertahankan kondisi dan keselamatan pasien selama tindakan operasi atau
Prosedur
Kesiapsiagaan untuk operasi emergensi adalah persiapan kamar bedah dan
alat-alat anestesi yang siap pakai misalnya:
1) mesin anestesi yang telah disiapkan, 2) alat-alat untuk ventilasi, oksigensi,
intubasi, dan suction, 3) alat monitor, 4) set untuk infus dan transfusi, 5)
pompa untuk pemberian darah dan penghangat darah, 6) selimut pemanas, 7)
label untuk obat dan 8) defibrilator.
Penilaian Pasien:
Evaluasi prabedah dilakukan segera sebeleum pembedahan dan kadangkadang saat pasien didorong kemeja operasi. Penilaian harus mengikuti
prinsip triage yaitu Airway control and cervical spine control, oksigenasi dan
ventilasi, pertahankan stabilitas hemodinamik termasuk pengendalian aritmia
jantung dan perdarahan, evaluasi problem medis dan cedera lain, lakukan
observasi dan monitoring terus menerus. Anamnesa tentang penyakit yang
menyertai, riwayat alergi, komplikasi yang terjadi bila telah mengalami
anestesi dan tranfusi, obat yang dmakan, riwayat pengalam keluarga yang
telah mengalami pembedahan/anestesi, makan-minum terakhir.
Persiapan Pasien:
Perbaikan kondisi pasien dilakukan semampu mungkin karena kita berkejaran
dengan waktu bahwa pasien harus segera dilakukan tindakan pembedahan.
Persiapan ini, yang walaupun hanya tersedia waktu yang singkat, misalnya
pembedahan darurat untuk bedah sesar, harus dilakukan untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Keadaan ini terutama untuk pasien dengan gagal
jantung, penyakit jantung iskemik, dan gagal ginjal.
Premedikasi:
Obat
Keuntungan
Kerugian
Antasid
pH gaster meningkat
Antikholinerg
ik
H2-reseptor
blocker
Mungkin
meningkatkan
gaster
pH
Menurunkan
produksi
cairan
lambung
:
menurunkan volume
gaster, meningkatkan
pH gaster.
Tidak
mempengaruhi
volume atau pH isi gaster
Tidak
menurunkan
tonus
sphincter
gastrooesofageal
Cimetidin
menyebabkan
jantung
bila
intravena.
Dapat
menimbulkan
bronkhopasme pada pasien
asthma
Metoclopram
id
Menurunkan volume
gaster
Tidak
gaster
meningkatkan
pH
Meningkatkan tonus
sphincter
gastroosophageal.
Premedikasi
Midazolam 5 mg
+ Petidin 1-2 mg/kgBB
atau
Fentanil
g/kgBB
1-2
atau
Morfin
mg/kgBB
0,1
Induksi
Preinduksi:
Pemberian
obat induksi
Propofol
Etomidat
Dosis
Awitan
Lama kerja
0,1 mg/kgBB iv
2-3 mnt
25-30 mnt
0,2 mg/kgBB iv
< 2 mnt
45-90 mnt
Atrakurium
0,5 mg/kgBB iv
1-2 mnt
10-20 mnt
Rokuronium
0,6-1,2 mg/kgBB iv
60-90
dtk
30 mnt
Pelumpuh otot
untuk intubasi
Vekuronium
a
b
Pemeliharaan anestesia
Anestesia inhalasi 30-100% O2
+ 0-70% N2O
+ Halotan (MAC=0,75%) titrasi
atau Enfluran (MAC=1,76%) titrasi
atau Isofluran (MAC=1,1%) titrasi
atau Sevofluran (MAC=2,0%) titrasi
atau Desfluran (MAC=6,0%) titrasi
Anestesia balans
30-100% O2
+ 0-70% N2O
+ Petidin 0,5-1,5
intermiten)
mg/kgBB/3-4
jam
(bolus
30-100% O2
+ Petidin
atau Fentanil
g/kgBB
Pemeliharaan:
g/kgBB/mnt
50-200
Jika diperlukan pelumpuh otot selama operasi maka beberapa pilihan yang dapat digunakan
adalah sebagai berikut:
Kerja singkat
Mivakurium
Kerja menengah
Vekuronium
Rokuronium
Bolus
mnt
0,01-0,025
mg/kgBB/30
Atrakurium
Kerja panjang
Pankuronium
Pengakhiran anestesia
Pemulihan
dari : Jika diperlukan dapat diberikan obat reversal
pelumpuh otot
sebagai berikut:
Neostigmin 0,05-0,07 (dosis maksimum)
mg/kgBB+ Sulfas atropin 0,015 mg/kgBB iv
Analgetik
operasi
Profilaksis
muntah
Oksigen
Penghisapan lendir
: Rongga orofaring
penghisap lendir
Ekstubasi
dibersihkan
dengan
Ekstubasi
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Ekstubasi adalah tindakan pencabutan pipa endotrakea. Ekstubasi dilakukan pada saat yang
tepat bagi pasien untuk menghindari terjadinya reintubasi dan komplikasi lain
Tujuan
Minimalisasi komplikasi yang mungkin timbul
Pemantauan dini komplikasi dan penatalaksanaan segera dari komplikasi yang timbul
Keamanan dan kenyamanan pasien terjamin selama pelaksanaan prosedur
Kebijakan :
1. Pre ekstubasi
a. Persiapan Pasien
1) Pasien sadar penuh
2) Posisi semi fowler
3) Status pernafasan pasien adekuat, seperti : RR< 25x/mnt, tidak ada penggunaan
otot bantu nafas, tidak sesak, Tidal volume 5ml/kg, Minute ventilasi 10
L/mnt, FiO2 50%, HR dan TD stabil, tidak ada aritmia.
4) Hasil AGD baik
5) Pasien dapat batuk secara adekuat.
6) Pasien dipuasakan 4 jam, dan NGT dialirkan saat ekstubasi.
b. Edukasi pasien
1. Jelaskan pada pasien akan dilakukan pencabutan pipa endotraheal
2. Jelaskan pasien pentingnya batuk dan napas dalam
3. Post Ekstubasi
a. Monitor vital signs, status respirasi, dan oksigenisasi 1 jam pertama atau menurut
kebijaksanaan
b. Berikan oksigenisasi sesuai kebutuhan
c. Anjurkan klien untuk nafas dalam dan batuk
d. Anjurkan klien untuk mengeluarkan sputum
e. Beri motivasi untuk bernafas tanpa bantuan ventilator
f. Pemeriksaan blood gass artery, tidak mutlak
Trakeostomi
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Trakeostomi adalah tindakan pembuatan jalan napas dengan cara membuat lubang dari
trakea.
Tujuan :
1. Trakeostomi dilakukan sebagai penanganan jalan nafas sementara maupun permanen,
yang berguna untuk memastikan patensi jalan nafas dan mempermudah pembersihan
secret.
2. Mengurangi resiko ruang rugi jalan nafas , mengurangi trauma jalan nafas akibat
pemakaian ETT yang lama
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
Pasien dijelaskan mengenai indikasi dan resiko-resiko tindakan trakheostomi, dilakukan
pemeriksaan keadaan hemostasis pasien (PT/APTT).
Alat-alat dipersiapkan, antara lain:
1. Kanul trakheostomi dengan ukuran yang sesuai
2. Mempersiapkan alat-alat intubasi: ETT berbagai ukuran, laringoskopi, obat-obatan
sedasi, obat-obatan pelumpuh otot, plester, spuit cuff, orofarineal tube, ambu bag,
sungkup wajah yang sesuai, bougie.
3. Mempersiapkan alat-alat krikotirotomi.
Tujuan :
13. Memberikan rasa nyaman bagi pasien selama perawatan di ICU.
14. Mengurangi gejolak otonom, konsumsi oksigen dan sinkronisasi
menggunakan ventilator .
15. Memudahkan dalam melakukan tindakan asuhan keparawatan.
Kebijakan:
Persiapan alat dan obat yang akan diberikan serta menuliskan nama pasien. Alat yang dipakai
adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
Syringe pump
Extension tube
Konektor three way
Spuit 20/50 cc
Akses IV line yang memungkinkan
Mencuci tangan.
Pada saat dihubungkan, arah three way harus dalam keadaan tertutup
ke arah pasien.
Memasang label atau etiket obat pada spuit dan menempelkan kertas
perhitungan obat yang telah disiapkan.
Pemberian vasopresor
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Pemberian vasopresor bertujuanu ntuk menangani pasien yang mengalami cardiac arrest,
syok kardiogenik, syok sepsis, gagal jantung kiri, gagal jantung akut, AMI atau hipotensi
berat.
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
Pemberian Vasopressure
Tujuan :
1. Untuk menjaga jalan nafas pasien adekuat dan terjaga dengan baik.
2. Untuk mengevakuasi sputum pada pasien tidak sadar
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
1. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan terlebih dahulu sebelum melakukan pemasangan
pipa orofaring ke pasien.
2. Alat diukur dari mulai ujung daun telinga sampai ujung bibir.
3. Masukkan pipa orofaring ke mulut dengan lengkungan menghadap ke langit- langit.
4. Setelah masuk separuh panjangnya, alat diputar 180 hingga lengkungannya sekarang
berada menempel pada lengkungan lidah.
5. Pastikan setelah terpasang, udara pernafasan dapat lewat dengan bebas melalui pipa
orofaring
Tujuan:
1. Mengukur tekanan vena central secara tidak langsung mengetahui kecukupan volume
intra vaskuler
2. Memudahkan pemberian obat obat intra vena terutama yang mengiritasi pembuluh
darah perifer
3. Pemberian nutrisi parenteral dan cairan osmolaritas tinggi
Prosedur
Alat-alat yang dibutuhkan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u. Doek bolong
Persiapan pasien
a. Jelaskan pada pasien prosedur dan tindakan yang akan dilakukan
b. Mempersiapkan pasien pertimbangkan pemasangan kateter vena sentral via vena
subklavia bila dijumpai status koagulasi sebagai berikut:
a)
Jumlah trombosit < 50.000/mm3
b)
Fibrinogen < 1,20 g/l
c)
PTT > 50 detik
d)
INR < 0.5
c. Bila dijumpai gangguan koagulasi pertimbangkan pemasangan kateter vena sentral
perifer (PICC) atau via vena femoralis.
d. Beri Posisi pasien Trendelenburg 15-25o dengan kepala berpaling 45o ke sisi
berlawanan.
Pelaksanaan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
Cuci tangan
Pakai baju panjang steril dan sarung tangan steril.
Tempat punksi 1 cm di bawah pertengahan clavicula
Preparasi tempat punksi dan sekitarnya dengan povidone iodine dan alkohol.
Injeksikan anestesi lokal pada tempat punksi.
Sambungkan syringe dengan jarum punksi yang ada pada set kateter vena sentral.
Punksi dengan sudut 15o dari permukaan kulit ke arah atas hingga menyentuh
clavicula. Jarum diteruskan pelan di bawah clavicula ke arah takik suprasternal hingga
mencapai 3-5 cm dibawah kulit sambil membuat tekanan negative pada syringe. Vena
subklavia telah dicapai bila dijumpai adanya aliran balik darah pada syringe.
Bila aliran darah tidak berwarna merah segar dan tidak berdenyut sesuai denyut
jantung, guidewire dapat dimasukkan ke jarum. Pastikan sambungan antara jarum dan
unit dispenser guidewire dalam keadaan baik.
Masukkan guidewire sedalam 5-6 cm, cabut jarum punksi dengan tetap memegang
guidewire supaya posisi guidewire tidak berubah dan guidewire tidak terlepas masuk
mengikuti aliran darah. Kulit sekitar guidewire dapat dilebarkan dengan pisau bedah
(dengan hati-hati supaya tidak merusak guidewire).
Dilator dimasukkan melalui guidewire, diteruskan sampai mencapai vena.setelah itu
dicabut dilator.
Kateter vena sentral dimasukkan ke vena sentral melalui guidewire.Tanda pada kateter
vena sentral menunjukkan kedalaman vena sentral yang dimasukkan. Masukkan kateter
sedalam 10-15 cm pada jenis kateter yang dihubungkan dengan monitor EKG,
masukkan kateter sampai dijumpai adanya gelombang P pada monitor EKG.
Cabut guidewire dan periksa semua lumen kateter vena sentral untuk kemungkinan
obstruksi dengan larutan NaCl fisiologis.
Sayap fiksasi dipasang pada kateter vena sentral. Pastikan klip sayap terpasang baik
untuk minimalisasi keluarnya kateter vena sentral dari vena sentral.
Sayap fiksasi dijahit pada kulit
Bersihkan tempat fungsi dan ditutup dengan transparent dressing Hasil pemeriksaan
foto thoraks pasca pemasangan kateter vena sentral diusahakan sesegera mungkin
didapat.
o. Monitor tanda vital pasien pasca pemasangan kateter vena sentral dengan trolley
resusitasi tersedia dekat pasien.
p. Catat waktu, tempat pemasangan dan komplikasi yang dijumpai pada pemasangan
kateter vena sentral pada status harian pasien di ICU.
Mengukur tekanan vena central secara tidak langsung mengetahui kecukupan volume
intra vaskuler
2.
Memudahkan pemberian obat obat intra vena terutama yang mengiritasi pembuluh
darah perifer
3.
Kebijakan
Pasien dengan indikasi pemasangan vena sentral yakni gangguan hemodinamik tidak stabil ,
pendarahan edema paru dan pasien dengan pemantauan dan monitoring cairan
Prosedur
Penggunaan kateter vena sentral sebagai berikut:
Jalur proksimal:
Pengambilan contoh darah
Jalur pemberian obat
Transfusi darah
Jalur medial:
Nutrisi parenteral total
Jalur pemberian obat (hanya bila tidak dibutuhkan untuk nutrisi parenteral total)
Jalur distal:
Monitor tekanan vena sentral
Transfusi darah
Pemberian cairan dengan volume besar atau viskositas tinggi
Pemberian koloid
Tujuan
Minimalisasi resiko infeksi pasca pencabutan kateter vena sentral
Persiapan Alat :
Alat-alat yang dibutuhkan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kasa steril
Povidon iodine
Sarung tangan steril.
Pinset dan gunting steril
Plester
Bila ujung kateter akan dikultur siapkan peralatan kultur .
Prosedur:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien bila pasien bila mungkin
Posisi pasien supine atau trandelenberg
Klem jalur infus yang ada
Preparasi kulit dengan larutan povidon iodine
Cuci tangan dan pakai sarung tangan steril.
Lepaskan jahitan yang menahan kateter vena vena sentral
Tarik kateter dengan sudut 90 derajat terhadap kulit. Selama penarikan kateter, pasien
diminta menarik nafas atau valsava manuver.
8. Segera tutup dengan kasa steril dan beri tekanan pada kulit tempat insersi
9. Plester oklusif sambil pasien masih menahan nafas
10. Pasien bernafas normal kembali dan reposisi pasien.
Tujuan
1. Mengurangi cairan, udara atau darah di dalam rongga pleura yang berlebih.
2. Mengembalikan pengembangan fungsi paru kembali normal.
Prosedur
1. Peralatan:
a. Masker dan kaca mata
b. Sterile gloves and clean gloves
c. Hypafix
d. Botol 1, botol 2 botol 3 atau botol 4
e. Satu set drain dada
f. Cairan sublimat, air steril atau normal saline
g. Kassa
i. clorhexidin spray
j. mesin penghisap
k. lampu
l. Set WSD berisi : duk bolong, bisturi, scapel no. 10/11, neddle holder, retraktor
kecil, klem mosquito,
klem kelly bengkok besar, gunting jaringan, gunting
benang, forsep jaringan dengan dan tanpa gigi, benang silkam 2.0/3.0 cutting,
plester dan gunting plester)
2. Persiapan Pasien
a. Beri penjelasan pada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan, pastikan
pasien memahami tindakan yang akan dilakukan
b. Lakukan assessment pasien seperti mengobservasi tanda- tanda vital ( TD, RR,
HR,SO2, foto thorak AGD )
c. Berikan sedasi atau analgetik jika diperlukan
3. Penatalaksanaan
a. Cuci tangan dan pakai alat perlindungan diri
b. Buka alat steril
c. Letakkan atau pasang tabung dan tube sesuai atau disamping pasien
d. Buka tutup tabung atau konektor dari pipa atau tube yang sudah disediakan
dengan menggunakan spuit 50 cc dan tambahkan air steril atau Ns atau cairan
Sublimat kira-kira ketingkat 2 cm
e. Mengamankan sistem pompa drain tetap berdiri dengan menggunakan tali
gantungan di samping tempat tidur pasien
f. Sambungkan tube pasien yang sudah di insisi thorakal sampai ke rongga pleura ke
botol atau tabung yang sudah diisi cairan sublimat dan kemudian di gantung di
samping tempat tidur pasien
4. Monitor dasar dan perawatan untuk pasien :
a. Lihat kondisi pasien dan tanda2 vital tiap 1 jam
b. Lihat dan ukur produksi drain dari dada.
c. Ganti balut tiap hari dan lakukan fiksasi yang kuat dan tertutup pada daerah luka.
Persiapan Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Prosedur
1. Mencuci tangan
2. Perhatikan kondisi klien terutama pada produksi drain dan hasil foto rontgen thoraks
3. Beritahu pasien tentang tindakan yang akan dilakukan dan prosedurnya
4. Menyiapkan alat alat
5. Pastikan slang WSD sudah terklem dengan baik
6. Ajarkan pasien untuk melakukan latihan nafas panjang pada saat akan darin akan dicabut
7. Membuka balutan
8. Operator menggunakan sarung tangan steril
9. Lakukan desinfeksi daerah luka dan sekitarnya dengan larutan desinfektan
10. Buka benang jahitan pada drain dengan bisturi / gunting steril
11. Anjurkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam
12. Cabut drain pada saat akhir inspirasi bersamaan dengan melakukan fiksasi kulit pada
daerah bekas drain. Bila pasien terventilasi, drain dicabut pada awal tekanan positif
ventilator
13. Tutup luka dengan kassa dan betadine salep lalu di plester
14. Rapikan kembali alat alat
15. Cuci tangan
16. Siapkan untuk dilakukan foto thoraks untuk melihat kondisi rongga dada setelah
pencabutan drain WSD
17. Dokumentasikan pada lembar observasi harian
Kebijakan
Semua pasien yang akan masuk ICU harus mendapat persetujuan oleh konsultan ICU
Pasien yang diterima masuk ke ICU adalah pasien dengan gagal sistem organ vital
yang aktual atau potensial yang di harapkan bersifat reversible dengan perawatan
ICU
Pasien pasca bedah elektif yang membutuhkan perawatan ICU pasca bedah harus
mengkonfirmasi ketersediaan tempat di ICU pasca bedah sehari sebelum dan pada
hari pembedahan dilakukan
Penolakan pasien masuk ICU harus dilaporkan dan disetujui oleh konsultan ICU yang
bertugas pada hari tersebut
Prosedur
Dilakukan serah terima yang baik dengan dokter yang merujuk untuk perawatan di
Pastikan jalan nafas dan pernafasan adekuat dan berikan pada pasien oksigen dengan
fraksi tertinggi (100%) sampai pemeriksaan analisa gas darah selesai dilakukan
Periksa sirkulasi dan akses vena
vena sentral
Instruksi penting yang harus ditulis distatus pasien:
Pola ventilasi
Sedasi/analgesia
Obat-obatan, infus
Cairan
Lakukan pemeriksaan dasar:
Darah rutin, kimia darah, kalau perlu profil koagulasi
Pemeriksaan mikrobiologi kalau perlu
Analisa gas darah
Foto toraks (setelah terpasangnya jalur kateter vena sentral atau arteri pulmonalis)
EKG
Jelaskan rencana penatalaksanaan pasien pada staf perawat
Informasikan pada konsultan harian ICU yang bertugas
Pemeriksaan tambahan lain kalau diperlukan
Monitor tambahan bisa dilakukan bila ada indikasi (kateter arteri pulmonalis, tekanan
Sebelum dilakukan tindakan, pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan,
pastikan pasien memahami tindakan yang akan dilakukandan berikan sedasi atau analgetik
jika diperlukan
1. Prosedur
Langkah-langkah
1. Cuci tangan
2. Posisikan kepala supine dengan posisi leher netral dan tinggikan kepla tempat tidur
30-45 derajat
3. Palingkan kepala pasien kearah yang jauh dari daerah yang akan diinsersi
4. Pastikan pemasang menggunakan APD ( googles, masker, dan sarung tangan
nonsteril)
Siapkan APD, alat steril untuk pencabutan (sarung tangan steril, kassa steril)
Cuci tangan
Sediakan kassa steril yang sudah diberi cairan antiseptic
Cabut cateter, anjurkan pasien napas dalam jika pasien sadar
Lakukan dressing
Bereskan alat
Buang sampah ke dalam container yang telah disediakan
Cuci tangan
Dokumentasikan tindakan
Tujuan
Pemanfaatan pelayanan ICU secara tepat dan benar.
Kebijakan
Indikasi masuk ICU adalah pasien dengan kondisi kritis mengancam nyawa yang
dapat berubah buruk dan memerlukan terapi segera dan/atau terapi intensif
Prioritas 3:
pasien dengan penyakit primer berat atau terminal mengalami komplikasi penyakit
Vegetatif permanent
Prosedur
ICU dewasa menerima pasien dari unit-unit dalam rumah sakit dari semua disiplin, maupun
dari rumah sakit luar:
Dokter primer pemilik pasien mengajukan permintaan rawat ICU secara tertulis,
Tujuan:
1. Tercapainya kontrol gula darah pada pasien sakit kritis.
2. Membantu mengendalikan respon inflamasi.
Tujuan:
1. Menilai risiko terjadinya thrombosis vena dalam pada pasien di unit perawatan intensif.
2. Mencegah terjadinya trombosis vena dalam pada pasien sakit kritis.
Kebijakan
Prosedur
Tempatkan ventilator di tempat dengan space cukup luas, disamping tempat tidur
pasien
Sebelum dihubungkan ke pasien persiapkan dulu ventilator dengan cermat dan test
ventilator lebih dulu pada test-lung Persiapkan ventilator:
Set up ventilator sesuai spesifikasi ventilator yang akan dipakai
Jalur (corrugated) inspirasi, alat humidifikasi dan pemanas, Y connector, test-lung,
jalur ekspirasi
Perhatikan apakah ada selang-selang diameter kecil untuk nebulizer, untuk flow-
sensor dan lain lain hubungkan ke tempat yang benar. Yakinkan hubungan tidak
bocor
Hubungkan selang ke sumber oksigen
Hubungkan selang ke udara tekan (compressed air) (beberapa ventilator memiliki
portable compressor)
Posisi ventilator dalam switch off
Periksa kabel listrik ke sumber listrik dan pastikan tegangan listrik yang sesuai.
Hubungkan ke sumber listrik
Nyalakan main switch on
Nyalakan ventilator dan atur sedemikian rupa sehingga parameter ventilator atau layar
monitor mudah dan jelas terlihat (pada ventilator dengan layar monitor digital)
Pilih mode of ventilation: controlled. Pilih single mode: volume atau pressure
Tentukan volume tidal atau minute volume bila menggunakan mode volume dan
tentukan level/tinggi pressure (cmH2O) bila menggunakan mode pressure
Tentukan RR (respiration rate)
Tentukan Inpiratory: Expiratory (I:E) ratio
Tentukan fraksi oksigen inspirasi (FiO2)
Jalankan mesin ventilator
Perhatikan gerakan pada tes-lung (kembang/kempis)
Periksa apakah humidifikasi berfungsi baik, hangat dan beruap air.
Atur dan periksa alarm untuk:
Pertimbangkan pengunaan mode tambahan bilamana perlu seperti PEEP (positive end
expiratory pressure)
Hubungkan ventilator dengan pasien
Penyapihan Ventilator
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Dilakukan pada pasien ICU yang menggunakan bantuan nafas dengan ventilator untuk
proses penyapihan dan di kerjakan oleh dokter / perawat yang kompeten.
Proses penyapihan dari ventilator perlu dikomunikasikan dengan pasien, dan dilakukan bila
hemodinamik pasien stabil.
Pelaksanaan
Metode Weaning IMV dan SIMV
1. Turunkan bantuan IMV atau SIMV secara bertahap dan progresif
2. Kaji tanda tanda vital, gejala kelelahan, pertukaran gas yang inadekuat, dan
kegagalan pola napas pada setiap pemberian support IMV/SIMV
Metode Weaning Pressure Support
1. Mulai dengan pemberian support maksimum dan turunkan bantuan support secara
perlahan sesuai dengan protokol atau indikasi pasien secara klinis
2. Monitor respon pasien pada saat weaning. Kembalikan pasien pada pola napas
support ventilator secara penuh jika pasien menunjukan gejala intoleransi atau jika
waktu yang ditentukan untuk percobaan telah tercapai.
3. Ketika tujuan tercapai untuk weaning pressure support/PSV, rencana ekstubasi dapat
dipertimbangkan dengan seluruh tim.
Metode Weaning CPAP
1. Setting modus ventilator dengan CPAP. Anjurkan pasien untuk bernapas secara
normal. Monitor tanda dan gejala adanya intoleransi terhadap percobaan CPAP.
2. Setelah tercapainya interval waktu yang ditentukan untuk percobaan CPAP atau jika
ditemukan adanya gejala intoleransi pada saat weaning, kembalikan pasien kepada
modus yang sesuai untuk istirahat.
3. Beritahukan dokter, perawat ahli dan tim tentang hasil percobaan tindakan. Jika
hasilnya sesuai dengan protocol dan tujuan tercapai bisa dipertimbangkan untuk
ekstubasi.
Metode Weaning T-Piece
1. Cuci tangan, gunakan sarung tangan.
2. Sambungkan T-piece ke pasien dengan humidifier yang berfungsi sebagai aerosol
hangat . Instruksikan pasien untuk bernapas secara normal, monitor frekuensi, pola
napas, heart rate, gambaran ritme jantung, SaO2, dan penampilan umum pasien.
3. Setelah tercapainya interval waktu yang ditentukan untuk dicoba T-piece atau jika
ditemukan adanya tanda kegawatan yang menunjukan adanya intoleransi terhadap
proses weaning, kembalikan pasien pada ventilasi mekanis.
4. Jika pasien menunjukan keberhasilan dalam penggunaan T-piece pertimbangkan
ekstubasi.
Monitoring pasien :
1. Evaluasi stabilitas pasien secara keseluruhan (fisiologis, psikologis, dan mekanik)
2. Selama proses weaning, beri perhatian terhadap tanda dan gejala intoleransi dan
kelelahan otot pernafasan.jika hal ini terjadi, kembalikan ke pola ventilasi
sebelumnya.
Tanda intoleransi weaning :
Informed consent
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Informed consent adalah tindakan pemberian informasi kepada keluarga pasien yang
mencakup kondisi pasien, tindakan medis yang akan dilakukan.
Tujuan :
1. Memberikan informasi mengenai kondisi pasien, tindakan medis yang akan dilakukan.
2. Memberikan kejelasan hak pasien atas informasi sebelum tindakan medik dilakukan dan
meminta persetujuan tentang tindakan yang akan dilakukan pada pasien
3. Tertib administrasi.
Kebijakan :
1. DPJP ICU atau yang mewakili memberikan informasi tentang persetujuan tindakan
medik kepada keluarga pasien/orang yang bertanggung jawab terhadap pasien dan
perawat sebagai saksi
2. Dokter memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya bahwa dokter adalah orang
yang akan melakukan tindakan medik sesuai indikasi yang akan dilakukan .
3. Dokter tersebut memberitahu kepada pasien yang didampingi oleh 2 (dua) saksi yaitu
keluarga dan petugas kesehatan, sebelum pasien memberikan persetujuan informed
concent.
4. Informasi yang harus disampaikan oleh dokter adalah:
a. Alasan mengapa/ tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik harus dilakukan.
b. Tata cara tindakan yang akan dilakukan.
c. Akibat jika dilakukan tindakan
d. Risiko dan komplikasi yang kemungkinan dapat terjadi.
e. Penyulit yang mungkin terjadi sebelum tindakan dilakukan atau pada saat operasi
maupun segala akibat pasca tindakan.
f. Prognosis penyakit jika tindakan medis dilakukan
g. Diagnosis
5. Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya atau mendapat penjelasan ulang
dari dokter.
6. Jika pasien atau keluarga telah mengerti atas penjelasan dokter, maka dapat ditindak
lanjuti dengan meminta persetujuan untuk menandatangani lembar persetujuan Tindakan
Medik.
7. Jika pasien atau keluarga belum mengerti, maka dokter harus memberikan penjelasan
ulang sampai pasien atau keluarga mengerti.
8. Pasien atau keluarga memberikan persetujuan tertulis dengan mengisi dan
menandatangani formulir persetujuan tindakan medik.
9. Saksi harus ikut menandatangani formulir persetujuan tindakan medik, saksi terdiri dari
2 (dua) orang, diantara salah satu saksi adalah Perawat.
10. Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan formulir persetujuan tindakan medik
sebagai bukti bahwa telah diberikan informasi dan penjelasan secukupnya.
11. Untuk kasus emergency maupun non emergency formulir persetujuan tindakan medik
harus sudah diiisi dan ditanda tangani sebelum tindakan medik dilakukan.
12. Formulir yang sudah diiisi dan ditandatangani diterima oleh perawat ruang rawat inap
dan disimpan dalam berkas rekam medik pasien
Kebijakan
Memindahkan pasien ICU untuk alih rawat rumah sakit dilakukan dengan kerja sama
sakit tujuan
Pemindahan dapat dilakukan oleh pemberi jasa profesional dalam evakuasi pasien
atau oleh petugas dari rumah sakit tujuan
Prosedur
25. Pasien yang akan pindah rawat harus dalam keadaan stabil dalam batas normal
26. Keluarga dianjurkan untuk memilih/mencari rumah sakit tujuan
27. Dokter atau perawat harus mengkonfirmasi kepastian ada tempat di rumah sakit
tujuan
28. Apabila pasien tidak dijemput oleh petugas dari rumah sakit tujuan,
perawat
membantu mencarikan ambulans beserta tenaga paramedik
terampil atau
mencarikan pemberi jasa evakuasi pasien yang profesional
29. Resume pasien yang sudah diisi oleh dokter, harus disertakan
30. Lakukan serah terima dengan petugas evakuasi pasien
31. Pengelolaan selama transportasi dilakukan sesuai standar transportasi pasien kritikal
Kebijakan
Penerimaan pasien rujukan dari rumah sakit luar dilakukan sesuai prosedur
Dokter primer (pemilik) pasien ditentukan sesuai diagnosis utama/primer
Prosedur
Dokter ICU rumah sakit yang merujuk, yang merawat pasien harus lebih dulu
memberitahu kepada dokter ICU RSCM tentang alasan merujuk pasien ke ICU
RSCM secara lisan dan tertulis
Resume tertulis tentang diagnosis penyakit primer, keadaan pasien secara kronologis
dan obat obatan yang diberikan harus disertakan dan menjadi bagian rekam medik
pasien
Pasien harus bersedia secara tertulis memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku di
ICU RSCM dan
Bila dokter ICU RSCM setuju pemindahan dan persyaratan administratif telah
dipenuhi, maka pasien dapat ditransfer ke ICU RSCM
Transportasi pasien menjadi tanggung jawab yang merujuk pasien
Sesampai pasien di ICU, setelah serah terima penatalaksanaan ICU dilakukan sesuai
prosedur penerimaan pasien baru
Konsultasi kepada disiplin sesuai dengan diagnosis penyakit primer, guna
memudahkan pemindahan pasien ke ruang rawat
rumah sakit
Kebijakan
ICU memiliki lembar khusus catatan medik dan catatan asuhan keperawatan (daily
chart)
Di rekam medis rumah sakit diisi resume perkembangan kondisi pasien selama di ICU
Prosedur
Lembar khusus catatan medis diisi oleh dokter ICU yang berwenang dan catatan
Catatan berisi riwayat penyakit, penyakit kronik yang sebelumnya sudah ada
(preexisting) pada waktu masuk ICU, kondisi klinik pasien tiap hari
Parameter fisiologis yang dimonitor dan dicatat: fungsi sistem susunan saraf pusat,
jam
Catatan berisi hasil pemeriksaan laboratorium, dan data diagnostik lain
Resume dibuat saat pasien masuk ,secara berkala sesuai perkembangan penting
kondisi pasien yang terjadi, dan saat pasien keluar dari ICU
Resume ditulis dalam lembar khusus resume dan salinannya disimpan dalam rekam
medis
Resume berisi indikasi masuk, diagnosis, permasalahan medis penting, kondisi klinik
selama dirawat, apa yang dilakukan di ICU
Rekaman parameter fisiologis untuk analisis prognosis (prognostic score) dicatat
dalam lembar khusus yang lain
Daily chart disimpan di ICU
Resume disimpan di ICU sebagai arsip
Salinan resume disertakan dalam rekam medis rumah sakit
Resume pasien saat pasien keluar diserah-terimakan kepada dokter yang menerima
Tujuan
Agar pasien terjamin (aman) selama transpotasi
Kebijakan
Transportasi dilakukan oleh personil yang terlatih
Selama transportasi dimonitor secara memadai
Alat dan obat emergency tersedia selama transportasi disesuaikan kondisi pasien dan
jarak/lama transportasi
Prosedur
Komunikasi dengan petugas tempat tujuan pasien tentang identitas, diagnosis, dan
kondisi pasien
Personil yang mengatar pasien minimal 2 orang dan harus terlatih, dokter, perawat
hipotensi, spasme bronkus, depresi pernafasan, hipoglikemia, hiperglikemia. Obatobatan tersebut: aminofilin, (adenosine), atropine, (bretilium), Ca-chloride,
dexamethason, dextrose, dextrostick, digoxin, diphenhydramine, dobutamine,
dopamine, epinephrine, norepinephrine, furosemide, heparin, isoproterenol,
lidocaine, manitol, naloxone, NTG IV, NTG tablet, nitroprusside, (n)saline,
phenytoine, KCl, propranolol, Na bicarbonate, sterile water, verapamil, narcotics,
sedatives, neuromuscular blockers.
Persiapan pasien sebelum transportasi
Sedapat mungkin kondisi stabil, kecuali pasien memerlukan intervensi segera di rumah
sakit tujuan
Jalan nafas pasien harus aman, sendiri atau dengan intubasi dan bantuan ventilasi
manual/mekanik
Pasien sudah harus ada akses vena
Pasien harus dalam keadaan keamanan terjamin di stretcher dan terpasang monitor
Pulang Paksa
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Permintaan pulang paksa yang diajukan oleh keluarga pasien dengan alasan ketidakmampuan
biaya perawatan atau alasan lain dan tim ICU menfasilitasi hal tersebut
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
1. Keluarga menyatakan ketidaksanggupan untuk melanjutkan perawatan dan pengobatan di
ICUdan meminta pulang paksa atas dasar ketidakmampuan biaya maupun alasan lain.
2. Tim ICU(dokter dan perawat ICU) mengadakan pertemuan dengan keluarga untuk
memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi pasien dan resiko yang akan
terjadi bila pasien pulang paksa.
3. Setelah keputusan pulang paksa diambil, keluarga mengisi format pulang paksa dan
ditandatangani oleh keluarga, dokter, dan saksi di atas meterai.
4. Dokter ICU menghubungi pihak komite medik untuk menginformasikan pasien yang
akan pulang paksa.
5. Pihak keluarga berkewajiban menyelesaikan dan melunasi administrasi serta menyiapkan
alat transportasi yang akan digunakan untuk membawa pasien pulang.
6. Tim ICU melepaskan semua alat invasif kecuali ETT
7. Tim ICU mengantar pasien dengan menggunakan brancard ke ambulance sambil
melakukan resusitasi manual pernafasan (bagging)
8. Tim ICU melakukan serah terima dengan keluarga dan mengempiskan cuff ETT serta
memberikan penjelasan cara melepaskan ETT
9. Keluarga melepas ETT dengan disaksikan oleh tim ICU
10. Pasien dibawa pulang oleh keluarga
Prosedur:
Metode penilaian derajat nyeri yang digunakan adalah metode kombinasi Numerical Rating
Scale dan FACES Scale. Penilaian nyeri dimulai dengan menanyakan apakah pasien
merasakan nyeri atau tidak.Jika pasien merasakan nyeri, minta pasien untuk menentukan
lokasi nyeri dan menandai lokasi nyeri pada dokumen status penilaian derajat nyeri
pasien.Kemudian pasien diminta untuk menilai derajat nyeri sesuai yang dirasakan
pasien.Meminta pasien menentukan derajat nyerinya dalam bentuk angka 0 -10 (Numerical
Rating Scale), di mana 0 adalah tidak nyeri dan 10 adalah nyeri teramat sangat yang tidak
tertahankan. Atau meminta pasien memilih dari gambar yang ada, gambar yang
menggambarkan derajat nyeri yang dirasakannya (Faces Scale / Skala Nyeri Berdasarkan
Ekspresi Wajah).
Hasil penilaian pasien tersebut harus tercatat pada status derajat nyeri pasien dan
mendapat tatalaksana yang tepat disesuaikan dengan derajat / intensitas nyeri yang dirasakan
oleh pasien.Pada pasien rawat inap, penilaian berikutnya dilakukan 8 jam kemudian dan
dicatat pada status terintegrasi serta catatan rawat inap pasien. Sedangkan pada pasien rawat
jalan / ODC, penilaian berikutnya dilakukan pada saat pasien melakukan kontrol atau apabila
pasien tetap merasakan nyeri yang tidak dapat ditangani dapat datang kembali ke UGD untuk
dilakukan penilaian ulang derajat nyeri dan tatalaksananya oleh DPJP, Tim tatalaksana nyeri,
dan dokter spesialis lain yang ditunjuk.
Fleksi
tegang Ekstensi
2
1
Pola tidur
Gelisah
lemah Relaksasi
2
0
Ekspresi
Meringis
Tenang
2
1
Menangis
Ya
Tidak
2
0
Warna Kulit
Pucat /biru
Kemerahan
Pink
Apnea
FISIOLOGIS:
Respirasi
Tachypnea
Denyut Jantung
Fluktuasi
Takikardi
2
1
Saturasi
Desaturasi
Normal
2
0
Tekanan Darah
Hipo/Hipertensi
Normal
2
0
PERSEPSI
PENILAI:
Mengalami Nyeri
Tidak Nyeri
2
0
Dengan cara menjumlahkan skor tersebut maka akan didapatkan derajat nyeri pada neonatus.
Skala nyeri lebih dari 2 mengindikasikan adanya nyeri dan perlu diberikan tatalaksana nyeri
pada neonatus.
Wajah
Ekstremitas
Gerakan
Berbaring tenang,
bergerak mudah
posisi
Menggeliat-geliat,
berpindah, tegang
normal, 0
bolak-balik 1
cara
Menangis
Tidak menangis
Menangis
menjerit
Kemampuan
Ditenangkan
tersedu-sedu,
terisak-isak, 2
Senang, rileks
Wajah
mengeluarkan
0
air
mata, 1
2
Posisi
Tubuh
Fisiol
ogis
0
1
Nilai atau skor > 4 mengindikasikan perlunya tatalaksana nyeri pada pasien ini.
mengeluarkan
0
air
mata, 1
2
Aktivitas
Posisi
Tubuh
Fisiol
ogis
0
1
Obat
Dosis
Parasetamol
Ketorolac
Tramadol
Profenid Suppositoria
Asam mefenamat
Parecoxib IV
Keterangan
salisilat
Jika setelah tatalaksana yang optimal dari DPJP diberikan, namun pada penilaian ulang masih
didapatkan derajat nyeri pasien> 4, maka pasien dapat dikonsultasikan ke tim penanganan
nyeri.
Tatalaksana nyeri oleh tim penanganan nyeri akan dimulai dengan penilaian derajat nyeri
pasien menggunakan metode yang sesuai dengan usia dan kondisi pasien. Tim tatalaksana
nyeri juga akan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta melihat hasil-hasil
pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan derajat nyeri pasien dengan lebih
tepat. Selain itu, tim tatalaksana nyeri juga harus mengetahui terapi analgetik apa saja yang
sudah diberikan kepada pasien dan apa reaksi yang ditimbulkan dari terapi tersebut.
Obat
Dosis
Parasetamol
Ketorolac
Tramadol
Profenid
Suppositoria
Asam mefenamat
Parecoxib IV
Keterangan
Obat
golongan
NSAID,
opioid
lemah lainnya, dsb
yang
dibutuhkan
pasien sesuai
1. Pilihan obat analgesia sistemik bolus secara intravena yang digunakan antara lain
adalah sebagai berikut :
Dosis
Bolus 1-5 mg
Interval : 5-10 menit
Keterangan
Dapat
disertai
morfin kontinu
infus
sesuai
Fentanyl
Pethidin
kebutuhan
Dapat
disertai
infus
fentanyl kontinu sesuai
kebutuhan
Dapat
disertai
infus
pethidin kontinu sesuai
kebutuhan
Keterangan
Dosis pada dewasa,
pada
pediatrik
disesuaikan dengan
BB pasien.
Opioid
Dosis
Fentanyl 1 2 2 12 ml / jam
mikgr/ cc 2
12 cc/ jam
Dosis max
Keterangan
Infus
Dosis
pada
bupivakain,
dewasa.
Bila
ropivakain
maks 14 ml/ dibutuhkan
dosis
dapat
jam
dinaikkan
sesuai
kebutuhan
pasien
Dapat juga diberikan dalam bentuk Patient Controlled Epidural Analgesia (PCEA)
Pada PCEA , regimen dapat diberi dalam bentuk bolus saja tanpa infus kontinu atau
infus kontinu dan bolus.
Bolus
Lock out interval
Infus kontinu
Dosis maks
Bupivakain 0.0625% - 10 30 menit
4 6 ml/ jam
14 ml/jam
0.125 % 2 4 cc +
fentanyl 1 -2 mkgr/cc
Ropivakain 0.1
0.25% 2 -4 cc +
fentanyl 1 -2 mikgr/cc
4. Analgesia Intratekal
Dapat diberikan dalam bentuk injeksi obat anestesia lokal , opioid atau kombinasi
anestesia lokal dan opioid dalam interval waktu tertentu.
Anestesia Lokal
Opioid
Bupivakain 0.0625 Fentanyl
% - 0.125% 0.5 5 25mikgr
cc
10
Interval
Setiap 6 12 jam
Keterangan
Dosis pada dewasa,
pada
pediatrik
disesuaikan dengan
BB pasien.
Dosis opioid dapat
lebih
bila
dibutuhkan
pada
kasus tertentu
Dosis
- 4 8 cc/jam
- 4- 8 cc/jam
Setelah tatalaksana yang diberikan olehtim tatalaksana nyeri, tim ini juga akan melakukan
evaluasi / penilaian ulang derajat nyeri pasien dan memantauhasil pemberian obat analgesia
secara kontinu. Interval pemantauan disesuaikan dengan jenis modalitas analgesia.Jika
didapatkan derajat nyeri masih > 4, dilakukan evaluasi kembali penanganan nyeri pasien oleh
tim penanganan nyeriuntuk penambahan / perubahan modalitas nyeri yang diberikan.
4. Pasien bayi dan anak, dewasa dan geriatrik dengan penurunan kesadaran dengan
Non Verbal Pain Scale Revised
Pemilihan obat dan teknik tatalaksana nyeri harus disertai pertimbangan terhadap
keadaan umum pasien, tanda vital, penyakit yang mendasari, gangguan organ yang ada,
efek samping serta kemungkinan alergi terhadap obat yang akan diberikan.
Pada pasien geriatri yang menjalani rawat inap, penilaian ulang derajat / skala nyeri serta
efektifitas terapi nyeri dilakukan tiap 8 jam, termasuk efek samping yang mungkin muncul
akibat pemberian terapi tersebut. Sedangkan pada pasien rawat jalan, penilaian ulang dapat
dilakukan pada saat kontrol. Apabila terdapat keluhan nyeri yang menetap / bertambah hebat
saat di rumah, pasien dapat datang ke IGD dan nyeri akan ditangani sesuai dengan Panduan
Tatalaksana Nyeri pada Pasien di IGD.
Penolakan pasien
Pasien tidak kooperatif
Kelainan neurologis
Gangguan faal koagulasi
Infeksi pada tempat penyuntikan
Kondisi hipovolemia
Pada pasien juga harus dijelaskan mengenai proses, urutan prosedur, efek samping yang
mungkin timbul, serta langkah-langkah untuk menangani efek samping tersebut. Pilihanpilihan analegesia persalinan yang tersedia adalah sebagai berikut :
Pilihan tersebut dipengaruhi oleh kondisi ketersediaan alat dan preferensi dokter
anestesia yang melakukan. Pelaksanaan tindakan harus didahului dengan informed
consent sebelum prosedur dan tercatat pada status pasien.
d.
Monitoring pada pasien dengan analgesia persalinan harus baik. Hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain:
1. Selalu jaga kontak verbal dan damping pasien minimal selama 20 menit setelah
pemberian dosis pertama dan tiap pemberian dosis top-up.
2. Tekanan darah harus diperiksa setiap 5 menit pada 20 menit setelah pemberian dosis
pertama, dan dilanjutkan setiap 30 menit.
3. Pastikan level blok yang diinginkan dengan menguji hilangnya sensasi dingin secara
bilateral.
4. Pasien diinstruksikan untuk selalu berbaring miring ke salah satu sisi, dan untuk
berpindah sisi setiap jam. Mereka juga diminta untuk memberitahu staf perawatan bila
timbul rasa baal di dada, atau sulit bernapas.
5. Perawat diminta tidak meninggalkan pasien tanpa pengawasan dan melaporkan
kepada anestesiologis bila pasien mengalami disorientasi, dispneu, hipotensi, atau
efek samping yang lain.
6. Persalinan harus dimonitor ketat, terutama monitoring denyut jantung janin.
Anestesiologis harus menilai secara berkala kecukupan blok dan efek samping atau
komplikasinya.
7.
Pada pasien dengan nyeri atau pasien pasca bedah yang membutuhkan PCA-IV, dokter
spesialis anestesiologi akan memberikan instruksi regimen analgesia PCA-IV. Instruksi ini
akan meliputi jenis obat, dosis bolus inisiasi, dosis bolus, interval waktu, dan dosis maksimal
tiap jam. PCA-IV ini akan dihubungkan dengan jalur intravena pasien. Seluruh catatan
tersebut, beserta tanggal dan jam pemasangan PCA-IV harus dicatat dalam rekam medis
pasien yang bersangkutan.
Regimen PCA iv yang dapat digunakan :
Obat
Morfin
Fentanyl
Pethidin
Dosis
Bolus 1-5 mg
Interval : 5-10 menit
Dosis maksimal : 0,3 mg/kgBB/jam
(atau dapat lebih besar pada pasien
dengan intoleransi opioid)
Bolus 10-50 g
Interval : 5-10 menit
Dosis maksimal : 30 g/kgBB/jam
Bolus 10-50 mg
Interval : 5-10 menit
Dosis maksimal : 3 mg/kgBB/jam
Keterangan
Dapat
disertai
morfin kontinu
kebutuhan
infus
sesuai
Dapat
disertai
infus
fentanyl kontinu sesuai
kebutuhan
Dapat
disertai
infus
pethidin kontinu sesuai
kebutuhan
Pasien yang mendapat PCA-IV harus dimonitor secara periodik di ruang pulih dan ruang
rawat oleh dokter anestesio atau tim tatalaksana nyeri, dan atau dokter PPDS I anestesiologi,
maupun oleh perawat ruangan. Hal-hal yang harus dipantau meliputi:
1. Tanda vital pasien
2. Skala nyeri (dilakukan setiap 8 jam bila VAS < 4, setiap 2 jam bila VAS > 4)
3. A/D rasio (persentase keberhasilan penghantaran obat bolus dari sejumlah permintaan
pasien) setiap 12 jam
4. Pruritus, retensi urine, dan derajat sedasi setiap 24 jam
Hasil setiap kali observasi harus tercatat di dalam status pasien. Dan bila didapatkan kelainan
pada kondisi pasien, harus menghubungi DPJP pasien / dokter anestesi yang bersangkutan /
tim tatalaksana nyeri.
Pada pasien dengan tatalaksana PCA-IV dapat terjadi keadaan yang disebut dengan
breakthrough pain. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan skala nyeri (VAS > 4) pada
pasien dengan terapi analgesia PCA-IV. Dalam kondisi ini, tindakan yang harus dilakukan
adalah:
1. Pastikan alat PCA baik
a. Apakah IV line tercabut?
b. Pastikan setting PCA IV sesuai dengan regimen yang dipilih
2. Naikkan dosis bolus PCA IV berikutnya atau set background infusion
3. Tambahan analgesia intravena/oral
a. Golongan opioid : fentanyl, tramadol
b. NSAID : ketorolac, paracetamol
4. Hubungi dan laporkan DPJP bila didapatkan breakthrough pain
5. Kondisi pasien dan semua tindakan harus tertulis pada rekam medis yang
bersangkutan.
PCA-IV dapat pula memberikan efek samping dan komplikasi pada pemakainnya. Efek
samping/komplikasi yang dapat terjadi dan cara penanggulanannya antara lain:
1. Bila terjadi hipotensi :
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid dengan jumlah sesuai keadaan umum
dan kondisi dasar pasien
b. Efedrin/vasopresor lainnya
c. Pertimbangkan untuk penyesuaian dosis PCA iv berikutnya
2. Bila terdapat bradikardia, :
a. SA
b. Adrenalin
c. Pertimbangkan untuk penyesuaian dosis PCA iv berikutnya
3. Bila sampai henti nafas dan henti jantung : berikan Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan
Hidup Lanjut
4. Mual muntah dapat diberikan Antiemetik : ondansetron atau granisetron dengan
dosis sesuai keadaan dan kondisi pasien
5. Bila terjadi pruritus berikan Naloxone, dengan dosis titrasi, mulai 0,2 mg pada dewasa
6. Bila terjadi retensi urine lakukan kateterisasi urin
Tujuan :
Mengatasi nyeri pasien
Ruang lingkup :
Seluruh pasien yang memenuhi kriteria dan mendapatkan penatalaksanaan blok perifer di RSUPN
CM
Prosedur :
1. Blok saraf perifer sangat berguna untuk analgesia bedah maupun prabedah, selain itu blok ini
bisa juga dipakai untuk nyeri kronik dengan menggunakan teknik kateter.Beberapa prosedur
dapat dilakukan pada daerah lumbal dan sacral, pleksus brakialis dan paravertebral.
2. Pemberian infus obat anestesi lokal dapat diberikan melalui kateter intermitten, kontinyu
maupun denngan bolus PCA, pemberian infuse kontinyu maupun dengan PCA telah terbukti
lebih superior daripada teknik-teknik intermitten.
3. Pada setting ambulatory, seleksi pasien sangat penting: hanya pasien yang bisa menerima
tanggung jawab pemakaian kateter dan pompa. Pasien-pasien yang disertai perawat di rumah
dalam waktu 24-48 jam pertama yang akan berpartisipasi dalam penanganan analgesia.
4. Pemberian analgesia secara multimodal akan memberikan prosedur yang optimal dengan
menghambat nyeri pada bermacam-macam target nyeri. Kombinasi dari beberapa obat
analgesia akan memberikan efek sinergi dan aditif sehingga dapat mengurangi kebutuhan
individual obat-obat tersebut dan mengurangi efek samping.
5. Blok saraf femoralis dengan infus kontinyu, dengan Patient Controlled Analgesia atau sesuai
permintaan sendiri direkomendasikan dibandingkan blok femoralis suntikan tunggal karena
blok yang dihasilkan lebih baik dengan durasi analgesia yang lama. Telah diketahui bahwa
blok pleksus dan saraf perifer kontinyu memiliki resiko efek samping yang jauh lebih kecil
dibandingkan dengan opioid neuroaksial dan parenteral, untuk tatalaksana nyeri setelah
operasi ortopedi mayor.
Ruang Lingkup :
Seluruh pasien dengan blok perifer kontinu yang mengalami komplikasi yang dirawat di RSUPN CM
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
1. Beberapa komplikasi dan efek yang tidak diinginkan pada blok perifer kontinu:
1. inflamasi lokal pada tempat insersi
2. infeksi lokal dikonfirmasi dengan kultur pada kateter
3. defisit neurologis dapat transient maupun permanent, keluhan dapat berupa nyeri, kaku,
kelemahan, tegang
4. methemoglobinemia karena kadar saturasi oksigen rendah
5. dyspnea
6. horners syndrome
7. terkena pembuluh darah
8. keteter kinking
2. pasien setelah mendapat blok perifer kontinu sebaiknya dimonitor , kalau setelah
operasi monitoring pasien dapat dilakukan di ruang pemulihan sebelum pasien di
kirim ke ruang rawat untuk menilai kefektifan blok, efek samping yang tidak diingkan
secara akut
3. kemudian di isi chart pasien yang dapat berisi data pasien, tipe kateter, kedalaman
penetrasi jarum, dan lokasi fixasi kateter
4. kemudian follow up untuk menilai kefektifan blok untuk menilai keefektifan blok
dengan menilai visual analogue scale, kepuasaan pasien, untuk menilai kelanjutan
penatalaksanaan, untuk menilai respon sensorik dan motorik dan jika terjadi efek yang
tidak diinginkan
5. lakukan palpasi dan inspeksi pada tempat suntikan setiap hari untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda inflamasi awal
6. kateter di lepas jika ditemukan tanda-tanda infeksi, atau pasien telah bebas dari nyeri.
Ruang Lingkup :
Seluruh pasien RSUPN CM yang menjalani analgesia blok perifer dan mengalami breakthrough pain
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
Tujuan :
Memastikan pelaksanaan blok perifer sudah baik dan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku
Ruang Lingkup :
Seluruh pasien yang menjalani analgesia dengan blok perifer kontinyu
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
A.
A.
A.
A.
A.
A.
A.
A.
A.
A.
A.
Persiapan
1. Mempersiapkan peralatan-peralatan blok perifer
a. Nerve Stimulator
b. Doek Steril
c. Baju steril (gown)
d. Kassa steril
e. Betadine 10% atau Spray chlorhexidine 5%
f. Jarum blok perifer dengan ukuran sesuai prosedur dan lokasi penyuntikan
g. Hanschoon steril
h. Obat anestesi lokal
i. Vasokonstriktor
j. Spuit 3cc, 20 cc
k. Penggaris
l. Spidol
m. Monitor standart (NIBP, Pulse Oximetry, EKG)
n. Oksigen
o. Obat-obat emergency (Efedrin, lidocain, sulfas atropine, emulsi lipid)
p. Alat-alat emergency (self-inflating bag, Oksigen,ETT dan laringoskop)
q. Ruangan yang cukup memadai untuk melakukan blok perifer
2. Pastikan alat Nerve Stimulator terisi dengan batre ukuran A2 yang masih
berfungsi
3. Pasien diberikan premedikasi selama tindak ada kontraindikasi
B. Tatacara melakukan blok perifer
1. Pasien dimasukan ke ruang operasi atau ruang induksi yang memadai yang
memungkinkan untuk dilakukan blok perifer
2. Pasien dipasang alat monitoring standar seperti NIBP, EKG dan pulse oximetry
sehingga dapat dimonitor apabila terjadi reaksi toksisitas obat anetsesi lokal
3. Pasien diposisikan seoptimal mungkin yang memudahkan untuk dilakukannya
blok perifer.
4. Pasien diberikan premedikasi untuk mengurangi rasa cemas dan nyeri di tempat
penyuntikan, memberikan rasa nyaman saat dilakukan blok perifer.
Tujuan :
1. Menilai derajat nyeri pasien secara tepat untuk pencatatan di status nyeri
2. Sebagai dasar penatalaksanaan nyeri
Ruang Lingkup :
Seluruh pasien yang menjalani analgesia dengan blok perifer kontinyu di RSUPN CM
1. Mempe
rkenalk
an diri
dan
Prosedur/Teknis Pelaksanaan :
menerangkan pada pasien dan keluarga pasien penilaian yang akan dilakukan
2. Mengevaluasi tanda vital termasuk suhu dalam 24 jam
3. Meminta pasien memilih sesuai derajat nyerinya dalam bentuk angka 0 -10 (Numerical
Rating Scale), di mana 0 adalah tidak nyeri dan 10 adalah nyeri teramat sangat yang tidak
tertahankan. Atau meminta pasien memilih dari gambar yang ada, gambar yang
menggambarkan derajat nyeri yang dirasakannya (Faces Scale / Skala Nyeri Berdasarkan
Ekspresi Wajah)
4. Menentukan derajat nyeri dengan Numerical Rating Scale atau dengan melihat angka yang
sesuai dengan gambar yang dipilih pasien
5. Mencatat pada status penilaian derajat nyeri pasien
6. Melakukan pengecekan terhadap perubahan terapi yang dapat mempengaruhi kerja blok
perifer kontinu, contohnya anti koagulan dan analgetik tambahan.
7. Mengevaluasi apakah pasien dapat tidur, derajat nyeri, dan kepuasan pasien terhadap
penanganan nyeri.
8. Menginspeksi dan palpasi tempat insersi kateter untuk adanya perubahan posisi, dan infeksi.
9. Memastikan obat anestetik lokal yang diberikan pada pasien yang tepat.
10. Mengkonfirmasi kecepatan infuse, bolus, dan volume anestetik lokal yang tersedia.
11. Mengenali tanda dan gejala toksisitas abat anestetik lokal. Menentukan kelayakan
penghentian pelayanan penanganan nyeri dan pencabutan kateter.
12. Mengamati apakah pasien memerlukan analgetik tambahan.
13. Menentukan kelayakan penghentian pelayanan penanganan nyeri dan pencabutan kateter.
1.
2.
3.
4.
5.
Ruang lingkup:
Semua pasien rawat inap RSUPN CM yang mendapatkan tatalaksana analgesia epidural
Prosedur :
Tujuan :
Memastikan penatalaksanaan komplikasi dan efek samping analgesia epidural berjalan baik dan benar
Ruang lingkup :
Seluruh pasien yang menjalani analgesia epidural dan mengalami efek samping dan atau komplikasi
analgesia epidural yang dirawat di RSUPN CM
Prosedur :
Tujuan :
Menatalaksana breakthrough pain pada analgesia epidural secara baik dan benar
Ruang lingkup :
Seluruh pasien yang menjalani analgesia epidural dan mengalami breakthrough pain yang dirawat di
RSUPN CM
Prosedur :
1. Skala nyeri pasien, tanda vital dan efek samping blok epidural kontinu dipantau
2. Regimen blok epidural baik secara bolus dan infus kontinu diberikan sesuai instruksi DPJP
anestesiologi
3. Breakthrough Pain terjadi bila dijumpai VAS > 4 pada pasien dalam analgesia epidural
4. Bila terjadi breakthrough pain , dipastikan bahwa ujung kateter epiduralmasih berada pada
tempatnya dengan cara memberikan bolus 10 cc obat anestesia lokal konsentrasi rendah. Bila
VAS tidak membaik , kemungkinan terjadi migrasi kateter epidural. Berikan analgesia intravena
sebagai pengganti.
5. Bila kateter masih ada di tempatnya, evaluasi dan sesuaikan dosis, interval waktu pemberian
dan kemungkinan ada komplikasi lain yang terjadi.
6. Kateter blok epidural dilepas bila derajat nyeri sudah jauh berkurang atau bila terjadi
komplikasi (migrasi kateter, infeksi)
7. Analgesia pengganti diberikan setelah kateter blok perifer diganti (NSAID, paracetamol, COX
2 inhibitor, tramadol ).
Analgesia intratekal adalah salah satu jenis pemberian obat analgesia melalui ruang
intratekal.
Obat obat analgesia yang bisa diberikan antara lain : analgesia lokal, opioid, alpha
agonist dsb.
Tujuan
Kebijakan
Analgesia intratekal dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau oleh dokter
PPDS I Anestesiologi yang telah dinyatakan kompeten .
Analgesia intratekal dilakukan di kamar bedah / ruang tindakan yang memenuhi
syarat , yaitu adanya sumber gas oksigen, alat monitor sesuai standar, alat dan obat
resusitasi.
Pemasangan kateter intratekal dilakukan dengan tehnik sepsis dan antiseptik yang
baku
Sebelum dilakukan tindakan , dilakukan informed consent terlebih dahulu, kecuali
pada keadaan emergensi.
Kateter intratekal diberi tanda dekat port pemberian obat untuk membedakannya
dengan kateter lain dan untuk menghindari kesalahan pemberian obat.
Kontra indikasi untuk analgesia intratekal :
Pasien menolak
Infeksi pada tempat penyuntikan
Gangguan koagulasi
Hipovolemia berat
Indikasi analgesia intratekal :
Pasien dengan pembedahan di daerah leher, toraks, abdomen, ekstremitas yang
diprediksi akan mengalami nyeri berat pasca bedah (VAS > 50mm)
Nyeri kanker
Nyeri kronik
Bila analgesia intratekal dipakai untuk pembedahan juga, maka selama pembedahan
harus selalu dimonitor tanda vital (sesuai standar monitor anestesia) dan derajat serta
ketinggian blok.
Pasca bedah dokter spesialis anestesiologi akan memberikan instruksi regimen
analgesia intratekal pasca bedah yang meliputi :
Jenis obat, dosis, cara pemberian, interval waktu
Pemantauan yang harus dilakukan
Tatalaksana kompikasi dan efek samping
Tatalaksana breakthrough pain
Definisi:
Tatalaksana nyeri pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal adalah pemberian terapi untuk
mengurangi dan atau menghilangkan nyeri pada pasien yang sudah mengalami penurunan
fungsi ginjal hingga pada tahap gagal ginjal.
Tujuan:
Tatalaksana nyeri pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bertujuan untuk memberikan
tatalaksana nyeri yang efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dengan
menghindari efek samping dan komplikasi yang tidak diinginkan akibat fungsi ginjal yang
menurun.
Ruang lingkup :
Tatalaksana nyeri pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal ini ditujukan untuk seluruh
pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang membutuhkan penanganan nyeri yang menjalani
pengobatan di RSUPN CM, baik pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap.
Prosedur :
Sebelum memberikan tatalaksana nyeri pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, setiap
pasien harus dilakukan penilaian derajat nyeri terlebih dahulu. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal, dilakukan anamnesis mengenai riwayat penurunan fungsi ginjal yang dimiliki
pasien dan terapi apa saja yang sedang digunakan. Selain itu, mungkin juga diperlukan pula
pemeriksaan penunjang untuk mengetahui sejauh mana gangguan atau penurunan fungsi
ginjal yang terjadi.
Analgesia yang dapat diberikan pada pasien gangguan ginjal, antara lain:
a. Fentanyl, ketamin, parasetamol.
b. Tramadol
c. Bupivakain, levobupivakain, lidokain digunakan dengan hati hati dengan mengurangi
total dosis yang diberikan
d. Amitriptilyne, klonidin, gabapentin, kodein, morphin, dihindarkan pada pasien
gangguan ginjal berat.
e. NSAID dan petidine sebaiknya dihindarkan pemberiannya pada pasien-pasien dengan
penurunan fungsi ginjal yang signifikan.
Pada pasien dengan nyeri kronis, dibutuhkan pula pemeriksaan psikososial.Hal ini untuk
memberikan tatalaksana yang holistik karena penyebab nyeri dapat pula diakibatkan oleh
gangguan pada psikologis.Pemeriksaan psikososial mencakup ada tidaknya gejala psikologis
(ansietas, depresi, marah), gangguan psikiatri, dan mekanisme coping.
Untuk kasus tertentu, terkadang diperlukan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dalam
penegakkan diagnosis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebelum pemberian tatalaksana
pada kasus nyeri kronis antara lain:
a. Non intervensional : CT scan. Radiologis dan sebagainya
b. Intervensional sesuai evaluasi pasien, misalnya: blok radiks saraf selektif, medial
branch block, facet joint injection, atau sacroiliac joint injection
Tatalaksana
Pada pasien dengan nyeri kronis, sebaiknya selalu menggunakan tatalaksana multimodal.
Jenis-jenis tatalaksana yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Farmakologi
a.Antikonvulsan (2-delta-calcium channel antagonist seperti gabapentin dan
pregabalin, sodium channel antagonist dan membrane stabilizing agent seperti
lidokain) dapat menjadi bagian tatalaksana multimodal pada pasien nyeri kronik.
b. Antidepresan (tricyclic anti depressants dan serotonin norepinephrine
reuptake inhibitor) juga merupakan bagian tatalaksana multimodal pada nyeri
kronik. Selective serotonin reuptake inhibitor dapat digunakan pada pasien
dengan neuropati diabetik.
c.Non Steroid Anti Inflammation drug (NSAID)
d. Opioid kuat hanya dapat diberikan pada pasien tertentu setelah seleksi ketat,
misalnya: extended release oral morphin, transdermal fentanyl
e.NMDA antagonis hanya dapat diberikanpada pasien tertentu setelah melewati
seleksi ketat (dekstrometorphan, ketamin, nementine)
f. Skeletal muscle relaxants
g. Benzodiazepin
h. Obat topikal : lidokain, capsaicin
2. Terapi fisik atau restoratif, dapat digunakan sebagai komponen dalam terapi
multimodal pada nyeri kronik tertentu seperti low back pain.
3. Terapi psikologisseperti cognitive behavioral therapy, biofeedback, atau relaxation
training,
dapat digunakan juga sebagai bagian terapi multimodal nyeri kronik.
Demikian juga dengan psikoterapi, group therapy atau konseling.
4. Injeksi trigger point, dapat dipergunakan untuk terapi nyeri pada nyeri myofascial
dan bagian dari komponen multimodal pada nyeri kronik lain.
5. Terapi ablatif, bisa dipertimbangkan setelah modalitas lain gagal memberikan hasil :
a. Denervasi kemikal (dengan alkohol, fenol atau anestesia lokal konsentrasi tinggi
) tidak boleh digunakan secara rutin pada pasien nyeri kronik non kanker.
b. Cryoablation dapat dilakukanpada pasien tertentu , misalnya low back pain,
sindrom nyeri pasca torakotomi dan nyeri saraf perifer.
c. IDET dapat dipertimbangkan pada pasien muda aktif dengan single level
degenerative disc dan well maintained disc height.
d. Ablasi radiofrekwensi :
- ablasi radiofrekwensi konvensional (80C) atau termal (67C) dapat
dilakukan pada saraf medial branch dilakukan pada kasus facet joint
pain bila injeksi diagnostik terdahulu pada saraf tersebut memberikan
hasil baik..
- ablasi radiofrekwensi konvemsional dapat dilakukan pada kasus neck
pain
c.TENS dapat digunakan sebagai salah satu komponen terapi multimodal pada
pasien dengan nyeri pinggang kronik, nyeri leher dan phantom limb pain.
10. Steroid epidural dengan atau tanpa anestesia lokal dapat digunakan sebagai
komponen terapi multimodal pada pasien tertentu dengan nyeri radikular atau
radikulopati. Untuk injeksi epidural transforaminal, penyuntikan dilakukan dengan
mempertimbangkan komplikasi yang mungkin terjadi, dan hanya dapat dilakukan
dengan panduan radiologis untuk memastikan letak jarum dan penyebaran kontras
yang tepat sebelum menginjeksikan steroid.
11. Injeksi intratekal :
a.Blok neurolitik intratekal dengan alkohol dan fenol bukan merupakan
tatalaksana rutin pada pasien dengan nyeri kronik non kanker.
b. Injeksi obat non opioid intratekal : steroid bebas preservatif untuk neuralgia
post herpetik yang tidak respon dengan terapi lain.
c.Injeksi opioid intratekal dapat diberikan pada pasien nyeri kronik non kanker
dengan mempertimbangkan risiko yang dapat terjadi.
12. Prosedur spinal minimal invasif (seperti vertebroplasti) dapat digunakan untuk
terapi nyeri kronik yang berhubungan dengan fraktur kompresi vertebra.
Memperbaiki perfusi oksigen sambil menunggu bantuan hidup lanjut dan bantuan
definitif dapat diberikan.
Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat berkurangnya perfusi oksigen ke otak
Kebijakan
Bantuan hidup dasar dilakukan oleh dokter atau perawat yang telah terlatih untuk itu
Dokter anestesi atau residen anestesi yang ada memimpin tindakan resusitasi
Bantuan hidup dasar terdiri atas:
Pengenalan segera dari henti jantung dan aktivasi Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC)
Kompresi jantung/paru segera
Defibrilasi cepat
Prosedur
Tidak responsif
Tidak bernapas atau
tidak bernapas normal
Aktivasi Tim Medis Reaksi Cepat (TMRC)
Siapkan defbrilator
Cek nadi:
Teraba nadi
dalam 10 detik ?
Berikan 1 kali
napas tiap 5-6
detik
Ulangi
pemeriksaan
nadi setiap 2
AED/defibrilator
datang
Cek ritme :
Shockable?
Shockabl
Berikan 1 shock
Segera lanjutkan
kompresi
jantung/paru
Not
Segera lanjutkan
kompresi
jantung/paru selama
2 menit
Cek ritme setiap 2
menit, lanjutkan
sampai TMRC
Tujuan
Mengembalikan fungsi napas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh sebab yang
datangnya tiba-tiba.
Kebijakan
Tindakan memulai dan mengakhiri resusitasi dilakukan oleh dokter konsultan atau
residen atau perawat yang telah terlatih dan dinyatakan mampu melakukan
tatalaksana dengan segera dan tepat
Tindakan penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis
pasien
Prosedur
Resusitasi dimulai jika kriteria terpenuhi tetapi diragukan apakah kedua fungsi itu
terlatih dan dinyatakan mampu melakukan tatalaksana dengan segera dan tepat
Tindakan penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis
pasien
Prosedur
Alat dan bahan:
1. Umum
- Kanul intravena (20G untuk dewasa dan 22G untuk anak-anak).
- NaCl 0.9% yang diberi heparin 500-1000 U / 500 mL.
- Larutan antiseptic.
- Kassa steril.
- Sarung tangan steril.
- Plester.
- Lidokain 2% dalam spuit 1 mL.
2. Tambahan khusus untuk pemantauan kontinu tekanan darah sistemik:
- Kantung bertekanan (pressure bag).
- Tansduser yang dihubungkan dengan monitor.
- Pressure monitoring kit yang dihubungkan dengan transduser.
- Three-way panjang (6 inci), kecuali jika pressure monitoring kit telah dilengkapi
dengan three-way ini.
Prosedur:
-
Pressure monitoring kit dihubungkan dengan NaCl 0,9% berheparin yang dimasukkan
dalam kantung bertekanan.*
Pastikan tidak ada udara di sepanjang selang kit.*
Pompa kantung hingga tekanan 300 mmHg.*
Daerah yang akan dipunksi diekspos dengan cara mengganjal.
A dan antisepsis.
Infiltrasi lidokain pada tempat punksi.
Punksi pada arteri yang dimaksud menggunakan kanul intravena yang sesuai.
Setelah kanul terinsersi dengan baik, sambungkan dengan three-way panjang.
Tutup three-way ke arah proksimal, biarkan darah mengalir kaluar melalui port pada
three-way.
Tutup three-way ke arah distal (arah pasien).
Bilas (flush) cairan NaCl berheparin ke arah luar. Pastikan tidak ada udara lagi
sepanjang selang.
Tutup three-way ke arah port, bilas NaCl berheparin ke arah pasien.
Kalibrasi nilai tekanan.*
Fiksasi dengan plester, tutup tempat punksi dengan kassa steril setelah diberi
antiseptik.
Prosedur selesai.
telah terlatih dan dinyatakan mampu melakukan tatalaksana dengan segera dan tepat
Tindakan penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis
pasien
Prosedur
Alat dan bahan:
3. Umum
- Kanul intravena (20G untuk dewasa dan 22G untuk anak-anak).
- Kateter vena sentral.
- Guide wire.
- NaCl 0.9% yang diberi heparin 500-1000 U/ 500 mL.
- Manometer line atau pressure monitoring kit.
- Gaun dan sarung tangan steril.
- Duk bolong steril.
- Cairan antiseptik.
- Anestetik lokal dan spuit 3 mL.
- Spuit 3 mL.
- Needle holder.
- Benang silk 2.0.
- Penutup kepala dan masker.
- Kassa dan plester.
Tambahan untuk pengukuran TVS dengan alat monitor
Prosedur:
1. Lihat kondisi pasien.
2. Penjelasan kepada pasien dan/atau keluarganya tentang prosedur yang akan
dilakukan. Pastikan ada persetujuan tindakan medik tertulis.
3. Pasang monitor, minimal EKG dan oksimeter denyut. Bila perlu dapat diberikan
suplemen oksigen pada pasien.
4. Pelaku menggunakan tutup kepala, masker, mencuci tangan dan menggunakan gaun
serta sarung tangan steril.
5. Semua lumen kateter harus diperiksa patensinya dengan cara memasukkan NaCl 0.9%
yang telah diheparinisasi ke dalam setiap lumen, sekaligus menghilangkan ruang
udara dan mencegah bekuan darah di dalam lumen kateter.
6. Asisten memposisikan pasien sesuai lokasi pemasangan Jika vena subklavia atau vena
jugularis, pasien diposisikan head down 15-30 (jika perlu).
7. A dan antisepsis daerah insersi dan sekitarnya.
8. Lokasi insersi ditutup dengan duk bolong steril.
9. Pemberian anestetik lokal pada tempat insersi.
10. Pemasangan KVS dengan teknik Seldinger:
-
Setelah punksi vena, guide wire dimasukkan melalui jarum atau kanul intravena
sampai 20 cm atau sampai terlihat gambaran aritmia pada monitor EKG.
Setelah jarum atau kanul dicabut, dilator dimasukkan dengan panduan guide wire
setelah dilakukan insisi kulit seperlunya.
Setelah dilator dicabut, KVS dimasukkan dengan panduan guide wire.
Guide wire dicabut, dilakukan aspirasi darah, lalu dilakukan flushing dengan NaCl
berheparin. Prosedur diulangi untuk semua lumen.
KVS kemudian difiksasi dengan penjahitan pada kulit.
Beri daerah insersi cairan antiseptik, tutup dengan kassa steril.
Kateter disambungkan dengan transduser atau manometer.
Kalibrasi tekanan vena sentral.
Konfirmasi posisi kateter dengan foto toraks.
Defibrilasi
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Defibrilasi adalah terapi syok listrik dalam energi tertentu yang diberikan secara langsung
atau tidak langsung pada aritmia jantung.
Tujuan
Pemberian terapi yang efektif, dengan dosis yang sesuai
Mendapatkan hasil maksimal dari defibrilasi
Kebijakan
Defibrilasi merupakan terapi utama pada fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel
tanpa nadi
Lingkungan sekitar pasien harus dipastikan bebas dari pasien saat dilakukannya syok
Defibrilasi harus segera dilaksanakan bila didapati adanya VF atau pulseless VT
Pada penatalaksanaan VF/VT pada henti jantung hipotermik, syok diberikan sampai 3
kali. Ulangi syok kembali bila suhu tubuh telah naik di atas 30 C
Bila pasien terpasang implant pacu jantung, paddle atau pad diletakkan beberapa inci
dari generator pacu jantung pasien
Prosedur
Defibrilator konvensional (manual) monofasik atau bifasik
Hidupkan defibrillator
Pilih level energi 360 j untuk monofasik, atau yang sesuai untuk bifasik
Lead monitor pada I, II atau III bila telah terpasang lead monitor
Bila belum, pilih lead pada paddle
Berikan gel pada paddle
Posisikan paddle pada pasien (apex-sternum)
Cek monitor pada defibrilator, pastikan jenis irama jantung. Bila VF/VT siap untuk
defibrilasi
Umumkan pada anggota tim resusitasi: Charging defibrilator- stand clear
Tekan tombol charge pada paddle apex atau pada kontrol defibrilator
Bila proses charge telah selesai, umumkan sebelum syok dilakukan (atau yang sejenis
dengan di bawah ini):
Shock on three, One, Im clear. (periksa untuk memastikan bahwa operator tidak
kontak dengan pasien, tempat tidur pasien dan alat-alat)
Two, you are clear. (Periksa secara visual untuk memastikan bahwa tidak ada
yang kontak dengan pasien atau tempat tidur pasien. Pastikan bahwa pemberi
ventilasi tidak menyentuh alat-alat ventilasi, termasuk endotracheal tube)
Intubasi Endotrakea
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Intubasi endotrakea adalah tindakan pemasangan pipa endotrakea ke dalam trakea.
Indikasi:
Pemberian ventilasi mekanik
Mempertahankan jalan nafas:
Obstruksi jalan nafas atas:
Tujuan
Minimalisasi komplikasi yang mungkin timbul akibat intubasi endotrakea
Pemantauan dini komplikasi akibat intubasi endotrakea dan penatalaksanaan segera
Kebijakan
Intubasi endotrakea dilakukan oleh dokter anestesi atau residen yang telah dinyatakan
terlatih dan mampu oleh konsultan anestesi untuk melakukan intubasi endotrakea.
Residen anestesi yang belum terlatih dapat melakukan prosedur tersebut dengan
supervisi dokter konsultan anestesi atau residen anestesi yang telah terlatih
Dibutuhkan asisten yang telah terlatih selama prosedur
Bila ditemukan kesulitan intubasi, segera minta bantuan dari yang ahli
Intubasi orotrakea adalah tehnik intubasi standar di RSCM
Intubasi nasotrakea dapat dilakukan bila ada indikasi untuk itu
Metode intubasi:
Sebelum melaksanakan prosedur, dijelaskan terlebih dahulu pada pasien bila mungkin
dan pada keluarga pasien, kecuali pada keadaan emergensi atau pada tindakan
resusitasi. Izin tindakan tertulis dilengkapi dan ditandatangani pasien atau keluarga
pasien
Komplikasi:
Aspirasi
Kerusakan gigi
Epistaxis
Hipoksemia
Iskemik miokard
Edema paru
Intubasi endobronkial
Intubasi esofagus
Laringospasm
Intubasi endobronkhial
Pasca ekstubasi:
Nyeri tenggorokan
Suara serak
Stridor
Stenosis trakea
Laringospasm
Prosedur
Intubator merupakan koordinator tindakan intubasi, dibantu beberapa asisten yang
bertugas:
Memasukkan obat
Memberikan tekanan krikoid bila dibutuhkan
Melakukan in line cervical immobilisation bila diperlukan
Alat-alat krikotirotomi/krikotiroidotomi
Tujuan
Minimalisasi komplikasi yang mungkin timbul.
Pemantauan dini komplikasi dan penatalaksanaan segera dari komplikasi yang timbul.
Keamanan dan kenyamanan pasien terjamin selama pelaksanaan prosedur.
Kebijakan
Tindakan mengganti pipa endotrakea membutuhkan tenaga terlatih, asisten, obat-obatan dan
monitoring yang sama dengan standard intubasi endotrakea terdahulu.
Prosedur
Berikan FiO2 100%, pasien dengan pola ventilasi SV (sponatenous ventilation)
suctioning yang cukup, anatomi laring, derajat edema dan eksposure laring
Bila visualisasi laring baik dan edema laring minimal:
Asisten memberikan tekanan pada krikoid dan secara hati-hati dengan visualiasi langsung
pada saat laringoskopi dilakukan ekstubasi
Pertahankan laringoskopi dan ganti pipa endotrakea dengan visualisasi langsung
Bila visualisasi laring terganggu:
Gunakan ventilasi bougie/mandrene
Pada saat laringoskopi, asisten memasukkan bougie ke dalam pipa endotrakea sampai
diperkirakan ujung bougie terletak di distal ujung pipa endotrakea (lebih kurang 30 cm
dari pangkal pipa endotrakea)
Asisten mengontrol bougie untuk memastikan bougie tidak bergerak bila pipa endotrakea
digerakkan
Asisten yang lain memberikan tekanan pada krikoid dan dengan hati-hati dilakukan
ekstubasi
Pertahankan laringoskopi dan pastikan bahwa bougie tetap berada di bawah pita suara
pada saat ekstubasi
Pipa endotrakea dimasukkan dengan panduan bougie dan diteruskan sampai laring dan
trakea dengan visualisasi langsung
Cabut bougie
Inflasi cuff, dan pastikan letak ujung pipa endotrakea dengan auskultasi dan end tidal
CO2 bila ada
Lepaskan tekanan pada krikoid
Fiksasi pipa endotrakea
Hubungkan pipa endotrakea dengan ventilator
Foto toraks
Analisa gas darah
Kebijakan
Indikasi pemasangan pipa orofaring adalah: pasien yang tidak mampu menjaga jalan
nafasnya
Pipa orofaring terpasang dengan ukuran sesuai untuk pasien, yaitu pipa orofaring
yang panjangnya sesuai dengan jarak antara ujung mulut pasien ke telinga bawah
pasien. Ukuran terlalu besar atau kecil akan menutup jalan nafas pasien
Pada pasien sadar atau setengah sadar pemasangan pipa orofaring dapat merangsang
muntah
Hati-hati pemasangan alat ini pada anak karena dapat merangsang muntah
Prosedur
Masukkan pipa orofaring ke mulut dengan lengkungan menghadap ke langit-langit
Setelah masuk separuh panjangnya, alat diputar 180 derajat hingga lengkungannya
orofaring
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Adrenalin diindikasikan untuk:
Henti jantung:
VF, VT tanpa denyut, asistol, pulseless electrical activity
Bradikardi simtomatik: setelah atropine, dopamine dan transcutaneus pacing
Hipotensi berat
Reaksi anafilaksis, reaksi alergi berat: diberikan bersamaan dengan pemberian cairan
dalam jumlah banyak, kortikosteroid dan antihistamin
Prosedur
Henti jantung:
Dosis intravena:
1 mg adrenalin diberikan setiap 3 sampai 5 menit selama resusitasi. Setiap pemberian
diikuti dengan pemberian flush 20 ml NaCl 0,9%
Infus kontinu:
0,05 2 g/kg BB/menit ke dalam 250 ml NaCl 0,9% atau dekstrose 5%, titrasi sesuai
respon
Melalui pipa endotrakea:
2 sampai 2,5 mg dilarutkan dalam 10 ml NaCl0, 9%
Bradikardi atau hipotensi berat:
Infus dengan kecepatan 2 sampai 10 g/menit (atau 1 mg larutan 1:1000 dimasukkan ke
dalam 500 ml NaCl0,9%, beri dengan kecepatan 1-5ml/menit)
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Adrenalin diindikasikan untuk:
Henti jantung:
VF, VT tanpa denyut, asistol, pulseless electrical activity
Bradikardi simtomatik: setelah atropine, dopamine dan transcutaneus pacing
Hipotensi berat
Reaksi anafilaksis, reaksi alergi berat: diberikan bersamaan dengan pemberian cairan
dalam jumlah banyak, kortikosteroid dan antihistamin
Prosedur
Henti jantung:
Dosis intravena:
1 mg adrenalin diberikan setiap 3 sampai 5 menit selama resusitasi. Setiap pemberian
diikuti dengan pemberian flush 20 ml NaCl 0,9%
Infus kontinu:
0,05 2 g/kg BB/menit ke dalam 250 ml NaCl 0,9% atau dekstrose 5%, titrasi sesuai
respon
Melalui pipa endotrakea:
2 sampai 2,5 mg dilarutkan dalam 10 ml NaCl0, 9%
Bradikardi atau hipotensi berat:
Infus dengan kecepatan 2 sampai 10 g/menit (atau 1 mg larutan 1:1000 dimasukkan ke
dalam 500 ml NaCl0,9%, beri dengan kecepatan 1-5ml/menit)
Pemberian Digoksin
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Digoksin adalah salah satu obat penting dalam kegawatdaruratan kardiak.
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi untuk memperlambat respon ventrikel pada fibrilasi atrium atau flutter atrium
Obat alternatif untuk PSVT
Toksisitas dapat terjadi ditandai dengan timbulnya aritmia
Hindari kardioversi pada pasien yang mendapat terapi digoksin kecuali mengancam
jiwa, dengan menggunakan arus listrik rendah (10 sampai 20 joule)
Prosedur
Diberikan intravena atau infus pelan 0,25 mg atau 10 sampai 15 g/kg BB ideal
Penatalaksanaan Intoksikasi
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Intoksikasi adalah perubahan fisiologis atau tingkah laku yang disebabkan oleh substansi
kimia.
Tujuan
Memberikan pertolongan segera bagi pasien-pasien yang mengalami intoksikasi
Kebijakan
Penanganan intoksikasi dilakukan oleh dokter yang telah terlatih untuk itu
Prosedur
1. Lakukan penilaian terhadap pasien yang mengalami intoksikasi.
2. Lakukan stabilitasi dan pertahankan jalan nafas (Airway), pernafasan (Breathing), dan
sirkulasi (Circulation) terutama pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
3. Identifikasi terhadap penyebab pasti keracunan.
Pemberian Dobutamin
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Dobutamin salah satu obat penting dalam kegawatdaruratan
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi:
Kegagalan pompa jantung (gagal jantung kongestif, udem paru) dengan tekanan darah
sistolik 70100 mmHg dan tidak ada gejala syok
Hindari pemberiannya pada tekanan darah <100 mmHg dengan gejala syok
Efek samping: takiaritmia, fluktuasi tekanan darah, sakit kepala, mual
Pemberiannya tidak dicampurkan dengan bikarbonat
Prosedur
250 mg dobutamin dicampurkan dengan NaCl 0,9% atau Water For Injection (WFI),
Pemberian Dopamin
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Dopamin adalah salah satu obat penting dalam kegawat daruratan
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi:
Obat kedua setelah atropine untuk bradikardi simptomatik
Hipotensi (sistolik <70-100 mmHg) dengan tanda dan gejala syok
Dapat digunakan pada pasien hipovolemik setelah pemberian cairan adekuat
Pemberiannya tidak dicampur dengan natrium bikarbonat
Efek samping: takiaritmia, vasokonstriksi hebat
Prosedur
Dopamin 400 800 mg dicampurkan dalam NaCl 0,9%, atau Ringer laktat, atau
dekstrose 5%
Diberikan dengan infus kontinu, dititrasi sesuai respon pasien
Dosis rendah: 1-5 g/kg/menit
Dosis sedang: 50 g/kg/menit (dosis kardiak)
Dosis tinggi: 1020 g/kg/menit (dosis vasopresor)
Pemberian Heparin
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Heparin adalah salah satu antikoagulan yang sering dipakai
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Terapi lanjutan pada infark miokard akut, didahului pemberian fibrin-specific lytic
(misalnya alteplase)
Kontra indikasi:
Perdarahan aktif
Baru saja menjalani pembedahan intrakranial, intraspinal atau bedah mata
Hipertensi berat
Gangguan pembekuan darah
Perdarahan gastrointestinal
Dosis dan target laboratorium disesuaikan bila bersamaan dengan terapi fibrinolitik
Reversal efek heparin:
Protamine 25 mg , diberikan secara infus pelan selama 10 menit atau lebih
Tidak digunakan bila jumlah trombosit <100 000 atau pada pasien dengan riwayat
heparin-induced-thrombocytopenia
Prosedur
Drip intravena: Dewasa : 10.000 IU 20.000 IU/24 jam.
Anak
: disesuaikan dengan berat badan.
Teruskan infus 12 IU/kg/jam
Sesuaikan sampai didapat activated partial thromboplastin time (aPTT) 1,5 sampai 2
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi:
Hiperkalemia (misalnya pada gagal ginjal)
Hipokalsemia (misalnya setelah transfusi berulang)
Antidotum terhadap efek toksik dari overdosis calcium channel blocker
Profilaksis terhadap hipotensi sebelum penyuntikan calcium channel blocker
Hipermagnesemia
Tidak digunakan rutin pada keadaan henti jantung
Tidak boleh tercampur dengan natrium bikarbonat
Pemberian terlalu cepat dapat mengakibatkan bradikardia atau asistole (terutama bila
Prosedur
Diberikan secara intravena bolus pelan 8 sampai 16 mg/kg BB (biasanya sekitar 5-10
ml) pada keadaan hiperkalemia dan overdosis calcium channel blocker. Dapat
diulang bila dibutuhkan
2 sampai 4 mg/kgBB (biasanya 2 ml) intravena pelan sebagai profilaksis pemberian
calcium channel blocker
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi pemberian natrium bikarbonat:
Obat utama bila diketahui adanya hiperkalemia
Asidosis yang respon terhadap pemberian bikarbonat (diabetic ketoasidosis) atau
overdosis obat (overdosis antidepresan trisiklik, kokain, diphenhidramin, aspirin)
Resusitasi jantung paru lama dengan ventilasi yang efektif, atau setelah kembalinya
sirkulasi normal setelah periode henti jantung lama
Tidak bermanfaat dan tidak efektif diberikan pada asidosis hiperkarbi (misalnya pada
Prosedur
Diberikan melalui infus 1 mEq/kg BB intravena bolus
Setengah dosis ini dapat diulang setiap 10 menit kemudian
Bila tersedia cepat, gunakan hasil pemeriksaan analisa gas darah sebagai panduan
Pemberian Norepinefrin
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Norepinephrine adalah salah satu obat penting dalam kegawatdaruratan kardiak.
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi pemberiannya pada syok kardiogenik berat atau hipotensi signifikan (tekanan
Prosedur
Larutkan 4 mg norepinefrin dalam dekstrose 5% atau dekstrose5% NaCl0,9% atau
Pemberian Oksigen
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Terapi oksigen adalah terapi penting dalam kegawatdaruratan kardiopulmoner.
Tujuan
Pemberian obat yang sesuai indikasi, dosis yang sesuai dan dengan cara pemberian
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Oksigen diberikan berasal dari tabung oksigen atau sumber oksigen yang telah
diinstal melalui pipa di dinding ruangan, dan dihantarkan ke pasien melalui alat
penghantar khusus
Oksigen diindikasikan untuk:
Oksimetri denyut, bila tersedia, merupakan salah satu cara memantau dan mentitrasi
dengan vasokonstriksi
Prosedur
Alat
Flow
Kanul hidung
6 24 44%
liter/menit
Venturi mask
6 24 40%
liter/menit
Sungkup muka
610
liter/menit
35 60%
15 liter/menit
sampai
100%
Partial
rebreathing
Bag mask
Ventilator
O2 %
sampai
100%
yang tepat
Semua obat, jumlah dan cara pemberian dicatat pada rekam medis pasien
Kebijakan
Indikasi:
Prosedur
Bradikardi:
0,5 sampai 1 mg intravena setiap 3 sampai 5 menit sesuai kebutuhan, tidak melebihi dosis
maksimal 0,04 mg/kg BB
Dapat digunakan interval dosis yang lebih singkat (setiap 3 menit) dengan dosis maksimal
yang lebih tinggi (0,04 mg/kg BB) pada keadaan klinis yang berat
Kebijakan
Penatalaksanaan bradikardi dilakukan oleh dokter atau residen yang telah dinyatakan
Prosedur
Pasien dengan denyut jantung < 50x/menit, lakukan penilaian klinis untuk
sinkop, dyspnea, hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg), kerusakan fungsi organ
karena hipoperfusi, atau syok kardiogenik.
Berikan 0.5 mg atropine IV dan nilai ulang perbaikan klinis.
Jika bradikardi menetap, ulangi sampai dosis maksimum 3 mg.
Jika ada perbaikan, observasi pasien dan konsultasi dengan spesialis kardiologi.
Jika tidak ada perbaikan, pertimbangkan pacu jantung. Konsultasi dengan spesialis
kardiologi.
Jika pacu jantung tidak tersedia, pertimbangkan pemberian infuse epinefrin (2 10
g/min), dopamin (2 -10 g/kg/min), dan theophyilin (100 200 mg, bolus lambat).
Pasien yang stabil atau merenspon terhadap atropine harus dirawat di ICU dan
pertimbangkan pemasangan pacu jantung jika ada resiko asistol, seperti:
Riwayat asistol
Mobitz tipe II AV block
Complete block dengan wide QRS complex
Ventricular pause > 35 detik.
denyut
Menurunkan mortalitas akibat fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel tanpa denyut
Kebijakan
Penatalaksanaan fibrilasi ventrikel dan takikardi ventrikel tanpa denyut dilakukan
oleh dokter konsultan atau residen atau perawat yang telah terlatih dan dinyatakan
mampu melakukan tatalaksana dengan segera dan tepat
Tindakan penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis
pasien
Prosedur
ALGORITMA AHA 2010
Prosedur
4. Penilaian awal yang cepat harus dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan penghentian
penggunaan obat atau alergen yang menyebabkan reaksi anafilaksis tersebut.
5. Pertahankan jalan nafas, pernafasan, berikan oksigen.
6. Baringkan penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk
meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung (preload).
7. Penilaian awal yang cepat harus dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan penghentian
penggunaan obat atau alergen yang menyebabkan reaksi anafilaksis tersebut.
8. Pemasangan IV line dengan diameter yang besar. Jika terdapat tanda syok, resusitasi
dengan cairan kristaloid 20cc/kg BB.
9. Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa secara
subcutan/ intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan
membaik.
10. Pemberian antialergi diphenhidramin 50 mg IV.
11. Jika disertai dengan spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 46 mg/kgBB IV dilarutkan dalam 10 ml
NaCl 0,9%.
12. Dapat juga diberikan kortikosteroid hidrokortison 7-10 mg/ KgBB
13. Setelah syok sudah teratasi, penderita harus tetap diawasi/diobservasi untuk
mengantisipasi timbulnya syok kembali.
itu
Prosedur
1. Optimalisasikan oksigenasi dan ventilasi dengan mentiitrasi FiO2 untuk
mempertahankan saturasi O2 94%
2. Asses dan perbaiki syok persisten:
- Identifikasi dan tangani faktor-faktor pendukung yang mungkin terjadi, seperti
Hipovolemia,
Hipoksia,
Hydrogen
ion
(asidosis),
HipoglikemiaHipo/hiperkalemia, Hipotermia, Tension Pneumotoraks, Tamponade
Jantung, Toksin, Trombosis pulmoner, Trombosis koroner, Trauma.
- Pertimbangkan pemberian krisitaloid isotonic 20 ml/KgBB IV atau 10 ml/KbBB
jika ada kecurigaan gangguan jantung.
3. Bila syok hipotensi, masukkan Epinefrin atau Dopamin atau Norepinefrin
4. Bila syok Normotensi, masukkan Dobutamin atau Dopamin
5. Monitor dan tangani hipoglikemia
6. Asses Analisa Gas Darah, elektrolit, dan Kalsium
7. Jika Pasien tetap dalam kondisi koma setelah resusitasi dari henti jantung,
pertimbangkan terapi hipotermia (32 oC 34 oC)
Penatalaksanaan Takiaritmia
Batasan dan uraian umum
Pengertian
Mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat takiaritmia.
Tujuan
Penatalaksanaan segera dan tepat kasus takiaritmia.
Menurunkan mortalitas akibat takiaritmia.
Kebijakan
Penatalaksanaan aritmia dilakukan oleh dokter atau residen yang telah dinyatakan
Prosedur
Penilaian awal pada pasien yang dicurigai memiliki kelainan jantung dari riwayat
Kebijakan
Penatalaksanaan pulseless electrical activity dilakukan oleh dokter konsultan atau
residen atau perawat yang telah terlatih dan dinyatakan mampu melakukan
tatalaksana dengan segera dan tepat
Tindakan penatalaksanaan dan obat-obatan yang diberikan dicatat pada rekam medis
pasien
Prosedur
ALGORITMA AHA 2010