SKILLS LAB
SEMESTER II
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2020/2021
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
PENANGGUNG JAWAB
dr. Indra Janis, M.K.T
dr. Dewi Pangestuti, M.Biomed
dr. Siska Anggreni Lubis, Sp.KK, M.Pd.Ked, FINSDV
dr. Alamsyah Lukito, M.Kes
EDITOR
dr. Surya Martua Horas Harahap, M.Ked (Surg), Sp.B
dr. Effriandi, M.Ked (Paru), Sp.P
dr. Sinta Veronica, M.Kes
dr. Halimah Tania, MMedEd
dr. Surya Akbar, MMedEd
dr. Tezar Samekto Darungan, MMedEd
PENYUSUN
dr. Julahir Hodmatua Siregar, M.Kes, M.Ked (PD), Sp.PD
dr. Wika Hanida Lubis, Sp. PD, Kpsi
Dr. dr. Umar Zein, DTM&H, Sp.PD, KPTI
Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD (K), P (K), AI, Sp.MK (K)
Prof. dr. Habibah Hanum, Sp.PD, Kpsi
dr. Tamam Anugrah Tamsil, Sp.P
dr. Anita Fressia, M.Ked (Paru), Sp.P
dr. Monalisa Elizabeth, M.Ked (Ped), Sp.A
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Bagian Radiologi
Bagian Ilmu Penyakit Paru
i
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat, bimbingan,
petunjuk-Nya atas selesainya Rancangan Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester II
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara yang merupakan karya Tim Skills Lab
FK UISU, para pakar dan kontributor ilmu yang terlibat serta editor Tim MEU FK. UISU.
Sesuai dengan SKMendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang
berbasis Kompetensi, Standar Kompetensi Dokter sesungguhya merupakan bagian dari
Standar Pendidikan Profesi Dokter.
Konsil Kedokteran Indonesia melalui keputusan No. 11 tahun 2012, telah mensahkan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia 2012 sesuai dengan amanah Undang-Undang RI No. 29
Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Modul Keterampilan Klinik ini dibuat mengacu pada
perkembangan terkini dari paradigma pendidikan dokter serta mempertimbangkan Misi dan
Visi Universitas Islam Sumatera Utara, dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di tanah air kita.
Akhir kata, kami berharap Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester II, ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, dan semoga segala usaha yang telah dilakukan, dapat berhasil
guna dalam rangka mencapai tujuan, Misi, dan Visi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara. Amin.
ii
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR ISI
PENYUSUN .............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii
TATA TERTIB INSTRUKTUR ........................................................................................... iv
DESKRIPSI KEGIATAN ....................................................................................................... v
PELAKSANAAN UJIAN SKILLS LAB .............................................................................vii
MATERI KE I: PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG ......................................................... 1
MATERI KE II: PEMERIKSAAN FISIK PEMBULUH DARAH .................................. 20
MATERI KE III: PEMASANGAN DAN INTERPRETASI EKG ................................... 29
MATERI KE IV: PROSEDUR PEMASANGAN SELANG NASOGASTRIK (NGT) ... 40
MATERI KE V: ANAMNESIS PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH 51
MATERI KE VI: PEMERIKSAAN FISIK THORAKS (SISTEM RESPIRASI) ........... 64
MATERI KE VII: PEMERIKSAAN SPIROMETRI DAN PEAKFLOW METER ....... 88
MATERI KE VIII: INTERPRETASI FOTO RONTGEN THORAKS ......................... 102
MATERI KE IX: TERAPI OKSIGEN DAN TERAPI INHALASI ............................... 127
MATERI KE X: ANAMNESIS PENYAKIT PARU ........................................................ 148
MATERI KE XI: PEMERIKSAAN RONGGA GIGI DAN MULUT ............................ 167
MATERI KE XII: PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SALURAN CERNA.................. 170
MATERI KE XIII: PEMERIKSAAN COLOK DUBUR & KLISMA/ENEMA ........... 188
MATERI KE XIV: ANAMNESIS PENYAKIT SALURAN CERNA ............................ 191
MATERI KE XV: TERAPI CAIRAN PADA ANAK ...................................................... 194
PENUTUP............................................................................................................................. 203
iii
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Tata tertib yang harus diketahui Instruktur untuk kelancaran acara pelatihan ini adalah:
1. Instruktur / pelatih diharapkan hadir 15 menit sebelum acara pelatihan dimulai
2. Jika instruktur tidak dapat hadir sesuai dengan jadwal yang ditentukan, instruktur harus
melapor ke Pengelola Keterampilan Klinik Semester II yang berkoordinasi dengan unit
Laboratorium Keterampilan Klinik (Skills Lab) FK UISU, paling lambat 1 hari
sebelumnya.
3. Instruktur harus berada di ruangan keterampilan klinik selama proses pelatihan
berlangsung, yaitu selama 2 x 50 menit (± 100 menit) / pertemuan /latihan.
4. Setiap instruktur wajib mengisi dan mengembalikannya kepada Pengelola
Keterampilan Klinik Semester II setelah pelatihan selesai, yaitu:
• Lembaran berita acara pelatihan.
• Lembaran daftar absensi (kehadiran) mahasiswa acara pelatihan.
• Lembaran evaluasi/hasil pengamatan instruktur terhadap keterampilan mahasiswa
(bila ada).
iv
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Metode STEPS:
S – Set the foundation of prior knowledge. Instruktur membentuk dasar dari pengetahuan
awal terkait keterampilan yang diajarkan. Instruktur dapat menjelaskan pentingnya
keterampilan tersebut dan konteks dimana keterampilan tersebut dilakukan.
T – Tutor demonstration. Instruktur mempraktekkan keterampilan yang akan diajarkan
didepan peserta pelatihan. Keterampilan yang diperlihatkan oleh instruktur dilakukan
tanpa diberi komentar dan bila diperlukan dapat diulang kembali.
E – Explain with repeat demonstration. Instruktur mengulang kembali keterampilan
yang diajarkan sambil menjelaskan tahapan demi tahapan yang dilakukan.
P – Practice under supervision. Instruktur mempersilahkan masing-masing peserta
mempraktikan keterampilan yang diajarkan dibawah pengawasannya dan dilakukan
secara satu persatu. Saat satu peserta mempraktekkan keterampilan tersebut, maka
peserta lain akan melihat tindakan yang dilakukan oleh peserta tersebut. Disetiap akhir
melakukan tindakan keterampilan klinis tersebut, maka instuktur dan peserta lain
memberikan umpan balik (feedback) kepada peserta yang melakukan praktek
keterampilan tersebut.
S – Subsequent deliberated practice encouraged. Instruktur mempersilahkan seluruh
peserta mempraktekkan keterampilan klinis yang diajarkan secara mandiri.
Diharapkan dengan adanya pengulangan secara mandiri oleh peserta pelatihan, maka
peserta dapat mempraktekkan keterampilan tersebut dengan lebih luwes.
v
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Untuk keterampilan klinis yang tergolong dalam keterampilan non teknis, maka metode
pengajaran dapat menggunakan metode SISFR.
Metode SISFR:
S – Set the context and identify roles and outcomes. Instruktur menjelaskan konteks
keterampilan yang diajarkan akan diterapkan, peran peserta dalam melaksanakan
keterampilan tersebut, bagaimana keadaan dari penderita, dan hasil akhir yang
diharapkan dari pelaksanaan keterampilan tersebut.
I – Immerse in roles and practice. Instrukur mempraktekkan keterampilan non teknis
yang diajarkan dengan cara bermain peran (role play). Instruktur dapat menjelaskan
apa yang dilakukannya kepada peserta pelatihan, sehingga memberikan gambaran
besar tentang pelaksanaan keterampilan tersebut.
S – Intervention to summarize progress. Instruktur memberikan penekanan terhadap
kesimpulan keterampilan yang dilakukan.
F – Feedback. Instruktur dan seluruh peserta memberikan umpan balik terkait
pelaksanaan keterampilan tersebut.
vi
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
vii
Keterampilan Klinik
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE I
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
(Bagian Ilmu Penyakit Dalam)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemeriksaan fisik jantung diharapkan dapat:
1. Melakukan inspeksi pada dinding thoraks terkait pemeriksaan fisik jantung.
2. Melakukan palpasi pada dinding jantung terkait pemeriksaan fisik jantung.
3. Melakukan auskultasi bunyi jantung sesuai dengan area katup jantung.
4. Mengenali bunyi jantung normal dan abnormal.
C. PENDAHULUAN
Setelah melakukan anamnesis penyakit kardiovaskuler, langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah melakukan pemeriksaan fisik, untuk mencari ada tidaknya kelainan-
kelainan (abnormalitas) pada jantung dan pembuluh darah. Temuan yang didapatkan dapat
dipergunakan untuk memperkuat informasi-informasi yang didapatkan dari anamnesis,
sehingga dapat membantu dokter dalam menegakkan diagnosis pasti.
Seperti halnya pemeriksaan pada sistem organ lainnya, pemeriksaan fisik jantung dan
pembuluh darah, terdiri dari pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Agar
dapat melakukan pemeriksaan fisik jantung dan pembuluh darah dengan baik dan benar,
pemeriksa terlebih dahulu harus mengetahui topografi jantung, serta titik-titik dan garis
yang dapat dijadikan tolak ukur dalam melakukan pemeriksaan fisik.
Keterampilan Klinik 1
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Jantung yang normal terdiri dari empat ruang utama yang terdiri dari dua
ventrikel yaitu ventrikel kanan dan kiri serta dua atrium kanan dan kiri. Di antara atrium
dan ventrikel terdapat katup-katup yang berfungsi menjaga proses sirkulasi darah
berjalan dengan baik. Keempat katup tersebut adalah katup aorta dan pulmonal yang
terdapat pada daerah basis jantung, serta katup mitral dan trikuspid pada daerah apeks
jantung.
Gambar 1. Struktur Anatomi Luar Jantung Gambar 2. Struktur Anatomi Dalam Jantung
Keterampilan Klinik 2
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterangan Gambar
• Area Apeks, merupakan lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup mitral. Area
ini terletak pada sela iga ke-5 kiri, sekitar 2 jari sebelah medial garis midklavikula.
• Area Trikupidalis, merupakan lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup
trikuspidalis. Area ini terletak pada sela iga ke-4 dan ke-5 garis sternal kiri dan
kanan
• Area Pulmonal, terletak pada sela iga ke-2 garis sternal kiri. Area ini merupakan
lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup pulmonal
• Area Aorta, terletak pada sela iga ke-2 garis sternal kanan. Area ini merupakan
lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup aorta
• Area Septal (Erb’s Point), merupakan lokasi pemeriksaan auskultasi untuk
mendengarkan bising jantung yang disebabkan adanya defek pada atrium (ASD),
atau pada ventrikel (VSD). Terletak pada sela iga ke-3 garis sternal kiri
• Angulus Sternalis Ludovici, merupakan tonjolan tulang yang terletak diantara
manubrium dan corpus sterni. Titik ini merupakan tempat melekatnya tulang iga
kedua dengan corpus sterni, dan dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menghitung sela iga. Pada pemeriksaan fisik jantung, angulus sterni ludovici
digunakan sebagai pedoman dalam pemeriksaan tekanan vena jugularis eksterna.
Keterampilan Klinik 3
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Semi-Supine Jantung
❖ Inspeksi
Teknik pemeriksaan inspeksi dilakukan pertama-tama adalah mengamati
dengan seksama penampilan pasien, yang mungkin berkaitan dengan adanya penyakit
pada jantung dan pembuluh darah, seperti pasien yang telihat lelah dan lesu karena
berkurangnya cardiac output, gelisah karena sesak nafas terus menerus, atau muka
yang meringis karena rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada dada.
Amatilah dinding dada dengan seksama. Perhatikan ada tidaknya kelainan pada
dinding dada, seperti jaringan parut bekas operasi (misalnya torakostomi atau median
sternotomi), kelainan bentuk toraks (misalnya pectus excavatum), dan frekuensi nafas
yang meningkat pada kasus edema paru karena kegagalan fungsi ventrikel kiri, dan
lain sebagainya. Pada organ jantung sendiri, dilakukan pengamatan terhadap pulsasi
pada daerah apeks, pulmonal, aorta, dan trikuspid. Pada keadaan normal, pulsasi pada
daerah pulmonal, aorta, dan trikuspid tidak terlihat. Pulsasi apeks (ictus cordis) dalam
keadaan normal, akan terlihat sebagai pulsasi yang terlokalisir pada sela iga ke-5 kiri,
kira-kira 2 cm sebelah medial garis midklavikula kiri.
Lakukan juga pengamatan terhadap kelainan pada organ-organ tubuh yang
memiliki hubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah. Sebagai contoh,
sianosis sentral yang ditandai dengan bibir pasien yang membiru, adanya clubbing
finger karena cardiac output yang terganggu, sehingga distribusi oksigen jaringan
menjadi buruk, serta ada tidaknya edema anggota tubuh terutama pada tungkai.
Keterampilan Klinik 4
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
❖ Palpasi
Pemeriksaan palpasi dilakukan dengan melakukan perabaan pada area mitral,
trikuspid, aorta, pulmonal, dan septal dengan menggunakan ujung-ujung jari atau
telapak tangan pemeriksa. Yang diperiksa pada pemeriksaan palpasi antara lain :
a. Pulsasi katup-katup jantung. Letakkan ujung jari telunjuk tangan kanan pemeriksa
pada lokasi katup aorta, pulmonal, septal, dan trikuspid untuk merasakan ada
tidaknya pulsasi katup jantung.
b. Pulsasi apeks jantung (ictus cordis). Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa
pada dinding toraks sebelah kiri setinggi sela iga ke-5 kiri, 2 cm sebelah medial
garis midklavikula kiri. Lakukanlah penilaian terhadap pulsasi yang dirasakan.
Dalam keadaan normal ictus cordis akan teraba sebagai denyutan, atau tendangan
halus pada jari-jari tangan kanan pemeriksa (ictus cordis +). Lakukan juga
penilaian juga terhadap letak (berapa cm dari garis midsternum), dan ukurannya
(normal 2 cm).
Keterampilan Klinik 5
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
c. Palpasi untuk menilai ada tidaknya heaves, yaitu rasa seperti gelombang pada
telapak tangan pemeriksa. Untuk mempalpasi heaves, letakkanlah telapak tangan
pemeriksa pada daerah parasternal sebelah kiri pada toraks. Heaves dapat
ditemukan pada kasus insufisiensi katup mitral dan pembesaran ventrikel kanan
d. Palpasi untuk menilai ada tidaknya thrill, yaitu getaran yang terasa karena desiran
aliran darah. Untuk mempalpasi thrill, letakkanlah telapak tangan penderita
sehingga meliputi area katup aorta dan pulmonal. Thrill terjadi karena adanya
turbulensi aliran darah, yang pada auskultasi terdengar sebagai murmur. Murmur
derajat 4 dapat dipalpasi dan dinyatakan sebagai thrill. Thrill dapat dibedakan
menjadi thrill sistolik dan diastolik, tergantung di fase mana thrill dirasakan.
❖ Perkusi
perkusi jantung dilakukan dengan melakukan pengetukan pada dinding toraks,
yaitu pada sela iga. Pemeriksaan ini diawali dengan meletakkan telapak tangan kiri
pada dinding toraks, kemudian tekan sedikit jari telunjuk atau jari tengah tangan kiri
(jari fleksimeter) pada sela iga daerah toraks yang akan diperiksa. Bagian tengah
falang medial dari jari fleksimeter kemudian diketuk dengan ujung jari tengah kanan
(jari fleksor), menggunakan sendi pergelangan tangan sebagai poros. Tujuan dari
pemeriksaan perkusi adalah menentukan batas jantung kanan, batas jantung kiri, dan
batas jantung atas.
a) Batas Jantung Kanan.
Dengan pemeriksaan perkusi dapat ditentukan batas jantung kanan relatif dan
maupun absolut. Batas-batas jantung dapat melebar, bila terjadi pembesaran atrium
maupun ventrikel jantung, sebaliknya batas jantung juga dapat menyempit,
misalnya pada kasus emfisema paru yang berat (jantung pendulum).
Keterampilan Klinik 6
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
❖ Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi bertujuan untuk mendengarkan bunyi-bunyi jantung,
irama jantung, dan bising jantung bila terdapat kelainan pada jantung. Sebelum
Keterampilan Klinik 7
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 8
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Area Pulmonal, terletak pada sela iga ke-2 garis sternal kiri. Area ini merupakan
lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup pulmonal.
- Area Aorta, terletak pada sela iga ke-2 garis sternal kanan. Area ini merupakan
lokasi pemeriksaan auskultasi bunyi katup aorta.
Gambar 12. Auskultasi Daerah Aorta Gambar 13. Auskultasi Daerah Pulmonal
Keterampilan Klinik 9
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 14. Auskultasi Daerah Trikuspid Gambar 15. Auskultasi Daerah Mitral
Gambar 16. Auskultasi Daerah Mitral (bell) Gambar 17. Auskultasi Daerah Trikuspid (bell)
Keterampilan Klinik 10
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 11
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 12
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Derajat 6. Bila murmur (bising jantung) terdengar dengan jelas tanpa harus
menggunakan stetoskop.
▪ Kualitas Murmur. Murmur dapat terdengar kasar seperti bunyi gesekan yang
disebut rumble. Ditemukan pada kasus stenosis mitral dan merupakan murmur
diastolik. Murmur dapat juga terdengar halus seperti bunyi tiupan angin dan
biasanya terdengar pada fase sistolik.
Gambar 21. Punctum Maximum Murmur Aorta Gambar 22. Konfigurasi Murmur
Keterampilan Klinik 13
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
7. Irama Jantung.
Irama jantung yang normal adalah irama yang teratur (reguler), bergantian antara bunyi
jantung I dan bunyi jantung II, dengan denyut jantung antara 60-100 kali per menit.
Irama jantung (beat) dapat dilihat dalam gambaran elektrokardiografi sebagai irama
sinus yang teratur. Selain irama normal beberapa irama jantung lainnya yang sering
ditemukan adalah:
▪ Irama Jantung Irreguler. Merupakan irama jantung yang tidak teratur, ditemukan
pada keadaan-keadaan patologis, seperti pada kasus ventrikel ekstra sistole
(VES), dimana terdengar denyut jantung tambahan pada irama jantung yang
reguler, atau pada kasus atrial dan ventrikel fibrilasi, yang dapat dilihat dalam
gambaran elektrokardiografi sebagai irama jantung yang tidak teratur dan cepat.
Irama jantung seperti ini merupakan pertanda kegawat daruratan medis
kardiovaskuler.
▪ Irama Gallop. Irama jantung ini dinamakan gallop karena terdengar seperti
bunyi derap sepatu kuda yang sedang berlari. Irama gallop biasanya dapat
terdengar di daerah apeks terutama pada pasien kasus gagal jantung. Irama
gallop ditandai dengan terdengarnya bunyi jantung tambahan yaitu bunyi
jantung III atau bunyi jantung IV, dengan irama jantung yang cepat.
Keterampilan Klinik 14
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Bunyi Jantung IV. Merupakan bunyi jantung tambahan yang terdengar sesaat
sebelum bunyi jantung I, dan biasanya terdengar pada daerah apeks jantung. Bunyi
ini timbul karena kontraksi atrium yang kuat dalam memompakan darah ke
ventrikel. Ditemukan pada kasus gagal jantung, dan dapat terdengar dengan
pemeriksaan auskultasi jantung dengan stetoskop sebagai irama gallop.
F. CARA KERJA
Keterampilan Klinik 15
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Perkusi
1. Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan lambung dilakukan perkusi ke medial
untuk menentukan batas kiri jantung (redup). Jari tangan yang mengetuk (perkusor)
harus tegak lurus dengan bidang yang sejajar dengan jantung pada bagian jari yang
diketuk (plesimeter)
2. Perkusi pada linea parasternalis kiri ke bawah untuk menentukan pinggang jantung
(redup).
3. Perkusi pada linea midklavikula kanan untuk mencari batas paru (sonor) dengan
hepar (redup).
4. Pada posisi 2 jari di atas batas paru dengan hati dilakukan perkusi ke medial untuk
menentukan batas kanan jantung (redup).
Keterampilan Klinik 16
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Auskultasi
1. Melakukan pemeriksaan auskultasi sambil membandingkan dengan meraba pulsasi
arteri karotis.
2. Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kanan untuk mendengarkan
bunyi katup aorta.
3. Auskultasi pada daerah sela iga 2 linea parasternalis kiri untuk mendengarkan bunyi
katup pulmonal.
4. Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea parasternalis kiri untuk
5. mendengarkan bunyi katup trikuspid, dibandingkan waktu inspirasi dan ekspirasi.
6. Auskultasi pada daerah sela iga 4-5 linea midclavicular kiri untuk mendengarkan
bunyi katup mitral.
7. Setelah pemeriksaan selesai, meminta pasien untuk memakai pakaian kembali
8. Merapikan alat
9. Mencuci tangan
Keterampilan Klinik 17
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 18
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Inspeksi pemeriksaan fisik jantung
2. Palpasi pemeriksaan fisik jantung (iktus, haves, thrill)
3. Perkusi pemeriksaan fisik jantung
4. Auskultasi pemeriksaan fisik jantung
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
Keterampilan Klinik 19
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE II
PEMERIKSAAN FISIK PEMBULUH DARAH
( PENGUKURAN TEKANAN VENA JUGULARIS/TVJ, PALPASI ARTERI:
KAROTIS, RADIALIS, BRACHIALIS, FEMORALIS, POPLITEA, DORSALIS
PEDIS, TIBIALIS
(Julahir Hotmatua Siregar, Wika Hanida Lubis, Umar Zein, Azhar Tanjung,
Habibah Hanum Nasution)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemeriksaan fisik pembuluh darah diharapkan
dapat:
1. Pemeriksaan Fisik Tekanan Vena Jugularis
2. Pemeriksaan Fisik Palpasi arteri karotis
3. Pemeriksaan Fisik arteri radialis
4. Pemeriksaan Fisik arteri brachialis
5. Pemeriksaan Fisik arteri Femoralis
6. Pemeriksaan Fisik arteri Poplitea
7. Pemeriksaan Fisik arteri Dorsalis Pedis
8. Pemeriksaan Fisik arteri Tibialis Posterior
C. PENDAHULUAN
Pemeriksaan Fisik pembuluh darah bertujuan untuk melakukan penilaian/evaluasi
terhadap aliran darah. Aliran darah ini dipengaruhi oleh berbagai organ dan juga berbagai
kondisi dari tubuh. Pada pemriksaan fisik oembuluh darah penilaiandilakukan terhadap
beberapa hal seperti: Frekwensi, Irama, tegangan dan Volume, selain itu juga bisa dilihat
kecepatan pengisian dari pembuluh darah.
Keterampilan Klinik 20
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS/TVJ
1. Lakukan informed concernt / persetujuan tindakan medis.
2. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
3. Meminta pasien untuk tidur terlentang dengan bantal dengan sudut 30-450.
4. Miringkan kepala menghadap arah yang berlawanan dari arah yang akan di
periksa/menghadap kiri.
5. Identifikasi/tentukan pulsasi vena Jugularis.
6. Menekan vena dengan 1 jari disebelah atas clavicula.
7. Menekan vena disebelah atas dekat mandibula dengan jari yang lain.
8. Melepas tekanan disebelah bawah di atas clavicula.
9. Perhatikan sampai dimana vena terisi waktu inspirasi biasa.
10. Membuat bidang datar melalui angulus ludovici sejajar lantai.
11. Menghitung jarak antara puncak pengisian vena dengan bidang datar yang melalui
angulus ludovici.
12. Catat dan buat laporan pengukuran TVJ.
Keterampilan Klinik 21
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 22
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
ARTERI RADIALIS
1. Mencari denyut a. radialis pada pergelangan tangan kanan dan kiri pasien dengan
palpasi menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
2. Menilai frekuensi, kekuatan dan irama denyut a. radialis selama 1 menit.
3. Melaporkan hasil penilaian frekuensi, kekuatan dan irama denyut a. radialis.
ARTERI BRACHIALIS
1. Mencari denyut a. brachialis pada fossa cubiti lengan kanan dan kiri pasien dengan
palpasi menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
2. Menilai frekuensi, kekuatan dan irama denyut a. brachialis selama 1 menit.
3. Melaporkan hasil penilaian frekuensi, kekuatan dan irama denyut a. Brachialis.
Keterampilan Klinik 23
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
ARTERI FEMORALIS
1. Mencari denuyt arteri femoralis di bawah ligamentum inguinalis, antara SIAS dengan
Simfisis Pubis.
2. Lakukan palpasi dengan dua tangan, satu diatas yang lainnya, terutama pada orang
gemuk.
3. Melaporkan hasil penilaian frekuensi, kekuatan dan irama denyut arteri femoralis.
ARTERI POPLITEA
1. Mencari denyut arteri poplitea pada fossa poplitea kanan dan kiri pasien dengan
palpasi menggunakan jari telunjuk dan jari tengah.
2. Fleksikan tungkai pasien sekitar 900, sandarkan tungkai ke bahu pemeriksaa atau
lengan atas pemeriksa, minta pasien untuk melemaskan tungkainya.
3. Menilai frekuensi, kekuatan dan irama denyut arteri poplitea selama 1 menit.
4. Melaporkan hasil penilaian frekuensi, kekuatan dan irama denyut arteri poplitea
Keterampilan Klinik 24
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
.
Gambar 7. palpasi arteri Poplitea
Keterampilan Klinik 25
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 26
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 27
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN FISIK PEMBULUH DARAH
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Pemeriksaan Tekanan Vena Jugularis (TVJ)
2. Palpasi arteri karotis
3. Palpasi arteri radialis
4. Palpasi arteri brachialis
5. Palpasi arteri femoralis
6. Palpasi arteri poplitea
7. Palpasi arteri dorsalis pedis
8. Palpasi arteri tibialis posterior
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
1. Kolegium Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Teknik Pemeriksaan dan Prosedur Klinis Ilmu
Penyakit Dalam. PAPDI:2017
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia: Panduan Ketrampilan Klinis Bagi dokter di
Fasilitas Primer, ed.1:2017
Keterampilan Klinik 28
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE III
PEMASANGAN DAN INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
(Julahir Hotmatua Siregar, Wika Hanida Lubis, Umar Zein, Azhar Tanjung,
Habibah Hanum Nasution)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemasangan dan interpretasi EKG diharapkan
dapat:
1. Pemasangan EKG
2. Anatomi dan fisiologi kelistrikan jantung.
3. Membaca EKG normal
4. Membaca EKG abnormal
▪ Adanya kelainan-kelainan irama jantung dan otot jantung.
▪ Pengaruh /efek obat-obat jantung.
▪ Ganguan -gangguan elektrolit.
▪ Pembesaran jantung/hipertropi atrium dan ventrikel
▪ Kelainan pembuluh darah jantung/PJK
C. PENDAHULUAN
Elektrokardiografi (EKG) adalah grafik yang merekam potensial/aktivitas listrik pada
jantung yang dihantarkan ke permukaan badan dan tercatat sebagai perbedaan potensial
pada elektroda-elektroda pada kulit. Perbedaan potensial ini terjadi karena proses eksitasi
yang tidak terjadi simultan pada seluruh jantung. Elektrokardiografi merepresentasikan
aktivitas listrik total pada jantung yang direkam pada permukaan tubuh. Hal yang harus
diingat adalah bahwa elektrokardiografi merupakan “gambaran” listrik suatu objek tiga
dimensi.
Keterampilan Klinik 29
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
1x1mm yang setiap jaraknya merupakan 0.04 detik, garis tebal membatasi kotak besar
seluas 5x5mm yang setiap kotak besarnya 0.2detik (5x0,04detik). Sumbu vertical
mengukur voltase dimana setiap kotak kecil memberikan 0.1mV, dan kotak beasr 0.5mV.
Gelombang EKG ini memiliki 3 sifat utama yaitu:
1. Durasi: diukur dalam seperbagian detik (gambaran kesamping/lebar gelombang)
2. Amplitudo: diukur dalam Voltase (gambaran keatas/tinggi gelombang)
3. Konfigurasi/morfologi/bentuk: merupakan kriteria subjektif sehubungan dengan
bentuk gelombang.
Gelombang EKG yang terekam, akan memberikan gambaran keadaan dari jantung
apakah normal atau ada kelainan. Kelainan yang dapat di simpulkan dari EKG berupa
kelainan pada:
1. Bentuk/ukuran jantung.
2. Irama/impuls jantung
3. Pembuluh darah/sclerosis pembuluh darah/ pejakit jantung coroner
4. Kelainan elektrolit, dll.
Pemasangan Elektroda EKG dilakukan pada ektremitas dan pada permukaan dada,
posisi berbaring dan bebas dari benda-benda logam. Untuk membaca hasil EKG dilakukan
sesuai dengan langkah berikut ini.
1. Tentukan Irama
2. Tentukan Laju/kecepatan gelombang QRS.
3. Tentukan Aksis QRS
4. Nilai morfologi gelombang P
5. Nilai Interval PR
6. Nilai Kompleks QRS
7. Nilai segmen ST
8. Nilai Morfologi gelombang T
9. Lain-lain.
Keterampilan Klinik 30
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
I. Pemasangan EKG
a. Tahap Persiapan
▪ Pemberian penjelasan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan.
▪ Sebaiknya istirahat 15 menit sebelum pemeriksaan.
▪ Bila menggunakan perhiasan/logam/gawai supaya dilepas dan diletakkan tidak
dekat/menempel pada pasien
▪ Pasien diminta membuka baju bagian dada.
▪ Pasien dipersilakan tidur terlentang, posisi pemeriksa berada di sebelah kanan
pasien.
▪ Pasien diusahakan untuk tenang dan bernafas normal. Selama proses
perekaman tidak boleh bicara.
▪ Bersihkan daerah yang akan dipasang elektroda dengan kapas beralkohol.
▪ Oleskan pasta/jeli EKG pada elektroda untuk memperbaiki hantaran listrik.
▪ Sebaiknya tidak merokok/makan 30 menit sebelumnya
b. Tahap Pelaksanaan
Pasang elektroda sesuai dengan lead masing-masing:
1. Lead ekstremitas bipolar dan unipolar (jangan sampai terbalik) Lead I, II dan
III dipasang pada pergelangan tangan kanan dan kiri serta pergelangan kaki
kanan dan kiri.
2. Lead prekordial (jangan sampai terbalik)
▪ Pasang lead V1 pada spatium interc ostale IV linea parasternalis kanan.
▪ Pasang lead V2 pada spatium intercostale IV linea parasternalis kiri.
▪ Pasang lead V3 diantara V2 dan V4.
▪ Pasang lead V4 pada spatium intercostale V linea medio klavikularis kiri.
▪ Pasang lead V5 pada spatium intercostale V linea aksilaris anterior kiri.
▪ Pasang lead V6 pada spatium intercostale V linea aksilaris media kiri.
Keterampilan Klinik 31
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 32
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 33
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada
korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa
kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa
ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu
dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan bentuk dan
iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit jantung
rematik (PJR), pada infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P,
kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal
premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS
normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS
adalah normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang
timbul akibat intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi
(PJH). Gelombang P seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya
kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul
pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).
C. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2
mm (lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
Keterampilan Klinik 34
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 35
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel.
Untuk itu dikemukakan beberapa patokan yaitu:
▪ Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
▪ Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang
R menyolok.
▪ Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
▪ Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada
sandapan I, II, III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan
seluruh gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar
perubahan - perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris,
runcing, disertai segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan
dimana defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada
sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam
pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi.
Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan
adanya infark dinding posterior.
H. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada
sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
Keterampilan Klinik 36
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 37
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 38
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMASANGAN DAN INTERPRETASI EKG
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
PEMASANGAN EKG
1. Tahap Persiapan
2. Tahap Pelaksanaan (Pemasangan Elektroda):
▪ Lead ekstremitas dan unipolar
▪ Lead prekordial
PEMBACAAN EKG
3. Penilaian kertas EKG
4. Penilaian Gelombang EKG
5. Interpretasi EKG secara keseluruhan
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
1. Jones, S.A (2005) EKGNotes: Interpretation and management guide. F.A Davis Company.
Philladelphia.
2. Pakpahan H.A.P, Elekrokardiografi Ilustratif belajar EKG dengan ilustrasi sederhana.
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.2012.
Keterampilan Klinik 39
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE IV
PROSEDUR PEMASANGAN SELANG NASOGASTRIK (NGT)
(Wika Hanida Lubis, Julahir Hodmatua Siregar, Umar Zein, Azhar Tanjung,
Habibah Hanum Nasution)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
Melakukan keterampilan klinis (pemeriksaan fisik, diagnostic dan terapeutik) terkait organ
dan sistem Pencernaan
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemasangan NGT diharapkan dapat:
1. Mengetahui indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi pemasangan selang nasogastrik
2. Mengetahui peralatan apa saja yang diperlukan pada prosedur pemasangan selang
nasogastrik.
3. Mengetahui persiapan pasien, dan prosedur pemasangan selang nasogastrik.
4. Mampu melakukan prosedur pemasangan selang nasogastrik dengan benar, dan sesuai
standar prosedur yang berlaku.
C. PENDAHULUAN
Pemasangan selang nasogastrik merupakan suatu prosedur medis yang dilakukan
dengan cara memasukkan selang plastik berupa selang nasogastrik melalui lubang hidung,
melewati rongga hidung, tenggorokan, esofagus, hingga ke lambung. Penggunaan Naso
Gastric Tube berhubungan dengan respirasi (pulmonari aspiration), gastrointestinal (diare,
konstipasi, nausea, dan muntah). Pada pasien-pasien trauma yang disertai kesadaran
menurun juga memerlukan pemasangan Naso Gastric Tube.
Keterampilan Klinik 40
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 41
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 42
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
▪ Mangkok instrumen.
▪ Plester.
▪ Unit suction.
▪ Stetoskop.
▪ Kertas laksmus.
Keterampilan Klinik 43
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
Persiapan Pemasangan Selang Nasogastrik
▪ Sapa pasien dan perkenalkan diri.
▪ Menanyakan identitas diri pasien.
▪ Menjelaskan prosedur: terlebih dahulu jelaskanlah prosedur pemasangan selang
nasogastrik yang akan dilakukan, indikasi, serta komplikasinya agar pasien tidak
takut, dan mintalah pasien agar bersikap kooperatif selama proses pemasangan selang
nasogastrik. Berilah pasien kesempatan untuk bertanya, bila ada yang tidak
dimengertinya.
▪ Informed consent; bila pasien telah mengerti tentang prosedur yang akan dilakukan
maka mintalah persetujuan tindakan medis.
▪ Posisikan pasien dalam posisi setengah duduk, dengan leher sedikit fleksi.
▪ Persiapan Dokter. Dokter kemudian mencuci tangan, memakai sarung tangan steril,
dan berdiri di sisi sebelah kanan pasien. Persiapkan peralatan yang akan dipergunakan
pada meja instrumen yang telah di alasi alat tenun steril.
▪ Periksalah terlebih dahulu keadaan rongga hidung untuk memeriksa ada tidaknya
penyulit alur pemasangan NGT, misalnya edema konka. Bila terdapat edema konka,
semprotkan vasokonstriktor spray, sehingga alur masuknya selang nasogastrik
menjadi lapang. Selanjutnya tentukanlah rongga hidung mana yang lebih paten,
dengan cara meminta pasien untuk menutup salah satu lubang hidungnya, kemudian
bernafas dengan lubang hidung lainnya secara bergantian. Pemasangan selang
dilakukan pada rongga hidung yang lebih paten. Bila terdapat lendir atau kotoran,
bersihkanlah lubang hidung terlebih dahulu dengan tissue atau lidi kapas.
▪ Semprotkanlah anastesi lokal (lidocaine 2 % spray) ke dalam rongga hidung yang
lebih paten, dan mintalah pasien untuk menghirupnya, kemudian tunggulah selama
lebih kurang 5-10 menit sampai anastesi bekerja. Semprotkan juga anastesi lokal
(lidocaine 2 % spray) ke hipofaring.
Keterampilan Klinik 44
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
• Atur kembali posisi pasien, sehingga berada dalam posisi setengah duduk dengan
posisi leher sedikit fleksi. Mintalah pasien untuk memegang segelas kecil air dengan
sedotan.
• Olesilah ujung distal selang nasogastrik dengan pelumas jelly, atau dengan lidocaine
2 % viscous pada mangkok instrumen.
Keterampilan Klinik 45
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
telah ditandai dengan plester mencapai jalan masuk ke rongga hidung. Periksalah
penempatan selang dengan cara meminta pasien membuka mulutnya untuk melihat
posisi selang. Hentikan mendorong masuk selang, dan keluarkanlah selang sesegera
mungkin, bila pasien mengeluh sesak nafas, tidak dapat berbicara, atau terjadi
perdarahan yang banyak dari lubang hidung.
• Periksalah posisi selang nasogastrik, apakah telah berada di dalam lambung, dengan
cara:
- Sambungkanlah ujung spuit Toomey 60 cc dengan ujung proksimal selang
nasogastrik.
- Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada regio epigastrium abdomen.
- Masukkanlah udara sebanyak 20 cc melalui selang nasogastrik.
- Dengarkanlah ada tidaknya suara tiupan udara pada stetoskop yang menandakan
selang nasogastrik telah benar pemasangannya.
- Dengan menggunakan spuit Toomey, lakukan aspirasi cairan lambung, kemudian
ujilah keasaman cairan tersebut dengan meneteskannya sedikit pada kertas
laksmus (bila cairan tersebut adalah cairan lambung, bagian kertas laksmus yang
ditetesi akan berwarna merah), untuk mengkonfirmasi bahwa pemasangan selang
nasogastrik telah benar.
• Fiksasi selang nasogastrik dengan menggunakan plester pada daerah hidung.
Sambungkanlah ujung proksimal selang nasogastrik dengan alat sesuai kebutuhan.
Bila diperlukan, dapat dibuat foto rontgen toraks untuk mengetahui posisi selang
nasogastrik yang telah dipasang
Keterampilan Klinik 46
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 47
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 48
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMASANGAN SELANG NASOGASTRIK
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
PERSIAPAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada pasien.
2. Menanyakan identitas pasien dan menyesuaikan dengan
rekam medik.
3. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan, meminta
persetujuan dan kerjasama.
4. Informed consent
5. Memposisikan pasien dalam posisi duduk (leher dan
lambung sejajar) atau setengah duduk.
6. Persiapan dokter :
Menuci tangan dan memakai sarung tangan sebelum
melakukan tindakan.
7. Memeriksaan keadaan rongga hidung
8. Menyemprotkan lidokain 2% spray ke rongga hidung
PEMASANGAN SELANG NGT
9. Pakai sarung tangan steril
10. Mengukur jarak/panjang NGT yang akan dipasang
mengukur dari hidung, lobulus telinga dan Processus
Xyphoideus.
11. Atur kembali posisi pasien
12. Mengolesi selang NGT dengan jelly (lubricant gel)
13. Memasukkan tube melalui lubang hidung → faring →
oesophagus → lambung.
14. Memonitor posisi “tube” apakah sudah di dalam lambung
15. Memfiksasi tube dengan menggunakan plester pada
daerah hidung.
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
Keterampilan Klinik 49
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
REFERENSI
1. Thomsen T.W, Shaffer R.W, Setnik G.S. Nasogastric Intubation. Avaiable from
: URL : HYPERLINK http : // www. the new england journal of medicine. org
2. Nasogastric Intubation. ADA Pocket Guide to Enteral Nutrition. American
Dietetic Association. 2006.
3. Nasogastric Intubation. Avaiable from : URL : HYPERLINK http : // www.
emedicine. org
4. NGT Intubation. Avaiable from : URL : HYPERLINK http : // www. en.
wikipedia. org
5. Dacre J, Kopelman P. Selang Nasogastrik : Sistem Gastrointestinal. In :
Listiawaty, editor. Alih Bahasa : Pendit B.U. Buku Saku Keterampilan Klinis.
1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004. p.129.
6. www.cancerbackup.org.uk/.../Nutritionalsupport
7. Todd W. Thomsen, M.D., Robert W. Shaffer, M.D., and Gary S. Setnik, M.D.
nasogastric tube.
8. www.joannabriggs.edu.au/protocol/protnasotube.php
Keterampilan Klinik 50
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE V
ANAMNESIS PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
(Dr. dr. Umar Zein, DTM&H, Sp.PD, KPTI)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab anamnesis penyakit jantung dan pembuluh darah
diharapkan dapat:
1. Menjelaskan.jenis-jenis anamnesis.
2. Melakukan anamnesis terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah.
C. PENDAHULUAN
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Auto-anamnesis dan Allo-
anamnesis atau Hetero-anamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan teknik
auto-anamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya. Pasien
sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya.
Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian, dalam prakteknya
tidak selalu auto-anamnesis dapat dilakukan. Pada pasien bayi dan anak kecil, tentunya
dokter tidak menanyakan langsung pada pasiennya, tetapi menanyakan kepada orang
tuanya atau pengasuhnya. Demikian juga pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau
sakit berat untuk menjawab pertanyaan, maka perlu orang lain untuk menceritakan
permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut Allo-
anamnesis atau Hetero-anamnesis. Acapkali pula dalam praktek sehari- hari anamnesis
dilakukan bersama-sama auto dan allo-anamnesis untuk mendapatkan informasi yang
lebih lengkap.
Keterampilan Klinik 51
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
selesai melakukan anamnesis seorang dokter sudah harus mampu membuat kesimpulan
perkiraan diagnosis atau diagnosis banding yang paling mungkin untuk kasus yang
dihadapinya. Kesimpulan ini hanya dapat dibuat bila seorang dokter telah mempersiapkan
diri dan membekali diri dengan kemampuan teori atau ilmu pengetahuan kedokteran yang
memadai.
Meskipun demikian, harus disadari bahwa tidak ada seorang dokter pun yang dapat
dengan yakin menyatakan bahwa dia pasti selalu siap dan mampu mendiagnosis setiap
keluhan pasiennya. Bahkan, seorang dokter senior yang sudah berpengalaman sekalipun
pasti pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi pasien dengan keluhan yang sulit
dianalisis.
Keterampilan Klinik 52
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
3. Penampilan Dokter
Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan bersih
serta berpakaian khas dokter, akan lebih baik dari pada yang tampil biasa dan
berpakaian seadanya. Tidak hanya penampilan fisik, tetapi juga penampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Penampilan fisik yang kurang, dapat ditutupi dengan
sikap yang ramah dan bersahabat. Saat ini dokter yang sedikit bicara umumnya
kurang disenangi pasien. Tetapi dokter yang terlalu banyak bicara juga menimbulkan
kesan kurang simpati bagi pasien. Demikian juga seorang dokter yang tampak
ramah, santai akan lebih mudah melakukan anamnesis daripada yang tampak galak,
ketus dan tegang. Sangat dianjurkan dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien
dan keluarga yang mengantarkan pada pertemuan pertama kali atau saat dokter
mengunjungi pasien pertama kali di ruang rawat rumah sakit, meskipun pasien
mungkin sudah mengenal dokternya secara tidak langsung. Bersalaman dengan
pasien menimbulkan kesan perhatian dan simpati dokter.
Pada saat anamnesis dilakukan, berikan perhatian dan dorongan agar pasien
dapat dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien bercerita
dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus memotong, tetapi
arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila diperlukan, ajukan
pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau informasi lebih detail
dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai kita terbawa cerita pasien sehingga
melantur kemana mana. Sering ditemukan pasien menceritakan riwayat penyakitnya
yang telah lalu yang sama sekali tidak ada hubungan dengan keluhannya saat ini.
Dalam hal ini, dokter haruslah dengan cara yang bijak mengalihkan
pembicaraan kepada keluhannya saat ini. Untuk ini dibutuhkan latihan serta
kesabaran, bahkan kemampuan menahan emosi, agar pasien tidak mendominasi
pembicaraan. Untuk anamnesis penyakit dalam, tidaklah dibutuhkan waktu sampai
lebih dari setengah jam untuk menggali keluhan- keluhan pasien, kecuali bila ada
Keterampilan Klinik 53
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
7. Buat Catatan
Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat seorang
dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang memunyai riwayat penyakit
yang panjang.
8. Perhatikan Pasiennya
Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak
gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis, apakah
dalam posisi bebas atau posisi sikap paksa seperti menahan sakit atau sesak nafas
atau dalam posisi santai. Yang jelas dokter tengah menghadapi orang yang sedang
mengidap suatu penyakit, meskipun penyakit ringan. Apakah pasien dapat bercerita
dengan kalimat-kalimat panjang atau terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu,
pucat dan lemah. Bila dokter melihat pasiennya sangat lemah, lebih baik
mempersilahkan pasiennya untuk berbaring atau duduk di atas tempat tidur periksa
dan bila perlu lakukan anamnesis sambil melakukan pemeriksaan fisik rutin seperti
mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperatur tubuh dan pemeriksaan fisik yang
lain.
Keterampilan Klinik 54
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 55
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan
lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Minimal, keluhan utama dalam bahasa daerah setempat harus dikuasai, seperti sakit
kepala, leher, pinggang (anatomi tubuh). Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika
menghadapi pasien yang karena intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami
pertanyaan atau penjelasan dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu
melakukan anamnesis atau memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat
sederhana agar dapat memahami.
2. Frekwensi (Kapan-kapan?)
Ditanyakan kapan-kapan saja pasien merasakan keluhan tersebut. Apakah
keluhan itu timbul mendadak atau perlahan-lahan, hilang timbul atau menetap.
Misalnya, keluhan utama kejang sejak satu minggu yang lalu. Tanyakan kapan-kapan
saja timbul kejang tersebut, apakah setiap beberapa jam, atau setiap hari, atau setiap
malam, atau setiap timbul rasa sakit kepala, atau kejang terus menerus.
Keterampilan Klinik 56
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
adneksitis), kanan atas, atau nyeri ulu hati (pada ulkus peptikum atau hepatitis akut),
atau nyeri seluruh bagian perut (pada peritonitis).
8. Keluhan Tambahan
Keluhan tambahan bisa berkaitan dengan keluhan utama atau tidak
berhubungan sama sekali. Misalnya, demam disertai dengan menggigil, mencret
disertai dengan tenesmus atau nyeri perut, batuk disertai dengan sesak nafas, adalah
berkaitan dengan jenis penyakit tertentu. Keluhan terlambat haid dan sulit tidur, sama
sekali tidak berkaitan.
Setelah memahami tentang keluhan utama dan keluhan tambahan, maka
seorang dokter akan melanjutkan secara terperinci tentang anamnesis sistem organ
yang mengalami ganggguan. Dengan demikian, sudah dapat dibuat diagnosis banding
kelainan pada sistem organ. Dengan pemeriksaan yang cermat dan pemeriksaan
Keterampilan Klinik 57
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
penunjang sederhana (urine rutin dan darah rutin serta radiologi sederhana), maka
sudah dapat ditegakkan Diagnosa Sementara dari penyakit pasien.
Penyakit kardiovaskuler meliputi jantung dan pembuluh darah. Pasien yang dicurigai
mengidap penyakit jantung perlu ditanyakan riwayat penyakit terdahulu seperti hipertensi,
diabetes, penyakit jantung koroner, penyakit jantung bawaan, atau gagal jantung. Kalau ada
riwayat penyakit tersebut, tanyakan juga apakah sudah pernah dirawat di rumah sakit atau
sudah pernah berobat ke dokter dan obat-obat yang selama ini dikonsumsi, seperti isosorbid
dinitrat, obat hipertensi, digoksin, aspirin atau obat trombolitik lainnya, dan lain-lain. Juga
ditanyakan riwayat keluarga/keturunan yang mengidap penyakit yang sama. Keluhan umum
pada pasien berupa:
1. Sesak nafas
Sesak nafas pada penyakit jantung berhubungan dengan aktifitas fisik. Pembagian
sesak nafas berdasarkan fungsi jantung dikenal dengan Klasifikasi NYHA (New York
Heart Association) yaitu: NYHA I, tidak ada keluhan bila melakukan aktifitas fisik sedang.
NYHA II, ada keluhan sesak nafas bila melakukan aktifitas fisik biasa, seperti berjalan, naik
tangga, atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga. NYHA III, bila sesak nafas muncul
meskipun melakukan aktifitas ringan, seperti berjalan ke kamar mandi, memakai baju,
mengenakan sepatu, dan aktifitas ringan lainnya. NYHA IV, sesak nafas terjadi meskipun
pasien dalam keadaan istirahat. Keluhan sesak nafas bisa juga disampaikan pasien dalam
bentuk keluhan ‘mudah capek’, ‘nafas pendek’, ‘tidak bertenaga’, atau ‘cepat lelah bila
bekerja’.
2. Berdebar-debar
Keluhan ini menggambarkan denyut jantung yang lebih kencang dari biasa, yang bisa
berupa palpitasi cordis atau aritmia cordis. Biasanya disertai rasa tidak nyaman, cemas,
nyeri dada sebelah kiri atau pasien merasa terganggu dengan denyutan jantungnya.
Keluhan ini bisa terus menerus dirasakan pasien atau hanya timbul bila dipicu oleh aktifitas
fisik yang ringan sampai sedang. Bisa juga dipicu oleh jenis makanan atau minuman
tertentu seperti teh atau kopi.
3. Nyeri Dada
Umumnya nyeri dirasakan pada dada kiri daerah precordial dan nyeri dapat menjalar
ke lengan kiri, rahang, bahkan ke daerah abdomen. Nyeri seperti dihimpit atau di tekan
pada dada kiri, dan dicetuskan oleh aktifitas fisik atau stres emosional. Keluhan yang khas
ini disebut sebagai angina pectoris (cardiac chest pain) yang merupakan gejala Acute
Coronary Syndrome akibat penyempitan atau penyumbatan arteri koroner yang menyuplai
darah ke otot jantung. Kadang kala keluhan tidak khas berupa nyeri dada kiri, tapi bisa
Keterampilan Klinik 58
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
keluhan di perut bagian atas dan bisa juga disertai mual dan muntah. Keluhan tambahan
bisa berupa keringat dingin, rasa cemas yang berlebihan, dan palpitasi.
4. Batuk Darah
Dapat terjadi pada keadaan edema paru akut akibat gagal ventrikel kiri jantung.
Batuk dengan dahak berbuih dan berwarna merah terang, dan biasanya juga disertai
dengan sesak nafas.
5. Kaki bengkak
Acapkali, pasien dengan gagal jantung datang ke dokter bukan dengan keluhan sesak
nafas, tetapi kakinya yang bengkak, sehingga ia merasa sulit berjalan. Perlu ditanyakan
kapan mulai dirasakan kakinya yang membengkak akibat retensi cairan, dan ditanyakan
juga adanya keluhan-keluhan lain seperti yang telah dijelaskan diatas.
6. Perut membesar
Perut membesar sebagai manifestasi retensi cairan karena gangguan pompa jantung,
bisa terjadi asites dan bendungan pada hati sehingga perut membesar disertai dengan
hepatomegali. Umumnya, perut membesar dan kaki bengkak sudah terjadi bersamaan
ketika pasien datang berobat. Perlu ditanyakan: sudah berapa lama, dan biasanya didahului
oleh kaki yang membengkak dan sesak nafas ketika melakukan aktivitas fisik. Riwayat
penyakit dahulu harus ditanyakan, apakah ada mengidap hipertensi, diabetes, atau penyakit
kuning/hepatitis (untuk membedakan perut membesar akibat penyakit sirosis hati).
Keterampilan Klinik 59
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
1. Anamnesis Data Pribadi
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ lainnya, anamnesis pada penyakit
jantung dan pembuluh darah, terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan
identitas pribadi pasien. Komponen-komponen yang harus ditanyakan dalam
anamnesis pribadi antara lain adalah:
• Nama
• Umur
• Kelamin
• Alamat
• Agama
• Bangsa / Suku
• Status Perkawinan
• Pekerjaan
Keterampilan Klinik 60
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
apakah pasien berobat ke tenaga medis atau mengobati sendiri, apa nama obat yang
digunakan, bagaimana pemakainnya, dan apakah efek obat dirasakan menghilangkan
gejala penyakit atau tidak.
Keterampilan Klinik 61
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 62
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
ANAMNESIS PENYAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Membuka Pertemuan (salam, perkenalan diri)
2. Menanyakan Identitas Pribadi Pasien
3. Menanyakan Keluhan Utama
4. Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
5. Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu
6. Anamnesis Riwayat Pengobatan
7. Anamnesis Riwayat Keluarga
8. Anamnesis Riwayat Sosial
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
Keterampilan Klinik 63
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE VI
PEMERIKSAAN FISIK THORAKS (SISTEM RESPIRASI)
(Bagian Ilmu Penyakit Paru)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemeriksaan fisik thoraks diharapkan dapat:
1. Mengetahui cara menentukan lokasi kelainan pada dinding dada.
2. Terampil melakukan teknik pemeriksaan fisik toraks dan paru dengan cara inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi.
C. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fisik toraks merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari
keadaan-keadaan yang abnormal (patologis) pada tubuh penderita, sekaligus untuk
memperkuat berbagai informasi yang didapatkan dari anamnesis, sehingga dapat
membantu dokter untuk menegakkan diagnosis penyakit paru dan saluran pernafasan.
Metode pemeriksaan fisik toraks secara garis besar sama seperti pemeriksaan fisik
pada organ tubuh lainnya terdiri dari pemeriksaan secara visual (inspeksi), perabaan
(palpasi), pemeriksaan ketukan (perkusi) serta pemeriksaan auskultasi.
Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik toraks dengan baik, pemeriksa terlebih
dahulu harus mengetahui anatomi dinding toraks terutama untuk menentukan lokasi
kelainan pada dinding toraks.
Keterampilan Klinik 64
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
terletak diantara iga ke-2 dan iga ke-3. Selanjutnya dengan menggunakan dua jari,
sela iga dapat dihitung satu per satu dengan arah oblique. Pada lelaki terutama yang
berperawakan kurus, sela iga dapat dihitung dengan menggunakan pedoman kedua
puting susu, yang terletak pada sela iga ke-4.
Gambar 1. Dinding Toraks Anterior Gambar 2. Anatomi Dinding Dada dan Paru
Keterampilan Klinik 65
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
• Garis axillaris anterior, yaitu garis vertikal imajiner pada dinding dada anterior
atau lateral, yang melalui lipat aksila anterior.
• Garis axillaris posterior, yaitu garis vertikal imajiner pada dinding dada
posterior atau lateral, yang melalui lipat aksila posterior.
• Garis midaxillaris, yaitu garis vertikal imajiner pada dinding dada lateral, yang
melalui puncak dan pertengahan ketiak.
• Garis skapularis, yaitu garis vertikal imajiner yang melalui pertengahan dari
angulus inferior skapula.
• Garis vertebralis, yaitu garis vertikal imajiner yang melalui processus spinosus
vertebrae.
Keterampilan Klinik 66
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 67
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 5. Jari Tabuh atau Clubbing Finger Gambar 6. Karat Nikotin pada Jari
Perokok
Keterampilan Klinik 68
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 69
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Frekwensi Pernafasan
Dalam keadaan normal, frekuensi pernafasan adalah antara 14-20
kali per menit. Pada bayi, frekuensi pernafasan normalnya dapat lebih cepat
yaitu 24-32 kali per menit. Pernafasan yang frekwensinya lebih dari 20 kali
per menit dinamakan takipneu, ditemukan pada pasien dengan pneumonia
berat, pada keadaan kecemasan yang berlebihan serta pada pasien asidosis.
Frekuensi pernafasan kurang dari 14 kali per menit dinamakan bradipneu,
ditemukan pada kasus-kasus dimana terjadi penekanan pada pusat
pernafasan akibat kelainan pada serebral atau penggunaan obat narkotika.
Bila tidak terlihat adanya pernafasan sama sekali dinamakan apneu yang
dapat dijumpai pada kasus syok, kelainan serebral dan lain sebagainya.
- Jenis Pernafasan
Jenis pernafasan yang normal adalah pernafasan kombinasi antara
toraks dan abdomen. Berbedanya bentuk anatomi dada dan perut,
menyebabkan jenis pernafasan kombinasi pada pria dan wanita menjadi
sedikit berbeda. Pada pria yang sehat, pernafasan abdominal lebih dominan
dari pernafasan torakal sehingga dinamakan pernafasan abdominotorakal.
Sebaliknya pada wanita pernafasan torakal lebih dominan sehingga
dinamakan pernafasan torakoabdominal.
Bila hanya terdapat satu jenis pernafasan misalnya torakal saja atau
abdominal saja, menandakan pasien kemungkinan menderita penyakit
tertentu. Pernafasan abdominal dapat dijumpai pada pasien dengan penyakit
paru misalnya PPOK berat atau pada kasus edema paru. Pernafasan torakal
dapat dijumpai pada kasus-kasus tumor, infeksi atau peradangan pada
abdomen. Misalnya tumor abdomen yang besar atau peritonitis.
Pada beberapa kasus penyakit paru misalnya PPOK berat, dapat
dijumpai jenis pernafasan pursed lips breathing yaitu seperti
menghembuskan sesuatu melalui mulut atau pernafasan cuping hidung
yang cepat dan dangkal pada kasus pneumonia berat.
Keterampilan Klinik 70
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Irama Pernafasan
Irama pernafasan yang normal berlangsung secara teratur ditandai
dengan adanya fase inspirasi dan fase ekspirasi yang silih berganti. Irama
pernafasan yang abnormal yang sering dijumpai antara lain:
• Bradipneu, yaitu irama pernafasan yang lambat.
• Takipneu, yaitu irama pernafasan yang cepat dan dangkal.
• Hiperpneu, yaitu irama pernafasan yang cepat dan dalam.
• Pernafasan Cheyne Stokes, yaitu irama pernafasan yang ditandai
dengan adanya periode apneu yang kemudian disusul oleh periode
hiperpneu, yang lama kelamaan irama pernafasannya mengecil dan
menjadi apneu lagi secara berulang. Ditemukan pada kasus kerusakan
pada pusat pernafasan di otak misalnya akibat stroke hemoragik, atau
pada kasus hipoksia kronik.
• Pernafasan Biot atau ataxic breathing, yaitu pernafasan yang tidak
teratur baik irama maupun amplitudonya. Pernafasan biot dijumpai
pada kasus cedera otak atau pada orang normal yang sangat gemuk
(obesitas) saat sedang tidur.
• Sighing Respiration, yaitu irama pernafasan normal yang diselingi
dengan tarikan nafas yang dalam.
▪ Palpasi
Pemeriksaan palpasi dilakukan dengan melakukan perabaan pada
dinding toraks dengan menggunakan tangan. Palpasi dinding toraks dapat
dilakukan dalam keadaan statis dan dinamis.
- Palpasi dinding toraks dalam keadaan statis meliputi:
o Pemeriksaan kelenjar getah bening. Diawali dengan palpasi secara
sirkuler pada kelenjar getah bening submandibula yang terletak di
antara angulus dan tulang mandibula, kemudian dilanjutkan dengan
palpasi pada kelenjar getah bening cervical superfisialis dan posterior
serta kelenjar getah bening supraklavikula. Bila teraba pembesaran
kelenjar getah bening catatlah lokasinya, ukuran, bentuk, konsistensi,
dan mobilitasnya. Pembesaran kelenjar getah bening cervical posterior
yang terletak di sebelah belakang muskulus sternokleidomastoideus,
menunjukkan adanya proses infeksi atau inflamasi pada paru.
Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula, menunjukkan
adanya proses di daerah parenkim paru karena metastase dari tumor
primer.
o Pemeriksaan palpasi trakea dan apeks jantung untuk menentukan posisi
dari mediastinum. Pergeseran posisi mediastinum bagian atas dapat
menyebabkan terjadinya deviasi trakea, sedangkan pergeseran posisi
mediastinum bagian bawah ditandai dengan adanya deviasi dari pulsasi
apeks jantung. Pada pemeriksaan deviasi trakea, pemeriksa berada di
Keterampilan Klinik 71
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 11. Palpasi KGB Submandibula Gambar 12. Palpasi KGB Supraklavikula
Gambar 13. Palpasi Trake Gambar 14. Kelenjar Getah Bening Kepala Leher
Keterampilan Klinik 72
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 73
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 15. Pemeriksaan Ekspansi Paru Gambar 16. Pemeriksaan Ekspansi Paru
Gambar 17. Pemeriksaan Tactile Vocal Fermitus Gambar 18. Lokasi Tactile Vocal Fremitus
▪ Perkusi
Pemeriksaan perkusi dilakukan dengan melakukan pengetukan pada
dinding toraks yaitu pada sela iga. Pemeriksaan ini diawali dengan meletakkan
telapak tangan kiri pada dinding toraks, kemudian tekan sedikit jari telunjuk
atau jari tengah tangan kiri (jari fleksimeter) pada sela iga daerah toraks yang
akan diperiksa. Bagian tengah falang medial dari jari fleksimeter, kemudian
diketuk dengan ujung jari tengah kanan (jari fleksor), dengan menggunakan
sendi pergelangan tangan sebagai poros.
Sebagai dasar dari perkusi adalah bising pada perkusi paru normal yang
mengandung udara (alveoli), dengan perbandingan tertentu dengan jaringan
paru. Bunyi ketukan yang didapatkan berupa bunyi sonor. Pada penyakit-
Keterampilan Klinik 74
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
penyakit tertentu, udara dalam paru dapat bertambah, maupun berkurang dalam
perbandingannya dengan jaringan paru.
Jika udara bertambah dalam paru maka resonansi suara juga bertambah.
Dengan demikian bunyi ketukan yang terdengar menjadi lebih keras sehingga
dinamakan bunyi hipersonor atau hiperresonan.
Sebaliknya apabila udara dalam paru berkurang, resonansi suara
menjadi berkurang, sehingga bunyi ketukan yang terdengar menjadi lebih
lemah. Bunyi ketukan ini dinamakan bunyi sonor memendek atau redup (dull).
Perkusi redup didapatkan pada kelainan dimana terdapat cairan atau infiltrat
pada paru misalnya pada pneumonia atau efusi pleura yang sedang.
Gambar 19. Cara Melakukan Perkusi Toraks Gambar 20. Cara Melakukan Perkusi
Toraks
Bila udara dalam paru hilang sama sekali, resonansi suara ikut
hilang, sehingga perkusi yang terdengar adalah suara pekak (beda atau stony
dull). Perkusi pekak didapatkan misalnya pada efusi pleura masif atau kanker
paru. Perkusi pekak juga didapatkan pada perkusi jaringan atau organ tubuh
yang padat seperti hati atau jantung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan
secara bergantian kiri dan kanan. Pemeriksaan yang dilakukan pada paru bagian
depan berupa pemeriksaan batas paru hepar atau batas paru lambung.
Keterampilan Klinik 75
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 21. Lokasi Perkusi pada Toraks Anterior Gambar 22. Lokasi Perkusi pada Toraks
Posterior
Untuk menentukan batas paru hepar, dilakukan perkusi pada sela iga di
sepanjang garis midklavikula kanan, kemudian dibandingkan perubahan bunyi
ketukan yang terdengar. Perubahan bunyi ketukan akan didapatkan pada sela
iga ke-5 yaitu batas paru hepar relatif, dan sela iga ke-6 yang merupakan batas
paru hepar absolut. Pada batas paru hepar relatif didapatkan perubahan bunyi
ketukan dari sonor pada sela iga ke-4 menjadi sonor memendek pada sela iga
ke-5. Perkusi pada sela iga ke-6 dimana hepar terletak pada regio hipokondria
kanan, akan menimbulkan perubahan bunyi ketukan dari sonor memendek
menjadi redup. Pada keadaan normal letak hepar pada abdomen dapat berubah-
ubah terutama saat pasien melakukan inspirasi maksimal.
Bila terjadi inspirasi maksimal, akan terjadi pendorongan diafragma
yang semula cekung ke arah atas, oleh paru yang mengembang karena berisi
udara. Diafragma akan terdorong ke bawah dan bentuknya menjadi sedikit
mendatar. Pendorongan diafragma akan menyebabkan pendorongan organ-
organ tubuh yang terdapat dibawahnya seperti hepar.
Cara melakukan pemeriksaan peranjakan hepar ini diawali dengan
menjelaskan kepada pasien mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan,
selanjutnya letakkan 2 jari tangan kiri tepat di bawah batas paru-hepar yaitu
pada sela iga ke-6. Pasien diminta menarik nafas yang dalam kemudian ditahan
sementara itu pemeriksa melakukan perkusi pada kedua jari tersebut. Dalam
keadaan normal akan terjadi perubahan bunyi perkusi yaitu dari redup menjadi
sonor. Hal ini disebabkan terdorongnya hepar ke arah bawah, karena terdorong
Keterampilan Klinik 76
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
oleh paru yang mengembang maksimal. Peranjakan hepar ini dalam keadaan
normal adalah sebesar 2 jari.
Selanjutnya, untuk menentukan batas paru-lambung, lakukanlah perkusi
sepanjang garis axillaris anterior kiri sehingga terjadi perubahan bunyi dari
sonor menjadi timpani. Batas paru-lambung sangat dipengaruhi oleh isi
lambung, namun biasanya didapatkan setinggi iga ke-8 kiri.
(A) (B)
Gambar 23. (A) Diafragma pada Fase Inspirasi, (B) Diafragma pada Fase Ekspirasi
▪ Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan cara meletakkan stetoskop
pada sela iga dinding toraks secara sistematis dari toraks sebelah kanan ke
sebelah kiri secara selang-seling, dari lapangan paru sebelah atas ke lapangan
Keterampilan Klinik 77
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
paru sebelah bawah. Tujuan dari pemeriksaan ini terutama adalah, untuk
mendengarkan suara nafas pokok dan suara nafas tambahan.
o Suara Nafas Pokok Normal
- Vesikuler: Merupakan suara nafas pokok dengan frekuensi yang
rendah, dimana fase inspirasi lebih panjang dan lebih keras dari fase
ekspirasi. Suara nafas ini timbul akibat getaran suara di dalam alveoli,
dan dapat didengarkan pada hampir seluruh lapangan paru.
- Bronkial : Merupakan suara nafas pokok dengan frekuensi tinggi dan
kasar, yang timbul akibat getaran suara pada saluran nafas yang besar
(bronkus). Pada suara nafas bronkial, fase inspirasi dan ekspirasi
terdengar sama panjang dan suara nafas terdengar sama keras. Suara
nafas pokok ini dapat didengarkan dengan meletakkan stetoskop
disekitar daerah manubrium sterni. Dalam keadaan normal, suara
bronkial tidak dapat didengarkan pada lapangan paru lain selain daerah
sekitar manubrium sterni karena terhalang oleh alveoli (masking
effect), sehingga getaran suara yang dihasilkan tidak dapat dihantarkan
ke dinding dada. Bila terdengar suara nafas bronkial tidak pada tempat
yang seharusnya, perlu dipikirkan adanya keadaan patologis yang
menghantarakan suara bronkial ke dinding dada seperti infiltrat atau
benda padat (tumor).
- Bronkovesikuler : Merupakan suara nafas pokok dengan frekuensi dan
intensitas sedang. Pada suara nafas bronkovesikuler, lamanya fase
ekspirasi sedikit lebih panjang dari suara nafas vesikuler, sehingga
hampir menyamai fase inspirasi, dengan intensitas suara yang hampir
sama keras. Dalam keadaan normal, suara bronkovesikuler dapat
didengarkan pada dinding dada anterior setinggi sela iga pertama dan
kedua serta pada daerah interskapula pada dinding dada posterior.
Gambar 24. Lokasi Pemeriksaan Auskultasi Dinding Toraks Anterior dan Posterior
Keterampilan Klinik 78
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 79
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
Keterampilan Klinik 80
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 81
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
c. Inspeksi
▪ Kelainan Pada Dinding Toraks
- Amatilah apakah terdapat kelainan pada dinding dada seperti jaringan parut
bekas operasi pada dada, pelebaran vena-vena superfisial pada dinding dada,
tumor, pelebaran atau retraksi pada otot-otot interkostal, ginekomastia dan
lain-lain.
▪ Kelainan Bentuk Toraks
- Amatilah apakah terdapat kelainan bentuk toraks seperti dada paralitikum,
dada emfisema, kifosis, skoliosis, pectus excavatum, atau pectus carinatum
▪ Kesimetrisan Toraks Sewaktu Bernafas
- Amatilah apakah kedua lapangan toraks simetris saat bernafas. Apakah ada
lapangan toraks yang tertinggal saat bernafas.
- Amatilah apakah terdapat pemakaian, atau hipertrofi otot-otot bantu
pernafasan sewaktu pasien bernafas.
▪ Frekuensi Pernafasan
- Hitunglah berapa banyak pasien bernafas dalam satu menit. Orang dewasa
normal bernafas 14-20 kali / menit. Pada bayi yang sehat frekuensi bernafas
24-32 kali / menit.
- Bandingkan frekuensi bernafas pasien dengan nilai yang normal. Apakah
frekuensi bernafas pasien normal, terlalu cepat (takipneu), terlalu lambat
(bradipneu) atau tidak bernafas (apneu).
▪ Jenis Pernafasan
- Amatilah jenis pernafasan pasien, apakah torakoabdominal (pada wanita)
atau abdominotorakal (pada pria), yang merupakan jenis pernafasan normal.
- Amatilah apakah terdapat jenis pernafasan abnormal seperti pernafasan
torakal, pernafasan abdominal, pursed lips breathing, atau pernafasan cuping
hidung yang cepat dan dangkal.
▪ Irama Pernafasan
- Amatilah irama pernafasan pasien. Irama pernafasan normal adalah
pernafasan yang silih berganti antara inspirasi dan ekspirasi.
- Amatilah ada tidaknya irama pernafasan yang abnormal seperti bradipneu,
takipneu, hiperpneu, pernafasan cheyne stokes, pernafasan biot, dan sighing
respiration.
d. Palpasi
▪ Palpasi Kelenjar Getah Bening
- Lakukanlah palpasi secara sirkuler pada kelenjar getah bening submandibula
yang terletak di antara angulus, dan tulang mandibula
- Lakukanlah palpasi pada kelenjar getah bening cervical superfisialis yang
terletak di depan muskulus sternokleidomastoideus.
- Lakukanlah palpasi pada kelenjar getah bening cervical profunda yang
terletak di belakang muskulus sternokleidomastoideus.
- Lakukanlah palpasi pada kelenjar getah bening supraklavikula.
Keterampilan Klinik 82
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
- Bila teraba pembesaran kelenjar getah bening catatlah lokasi, ukuran, bentuk,
konsistensi, nyeri tekan dan mobilitasnya.
▪ Palpasi Trakea
- Pemeriksa berada di depan pasien.
- Letakkanlah ujung jari telunjuk tangan kanan pada lekukan suprasternal, lalu
tekanlah jari ke arah trakea secara perlahan-lahan, untuk menilai ada tidaknya
deviasi trakea.
- Pada orang yang normal posisi trakea terletak pada garis tengah tubuh,
namun terkadang dapat juga ditemukan adanya deviasi trakea ringan ke arah
kanan.
▪ Palpasi Dinding Toraks Anterior (palpasi statis)
- Lakukan palpasi dinding toraks anterior, dengan telapak tangan untuk
menentukan ada tidaknya kelainan pada dinding dada.
- Tentukan ada tidaknya kelainan pada dinding dada, seperti nyeri tekan pada
dinding dada, krepitasi karena emfisema subkutis, tumor, dan lain
sebagainya.
▪ Pemeriksaan Ekspansi Paru (palpasi dinamis)
- Letakkan kedua telapak tangan, dan ibu jari secara simetris pada masing-
masing tepi iga, sedangkan jari-jari lainnya menjulur sepanjang sisi lateral
lengkung iga.
- Kedua ibu jari harus saling berdekatan di garis tengah, dan sedikit diangkat,
agar dapat bergerak bebas secara simetris saat pasien menarik nafas
(inspirasi).
- Bila terdapat kelainan pada salah satu sisi toraks, ekspansi dada pada sisi
tersebut akan berkurang, sehingga gerakan kedua ibu jari menjadi tidak
simetris.
▪ Pemeriksaan Tactile Vocal Fremitus (palpasi dinamis)
- Letakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding toraks.
- Mintalah pasien menyebutkan kata-kata yang menimbulkan resonansi yang
tinggi sehingga getaran suara yang teraba pada dinding toraks akan terasa
lebih jelas seperti angka 77 atau 99.
- Rasakanlah getaran suara yang timbul dengan seksama.
- Bandingkanlah tactile vocal fremitus pada yang dirasakan pada telapak
tangan kanan dan kiri pada dinding toraks anterior maupun posterior, mulai
dari bagian atas, tengah dan bawah. Apakah fremitus normal, melemah (pada
emfisema atau pneumotoraks), atau mengeras (pada pneumonia atau Tb paru
aktif).
- Setiap melakukan pemeriksaan tactile vocal fremitus, kedua telapak tangan
harus disilangkan secara bergantian untuk konfirmasi getaran suara yang
dirasakan, bila terasa fremitus yang tidak sama pada telapak tangan kanan
dan kiri.
Keterampilan Klinik 83
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
e. Perkusi
▪ Teknik Perkusi Dasar Pada Toraks
- Letakkan telapak tangan kiri pada dinding toraks.
- Tekan sedikit jari telunjuk atau jari tengah tangan kiri (jari fleksimeter) pada
sela iga daerah toraks yang akan diperiksa.
- Ketuklah bagian tengah falang medial dari jari fleksimeter dengan ujung jari
tengah kanan (jari fleksor) dengan menggunakan sendi pergelangan tangan
sebagai poros.
- Lakukanlah perkusi secara bergantian pada sela iga dinding toraks sebelah
kanan ke sela iga dinding toraks sebelah kiri, dimulai dari toraks sebelah atas,
tengah dan bawah pada dinding toraks anterior.
- Lakukanlah teknik perkusi yang sama, pada dinding toraks posterior
- Lakukanlah penilaian terhadap suara perkusi yang timbul pada dinding toraks
pasien apakah sonor (normal), hipersonor (pada PPOK), redup (pada efusi
pleura) dan beda (pada efusi pleura masif)
▪ Perkusi Batas Paru Hepar
- Lakukanlah perkusi pada sela iga, di sepanjang garis midklavikula kanan dari
atas ke bawah.
- Bandingkan perubahan bunyi ketukan yang terdengar. Pada perkusi sela iga
ke-4 dan ke-5, terjadi perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi sonor
memendek yang dinamakan batas paru hepar relatif.
- Bandingkan perubahan bunyi ketukan yang terdengar. Pada perkusi sela iga
ke-5 dan ke-6, terjadi perubahan bunyi ketukan dari sonor memendek
menjadi pekak (beda) yang dinamakan batas paru hepar absolut.
▪ Peranjakan Hepar
- Jelaskan kepada pasien mengenai pemeriksaan peranjakan hepar yang akan
dilakukan.
- Letakkan 2 jari tangan kiri tepat di bawah batas paru hepar absolut yaitu pada
sela iga ke-6.
- Mintalah pasien menarik nafas yang dalam kemudian ditahan, sementara itu
pemeriksa melakukan perkusi pada kedua jari tersebut
- Dalam keadaan normal akan terjadi perubahan bunyi perkusi dari redup
menjadi sonor disebabkan terdorongnya hepar ke arah bawah, karena
terdorong oleh paru yang mengembang maksimal.
- Peranjakan hepar dalam keadaan normal adalah sebesar 2 jari.
▪ Perkusi Dinding Toraks Posterior
- Mintalah penderita untuk menyilangkan kedua lengannya di dada, dengan
kedua telapak tangan diletakkan pada masing-masing bahu secara
kontralateral.
- Lakukanlah perkusi secara bergantian pada sela iga dinding toraks sebelah
kanan, ke sela iga dinding toraks sebelah kiri, dimulai dari toraks sebelah
atas, tengah dan bawah pada dinding toraks posterior
Keterampilan Klinik 84
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik 85
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 86
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN FISIK THORAKS
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Menentukan Lokasi Kelainan Pada Dinding Thoraks
a. Dinding thoraks anterior (angulus ludovici)
b. Dinding thoraks posterior
2. Teknik Pemeriksaan Fisik Thoraks
a. Persiapan Pasien
b. Pengamatan awal
c. Inspeksi
d. Palpasi
e. Perkusi
f. Auskultasi
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
Keterampilan Klinik 87
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE VII
PEMERIKSAAN SPIROMETRI DAN PEAKFLOW METER
(dr. Anita Freesia, M.Ked (Paru), Sp.P)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemeriksaan spirometri dan peakflow meter
diharapkan dapat:
1. Mengenal dan memahami alat spirometri
2. Memahami dan menjelaskan tujuan pemeriksaan spirometri
3. Mengetahui dan memahami indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan spirometri
4. Mengetahui dan memahami persiapan pasien sebelum pemeriksaan spirometri
5. Mengetahui, memahami dan mampu melakukan prosedur spirometri dengan baik dan
benar.
6. Mengenal dan memahami alat peak flow meter
7. Memahami dan menjelaskan tujuan pemeriksaan peak flow meter
8. Mengetahui, memahami dan mampu melakukan prosedur pemeriksaan peak flow
meter dengan baik dan benar
C. PENDAHULUAN
Pemeriksaan fungsi paru merupakan pemeriksaan penting dalam tatalaksana pasien
dengan kecurigaan penyakit respirasi atau riwayat penyakit respirasi sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi paru dapat membantu menegakan diagnosis, memonitor respon
terhadap pengobatan, dan dapat membantu penentuan keputusan terkait tatalaksana dan
tindakan intervensi (Ranu, Wilde, & Madden, 2011).
Spirometri merupakan pemeriksaan fundamental dalam penilaian kesehatan
pernapasan secara menyeluruh. Spirometri dapat menilai efek penyakit terhadap fungsi
paru, menilai respon saluran napas, monitor perjalanan penyakit ataupun hasil dari
intervensi terapeutik, penilaian resiko pra-operasi dan menentukan prognosis pada
berbagai kondisi paru. Spirometri merupakan alat penting yang menyediakan informasi
pada klinisi, dimana hasil spirometri dinilai bersamaan dengan pemeriksaan fisik, gejala
dan riwayat penyakit agar dapat menegakan diagnosis penyakit (Graham, et al., 2019).
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru yang murah dan sederhana dan
mungkin tersedia di berbagai tingkat pelayanan kesehatan. Peak Flow Meter ditemukan
pertama kali oleh Basil Martin Wright pada tahun 1950-an, dan seiring dengan
perkembangan ilmu kedokteran, peak flow meter didesain menjadi lebih praktis dan
mudah untuk digunakan, baik oleh dokter bahkan penderita yang ingin memantau kondisi
penyakitnya setiap hari.
Keterampilan Klinik 88
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Peak flow meter (PFM) adalah alat yang digunakan untuk mengukur nilai kekuatan
napas tertinggi atau kemampuan seseorang untuk menghembuskan udara dari dalam paru.
Nilai tersebut didapat dari nilai peak flow terbaik yang dapat dicapai pasien sehingga dapat
diketahui keberadaan dan tingkat obstruksi pernafasan. Nilai peak flow rate (PEFR) dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, tinggi badan dan jenis kelamin.
Keterampilan Klinik 89
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
manuver merupakan batas maksimal pada dewasa. Hal ini dikarenakan setelah beberapa
kali manuver ekspirasi paksa akan menimbulkan kelelahan dan manuver melebihi delapan
tidak akan memberikan nilai yang bermakna (Graham, et al., 2019).
INDIKASI SPIROMETRI
Spirometri memungkinkan mengukur efek penyakit pada fungsi paru-paru,
menilai respons jalan napas, memantau perjalanan penyakit atau hasil intervensi
terapeutik, menilai risiko pra operasi, dan menentukan prognosis untuk banyak kondisi
paru. Spirometri digunakan bersama dengan temuan fisik, gejala, dan riwayat lainnya
untuk mencapai diagnosis memberikan informasi penting kepada dokter. Indikasi
spirometri dapat yaitu (Graham, et al., 2019):
• Diagnosis
o Untuk mengevaluasi gejala, tanda, atau hasil tes laboratorium abnormal
o Untuk mengukur efek fisiologis penyakit
o Untuk skrining individu yang berisiko memiliki penyakit paru
o Untuk menilai risiko pra-operasi
o Untuk menilai prognosis
• Pemantauan
o Untuk menilai respons terhadap intervensi terapeutik
o Untuk memantau perkembangan penyakit
o Untuk memantau pasien terkait eksaserbasi penyakit dan pemulihan dari
eksaserbasi
o Untuk memantau terhadap efek buruk dari paparan zat yang merugikan
o Untuk mengawasi reaksi negatif terhadap obat dengan toksisitas terhadap paru
yang diketahui
• Evaluasi disabilitas/perburukan
o Untuk menilai pasien sebagai bagian dari program rehabilitasi
o Untuk menilai risiko sebagai bagian dari evaluasi asuransi
o Untuk menilai individu karena alasan hukum
• Lain-lain
o Penelitian dan uji klinis
o Survei epidemiologis
o Derivasi persamaan referensi
o Preemployment dan pemantauan kesehatan paru-paru untuk pekerjaan yang
berisiko
o Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berisiko
KONTRAINDIKASI SPIROMETRI
Tindakan spirometri sangat menuntut secara fisik. Manuver ekspirasi paksa dalam
spirometri dapat meningkatkan tekanan intratorasik, intraabdomen, dan intrakranial
(Cooper, 2011). Potensi resiko spirometri terutama terkait dengan tekanan maksimal yang
terjadi di rongga toraks dan dampaknya pada organ abdomen dan toraks, aliran balik vena
dan tekanan darah sistemik, dan ekspansi dinding dada dan paru. Upaya fisik yang
dibutuhkan dalam spirometri dapat meningkatkan kebutuhan miokard (Graham, et al.,
2019).
Keterampilan Klinik 90
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
PERSIAPAN PASIEN
Subjek harus sesantai mungkin sebelum dan selama pemeriksaan. Keputusan
untuk menghindari bronkodilator kerja jangka panjang dan pendek adalah keputusan
klinis, tergantung pada pertanyaan yang diajukan. Jika pemeriksaan spirometri dilakukan
untuk mendiagnosis kondisi paru yang mendasarinya, maka hindari pengunaan
bronkodilator. Akan tetapi jika pemeriksaan spirometri bertujuan untuk menentukan
tanggapan terhadap rejimen terapi yang ada, maka tetap memakai obat bronkodilator
(Miller, et al., 2005).
Pasien harus diminta melonggarkan pakaian ketat. Gigi palsu biasanya harus
dibiarkan di tempat; jika longgar, maka dapat mengganggu kinerja dan, oleh karena itu,
sebaiknya dilepas (Miller, et al., 2005). Berikut adalah aktivitas yang harus dihindari
sebelum pemeriksaan spirometri yaitu (Graham, et al., 2019):
Keterampilan Klinik 91
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MANUVER SPIROMETRI
Spirometri didapati beberapa fase yang berbeda dari manuver kapasitas vital
paksa (KVP) yaitu: 1) inspirasi maksimal, 2) "ledakan" ekspirasi, 3) ekspirasi lengkap
terus menerus selama maksimal 15 detik. Sebagian besar variabilitas dalam hasil yang
Keterampilan Klinik 92
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
diperoleh dari spirometri berkaitan dengan inspirasi yang tidak adekuat, mengakhiri
ekspirasi sebelum waktunya, dan upaya variabel (Graham, et al., 2019).
Operator harus mendemostrasikan teknik yang sesuai dan mengikuti prosedur
yang diuraikan dalam tabel dibawah. Pasien harus memasukkan corong dan diperintahkan
untuk bernapas dengan normal. Operator memeriksa bahwa pasien memiliki postur yang
tepat, noseclip sudah terpasang, dan bibir tersegel di sekitar corong (Graham, et al., 2019).
PEAKFLOW METER
Nilai APE akan menurun pada kasus-kasus obstruksi saluran nafas seperti pada
penyakit PPOK, asma atau tumor primer paru pada bronkus, kelemahan otot-otot
pernafasan, dan teknik pemeriksaan yang salah.
Pemeriksaan peak flow meter memiliki kegunaan untuk mengukur kemampuan faal
paru, memonitor perjalanan penyakit dan mengetahui respon pasien terhadap pengobatan
yang telah diberikan (perbaikan nilai APE > 15%), dan membantu dokter untuk
merencanakan pengobatan yang akan diberikan, dengan cara mencatat nilai APE terbaik
dalam jangka waktu tertentu (2 minggu), kemudian dibandingkan dengan nilai APE
terbaik sebelumnya.
Peak-flow-metri merupakan pemeriksaan objektif ventilasi untuk mengukur aliran
udara ekspirasi yang dinyatakan dengan arus puncak ekspirasi/APE (peak expiratory flow
rate/PEFR). Tes ini bertujuan sebagai indikator untuk:
• Meningkatkan atau menurunkan terapi asma
• Mengevaluasi terapi pada pemeriksaan rutin pada rawat jalan dan rawat inap
• Mengevaluasi terapi pada pemeriksaan rutin harian di rumah oleh pasien untuk
menemukan peringatan awal
• Mendiagnosis suatu asma jika variabilitas harian >20%
Selain itu tes ini dilakukan sebagai monitoring APE untuk menilai:
• Beratnya asma atau serangan asam,
• Derajat variasi diurnal,
• Respon pengobatan saat serangan akut,
• Deteksi perburukan asimtomatik sebelum menjadi serius,
• Respon pengobatan jangka panjang,
• Justifikasi objektif dalam memberikan pengobatan,
• Identifikasi pencetus.
Alat peak flow meter yang digunakan pada tes ini memiliki keunggulan:
• Praktis,
• Mudah dibawa,
• Mudah menggunakannya tanpa memerlukan keahlian khusus,
• Harga relatif murah.
Keterampilan Klinik 93
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
(a) (b)
Gambar 2. (a) Peak Flow Meter diatur pada posisi terendah sebelum tes; (b) posisi
mouthpiece dengan bibir menutup sekeliling mouthpiece (Nespuniel, Courtlandt,
Windle, & Mosenifar, 2020)
Nilai Keterangan
APE > 70% Prediksi post terapi awal di IGD → Rawat Jalan
APE < 50 – 60 % Prediksi post terapi awal di IGD → Opname
APE < 60 % Prediksi serangan akut berat asma
Variability > 25% Asma tidak terkontrol
Variability < 25% Pasien asma opname → Rawat Jalan
Keterampilan Klinik 94
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
F. CARA KERJA
SPIROMETRI KAPASITAS VITAL PAKSA
a. Perkenalkan diri kepada pasien dan mencuci tangan
b. Persiapan alat:
➢ Spirometer: sudah kalibrasi (alat dikaliberasi 1x sehari sebelum pemeriksaan
dimulai, minimal 1x dalam seminggu
➢ mouth piece,
➢ penjepit hidung
➢ Alat Pengukur TB dan BB.
c. Persiapan pasien:
Memastikan pasien memenuhi persiapan pemeriksaan Spirometri
➢ Kondisi umum pasien baik
➢ Tidak menggunakan gigi palsu
➢ Tidak menggunakan pakaian ketat
➢ Tidak makan terlalu kenyang 2 jam sebelum pemeriksaan
➢ Tidak merokok 2 jam sebelum pemeriksaan
➢ Tidak menggunakan obat bronkodilator kerja singkat 8 jam dan kerja lama 24 jam
sebelum prosedur (jika tujuan spirometri adalah penegakan diagnostik)
Menjelaskan tujuan pemeriksaan kepada pasien.
➢ Menilai status faal paru (normal, restriksi, obstruksi, campuran)
➢ Evaluasi pengobatan
➢ Evaluasi perjalanan penyakit
➢ Evaluasi prognosis
➢ Menentukan toleransi tindakan bedah
d. Pengukuran TB dan BB pasien dengan benar, dimana pasien harus melepas sepatu
dan jaket serta topi
e. Menginput data pasien pada mesin spirometri berupa
➢ Nama
➢ Umur
Keterampilan Klinik 95
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
➢ Jenis Kelamin
➢ Berat Badan (dalam Kg)
➢ Tinggi Badan (dalam Cm)
➢ Ras
f. Menyambungkan mouthpiece ke spirometri mengunakan tisu
g. Menjelaskan dan memperagakan kepada pasien prosedur manuver Spirometri
➢ Pastikan pasien dengan postur yang benar
➢ Memasang noseclip, posisikan mouthpiece di mulut dan rapatkan bibir
mengelilingi mouthpiece
➢ Bernapas secara normal
➢ Inspirasi secara penuh dan cepat dengan jeda waktu ≤ 2 detik
➢ Ekspirasi dengan paksa sampai tidak ada lagi udara yang mampu diekspirasikan
➢ Memastikan pasien memahami instruksi
h. Meminta dan mengawasi pasien melakukan prosedur manuver Spirometri
➢ Pastikan pasien dengan postur yang benar
➢ Memasang noseclip, posisikan mouthpiece di mulut dan rapatkan bibir
mengelilingi mouthpiece
➢ Operator meminta pasien bernapas secara normal
➢ Operator menginstruksikan pasien untuk inspirasi secara penuh dan cepat dengan
jeda waktu ≤ 2 detik
➢ Operator menginstruksikan pasien untuk ekspirasi dengan paksa sampai tidak ada
lagi udara yang mampu diekspirasikan
➢ Semangati pasien secara kontinu untuk tetap menghembuskan napas
i. Ulangi manuver spirometri minimal tiga manuver, maksimal delapan manuver
j. Memegang dan melepaskan mouthpiece dengan tisu lalu membuang mouthpiece ke
dalam tempat sampah medis
k. Menilai dan menganalisa hasil spirometri
TES ARUS PUNCAK EKSPIRASI (APE) DENGAN ALAT PEAK FLOW METER:
a. Pakailah mouthpiece yang baru atau yang sudah dicuci terlebih dahulu dengan
alkohol 70% atau direndam dalam larutan antiseptik
b. Pasang mouthpiece keujung peak-flow-meter
c. Pasien berdiri dan pegang peak-flow-meter, pegang mendatar tanpa menyentuh/
menganggu pergerakan marker.
d. Pastikan marker berada pada skala terendah.
e. Minta pasien untuk inspirasi maksimal kemudian masukkan mouthpiece ke mulut
dengan bibir menutup serta mengelilingi mouthpiece, dan ekspirasi secepat dan sekuat
mungkin. Pada anak, analogkan manuver ini dengan cara menarik dan membuang
napas seperti saat meniup lilin ulang tahun.
f. Saat ekspirasi, marker bergerak dan menujukkan angka pada skala dan catat hasilnya.
g. Ulangi sebanyak 3 kali dan catat nilai yang tertinggi.
h. Bandingkan nilai yang diperoleh tersebut dengan nilai terbaik/prediksi (lihat tabel)
perjenis kelamin berdasarkan umur (tahun) dan tinggi badan (m), nilai APE dalam
satuan Liter/menit atau L/detik.
Keterampilan Klinik 96
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
Keterampilan Klinik 97
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN SPIROMETRI/PEAKFLOW METER
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
PEMERIKSAAAN SPIROMETRI
1. Perkenalkan diri kepada pasien dan mencuci tangan
2. Persiapan alat:
3. Persiapan pasien:
4. Pengukuran TB dan BB pasien dengan benar, dimana
pasien harus melepas sepatu dan jaket serta topi
5. Menginput data pasien pada mesin spirometri berupa
6. Menyambungkan mouthpiece ke spirometri mengunakan
tisu
7. Menjelaskan dan memperagakan kepada pasien prosedur
manuver Spirometri
8. Mengawasi prosedur Spirometri
9. Ulangi manuver spirometri minimal tiga manuver,
maksimal delapan manuver
10. Memegang dan melepaskan mouthpiece dengan tisu lalu
membuang mouthpiece ke dalam tempat sampah medis
11. Menilai dan menganalisa hasil spirometri dan mengambil
nilai KVP dan VEP1 tertinggi
PEMERIKSAAN SPIROMETRI
1. Minta pasien pakai mouthpiece yang baru atau yang sudah
dicuci terlebih dahulu dengan alkohol 70% atau direndam
dalam larutan antiseptik
2. Pasang mouthpiece ke ujung peak-flow-meter
3. Minta Pasien berdiri dan memegang peak flow meter,
pegang peak flow meter mendatar tanpa
menyentuh/menganggu pergerakan marker
4. Pastikan marker berada pada skala terendah
5. Minta pasien untuk inspirasi maksimal kemudian
masukkan mouthpiece ke mulut dengan bibir menutup
serta mengelilingi mouthpiece, dan ekspirasi secepat dan
sekuat mungkin. Saat ekspirasi, marker bergerak dan
menujukkan angka pada skala dan catat hasilnya
6. Ulangi sebanyak 3 kali dan catat nilai yang tertinggi
7. Bandingkan nilai yang diperoleh tersebut dengan nilai
terbaik/prediksi (lihat tabel) perjenis kelamin berdasarkan
umur (tahun) dan tinggi badan (m), nilai APE dalam satuan
Liter/menit atau L/detik.
Keterampilan Klinik 98
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
1. Nespuniel, D., Courtlandt, C., Windle, M., & Mosenifar, Z. (2020). Retrieved from
Medscape: https://emedicine.medscape.com/article/1413347-overview
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diagnosis dan Klasifikasi. Widjaja A,
Mangunnegoro H, Yunus F, Dianiati K, Suryanto E, Syafiuddin T, Wiyono HW et al,
editors. Asma : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di Indonesia. Edisi ke-1.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2004 : 21-3. 105-6
Keterampilan Klinik 99
Semeser II
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
MATERI KE VIII
INTERPRETASI FOTO RONTGEN THORAKS
(Bagian Radiologi)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab interpretasi foto rontgen thoraks diharapkan
dapat:
1. Mengetahui dan mampu membaca foto rontgen toraks dengan benar.
2. Mengetahui gambaran foto rontgen toraks yang normal.
3. Mengetahui ada tidaknya kelainan dari organ-organ toraks yaitu paru-paru, jantung,
tulang-tulang pada dinding toraks, dan jaringan lunak (soft tissue) dinding toraks.
C. PENDAHULUAN
Pemeriksaan radiologi khususnya pemeriksaan rontgen toraks, merupakan salah satu
pemeriksaan penunjang yang sangat penting dalam upaya menegakkan diagnosis penyakit
paru dan saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan diagnosis pasti penyakit paru dan saluran
pernafasan dan diagnosis bandingnya tidak dapat ditegakkan atau disingkirkan sebelum
pemeriksaan rontgen toraks.
Pemeriksaan rontgen toraks juga dapat membantu dokter untuk menemukan
berbagai kelainan patologis dini pada organ-organ toraks khususnya paru-paru, walaupun
pasien belum menunjukkan gejala-gejala klinis yang nyata. Di Indonesia, pemeriksaan ini
memiliki peranan penting dalam upaya pemberantasan penyakit tuberkulosis, yang
merupakan salah satu penyakit infeksi paru endemik dengan angka kesakitan dan kematian
peringkat ketiga di dunia, yang hingga saat ini belum berhasil ditanggulangi dengan baik.
Tuberkulosis paru, terutama pada stadium dini, tidak dapat ditemukan hanya dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada organ atau jaringan toraks, menilai
dengan teliti kelainan tersebut, dan akhirnya membuat suatu interpretasi mengenai
kelainan tersebut, memerlukan latihan terus menerus, yang tentunya harus didukung
dengan pengetahuan klinis yang baik tentang ilmu penyakit paru dan saluran pernafasan,
serta keterampilan klinis yang baik khususnya dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik toraks.
Pada keterampilan klinis ini akan dilatih bagaimana cara yang benar dalam membaca
foto rontgen toraks normal, dengan tujuan agar mahasiswa terlatih untuk menemukan
kelainan-kelainan patologis yang tidak ditemukan pada pembacaan foto rontgen toraks
yang normal. Selain itu, pemeriksaan rontgen toraks merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang yang sangat penting dalam upaya menegakkan diagnosis penyakit jantung,
karena dapat membantu dokter untuk menemukan kelainan-kelainan jantung yang tidak
dapat ditentukan secara pasti, dengan hanya melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
saja. Selain itu, pemeriksaan rontgen toraks dapat dipakai sebagai acuan untuk menentukan
penyebab penyakit jantung, memberikan pengobatan, dan sebagai sarana evaluasi terhadap
perbaikan atau perburukan yang terjadi, selama pasien menjalani pengobatan.
Untuk mengetahui ada tidaknya kelainan pada jantung, menilai dengan teliti
kelainan tersebut, dan akhirnya membuat suatu interpretasi mengenai kelainan tersebut,
memerlukan latihan terus menerus, yang tentunya harus didukung dengan pengetahuan
dan keterampilan klinis yang baik, khususnya dalam melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik jantung.
Pada pemeriksaan rontgen toraks, penilaian terutama ditujukan pada morfologi
jantung. Penyitraan jantung yang nampak pada foto toraks, adalah bayangan geometrik
dinding luar jantung dan pembuluh darahnya, sedangkan lumen dan dinding didalamnya
tidak tampak. Beberapa hal yang dapat dinilai pada pembacaan foto rontgen toraks jantung
antara lain adalah, kedudukan jantung, perubahan ukuran, pembesaran ruang-ruang
jantung, pergeseran batas-batas jantung, serta gambaran lapangan paru yang dapat
mempengaruhi, atau dipengaruhi oleh keadaan jantung.
❖ Konsolidasi: Daerah yang tampak berwarna putih pada jaringan yang seharusnya
berwarna hitam. Terjadi terutama karena adanya infiltrat atau cairan abnormal pada
jaringan tersebut, misalnya pada peradangan parenkim paru (pneumonia).
❖ Proyeksi dan Posisi. Cantumkan posisi pengambilan foto. Posisi PA ditandai dengan
gambaran iga posterior yang lebih jelas dari iga anterior. Sinus kostofrenikus kanan
dan kiri harus terlihat dengan jelas, dan kedua tulang skapula tidak boleh menutupi
lapangan paru karena dapat mengacaukan interpretasi foto.
- Fundus dan apeks jantung terletak pada rongga dada sebelah kanan, yang
dinamakan dekstrokardia.
- Fundus jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri, akan tetapi apeks
jantung terletak di sebelah kanan, yang dinamakan dekstroversi.
- Fundus jantung berada pada rongga dada sebelah kanan, akan tetapi apeks
jantung terletak di sebelah kiri, yang dinamakan levoversi.
3) Batas-Batas Jantung
Batas kiri jantung dimulai dari arkus aorta ke bawah sampai ke diafragma
kiri. Batas kiri jantung dibentuk oleh arkus aorta, pinggang jantung, dan dinding
luar ventrikel kiri. Pada pengamatan arkus aorta amatilah ada tidaknya
kalsifikasi, kolaps, atau elongasio aorta, yang terjadi karena penurunan
elastisitas dinding aorta, atau bertambahnya tekanan dan aliran darah di
dalamnya. Pinggang jantung tampak seperti lengkungan ke arah dalam,
bentuknya dapat berubah-ubah karena berbagai sebab. Pada anak-anak dan
bayi, pinggang jantung umumnya rata atau sedikit cembung. Bila terjadi
perubahan bentuk jantung, bentuk pinggang jantung dapat berubah, misalnya
pada pembesaran ventrikel kanan atau pada jantung pendulum, pinggang
jantung tampak merata.
Dinding luar ventrikel kiri tampak sebagai tonjolan paling bawah dan
paling besar, dan berbatasan dengan diafragma, yang tampak sebagai sudut
kardiofrenikus. Sudut kardiofrenikus tidak selalu tampak, terkadang sudut ini
hilang karena berbagai sebab, misalnya karena tertutup jaringan lemak atau
adanya cairan abnormal yang cukup banyak misalnya efusi pleura pada rongga
dada sebelah kiri.
Batas kanan jantung dibentuk oleh beberapa tonjolan. Tonjolan pertama
dibentuk oleh vena cava superior, tonjolan kedua berupa garis lurus yang
mengarah ke atas dibentuk oleh aorta ascendens, tonjolan ketiga dibentuk oleh
pertemuan atrium kanan dengan vena cava superior, dan tonjolan keempat yaitu
dinding luar atrium kanan.
(A) (B)
Gambar 8. (A) Ruang-Ruang Jantung Normal, (B) Efusi Perikardial
Keterangan Gambar
Ao : Aorta PA : Arteri Pulmonalis
SVC : Vena Kava Superior LA : Atrium Kiri
RA : Atrium Kanan RV : Ventrikel Kanan
IVC : Vena Kava Inferior LV : Ventrikel Kiri
• Paru.
Penilaian dilakukan terhadap gambaran paru dan corakan vaskuler paru. Penilaian
gambaran paru dilakukan dengan mengamati secara seksama gambaran paru mulai dari
lapangan paru atas pada paru kanan dan kiri, lalu ke lapangan paru tengah pada paru
kanan dan kiri, serta lapangan paru bawah pada paru kanan dan kiri. Gambaran paru
yang normal adalah hitam (lusen), disertai garis-garis putih yang merupakan corakan
vaskuler paru, dan harus sama antara paru kiri dan kanan. Bila terdapat udara yang
berlebihan pada paru (“air trapping” pada emfisema), gambaran paru menjadi
hiperlusen, dengan corakan vaskuler yang sedikit bahkan hilang.
Pada kasus emfisema paru yang berat, dapat ditemukan gambaran hiperinflasi paru,
yaitu perubahan bentuk paru menjadi lebih panjang akibat kerusakan struktur anatomi
paru yag diikuti dengan penurunan kemampuan faal paru. Pada pengamatan gambaran
paru, perhatikan juga ada tidaknya gambaran paru yang lebih putih (opaq) dan lebih
tinggi densitasnya dari daerah paru lainnya. Gambaran opaq yang abnormal ini dapat
berupa perselubungan seperti awan, kavitasi, dan bayangan opaq yang homogen
(massa). Corakan vaskuler ditandai sebagai garis-garis difus berwarna putih pada
parenkim paru, yang pada gambaran normal corakan ini akan tampak tebal di tengah,
dan semakin ke perifer corakan menjadi semakin halus. Corakan vaskuler dapat
meningkat bila terdapat proses infeksi atau inflamasi, sebaliknya corakan dapat menipis
bahkan hilang misalnya pada kasus emfisema paru yang berat.
• Diafragma.
Diafragma yang normal memberikan gambaran cekung seperti kubah dengan
permukaan yang mulus. Diafragma sebelah kanan biasanya letaknya lebih tinggi 3 cm
dari diafragma kiri, yang terdorong ke bawah oleh jantung. Letak diafragma dapat
dijadikan patokan, apakah foto dibuat saat pasien inspirasi maksimal atau tidak. Pada
inspirasi maksimal, diafragma akan berada setinggi kosta posterior 9-11. Gambaran
sinus (terutama sinus kosto frenikus) pada foto toraks yang normal, akan telihat jelas
dengan tepi yang tajam. Sinus kostofrenikus yang tumpul, biasanya dapat ditemukan
pada kasus hiperinflasi paru, efusi, atau penebalan pleura karena proses infeksi atau
inflamasi.
Keterangan Gambar
V : Gambaran Paru Y : Trakea
W : Sinus Kostofrenikus Z : Corakan Vaskuler Paru
X : Diafragma
• Tulang.
Pengamatan tulang terutama dilakukan terhadap densitas tulang, dan ada
tidaknya fraktur. Tulang-tulang penyusun dinding toraks yaitu kosta, klavikula,
skapula, dan vertebra torakalis. Diamati dengan seksama densitasnya, apakah
meningkat atau menurun. Fraktur terlihat dengan adanya garis patah, pergeseran atau
terpisahnya fragmen tulang dari kedudukan normal. Tulang iga posterior tampak lebih
jelas pada foto rontgen posisi P.A, sebaliknya tulang iga anterior tampak lebih jelas
pada posisi A.P. Pada foto rontgen toraks, iga posterior tampak melengkung dari sisi
medial ke lateral bawah sedangkan iga anterior tampak melengkung dari sisi lateral atas
ke medial bawah. Lokasi organ, jaringan tubuh, atau kelainan pada foto rontgen toraks,
dapat diketahui dengan berpedoman pada posisi tulang iga. Misalnya kavitas setinggi
iga posterior ke-3 kiri.
• Jaringan Lunak (soft tissue).
Jaringan lunak pada gambaran foto toraks normal akan terlihat berwarna putih
suram dan bercorak homogen. Jaringan lunak yang tampak menyelubungi dada seperti
payudara dan papilla mamae, muskulus pektoralis mayor (pada lelaki yang berbadan
tegap), dan lipatan kulit, harus dapat dikenali dengan baik, agar tidak mengacaukan
interpretasi pembaca foto rontgen. Pada jaringan lunak, diamati juga ada tidaknya
massa yang abnormal, emfisema subkutis, atau perubahan bentuk jaringan lunak yang
abnormal.
Keterangan Gambar
a : Kosta Posterior
b : Klavikula
c : Skapula
d : Vertebra Torakalis
e : Jaringan Lunak (mammae)
CONTOH KASUS:
Keterangan Gambar
A : Jantung Pendulum, CTR < Normal G : Tulang-Tulang Normal
B : Hiperinflasi dan Hiperlusen Paru H : Jaringan Lunak Normal
C : Sinus Kostofrenikus Tumpul
D : Diafragma Mendatar
E : Trakea di Tengah
F : Corakan Vaskuler Hilang
Tuberkulosis Paru
Keterangan Gambar
A : Jantung Normal, CTR Normal G : Tulang-Tulang Normal
B.1 : Infiltrat Pada Lapangan Paru Atas Kiri H : Jaringan Lunak Normal
B.2 : Kavitasi
C : Sinus Kostofrenikus Normal
D : Diafragma Normal
E : Trakea di Tengah
F : Corakan Vaskuler Meningkat
(A) (B)
Gambar 14. (A) Pembesaran Atrium Kanan,
(B) Pembesaran Atrium Kiri
(A) (B)
Gambar 15. (A) Pembesaran Atrium Kiri (Double Contour), (B)
Pembesaran Atrium Kiri (Lat.)
(A) (B)
Gambar 16. (A) Pembesaran Ventrikel Kanan (PA),
(B) Pembesaran Ventrikel Kanan (lateral)
(A) (B)
Gambar 17. (A) Pembesaran Ventrikel Kiri (PA), (B) Pembesaran
Ventrikel Kiri (lateral)
Gambar 22. Corakan Vaskuler Berkurang Gambar 23. Corakan Vaskuler Bertambah
Pada kongesti, terjadi perlambatan aliran darah dalam arteri atau vena,
sehingga pembuluh darah menjadi melebar, dan corakan vaskuler bertambah.
Bila didapatkan tanda-tanda kongesti pada paru, seperti edema interstitial, atau
edema alveolar disertai dengan pembuluh darah yang melebar, menandakan
adanya kongesti pada pembuluh darah. Kongesti pembuluh darah dapat
ditemukan pada bendungan vena pulmonalis (PVO), dan pada kasus hipertensi
arteri pulmonal (hipertensi pre-kapiler).
▪ Shunt. Pada shunt terjadi penambahan aliran darah ke paru. Pembuluh
darah tampak melebar dari sentral ke tepi terutama ke lobus superior.
Shunt dari kiri ke kanan dapat ditemukan pada kasus ASD, VSD, dan
PDA.
▪ High Out Put State. High out put state disebabkan oleh bertambahnya
aliran darah karena pulsasi jantung yang meningkat misalnya pada
tirotoksikosis, atau pada keadaan hipervolemik, yaitu bertambahnya
volume darah pada sirkulasi, misalnya pada kasus polisitemia.
▪ Bendungan Vena Pulmonalis (PVO). Bendungan vena pulmonalis
ditandai dengan peningkatan corakan vaskuler di daerah suprahilar kanan
dan kiri yang tampak sebagai gambaran kumis terbalik (inverted
mustach), dan terjadinya edema pada paru. Edema paru pada fase dini,
ditandai dengan peningkatan corakan ke arah superior (kranialisasi). Pada
fase lanjut akan tampak gambaran corakan vaskuler seperti sayap
kelelawar (bat wing, lihat gambar 16), penebalan interlobar septal lines
(garis kerley), dan infiltrat alveolar.
▪ Hipertensi Arteri Pulmonal. Pada hipertensi arteri pulmonal, terjadi
pengaliran darah terpusat (centralized flow), ditandai dengan pelebaran
pembuluh darah di sekitar hilus terutama hilus kanan, yang dengan cepat
mengecil ke jurusan perifer (tapering). Pembesaran arteri pulmonalis
tampak sebagai tanda koma terbalik pada hilus sebelah kanan.
F. CARA KERJA
Cara Membaca Foto Rontgen Toraks
Langkah-langkah membaca foto rontgen toraks yang benar antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Persiapan pembacaan foto rontgen thoraks
- Hidupkan iluminator (viewing box).
- Letakkan foto rontgen toraks pada iluminator, dengan sisi kanan foto berada di
sisi kiri pembaca.
- Posisi foto pada iluminator. Apeks paru pada foto rontgen berada di arah cranial,
sedangkan diafragma di arah caudal.
2. Lakukan penilaian terhadap kondisi foto:
- Identitas pasien harus tertera dengan jelas nama, umur, dan jenis kelamin.
- Tanggal pembuatan foto harus dicantumkan.
- Tanda kiri dan kanan harus dicantumkan.
- Kekuatan sinar X (Kv, mA) perlu dicantumkan.
- Vertebra torakalis I-IV harus terlihat, bila tidak terlihat berarti kekuatan sinar
terlalu lemah. Sebaliknya bila vertebra dibawah vertebra torakalis IV juga
terlihat, berarti kekuatan sinar yang digunakan terlalu kuat. Selain itu, diskus
intervertebralis harus terlihat samar-samar.
- Derajat Inspirasi. Foto rontgen toraks yang baik diambil pada saat pasien
melakukan inspirasi maksimal. Letak diafragma pada iga posterior ke 9-11,
menandakan foto diambil pada saat pasien inspirasi maksimal.
- Sentrasi Foto. Prosesus spinosus korpus vertebra terletak di tengah. Jarak antara
ujung medial kedua klavikula dengn prosessus spinosus harus sama.
- Proyeksi dan Posisi. Cantumkan posisi pengambilan foto. Posisi PA ditandai
dengan gambaran iga posterior yang lebih jelas dari iga anterior. Sinus
kostofrenikus kanan dan kiri terlihat dengan jelas, dan kedua tulang skapula tidak
boleh menutupi lapangan paru, karena dapat mengacaukan interpretasi foto.
3. Penilaian Mediastinum (superior, medium dan inferior). Mediastinum berada di
tengah, dan berbatas tegas.
- Mediastinum Superior. Perhatikanlah arkus aorta dan trakea. Arkus aorta pada
keadaan normal terletak 2 cm dari manubrium sterni. Perhatikan ada tidaknya
kalsifikasi, kolaps atau elongasio aorta. Trakea pada gambaran normal tampak
sebagai bayangan hitam pada garis tengah tubuh pada lapangan paru atas. Trakea
terletak di tengah namun terkadang ditemukan sedikit deviasi ke sebelah kanan.
- Mediastinum Medium. Lakukanlah penilaian terhadap kedua hilus, apakah
terdapat peningkatan corakan vaskuler.
- Mediastinum Inferior (penilaian jantung). Penilaian dilakukan terhadap
kedudukan, ukuran, bentuk dan batasnya.
• Kedudukan jantung. Perhatikan kedudukan jantung, apakah sebagian besar
jantung terletak pada rongga dada sebelah kiri, dengan fundus dan apeks
jantung berada di sebelah kiri (situs solitus). Bila tidak, tentukan kelainan
kedudukan jantung, apakah dekstrokordis, dekstroversi, atau levoversi.
• Ukuran jantung (CTR), diukur dengan membandingkan diameter transversa
jantung yang maksimum (DT), dengan diameter maksimum rongga dada
yang dinotasikan dengan DM. (CTR = DT/DM). Diameter transversa jantung
yang maksimum dihitung dengan menjumlahkan diameter sisi jantung
sebelah kiri (l) dengan diameter sisi jantung sebelah kanan (r). Ukuran
jantung dapat diukur dengan mencari nilai CTR (CTR = DT/DM < 50%, nilai
CTR normal adalah 48-50%).
• Bentuk jantung. Perhatikanlah bentuk jantung apakah normal, atau berubah.
Perhatikan juga adakah pembesaran pada ruang-ruang jantung yang dapat
memberikan bentuk yang khas.
• Batas-batas jantung juga harus jelas, dan diamati adakah pergeseran batas-
batas jantung. Pada keadaan normal batas kiri jantung adalah satu jari sebelah
medial linea midklavikula kiri.
4. Penilaian Paru (gambaran paru dan corakan vaskuler paru).
- Penilaian gambaran paru dilakukan dengan mengamati secara seksama gambaran
paru mulai dari lapangan paru atas pada paru kanan dan kiri, lalu ke lapangan
paru tengah pada paru kanan dan kiri, serta lapangan paru bawah pada paru kanan
dan kiri. Gambaran paru yang normal adalah hitam (lusen) disertai garis-garis
putih yang merupakan corakan vaskuler paru. Gambaran paru harus sama antara
paru sebelah kiri dan kanan.
- Perhatikan ada tidaknya perubahan densitas pada gambaran paru (hiperlusen,
gambaran opaq abnormal) dan perubahan bentuk paru (hiperinflasi).
- Perhatikan corakan vaskuler paru. Corakan vaskuler ditandai sebagai garis-garis
difus berwarna putih pada parenkim paru, yang pada gambaran normal corakan
ini akan tampak tebal di tengah, dan semakin ke arah perifer corakan menjadi
semakin halus.
- Perhatikanlah apakah corakan vaskuler normal, meningkat, menurun, atau hilang.
5. Penilaian Diafragma dan Sinus Kostofrenikus.
- Perhatikanlah bentuk dan permukaan diafragma. Diafragma yang normal,
memberikan gambaran cekung seperti kubah dengan permukaan yang mulus.
- Perhatikanlah letak diafragama. Pada inspirasi maksimal, diafragma akan berada
setinggi kosta posterior 9-11.
- Perhatikanlah gambaran sinus (terutama sinus kosto frenikus), yang pada foto
toraks yang normal akan terlihat jelas dengan tepi yang tajam.
6. Penilaian Tulang-Tulang Dinding Toraks.
- Perhatikan densitas tulang, apakah normal, meningkat, atau menurun.
- Perhatikan ada tidaknya fraktur pada tulang.
- Bedakan antara iga posterior dan iga anterior. Iga posterior tampak melengkung
dari sisi medial ke lateral bawah, sedangkan iga anterior tampak melengkung dari
sisi lateral atas ke medial bawah.
- Tentukan lokasi organ, jaringan, atau kelainan pada foto toraks dengan
berpedoman pada posisi tulang-tulang iga. Misalnya kavitas setinggi iga posterior
ke-3 kiri.
7. Penilaian Jaringan Lunak Dinding Toraks.
- Perhatikan gambaran jaringan lunak yang berwarna putih, suram, dan bercorak
homogen.
- Perhatikan ada tidaknya massa yang abnormal, emfisema subkutis, atau
perubahan bentuk jaringan lunak yang abnormal.
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
INTERPRETASI FOTO RONTGEN THORAKS
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Persiapan pembacaan foto rontgen thoraks
2. Penilaian kondisi foto rontgen thoraks
3. Penilaian mediastenum
4. Penilaian paru
5. Penilaian diafragma dan kostofrenikus
6. Penilaian tulang-tulang dinding thoraks
7. Penilaian jaringan lunak dinding thoraks
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
1. Ermanta C. Pemeriksaan Radiologi Jantung. Kumpulan Kuliah Radiologi.
2. Grist M.T. Hypertension. In : Brady T.J, Grist M.T, Westra S.J, Wicky S, Abbara S, eds.
Pocket Radiologist Cardiac Top 100 Diagnoses. 1st edition. Salt Lake City, Utah : Amirsys
; 2003. p . 201-4.
3. Jota S. Radiologi Jantung. In : Noer H.M.S, Waspadji S, Rachman A.M, Widodo D,
Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta
: Balai Penerbit FK UI ; 1996. p . 885-7.
4. Patel P. Saluran Pernafasan. In : Safitri A, ed. Lecture Notes Radiologi. 2nd edition.
Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2002. p .20-7
5. Rasad S. Toraks Normal. In : Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, eds. Radiologi
Diagnostik. 4th edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ;1996.p. 90-3
6. Saleh S. Sistem Kardiovaskuler. In : Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I, eds. Radiologi
Diagnostik. 4th edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ;1996. p . 165-75.
7. Sutton D. Dada. In : Sutanto S, ed. Buku Ajar Radiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran.
5th edition. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1995. p . 101-3
8. Sutton D. Jantung. In : Sutanto S, ed. Buku Ajar Radiologi Untuk Mahasiswa. 5th edition.
Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1995. p .122-4
9. Troupin R. Pembuatan Gambar Thorax. In : Sanusi C, Petrus A, eds. Radiologi Diagnostik
Dalam Klinik. 3rd edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;1989. p .28-45
MATERI KE IX
TERAPI OKSIGEN DAN TERAPI INHALASI
(dr. Tamam Anugrah Tamsil, Sp.P)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab terapi oksigen dan terapi inhalasi diharapkan
dapat:
1. Menjelaskan indikasi dan prinsip pemberian terapi oksigen
2. Menjelaskan alat-alat terapi oksigen konvensional (COT) yang terdiri dari variable dan
fixed performance device
3. Mampu melakukan dengan benar langkah-langkah pemberian terapi oksigen
menggunakan COT
4. Mampu menghitung kebutuhan oksigen berdasarkan contoh kasus simulasi
5. Menjelaskan evaluasi dan komplikasi pemberian terapi oksigen
6. Mampu menjelaskan dasar terapi inhalasi beserta kelebihan dan kekurangannya
7. Mampu menjelaskan alat yang digunakan dalam pemberian obat secara inhalasi
8. Mampu melakukan pemberian terapi inhalasi dengan inhaler dan nebulizer dengan
benar
C. PENDAHULUAN
Oksigen berperan penting dalam proses metabolisme tubuh terutama pada tingkat
seluler yaitu pada mitokondria. Kekurangan oksigen dalam jangka waktu singkat, dapat
menyebabkan kerusakan pada organ dan jaringan tubuh. Konsentrasi oksigen (O2) di udara
bebas adalah sekitar 21% (fraksi O2 udara terinspirasi 21%). Melalui proses respirasi,
oksigen akan masuk ke dalam saluran nafas sampai ke alveoli dan terjadi pengikatan O2
oleh sel darah merah. Dalam keadaan saturasi penuh, setiap gram hemoglobin dapat
mengikat 1,3 ml O2. Pada individu yang normal, kadar O2 saturasi adalah 95-98%.1
Kadar oksigen di dalam darah dan jaringan dapat menurun oleh berbagai sebab
seperti penyakit atau gangguan pada sistem organ terutama respirasi dan kardiovaskuler.
Kurangnya kadar O2 di darah dan jaringan ini dapat ditatalaksana dengan memberikan
oksigen tambahan dari luar, menggunakan alat-alat tertentu sesuai kebutuhan yang
dinamakan terapi oksigen.2
Penemuan bukti adanya pertukaran gas dalam proses pernafasan oleh Lavoisier,
membuat O2 mulai dipertimbangan sebagai salah satu cara pengobatan dalam perawatan
pasien. Pada perkembangan selanjutnya, Barruch pada tahun 1920 menetapkan konsep
bahwa O2 dapat digunakan sebagai terapi, dan Cherniak pada tahun 1967, pertama kali
memberikan terapi O2 aliran lambat dengan menggunakan kanula nasal. 2,3
2. Pemeriksaan Pulse Oxymetri : pemeriksaan ini dapat menilai hipoksemia secara cepat
dengan melihat saturasi O2 dan juga frekuensi nadi pasien. Kekurangan pulse oxymetri
adalah tidak dapat menilai PaO2 pasien dan akurasinya berkurang bila saturasi pasien
< 80%.
3. Pemeriksaan analisis gas darah (AGDA) : merupakan baku emas untuk mendeteksi
keadaan hipoksemia, karena dapat dilihat nilai PaO2 dan saturasi O2.
2. Sungkup muka tanpa reservoir : alat ini diindikasikan pada keadaan hipoksemia
sedang dengan penurunan kadar CO2 di arteri (PaCO2 menurun). Alat ini dapat
memberikan FiO2 sekitar 40-60% dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
Kekurangan alat ini, tidak dapat diberikan dengan aliran lambat (<5 liter/menit)
karena dapat menyebabkan retensi CO2. Selain itu sungkup yang menutupi muka
akan membuat pasien kesulitan untuk makan, minum maupun berbicara.
Penggunan sungkup ini direkomendasikan dalam durasi singkat.7
3. Sungkup muka dengan reservoir : Terdiri dari sungkup muka rebreathing dan
sungkup muka non rebreathing. Perbedaan kedua sungkup ini adalah, sungkup
muka rebreathing tidak memiliki katup satu arah pada tubuh sungkup dan di
antara sungkup dengan reservoir, sehingga udara ekspirasi dapat terhirup kembali
pada saat fase inspirasi. Pada sungkup non rebreathing katup satu arah ini
memungkinkan pasien menghirup udara yang terdapat pada kantung penampung
dan menghembuskannya melalui katup satu arah yang terdapat pada sisi sungkup
muka.7,8
4. Sungkup muka rebreathing dapat memberikan O2 dengan FiO2 35-100%,
kecepatan aliran 7-10 liter/menit. Indikasi penggunaan sungkup ini adalah pada
keadaan hipoksemia dengan PaCO2 menurun. 7,8
❖ Sungkup muka non rebreathing dapat memberikan oksigen dengan FiO2 60-100%,
kecepatan aliran 6-15 liter/menit. Sungkup muka ini dapat digunakan pada pasien
hipoksemia dengan retensi CO2 (PaCO2.> 50 mmHg). Konsentrasi O2 yang diberikan
oleh sungkup ini akan bertambah 10% tiap liter. 7,8
Pada tabel di bawah ini dapat dilihat konsentrasi oksigen (FiO2) yang dapat disediakan
oleh alat terapi oksigen variable performance device berupa kanula nasal, sungkup
simpel, sungkup muka bereservoir dan sungkup venturi, beserta kecepatan aliran
oksigen yang harus diberikan.
❖ Fixed performance device (alat terapi oksigen aliran tinggi). Pada alat ini konsentrasi
O2 yang masuk ke alveoli sama dengan konsentrasi O2 yang dialirkan ke jalan nafas,
sehingga FiO2 = FDO2. Contoh fixed performance device adalah sungkup venturi dan
continuous positive airway pressure (CPAP). Indikasi sungkup venturi adalah
hipoksia disertai gagal nafas kronik : PPOK, bronkiektasis luas, atau fibrosis kistik
derajat berat. Sungkup venturi menyediakan O2 dengan FiO2 24-60%, pada kecepatan
aliran 2-15 liter/menit. Konsentrasi dan kecepatan aliran O2, diatur katup berwarna
yang dapat diganti atau dapat diatur sesuai indikator penunjuk pada katup
adjustable.4,7
2) Setelah PAO2 pasien didapatkan, carilah PAO2 target dengan rumus nomor (3). Nilai PaO2
target sesuai dengan target untuk menghilangkan atau memperbaiki kondisi hipoksemia,
misalnya 80 mmHg yang merupakan PaO2 minimal keadaan tanpa hipoksemia
3) Selanjutnya bila didapatkan nilai PAO2 target, carilah FiO2 yang dibutuhkan dengan
memasukkan nilai PAO2 target ke rumus nomor (1) :
4) PAO2 target = 713x FiO2 yang dibutuhkan – (PaCO2 astrup x 1,25)
Contoh Kasus
Tn. Suar Sair mengalami serangan asma akut dan dibawa ke IGD RS Pendidikan FK
UISU Helvetia, Medan. Pada tatalaksana di IGD, dia diberi tatalaksana, inhalasi bronkodilator,
diberi oksigen lewat kanula nasal 3 liter/menit dan 15 menit kemudian dilakukan pemeriksaan
AGDA. Hasil AGDA Tn. Suar Sair adalah :
PaO2 astrup = 55 mmHg
PaCO2 astrup = 25 mmHg
1. Berapa kebutuhan oksigen yang harus diberikan agar hipoksemia pasien ini teratasi?
2. Alat terapi O2 apa yang harus dipilih?
3. Kapan evaluasi AGDA selanjutnya dilakukan?
Jawab :
❖ Carilah nilai PAO2 pasien berdasarkan nilai PaO2 dan PaCO2 dari hasil AGDA (astrup)
dengan menggunakan rumus nomor (1), nilai FiO2 awal adalah : 20 + (4x3) = 32% = 0,32
PAO2 pasien = (760-47) x 0,32 – (25x1,25)
PAO2 pasien = 228,16 – 31,25 =196,91 mmHg
❖ Carilah nilai PAO2 target menggunaan rumus nomor (3), agar hipoksemia teratasi, nilai PaO2
target adalah 80 mmHg :
55 / 196,91 = 80 / PAO2 target
PAO2 target = 286,414
❖ Carilah FiO2 yang dibutuhkan dengan memasukkan nilai PAO2 target ke rumus nomor (1) :
286,414 = 713 x FiO2 yang dibutuhkan – (25x1,25)
286,414 + 31,25 = 713 FiO2 yang dibutuhkan
FiO2 yang dibutuhkan = 317,664/713 = 0,445, dibulatkan 0,45 = 45%
1. FiO2 yang harus diberikan agar hipoksemia teratasi adalah 45%
2. Alat terapi O2 apa yang harus dipilih : sungkup muka tanpa reservoir (masker simpel)
aliran 6 liter/menit (pemakaian durasi singkat), atau sungkup rebreathing aliran 7
liter/menit.
3. Evaluasi AGDA selanjutnya 8 jam kemudian
TERAPI INHALASI
Terap inhalasi memeliki kelebihan dan kekurangan bila dibandingkan dengan
pemberian obat secara sistemik. Kelebihan dan kekurangan terapi inhalasi yaitu :2
KELEBIHAN TERAPI INHALASI
❖ Efek terapetik cepat (rapid onset of action)
❖ Efek samping obat lebih ringan dan frekuensi terjadinya lebih jarang
❖ Dapat menghantarkan partikel teraerosol ukuran 1-5μm
❖ Lebih memberi kenyamanan bagi pasien
KEKURANGAN TERAPI INHALASI
❖ Membutuhkan peralatan khusus dan biaya pengobatan lebih mahal
❖ Memerlukan keterampilan pemberian obat, misalnya koordinasi menyemprot dan
menghisap obat
❖ Alat yang digunakan memiliki banyak jenis dan membutuhkan penilaian seksama
untuk memilih yang efektif dan terjangkau bagi pasien
❖ Dosis yang tepat sering tidak tercapai sehingga dapat terjadi kekurangan atau
kelebihan dosis
ALAT TERAPI INHALASI
Alat terapi inhalasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu inhaler dan nebulizer.
Inhaler digunakan untuk tatalaksana eksaserbasi akut asma atau PPOK derajat ringan-
sedang dan dapat juga digunakan sebagai obat pengontrol dalam keadaan stabil. Nebulizer
digunakan untuk tatalaksana eksaserbasi akut asma atau PPOK derajat berat dan pada
individu yang tidak dapat atau belum mampu menggunakan inhaler dengan benar.1,2
❖ Inhaler : terdapat beberapa jenis inhaler yang sering digunakan, yaitu : dry powder
inhaler (DPI), metered dose inhaler (MDI) dan soft mist inhaler (SMI)
1. Dry Powder Inhaler (DPI) : bentuk obat berupa serbuk kering dan digunakan
dengan dihirup dengan nafas dalam (tidak memerlukan koordinasi semprot dan
hirup). Jenis dry powder inhaler yang sering digunakan yaitu : handihaler,
turbuhaler, accuhaler (diskus) dan swinghaler. Cara pemakaian DPI (contoh
diskus) dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
2. Metered Dose Inhaler (MDI) : bentuk obat berupa larutan suspensi propelan
bertekanan tinggi yang mudah teraerosolisasi. Obat ini dipakai dengan cara
disemprotkan diikuti inspirasi dalam sesegera mungkin. Kelebihan pemakaian
MDI adalah ukuran alat kecil, mudah dibawa, harga relatif tidak mahal.
Kekurangan pemakaian MDI adalah memerlukan koordinasi antara menyemprot
dan menghirup obat. Bila teknik pemakaian tidak baik, obat akan banyak
terdeposisi di orofaring bawah dan sedikit yang mencapai saluran nafas bawah.
Metered dose inhaler dapat digunakan dengan spacer (nebuhaler) dan dapat
disambungkan ke ventilator mekanik.2 Cara pemakaian MDI dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
3. Soft Mist Inhaler (SMI) : bentuk obat partikel halus yang mudah teraerosolisasi.
Cara pemakaian dengan disemprot dan dihirup saat inspirasi. Kelebihan
pemakaian SMI adalah partikel lebih halus dengan ukuran yang diatur agar
mudah mencapai saluran nafas kecil. Durasi semprot lebih lama dari MDI, tidak
memerlukan inspirasi yang kuat agar obat bisa masuk ke saluran nafas sehingga
dengan dosis kecil dapat memberikan efikasi yang baik. Kekurangannya adalah
harga obat yang relatif mahal. Soft mist inhaler merupakan inhaler dengan
deposisi di saluran nafas bawah yang terbaik.3,4
❖ Nebulizer : terdiri dari jet nebulizer dan nebulizer ultrasonik. Prinsip kerja nebulizer
jet menggunakan kompresor yang akan memampatkan udara, kemudian udara
tersebut dialirkan dengan kecepatan tinggi, melalui membran penampung obat. Obat
kemudian teraerosolisasi dan dapat dialirkan ke saluran nafas. Nebulizer ultrasonik
memiliki prinsip kerja menghasilkan gelombang ultrasonik frekuensi tinggi yang
dihasilkan oscilator elektronik. Gelombang ultrasonik ini menggetarkan membran
penampung obat sehingga obat teraerosolisasi.2,5
Kelebihan nebulizer :
➢ Dapat memakai obat dalam dosis yang lebih besar dari inhaler
➢ Tidak memerlukan manuver khusus
➢ Terapi inhalasi dapat dilakukan dengan santai
➢ Dapat digunakan pada individu yang tidak atau belum mampu melakukan
manuver khusus dengan benar, misalnya pada lansia atau anak kecil
Kekurangan nebulizer :
➢ Peralatan relatif besar, kadang alat tidak portabel (nebulizer ultrasonik)
➢ Harga mesin relatif mahal dan tergantung pada daya listrik
➢ Obat dapat terkontaminasi
➢ Suara yang dihasilkan bising
➢ Memerlukan waktu untuk mempersiapkan alat
Terapi Inhalasi
- Manekin dan tempat tidur pemeriksaan fisik
- Tabung oksigen disertai regulator
- Selang konektor
- Peraga alat (dummy) DPI : diskus, turbuhaler, swinghaler dan handihaler
- Peraga alat (dummy) MDI dan spacer
- Peraga alat (dummy) SMI
- Nebulizer jet
- Sungkup muka nebulisasi
- Cairan obat atau lainnya yang dapat teraerosolisasi, misalnya : ventolin® respule
F. CARA KERJA
TERAPI OKSIGEN
1. Teknik Pemberian Oksigen Kanula Nasal
❖ Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur dan tujuan pemasangan kanula
nasal, dengan bahasa yang dimengerti pasien, kemudian mintalah persetujuan
pasien.
❖ Cucilah tangan dengan sabun antiseptik atau alkohol 70%
❖ Atur posisi pasien agar dalam posisi duduk atau setengah duduk
❖ Hubungkan konektor kanula nasal dengan sumber oksigen
❖ Beri pelicin pada kedua ujung kanula nasal, masukkan ujung kanula ke dalam
lubang hidung (arah kedua ujung kanula dimasukkan sesuai bentuk anatomi
saluran nafas)
❖ Fiksasi kanula nasal pada bagian belakang pasien
❖ Aturlah kecepatan aliran oksigen menggunakan regulator, sesuai kebutuhan
pasien (1-6 liter/menit, FiO2 : 24-44%)
2. Teknik Pemberian Oksigen Sungkup Muka Simpel
❖ Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur dan tujuan pemasangan
sungkup muka simpel, dengan bahasa yang dimengerti pasien, kemudian
mintalah persetujuan pasien.
❖ Cucilah tangan dengan sabun antiseptik atau alkohol 70%
❖ Atur posisi pasien agar dalam posisi duduk atau setengah duduk
❖ Bebaskan jalan nafas bila perlu dengan menggunakan suction
❖ Hubungkan konektor sungkup muka dengan sumber oksigen
❖ Pasanglah sungkup pada wajah
❖ Sungkup harus terpasang meliputi hidung, mulut dan dagu pasien, tidak boleh
terlalu besar atau kecil
❖ Letakkan bagian sungkup yang membulat runcing pada pangkal hidung dan
bagian sungkup yang membulat lebar pada daerah sekitar mulut dan dagu.
Pemasangan jangan sampai terbalik
❖ Fiksasi sungkup muka simpel pada wajah dengan mengaitkan tali pada kepala
bagian belakang dengan kedua tali fiksasi melalui batas atas daun telinga
❖ Aturlah tali fiksasi agar masker menutup rapat
❖ Berikan kassa kering pada daerah yang tertekan tali fiksasi pada wajah, agar kulit
tidak mengalami iritasi
❖ Aturlah kecepatan aliran oksigen menggunakan regulator, sesuai kebutuhan
pasien (5-8 liter/menit, FiO2 : 40-60%)
3. Teknik Pemberian Oksigen Sungkup Muka Rebreathing
❖ Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur dan tujuan pemasangan
sungkup muka rebreathing, dengan bahasa yang dimengerti pasien, kemudian
mintalah persetujuan pasien.
❖ Cucilah tangan dengan sabun antiseptik atau alkohol 70%
❖ Atur posisi pasien agar dalam posisi duduk atau setengah duduk
❖ Bebaskan jalan nafas bila perlu dengan mengunakan suction
❖ Hubungkan konektor sungkup muka dengan sumber oksigen
❖ Isi oksigen ke dalam reservoir sekurang-kurangnya 2/3 bagian reservoir dengan
cara menutup lubang antara reservoir dengan sungkup muka
❖ Pasanglah sungkup pada wajah
❖ Sungkup harus terpasang meliputi hidung, mulut dan dagu pasien, tidak boleh
terlalu besar atau kecil
❖ Letakkan bagian sungkup yang membulat runcing pada pangkal hidung dan
bagian sungkup yang membulat lebar pada daerah sekitar mulut dan dagu.
Pemasangan jangan sampai terbalik
❖ Fiksasi sungkup muka simpel pada wajah dengan mengaitkan tali pada kepala
bagian belakang dengan kedua tali fiksasi melalui batas atas daun telinga
❖ Aturlah tali fiksasi agar masker menutup rapat
❖ Berikan kassa kering pada daerah yang tertekan tali fiksasi pada wajah, agar kulit
tidak mengalami iritasi
❖ Aturlah kecepatan aliran oksigen menggunakan regulator, sesuai kebutuhan
pasien (7-10 liter/menit, FiO2 : 45-100%)
4. Teknik Pemberian Oksigen Sungkup Muka Non Rebreathing
❖ Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur dan tujuan pemasangan
sungkup muka non rebreathing, dengan baasa yang dimengerti pasien, kemudian
mintalah persetujuan pasien.
❖ Cucilah tangan dengan sabun antiseptik atau alkohol 70%
❖ Atur posisi pasien agar dalam posisi duduk atau setengah duduk
❖ Bebaskan jalan nafas bila perlu dengan mengunakan suction
❖ Hubungkan konektor sungkup muka dengan sumber oksigen
❖ Isi oksigen ke dalam reservoir sekurang-kurangnya 2/3 bagian reservoir
❖ Pasanglah sungkup pada wajah
❖ Sungkup harus terpasang meliputi hidung, mulut dan dagu pasien, tidak boleh
terlalu besar atau kecil
❖ Letakkan bagian sungkup yang membulat runcing pada pangkal hidung dan
bagian sungkup yang membulat lebar pada daerah sekitar mulut dan dagu.
Pemasangan jangan sampai terbalik
❖ Fiksasi sungkup muka simpel pada wajah dengan mengaitkan tali pada kepala
bagian belakang dengan kedua tali fiksasi melalui batas atas daun telinga
❖ Aturlah tali fiksasi agar masker menutup rapat
❖ Berikan kassa kering pada daerah yang tertekan tali fiksasi pada wajah, agar kulit
tidak mengalami iritasi
❖ Aturlah kecepatan aliran oksigen menggunakan regulator, sesuai kebutuhan
pasien (6-15 liter/menit, FiO2 : 60-100%)
5. Teknik Pemberian Oksigen Sungkup Venturi
❖ Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur dan tujuan pemasangan
sungkup venturi, dengan bahasa yang dimengerti pasien, kemudian mintalah
persetujuan pasien.
❖ Cucilah tangan dengan sabun antiseptik atau alkohol 70%
❖ Atur posisi pasien agar dalam posisi duduk atau setengah duduk
❖ Bebaskan jalan nafas bila perlu dengan mengunakan suction
❖ Hubungkan konektor sungkup muka dengan sumber oksigen
❖ Putarlah katup adjustable atau pasanglah katup berwarna-warni, sesuai kebutuhan
oksigen pasien
❖ Pasanglah sungkup pada wajah
❖ Sungkup harus terpasang meliputi hidung, mulut dan dagu pasien, tidak boleh
terlalu besar atau kecil
❖ Letakkan bagian sungkup yang membulat runcing pada pangkal hidung dan
bagian sungkup yang membulat lebar pada daerah sekitar mulut dan dagu.
Pemasangan jangan sampai terbalik
❖ Fiksasi sungkup muka simpel pada wajah dengan mengaitkan tali pada kepala
bagian belakang dengan kedua tali fiksasi melalui batas atas daun telinga
❖ Aturlah tali fiksasi agar masker menutup rapat
❖ Berikan kassa kering pada daerah yang tertekan tali fiksasi pada wajah, agar kulit
tidak mengalami iritasi
❖ Aturlah kecepatan aliran oksigen sesuai warna katup atau konsentrasi oksigen
yang ditunjukkan tanda panah katup adjustable (2-3 sampai 15 liter/menit, FiO2
: 24-60%)
TERAPI INHALASI
1. Teknik Pemakaian Dry Powder Inhaler (contoh : diskus)
❖ Pegang diskus dengan telapak tangan, tempatkan ibu jari tangan yang lain pada
thumb grip, dorong hingga diskus terbuka dan berbunyi klik
❖ Geser tuas diskus sejauh mungkin untuk mempersiapkan obat
❖ Posisikan tegak kepala dan leher
❖ Hembuskan nafas melalui mulut
❖ Letakkan mouthpiece diskus di antara mulut, katupkan bibir
❖ Tariklah nafas sedalam-dalamnya melalui mulut
❖ Lepaskanlah diskus dari mulut
❖ Tutup mulut dan tahanlah nafas sekurang-kurangnya 10 detik, setelah itu buang
nafas dan bernafaslah seperti biasa
❖ Periksa secara rutin sisa dosis dari diskus setiap selesai menggunakan
2. Teknik Pemakaian Dry Powder Inhaler (contoh : turbuhaler)
❖ Buka penutup dan pegang turbuhaler posisi tegak
❖ Putar grip turbuhaler yang berwarna hingga terdengar bunyi klik
❖ Posisikan tegak kepala dan leher
❖ Hembuskan nafas melalui mulut
❖ Letakkan mouthpiece di antara mulut, katupkan bibir
❖ Tariklah nafas sedalam-dalamnya melalui mulut
❖ Lepaskanlah turbuhaler dari mulut
❖ Tutup mulut dan tahanlah nafas sekurang-kurangnya 10 detik, setelah itu buang
nafas dan bernafaslah seperti biasa
❖ Periksa secara rutin sisa dosis dari turbuhaler setiap selesai menggunakan
3. Teknik Pemakaian Metered Dose Inhaler (MDI)
❖ Kocok inhaler ke atas dan ke bawah selama 5 detik (3-4 kali kocok)
❖ Lepaskan penutup mouthpiece pada inhaler
❖ Posisikan tegak kepala dan leher
❖ Hembuskan nafas melalui mulut
❖ Letakkan mouthpiece inhaler pada mulut di antara gigi
❖ Bernafaslah perlahan, tekan bagian atas inhaler sekali hingga obat disemprotkan,
lalu hiruplah dengan nafas dalam melalui mulut
❖ Lepaskan inhaler dari mulut
❖ Tutup mulut dan tahanlah nafas sekurang-kurangnya 10 detik, setelah itu buang
nafas dan bernafaslah seperti biasa
❖ Jika memerlukan dosis ke-2, tunggulah 30 detik kemudian kocok lagi inhaler
selama 5 detik, lalu ulangi teknik pemakaian MDI langkah 3-7
4. Teknik Pemakaian MDI dengan Spacer
❖ Kocok inhaler ke atas dan ke bawah selama 5 detik (3-4 kali kocok)
❖ Lepaskan penutup mouthpiece pada inhaler
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
TERAPI OKSIGEN DAN TERAPI INHALASI
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
TERAPI OKSIGEN
1. Pemberian Oksigen Kanula Nasal
2. Pemberian Oksigen Sungkup Muka Simpel
3. Pemberian Oksigen Sungkup Muka Rebreathing
4. Pemberian Oksigen Sungkup Muka Non Rebreathing
5. Pemberian Oksigen Sungkup Venturi
TERAPI INHALASI
6. Pemakaian DPI (diskus)
7. Pemakaian DPI (turbuhaler)
8. Pemakaian MDI
9. Pemakaian MDI dengan spacer
10. Pemakaian SMI
11. Pemberian obat dengan Nebulizer
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE X
ANAMNESIS PENYAKIT PARU
(Bagian Ilmu Penyakit Paru)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab anamnesis penyakit paru diharapkan dapat:
1. Mampu menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan
kronologis, serta mampu melakukan anamnesis penyakit sistem respirasi yang terdiri
dari anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit sekarang,
anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat pribadi, anamnesis
riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi dan anamnesis gizi
2. Mampu melakukan anamnesis penyakit sistem respirasi yang sering dijumpai dengan
contoh kasus:
a. Asma (penyakit obstruksi 4).
b. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) (penyakit degeneratif 3A).
c. Tuberkulosis Paru (penyakit infeksi 4).
C. PENDAHULUAN
Penyakit paru dan saluran pernafasan merupakan salah satu penyakit penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia. Salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat penyakit paru dan saluran pernafasan di Indonesia selain rendahnya
tingkat kesejahteraan sosial dan kurangnya kesadaran tentang pola hidup yang sehat
adalah, keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dan pemberian pengobatan yang tepat.
Kurangnya pengetahuan klinis dan keterampilan dokter khususnya dalam
melakukan anamnesis, menyebabkan kesalahan diagnosis, sehingga seringkali pasien baru
mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat di saat penyakitnya sudah lanjut dengan
kualitas hidup (quality of life) yang kurang baik. Oleh karena itu, diperlukan keterampilan
tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik dalam menggali informasi-informasi
yang didapatkan dalam anamnesis, sehingga akan memudahkan tenaga medis dalam
penegakkan diagnosis dan pemberian pengobatan yang tepat dan adekuat.
Suatu anamnesis yang baik, memiliki kerangka yang terdiri dari beberapa
komponen yaitu anamnesis riwayat pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit
sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat pribadi,
anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi dan anamnesis gizi.
Keluhan Utama
Gambar 3. Alur Pola Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Respirasi
secara terus menerus atau hilang timbul, apakah gejala klinis yang timbul cenderung
bertambah berat atau berkurang (quality). Sifat batuk pada tuberkulosis dimulai dari
batuk kering yang kemudian dapat menjadi batuk produktif yang menghasilkan dahak,
maupun batuk berdarah. Pada penyakit asma, keluhan sesak nafas bersifat tidak tetap dan
timbul bila terpapar dengan faktor pencetus. Pada PPOK, pasien selalu merasa sesak
nafas bila melakukan aktifitas fisik. 4) Penyebaran dari keluhan (radiation). Misalnya
pada kasus nyeri dada, dapat ditanyakan apakah keluhan hanya terbatas pada dada atau
menyebar ke bagian-bagian tubuh lainnya. Nyeri dada akibat peradangan pleura
(pleuritis), hanya terlokalisir di daerah dada dan nyeri terasa saat penderita menarik atau
melepaskan nafasnya. Nyeri dada yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
kardiovaskuler seperti infark miokard akut, dapat menyebar ke anggota tubuh lain seperti
rahang, punggung dan lengan. 5) Apakah keluhan timbul saat pasien bekerja atau berada
pada tempat tertentu (site), yang memungkinkan penderita terpapar dengan faktor
pencetus sehingga terjadi serangan yang menyebabkan timbulnya keluhan (eksaserbasi).
6) Kapan keluhan timbul, apakah keluhan paling dirasakan pada waktu-waktu tertentu,
misalnya pada pagi atau siang hari, atau tidak menentu (time).
yang merupakan salah satu penyebab utama penyakit PPOK. Bila ditemukan adanya
riwayat merokok, diperlukan pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan informasi lebih
banyak tentang kebiasaan merokok tersebut seperti sudah berapa lama merokok, berapa
batang atau bungkus rokok yang dihabiskan setiap harinya atau apakah penderita masih
merokok atau sudah berhenti.
Jangan lupa menanyakan pekerjaan pasien yang mungkin memiliki hubungan
dengan penyakit yang dideritanya. Sebagai contoh adalah asma dan PPOK, yang
memiliki insidensi yang tinggi pada pasien yang bekerja di lingkungan yang berdebu atau
mengandung gas yang dapat merusak kesehatan. Misalnya polisi lalu lintas atau
karyawan pabrik.
CONTOH KASUS:
1. Asma
❖ Anamnesis Pribadi : Pria : Wanita 1:1, semua golongan usia.
❖ Keluhan Utama : Sesak nafas yang berbunyi ”ngik-ngik”.
❖ Keluhan Tambahan : Batuk-batuk.
❖ Diagnosis Banding : PPOK, bronkitis kronik, gagal jantung kongestif, efusi
pleura, pneumotoraks, kanker paru, obstruksi mekanis jalan nafas, gagal ginjal.
❖ Onset : Sesak nafas terjadi tiba-tiba bila terpapar pencetus.
❖ Provoking Faktor. Sesak nafas terjadi bila pasien terpapar faktor pencetus
seperti serbuk sari, tungau debu, spora jamur, atau bulu binatang.
❖ Quality : Sesak nafas bersifat hilang timbul dan muncul bila pasien terpapar
dengan pencetus serangan. Hal ini dapat dibedakan dengan sesak nafas pada efusi
pleura, pneumotoraks, obstruksi mekanis jalan nafas, kanker paru, gagal jantung,
dan gagal ginjal, yang bersifat terus-menerus. Sesak nafas yang berbunyi pada
asma dapat hilang dengan sendirinya, walau pasien tidak diberi pengobatan.
Sesak nafas pada asma dapat bertambah berat bila pasien tidak mendapatkan
pengobatan yang tepat dan adekuat. Hal ini dapat diketahui, dengan menanyakan
kepada pasien, berapa kali serangan (sesak nafas) terjadi dalam seminggu atau
sebulan.
❖ Site : Keluhan pada asma biasanya timbul bila pasien bekerja, atau berada pada
tempat-tempat tertentu yang memungkinkan pasien terpapar dengan pencetus,
misalnya di kawasan industri atau di jalan raya dengan tingkat polusi yang tinggi.
❖ Time : Serangan asma dapat terjadi kapan saja, tergantung paparan dengan
faktor-faktor pencetus. Namun, serangan asma paling sering terjadi pada saat
suhu udara lebih dingin dari suhu normal harian, yaitu pada malam hari, atau pada
saat menjelang pagi.
berhenti atau masih merokok sampai sekarang. Selain asap rokok, polusi udara
juga merupakan penyebab menurunnya faal paru. Pasien yang bekerja di kawasan
industri atau bekerja pada tempat-tempat dengan tingkat polusi udara yang tinggi
misalnya polisi lalu lintas atau karyawan pabrik, memiliki resiko lebih tinggi
untuk menderita PPOK.
❖ Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga. Salah satu faktor penyebab terjadinya
PPOK adalah defisiensi enzim inhibitor protease yaitu alfa-1 antitripsin. Enzim
ini berfungsi menghambat kerja enzim protease yang merusak jaringan elastin,
kolagen dan gelatin pada paru dan saluran pernafasan, sehingga terjadi kerusakan
anatomi (kerusakan dinding alveoli dan hipersekresi mukus), dan penurunan
kemampuan fungsi paru. Enzim protease (elastase, proteinase-3, kolagenase dan
elastinase) sendiri timbul akibat pengaktifan alveolar makrofag dan netrofil oleh
paparan antigen terutama asap rokok. Individu dengan defisiensi alfa-1 antitripsin
akan mengalami kerusakan anatomi dan penurunan kemampuan fungsi paru lebih
cepat daripada individu yang normal. Defisiensi alfa-1 antitripsin memiliki
kecendrungan diturunkan secara genetik, sehingga pada anamnesis riwayat
penyakit keluarga (hanya ditanyakan bila pasien berada dalam usia dewasa muda
yaitu usia dibawah 50 tahun), dapat ditanyakan ada tidaknya keluarga dekat
pasien yang juga menderita PPOK dengan hubungan kekeluargaan secara garis
vertikal seperti ayah, ibu, kakek, nenek, paman atau bibi.
❖ Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi. Berisi penggalian informasi tentang
keadaaan keluarga pasien, terutama mengenai perumahan, penghasilan, dan
lingkungan atau daerah sekitar tempat tinggal penderita. Pasien yang tinggal di
daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi misalnya di sekitar jalan raya atau
kawasan industri, memiliki kecenderungan untuk menderita PPOK lebih tinggi
dari pasien yang tinggal di lingkungan dengan kadar udara yang bersih.
❖ Anamnesis Gizi berisi penggalian informasi tentang makanan yang dimakan
pasien sehari-hari, serta keadaan status gizi pasien. Anamnesis ini tidak terlalu
penting dalam anamnesis penyakit PPOK.
3. Tuberkulosis Paru
❖ Keluhan Utama: Batuk-batuk lebih dari 3 minggu dengan atau tanpa dahak
❖ Onset: Keluhan timbul sesuai dengan perkembangan penyakit, pengobatan yang
diberikan, dan daya tahan tubuh dari pasien. Pada awal penyakit, keluhan berupa
batuk-batuk lama tanpa dahak (batuk kering). Bila pasien tidak mendapatkan
pengobatan yang adekuat, batuk dapat disertai dahak (sputum) dan darah bila
terdapat pembuluh darah yang pecah
❖ Provoking Faktor: Gizi buruk merupakan salah satu faktor penyebab dari infeksi
tuberkulosis paru. Semakin buruk gizi semakin buruk pula daya tahan tubuh
terhadap basil tuberkulosis
❖ Quality: Sifat keluhan adalah batuk-batuk terus menerus dengan kecendrungan
keluhan bertambah berat bila pasien tidak mendapatkan pengobatan yang sedini
dan seadekuat mungkin atau bila daya tahan tubuh pasien lemah
❖ Gejala Penyerta: Demam yang tidak terlalu tinggi terutama pada sore hari, tidak
ada nafsu makan dan berat badan yang menurun (malaise)
❖ Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu berisi pertanyaan tentang pernah
tidaknya pasien menderita penyakit yang dapat menurunkan daya tahan tubuh
misalnya diabetes mellitus atau infeksi HIV, terutama bila pasien telah berusia
lanjut. Selain itu ditanyakan apakah penderita pernah sakit tuberkulosis
sebelumnya. Bila pernah, tanyakan apakah pengobatannya telah tuntas atau
belum
❖ Pada anamnesis riwayat penyakit keluarga, ditanyakan apakah pasien pernah
terpapar dengan anggota keluarga, atau orang lain yang menderita tuberkulosis
paru. Tuberkulosis paru dapat menular melalui kontak langsung walaupun
penularan terhadap sesama orang dewasa tidak dapat dibuktikan. Infeksi basil
tuberkulosis terjadi saat pasien masih dalam usia kanak-kanak. Anak dengan daya
tahan tubuh terlemah akan langsung sakit saat kecil. Sebagian lagi sakit ketika
dewasa muda (usia produktif), sebagian lagi sakit ketika sudah berusia lanjut
karena menderita penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh, dan sebagian lagi
tidak sakit sama sekali seumur hidupnya
F. CARA KERJA
1. Anamnesis Data Pribadi
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ lainnya, anamnesis pada penyakit
jantung dan pembuluh darah, terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan
identitas pribadi pasien. Komponen-komponen yang harus ditanyakan dalam
anamnesis pribadi antara lain adalah:
• Nama
• Umur
• Kelamin
• Alamat
• Agama
• Bangsa / Suku
• Status Perkawinan
• Pekerjaan
9. Anamnesis Gizi
Terakhir, dokter dapat menanyakan tentang makanan yang dikonsumsi setiap
hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan juga, apakah
penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap, dan dicari apakah
ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh pasien.
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
ANAMNESIS PENYAKIT PARU
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Membuka Pertemuan (salam, perkenalan diri)
2. Menanyakan Identitas Pribadi Pasien
3. Menanyakan Keluhan Utama
4. Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang
5. Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu
6. Anamnesis Riwayat Pribadi
7. Anamnesis Riwayat Pengobatan
8. Anamnesis Riwayat Keluarga
9. Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi
10. Anamnesis Gizi
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE XI
PEMERIKSAAN RONGGA GIGI DAN MULUT
(…..PENYUSUN…..)
A. TUJUAN UMUM
……………… (Merujuk pada capaian pembelajaran kurikulum fakultas yang telah diberi)
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab ……………….. diharapkan dapat:
1. Menjelaskan/melakukan. …………
2. Menjelaskan/melakukan ………….
3. dst
C. PENDAHULUAN
……………………. (berisi tentang pengantar bagi mahasiswa untuk bisa memahami
pelaksanaan skills lab sesuai dengan topik yang dibahas).
F. CARA KERJA
……………………. (berisi tentang penjelasan tata cara atau urutan langkah yang harus
dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan skills lab).
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN RONGGA GIGI DAN MULUT
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE XII
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SALURAN CERNA
(Bagian Ilmu Penyakit Dalam)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
Melakukan keterampilan klinis (pemeriksaan fisik, diagnostik dan terapeutik) terkait organ
dan sistem Pencernaan
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab pemeriksaan fisik sistem saluran cerna diharapkan
dapat:
1. Memahami dan mengenal titik-titik dan garis pedoman pemeriksaan abdomen, serta
pembagian kuadaran dan regio abdomen, yang dapat dijadikan pedoman dalam
melakukan pemeriksaan fisik sistem Saluran Pencernaan (C.1).
2. Mengetahui dan mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik sistem Saluran
Pencernaan, dengan cara observasi, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (4).
3. Terampil melakukan pemeriksaan fisik sistem Saluran Pencernaan yang dilatihkan,
yaitu :
- Observasi.
- Inspeksi abdomen yang meliputi, kesimetrisan, kontour, kondisi dinding abdomen,
dan pergerakan dinding abdomen selama pernafasan.
- Palpasi abdomen yang meliputi, palpasi superfisial, dan palpasi dalam (rebound
tenderness, palpasi hati, dan palpasi limpa).
- Perkusi abdomen yang meliputi, perkusi hati, dan pemeriksaan ascites.
- Auskultasi abdomen yang meliputi, auskultasi bising usus, bising vaskuler, dan
bising gesek (friction rub).
C. PENDAHULUAN
Abdomen adalah suatu rongga dalam badan yang terletak di bawah diafragma
hingga dasar panggul (pelvis). Pada abdomen terdapat organ-organ vital tubuh yang
meliputi traktus gastrointestinal pada rongga abdomen sebelah depan, dan traktus
urogenitalia yang sebagian besar terletak di sebelah belakang peritoneum.
Untuk memperkuat data-data yang ditemukan, dan menemukan kelainan-kelainan
pada abdomen yang tidak didapatkan pada anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik
abdomen. Pemeriksaan fisik abdomen, adalah pemeriksaan daerah perut di bawah arcus
costae kanan-kiri, hingga garis lipat paha, atau daerah inguinal.
Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik abdomen dengan baik dan benar,
pemeriksa terlebih dahulu harus mengetahui titik-titik dan garis yang dapat dijadikan tolak
ukur dalam melakukan pemeriksaan fisik abdomen, serta mengetahui kuadran, dan regio-
regio abdomen.
❖ Hepar atau hati, berada pada regio hipokondrium kanan dan regio epigastrium,
atau pada kuadran kanan atas.
❖ Limpa (lien), berkedudukan pada regio hipokondrium kiri, atau kuadran kiri atas.
❖ Lambung, berkedudukan pada regio epigastrium, atau pada kuadran kiri atas.
❖ Kandung empedu, berada kira-kira pada perbatasan daerah hipokondrium kanan
dengan epigastrium.
❖ Kandung kemih bila terisi penuh, dapat terpalpasi pada regio hipogastrium.
❖ Appendiks (umbai cacing), kira-kira berada di antara regio iliaka kanan, lumbar
kanan, dan bagian bawah regio umbilikal.
❖ Ginjal, terletak kira-kira pada regio hipokondrium kanan hingga regio lumbar
kanan, serta pada regio hipokondrium kiri hingga regio lumbar kiri.
F. CARA KERJA
B. Inspeksi Abdomen
Teknik pemeriksaan inspeksi dilakukan dengan cara mengamati permukaan
abdomen secara seksama. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi kesimetrisan
abdomen, bentuk dan ukuran abdomen (kontour), kondisi dinding abdomen, dan
pergerakan abdomen selama pernafasan.
❖ Kesimetrisan Abdomen
Dalam keadaan normal, pada pasien dalam posisi berbaring supinasi,
dinding perut akan terlihat simetris. Dinding perut dapat terlihat asimetris bila
terdapat tumor, abses, atau pelebaran setempat lumen usus.
Gambar 13. Dinding Abdomen Normal (simetris) Gambar 14. Dinding Abdomen
Asimetris
Gambar 15. Kontour Dinding Abdomen Normal Gambar 16. Kontour Abdomen
Pada Obesitas
C. Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen dilakukan secara sistematis dan seksama, sehingga sedapat
mungkin seluruh dinding perut terpalpasi. Palpasi dapat dilakukan dengan satu
tangan, atau dua tangan (bimanual), terutama pada pasien yang gemuk.
Pada palpasi abdomen, aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi)
dengan kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk pada
pangkal paha dan lutut. Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar
suhunya menjadi sama dengan dinding abdomen pasien untuk mencegah pasien
terkejut saat pertama kali telapak tangan disentuhkan pada dinding abdomen,
kemudian pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Palpasi abdomen dilakukan dalam dua tahap, yaitu palpasi permukaan atau
superficial palpation, dan palpasi dalam, atau deep palpation.
Gambar 21. Palpasi Superfisial (light palpation) Gambar 22. Palpasi Dalam (deep
palpation)
Gambar 23. Pemeriksaan Nyeri Lepas Gambar 24. Pemeriksaan Nyeri Lepas
D. Perkusi Abdomen
Pemeriksaan perkusi abdomen terutama ditujukan untuk mengetahui batas
organ padat secara kasar seperti hati, limpa, atau untuk menentukan penyebab
distensi abdomen, apakah penuh dengan gas, massa tumor yang besar, dan cairan
yang berlebihan. Dalam keadaan normal, suara perkusi sebagian besar abdomen
adalah timpani, kecuali pada sebagian daerah hipokondrium kanan dimana terletak
hati yang bila diperkusi akan menimbulkan suara pekak.
E. Auskultasi Abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen dilakukan dengan menggunakan alat bantu
stetoskop. Permukaan diafragma stetoskop diletakkan dengan kontak penuh pada
kulit permukaan kuadran kanan bawah abdomen, disebelah bawah umbilikus.
Kemudian, pemeriksa mendengarkan dengan seksama bunyi yang terdengar.
Pemeriksaan auskultasi abdomen terutama bertujuan, untuk memeriksa bising
peristaltik usus (bowel sound), bising vaskuler, dan bising gesek (friction rub).
• Bising Vaskuler
Termasuk dalam bising vaskuler adalah bising vena (venous hum), dan
bruit. Pada keadaan normal, bising vaskuler tidak terdengar. Bising vena dapat
terdengar di antara daerah epigastrium dan umbilikus. Bising vena ditimbulkan
oleh volume aliran darah yang besar di dalam kolateral-kolateral vena pada
hipertensi portal. Pada auskultasi, bising vena terdengar bernada tinggi, terus
menerus, dan halus.
Bruit adalah bising vaskuler yang disebabkan oleh turbulensi aliran darah
pada pembuluh darah yang menyempit, dan dapat ditemukan pada pasien yang
menderita hipertensi. Bruit dapat terdengar selama fase sistolik. Pada
permukaan abdomen, bruit dapat terdengar pada beberapa tempat yaitu pada :
- Bruit aorta abdominal, pada regio epigastrium.
- Bruit arteri renalis, pada regio hipokondrium kanan dan kiri, atau pada
daerah sudut kostovertebral (CVA) kanan dan kiri.
- Bruit arteri iliaka, pada pertengahan kuadran kanan dan kiri bawah
abdomen.
- Bruit arteri femoralis, pada sebelah bawah titik tengah ligamentum
inguinal kanan dan kiri.
Gambar 34. Auskultasi Abdomen Gambar 35. Lokasi Auskultasi Bruit Abdomen
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SALURAN CERNA
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Observasi
2. Inspeksi Abdomen
3. Palpasi Abdomen
4. Perkusi Abdomen
5. Auskultasi Abdomen
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE XIII
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR & KLISMA/ENEMA
(…..PENYUSUN…..)
A. TUJUAN UMUM
……………… (Merujuk pada capaian pembelajaran kurikulum fakultas yang telah diberi)
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab ……………….. diharapkan dapat:
1. Menjelaskan/melakukan. …………
2. Menjelaskan/melakukan ………….
3. dst
C. PENDAHULUAN
……………………. (berisi tentang pengantar bagi mahasiswa untuk bisa memahami
pelaksanaan skills lab sesuai dengan topik yang dibahas).
F. CARA KERJA
……………………. (berisi tentang penjelasan tata cara atau urutan langkah yang harus
dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan skills lab).
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR & KLISMA/ENEMA
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE XIV
ANAMNESIS PENYAKIT SALURAN CERNA
(…..PENYUSUN…..)
A. TUJUAN UMUM
……………… (Merujuk pada capaian pembelajaran kurikulum fakultas yang telah diberi)
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab ……………….. diharapkan dapat:
1. Menjelaskan/melakukan. …………
2. Menjelaskan/melakukan ………….
3. dst
C. PENDAHULUAN
……………………. (berisi tentang pengantar bagi mahasiswa untuk bisa memahami
pelaksanaan skills lab sesuai dengan topik yang dibahas).
F. CARA KERJA
……………………. (berisi tentang penjelasan tata cara atau urutan langkah yang harus
dilakukan oleh mahasiswa dalam melakukan skills lab).
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
ANAMNESIS PENYAKIT SALURAN CERNA
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
MATERI KE XV
TERAPI CAIRAN PADA ANAK
(dr. Monalisa Elizabeth, M.Ked (Ped), Sp.A)
A. TUJUAN UMUM
Pelatihan keterampilan klinis ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran:
Melakukan keterampilan klinis (pemeriksaan fisik, diagnostic dan terapeutik) terkait organ
dan sistem Pencernaan
B. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa setelah melakukan skills lab terapi cairan pada anak diharapkan dapat:
1. Mampu menentukan derajat dehidrasi pada kasus–kasus diare dengan dehidrasi secara
sistematis dengan baik dan benar.
2. Mampu memilih cairan dengan cara pemberian yang benar.
3. Mampu melakukan perencanaan untuk mempertahankan status rehidrasi yang telah
tercapai.
4. Mengenali komplikasi akibat diare dengan dehidrasi.
C. PENDAHULUAN
Diare merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada anak balita setelah
pneumonia (Hapsari, 2018). Menurut WHO setiap tahunnya sekitar 1,7 milyar kasus diare
pada balita dan menyebabkan kematian sebanyak 760.000 balita di seluruh dunia (WHO,
2013). Data dari Kementrian kesehatan Republik Indonesia melaporkan 100.000 balita
meninggal per tahun karena diare, setiap hari ada 273 balita meninggal (Depkes RI, 2007).
Secara operasional, diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat
berupa cair saja yang frekuensinya lebih dari 3 kali atau sering dari biasanya dalam 24 jam
dan berlangsung kurang dari 14 hari (Kemenkes RI, 2011). Penyebab diare terbanyak
setelah rotavirus adalah Escherichia coli (Halim, dkk, 2017). Standar emas untuk
menegakkan dehidrasi dengan mengukur kehilangan berat badan akut. Namun, umumnya
berat badan sebelum sakit tidak diketahui, sehingga perkiraan kehilangan berat badan
dilakuan berdasarkan penilaian klinis. Semakin berat derajat dehidrasi mengakibatkan
morbiditas dan mortalitas semakin tinggi (Ifeanyl, 2015; Barletta, dkk, 2011).
Penilaian
A B C
Lihat:
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan Lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin *Malas minum
haus minum banyak atau tidak bisa
minum
Periksa: Kembali cepat *Kembali *Kembali sangat
Turgor kulit lambat lambat
Hasil Pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang Bila ada 1 tanda *
Bila ada 1 * ditambah 1 atau
ditambah 1 atau lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi RencanaTerapi A Rencana Terapi Rencana Terapi C
B
Catatan:
- Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)
- Keseimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci (yang
diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1 gejala) pada
kolom yang sama
F. CARA KERJA
a. Perkenalan dan Dokumentasi
1. Sapa pasien dan perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.
2. Observasi penderita saat masuk ruang pemeriksaan.
3. Tanyakan identitas penderita dan sesuaikan dengan rekam medik.
4. Jelaskan tujuan dan minta persetujuan pemeriksaan.
5. Catat tanggal dan waktu pemeriksaan.
6. Catat segala temuan dan tindakan pada saat melakukan pemeriksaan.
7. Tulis nama dan tandatangan dokter yang bertugas.
c. Rehidrasi
1. Tentukan derajat dehidrasi.
a. Rencana terapi A, jika penderita diare tanpa dehidrasi.
b. Rencana terapi B, jika penderita mengalami dehidrasi ringan – sedang.
c. Rendanan terapi C, jika penderita mengalami dehidrasi berat.
2. Pada penderita tanpa dehidrasi dapat diberikan cairan rehidrasi oral 5–10 ml
setiap buang air besar cair.
3. Pada penderita dehidrasi ringan–sedang dapat diberikan cairan rehidrasi oral
sebanyak 75 cc/kgBB dalam 3–4 jam atau dapat diberikan cairan melalui infus,
Ringer Laktat atau Ringer Asetat 75 cc/kgBB dalam 3–4 jam.
4. Pada penderita dehidrasi berat diberikan segera melalui infus Ringer Laktat atau
NaCl 0,9% (bila Ringer Laktat tidak tersedia) cairan sebanyak 100 cc/kg/BB
dibagi sebagai berikut:
G. LAPORAN KERJA
Yang Sudah Baik Saya Kerjakan:
Medan,......................2021
Instruktur
(..........................................)
H. LEMBAR PENGAMATAN
LEMBAR PENGAMATAN
TERAPI CAIRAN PADA ANAK
*)Beri tanda √ pada kolom yang disediakan sesuai dengan penilaian anda
No. KEGIATAN 0* 1* 2*
1. Perkenalan dan Dokumentasi
2. Penilaian Derajat Dehidrasi
3. Rehidrasi
4. Mempertahankan status dehidrasi
Keterangan :
0= Tidak dilakukan
1= Dilakukan tetapi tidak sempurna
2= Dilakukan dengan sempurna
REFERENSI
1. Barletta F, Ochoa TJ, Mercado E, dkk. Quantitative real-time polymerase chain reaction
for enteropathogenic Escherichia coli: a tool for investigation of asymptomatic versus
symptomatic infections. CID. 2011;53:1223-9.
2. Departemen kesehatan RI. Kepmenkes RI No. 1216/Menkes/ SK/XI/2001 Tentang
pedoman pemberantasan penyakit diare. Jakarta : Ditjen PP & PL, Departemen Kesehatan
RI; 2007. 3.
3. Departemen Kesehatan RI. Riset kesehatan dasar tahun 2007. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2007.
4. Halim F, Warouw SM, Rampengan NH, Salendu P. Hubungan jumlah koloni Escherichia
Coli dengan dehidrasi pada diare akut. Sari Pediatri. 2017;19(2):81-5.
5. Hapsari IK, Gunardi Hartono. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan perilaku orangtua
tentang diare pada balita di RSCM Kiara. Sari Pediatri. 2018;19(6);316-20.
6. Ifeanyi CIC, Ikeneche NF, Bassey BE, Gallas N, Aissa RB, Boudabous A. Diarrhegenic
Escherichia coli pathotypes isolated from children with diarrhea in the Federal Capital
Territory Abuja Nigeria. J Infect Dev Ctries 2015;9:165-74.
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan sosialisasi tatalaksana diare balita.
Jakarta: Ditjen PP & PL. 2011; 1-40.
8. World Health Organization. Diarrhoeal diseases. Factsheet No 330, April 2013. Diakses 1
Mei 2021. Didapat dari: http:// www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/.
PENUTUP
Buku Panduan Skills Lab ini disusun berdasarkan kebutuhan akan panduan dalam
menyelenggarakan pelatihan keterampilan klinis. Materi yang didapat dalam buku ini
bersumber dari referensi yang telah disebutkan pada masing-masing keterampilan klinis.
Perbaikan terhadap konten materi keterampilan klinis akan direvisi sesuai dengan
keilmuan termutakhir. Perubahan isi materi akan disampaikan dalam bentuk revisi buku
panduan skills lab.