Anda di halaman 1dari 213

KETERAMPILAN KLINIK

SEMESTER III

BUKU PANDUAN
TIM PENYUSUN MODUL
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

KETERAMPILAN KLINIK
SEMESTER III

ANAMNESIS PENY. SISTEM HEPATOBILIER DAN PANKREAS


PEM. FISIK SISTEM HEPATOBILIER, PANKREAS DAN LIMFA
ANAMNESIS DAN EDUKASI SIS. HORMON & METABOLISME
PEM. FISIK KELAINAN SISTEM HORMON & METABOLISME
PEM. GLUKOSA DARAH KAPILER DGN ALAT (POCT)
KONSELING DIET DIABETES MELITUS
ANAMNESIS DAN KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI,
THALASEMIA, DAN HIV
PEMERIKSAAN PEMBESARAN KELENJAR GETAH BENING
PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA
PROSEDUR KANULASI VENA
PROSEDUR TRANSFUSI, PENENTUAN INDIKASI DAN JENIS
TRANSFUSI
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI
PEMERIKSAAN TORNIQUET (RUMPLE LEED TEST)
ROSER PLASTY

BUKU PANDUAN
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 1
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Penyusun :
SKILL LABS FK UISU
PAKAR BAGIAN TERKAIT

Editor :
MEU FK UISU

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 2
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Pemberitahuan : Buku Panduan Skills Lab Semester III saat ini


masih mengacu kepada buku panduan skills lab yang selama ini
ada. Kami mengharapkan kritik dan saran dari para Expert dan
Instruktur untuk perbaikan buku panduan skills lab tersebut.
Terima Kasih.

Skills Lab Fakultas Kedokteran


Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 3
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat,
bimbingan, petunjuk-Nya atas selesainya Rancangan Buku Panduan Keterampilan
Klinik Semester III Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara yang
merupakan karya dan kerja keras Tim Skills Lab FK UISU dan para pakar serta
kontributor ilmu yang terlibat, walau masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan SK-
Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis
Kompetensi, Standar Kompetensi Dokter sesungguhya merupakan bagian dari
Standar Pendidikan Profesi Dokter.

Konsil Kedokteran Indonesia melalui keputusan No. 21A/KKI/KEP/IX/2006,


telah mensahkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia sesuai dengan amanah
Undang-Undang RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Modul
Keterampilan Klinik ini dibuat mengacu pada perkembangan terkini dari paradigma
pendidikan dokter serta mempertimbangkan Misi dan Visi Universitas Islam
Sumatera Utara, dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di tanah air
kita.

Akhir kata, kami berharap Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester III, ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga segala usaha yang telah dilakukan,
dapat berhasil guna dalam rangka mencapai tujuan, Misi, dan Visi Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, September 2017


Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara,

dr. Abd Harris Pane, Sp. OG

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 4
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman Muka ...................................................................................................... i


Kata Pengantar ..................................................................................................... iii
Daftar Isi ................................................................................................................ iv
Tata Tertib Instruktur ......................................................................................... v
Deskripsi Kegiatan / Tugas Instruktur ............................................................... vi

Rujukan

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 5
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

TATA TERTIB INSTRUKTUR

Tata tertib yang harus diketahui Instruktur untuk kelancaran acara pelatihan ini
adalah :
1. Instruktur / pelatih diharapkan hadir 15 menit sebelum acara pelatihan dimulai
2. Jika instruktur tidak dapat hadir sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
instruktur harus melapor ke Pengelola Keterampilan Klinik Semester I yang
berkoordinasi dengan unit Laboratorium Keterampilan Klinik (Skills Lab) FK
UISU, paling lambat 1 hari sebelumnya, yaitu kepada :
dr. Sinta Veronica, M.Kes (082368371983) dr. Rahmadani Sitepu, M.Kes (081260334569)
dr. Nanda Novziransyah, M.Kes (081396105437) dr. Mayasari Rahmadhani, M.Kes (081360500048)
3. Instruktur harus berada di ruangan keterampilan klinik selama proses pelatihan
berlangsung, yaitu selama 2 x 50 menit (± 100 menit) / pertemuan latihan.
4. Setiap instruktur wajib mengisi dan mengembalikannya kepada Pengelola
Keterampilan Klinik Semester 1 setelah pelatihan selesai, yaitu:
 Lembaran berita acara pelatihan.
 Lembaran daftar absensi (kehadiran) mahasiswa acara pelatihan.
 Lembaran evaluasi/hasil pengamatan instruktur terhadap keterampilan
mahasiswa (bila ada).

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 6
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

DESKRIPSI KEGIATAN / TUGAS INSTRUKTUR SELAMA


ACARA PELATIHAN

Sesi Pembukaan (20 menit)


1. Pada acara pelatihan pertama di saat sesi pembukaan, instruktur
memperkenalkan diri, dan mahasiswa juga saling memperkenalkan diri.
Instruktur berusaha mengingat nama masing-masing mahasiswa.
2. Membagikan absensi mahasiswa, dan segera mengambilnya begitu selesai
ditandatangani oleh mahasiswa.
3. Mahasiswa dapat dibagi dalam beberapa kelompok kecil, yang masing-masing
kelompok terdiri dari 2 mahasiswa (berpasangan) / kelompok.
4. Bila diperlukan instruktur dapat mengadakan responsi pada mahasiswa yang
akan mengikuti pelatihan, bila instruktur menganggap mahasiswa tidak
menguasai materi yang berkaitan dengan pelatihan, maka instruktur berhak
membatalkan pelatihan bagi mahasiswa yang bersangkutan pada hari tersebut.
5. Instruktur kemudian memberi gambaran sekilas tentang maksud, tujuan, dan
metode latihan (cara) yang akan dilaksanakan selama acara pelatihan ini.
Sesi Latihan (60 menit)
1. Instruktur melakukan demonstrasi cara melakukan prosedur yang akan dilatih
mahasiswa.
2. Instruktur membimbing mahasiswa satu per satu secara bergantian pada saat
melakukan latihan, seperti yang telah diperagakan instruktur pada langkah (1)
di atas, dengan menggunakan pasien simulasi, atau manekin pada setiap
pertemuan (coaching).
3. Instruktur mengawasi kegiatan mahasiswa saat melakukan latihan mandiri.
Sesi Penutup (20 menit)
Sebelum menutup acara pelatihan ini, instruktur :
1. Memberikan feed-back (masukan) pada mahasiswa setelah melakukan latihan
peran (role play).
2. Mengisi lembar berita acara, dan menandatangani lembar daftar absensi
mahasiswa.
3. Memasukkan seluruh berkas ke dalam map yang tersedia.
4. Mengingatkan mahasiswa untuk membuat laporan hasil kegiatan pada lembar
laporan hasil latihan, dan menyerahkannya pada instruktur pada pertemuan
berikutnya untuk dikoreksi, dan ditandatangani / diparaf.
5. Bila perlu, memberikan tugas mandiri berupa materi yang harus dipahami
mahasiswa berkaitan dengan latihan keterampilan pada pertemuan ini, dan
untuk pertemuan selanjunya. Mahasiswa menyelesaikannya dalam bentuk
tulisan ilmiah beserta kepustakaannya, yang dikumpulkan pada pertemuan
berikutnya.
6. Mengingatkan mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik pada
pertemuan (acara pelatihan) berikutnya.
7. Mengucapkan kata penutup, misalnya Alhamdulillah, atau kata – kata lainnya
yang memberikan motivasi kepada mahasiswa

Keterampilan Klinik
SEMESTER III 7
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Pertama

ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM HEPATOBILIER DAN PANKREAS

I. PENDAHULUAN
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ yang lain, anamnesis pada penyakit sistem
gastroenterohepatologi haruslah dilakukan secara sistematis, dan dengan sikap yang
mencerminkan profesionalitas sebagai seorang dokter. Anamnesis dimulai dengan
menentukan keluhan utama pasien, memikirkan berbagai diagnosis banding yang mungkin
berdasarkan keluhan utama tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menggali informasi
sebanyak mungkin dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, berdasarkan
sistematika anamnesis, dan pengetahuan klinis yang dimiliki oleh dokter. Dengan melakukan
anamnesis yang baik dan terstruktur, seorang dokter dapat menegakkan diagnosis dengan
ketepatan hingga sekitar 65 %.
Sistematika anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi, memiliki kerangka yang
terdiri dari beberapa komponen, yaitu anamnesis riwayat pribadi, anamnesis keluhan utama,
anamnesis penyakit sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis
riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi, dan
anamnesis gizi.

1.1 Anamnesis Pribadi


Seperti halnya anamnesis pada sistem organ lainnya, anamnesis pada penyakit sistem
gastroenterohepatologi, terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan identitas pribadi
pasien. Komponen-komponen yang harus ditanyakan dalam anamnesis pribadi antara lain
adalah :
 Nama
 Umur
 Kelamin
 Alamat
 Agama
 Bangsa / Suku
 Status Perkawinan
 Pekerjaan

Data-data tersebut merupakan identitas pasien dan penting untuk diketahui, karena
terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan epidemiologi atau insidensi suatu
penyakit. Misalnya mengenai umur, penyakit tukak lambung dan tukak duodenum memiliki
insidensi yang tinggi pada kelompok usia di atas 45 tahun.
Pengaruh jenis kelamin terhadap insidensi penyakit sistem gastroenterohepatologi dapat
dilihat pada kasus kolesistitis yang lebih banyak diderita pasien berjenis kelamin wanita
terutama dengan kegemukan dibandingkan pria, atau pada kasus tumor gaster yang lebih
banyak diderita pasien pria daripada wanita dengan perbandingan 2:1.

1.2 Anamnesis Keluhan Utama


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga dirinya datang berobat.
Pengertian ini haruslah dicermati dengan baik, karena seringkali keluhan utama tidak dapat
ditentukan dengan baik karena kesalahan sewaktu menanyakannya pada pasien.
Untuk menentukan keluhan utama, dokter harus menanyakan apa keluhan yang dirasakan
paling mengganggu saat ini, yang menyebabkan pasien datang berobat. Keluhan utama tidak

Keterampilan Klinik
Semester III 1
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

boleh diabaikan, walaupun seandainya setelah dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
ternyata ditemukan penyakit lain yang lebih serius.
Beberapa keluhan utama sistem gastroenterohepatologi yang sering diutarakan pasien
antara lain adalah :

Nyeri Abdomen.
Merupakan keluhan utama yang paling sering diutarakan, yakni sekitar 30 sampai 50%
pada pasien penyakit sistem gastroenterohepatologi yang datang berobat ke dokter umum
maupun spesialis. Keluhan ini, dapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat
ringan, hingga yang dapat berakibat fatal.

 Tipe Nyeri Abdomen


 Nyeri viseral abdomen. Nyeri viseral abdomen dapat disebabkan oleh rangsang mekanik
seperti regangan atau spasme, atau kimiawi akibat proses inflamasi atau iskemia. Nyeri
viseral dapat bersifat tumpul, seperti terbakar, dapat bersifat kolik sesuai dengan gerakan
peristaltik organ, dan samar batas lokasinya.
 Nyeri peritoneum parietal. Nyeri ini disebabkan adanya inflamasi pada peritonem
parietal. Nyeri peritoneum parietal bersifat tajam karena banyaknya syaraf sensoris pada
peritoneum parietal, menetap atau konstan, dan lokasinya lebih jelas.
 Nyeri alih (reffered pain). Merupakan nyeri yang dirasakan pada abdomen, akibat adanya
proses pada organ tubuh yang lain. Misalnya nyeri akibat pneumonia, emboli paru, atau
infark miokardium yang dapat menjalar ke abdomen.

Penyebab nyeri abdomen sangat beragam, sehingga bila pasien datang dengan keluhan
nyeri abdomen, pertama kali harus dipikirkan apakah nyeri berasal dari abdomen (abdominal),
atau disebabkan penyebab atau proses di luar abdomen (ekstra abdominal).
Langkah selanjutnya, pemeriksa mengelaborasi keluhan nyeri abdomen dengan
menggunakan metode OLDCART atau OPQRST. Misalnya onsetnya akut atau kronik, lokasi
nyeri abdomen, karakter dan kualitas dari nyeri (apakah konstan, atau intermitten, apakah
tajam atau tumpul, ringan atau berat semakin memberat atau tidak), penjalaran nyeri, dan
faktor yang dapat meringankan, atau memperberat nyeri.

 Etiologi Nyeri Abdomen (abdominal), antara lain adalah :


 Gangguan motilitas, misalnya pada kasus dispepsia fungsional, dan irritable bowel
syndrome.
 Gangguan vaskuler, misalnya pada kasus iskemia atau infark intestinal.
 Regangan kapsula organ, misalnya pada kasus hepatitis, kista ovarium, dan pielonefritis.
 Obstruksi visceral, misalnya pada kasus ileus obstruksi, kolik bilier, atau kolik renal karena
adanya batu.
 Kelainan mukosa visceral, misalnya pada kasus tukak peptik, esofagitis, kolitis infeksi,
gastritis, dan inflammatory bowel disease.
 Inflamasi peritoneum parietal, misalnya pada peritonitis, appendisitis, pankreatitis, dan
kolesistitis.

 Etiologi Nyeri Abdomen (ekstra abdominal), antara lain adalah :


 Penyebab dermatomuskuloskeletal, misalnya herpes, atau trauma muskuloskeletal.
 Iskemia atau infark pada jantung dan paru.
 Pneumonia, emboli paru, dan pleuritis.

Keterampilan Klinik
Semester III 2
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Etiologi Nyeri Abdomen Berdasarkan Lokasi Nyeri


 Nyeri epigastrium (ulu hati), dapat disebabkan gastritis, ulkus gaster, Ca gaster, dispepsia,
pankreatitis, kolesistitis, kolelitiasis, Ca pankreas, atau infark miokardium.
 Nyeri hipokondrium kanan, dapat disebabkan kolesistitis, kolangitis, hepatitis, pankreatitis,
Ca pankreas, dan nyeri miokardium.
 Nyeri hipokondrium kiri, dapat disebabkan kelainan pada limpa, ulkus gaster, pneumonia,
emboli paru, dan nyeri miokardium.
 Nyeri periumbilikalis, dapat disebabkan pankreatitis, Ca pankreas, obstruksi usus,
aneurisma aorta, dan gejala awal appendisitis.
 Nyeri lumbal, dapat disebabkan batu ginjal, pielonefritis, batu ureter, abses perinefrik, dan
Ca kolon.
 Nyeri pada inguinal, dan daerah suprapubik, dapat disebabkan kelainan pada kolon,
appendisitis pada regio inguinalis kanan (titik Mc Burney), divertikulosis, salpingitis, sistitis,
kista ovarium, dan kehamilan ektopik terganggu.

Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, disertai dengan perubahan
konsistensi feses menjadi cair. Batasan klinis diare adalah bila frekuensi buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat digolongkan menjadi diare akut bila
berlangsung kurang dari 15 hari, atau diare kronik bila berlangsung lebih dari 15 hari.
Beberapa contoh pertanyaan dengan berpedoman pada metode OLDCART atau OPQRST
yang perlu ditanyakan pada pasien dengan keluhan diare antara lain adalah :
 Kapan timbul dan sudah berapa pasien menderita diare.
 Bagaimana bentuk dan warna tinja, apakah tinja bercampur lendir atau darah.
 Apakah diare disertai dengan rasa nyeri atau tidak.
 Apakah pasien terbangun di malam hari karena diare. Ditanyakan pada dugaan diare yang
berat, misalnya kolitis ulseratif, salmonellosis, atau disentri akut.

Sulit Buang Air Besar (konstipasi)


Konstipasi adalah gangguan buang air besar, berupa berkurangnya frekuensi buang air
besar. Batasan klinis konstipasi adalah, bila buang air besar kurang dari 3 kali seminggu, atau
lebih dari 3 hari tidak buang air besar, atau dalam buang air besar diperlukan mengejan yang
berlebihan.
Pada keluhan konstipasi dapat ditanyakan frekuensi buang air besar, bagaimana
konsistensi feses, apakah disertai dengan rasa nyeri atau tidak, apakah disertai dengan
perasaan tidak puas setelah buang air besar, apakah feses yang keluar bercampur darah, dan
apakah pasien harus mengejan berlebihan pada saat buang air besar.

Buang Air Besar Berdarah


Keluhan buang air besar berdarah, pada umumnya disebabkan adanya perdarahan pada
saluran cerna bagian bawah. Pada pasien dapat ditanyakan apakah terjadi secara akut, atau
sudah berulang, disertai dengan nyeri abdomen atau tidak, dan bagaimana karakteristik feses
yang bercampur darah tersebut. Keluhan ini dapat berupa :
 Hematoschezia, yaitu keluarnya darah segar melalui anus, umumnya disebabkan oleh
perdarahan pada kolon.
 Maroon Stools, yaitu keluarnya feses berwarna merah hati, disebabkan perdarahan pada
kolon bagian proksimal.
 Melena, yaitu keluarnya tinja berwarna hitam seperti aspal, lengket, dan berbau. Kelainan
ini menunjukkan adanya perdarahan saluran cerna bagian atas, dan dicernanya darah
pada usus halus.

Keterampilan Klinik
Semester III 3
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Mual dan Muntah


Mual dan muntah biasanya terjadi secara bersamaan, walaupun tidak selalu. Setiap kasus
muntah harus difikirkan kemungkinan berbagai keadaan sistemik yang mungkin
menyebabkannya misalnya kehamilan, uremia, atau hiperkalemia, pemakaian obat yang dapat
mencetuskan muntah, penyakit inflamasi, gangguan aspek neurologi, misalnya vertigo, sakit
kepala yang hebat, tumor intrakranial, atau segala stimulus yang menimbulkan rasa mual,
serta penyebab psikis, misalnya kecemasan yang berlebihan. Pada pasien yang datang
dengan keluhan muntah dapat ditanyakan :
 Apa yang dimuntahkan oleh pasien (sisa makanan atau makanan yang belum tercerna).
 Apakah muntah bercampur dengan darah atau bercak darah berwarna kehitaman (coffe
grounds).
 Berapa kali pasien muntah per harinya.
 Berapa banyak jumlah muntahan (memakai ukuran umum seperti cangkir, atau mangkuk).
 Bagaimana pola muntah, apakah biasa, atau menyembur (projektil).
 Apakah muntah disertai dengan nyeri perut atau tidak, dan apakah muntah meringankan
nyeri.

Muntah Darah (hematemesis)


Hematemesis dapat berwarna merah segar (bekuan, atau cairan berwana merah segar),
atau berubah karena enzim dan asam lambung menjadi berwarna kecoklatan, dan berbentuk
seperti butiran kopi. Hematemesis merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna
bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.

Sulit Menelan (disfagia)


Disfagia ditandai dengan adanya keluhan sulit menelan atau makanan terasa mengganjal
di kerongkongan, dan tidak turun ke lambung. Pada keluhan sulit menelan, dapat ditanyakan
kepada pasien beberapa pertanyaan :
 Dimana biasanya makanan tersangkut, dan apakah tempatnya konstan
 Apakah pasien terbatuk saat berusaha menelan, atau sulit untuk memulai menelan.
 Apakah pasien mampu menelan, namun makanan terasa mengganjal disertai dengan
nyeri dibelakang tulang dada.
 Jenis makanan apa yang sulit ditelan, apakah hanya makanan padat, atau sulit menelan
makanan padat maupun cair.
 Apakah keluhan sulit menelan dirasakan semakin memburuk (misalnya dahulu hanya sulit
menelan makanan padat, lama kelamaan sulit menelan makanan cair).

Dalam penulisan keluhan utama harus ditanyakan sudah berapa lama pasien mengalami
keluhan tersebut. Misalnya nyeri ulu hati sejak 5 hari yang lalu, atau mencret-mencret sejak
seminggu yang lalu. Selain menanyakan keluhan utama, tanyakan juga apakah ada keluhan
lain yang dirasakan pasien yang merupakan keluhan tambahan, seperti, mual, muntah, badan
terasa lemas, perut kembung, nafsu makan berkurang, dan lain sebagainya.
Setelah menentukan keluhan utama, langkah selanjutnya adalah memikirkan diagnosis
banding, dimana dokter harus memikirkan segala kemungkinan penyakit yang mungkin.

Keterampilan Klinik
Semester III 4
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Alur Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Gastroenterohepatologi

Keluhan Utama

Memikirkan Diagnosis-Diagnosis Banding yang mungkin

Anamnesis + Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik + Pemeriksaan Penyerta

Diagnosis Sementara Penyakit Sistem Gastroenterohepatologi

Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Gastroenterohepatologi

Gambar 1. Alur Pola Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Sistem


Gastroenterohepatologi

Untuk membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis banding, dan menegakkan


diagnosis pasti, informasi-informasi yang terkandung di dalam keluhan utama, haruslah digali
sedalam mungkin dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam
komponen-komponen anamnesis lainnya.

1.3 Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit merupakan uraian rinci
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai saat penderita
datang berobat. Sebagaimana anamnesis pada sistem organ lainnya, untuk menggali informasi
lebih dalam terutama yang berkaitan dengan keluhan utama, dapat digunakan komponen-
komponen pertanyaan yang berpedoman kepada Macleod’s Clinical Examination (metode
OLDCART dan OPQRST).
Pemilihan dan penggunaan kedua metode ini, disesuaikan dengan keluhan utama yang
diutarakan pasien, dan tidak bersifat mengikat. Artinya kita boleh memasukkan komponen
pertanyaan metode lain selain metode yang kita pilih, untuk memperoleh informasi sebanyak
mungkin. Adakalanya tidak semua komponen-komponen pertanyaan pada metode OLDCART
atau OPQRST terdapat dalam suatu kasus penyakit, sehingga tidak perlu ditanyakan saat
menggali informasi.
Contoh penggunaan metode OLDCART untuk menggali informasi. 1) Dapat ditanyakan
bagaimana mula terjadinya keluhan atau gejala klinis (onset). 2) Lokasi dimana pasien
merasakan keluhan (location). 3) Sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien
(duration). 4) Bagaimana sifat keluhan yang dirasakan pasien (character). 5) Adakah faktor-
faktor yang dapat memperberat atau meringankan keluhan (alleviating atau aggravating
factor). 6) Apakah keluhan hanya terbatas pada organ tubuh tertentu, atau menyebar ke
bagian-bagian tubuh lainnya (radiation). 7) Apakah keluhan timbul pada waktu-waktu tertentu,
atau terjadi setiap saat, atau tidak menentu (time).

Keterampilan Klinik
Semester III 5
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Selain metode OLDCART, dapat digunakan metode OPQRST untuk menggali informasi
pada keluhan utama. Contoh penggunaan metode OPQRST, 1) Keluhan atau gejala klinis
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (onset). 2) Adakah pencetus yang menimbulkan
keluhan (palliating/provoking factor). 3) Sifat dan beratnya serangan atau gejala klinis yang
terjadi, apakah terjadi secara terus menerus atau hilang timbul, apakah gejala klinis yang
timbul cenderung bertambah berat atau berkurang (quality). 4) Penyebaran dari keluhan
(radiation). 5) Apakah keluhan timbul saat pasien berada pada tempat tertentu (site). 6)
Kapan keluhan timbul, apakah keluhan paling dirasakan pada waktu tertentu, misalnya pada
pagi, atau malam, setiap saat, atau tidak menentu (time).

1.4 Anamnesis Penyakit Terdahulu


Pada bagian ini ditanyakan kepada pasien tentang penyakit yang telah pernah dideritanya
sejak masih kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum menderita penyakit sekarang ini),
yang mungkin mempunyai hubungan dengan penyakit yang dialami pasien saat ini.
Misalnya pada sindrom dispepsia dapat ditanyakan ada tidaknya riwayat penyakit
lambung, penyakit kuning (hepatitis), diabetes mellitus, atau riwayat penyakit kandung
empedu, yang merupakan beberapa faktor predisposisinya. Contoh lainnya adalah riwayat
penyakit kuning (hepatitis) pada kasus sirosis hati.

1.5 Anamnesis Organ atau Sistem


Pada anamnesis organ atau sistem, dapat dilihat adakah hubungan antara keluhan atau
gejala klinis, dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnesis keluhan utama,
penyakit sekarang, ataupun pada bagian anamnesis penyakit terdahulu.
Anamnesis sistem organ dilakukan secara sistematis, dengan menanyakan keluhan yang
mungkin ditemukan pada organ atau bagian tubuh, dimulai dari kepala, tubuh, hingga
ekstremitas bawah.

1.6 Anamnesis Riwayat Pribadi


Pada anamnesis riwayat pribadi pasien, dokter menggali informasi-informasi mengenai
kebiasaan hidup pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit sistem
gastroenterohepatologi yang dideritanya. Misalnya kebiasaan merokok, yang dapat
meningkatkan resiko timbulnya penyakit gastritis akut atau kronik, tukak duodenum, dan tukak
lambung. Contoh lainnya adalah kebiasaan minum alkohol yang merupakan salah satu
pencetus terjadinya pankreatitis.
Bila pasien memiliki riwayat merokok, diperlukan pertanyaan tertentu untuk mendapatkan
informasi lebih banyak tentang kebiasaan merokok tersebut, seperti sudah berapa lama pasien
merokok, berapa batang atau bungkus rokok yang dihabiskan setiap harinya atau apakah
penderita masih merokok atau sudah berhenti.
Perlu ditanyakan juga tentang keadaan rumah tangga penderita, pekerjaan, penghasilan,
dan keadaan anak-anak atau masalah-masalah lain yang menyebabkan terganggunya
ketenangan jiwa penderita. Stres dan kecemasan dapat menyebabkan peningkatan produksi
asam lambung, dan resiko terjadinya tukak pada lambung.

1.7 Anamnesis Riwayat Pengobatan


Pada anamnesis riwayat pengobatan dokter menanyakan apakah sebelumnya pasien
sudah menggunakan obat-obatan untuk mengobati penyakitnya atau belum, apakah pasien
berobat ke tenaga medis atau mengobati sendiri, apa nama obat yang digunakan, bagaimana
pemakainnya, dan apakah efek obat dirasakan menghilangkan gejala penyakit atau tidak.

Keterampilan Klinik
Semester III 6
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Beberapa penyakit sistem gastroenterohepatologi dicetuskan oleh pemakaian obat obatan


tertentu dalam jangka panjang. Misalnya pemakaian obat-obatan anti inflamasi non steroid
(OAINS), dapat meningkatkan resiko timbulnya gastritis akut atau kronik, dan tukak lambung.

1.8 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam anamnesis riwayat penyakit keluarga, dokter menanyakan penyakit yang pernah
diderita keluarga dekat penderita, seperti penyakit keturunan, atau penyakit yang dapat
menular secara kontak langsung bila daya tahan tubuh melemah. Beberapa penyakit sistem
gastroenterohepatologi memiliki kecendrungan untuk diturunkan secara genetik, misalnya
tukak lambung, atau pada karsinoma lambung.
Pada anamnesis ditanyakan juga adakah anggota keluarga yang mengalami sakit yang
sama dengan pasien. Bila ada anggota keluarga yang telah meninggal dunia, tanyakanlah
sebab kematiannya.

1.9 Anamnesis Sosial Ekonomi


Pada anamnesis sosial ekonomi, dokter menanyakan mengenai keadaan keluarga pasien
terutama mengenai perumahan, penghasilan, lingkungan dan daerah tempat tinggal penderita.
Penyakit infeksi saluran pencernaan misalnya disentri, atau kolera sering ditemukan pada
pasien tingkat sosial ekonomi rendah, dengan tingkat kesadaran tentang pola hidup sehat yang
juga rendah.

1.10 Anamnesis Gizi


Pada anamnesis gizi dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi
setiap hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan juga, apakah
penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap, dan dicari apakah ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh pasien.

Gambar 2. Beberapa Lokasi Nyeri Abdomen & Penjalarannya (reffered pain)

Keterampilan Klinik
Semester III 7
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Simulasi Kasus Anamnesis Penyakit Sistem Gastroenterohepatologi


Kolesistitis Akut
 Anamnesis Pribadi : Terutama pada wanita, usia di atas umur 40 tahun.
 Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan atas dan ulu hati.
 Keluhan Tambahan : Demam (subfebris), mual dan muntah.
 Diagnosis Banding : Kolangitis, hepatitis, amebiasis hati, tukak lambung, tukak
duodenum, pankreatitis akut, karsinoma pankreas, dan infark miokardium.
 Onset : Nyeri pada perut kanan atas secara mendadak
 Duration : Nyeri pada perut kanan atas sejak 8 jam yang lalu.
 Character. Nyeri pada perut kanan atas bersifat kolik (intermitten atau hilang timbul),
namun dirasakan sangat nyeri seperti ditusuk-tusuk. Hal ini dapat dibedakan dengan nyeri
pada tukak lambung, tukak duodenum, pankreatitis, hepatitis, amebiasis hati, Ca pankreas,
dan infark miokardium yang bersifat terus menerus (persistent). Pada saat serangan, nyeri
perut kanan atas dapat berlangsung cukup lama hingga 60 menit tanpa mereda, dan lama
kelamaan dapat menetap. Nyeri perut tidak didahului oleh aktifitas fisik yang berat, serta
tidak disertai dengan diare (mencret) dengan kotoran bercampur lendir seperti ingus.
 Radiation. Nyeri dirasakan pertama kali muncul pada perut bagian atas, kemudian
menjalar ke pundak (subskapula) atau bahu kanan.
 Provoking Factor. Serangan nyeri dapat terjadi setelah pasien makan dalam jumlah yang
banyak, terutama makanan yang berlemak.
 Aggravating Factor. Rasa nyeri dapat bertambah bila pasien bergerak, batuk, atau bila
daerah abdomen yang terasa nyeri ditekan.
 Time. Nyeri pada perut kanan atas biasanya timbul pada saat larut malam atau dini hari.
 Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu. Berisi pertanyaan yang menanyakan ada tidaknya
riwayat nyeri perut kanan atas yang menjalar ke pundak atau bahu kanan sebelumnya
(kolik bilier), yang menunjukkan kemungkinan adanya kolelitiasis. Kolelitiasis merupakan
penyebab utama (sekitar 90%) dari kolesistitis akut.
 Anamnesis Organ. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya keluhan perubahan warna kulit
dan mata menjadi kekuningan (ikterus). Ikterus lazim ditemukan pada kasus kolangitis
(trias Charcot’s), dan hepatitis pada fase ikterik.
 Anamnesis Riwayat Pribadi. Berisi pertanyaan mengenai kebiasaan hidup atau
pekerjaan pasien yang berhubungan dengan penyakit kolesistitis akut yang dialaminya.
Misalnya riwayat sering mengkonsumsi makanan yang berlemak terutama kolestrol, yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kolesistitis dan kolelitiasis.
 Anamnesis Riwayat Pengobatan. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya riwayat
penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu lama, yang dapat mencetuskan timbulnya
keluhan nyeri pada ulu hati terutama jenis OAINS, misalnya piroksikam, atau ibuprofen,
untuk membantu menyingkirkan diagnosis banding tukak lambung, atau tukak duodenum.
 Anamnesis Gizi. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan yang berlemak. Selain itu dapat ditanyakan tentang ada tidaknya
penurunan berat badan pasien secara drastis untuk menyingkirkan diagnosis banding
kasus keganasan seperti kanker pankreas, atau kanker lambung.

Keterampilan Klinik
Semester III 8
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
15 menit Instruktur
Introduksi dan penyampaian pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh instruktur, instruktur
memperlihatkan kepada mahasiswa cara
melakukan anamnesis penyakit sistem
gastroenterohepatologi, dan bagaimana cara Instruktur
45 menit menggali informasi yang didapatkan dari dan
anamnesis secara deskriptif dan kronologis. Mahasiswa
Mahasiswa melakukan latihan role play secara
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching)
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
30 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan-masukan
10 menit Instruktur
(feedback) kepada mahasiswa.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.1 TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi yang terdiri
dari anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit sekarang,
anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat pribadi,
anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi dan anamnesis gizi.
2. Mampu melakukan anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi dengan contoh
simulasi kasus kolesistitis akut (3A).

Keterampilan Klinik
Semester III 9
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
15 menit Pembukaan Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja
 Kursi 8
 Pasien Simulasi (instruktur)
6. Materi Kegiatan / Latihan :
 Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem gastrointestinal dengan baik dan
benar, yang terdiri dari :
 Anamnesis Pribadi
 Anamnesis Keluhan Utama
 Anamnesis Penyakit Sekarang
 Anamnesis Penyakit Terdahulu
 Anamnesis Organ/Sistem
 Anamnesis Riwayat Pribadi
 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
 Anamnesis Sosial/Ekonomi
 Anamnesis Gizi

Keterampilan Klinik
Semester III 10
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. Djojoningrat D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th
edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. p . 287-90.
2. Daldiyono, Syam A.F. Nyeri Abdomen Akut. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 2006. p . 305-6.
3. Pridady. Kolesistitis. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. p
. 479-80.
4. Greenberger N.J, Isselbacher K.J. Penyakit Kandung Empedu Dan Duktus Biliaris. In :
Isselbacher K.J, Braunwald E, Martin J, Fauci A.S, Kasper D.L, eds. Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
1995. p . 1693-5.
5. Hadi S. Keluhan Yang Sering Pada Gastroenterologi. Gastroenterologi. 2nd edition.
Bandung : Penerbit Alumni. 2002 : 17-57.
6. Davey P. Manifestasi Klinis at Glance : Gastroenterologi. In : Safitri A, ed. At a Glance
Medicine. 1st edition. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2006. p . 28-42.
7. Gleadle J. Sistem Gastrointestinal. In : Safitri A, ed. At a Glance Anamnesis Dan
Pemeriksaan Fisik. 1st edition. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2006. p . 28.
8. Dacre J, Kopelman P. Sistem Gastrointestinal. In : Listiawaty, editor. Alih Bahasa :
Pendit B.U. Buku Saku Keterampilan Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2004. p.109-25.

Keterampilan Klinik
Semester III 11
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI Ya Tidak
1. Kolesistitis Akut
Dokter mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien duduk
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya
Dokter memperhatikan dengan seksama keadaan pasien sewaktu
datang berobat. (pasien berperawakan gemuk, diantar dengan
tempat tidur sorong, dan berbaring tidur miring meringkuk).
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku
bangsa, alamat dan pekerjaan pasien. (pasien berusia 45 tahun,
jenis kelamin wanita). Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan pasien yang membuat dirinya datang
berobat. (nyeri pada perut kanan atas). Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menjelaskan bagaimana mula terjadinya
keluhan nyeri perut kanan atas yang dirasakan pasien. Apakah
terjadi secara mendadak, atau semakin memberat secara perlahan,
dan sudah berapa lama keluhan timbul. (keluhan nyeri perut kanan
atas dirasakan timbul secara mendadak, sejak 8 jam yang lalu).
Onset
Dokter meminta pasien menjelaskan ada tidaknya pencetus
timbulnya nyeri tersebut, misalnya terlambat makan, bekerja berat,
olah raga, makan makanan atau minum obat tertentu, atau terpukul
sesuatu. (ya, nyeri muncul pada tengah malam, beberapa jam
setelah pasien makan 2 piring gulai otak, dan kari kambing pada
acara pernikahan sepupunya.) Provoking Factor, Time
Dokter menanyakan bagaimana sifat dari nyeri perut kanan atas
yang dialami pasien. Apakah dirasakan terus menerus atau bersifat
sementara saja (hilang timbul), dan apakah serangan dirasakan
hanya sebentar saja, atau dapat berlangsung lama. (nyeri bersifat
hilang timbul, namun pada saat serangan rasa nyeri dirasakan
cukup lama, hingga setengah hingga satu jam lamanya).
Character, Duration
Dokter meminta pasien mengambarkan nyeri yang dirasakannya,
apakah seperti ditusuk-tusuk, atau seperti terbakar, atau seperti
tertekan oleh benda berat. (nyeri pada perut kanan atas dirasakan
seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, terasa sakit sekali).
Character
Dokter meminta pasien menjelaskan mengenai ada tidaknya hal-hal
yang dapat memperberat atau meringankan nyeri yang dirasakan
pasien. (ya, rasa nyeri dirasakan bertambah hebat bila pasien
batuk, bergerak, bicara keras, dan bila daerah perut kanan
atasnya tersentuh. Nyeri dirasakan mereda bila pasien berbaring
miring). Aggravating & Alleviating Factor
Dokter menanyakan di bagian tubuh mana nyeri pertama kali
dirasakan, adakah penjalaran nyeri ke bagian tubuh lainnya. (Nyeri
dirasakan pasien pertama kali muncul pada daerah perut kanan
atas, kemudian menjalar ke pundak dan bahu sebelah kanan).
Character, Radiation

Keterampilan Klinik
Semester III 12
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Dokter menanyakan apakah timbulnya rasa nyeri disertai dengan


keluhan diare yang bercampur lendir seperti ingus. (tidak, rasa nyeri
tidak disertai dengan diare). Character
Dokter menanyakan adakah keluhan lain yang dirasakan selain
keluhan nyeri perut kanan atas (pasien merasa badannya demam,
namun tidak tinggi, hanya meriang). Keluhan Tambahan
Dokter meminta pasien menceritakan ada tidaknya riwayat nyeri
perut kanan atas yang menjalar ke pundak atau bahu kanan
sebelumnya. (ya, sebelumnya pasien sering mengalami nyeri
atau rasa tidak enak pada perut kanan atas, namun nyeri
dirasakan tidak berat, dan tidak lama). Anamnesis Riwayat
Penyakit Terdahulu
Dokter menayakan ada tidaknya riwayat merokok, minum alkohol,
atau makan makanan berlemak pada pasien (pasien tidak memiliki
riwayat merokok dan minum alkohol, namun pasien sangat suka
makan makanan berlemak). Anamnesis Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan apakah sebelum timbulnya keluhan, pasien
memiliki riwayat makan obat anti rematik dalam jangka waktu yang
lama, misalnya ibuprofen®, atau piroksikam®. (tidak terdapat
riwayat pemakaian obat anti rematik (OAINS) dalam jangka
waktu yang lama). Anamnesis Riwayat Pengobatan
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya
mengalami penurunan, peningkatan atau tetap seperti biasa
(penderita merasa berat badannya mengalami peningkatan
karena dirinya semakin jarang berolah raga) Anamnesis Gizi
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari penderita
Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai penderita
Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 13
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 14
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kedua

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM HEPATOBILIER, PANKREAS DAN LIMFA

I. PENDAHULUAN
Abdomen adalah suatu rongga dalam badan yang terletak di bawah diafragma hingga
dasar panggul (pelvis). Pada abdomen terdapat organ-organ vital tubuh yang meliputi traktus
gastrointestinal pada rongga abdomen sebelah depan, dan traktus urogenitalia yang sebagian
besar terletak di sebelah belakang peritoneum.
Untuk memperkuat data-data yang ditemukan, dan menemukan kelainan-kelainan pada
abdomen yang tidak didapatkan pada anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik abdomen.
Pemeriksaan fisik abdomen, adalah pemeriksaan daerah perut di bawah arcus costae kanan-
kiri, hingga garis lipat paha, atau daerah inguinal.
Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik abdomen dengan baik dan benar, pemeriksa
terlebih dahulu harus mengetahui titik-titik dan garis yang dapat dijadikan tolak ukur dalam
melakukan pemeriksaan fisik abdomen, serta mengetahui kuadran, dan regio-regio abdomen.

1.1 Titik dan Garis Pedoman Pemeriksaan Fisik Abdomen


Titik dan garis pada permukaan abdomen yang dapat dipalpasi atau terlihat, dan dapat
dijadikan pedoman pemeriksaan fisik antara lain adalah :
 Processus xyphoideus, yaitu tulang rawan tipis berbentuk segitiga yang merupakan bagian
terbawah sternum. Processus xyphoideus mudah diraba pada lekukan dimana pinggir iga
(arcus costae), bertemu pada bagian atas dinding anterior abdomen.
 Arcus costae, merupakan pinggir bawah dinding toraks yang berbentuk melengkung
seperti busur, dan dibentuk di depan oleh rawan iga ke 7, 8, 9, 10, dan 11, serta
dibelakang oleh rawan iga ke 11 dan 12.
 Spina iliaca anterior superior, yaitu penonjolan sisi anterior dari pinggir sisi atas samping
tulang iilium, yang mudah terpalpasi, yang merupakan petunjuk lokasi, dan deskripsi
temuan anatomi.
 Simfisis pubis, merupakan sendi kartilaginosa yang terletak pada garis tengah antara
corpus pubis. Simfisis pubis terpalpasi sebagai struktur padat di bawah kulit pada garis
tengah, pada bagian bawah dinding anterior abdomen.
 Linea alba, yaitu alur garis tengah yang memanjang dari simfisis pubis ke processus
xyphoideus, memisahkan otot rektus abdominalis kiri dan kanan.
 Linea inguinalis, yaitu garis halus yang teletak pada sulkus yang membatasi abdomen
dengan paha.
 Umbilicus, yaitu kerutan jaringan parut, dan merupakan tempat perlekatan tali pusat pada
bayi. Umbilicus terletak pada linea alba, dengan posisi bervariasi sesuai dengan jumlah
lemak abdomen.

1.2 Pembagian Kuadran dan Regio Abdomen


Untuk mendapatkan deskripsi yang baik, khususnya dalam penentuan lokasi organ dan
kelainannya, maka abdomen dibagi atas empat kuadran, yang dibuat dengan cara menarik
garis imajiner dari ujung processus xyphoideus sampai ke titik tengah simfisis pubis, dan
dengan cara menarik garis kedua yang berjalan horizontal melewati abdomen setinggi
umbilikus.
Keempat kuadran abdomen tersebut adalah a) kuadran kanan atas, b) kuadran kiri atas, c)
kuadran kanan bawah, d) kuadran kiri bawah. Tanda kiri dan kanan menunjukkan sisi kanan
dan kiri pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 15
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Pembagian abdomen secara lebih rinci dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9
regio, yang didapatkan dari penarikan dua garis sejajar dengan garis median, dan dua garis
transversal, yaitu yang menghubungkan dua titik terbawah arcus costae, dan satu garis lagi
yang menghubungkan kedua spina illiaca anterior superior (SIAS). Kesembilan regio abdomen
pada permukaan anterior abdomen tersebut adalah :
 Regio epigastrium.
 Regio hipokondrium kanan.
 Regio hipokondrium kiri.
 Regio umbilikalis.
 Regio lumbar kanan.
 Regio lumbar kiri.
 Regio illiaka kanan.
 Regio illiaka kiri.
 Regio hipogastrium, yang dikenal juga dengan regio suprapubik.

Gambar 1. Pembagian Kuadran Abdomen Gambar 2. Pembagian Regio Abdomen

1.3 Letak Organ-Organ Abdomen


Dalam keadaan normal, organ-organ dalam abdomen, dapat diproyeksikan pada
permukaan anterior abdomen berdasarkan pembagian regio dan kuadran, walaupun ketepatan
proyeksinya tidak terlalu akurat. Organ-organ tersebut antara lain adalah :
 Hepar atau hati, berada pada regio hipokondrium kanan dan regio epigastrium, atau pada
kuadran kanan atas.
 Limpa (lien), berkedudukan pada regio hipokondrium kiri, atau kuadran kiri atas.
 Lambung, berkedudukan pada regio epigastrium, atau pada kuadran kiri atas.
 Kandung empedu, berada kira-kira pada perbatasan daerah hipokondrium kanan dengan
epigastrium.
 Kandung kemih bila terisi penuh, dapat terpalpasi pada regio hipogastrium.
 Appendiks (umbai cacing), kira-kira berada di antara regio iliaka kanan, lumbar kanan, dan
bagian bawah regio umbilikal.
 Ginjal, terletak kira-kira pada regio hipokondrium kanan hingga regio lumbar kanan, serta
pada regio hipokondrium kiri hingga regio lumbar kiri.

1.4 Teknik Pemeriksaan Fisik Sistem Gastroenterohepatologi


Sebelum melakukan pemeriksaan fisik sistem gastroenterohepatologi, pastikanlah
keadaan ruangan pemeriksaan tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan pasein, serta

Keterampilan Klinik
Semester III 16
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

memiliki penerangan yang baik. Dokter hendaknya selalu didampingi seorang perawat, yang
dapat bertindak sebagai saksi untuk menghindari perlakuan yang tidak benar, ditinjau dari
pihak pemeriksa, maupun pasien.
Sebagaimana halnya pemeriksaan fisik pada sistem organ lainnya, jelaskanlah terlebih
dahulu prosedur pemeriksaan fisik yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien. Bila pasien setuju, mintalah
pasien untuk duduk atau berbaring dengan posisi supinasi, dengan kepala rata atau ditinggikan
sedikit dengan satu bantal, sementara kedua lengan berada di samping kiri dan kanan
tubuhnya. Jika kandung kemih dalam keadaan penuh, sebaiknya dikosongkan (kecuali pada
pemeriksaan palpasi kandung kemih) terlebih dahulu sebelum pemeriksaan dimulai.
Khusus untuk pemeriksaan fisik daerah abdomen, mintalah perawat untuk mengatur
pakaian pasien sehingga seluruh abdomen dapat terlihat mulai dari processus xyphoideus
hingga pinggir atas simfisis pubis, sedangkan bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa,
ditutup dengan kain bersih.
Pemeriksa kemudian berdiri di sebelah kanan pasien, dan meminta pasien untuk rileks,
dan tidak menegangkan perutnya. Sistematika pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal terdiri
dari lima tahapan secara berurutan, dimulai dari observasi, diikuti inspeksi abdomen, palpasi ,
perkusi, dan terakhir auskultasi abdomen.

Gambar 3. Proyeksi Letak Organ Abdomen Gambar 4. Pengaturan Pakaian Pasien

Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di luar abdomen, yang
mungkin berkaitan dengan penyakit sistem gastroenterohepatologi. Observasi hendaknya
dilakukan secara sistematis dan cepat, dimulai dari ekstremitas superior, kepala dan leher,
dada, dan punggung bagian atas, genitalia, serta ekstremitas inferior.

 Ekstremitas Superior
Kelainan pada ekstremitas superior yang berkaitan dengan penyakit pada hati, misalnya
eritema palmaris, kontraktur Dupuyren, leukonikia, dan clubbing finger. Eritema palmaris
adalah memerahnya bagian perifer telapak tangan akibat vasodilatasi perifer karena kelebihan
estrogen. Kelainan ini dapat ditemukan pada penyakit hati, yang disertai dengan penurunan
metabolisme estrogen di hati.
Kontraktur Dupuyren adalah deformitas fleksi, biasanya pada jari keempat dan kelima,
sedangkan leukonikia adalah memutihnya dasar kuku akibat hipoproteinemia pada penyakit
hati.

Keterampilan Klinik
Semester III 17
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 5. Eritema Palmaris Telapak Tangan Gambar 6. Kontraktur Dupuyren

 Kepala dan Leher


Kelainan pada daerah kepala dan leher yang berhubungan dengan penyakit sistem
gastrointestinal, misalnya ikterus yang tampak pada sklera mata dan kulit, serta xanthelasma,
atau rontoknya kumis, dan janggut pada hiperestrogenisme.
Ikterus (jaundice), adalah perubahan warna kulit atau sklera mata menjadi kekuningan
yang merupakan tanda dari penyakit pada hati (sirosis hepatis, hepatitis), atau penyakit pada
kandung empedu (kolelitiasis, kolesistitis). Xanthelasma adalah penimbunan deposit pigmen
berwarna kekuningan pada kelopak mata atas dan bawah, yang dapat disebakan oleh
defisiensi vitamin A, atau adanya kelainan pada kandung empedu (kolesistitis kronik).

Gambar 7. Ikterus Sklera Mata Gambar 8. Xanthelasma Kelopak Mata

 Dada, Aksila, dan Punggung Bagian Atas


Pada daerah dada, aksila, dan punggung bagian atas, kelainan-kelainan yang
menunjukkan adanya penyakit sistem gastrointestinal antara lain adalah tanda-tanda
hiperestrogenisme karena penyakit pada hati yang menyebabkan gangguan metabolisme
estrogen, misalnya pembesaran mammae pada lelaki (ginekomastia), hilangnya bulu-bulu
tubuh pada ketiak, serta munculnya spider naevi dan eritema pada kulit dada.
Spider naevi adalah malformasi vaskuler kecil berwarna merah, berbentuk seperti laba-
laba. Kelainan ini mudah dikenali karena isi pembuluh darah berasal dari satu arteriole sentral,
dan dengan penekanan pada arteriole sentralnya, spider naevi dapat berubah warna menjadi
pucat.

Keterampilan Klinik
Semester III 18
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 9. Ginekomastia Pada Pria Gambar 10. Spider Naevi (spider angiomata)

 Genitalia dan Ekstremitas Inferior


Kelainan yang dapat ditemukan pada observasi daerah genitalia dan ekstremitas inferior,
misalnya rontoknya rambut kemaluan, dan atrofi testis. Testis yang mengalami atrofi akan
teraba mengecil, dan menjadi lunak. Penyebabnya adalah hiperestrogenisme akibat gangguan
metabolisme estrogen di hati.
Pada penyakit sirosis hepatis yang berat, dapat ditemukan edema pada tungkai, terutama
pada daerah pretibia. Biasanya selain edema pretibia, juga terdapat edema pada periorbita
dan ascites pada perut. Air seni pasien juga biasanya mengandung bilirubin (bilirubinuria), dan
tampak berwarna kecoklatan seperti warna air teh.

Gambar 11. Edema Ekstremitas Bawah Gambar 12. Bilirubinuria

Inspeksi Abdomen
Teknik pemeriksaan inspeksi dilakukan dengan cara mengamati permukaan abdomen
secara seksama. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi kesimetrisan abdomen, bentuk dan
ukuran abdomen (kontour), kondisi dinding abdomen, dan pergerakan abdomen selama
pernafasan.

Keterampilan Klinik
Semester III 19
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Kesimetrisan Abdomen
Dalam keadaan normal, pada pasien dalam posisi berbaring supinasi, dinding perut akan
terlihat simetris. Dinding perut dapat terlihat asimetris bila terdapat tumor, abses, atau
pelebaran setempat lumen usus.

Gambar 13. Dinding Abdomen Normal (simetris) Gambar 14. Dinding Abdomen Asimetris

 Bentuk & Ukuran Perut (kontour abdomen)


Bentuk dan ukuran perut dipengaruhi oleh habitus, jaringan lemak subkutan atau
intraabdomen, dan keadaan otot dinding perut. Orang dewasa dengan berat normal, dalam
keadaan baik, tidak hamil, dan tidak konstipasi, abdomennya akan tampak datar pada posisi
berbaring telentang. Pada orang yang sangat kurus, atau starvasi, dinding perut tampak
cekung dan tipis (skafoid), dan tulang iga dan pelvis tampak menonjol. Abdomen pada orang
yang mengalami kegemukan (obesitas), atau pada orang tua, terlihat menonjol karena
penimbunan jaringan lemak subkutan, atau karena otot-otot dinding perut yang melemah.

Gambar 15. Kontour Dinding Abdomen Normal Gambar 16. Kontour Abdomen Pada Obesitas

Pada keadaan patolologis perut membuncit dapat disebabkan oleh ascites, kista ovarium,
ileus paralitik, ileus obstruktif, tumor intraabdomen, atau organomegali. Perut membuncit
secara keseluruhan, dapat disebabkan oleh penimbunan lemak, atau terkumpulnya air dan gas
yang berlebihan di dalam rongga abdomen.
Penonjolan dinding abdomen yang asimetris dan terlokalisasi, dapat menunjukkan adanya
kelainan pada organ abdomen yang berada di bawahnya. Misalnya penonjolan regio

Keterampilan Klinik
Semester III 20
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

suprapubis, karena kandung kemih yang terdistensi pada kasus pembesaran prostat, dan pada
kehamilan muda, atau penonjolan pada kuadran kanan atas perut dapat ditemukan pada kasus
pembesaran hepar, atau pembesaran kuadran kiri atas pada pembesaran limpa
(spleenomegali) masif.

Gambar 17. Ascites Gambar 18. Pembesaran Hepar (hepatomegaly)

 Kondisi Dinding Abdomen


Amatilah dengan seksama kondisi dinding abdomen, dan lakukan penilaian untuk
mengetahui ada tidaknya kelainan seperti, perubahan warna abdomen, jaringan parut (scars),
striae, dilatasi vena, gerakan peristaltis usus, dan penonjolan umbilikus.
Warna kulit abdomen dalam keadaan normal, berwarna sama atau sedikit lebih putih dari
warna kulit anggota tubuh pasien lainnya. Kulit abdomen dapat terlihat memerah, yang
merupakan tanda peradangan, atau berwarna kuning pada penyakit hati atau kandung empedu
yang menyebabkan terjadinya jaundice.
Jaringan parut dapat ditemukan pada pasien yang dahulu pernah memiliki riwayat operasi
abdomen (misalnya laparotomi, seksio saesaria, atau appendektomi), riwayat ulserasi pada
kulit, serta riwayat luka tusuk pada dinding abdomen.
Adanya striae berupa garis-garis putih (striae alba), dapat ditemukan pada pasien kurus
yang dahulu gemuk, atau pada bekas ascites. Pada pasien Sindroma Cushing, dapat terlihat
striae berwarna merah muda pada bagian bawah abdomen, serta pada lipatan ketiak.
Dalam keadaan normal, vena-vena dinding abdomen tidak terlihat. Pelebaran vena
disebabkan oleh hipertensi portal. Bila dilatasi vena terjadi di sekitar daerah umbilikus, aliran
vena tampak berjalan dari umbilikus ke arah luar, yang dinamakan dengan kaput medusa.
Dilatasi vena akibat obstruksi vena kava inferior, akan terlihat sebagai pelebaran vena
abdomen, dari daerah inguinal ke arah umbilikus.
Umbilikus normal, umumnya tampak mencekung ke dalam, walaupun pada perut yang
membuncit karena obesitas. Umbilikus dapat terlihat rata atau menonjol pada distensi
abdomen, karena penumpukan cairan berlebihan (misalnya ascites), pada hernia umbilikalis,
atau adanya massa abnormal intraabdomen yang berukuran besar (misalnya pada mioma uteri
atau kista ovarium).

Keterampilan Klinik
Semester III 21
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 19. Dilatasi Vena-Vena Abdomen Gambar 20. Hernia Umbilikalis

 Pergerakan Dinding Perut


Pergerakan abdomen dalam keadaan normal (istirahat) adalah minimal. Dinding abdomen
akan bergerak naik sedikit sewaktu inspirasi, kemudian menurun kembali saat ekspirasi,
demikian seterusnya secara ritmik. Bila terjadi infeksi intraabdomen misalnya peritonitis,
pergerakan dinding abdomen saat inspirasi dan ekspirasi mungkin terlihat berkurang, bahkan
hilang sama sekali.
Gerakan peristaltik usus pada dinding abdomen dalam keadaan normal tidak terlihat. Bila
gerakan peristaltik terlihat, dipastikan terdapat hiperperistaltik, atau dilatasi usus sebagai akibat
adanya obstruksi pada lumen usus, karena berbagai sebab, seperti tumor, skibala,
perlengketan, dan strangulasi usus.

Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen dilakukan secara sistematis dan seksama, sehingga sedapat mungkin
seluruh dinding perut terpalpasi. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan, atau dua tangan
(bimanual), terutama pada pasien yang gemuk.
Pada palpasi abdomen, aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi) dengan
kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk pada pangkal paha dan
lutut. Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar suhunya menjadi sama dengan
dinding abdomen pasien untuk mencegah pasien terkejut saat pertama kali telapak tangan
disentuhkan pada dinding abdomen, kemudian pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Palpasi abdomen dilakukan dalam dua tahap, yaitu palpasi permukaan atau superficial
palpation, dan palpasi dalam, atau deep palpation.

Palpasi Superfisial (light palpation)


Palpasi superfisial bertujuan untuk menentukan lokasi nyeri tekan, ada tidaknya spasme
otot, dan ada tidaknya massa subkutan (misalnya lipoma atau kista sebacea) pada dinding
abdomen. Dalam keadaan normal, tidak ditemukan adanya nyeri tekan, dinding abdomen
terasa lemas (soepel), dan tidak ditemukan adanya massa abnormal.
Sebelum melakukan palpasi, tanyakanlah kepada pasien, dimana lokasi nyeri yang ia
rasakan pada dinding abdomen. Selanjutnya, palpasi dilakukan dengan lembut dan sistematis
pada keempat kuadran abdomen, dimulai dari daerah yang normal, kemudian secara bertahap

Keterampilan Klinik
Semester III 22
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

mendekati daerah yang nyeri tekan. Palpasi dilakukan dengan menggunakan ruas terakhir dan
ruas tengah jari-jari tangan yang dominan, dan bukan dengan ujung jari-jari. Selama palpasi
dilakukan, perhatikanlah mimik muka pasien, sambil menanyakan, apakah daerah abdomen
yang sedang dipalpasi oleh pemeriksa terasa sakit atau tidak.
Untuk menilai ada tidaknya spasme atau rigiditas dinding abdomen, dilakukan palpasi
dengan cara yang sama, seperti untuk menentukan lokasi nyeri tekan, hanya saja palpasi
dilakukan dari daerah dinding perut yang normal, kemudian secara bertahap mendekati daerah
dinding perut yang tegang. Dinding perut yang terasa tegang dinamakan defans muskuler,
keadaan ini dapat ditemukan terutama pada kasus peradangan organ intraabdomen, misalnya
peritonitis, atau appendiksitis.

Gambar 21. Palpasi Superfisial (light palpation) Gambar 22. Palpasi Dalam (deep palpation)

Palpasi Dalam (deep palpation)


Setelah melakukan palpasi superfisial, langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan palpasi dalam. Palpasi dalam memiliki beberapa tujuan, antara lain adalah
mengidentifikasi kelainan atau rasa nyeri yang tidak didapatkan pada palpasi superfisial
(misalnya rebound tenderness), untuk lebih menegaskan kelainan-kelainan yang didapat
pada palpasi superfisial, untuk palpasi massa atau organ intraabdomen secara spesifik,
misalnya palpasi hati, atau limpa, serta untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan pada pasien
yang gemuk atau pasien yang berdinding otot tebal.
Palpasi dalam dilakukan setelah pemeriksa melakukan palpasi superfisial, dan sebaiknya
dilakukan dengan menggunakan dua tangan. Telapak tangan kanan diletakkan dalam posisi
pronasi pada dinding abdomen, sementara telapak tangan kiri diletakkan dalam posisi pronasi
pada punggung telapak tangan kanan. Ujung-ujung jari tangan kiri memberikan tekanan,
sementara ruas terakhir dan ruas tengah jari pada jari-jari tangan kanan melakukan palpasi
pada dinding abdomen.
Palpasi dalam dilakukan secara sistematis, dan meliputi keempat kuadran abdomen.
Sambil melakukan palpasi dalam, mintalah pasien untuk relaks, dan ajaklah pasien
berbincang-bincang agar otot-otot perutnya menjadi lemas.
Bila terdapat nyeri tekan, harus dideskripsikan gambaran dari nyeri tekan tersebut, antara
lain adalah :
 Berat ringannya nyeri tekan yang dirasakan pasien.
 Lokasi nyeri tekan yang maksimal.
 Apakah terasa adanya tahanan.
 Ada tidaknya nyeri lepas atau rebound tenderness.

Keterampilan Klinik
Semester III 23
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Nyeri Lepas (rebound tenderness)


Nyeri lepas adalah nyeri yang ditimbulkan oleh pelepasan tekanan palpasi secara
mendadak. Pemeriksaan ini tergolong pemeriksaan palpasi dalam, dan menunjukkan adanya
iritasi pada peritoneum. Sebelum melakukan pemeriksaan nyeri lepas, beritahukan kepada
pasien, bahwa pemeriksaan ini dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman atau nyeri.
Pemeriksaan nyeri lepas dilakukan dengan cara meletakkan jari-jari tangan kanan
pemeriksa dalam posisi pronasi pada salah satu kuadran dinding abdomen menjauhi daerah
abdomen yang terasa nyeri oleh pasien. Lakukanlah palpasi dalam dan perlahan dengan
menggunakan ruas terakhir dan ruas tengah jari-jari tangan kanan pada dinding abdomen
tersebut, kemudian tangan yang melakukan palpasi dilepas dengan tiba-tiba.
Pemeriksa kemudian menanyakan kepada pasien, mana yang lebih sakit, saat perut
ditekan, atau saat tekanan dilepaskan. Jika sensasi nyeri terasa paling hebat saat tekanan
dilepaskan, nyeri lepas dinyatakan positif.

Gambar 23. Pemeriksaan Nyeri Lepas Gambar 24. Pemeriksaan Nyeri Lepas

Bila pada pemeriksaan palpasi dalam teraba adanya massa intraabdomen, hal-hal yang
perlu dideskripsikan antara lain, dimana lokasi massa tersebut, pada kuadran atau regio
abdomen apa, seberapa besar ukurannya, bagaimana permukaannya, apakah rata atau
berbenjol-benjol, bagaimana konsistensinya, apakah kenyal, lunak, atau keras, bagaimana
tepi organ atau massa yang teraba, apakah tegas atau tidak tegas, apakah massa atau organ
dapat digerakaan atau tidak (mobile atau immobile), apakah massa tersebut berpulsasi atau
tidak, serta ada tidaknya nyeri tekan pada saat massa atau organ tersebut terpalpasi.
 Palpasi Hati
Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan
palpasi hati yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien,
kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada. Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya
pada pangkal paha dan lutut. Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien. Pemeriksaan palpasi hati menggunakan dua tangan atau palpasi bimanual.
Palpasi hati terbagi dua, yaitu palpasi lobus kanan hati, dan palpasi lobus kiri hati.

Keterampilan Klinik
Semester III 24
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Palpasi Lobus Kanan Hati


 Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan pemeriksa, agar suhunya
menjadi kurang lebih sama dengan suhu dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien
terkejut saat palpasi mulai dilakukan.
 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kanan yang dilalui oleh garis
midklavikula kanan.
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kanan (iga ke-12).
 Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio iliaka kanan
pasien, sebelah lateral muskulus rektus abdominis.
 Lakukan palpasi dari regio iliaka kanan menuju ke arkus kosta kanan yang dilalui oleh
garis midklavikula kanan.
 Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan menggunakan
sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
 Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas (dorsokranial), sementara pada saat yang
bersamaan jari-jari tangan kiri menekan ke arah atas.

Gambar 26. Pemeriksaan Palpasi Hati Gambar 27. Pemeriksaan Palpasi Hati

 Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga.
 Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi lateral jari telunjuk
tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada saat inspirasi maksimal.
 Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
 Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian antara lain, berapa
lebar jari tangan di bawah arkus kosta (BAC) kanan, misalnya 2 jari BAC, bagaimana
keadaan tepi hati, apakah tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras, atau kenyal, bagaimana
pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat
nyeri tekan atau fluktuasi, misalnya pada abses hati.

 Palpasi Lobus Kiri Hati


 Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan pemeriksa, agar suhunya
menjadi kurang lebih sama dengan suhu dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien
terkejut saat palpasi mulai dilakukan.

Keterampilan Klinik
Semester III 25
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu processus xyphoideus yang dilalui oleh garis
midsternalis.
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kanan (iga ke-12).
 Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio hipogastrium
pasien.
 Lakukan palpasi dari regio hipogastrium menuju ke processus xyphoideus yang dilalui oleh
garis midsternalis.
 Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan menggunakan
sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
 Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara pada saat yang bersamaan jari-jari
tangan kiri menekan ke arah atas (dorsokranial).
 Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah processus
xyphoideus.
 Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi lateral jari telunjuk
tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada saat inspirasi maksimal.
 Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
 Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian antara lain, berapa
lebar jari tangan di bawah processus xyphoideus (BPX), misalnya 2 jari BPX, bagaimana
keadaan tepi hati, apakah tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras, atau kenyal, bagaimana
pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat
nyeri tekan atau fluktuasi, misalnya pada abses hati.

 Murphy’s sign atau tanda Murphy merupakan salah satu pemeriksaan fisik yang sangat
bermanfaat untuk menunjang diagnosa kolesistitis. Konfirmasi diagnosis tergantung
penemuan pada pemeriksaan fisik, laboratorium, dan hasil pencitraan sehingga Murphy
Sign juga bermanfaat. Kolesistitis merupakan kondisi yang sering terjadi akibat peristiwa
inflamasi, infeksi, metabolik, neoplasma, dan kelainan kongenital. Angka terbesar kejadian
kolesistitis akut paling banyak pada dewasa usia 30 sampai 80 tahun. Wanita beresiko
dua kali lebih besar dibandingkan pria. Kolesistitis memiliki ciri khas nyeri ringan hingga
sedang pada regio kuadran kanan atas (hipocondriaca dextra) dan epigastrium abdomen.
Rasa nyeri biasanya menjalar hingga belakang skapula kanan dan punggung. Mual,
muntah, demam derajat ringan, dan leukositosis sering terjadi. Gejala muncul biasanya
sering berhubungan dengan konsumsi makanan dengan kandungan tinggi lemak pada
satu atau beberapa jam sebelum onset nyeri muncul.
 Metode Pemeriksaan
Pasien di periksa dalam posisi berbaring supine,kemudian pemeriksa menekan /
palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta
untuk menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun
menuju tangan pemeriksa. Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri
kepada pasien,kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti),
maka hal ini disebut “Murphy’s sign positif ”

Keterampilan Klinik
Semester III 26
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Teknik pemeriksaan Murphy’s sign

 Ludwig Sign merupakan salah satu cara pemeriksaan fisik yang sangat bermanfaat untuk
menunjang diagnosa Abses hati amoebik. Abses hati amoebik adalah bentuk infeksi pada
hati yang disebabkan karena infeksi Entamoeba histolytica yang bersumber dari intestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel-sel darah dalam parenkim hati.
Pasien umumnya datang dengan keluhan nyeri abdomen kanan atas. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk dan ditekan. Nyeri dapat dirasakan menjalar hingga ke bahu dan lengan
kanan. Pasien merasa semakin nyeri apabila batuk, berjalan, menarik napas dalam, dan
berbaring miring ke sisi tubuh sebelah kanan. Pasien juga merasa lebih nyaman berbaring
miring ke sisi tubuh sebelah kiri.
Demam dijumpai pada 87-100% kasus, mual dan muntah ditemukan pada 32-85% kasus,
dan dapat dijumpai pula penurunan berat badan. Keluhan diare dijumpai pada sepertiga
kasus, bahkan pada beberapa kasus dijumpai riwayat disentri beberapa bulan
sebelumnya.

 Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan Ludwig sign, yakni menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris anterior
dextra, apabila terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati atau Ludwig sign
positif.

 Palpasi Limpa
Limpa dalam keadaan normal tidak teraba pada palpasi. Secara anatomi, limpa terletak di
belakang iga ke-9 pada regio hipokondrium kiri. Pembesaran limpa dimulai dari bawah
lengkung iga kiri, melewati umbilikus, sampai regio iliaka kanan.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih dahulu prosedur
pemeriksaan palpasi limpa yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti
oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada. Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya
pada pangkal paha dan lutut. Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien. Teknik palpasi limpa hampir sama dengan palpasi hati, dan seperti halnya hati,
limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus
di garis tengah abdomen, menuju arkus kosta kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis imajiner yang
dimulai dari titik di arkus kosta kiri menuju umbilikus, kemudian diteruskan sampai ke spina

Keterampilan Klinik
Semester III 27
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

iliaka anterior superior kanan. Garis Schuffner, yang dinotasikan dengan huruf S, membagi
daerah abdomen menjadi delapan bagian yang sama, dimana Schuffner satu terletak pada
daerah arkus kosta kiri, Schuffner empat terletak pada umbilikus, sedangkan Schuffner
delapan berada pada SIAS kanan.

 Palpasi Limpa Menurut Garis Schuffner


 Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan pemeriksa, agar suhunya
menjadi kurang lebih sama dengan suhu dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien
terkejut saat palpasi mulai dilakukan.
 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kiri yang dilalui oleh garis
midklavikula kiri.
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kiri (iga ke-12).
 Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio iliaka kanan
pasien.
 Lakukan palpasi secara diagonal ke arah kiri atas, dari regio iliaka kanan menuju ke
umbilikus, selanjutnya dilanjutkan ke arah arkus kosta kiri.
 Palpasi limpa dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan
menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
 Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara pada saat yang bersamaan jari-jari
tangan kiri menekan ke arah atas (dorsokranial).
 Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari secara diagonal ke
arah kiri atas sesuai garis Schuffner, untuk meraba tepi bawah limpa.
 Bila pada palpasi teraba tepi bawah limpa, lakukanlah penilaian antara lain, berapa jauh
tepi bawah limpa yang teraba dari arkus kosta kiri pada garis Schuffner (S-I sampai S-VIII),
bagaimana konsistensi limpa, apakah kenyal atau keras, dan apakah teraba lekukan
(insisura) limpa.

Gambar 28. Pembesaran Masif Limpa Gambar 29. Palpasi Bimanual Limpa

 Palpasi Limpa Menurut Garis Hacket


Apabila limpa membesar ke arah bawah, pembesaran limpa dapat diukur menurut Garis
Hacket. Garis Hacket adalah garis imajiner yang ditarik dari arkus kosta kiri menuju ke spina
iliaka anterior superior kiri, dan membagi bidang tersebut atas lima bagian yang sama besar.
Garis Hacket dinotasikan dengan huruf H, dimana Hacket satu terletak pada arkus kosta kiri,

Keterampilan Klinik
Semester III 28
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

sedangkan Hacket lima (H-V) terletak pada SIAS kiri. Cara melakukan pemeriksaan palpasi
limpa menurut Garis Hacket adalah sebagai berikut :
 Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan pemeriksa, agar suhunya
menjadi kurang lebih sama dengan suhu dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien
terkejut saat palpasi mulai dilakukan.
 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kiri yang dilalui oleh garis
midklavikula kiri.
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kiri (iga ke-12).
 Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio iliaka kiri
pasien.
 Lakukan palpasi ke arah atas, dari regio iliaka kiri (SIAS kiri) menuju ke titik arkus kosta kiri
yang dilalui garis midklavikula kiri.
 Palpasi limpa dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan
menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
 Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara pada saat yang bersamaan jari-jari
tangan kiri menekan ke arah atas (dorsokranial).
 Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah atas sesuai
garis Hacket, untuk meraba tepi bawah limpa.
 Bila pada palpasi teraba tepi bawah limpa, lakukanlah penilaian antara lain, berapa jauh
tepi bawah limpa yang teraba dari arkus kosta kiri pada garis Hacket (H-I sampai H-V),
bagaimana konsistensi limpa, apakah kenyal atau keras, dan apakah teraba lekukan
(insisura) limpa.

Perkusi Abdomen
Pemeriksaan perkusi abdomen terutama ditujukan untuk mengetahui batas organ padat
secara kasar seperti hati, limpa, atau untuk menentukan penyebab distensi abdomen, apakah
penuh dengan gas, massa tumor yang besar, dan cairan yang berlebihan. Dalam keadaan
normal, suara perkusi sebagian besar abdomen adalah timpani, kecuali pada sebagian daerah
hipokondrium kanan dimana terletak hati yang bila diperkusi akan menimbulkan suara pekak.

 Perkusi Batas Hati (liver span)


Perkusi hati dilakukan untuk menentukan batas-batas hati, terutama batas atas, atau batas
paru-hati, batas bawah hati, dan pemeriksaan peranjakan hati. Sebelum melakukan
pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan secara
lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada, atau duduk. Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien.

 Perkusi Batas Paru-Hati


 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu garis midklavikula kanan.
 Letakkan telapak tangan kiri pada dinding toraks, kemudian tekan sedikit jari telunjuk atau
jari tengah tangan kiri (jari fleksimeter) pada sela iga daerah toraks.
 Bagian tengah falangs medial dari jari fleksimeter kemudian diketuk dengan ujung jari
tengah kanan (jari fleksor) dengan sendi pergelangan tangan sebagai poros.
 Perkusi dilakukan pada sela-sela iga sepanjang garis midklavikula kanan dengan arah dari
atas ke bawah.

Keterampilan Klinik
Semester III 29
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Lakukan penilaian terhadap perubahan bunyi perkusi pada sela-sela iga.


 Kira-kira pada sela iga ke-5, akan terjadi perubahan bunyi suara perkusi, dari suara sonor
menjadi sonor memendek, yang dinyatakan sebagai batas paru hati relatif.
 Lanjutkan perkusi pada sela iga berikutnya, namun dengan perkusi yang lebih lemah.
Pada sela iga ke-6, akan terjadi perubahan bunyi suara perkusi, dari suara sonor
memendek menjadi pekak, yang dinyatakan sebagai batas paru hati absolut.

 Perkusi Batas Bawah Hati


 Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu garis midklavikula kanan.
 Letakkan telapak tangan kiri pada dinding toraks, kemudian tekan sedikit jari telunjuk atau
jari tengah tangan kiri (jari fleksimeter) pada kuadran kanan bawah abdomen yang dilalui
oleh garis midklavikula kanan.
 Bagian tengah falangs medial dari jari fleksimeter kemudian diketuk dengan ujung jari
tengah kanan (jari fleksor) dengan sendi pergelangan tangan sebagai poros.
 Perkusi dilakukan pada permukaan abdomen sepanjang garis midklavikula kanan dengan
arah dari bawah ke atas, menuju daerah pekak hati.
 Lakukan penilaian terhadap perubahan bunyi perkusi.
 Kira-kira pada sela iga ke-6, akan terjadi perubahan bunyi suara perkusi, dari suara
timpani menjadi pekak, yang dinyatakan sebagai batas bawah hati.

 Peranjakan Hati
Batas-batas hati tidaklah tetap, dan dapat berubah bersama pernafasan. Pada inspirasi
maksimal, paru akan mengembang, mengisi sinus diafragmatika, dan mendorong diafragma ke
arah bawah. Hal ini menyebabkan daerah yang tadinya terdapat hati, akan berisi jaringan paru,
karena hati terdorong ke arah bawah oleh diafragma. Daerah yang tadinya pada perkusi
menimbulkan suara pekak, akan berubah menjadi suara sonor. Sebaliknya pada saat
ekspirasi, jaringan paru akan mengempis kembali, dan diafragma kembali naik ke tempatnya
semula, sehingga suara perkusi kembali menjadi pekak. Pemeriksaan peranjakan hati
merupakan kelanjutan dari pemeriksaan perkusi batas paru hati.
 Tentukanlah terlebih dahulu, batas paru hati absolut yang berada pada sela iga keenam
(ICS 6).
 Mintalah pasien melakukan inspirasi dalam (maksimal).
 Pada saat pasien melakukan inspirasi dalam, lakukan perkusi pada sela iga ke-6.
 Lakukanlah penilaian apakah terjadi perubahan bunyi suara perkusi dari pekak menjadi
sonor.
 Berubahnya batas paru hati pada inspirasi dalam, dinamakan peranjakan hati.
 Peranjakan hati biasanya sekitar 1-2 jari di bawah daerah batas paru hati absolut dalam
keadaan normal.

 Pemeriksaan Ascites
Bunyi perkusi pada sebagian besar abdomen adalah timpani karena adanya udara di
dalam usus. Bunyi timpani dapat didengar pada perkusi abdomen sampai pada daerah sisi
samping kanan dan kiri.
Bila terdapat cairan bebas, atau ascites yang cukup banyak di dalam rongga abdomen,
dan karena pengaruh dari gaya gravitasi, perkusi pada bagian atas perut akan menimbulkan
suara timpani, sementara pada sisi samping perut akan terdengar suara perkusi pekak.
Terdapat beberapa cara pemeriksaan ascites, antara lain adalah pemeriksaan gelombang
cairan (tes undulasi), dan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya redup yang berpindah
atau shifting dullness.

Keterampilan Klinik
Semester III 30
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Pemeriksaan Gelombang Cairan (tes undulasi)


Cara ini digunakan pada pasien dengan ascites yang cukup banyak, dengan perut yang
tampak tegang. Cara melakukan pemeriksaan gelombang cairan (tes undulasi) adalah sebagai
berikut :
 Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih dahulu prosedur
pemeriksaan gelombang cairan yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
 Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada, dengan posisi pemeriksa berada di sisi kaudal pasien.
 Pemeriksa meletakkan salah satu telapak tangannya dalam posisi pronasi pada sisi
samping perut pasien, sementara telapak tangan lainnya mengetuk-ngetuk sisi samping
perut pasien lainnya.
 Untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, mintalah
pemeriksa lain atau pasien sendiri, untuk meletakkan telapak tangannya di tengah-tengah
perut dengan sedikit tekanan.

Gambar 30. Pemeriksaan Perkusi Hati Gambar 31. Pemeriksaan Gelombang Cairan

 Pemeriksaan Shifting Dullness


Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang lebih dipercaya untuk mengetahui ada
tidaknya ascites daripada pemeriksaan gelombang cairan. Dasar pemeriksaan ini adalah untuk
menentukan ada tidaknya bunyi perkusi suara redup yang berpindah, untuk memperkuat
dugaan adanya cairan bebas yang cukup banyak di dalam rongga abdomen. Cara melakukan
pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
 Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih dahulu prosedur
pemeriksaan shifting dullnesss yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
 Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada.
 Mulailah perkusi dari daerah umbilikus yang biasanya akan menimbulkan suara timpani.
 Lanjutkan perkusi secara bertahap ke arah sisi samping abdomen, dengan interval jarak
perkusi dari satu titik ke titik lain kira-kira 1 cm, sampai terdengar suara redup.
 Tandailah titik yang menimbulkan suara redup pada perkusi abdomen.
 Mintalah pasien untuk berbaring miring ke arah kirinya, dan tunggulah beberapa saat
sekitar 1-2 menit.

Keterampilan Klinik
Semester III 31
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Setelah 1 menit, lakukanlah perkusi pada titik yang telah ditandai tadi, dan lakukan
penilaian ada tidaknya perubahan bunyi perkusi yang tadinya redup menjadi timpani.
 Pemeriksaan shifting dullness dikatakan positif, bila terjadi perubahan bunyi perkusi pada
titik yang telah ditandai tadi, dari bunyi redup menjadi timpani, karena pengaruh gaya
gravitasi.

Gambar 32. Shifting Dullness Gambar 33. Shifting Dullness

Auskultasi Abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen dilakukan dengan menggunakan alat bantu stetoskop.
Permukaan diafragma stetoskop diletakkan dengan kontak penuh pada kulit permukaan
kuadran kanan bawah abdomen, disebelah bawah umbilikus. Kemudian, pemeriksa
mendengarkan dengan seksama bunyi yang terdengar. Pemeriksaan auskultasi abdomen
terutama bertujuan, untuk memeriksa bising peristaltik usus (bowel sound), bising vaskuler,
dan bising gesek (friction rub).

 Bising Peristaltik Usus (bowel sound)


Pada orang yang normal, bising usus dapat terdengar sebagai suara berdeguk atau
bergelembung halus, yang terjadi secara intermitten, yaitu sekitar 3 kali setiap menitnya. Bising
peristaltik usus pada keadaan normal, terkadang dapat didengar walaupun tanpa
menggunakan stetoskop, terutama saat dalam keadaan lapar, atau setelah makan dalam
jumlah yang cukup banyak.
Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis), misalnya pada kasus peritonitis, pasien pasca
operasi, atau pada tahap lanjut dari obstruksi usus (ileus paralitik), bising peristaltik usus akan
sangat melemah bahkan hilang sama sekali.
Sebaliknya suara peristaltik usus dapat meningkat, misalnya pada diare, atau obstruksi
usus. Pada diare, bunyi suara peristaltik usus akan meningkat dengan nada berdeguk atau
bergelembung yang kasar dan lebih sering. Bising usus ini dinamakan borborigmi. Pada ileus
obstruksi, bising usus akan bernada tinggi, berbunyi seperti gemerincing suara logam (metallic
sound), yang biasanya disertai dengan nyeri kolik.

 Bising Vaskuler
Termasuk dalam bising vaskuler adalah bising vena (venous hum), dan bruit. Pada
keadaan normal, bising vaskuler tidak terdengar. Bising vena dapat terdengar di antara daerah
epigastrium dan umbilikus. Bising vena ditimbulkan oleh volume aliran darah yang besar di

Keterampilan Klinik
Semester III 32
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

dalam kolateral-kolateral vena pada hipertensi portal. Pada auskultasi, bising vena terdengar
bernada tinggi, terus menerus, dan halus.
Bruit adalah bising vaskuler yang disebabkan oleh turbulensi aliran darah pada pembuluh
darah yang menyempit, dan dapat ditemukan pada pasien yang menderita hipertensi. Bruit
dapat terdengar selama fase sistolik. Pada permukaan abdomen, bruit dapat terdengar pada
beberapa tempat yaitu pada :
 Bruit aorta abdominal, pada regio epigastrium.
 Bruit arteri renalis, pada regio hipokondrium kanan dan kiri, atau pada daerah sudut
kostovertebral (CVA) kanan dan kiri.
 Bruit arteri iliaka, pada pertengahan kuadran kanan dan kiri bawah abdomen.
 Bruit arteri femoralis, pada sebelah bawah titik tengah ligamentum inguinal kanan dan kiri.

Gambar 34. Auskultasi Abdomen Gambar 35. Lokasi Auskultasi Bruit Abdomen

 Bising Gesek (friction rub)


Friction rub terdengar sebagai ”suara kresek-kresek” ketika pasien bernafas. Bising ini
terjadi karena penebalan pada peritoneum atau visceral karena proses inflamasi. Pada
abdomen, bising gesek dapat terdengar terutama pada di sekitar regio hipokondrium kanan,
atau kiri, dan dapat menunjukkan adanya kelainan pada hati atau limpa.

Keterampilan Klinik
Semester III 33
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan

Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang instruktur.


Introduksi dan penyampaian pengantar (overview)
10 menit Instruktur
rancangan kegiatan pelatihan. Pemutaran video
singkat tentang prosedur pemeriksaan fisik sistem
gastroenterohepatologi.
Demonstrasi oleh instruktur, dimana instruktur
memperlihatkan cara melakukan pemeriksaan fisik
Instruktur
sistem gastroenterohepatologi.
55 menit dan
Mahasiswa melakukan latihan role play secara
Mahasiswa
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi oleh
20 menit Mahasiswa
instruktur.
Instruktur dapat memberikan masukan (feedback)
kepada mahasiswa.
15 menit Instruktur
Instruktur dapat memberikan tugas mandiri, bila perlu,
atau menutup acara pelatihan.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR


3.1. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Memahami dan mengenal titik-titik dan garis pedoman pemeriksaan abdomen, serta
pembagian kuadaran dan regio abdomen, yang dapat dijadikan pedoman dalam
melakukan pemeriksaan fisik sistem gastroenterohepatologi (C.1).
2. Mengetahui dan mampu melakukan prosedur pemeriksaan fisik sistem
gastroenterohepatologi, dengan cara observasi, inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi (4).
3. Terampil melakukan pemeriksaan fisik sistem gastroenterohepatologi yang dilatihkan,
yaitu :
 Observasi.
 Inspeksi abdomen yang meliputi, kesimetrisan, kontour, kondisi dinding abdomen, dan
pergerakan dinding abdomen selama pernafasan.
 Palpasi abdomen yang meliputi, palpasi superfisial, dan palpasi dalam (rebound
tenderness, palpasi hati, dan palpasi limpa).
 Perkusi abdomen yang meliputi, perkusi hati, dan pemeriksaan ascites.
 Auskultasi abdomen yang meliputi, auskultasi bising usus, bising vaskuler, dan bising
gesek (friction rub).

Keterampilan Klinik
Semester III 34
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
10 menit Pembukaan Pengantar (overview) Instruktur
Pemutaran Video
15 menit Demonstrasi
Instruktur
40 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
20 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan kursi (8 buah).
 Laptop (pemutaran video).
 Pasien simulasi.
 Stetoskop.
 Tempat tidur periksa.
5. Materi Kegiatan / Latihan :
 Pemahaman dan pengenalan titik-titik dan garis pedoman pemeriksaan
abdomen, serta pembagian kuadaran dan regio abdomen, yang dapat
dijadikan pedoman dalam melakukan pemeriksaan fisik sistem
gastroenterohepatologi (C.1).
 Observasi (4).
 Inspeksi abdomen (4).
 Palpasi abdomen (4).
 Perkusi abdomen (4).
 Auskultasi abdomen (4).

Keterampilan Klinik
Semester III 35
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. Simadibrata M. Pemeriksaan Abdomen, Urogenital, dan Anorektal In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd
edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p.51-4.
2. Abdomen. In : Willms J.L, Schneiderman H, Algranati P.S, eds. Diagnosis Fisik :
Evaluasi Diagnosis & Fungsi di Bangsal. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2005. p. 277-302.
3. Abdomen : Dinding Abdomen. In : Snell R.S, ed. Alih Bahasa : Dharma A. Anatomi
Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. 3rd edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 1997. p. 155-8.
4. Delp M.H, Manning R.T. Pemeriksaan Abdomen dan Gangguan Gastrointestinal dan
Hepatobilier. In : Dharma A, ed. Major Diagnosis Fisik. 9th edition. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1996. p. 372-94.
5. Dacre J, Kopelman P. Sistem Gastrointestinal. In : Listiawaty, editor. Alih Bahasa :
Pendit B.U. Buku Saku Keterampilan Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2004. p.109-25.

Keterampilan Klinik
Semester III 36
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR ( Untuk Latihan )

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI Ya Tidak
1. Persiapan Pemeriksaan
Pastikan pemeriksaan fisik abdomen dilakukan pada ruangan yang
tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan pasien.
Mintalah seorang perawat untuk mendampingi dokter selama
pemeriksaan, yang dapat bertindak sebagai saksi untuk menghindari
perlakuan yang tidak benar, ditinjau dari pihak pemeriksa, maupun
pasien.
2. Persiapan Pasien
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien
(informed consent).
Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk duduk, atau berbaring
dengan posisi supinasi, dengan kepala rata atau ditinggikan sedikit
dengan satu bantal, sementara kedua lengan berada di samping kiri
dan kanan tubuhnya.
Jika kandung kemih dalam keadaan penuh, mintalah pasien
mengosongkan kandung kemih (kecuali pada pemeriksaan palpasi
kandung kemih) terlebih dahulu sebelum pemeriksaan dimulai.
Mintalah perawat untuk mengatur pakaian pasien, sehingga seluruh
abdomen dapat terlihat mulai dari processus xyphoideus, hingga
pinggir atas simfisis pubis. Bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa,
ditutup dengan kain (doek) bersih.
Pemeriksa kemudian berdiri di sebelah kanan pasien, dan meminta
pasien untuk rileks, dan tidak menegangkan perutnya.
3. Observasi
a. Ekstremitas Superior
Pada telapak tangan, carilah ada tidaknya eritema palmaris, yang
ditandai dengan memerahnya bagian perifer telapak tangan.
Perhatikan jari-jari tangan dengan seksama, amati ada tidaknya
kontraktur Dupuytren, berupa deformitas fleksi, biasanya pada jari
keempat, dan kelima.
Perhatikan kuku pada jari-jari tangan, apakah terdapat leukonikia,
dan clubbing finger.
b. Kepala & Leher
Perhatikan dengan seksama sklera mata, apakah sklera tampak
berwarna kekuningan (sklera ikterik).
Perhatikan kelopak mata atas dan bawah, apakah terdapat
Xanthelasma.
Perhatikan apakah terdapat perubahan warna kulit daerah kepala
dan leher menjadi kekuningan (jaundice).
Perhatikan apakah terdapat kerontokan bulu-bulu tubuh pada pasien
pria seperti kumis, jambang, dan jenggot.

Keterampilan Klinik
Semester III 37
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

c. Dada, Aksila & Punggung Bagian Atas


Perhatikanlah apakah terdapat perubahan warna kulit menjadi
kekuningan (jaundice) pada dada, dan punggung bagian atas.
Amatilah daerah payudara dengan seksama, apakah terjadi
pembesaran payudara pada pasien pria (ginekomastia).
Perhatikan kulit daerah dada dan punggung bagian atas untuk
menemukan ada tidaknya spider naevi, yaitu malformasi vaskuler
kecil berwarna merah, berbentuk seperti laba-laba, yang dengan
penekanan pada arteriole sentralnya, spider naevi dapat berubah
warna menjadi pucat.
Perhatikan apakah terdapat kerontokan bulu-bulu tubuh pada pasien
pria seperti bulu dada, dan bulu ketiak.
d. Genitalia Eksterna
Perhatikan apakah terdapat kerontokan bulu kemaluan (bulu pubis)
pada pasien pria.
Perhatikan, dan palpasilah daerah skrotum untuk mengetahui ada
tidaknya pengecilan ukuran, dan melunaknya konsistensi testis (atrofi
testis).
e. Ekstremitas Inferior
Perhatikan juga ada tidaknya edema pada tungkai bawah yang dapat
ditemukan terutama pada daerah pretibia.
4. Inspeksi Abdomen
a. Kesimetrisan Abdomen
Perhatikan dengan seksama kesimetrisan abdomen pada pasien
dalam posisi berbaring supinasi. Pada keadaan normal, dinding perut
akan terlihat simetris.
Dinding perut dapat terlihat asimetris bila terdapat tumor, abses, atau
pelebaran setempat lumen usus.
b. Bentuk & Ukuran Abdomen (kontour abdomen)
Perhatikan dengan seksama bentuk dan ukuran abdomen. Apakah
abdomennya tampak datar pada posisi berbaring telentang, tampak
cekung dan tipis (skafoid), dan tulang iga dan pelvis tampak
menonjol, atau terlihat menonjol karena penimbunan jaringan lemak
subkutan, karena otot-otot dinding perut yang melemah, atau
terkumpulnya air atau gas berlebihan di dalam rongga abdomen.
Amatilah dengan seksama kontour abdomen, apakah terdapat
penonjolan abdomen yang asimetris dan terlokalisasi yang dapat
disebabkan oleh kehamilan, pembesaran organ (organomegali),
tumor, atau hernia.
c. Kondisi Dinding Abdomen
Perhatikan dengan seksama ada tidaknya perubahan warna kulit
abdomen yang dalam keadaan normal, berwarna sama atau sedikit
lebih putih dari warna kulit anggota tubuh pasien lainnya. Kulit
abdomen dapat terlihat memerah, yang merupakan tanda
peradangan, atau berwarna kuning (jaundice).
Perhatikan dengan seksama ada tidaknya jaringan parut pada pasien
yang dahulu pernah memiliki riwayat operasi abdomen, riwayat
ulserasi pada kulit, serta riwayat luka tusuk pada dinding abdomen.
Perhatikan ada tidaknya striae berupa garis-garis putih (striae alba),

Keterampilan Klinik
Semester III 38
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

dapat ditemukan pada pasien kurus yang dahulu gemuk, atau pada
bekas ascites, atau striae berwarna merah muda pada bagian bawah
abdomen, serta pada lipatan ketiak, pada Sindrome Cushing.
Perhatikan ada tidaknya dilatasi vena-vena dinding abdomen, yang
dalam keadaan normal tidak terlihat.
Bila dilatasi vena terjadi di sekitar daerah umbilikus, aliran vena
tampak berjalan dari umbilikus ke arah luar, yang dinamakan dengan
kaput medusa.
Bila terlihat pelebaran vena abdomen, dari daerah inguinal ke arah
umbilikus, kemungkinan terdapat obstruksi vena kava inferior.
Perhatikan dengan seksama umbilikus, apakah tampak mencekung
ke dalam, walaupun pada perut yang membuncit karena obesitas.
Perhatikan apakah umbilikus terlihat rata atau menonjol, misalnya
pada distensi abdomen karena penumpukan cairan berlebihan
(misalnya ascites), hernia umbilikalis, atau adanya massa abnormal
intraabdomen berukuran besar (mioma uteri atau kista ovarium).
d. Pergerakan Dinding Perut
Amatilah pergerakan abdomen, yang dalam keadaan normal
(istirahat) adalah minimal. Dinding abdomen akan bergerak naik
sedikit sewaktu inspirasi, kemudian menurun kembali saat ekspirasi,
demikian seterusnya secara ritmik.
Perhatikan apakah pergerakan dinding abdomen pada saat inspirasi
dan ekspirasi terlihat berkurang, atau hilang, misalnya pada infeksi
intraabdomen, misalnya pada peritonitis.
Perhatikan seksama gerakan peristaltik usus pada dinding abdomen
yang dalam keadaan normal tidak terlihat. Bila gerakan peristaltik
terlihat, dipastikan terdapat hiperperistaltik, atau dilatasi usus.
5. Palpasi Abdomen
a. Teknik Palpasi Superfisial
Aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi) dengan
kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk
pada pangkal paha dan lutut.
Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar suhunya
menjadi sama dengan dinding abdomen pasien untuk mencegah
pasien terkejut saat pertama kali telapak tangan disentuhkan pada
dinding abdomen.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Sebelum melakukan palpasi, tanyakanlah kepada pasien, dimana
lokasi nyeri yang ia rasakan pada dinding abdomen.
Selanjutnya, palpasi dilakukan dengan lembut dan sistematis pada
keempat kuadran abdomen, dimulai dari daerah yang normal,
kemudian secara bertahap mendekati daerah yang nyeri tekan.
Lakukanlah palpasi dengan posisi telapak tangan pronasi,
menggunakan ruas terakhir, dan ruas tengah jari-jari tangan yang
dominan, bukan menggunakan ujung jari-jari tangan.
Selama palpasi dilakukan, perhatikanlah mimik muka pasien, sambil
menanyakan, apakah daerah abdomen yang sedang dipalpasi oleh
pemeriksa terasa sakit atau tidak.

Keterampilan Klinik
Semester III 39
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

b. Teknik Palpasi Dalam


Aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi) dengan
kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk
pada pangkal paha dan lutut.
Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar suhunya
menjadi sama dengan dinding abdomen pasien untuk mencegah
pasien terkejut saat pertama kali telapak tangan disentuhkan pada
dinding abdomen.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Letakkanlah telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi
pada dinding abdomen, sementara telapak tangan kiri diletakkan
dalam posisi pronasi pada punggung telapak tangan kanan.
Ujung-ujung jari tangan kiri memberikan tekanan, sementara ruas
terakhir dan ruas tengah jari pada jari-jari tangan kanan melakukan
palpasi pada dinding abdomen.
Lakukan palpasi dalam secara sistematis, dan meliputi keempat
kuadran abdomen.
Sambil melakukan palpasi dalam, mintalah pasien untuk relaks, dan
ajaklah pasien berbincang-bincang agar otot-otot perutnya menjadi
lemas.
Bila terdapat nyeri tekan, deskripsikanlah gambaran dari nyeri tekan
tersebut, yaitu :
 Berat ringannya nyeri tekan yang dirasakan pasien.
 Lokasi nyeri tekan yang maksimal.
 Apakah terasa adanya tahanan.
 Ada tidaknya nyeri lepas atau rebound tenderness.
Bila pada pemeriksaan palpasi dalam teraba adanya massa
intraabdomen, deskripsikanlah lokasi massa tersebut, seberapa
besar ukurannya, bagaimana permukaannya, bagaimana
konsistensinya, bagaimana tepi organ atau massa, apakah massa
atau organ dapat digerakaan atau tidak (mobile atau immobile),
apakah massa tersebut berpulsasi atau tidak, serta ada tidaknya
nyeri tekan pada saat massa atau organ tersebut terpalpasi.
I Pemeriksaan Nyeri Lepas (rebound tenderness)
Sebelum melakukan pemeriksaan nyeri lepas, beritahukan kepada
pasien, bahwa pemeriksaan ini dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman atau nyeri.
Letakkan jari-jari tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada
salah satu kuadran dinding abdomen, menjauhi daerah abdomen
yang terasa nyeri oleh pasien.
Lakukanlah palpasi dalam, dan perlahan dengan menggunakan ruas
terakhir, dan ruas tengah jari-jari tangan kanan pada dinding
abdomen tersebut, kemudian tangan yang melakukan palpasi,
dilepas dengan tiba-tiba.
Pemeriksa kemudian menanyakan kepada pasien, mana yang lebih
sakit, saat perut ditekan, atau saat tekanan dilepaskan. Jika sensasi
nyeri terasa paling hebat saat tekanan dilepaskan, nyeri lepas
dinyatakan positif (+).
II Palpasi Lobus Kanan Hati
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,

Keterampilan Klinik
Semester III 40
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang


dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua
tungkainya pada pangkal paha dan lutut.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan
pemeriksa, agar suhunya menjadi kurang lebih sama dengan suhu
dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien terkejut saat palpasi
mulai dilakukan.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kanan
yang dilalui oleh garis midklavikula kanan.
Letakkanlah telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi
pada bagian posterior tulang iga yang terbawah sebelah kanan (iga
ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada
regio iliaka kanan pasien, sebelah lateral muskulus rektus abdominis.
Lakukan palpasi dari regio iliaka kanan menuju ke arkus kosta kanan
yang dilalui oleh garis midklavikula kanan.
Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut
dengan menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
Mintalah pasien untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan
kanan pemeriksa ditekan ke arah dalam dan ke arah atas
(dorsokranial), sementara pada saat yang bersamaan jari-jari tangan
kiri menekan ke arah atas.
Lakukan gerakan ini berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari
ke arah lengkung iga.
Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi
lateral jari telunjuk tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada
saat inspirasi maksimal.
Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian
antara lain, berapa lebar jari tangan di bawah arkus kosta (BAC)
kanan, misalnya 2 jari BAC, bagaimana keadaan tepi hati, apakah
tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras,
atau kenyal, bagaimana pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata
atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat nyeri tekan atau fluktuasi,
misalnya pada abses hati.
III Palpasi Lobus Kiri Hati
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua
tungkainya pada pangkal paha dan lutut.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 41
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan


pemeriksa, agar suhunya menjadi kurang lebih sama dengan suhu
dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien terkejut saat palpasi
mulai dilakukan.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu processus xyphoideus
yang dilalui oleh garis midsternalis.
Letakkanlah telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi
pada bagian posterior tulang iga yang terbawah sebelah kanan (iga
ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada
regio hipogastrium pasien.
Lakukan palpasi dari regio hipogastrium, menuju ke processus
xyphoideus yang dilalui oleh garis midsternalis.
Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut
dengan menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan
kanan pemeriksa ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara
pada saat yang bersamaan jari-jari tangan kiri menekan ke arah atas
(dorsokranial).
Lakukan gerakan ini berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari
ke arah processus xyphoideus.
Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi
lateral jari telunjuk tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada
saat inspirasi maksimal.
Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian
antara lain, berapa lebar jari tangan di bawah processus xyphoideus
(BPX), misalnya 2 jari BPX, bagaimana keadaan tepi hati, apakah
tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras,
atau kenyal, bagaimana pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata
atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat nyeri tekan atau fluktuasi,
misalnya pada abses hati.
IV Pemeriksaan Murph’s Sign
Persiapan Pemeriksaan
Pastikan pemeriksaan fisik abdomen murphi sign dilakukan pada
ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan
pasien.
Mintalah seorang perawat untuk mendampingi dokter selama
pemeriksaan, yang dapat bertindak sebagai saksi untuk menghindari
perlakuan yang tidak benar, ditinjau dari pihak pemeriksa, maupun
pasien.
Persiapan Pasien
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien
(informed consent).
Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk berbaring dengan posisi
supinasi, dengan kepala rata atau ditinggikan sedikit dengan satu

Keterampilan Klinik
Semester III 42
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

bantal, sementara kedua lengan berada di samping kiri dan kanan


tubuhnya.
Mintalah perawat untuk mengatur pakaian pasien, sehingga seluruh
abdomen dapat terlihat mulai dari processus xyphoideus, hingga
pinggir atas simfisis pubis. Bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa,
ditutup dengan kain (doek) bersih.
Pemeriksa kemudian berdiri di sebelah kanan pasien, dan meminta
pasien untuk rileks, dan tidak menegangkan perutnya.
Prosedur pemeriksaan Murphy’s Sign
Pemeriksa menekan / palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka
dextra) pasien dengan tiga atau empat jari ke arah cranial.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang yang dapat
menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa.
Perhatikan apakah ada expresi wajah pasien tampak kesakitan atau
tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti),itu
berarti murphi sign positif.
V Pemeriksaan Ludwig Sign
Persiapan Pemeriksaan
Pastikan pemeriksaan fisik abdomen murphi sign dilakukan pada
ruangan yang tertutup, sehingga dapat menjamin kerahasiaan
pasien.
Mintalah seorang perawat untuk mendampingi dokter selama
pemeriksaan, yang dapat bertindak sebagai saksi untuk menghindari
perlakuan yang tidak benar, ditinjau dari pihak pemeriksa, maupun
pasien.
Persiapan Pasien
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien
(informed consent).
Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk berbaring dengan posisi
supinasi, dengan kepala rata atau ditinggikan sedikit dengan satu
bantal, sementara kedua lengan berada di samping kiri dan kanan
tubuhnya.
Mintalah perawat untuk mengatur pakaian pasien, sehingga seluruh
abdomen dapat terlihat mulai dari processus xyphoideus, hingga
pinggir atas simfisis pubis. Bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa,
ditutup dengan kain (doek) bersih.
Pemeriksa kemudian berdiri di sebelah kanan pasien, dan meminta
pasien untuk rileks, dan tidak menegangkan perutnya.
Prosedur pemeriksaan Ludwig Sign
Pemeriksa menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris anterior
dextra dengan tiga atau empat jari.
Perhatikan ekspresi wajah pasien, apabila pasien tampak kesakitan
ketika ditekan maka menguatkan dugaan abses hati atau Ludwig
sign positif.
VI Palpasi Limpa Menurut Garis Schuffner
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang

Keterampilan Klinik
Semester III 43
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.


Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua
tungkainya pada pangkal paha dan lutut.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan
pemeriksa, agar suhunya menjadi kurang lebih sama dengan suhu
dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien terkejut saat palpasi
mulai dilakukan.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kiri yang
dilalui oleh garis midklavikula kiri.
Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada
bagian posterior tulang iga yang terbawah sebelah kiri (iga ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada
regio iliaka kanan pasien.
Lakukan palpasi secara diagonal ke arah kiri atas, dari regio iliaka
kanan menuju ke umbilikus, selanjutnya dilanjutkan ke arah arkus
kosta kiri.
Palpasi limpa dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut
dengan menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan sebelah kanan.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan
kanan pemeriksa ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara
pada saat yang bersamaan jari-jari tangan kiri menekan ke arah atas
(dorsokranial).
Lakukan gerakan ini berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari
secara diagonal ke arah kiri atas sesuai garis Schuffner, untuk
meraba tepi bawah limpa.
Bila pada palpasi teraba tepi bawah limpa, lakukanlah penilaian
antara lain, berapa jauh tepi bawah limpa yang teraba dari arkus
kosta kiri pada garis Schuffner (S-I sampai S-VIII), bagaimana
konsistensi limpa, apakah kenyal atau keras, dan apakah teraba
lekukan (insisura) limpa.
VII Palpasi Limpa Menurut Garis Hackett
Dokter terlebih dahulu memberitahukan pada pasien, prosedur,
maksud dan tujuan pemeriksaan, secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien
(informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua
tungkainya pada pangkal paha dan lutut.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan
pemeriksa, agar suhunya menjadi kurang lebih sama dengan suhu
dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien terkejut saat palpasi
mulai dilakukan.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kiri yang
dilalui oleh garis midklavikula kiri.

Keterampilan Klinik
Semester III 44
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada


bagian posterior tulang iga yang terbawah sebelah kiri (iga ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada
regio iliaka kiri pasien.
Lakukan palpasi ke arah atas, dari regio iliaka kiri (SIAS kiri) menuju
ke titik arkus kosta kiri yang dilalui garis midklavikula kiri.
Palpasi limpa dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut
dengan menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan
kanan pemeriksa ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara
pada saat yang bersamaan jari-jari tangan kiri menekan ke arah atas
(dorsokranial).
Lakukan gerakan ini berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari
ke arah atas sesuai garis Hacket, untuk meraba tepi bawah limpa.
Bila pada palpasi teraba tepi bawah limpa, lakukanlah penilaian
antara lain, berapa jauh tepi bawah limpa yang teraba dari arkus
kosta kiri pada garis Hacket (H-I sampai H-V), bagaimana
konsistensi limpa, apakah kenyal atau keras, dan apakah teraba
lekukan (insisura) limpa.
6. Perkusi Abdomen
I Perkusi Batas Paru Hati
Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu
prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan secara lisan, dengan
bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan
pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada, atau duduk.
Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien.
Tentukanlah titik pedoman pemeriksaan, yaitu garis midklavikula
kanan.
Letakkan telapak tangan kiri pada dinding toraks, kemudian tekan
sedikit jari telunjuk atau jari tengah tangan kiri (jari fleksimeter) pada
sela iga daerah toraks.
Bagian tengah falangs medial dari jari fleksimeter kemudian diketuk
dengan ujung jari tengah kanan (jari fleksor) dengan sendi
pergelangan tangan sebagai poros.
Perkusi dilakukan pada sela-sela iga sepanjang garis midklavikula
kanan dengan arah dari atas ke bawah.
Lakukan penilaian terhadap perubahan bunyi perkusi pada sela-sela
iga toraks.
Kira-kira pada sela iga ke-5, akan terjadi perubahan bunyi suara
perkusi, dari suara sonor menjadi sonor memendek, yang dinyatakan
sebagai batas paru hati relatif.
Lanjutkan perkusi pada sela iga berikutnya, namun dengan perkusi
yang lebih lemah. Pada sela iga ke-6, akan terjadi perubahan bunyi
suara perkusi, dari suara sonor memendek menjadi pekak, yang
dinyatakan sebagai batas paru hati absolut.

Keterampilan Klinik
Semester III 45
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II Perkusi Batas Bawah Hati


Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu
prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan secara lisan, dengan
bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan
pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada, atau duduk.
Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu garis midklavikula kanan.
Letakkan telapak tangan kiri pada dinding toraks, kemudian tekan
sedikit jari telunjuk atau jari tengah tangan kiri pada kuadran kanan
bawah abdomen yang dilalui oleh garis midklavikula kanan.
Bagian tengah falangs medial dari jari fleksimeter kemudian diketuk
dengan ujung jari tengah kanan (jari fleksor) dengan sendi
pergelangan tangan sebagai poros.
Perkusi dilakukan pada permukaan abdomen sepanjang garis
midklavikula kanan dengan arah dari bawah ke atas, menuju daerah
pekak hati.
Lakukan penilaian terhadap perubahan bunyi perkusi.
Kira-kira pada sela iga ke-6, akan terjadi perubahan bunyi suara
perkusi, dari suara timpani menjadi pekak, yang dinyatakan sebagai
batas bawah hati.
III Peranjakan Hati
Tentukanlah terlebih dahulu, batas paru hati absolut yang berada
pada sela iga keenam (ICS 6).
Mintalah pasien melakukan inspirasi dalam (maksimal).
Pada saat pasien melakukan inspirasi dalam, lakukan perkusi pada
sela iga ke-6.
Lakukanlah penilaian apakah terjadi perubahan bunyi suara perkusi
dari pekak menjadi sonor.
Berubahnya batas paru hati pada inspirasi dalam, dinamakan
peranjakan hati.
Peranjakan hati biasanya sekitar 1-2 jari di bawah daerah batas paru
hati absolut dalam keadaan normal.
IV Pemeriksaan Ascites (tes undulasi)
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih
dahulu prosedur pemeriksaan gelombang cairan yang akan
dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien,
kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada, dengan posisi pemeriksa berada di
sisi kaudal pasien.
Pemeriksa meletakkan salah satu telapak tangannya dalam posisi
pronasi pada sisi samping perut pasien, sementara telapak tangan
lainnya mengetuk-ngetuk sisi samping perut pasien lainnya.
Untuk mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen
sendiri, mintalah pemeriksa lain atau pasien sendiri, untuk
meletakkan telapak tangannya di tengah-tengah perut dengan sedikit

Keterampilan Klinik
Semester III 46
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

tekanan.
Tes undulasi dinyatakan positif bila terasa adanya gelombang cairan
pada telapak tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi samping
perut pasien.
V Pemeriksaan Ascites (shifting dullness)
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih
dahulu prosedur pemeriksaan shifting dullnesss yang akan dilakukan
secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian
mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Mulailah perkusi dari daerah umbilikus yang biasanya akan
menimbulkan suara timpani.
Lanjutkan perkusi secara bertahap ke arah sisi samping abdomen,
dengan interval jarak perkusi dari satu titik ke titik lain kira-kira 1 cm,
sampai terdengar suara redup.
Tandailah titik yang menimbulkan suara redup pada perkusi
abdomen.
Mintalah pasien untuk berbaring miring ke arah kirinya, dan
tunggulah beberapa saat sekitar 1-2 menit.
Setelah 1 menit, lakukanlah perkusi pada titik yang telah ditandai
tadi, dan lakukan penilaian ada tidaknya perubahan bunyi perkusi
yang tadinya redup menjadi timpani.
Pemeriksaan shifting dullness dikatakan positif, bila terjadi
perubahan bunyi perkusi pada titik yang telah ditandai tadi, dari bunyi
redup menjadi timpani, karena pengaruh gaya gravitasi.
7. Auskultasi Abdomen
I Teknik Auskultasi Abdomen
Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu
prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan secara lisan, dengan
bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan
pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada, atau duduk.
Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien.
Letakkan permukaan diafragma stetoskop dengan kontak penuh
pada kulit permukaan kuadran kanan bawah abdomen, disebelah
bawah umbilikus.
Dengarkanlah dengan seksama bunyi yang terdengar, terutama
bising peristaltik usus, bising vaskuler, dan bising gesek.
II Bising Peristaltik Usus (bowel sound)
Lakukan penilaian terhadap bunyi, kualitas, dan frekwensi bising
peristaltik usus.
Tentukan apakah bising peristaltik usus normal, melemah bahkan
menghilang (misalnya pada peritonitis, pasca operasi abdomen, dan
pada ileus paralitik), atau meningkat (misalnya borborigmi pada
diare, atau metallic sound pada ileus obstruksi).

Keterampilan Klinik
Semester III 47
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

III Bising Vaskuler (auskultasi bising vena)


Letakkan permukaan diafragma stetoskop di antara daerah
epigastrium dan umbilikus untuk mendengarkan bising vena.
Dalam keadaan normal, bising vena tidak terdengar pada
pemeriksaan auskultasi.
IV Bising Vaskuler (auskultasi bruit)
Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada regio epigastrium
untuk mendengarkan bruit aorta abdominal.
Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada region hipokondrium
kanan dan kiri, serta pada sudut costovertebral kanan dan kiri untuk
mendengarkan bruit arteri renalis.
Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada pertengahan
kuadran kanan dan kiri bawah abdomen untuk mendengarkan bruit
arteri iliaka.
Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada pada sebelah bawah
titik tengah ligamentum inguinal kanan dan kiri pasien, untuk
mendengarkan bruit arteri femoralis.
Dalam keadaan normal, bruit tidak terdengar pada pemeriksaan
auskultasi.
V Bising Gesek (friction rub)
Letakkan permukaan diafragma stetoskop pada di sekitar regio
hipokondrium kanan, atau kiri, untuk mendengarkan bising gesek.
Mintalah pasien menarik nafas dalam, dan lakukan penilaian ada
tidaknya bising gesek.
Bising gesek dinyatakan positif bila terdengar suara “kresek-kresek”
saat pasien menarik nafas dalam.

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 48
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


PEMERIKSAAN FISIK SISTEM GASTROENTEROHEPATOLOGI
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 49
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

PEMERIKSAAN LIMPA

TOPOGRAFI LIMPA
Limpa (lien atau spleen) adalah organ limfoid/RES (Reticuloendothelial system) yg terletak di
cavum abdomen yang berada di bawah tulang rusuk posterior IX, X dan XI sinistra/sebelah kiri,
di regio hipokondrium kiri atau kuadran kiri atas. Bagian inferiornya berjalan ke depan sampai
sejauh linea aksillaris media. Lien juga merupakan organ intra peritoneal.

Pada keadaan sehat limpa tidak teraba. Ketika limpa membesar, pembesaran terjadi ke arah
anterior, inferior, dan medial.

PEMERIKSAAN PEMBESARAN LIMPA


Di karena limpa merupakan bagian organ rongga abdomen, untuk persiapan pemeriksaan
sama dengan persiapan pemeriksaan abdomen.

BEBERAPA PENYEBAB PEMBESARAN LIMPA


 Infeksi : malaria dan hepatitis
 Anemia, thalasemia
 Kanker : limphoma, leukimia
 Peradangan : amiloidosis, lupus eritematosus sistemik
 Sirosis hepatis

KLASIFIKASI PEMBESARAN LIMPA


Walaupun klasfikasi pembesaran limpa banyak yang beredar di dunia, dan untuk Indonesia
mengenal garis Schuffner, tetapi WHO memakai klasifikasi dari Hackett untuk menjelaskan
pembesaran limpa ini.

Keterampilan Klinik
Semester III 50
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

PEMBESARAN LIMPA BERDASARKAN KLASIFIKASI HACKETT


TINGKAT PEMBESARAN
Kelas 0 Limpa tidak teraba bahkan pada inspirasi dalam.
Kelas 1 Limpa hanya teraba pada batas bawah iga saat inspirasi dalam.
Kelas 2 Limpa teraba tetapi tidak melampaui garis horizontal pertengahan antara
batas iga dan umbilikus.
Kelas 3 Limpa teraba telah melampaui garis horizontal pertengahan antara batas
iga dan umbilikus. Tetapi tidak mencapai umbilikus.
Kelas 4 Limpa teraba di bawah umbilikus tapi tidak di bawah garis horizontal
antara umbilikus dan symphisis pubis.
Kelas 5 lebih rendah dari kelas 4.

ILUSTRASI KLASIFIKASI HACKETT

PEMBESARAN LIMPA BERDASARKAN GARIS SCHUFFNER


Pembesaran limpa biasanya ke arah inferior, anterior dan medial. Pembesaran limpa
berdasarkan garis Schuffner adalah dengan menarik garis antara spina iliaka anterior sinistra
(SIAS) ke arah umbilikus sampai ke pinggir arkus kosta kiri/garis linea aksilaris anterior sinistra.
Kemudian membagi garis tersebut menjadi 8 garis, dimana garis Schuffner-1 pada pinggir
arkus kosta kiri, Schuffner-4 yaitu pada umbilikus dan Schuffner 8 yaitu pada SIAS.

PEMERIKSAAN FISIK LIMPA


Pemeriksaan fisik limpa meliputi : inspeksi, palpasi dan perkusi
INSPEKSI
Pada inspeksi, lakukan pengamatan pada abdomen terutama di regio hipokondrium kiri dan
perhatikan adanya :
 Massa, parut atau jejas trauma
 Perubahan warna kulit

Keterampilan Klinik
Semester III 51
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 pembengkakan
 Simetri dari abdomen
 Distensi abdomen
 Tonjolan massa yang muncul dari bawah iga kiri dan dapat ekstensi ke arah kuadran
kanan bawah

PALPASI LIMPA
Penderita dalam posisi supinasi dan tungkai difleksikan pada sendi panggul, pemeriksa
dengan tangan kiri menjangkau rongga dada sebelah kiri-belakang pasien, dorong ke depan
rongga dada tersebut. Tangan kanan pemeriksa berada di bawah batas iga kiri, kemudian
tekan ke arah limpa. Palpasi sebaiknya dimulai dari bagian bawah menuju ke batas bawah iga
agar tangan kanan berada di bawah limpa yang membesar dan penderita sedikit dimiringkan
ke arah anterior.
Jika tangan kanan terlalu dekat dengan batas iga, pergerakan tangan tidak cukup untuk
mencapai bawah iga. Setelah tangan kanan berada di bawah iga, minta pasien untuk
mengambil napas dalam-dalam, dan rasakan ujung atau tepi limpa saat turun dan menyentuh
ujung jari.
Nilai kekerasan/konsistensi dan kontur limpa. Selanjutnya mengukur jarak antara titik limpa
terendah (yang teraba) dan batas iga kiri.
Pada sekitar 5% dari orang dewasa normal, ujung limpa dapat teraba, penyebab adalah
diafragma yang rendah dan datar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik, dan penurunan
yang sangat dalam dari diafragma inspirasi.

Ulangi palpasi seperti diatas dengan posisi pasien berbaring ke sisi kanan dengan kaki agak
ditekuk pada pinggul dan lutut. Dalam posisi ini, gravitasi dapat membawa limpa depan dan ke
kanan ke lokasi palpasi.

PERKUSI
Ada dua teknik pemeriksaan perkusi untuk mendeteksi pembesaran limpa (splenomegali) :
1. Perkusi dinding dada anterior kiri bawah. Perkusi dimulai dari batas jantung di sela iga
ke 6 ke garis aksila anterior dengan mengikuti sela iga, ke area yang disebut ruang
Traube (Traube’s space). Perhatikan sejauh mana (lateral) perkusi timpani masih
terdeteksi. Jika perkusi timpani masih dominan terdengar, maka splenomegali tidak
ada. Perkusi beda dari limpa yang normal biasanya tertutup oleh perkusi beda dari
jaringan posterior lainnya. Perkusi ini cukup akurat dalam mendeteksi splenomegali
(sensitivitas, 60% -80%, spesifisitas, 72%-94%).

Keterampilan Klinik
Semester III 52
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

2. Titik Castell : Perkusi sela iga terendah pada garis aksila anterior kiri. Biasanya akan
terdengar perkusi timpani di area ini. Kemudian minta pasien untuk mengambil napas
dalam-dalam, dan lakukan perkusi lagi. Jika ukuran limpa normal, perkusi yang
terdengar biasanya tetap timpani. Tentunya dengan terdengarnya perkusi beda, dapat
disangkakan adanya splenomegali.

Jika salah satu atau kedua tes ini positif, maka perlu perhatian ekstra pada saat palpasi limpa.

Keterampilan Klinik
Semester III 53
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR

INTRODUKSI / PERSIAPAN Hasil pengamatan


No
0 1 2 3
1 Menjelaskan tujuan, prosedur pemeriksaan dan meminta persetujuan
medik
2 Mempersiapkan posisi pasien : pasien berada dalam posisi supinasi
dan tungkai difleksikan pada sendi panggul, pakaian yang menutupi
abdomen dibuka
3 Posisi pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
INSPEKSI
1 Amati / lihat abdomen terutama di regio hipokondrium kiri atau kuadran
atas kanan, apakah dijumpai : simetri dari abdomen, distensi abdomen,
parut atau jejas trauma, perubahan warna kulit, pembengkakan atau
tonjolan massa yang muncul dari bawah iga kiri dan dapat ekstensi ke
arah kuadran kanan bawah
PALPASI
1 Posisi penderita supinasi dan tungkai difleksikan pada sendi panggul
2 Pemeriksa dengan tangan kiri menjangkau rongga dada sebelah kiri-
belakang pasien, dorong ke depan rongga dada tersebut. Tangan
kanan pemeriksa berada di bawah batas iga kiri, kemudian tekan ke
arah limpa.
3 Palpasi dimulai dari bagian bawah menuju ke batas bawah iga agar
tangan kanan berada di bawah limpa yang membesar, setelah tangan
kanan berada di bawah iga, minta pasien untuk mengambil napas
dalam-dalam, dan rasakan ujung atau tepi limpa saat turun dan
menyentuh ujung jari.
4  Menilai kekerasan/konsistensi dan kontur limpa
 Menilai apabila terjadi pembesaran limpa (splenomegali)
berdasarkan garis schuffner (S-1 s/d S-8) yaitu garis yang
menghubungkan SIAS kanan ke umbilikus dan ke pinggir arkus
kosta kiri / batas linea aksilaris anterior
PERKUSI
Cara pertama
 Tentukan ruang Traube (Traube’s space) : ruang dengan bentuk
bulan sabit di dalam perut. Penanda ruang Traube pada
permukaan dinding dada sela iga 6 sebagai batas atas, sela iga 9
sebagai batas bawah, garis midklavikularis kiri sebagai batas
medial dan linea aksilaris anterior/pinggir costae sebagai batas
lateral
 Perkusi dilakukan pada ruang Traube’s mulai dari dada anterior kiri
di sela iga ke 6 – sela iga 9 pada linea midklavikularis ke garis
aksila anterior
 Perhatikan sejauh mana (lateral) perkusi timpani masih terdeteksi.
Jika perkusi timpani masih dominan terdengar, maka splenomegali
tidak ada dan jika perkusi terdapat beda kemungkinan terdapat
splenomegali

Keterampilan Klinik
Semester III 54
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Cara kedua
 Tentukan titik Castell (titik perpotongan antara linea axillaris
anterior dengan tulang iga paling bawah sebelah kiri)
 Perkusi dimulai pada titik ini, biasanya akan terdengar perkusi
timpani di area ini , kemudian minta pasien untuk mengambil
napas dalam-dalam, dan lakukan perkusi lagi. Jika ukuran limpa
normal, perkusi yang terdengar biasanya tetap timpani dan jika
terjadi splenomegali, perkusi yang terdengar biasanya beda

Keterampilan Klinik
Semester III 55
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Ketiga dan Keempat

ANAMNESIS DAN EDUKASI SISTEM HORMON & METABOLISME

II. PENDAHULUAN
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ yang lain, anamnesis pada penyakit sistem
endokrin dan metabolisme haruslah dilakukan secara sistematis, dan dengan sikap yang
mencerminkan profesionalitas sebagai seorang dokter. Anamnesis dimulai dengan
menentukan keluhan utama pasien, menentukan berbagai diagnosis banding yang mungkin
berdasarkan keluhan utama tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menggali informasi
sebanyak mungkin dengan menggunakan, atau berdasarkan sistematika anamnesis, dan
pengetahuan klinis yang dimiliki oleh dokter. Dengan melakukan anamnesis yang baik dan
terstruktur, seorang dokter dapat menegakkan diagnosis dengan ketepatan sekitar 65%.
Sistematika anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme, memiliki kerangka
yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama,
anamnesis penyakit sekarang, anamnesis organ, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis
riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi, dan
anamnesis gizi.

1.2 Anamnesis Pribadi


Seperti halnya anamnesis pada sistem organ lainnya, anamnesis pada penyakit sistem
endokrin dan metabolik, terdiri dari komponen-komponen yang menunjukkan identitas pribadi
pasien. Komponen-komponen yang harus ditanyakan dalam anamnesis pribadi antara lain
adalah :
 Nama
 Umur
 Kelamin
 Alamat
 Agama
 Bangsa / Suku
 Status Perkawinan
 Pekerjaan

Data-data tersebut merupakan identitas pasien dan penting untuk diketahui, karena
terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan epidemiologi atau insidensi suatu
penyakit.
Misalnya mengenai umur, penyakit diabetes melitus tipe 2 (diabetes melitus tidak
tergantung insulin atau NIDDM) lebih sering ditemukan pada usia di atas 30 tahun, sebaliknya
penyakit diabetes melitus tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin), atau IDDM memiliki
insidensi terutama pada usia kanak-kanak dan dewasa muda (usia dibawah 30 tahun).
Insidensi penyakit sistem endokrin dan metabolik juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hal
ini dapat dilihat pada penyakit yang disebabkan oleh adanya kelainan pada kelenjar tiroid,
seperti hipotiroidisme, hipertiroidisme (terutama penyakit Grave’s, dan goiter multinodular
toksik), serta tiroiditis yang lebih banyak diderita pasien berjenis kelamin wanita dibandingkan
pria.

1.2 Anamnesis Keluhan Utama


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga dirinya datang berobat.
Pengertian ini haruslah dicermati dengan baik, karena seringkali keluhan utama tidak dapat
ditentukan dengan baik karena kesalahan sewaktu menanyakannya pada pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 56
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Untuk menentukan keluhan utama, dokter harus menanyakan apa keluhan yang dirasakan
paling mengganggu saat ini, yang menyebabkan pasien datang berobat. Keluhan utama tidak
boleh diabaikan, walaupun seandainya setelah dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
ternyata ditemukan penyakit lain yang lebih serius. Keluhan utama penyakit sistem endokrin
dan metabolisme yang sering diutarakan pasien antara lain adalah :
 Nafsu Makan. Terdiri dari keluhan peningkatan maupun penurunan nafsu makan.
Peningkatan nafsu makan, namun berat badan menurun dapat ditemukan misalnya pada
kasus diabetes melitus, hipertiroidisme, dan sindrom Cushing. Penurunan nafsu makan
dapat ditemukan pada penyakit Addison, dan anoreksia nervosa.
 Berat Badan. Terdiri dari keluhan penurunan berat badan, maupun penambahan berat
badan. Hipertirodisme (misalnya penyakit Grave’s), hipoadrenalisme (misalnya penyakit
Addison), dan diabetes melitus, dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.
Sebaliknya pada hipotiroidisme, hiperadrenalisme (misalnya sindrom Cushing),
hipogonadisme (misalnya sindrom Prader-Willi), dan defisiensi hormon pertumbuhan,
dapat menyebabkan penambahan berat badan
 Kelelahan. Keluhan mudah merasa lelah dapat ditemukan pada berbagai kasus seperti
hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoadrenalisme, dan Sindrom Cushing.
 Rasa Haus. Meningkatnya rasa haus, dan minum lebih banyak dari biasanya merupakan
salah satu gejala awal dari diabetes melitus, yang terkadang tidak disadari oleh pasien.
Pada kasus diabetes inspidus, rasa haus bahkan dirasakan sangat hebat sehingga pasien
dapat minum air sangat banyak dalam sehari.
 Peningkatan Frekuensi Berkemih. Berkemih lebih sering dari normal baik siang maupun
malam dengan jumlah urin yang banyak, dan berwarna pucat (poliuria), dapat ditemukan
pada penyakit diabetes melitus, dan diabetes insipidus.
 Gangguan Fungsi Seksual. Terutama disebabkan oleh defisiensi hormon gonadotropin
(hipogonadotropin), yang dapat menyebabkan keluhan berupa hilangnya hasrat seksual,
kegagalan mempertahankan ereksi, keterlambatan pubertas, gangguan menstruasi,
bahkan kemandulan.
 Gangguan Pertumbuhan. Keluhan ini dapat disebabkan oleh karena kelebihan, maupun
defisiensi hormon pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
perawakan tubuh yang pendek (cebol), dan cenderung kegemukan, sebaliknya kelebihan
hormon pertumbuhan menyebabkan perawakan tubuh, raksasa (gigantisme), serta
pertumbuhan tulang, dan jaringan lunak yang berlebihan (akromegali).
 Benjolan Pada Leher. Keluhan benjolan pada leher terutama ditemukan pada penyakit
yang berkaitan dengan kelenjar tiroid, seperti gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI),
hipertiroidisme, tiroiditis, serta karsinoma tiroid.
 Gangguan Kardiovaskuler. Keluhan dapat berupa jantung terasa berdebar-debar
(palpitasi), sakit kepala, bahkan sesak nafas karena terjadi gagal jantung.
 Gangguan Neuromuskular. Keluhan dapat berupa kesulitan berkonsentrasi, gugup dan
gelisah berlebihan, tremor jari tangan, baal, dan kelemahan pada otot.
 Gangguan Saluran Cerna. Keluhan ini terutama muncul karena adanya gangguan pada
motilitas usus. Pada hipotiroidisme dapat terjadi penurunan motilitas saluran cerna,
sehingga pasien mengalami sulit buang air besar (konstipasi). Pada hipertiroidisme, justru
terjadi hipermotilitas saluran cerna, yang menyebabkan timbulnya keluhan berupa diare,
mual, serta muntah.
 Gangguan Penglihatan. Keluhan gangguan penglihatan dapat berupa pengelihatan kabur
(misalnya pada katarak karena diabetes, retinopati diabetik, dan hipertiroidisme), keluarnya
air mata yang berlebihan, dan bola mata tampak menonjol keluar (eksoftalmus) dengan
kelambanan dan tertariknya kelopak mata.

Keterampilan Klinik
Semester III 57
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Gangguan Metabolisme. Pada hipertiroidisme dapat terjadi gangguan metabolisme tubuh


berupa peningkatan kehilangan energi yang menyebabkan berat badan turun walaupun
nafsu makan meningkat, banyak berkeringat karena produksi panas tubuh yang
berlebihan, dan tidak tahan terhadap cuaca panas.

Dalam penulisan keluhan utama harus ditanyakan sudah berapa lama pasien mengalami
keluhan tersebut. Misalnya keluhan berat badan menurun walaupun nafsu makan bertambah
sejak 6 bulan yang lalu. Selain menanyakan keluhan utama, tanyakan juga apakah ada
keluhan lain yang dirasakan pasien yang merupakan keluhan tambahan, seperti, mudah
marah, kelelahan, kesemutan (baal), jantung berdebar, dan lain sebagainya.
Setelah menentukan keluhan utama, langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis
banding, dimana dokter harus memikirkan segala kemungkinan penyakit yang mungkin.

Alur Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Endokrin & Metabolisme

Keluhan Utama

Memikirkan Diagnosis-Diagnosis Banding yang mungkin

Anamnesis + Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik + Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Sementara Penyakit Sistem Endokrin dan Metabolisme

Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Endokrin dan Metabolisme

Gambar 1. Alur Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Endokrin dan
Metabolisme

Untuk membantu dokter dalam menyingkirkan diagnosis banding, dan menegakkan


diagnosis pasti, informasi-informasi yang terkandung di dalam keluhan utama, haruslah digali
sedalam mungkin dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam
komponen-komponen anamnesis lainnya.

1.3 Anamnesis Riwayat Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit merupakan uraian rinci
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai saat penderita
datang berobat. Sebagaimana anamnesis pada sistem organ lainnya, untuk menggali informasi
lebih dalam terutama yang berkaitan dengan keluhan utama, dapat digunakan komponen-
komponen pertanyaan yang berpedoman kepada Macleod’s Clinical Examination (metode
OLDCART dan OPQRST).
Pemilihan dan penggunaan kedua metode ini, disesuaikan dengan keluhan utama yang
diutarakan pasien, dan tidak bersifat mengikat. Artinya kita boleh memasukkan komponen
pertanyaan metode lain selain metode yang kita pilih, untuk memperoleh informasi sebanyak

Keterampilan Klinik
Semester III 58
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

mungkin. Adakalanya tidak semua komponen-komponen pertanyaa pada metode OLDCART


atau OPQRST terdapat dalam suatu kasus penyakit, sehingga tidak perlu ditanyakan saat
menggali informasi.
Contoh penggunaan metode OLDCART untuk menggali informasi. 1) Dapat ditanyakan
bagaimana mula terjadinya keluhan atau gejala klinis (onset). Apakah terjadi secara tiba-tiba,
atau bertambah berat secara bertahap. 2) Lokasi dimana pasien merasakan keluhan
(location). 3) Sudah berapa lama keluhan dirasakan oleh pasien (duration). 4) Bagaimana
sifat keluhan yang dirasakan pasien (character). 5) Adakah faktor-faktor yang dapat
memperberat atau meringankan keluhan (alleviating atau aggravating factor). 6) Apakah
keluhan hanya terbatas pada organ tubuh tertentu, atau menyebar ke bagian-bagian tubuh
lainnya (radiation). 7) Apakah keluhan timbul pada waktu tertentu, atau terjadi setiap saat,
atau tidak tentu (time).
Selain metode OLDCART, dapat digunakan metode OPQRST untuk menggali informasi
pada keluhan utama. Contoh penggunaan metode OPQRST, 1) Keluhan atau gejala klinis
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (onset). 2) Adakah pencetus yang menimbulkan
keluhan (palliating/provoking factor). 3) Sifat dan beratnya serangan atau gejala klinis yang
terjadi, apakah terjadi secara terus menerus atau hilang timbul, apakah gejala klinis yang
timbul cenderung bertambah berat atau berkurang (quality). 4) Penyebaran dari keluhan
(radiation). 5) Apakah keluhan timbul saat pasien berada pada tempat tertentu (site). 6)
Kapan keluhan timbul, apakah keluhan paling dirasakan pada waktu tertentu, misalnya pada
pagi, malam, setiap saat, atau tidak tentu (time).

1.4 Anamnesis Penyakit Terdahulu


Pada bagian ini ditanyakan kepada pasien tentang penyakit yang telah pernah dideritanya
sejak masih kanak-kanak sampai dewasa (saat sebelum menderita penyakit sekarang ini),
yang mungkin mempunyai hubungan dengan penyakit yang dialami pasien saat ini.
Misalnya pada kasus tiroiditis supuratif akut, dapat ditanyakan ada tidaknya riwayat
penyakit infeksi saluran pernafasan atas, atau infeksi telinga. Pada kasus diabetes melitus tipe
1 dapat ditanyakan adakah riwayat infeksi virus rubella, herpes, coxsakie, citomegalovirus, dan
lain sebagainya.

1.5 Anamnesis Organ atau Sistem


Pada anamnesis organ atau sistem, dapat dilihat adakah hubungan antara keluhan atau
gejala klinis, dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnesis keluhan utama,
penyakit sekarang, ataupun pada anamnesis penyakit terdahulu.
Anamnesis sistem organ dilakukan secara sistematis, dengan menanyakan keluhan yang
mungkin ditemukan pada organ atau bagian tubuh, dimulai dari kepala, toraks, abdomen,
hingga ekstremitas atas dan bawah.

1.6 Anamnesis Riwayat Pribadi


Pada anamnesis riwayat pribadi pasien, dokter menggali informasi-informasi mengenai
kebiasaan hidup pasien yang mungkin memiliki hubungan dengan penyakit sistem endokrin
dan metabolisme yang dideritanya. Misalnya kebiasaan makan berlebihan, dan kurangnya
aktifitas fisik yang merupakan salah satu faktor predisposisi diabetes melitus tipe 2.
Perlu ditanyakan juga tentang keadaan rumah tangga penderita, pekerjaan, penghasilan,
dan keadaan anak-anak atau masalah-masalah lain yang menyebabkan terganggunya
ketenangan jiwa penderita (stres) yang juga merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya
diabetes melitus tipe 2.

Keterampilan Klinik
Semester III 59
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

1.7 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam anamnesis riwayat penyakit keluarga, dokter menanyakan penyakit yang pernah
diderita keluarga dekat penderita, seperti penyakit keturunan, atau penyakit yang dapat
menular secara kontak langsung bila daya tahan tubuh melemah. Penyakit diabetes melitus
tipe 2, atau perawakan tubuh yang pendek memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara
genetik.
Pada anamnesis ditanyakan juga adakah anggota keluarga yang mengalami sakit yang
sama dengan pasien. Bila ada anggota keluarga yang telah meninggal dunia, tanyakanlah
sebab kematiannya.

1.8 Anamnesis Riwayat Pengobatan


Pada anamnesis riwayat pengobatan dokter menanyakan apakah sebelumnya pasien
sudah menggunakan obat-obatan untuk mengobati penyakitnya atau belum, apakah pasien
berobat ke tenaga medis atau mengobati sendiri, apa nama obat yang digunakan, bagaimana
pemakainnya, dan apakah efek obat dirasakan menghilangkan gejala penyakit atau tidak.
Beberapa penyakit sistem endokrin dan metabolisme, dicetuskan oleh pemakaian obat-
obatan tertentu dalam jangka panjang. Misalnya pemakaian obat-obatan antitiroid berlebihan
yang diberikan dalam jangka panjang, merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya
hipotiroidisme. Contoh lain adalah penggunaan diuretik dan kortikosteroid dalam jangka
panjang yang dapat mencetuskan DM tipe 2

1.9 Anamnesis Sosial Ekonomi


Pada anamnesis sosial ekonomi, dokter menanyakan mengenai keadaan keluarga pasien
terutama mengenai perumahan, penghasilan, lingkungan dan daerah tempat tinggal penderita.
Penyakit diabetes melitus tipe 2 memiliki insidensi yang tinggi pada pasien dengan tingkat
sosial ekonomi menengah ke atas.

1.10 Anamnesis Gizi


Pada anamnesis gizi dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi
setiap hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan juga, apakah
penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap, dan dicari apakah ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh penderita. Misalnya konsumsi makanan yang
mengandung banyak lemak dan karbohidrat secara berlebihan, yang merupakan salah satu
faktor pencetus diabetes melitus tipe 2, atau terdapat penurunan berat badan walaupun nafsu
makan meningkat.

Keterampilan Klinik
Semester III 60
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Simulasi Kasus Anamnesis Penyakit Sistem Endokrin & Metabolisme


1. Penyakit Grave’s
 Anamnesis Pribadi : Jenis kelamin wanita, usia antara 20-50 tahun.
 Keluhan Utama. Sering merasa kepanasan walaupun cuaca tidak panas, disertai dengan
keluhan jantung terasa berdebar-debar, dan leher yang membengkak.
 Diagnosis Banding. Penyakit Grave’s, goiter multinodular toksik, goiter mononodular
toksik, karsinoma tiroid, struma endemik, dan tiroiditis.
 Onset. Keluhan dirasakan semakin berat secara perlahan.
 Character. Keluhan dirasakan semakin memberat bila pasien terpapar dengan cuaca
panas karena keringatnya banyak keluar. Keluhan juga disertai rasa mudah gelisah,
mudah marah, dan sulit berkonsentrasi. Keluarnya energi tubuh yang berlebihan membuat
pasien cepat merasa lapar dan haus, serta makan dan minum lebih banyak dari biasanya.
Pasien juga merasa sulit tidur di malam hari karena merasa gelisah, dan kepanasan.
Pembengkakan pada leher berupa benjolan kenyal, dan simetris, yang disebabkan oleh
pembesaran kelenjar tiroid, tanpa disertai tanda-tanda peradangan. Pada goiter
multinodular toksik, kelenjar tiroid dapat sangat membesar, asimetris, dan teraba sebagai
benjolan-benjolan kecil yang kenyal.
 Gejala Penyerta. Pasien merasa otot-otot tubuhnya terasa lemah, diare, demam yang
dapat ditemukan pada kasus krisis tiroid, serta siklus haid yang tidak teratur.
 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya
menanyakan keluarga dekat pasien secara garis keturunan vertikal yang menderita
penyakit dengan gejala yang sama dengan yang dialami pasien. Sekitar 15% dari kasus
hipertiroidisme, memiliki riwayat penyakit dengan keluhan yang sama pada garis keturunan
vertikal pasien (ibu kandung, nenek, bibi, ayah kandung, paman).
 Anamnesis Organ. Berisi pertanyaan tentang ada tidak keluhan bola mata yang menonjol
keluar disertai dengan terlambatnya refleks kelopak (lid lag), penarikan kelopak mata (lid
retraction), yang merupakan gejala klinis spesifik penyakit Grave’s, yang tidak ditemukan
pada penyakit hipertiroidisme lainnya. Selain itu dapat ditanyakan juga apakah terdapat
keluhan timbulnya kulit yang teraba hangat dan basah. Pada beberapa pasien dapat
ditemukan adanya tremor halus pada jari-jari tangan (intention tremor), yang terlihat lebih
jelas pada pemeriksaan fisik.

Gambar 2. Eksoftalmus & Pembesaran Tiroid Gambar 3. Eksoftalmus & Lid Retraction

Keterampilan Klinik
Semester III 61
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Anamnesis Gizi. Berisi pertanyaan apakah pasien merasa berat badannya mengalami
penurunan atau tidak. Pada hipertiroidisme, termasuk penyakit Grave’s, terjadi kehilangan
energi tubuh dalam jumlah besar, sehingga walaupun pasien makan dan minum lebih
sering, dan dengan porsi yang banyak, berat badan pasien malah mengalami penurunan.

Gambar 4. Lid Lag (Penyakit Grave’s)

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (non insulin dependent diabetes mellitus)


 Anamnesis Pribadi : Pria : wanita = hampir sama banyak, usia > 30 tahun.
 Keluhan Utama. Berat badan dirasakan semakin menurun walaupun nafsu makan
bertambah.
 Keluhan Utama Lainnya. Keluhan utama lain yang sering diutarakan pasien dapat berupa
komplikasi dari penyakit diabetes melitus, antara lain seperti rasa gatal akibat timbulnya
jamur pada daerah lipatan tubuh, pengelihatan kabur karena terjadi katarak atau retinopati
diabetik, luka atau bisul yang sukar sembuh, riwayat sering keputihan, atau batuk-batuk
lama dengan demam, pada kasus tuberkulosis pada usia lanjut yang biasanya merupakan
komplikasi dari diabetes melitus tipe 2.
 Diagnosis Banding. Diabetes melitus tipe 2, hipertiroidisme, sindrom malabsorbi, dan
sindrom metabolik.
 Onset. Penurunan berat badan terjadi dengan cepat, walaupun nafsu makan bertambah.
 Duration. Keluhan dirasakan sejak beberapa bulan, atau tahun yang lalu.
 Character. Berat badan semakin menurun walaupun nafsu makan pasien dirasakan
bertambah. Nafsu makan yang sangat bertambah juga disertai dengan rasa haus yang
berlebihan, dan buang air kecil yang lebih sering dari biasanya terutama pada saat malam
hari. Pasien juga mengeluh mudah merasa lelah, dan badannya terasa lemas. Keluhan
tidak disertai dengan rasa tidak tahan terhadap panas, dan berkeringat berlebihan, serta
tidak ditemukan keluhan jantung yang terasa berdebar-debar. Keluhan juga tidak disertai
dengan diare setiap kali pasien makan makanan tertentu.
 Gejala Penyerta. Kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki.
 Anamnesis Riwayat Penyakit Dahulu. Berisi pertanyaan yang menanyakan ada tidaknya
riwayat pernah mengalami berat badan yang berlebih, dan penyakit darah tinggi
(hipertensi), yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya diabetes melitus, serta

Keterampilan Klinik
Semester III 62
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

riwayat luka atau gatal-gatal pada kulit yang sukar sembuh, dan merupakan komplikasi
dari diabetes melitus yang diderita pasien. Pada wanita yang telah melahirkan dapat
ditanyakan apakah terdapat riwayat pernah atau beberapa kali melahirkan bayi dengan
berat badan di atas 4 kilogram, riwayat keguguran berulang, dan riwayat melahirkan bayi
cacat.
 Anamnesis Organ atau Sistem. Berisi pertanyaan tentang ada tidak keluhan bola mata
yang tampak menonjol keluar, serta pembengkakan pada daerah tungkai, untuk
menyingkirkan diagnosis banding penyakit Grave’s, yang merupakan keadaan
hipertiroidisme yang paling sering ditemukan.
 Anamnesis Riwayat Pribadi. Berisi pertanyaan mengenai kebiasaan hidup atau
pekerjaan pasien yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus yang dialaminya.
Misalnya kebiasaan makan dengan porsi yang berlebihan, atau riwayat kurang melakukan
aktifitas fisik, yang menyebabkan pasien menjadi kegemukan.
 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya
menanyakan keluarga dekat pasien secara garis keturunan vertikal yang menderita
penyakit kencing manis. Penyakit diabetes melitus tipe 2 (NIDDM), memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara genetik, dan mempunyai insidensi yang lebih
tinggi pada individu yang memiliki riwayat DM dalam garis keturunannya.
 Anamnesis Gizi. Berisi pertanyaan tentang jenis makanan yang dimakan, porsi makan,
dan apakah pasien merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap. Pada
pasien diabetes melitus tipe 2 biasanya terdapat kebiasaan mengkonsumsi makanan
berkabohidrat dan berlemak tinggi yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
penyakit ini. Porsi makan dan minum pasien juga biasanya bertambah, akan tetapi berat
badan pasien dirasakan menurun dengan cepat.

Keterampilan Klinik
Semester III 63
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 5. Gejala Klinis Diabetes Melitus (gejala klinis berwarna biru lebih sering pada DM
tipe 1)

Keterampilan Klinik
Semester III 64
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
15 menit Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
memperlihatkan kepada mahasiswa cara
melakukan anamnesis penyakit sistem endokrin
dan metabolisme, dan cara menggali informasi Instruktur
45 menit yang didapatkan dari anamnesis secara dan
deskriptif dan kronologis Mahasiswa
Mahasiswa melakukan latihan role play secara
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
30 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan-masukan
10 menit Instruktur
(feedback) kepada mahasiswa.

V. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.2 TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme yang
terdiri dari anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama, anamnesis penyakit
sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis riwayat
pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi dan
anamnesis gizi.
2. Menggunakan dasar keterampilan komunikasi dokter pasien, yang telah dipelajari
pada Blok ICT, dan Biomedik I ke dalam contoh kasus simulasi penyakit endokrin dan
metabolisme
3. Mampu melakukan anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme yang sering
dijumpai dengan contoh simulasi kasus:
 Penyakit Grave’s (3A).
 Diabetes Mellitus Tipe 2 (4).

Keterampilan Klinik
Semester III 65
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
15 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja.
 Kursi 8.
 Pasien Simulasi (instruktur).
6. Materi Kegiatan / Latihan :
 Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme dengan
baik dan benar, yang terdiri dari :
 Anamnesis Pribadi.
 Anamnesis Keluhan Utama.
 Anamnesis Penyakit Sekarang.
 Anamnesis Penyakit Terdahulu.
 Anamnesis Organ/Sistem (sekilas).
 Anamnesis Riwayat Pribadi.
 Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga.
 Anamnesis Sosial/Ekonomi.
 Anamnesis Gizi.

Keterampilan Klinik
Semester III 66
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. Sumual A, Pandelaki A. Hipertiroidisme. In : Noer H.M.S, Waspadji S, Rachman A.M,
Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 766-72.
2. Suastika K, Sutanegara N.D. Hipertiroidisme. In : Hartanto H, ed. Penyakit Kelenjar
Tiroid. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p. 31-7.
3. Waspadji S. Gambaran Klinis Diabetes Melitus. In : Noer H.M.S, Waspadji S,
Rachman A.M, Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 586-7.
4. Darmono. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In : Noer H.M.S, Waspadji S,
Rachman A.M, Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 586-7.
5. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. In : Soegondo S, Soewondo S, Subekti I,
eds. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4th edition. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI ; 2004. p. 7-14.
6. Soegondo S. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In : Soegondo S,
Soewondo S, Subekti I, eds. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4th edition.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2004. p. 17-27.
7. Dacre J, Kopelman P. Sistem Endokrin. In : Listiawati E, ed. Buku Saku Keterampilan
Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005. p. 245-53.
8. Wise P.H. Gangguan Tiroid. In :Oswari J, ed. Atlas Bantu Endokrinologi. 2nd edition.
Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1996. p. 1-13.

Keterampilan Klinik
Semester III 67
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM ENDOKRIN & METABOLISME Ya Tidak
1. Penyakit Grave’s
Dokter mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien untuk
duduk.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku
bangsa, alamat dan pekerjaan pasien. (pasien berusia 40 tahun,
jenis kelamin wanita). Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien paling
mengganggu yang membuat dirinya datang berobat. (pasien sering
merasa kepanasan walaupun cuaca tidak panas, jantung terasa
berdebar-debar, dan leher dirasakan membengkak). Keluhan
Utama
Dokter meminta pasien menceritakan bagaimana mula terjadinya
keluhan yang dirasakannya. Apakah keluhan terjadi secara
mendadak, atau semakin memberat secara perlahan, dan sudah
berapa lama keluhan dirasakan. (keluhan dirasakan sejak 5 tahun
yang lalu, dan keluhan dirasakan semakin berat secara
perlahan-lahan. Sebelum timbulnya keluhan, pasien pernah
mengalami stres berat, karena anaknya yang menjadi petugas
satpol PP meninggal dunia saat bertugas sekitar 7 tahun yang
lalu). Onset, Duration, Provoking Factor
Dokter menanyakan apakah keluhan yang dirasakan pasien disertai
dengan timbulnya perasaan mudah gelisah, mudah marah, atau sulit
berkonsentrasi. (ya, selain keluhan, pasien juga merasa
perasaannya mudah gelisah, dan mudah marah. Pasien juga
merasa sulit untuk berkonsentrasi, sehingga pekerjaannya
sering terbengkalai). Character
Dokter menanyakan apakah apakah rasa sering kepanasan, disertai
dengan nafsu makan yang meningkat, dan minum air lebih banyak
dari biasanya. (ya, pasien merasa cepat lapar, dan cepat merasa
haus, sehingga pasien makan dan minum lebih banyak dari saat
sebelum sakit). Character
Dokter menanyakan apakah pembengkakan pada leher terasa nyeri,
atau berbenjol-benjol. (pembengkakan pada daerah leher, tidak
terasa nyeri, atau berbenjol-benjol). Character
Dokter menanyakan adakah keluhan lain yang dirasakan selain
sering merasa kepanasan. (Pasien merasa otot-otot tubuhnya
terasa lemah). Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan ada tidaknya anggota kelurga dekat pasien
secara garis keturunan vertikal (ayah, ibu, kakek, nenek, paman,
atau bibi kandung) yang menderita penyakit dengan keluhan yang
sama. (ibu pasien juga menderita penyakit dengan keluhan
sering merasa kepanasan, dengan bola mata yang tampak
menonjol keluar). Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan ada tidaknya keluhan bola mata yang menonjol
keluar, disertai dengan pengelihatan yang kabur. (pasien merasa
kedua bola matanya terlihat menonjol keluar, akan tetapi

Keterampilan Klinik
Semester III 68
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

pengelihatannya masih jelas). Anamnesis Organ


Dokter menanyakan ada tidaknya pembengkakan pada daerah leher,
dan apakah pembengkakan terasa nyeri, atau berbenjol-benjol.
(terdapat pembengkakan pada daerah leher, namun, tidak terasa
nyeri, atau berbenjol-benjol). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan apakah pasien sering merasa kulitnya terasa
basah dan hangat, terutama pada kedua telapak tangannya (kulit
terutama pada kedua telapak tangannya sering basah oleh
keringat). Anamnesis Organ
Dokter menayakan pasien juga merasa jari-jari tangannya sering
terasa bergetar. (ya, pasien merasa jari-jari tangannya sering
terasa gemetar). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi
setiap hari, seberapa banyak porsinya serta bagaimana frekuensi
makan pasien (sejak dua bulan terakhir, pasien merasa cepat
lapar dan haus, sehingga porsi dan frekuensi makan setiap hari
bertambah). Anamnesis Gizi
Dokter menanyakan apakah pasien merasa berat badannya
bertambah, berkurang, atau tetap seperti biasanya. (berat badan
pasien dirasakan menurun dengan cepat, walaupun nafsu
makan dan minumnya bertambah). Anamnesis Gizi
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien
Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai pasien
Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 69
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (2) : Untuk Latihan

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM ENDOKRIN & METABOLISME Ya Tidak
2. Diabetes Melitus Tipe 2 (NIDDM)
Dokter mengucapkan salam dan mempersilahkan pasien duduk
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku
bangsa, alamat dan pekerjaan pasien (pasien berusia 40 tahun,
jenis kelamin wanita) Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien paling
mengganggu yang membuat dirinya datang berobat. (berat badan
dirasakan menurun, walaupun nafsu makan bertambah).
Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan bagaimana mula terjadinya
keluhan yang dirasakan pasien. Apakah terjadi secara mendadak,
atau semakin memberat secara perlahan, dan sudah berapa lama
keluhan timbul. (pasien merasa berat badannya turun dengan
cepat, walaupun nafsu makannya dirasakan bertambah. Keluhan
dirasakan sejak 6 bulan yang lalu). Onset, Duration
Dokter menanyakan apakah keluhan juga disertai dengan rasa cepat
merasa haus sehingga pasien sering minum air lebih banyak dari
biasanya. (selain merasa cepat lapar, pasien juga cepat merasa
haus, dan minum air lebih banyak dari biasanya). Character
Dokter menanyakan apakah dengan banyak minum pasien menjadi
lebih sering buang air kecil (pasien menjadi lebih sering buang air
kecil, terutama pada saat malam hari). Character
Dokter menanyakan apakah keluhan disertai dengan rasa kelelahan,
dan keluarnya keringat yang berlebihan bila pasien terkena cuaca
panas. (tidak, keluhan tidak disertai kelelahan dan rasa tidak
tahan terhadap panas). Character
Dokter menanyakan apakah keluhan disertai dengan jantung yang
terasa sering berdebar-debar. (keluhan tidak disertai dengan
denyut jantung yang berdebar-debar). Character
Dokter menanyakan adakah keluhan diare setiap kali makan
sesuatu. (tidak, keluhan penurunan berat badan tidak disertai
dengan diare). Character
Dokter menanyakan adakah keluhan lain yang dirasakan pasien
selain keluhan-keluhan yang diutarakan sebelumnya. (pasien
merasa jari-jari pada tangan dan kakinya sering kesemutan).
Keluhan Tambahan
Dokter menayakan apakah pasein memiliki riwayat penyakit darah
tinggi (hipertensi). (pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu). An. Riwayat Penyakit Terdahulu
Dokter menanyakan apakah pasien memiliki riwayat timbulnya gatal-
gatal pada kulit terutama pada lipatan-lipatan tubuh, atau riwayat
luka yang sukar sembuhnya. (sejak 2 bulan yang lalu pasien
menderita gatal-gatal pada selangkangan, dan lipat ketiaknya.
Selain itu terdapat luka tertusuk paku pada kaki yang sampai
saat ini belum sembuh, padahal hanya luka kecil, dan sudah
dialami selama 2 minggu). Anamnesis Riwayat Penyakit

Keterampilan Klinik
Semester III 70
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Terdahulu
Dokter menayakan apakah sebelumnya pasien memiliki riwayat
melahirkan anak dengan berat lahir di atas 4 kilogram. (pasien
memiliki 5 kali riwayat persalinan, persalinan terakhir 3 bulan
yang lalu, dengan berat lahir bayi 4,2 kilogram). Anamnesis
Riwayat Penyakit Terdahulu
Dokter menanyakan ada tidaknya keluhan bola mata yang menonjol
keluar, disertai dengan pengelihatan yang kabur. (tidak ada keluhan
kedua bola mata yang menonjol keluar, atau pengelihatan yang
tampak kabur dan menjadi dua). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan ada tidak keluhan timbulnya pembengkakan
pada tungkai bagian bawah. (tidak ada keluhan timbulnya
pembengkakan tungkai). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan apakah pasien sering berolah raga setiap hari
untuk menjaga kondisi fisiknya agar tetap sehat. (pasien jarang
berolahraga karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya).
Anamnesis Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan apakah dalam menjalankan pekerjaannya,
pasien banyak melakukan aktifitas fisik. (tidak, pasien bekerja
sebagai sekretaris di sebuah perusahaan asing). Anamnesis
Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan ada tidaknya anggota kelurga dekat pasien
secara garis keturunan vertikal (ayah, ibu, kakek, nenek, paman,
atau bibi kandung) yang menderita penyakit kencing manis. (ayah
dan ibu pasien menderita penyakit kencing manis. Ayah pasien
telah meninggal 5 tahun yang lalu karena penyakit gagal ginjal).
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah sebelum timbulnya keluhan, pasien
memiliki riwayat pengobatan dengan diuretik atau steroid dalam
jangka waktu yang lama. (ya/tidak terdapat riwayat pemakaian
diuretik dan steroid dalam jangka waktu yang lama). Anamnesis
Riwayat Pengobatan
Dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi
setiap hari, seberapa banyak porsinya serta bagaimana frekuensi
makan pasien (sejak enam bulan terakhir, pasien merasa cepat
lapar dan haus, sehingga porsi dan frekuensi makan setiap hari
bertambah). Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah pasien sering mengkonsumsi makanan
yang berlemak dengan porsi nasi yang banyak. (pasien sering
makan berlemak dengan rata-rata 2 piring nasi setiap
makan).Anamnesis Gizi
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien
Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai pasien
Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 71
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR FORMULIR HASIL LATIHAN


ANAMNESIS PENYAKIT SISTEM ENDOKRIN & METABOLISME
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 72
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kelima

PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN SISTEM HORMON & METABOLISME

I. PENDAHULUAN
Sistem endokrin meliputi berbagai organ yang mensekresi hormon ke dalam pembuluh
darah untuk disirkulasikan ke organ lain. Walaupun kelenjar endokrin memiliki fungsi spesifik
tertentu, kelenjar-kelenjar tersebut juga saling berhubungan satu dengan lainnya. Hal ini
terlihat pada kelenjar pituitari yang mengontrol kelenjar lainnya dengan hormon tropiknya.
Sebaliknya kelenjar pituitari juga dipengaruhi sekresi kelenjar lainnya, dengan mekanisme
umpan balik (feedback mechanism) untuk mempertahankan homeostasis.
Pendekatan diagnostik untuk kelainan endokrin dapat dibagi atas dua tahap. Tahap
pertama adalah evaluasi status hormonal, dan tahap kedua adalah menentukan perjalanan
alamiah proses patologis yang mendasarinya. Untuk dapat melakukannya, diperlukan
keterampilan klinis yang baik dalam menganamnesis, dan melakukan pemeriksaan fisik.

Gambar 1. Sistem Endokrin Pada Manusia

II. PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN METABOLISME DAN HORMON


Pemeriksaan fisik pada kelainan endokrin dan metabolik tidak hanya melibatkan satu
organ tertentu, namun kelainannya dapat mempengaruhi organ-organ lainnya, seperti kelainan
hormon tiroid tak hanya melibatkan kelenjar tiroid namun juga dapat melibatkan jantung,
saluran cerna, dan lain sebagainya.

Keterampilan Klinik
Semester III 73
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

2.1 Pengukuran Status Gizi


Indeks Massa Tubuh digunakan untuk menentukan apakah seseorang tersebut kurang,
normal atau berlebih. Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dihitung dengan cara membandingkan
berat badan dalam kilogram, dengan tinggi badan dalam satuan meter kuadrat (m2).

Interpretasi Indeks Massa Tubuh berdasarkan WHO Technical Series (2000)


Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
Berat Badan Kurang < 18,5
Berat Badan Normal 18,5 – 24,9
Pra-Obesitas 25,0 – 29,9
Obesitas tingkat 1 30,0 – 34,9
Obesitas tingkat 2 35,0 – 39,9
Obesitas tingkat 3 > 40

Selain dengan menghitung indeks massa tubuh, status gizi juga dapat ditentukan dengan
menghitung Berat Badan Relatif (BBR). Untuk dapat menghitung BBR tersebut, terlebih dahulu
ditentukan Berat Badan Idaman (BBI). BBI dapat dihitung dengan rumus Broca yaitu :
Berat Badan Idaman (BBI) = (Tinggi Badan – 100) – 10%(Tinggi Badan – 100)
Tinggi badan dihitung dalam satuan cm. Bila pada laki-laki, tinggi badan < 160 cm dan pada
perempuan < 150 cm, perhitungan BBI tidak perlu dikurangi 10% (tinggi badan – 100).
Berat Badan Relatif dihitung dengan rumus :
BBR = (BB aktual : BBI) x 100%
BB Aktual didapat dari berat badan yang diukur pada saat akan menghitung nilai BBR.
Interpretasi BBR :
• Berat badan kurang, bila BBR < 90%.
• Berat badan normal, bila BBR 90-110 %.
• Berat badan berlebih, bila BBR 110-120 %.
• Obesitas, bila BBR > 120 %.

2.2 Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Tiroid


 Inspeksi Pada Kelainan kelenjar Tiroid
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan vital sign yang dapat
menunjukkan ada tidaknya kelainan pada kelenjar tiroid, terutama pada keadaan
hipertiroidisme, dan hipotiroidisme.
Pemeriksaan vital sign yang mungkin didapat pada penderita hipertiroid antara lain
hipertensi, takikardi (dapat ditemukan menetap pada saat tidur), dyspnoe, dan suhu yang
meninggi. Pada hipotiroid dapat dijumpai bradikardi, dan suhu tubuh yang menurun.
Pasien dengan hipertiroidisme biasanya tampak kurus, lemah, gelisah, dan banyak
berkeringat karena meningkatnya laju metabolik. Sebaliknya pada hipotiroidisme, pasien
terlihat gemuk dengan disertai sembabnya wajah (puffy face) terutama pada daerah infra-
orbita, dengan kulit yang tampak kering, dan teraba dingin Kelainan pada hormon tiroid dapat
menyebabkan berbagai tanda termasuk rambut.
Pada pasien hipertiroidisme, biasanya rambut halus dan rapuh dan mudah rontok. Pada
pasien dengan hipotiroidisme, rambut biasanya kering dan tebal, dan disertai dengan
rontoknya rambut pada regio frontalis. Sepertiga luar alis pada beberapa kasus hipotiroidisme
juga dapat menghilang (Queen Anne’s eyebrow).

Keterampilan Klinik
Semester III 74
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 2a. Pasien Hipotiroidisme Gambar 2b. Pasien Pasca Pengobatan

Keterangan Gambar : Pasien wanita dengan hipotiroidisme (gambar 2a) Perhatikan sembabnya (bengkak) wajah
dengan edema infra orbital dan rambut yang tampak kasar dan kering. Tampilan pasien yang sama sesudah
mendapat pengobatan (gambar 2b)

Pada pemeriksaan ekstremitas, didapatkan tangan tampak kemerahan, berkeringat dan,


menunjukkan tremor halus pada hipertiroidisme. Tremor juga dapat ditentukan dengan
menyuruh pasien menjulurkan kedua tangannya sambil menutup kedua mata. Lalu letakkan
selembar kertas di atas jari-jari tangan yang dijulurkan tadi. Lihat apakah kertas bergerak.
Pada pemeriksaan ini pastikan tidak ada hembusan angin yang dapat mengganggu interpertasi
pemeriksaan.

Gambar 3. Brittle Nail


Kelainan kuku yang dapat muncul pada hipotiroidisme adalah brittle nail (Onychorrhexis).
Brittle nail adalah keadaan di mana kuku rapuh dan mudah patah (fragile). Pada Penyakit
Grave’s, kelainan kuku yang dapat muncul adalah onycholisis, di mana terpisahnya kuku jari
dengan nail bed.
Keadaan hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan kretinisme. Tanda kretinisme yang
dapat dilihat adalah, pasien berperawakan pendek, wajah tampak tumpul atau bodoh (dull
face), rambut kering dan rapuh, leher pendek, ekstremitas pendek, tangan lebar dengan jari
pendek, dan myexedema.

Keterampilan Klinik
Semester III 75
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 4. Gejala Klinis Kretinisme Gambar 5. Eksoftalmus & Lid Retraction

Hipertiroidisme Grave’s, dapat terjadi oftalmopati Grave’s dengan gejala klinis berupa
eksoftalmus, lid lag, dan lid retraction. Terjadinya eksoftalmus disebabkan akibat
membengkaknya jaringan dan otot orbita, sehingga bola mata terdorong ke depan yang
menyebabkan fissure palpebra (ruang atau celah antara kelopak mata atas dan bawah)
melebar, inilah yang disebut lid retraction.
Lid lag (von Grave’s sign) dapat diperiksa dengan menyuruh pasien mengikuti objek (pen
light, atau jari) yang diletakkan di antara mata kanan dan kiri. Sebelum digerakkan, objek
berada di atas level mata. Lalu gerakkan objek ke bawah dan amati bagaimana kemampuan
kelopak mata atas mengikuti pergerakan objek tersebut. Lid lag ditandai dengan munculnya
sklera di antara kelopak mata dan limbus. Exophthalmos pada penderita hipertiroid biasa
disertai dengan kemosis dan kongesti pembuluh darah konjungtiva.

Gambar 6. Pemeriksaan Lid Lag


Selain adanya lid retraction dan lid lag (von Grave’s sign), tanda lain yang mendukung
eksophthalmos (tidak dipelajari di skills lab) adalah :
• Stellwag sign : mata jarang berkedip.
• Moebius sign : mata sukar melakukan konvergensi.
• Joffroy sign : jika mata melihat ke atas, dahi tidak berkerut.
• Rosenbach sign : tremor pada palpebra bila mata ditutup.

Kelenjar tiroid dapat membesar pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme. Pembesaran


kelenjar tiroid disebut dengan struma tanpa memandang penyebab. Pembesaran kelenjar tiroid
ini dapat diobservasi dengan inspeksi kelenjar tiroid. Inspeksi dapat dilakukan dengan
menyuruh pasien duduk atau berdiri senyaman mungkin dengan kepala dalam posisi netral

Keterampilan Klinik
Semester III 76
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

atau sedikit ekstensi. Berilah sinar dari samping (cross-lightning) untuk menimbulkan bayangan
yang mempermudah deteksi massa. Untuk meningkatkan kualitas visualisasi kelenjar, pasien
dapat disuruh untuk mengekstensikan leher, dan menyuruh pasien minum. Kemudian
perhatikanlah dengan seksama pergerakan kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan fisik dada, dapat dijumpai ginekomastia pada pasien pria dengan
hipertiroidisme, dan pada pasien dengan hipotirioidisme dapat dijumpai galactorrhea
(pengeluaran air susu yang tidak pada waktunya).

Gambar 7. Ginekomastia Pada Pria Gambar 8. Localized Myxedema Tungkai Bawah

Pada pemeriksaan abdomen beberapa kasus hipotiroidisme, walaupun jarang, dapat


dijumpai perut membesar akibat ascites, atau hidrocele. Pada pemeriksaan ekstremitas bawah
dapat dijumpai edema pre-tibial pada yang terlokalisir (localized myxedema) pada penderita
hipertiroidisme.

 Palpasi Pada Kelainan Kelenjar Tiroid


Palpasi pada kulit penderita hipertiroidisme dapat teraba basah, panas dan memiliki
kareakteristik seperti meraba beludru (velvety-feel). Pada penderita hipotiroidisme, kulit akan
teraba dingin, dan kering.
Palpasi pada kelenjar tiroid dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan
anterior dan pendekatan posterior.

 Palpasi Kelenjar Tiroid Pendekatan Anterior


• Pasien diperiksa dalam posisi duduk, atau berdiri dengan posisi pemeriksa berada di
depan pasien.
• Dengan menggunakan ujung jari kedua tangan, cobalah untuk mencari isthmus tiroid
dengan meraba antara kartilago cricoid dan lekukan suprasternal.
• Gunakanlah salah satu tangan untuk meretraksi dengan lembut otot
sternokleidomasdtoideus sementara tangan lainnya mempalpasi kelenjar tiroid.
• Suruh pasien untuk minum seteguk air saat anda mempalpasi untuk merasakan gerakan
kelenjar tiroid.

Keterampilan Klinik
Semester III 77
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 9. Palpasi Tiroid Pendekatan Anterior Gambar 10. Palpasi Tiroid Pendekatan Posterior

 Palpasi Kelenjar Tiroid Pendekatan Posterior


• Pasien diperiksa dengan posisi duduk atau berdiri dengan pemeriksa berada di belakang
pasien.
• Dengan menggunakan ujung jari kedua tangan, cobalah untuk mencari tiroid isthmus
dengan meraba antara kartilago cricoid, dan lekukan suprasternal.
• Gerakkan tangan anda ke arah lateral untuk merasakan bawah otot
sternocleidomastoideus untuk merasakan keseluruhan kelenjar tiroid.
• Suruh pasien untuk minum seteguk air saat anda mempalpasi untuk merasakan gerakan
kelenjar tiroid.

Jika teraba adanya nodul tiroid pada palpasi, periksa jumlah dan ukuran nodul, konsistensi
nodul, mobilitas nodul, ada tidaknya nyeri tekan dan raba kelenjar limfe regional.

Klasifikasi Gangguan Akibat Kurang Iodium dapat diperoleh dari hasil inspeksi dan palpasi
kelenjar tiroid menurut Klasifikasi Perez, dan modifikasinya (1960).
 Grade 0 : tidak teraba.
 Grade 1 : teraba dan terlihat hanya dengan kepala ditengadahkan.
 Grade 2 : mudah dilihat, kepala posisi biasa.
 Grade 3 : terlihat dari jarak tertentu.
Karena perubahan awal gondok perlu diwaspadai khususnya grade 1 maka grade 1 dibagi
2 yaitu :
 Grade 1a : tidak teraba atau jika teraba tidak lebih besar dari kelenjar tiroid normal
 Grade 1b: jelas teraba, dan membesar, tetapi umumnya tidak terlihat meskipun kepala
ditengadahkan. Ukuran tiroid dikatakan normal bila sama atau lebih besar dari falangs
akhir ibu jari.

Kriteria palpasi ini telah disederhanakan lagi dengan modifikasi (2001) :


 Grade 0 : tidak terlihat maupun teraba kelenjar tiroid.
 Grade 1 : kelenjar tiroid teraba, tapi tidak terlihat apabila leher dalam posisi normal.
 Grade 2 : Pembengkakan pada leher, yang terlihat jelas bila leher dalam posisi normal,
dan pada palpasi memang kelenjar tiroid membesar.

Keterampilan Klinik
Semester III 78
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Auskultasi Pada Kelenjar Tiroid


Akibat meningkatnya vaskularisasi kelenjar tiroid pada tirotoksikosis, maka jika diletakkan
bell stetoskop di atas kelenjar tiroid, dapat didengar adanya bruit.
Bruit terlokalisir, kadangkala kuat, dan mungkin predominan terdengar saat sistolik, atau
tetap berlanjut sepanjang siklus jantung.

Gambar 11. Gejala Klinis Hipotiroidisme & Hipertiroidisme


Untuk mendiagnosis keadaan hipertiroid dapat digunakan indeks Wayne, Modifikasi
Castillo terhadap Indeks Wayne, dan Indeks New Castle.

Indeks Wayne
Simptom Skor
Dyspnoe d’effort +1
Palpitations +2
Tenderness +2
Preference for Heat -5
Preference for Cold -5
Nervousness +2
Appetite : Increased +3
Appetite : Decreased -3
Weight : Increased -3
Weight : Decreased +3

SIGN Present Absent


Palpable Tiroid +3 -3
Bruit Over Tiroid +2 -2
Exophthalmos +2 -
Lid Retraction +2 -

Keterampilan Klinik
Semester III 79
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lid Lag +1 -
Hyperkinesis +4 -2
Hands : Hot +2 -2
Hands : Moist +1 -1
Casual Pulse Rate : < 80/minute - -3
Casual Pulse Rate : 80-90/minute - -
Casual Pulse Rate : > 90/minute +3
Atrial Fibrillation +4 -

Skor Total : > atau sama dengan +19 = hipertiroid


+11 s/d +18 = meragukan
< atau sama dengan 10 = eutiroid
Modifikasi Castillo terhadap Index Wayne
Kriteria mayor :
1. tiroid bruit.
2. hiperkinesis.
3. exophthalmos.
Kriteria minor :
1. berkeringat banyak.
2. tangan lembab.
3. denyut nadi sewaktu > 90 kali/menit, atau fibrilasi atrium.
4. tremor halus jari tangan.

Hipertiroidisme dapat ditegakkan, bila terdapat 1 kriteria mayor, atau 4 kriteria minor.

Indeks New Castle

15 – 24 tahun 0
25-34 tahun +4
Umur mulai dikenai 35 – 44 tahun +8
45 – 54 tahun +12
55 tahun dan seterusnya +16
Dijumpai -5
Pencetus psikologis
Tidak dijumpai 0
Ada -3
Sering memeriksakan diri
Tidak pernah 0
Ada -3
Kecemasan hebat
Tidak ada 0
Ya +5
Selera Makan Bertambah
Tidak 0
Ada +3
Gondok (goiter)
Tidak Ada 0
Ada +18
Tiroid Bruit
Tidak Ada 0
Dijumpai +9
Exophthalmos
Tidak dijumpai 0
Dijumpai +2
Lid Retraction
Tidak dijumpai 0

Keterampilan Klinik
Semester III 80
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Dijumpai +4
Hiperkinesis
Tidak Dijumpai 0
Dijumpai +7
Tremor Halus
Tidak Dijumpai 0
> 90 / menit +16
Frekuensi Denyut Nadi
80- 90 / menit +8
Radialis
< 80 menit 0
Dikatakan hipertiroid bila skor > +40. Bila skor +24 s/d +39, meragukan. Bila skor antara 11
s/d + 23, eutiroid.

2.3 Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Adrenal


Kelenjar adrenal terdiri atas 2 lapisan yaitu korteks, dan medulla. Korteks adrenal
menghasilkan banyak hormon steroid dan yang terpenting adalah kortisol, aldosteron, dan
androgen adrenal. Penyakit-penyakit kelenjar adrenal yang menyebabkan endokrinopati
seperti Sindroma Cushing (kortisol plasma berlebihan), penyakit Addison, sindroma Cohn
(hiperaldosteronisme primer) dan sindrom hiperplasia adrenal kongenital.

 Hiperkortisolisme (Sindroma Cushing)


Pada penderita sindroma Cushing, penderita tampak gemuk (obesitas). Tipe obesitas pada
penderita sindroma Cushing adalah obesitas badan (truncal obesity) dengan ekstremitas yang
terlihat lebih kecil, atau kurus. Hal ini diakibatkan hiperkortisolisme yang mendorong
penumpukan jaringan adiposa di mesenterika. Selain menumpuk di mesenterika, penumpukan
jaringan adiposa juga terjadi di wajah dan daerah antara kedua tulang belikat. Penumpukan
jaringan adiposa di wajah menyebabkan moon face, dan penumpukan jaringan adiposa pada
punggung bagian atas, dan di antara kedua tulang belikat, yang menyebabkan timbulnya
buffalo hump.

Gambar 12. Moon Face Gambar 13. Buffalo Hump Pada Sindroma Cushing

Selain moon face, wajah penderita sindrom Cushing juga terlihat lebih merah dan pada
wanita dapat ditumbuhi bulu (hirsutisme). Hirsutisme merupakan salah satu tanda virilisasi.
Virilisasi disebabkan akibat peninggian kadar androgen adrenal. Selain hirsutisme, tanda
virilisasi lainnya adalah jerawat, kulit berminyak, pembesaran klitoris, muskularitas yang
bertambah, kebotakan pada regio temporal, dan suara yang bertambah berat.

Keterampilan Klinik
Semester III 81
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 14. Hirsustisme Pada Wanita Gambar 15. Gejala Klinis Terjadinya Virilisme

Kulit penderita sindroma Cushing menjadi tipis dan rapuh. Penderita juga sering
mengalami memar yang timbul spontan dan munculnya striae merah muda terutama pada
lipatan tubuh, misalnya pada abdomen. Terjadi juga kelemahan otot (muscle wasting), yang
biasanya terjadi pada lengan atas, dan paha. Pasien mungkin tidak mampu berubah posisi dari
duduk ke berdiri tanpa menggunakan bantuan tangan. Pada pemeriksaan tanda vital sindroma
Cushing dapat dijumpai hipertensi.

Gejala Klinis Sindroma Cushing

Gambar 16. Gejala Klinis Sindroma Cushing Gambar 17. Truncal Obesity & Hirsustisme

Keterampilan Klinik
Semester III 82
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Hipokortisolisme (Insufisiensi Adrenokortikal)


Berbeda dari sindroma Cushing, pada penyakit Addison (insufisiensi adrenokortikal),
penderita tampak lemah dan kurus. Pigmentasi adalah tanda yang mencolok, akibat
peningkatan melanin dengan pigmen ekstra di perut, tempat-tempat tertekan misalnya daerah
tali pinggang, lipatan telapak tangan, areola, dan perineum dan daerah yang terpapar sinar
matahari. Kadang-kadang dapat dijumpai vitiligo atau pigmentasi kelabu pada muka pipi, gusi
dan bibir.
Pemeriksaan tanda vital yang mungkin didapat pada penderita penyakit Addison
(insufisiensi adrenokortikal) adalah hipotensi.

Gambar 18. Pigmentasi Pada Penyakit Addison Gambar 19. Pigmentasi Kelabu Gusi (vitiligo)

2.4 Pemeriksaan Fisik Kelainan Pada Kelenjar Pituitari (Kelenjar Hipofise)


Kebanyakan penderita dengan lesi hipofisis tampak sehat pada pemeriksaan fisik, kecuali
pada pasien dengan sindroma Cushing, akromegali, dan laki-laki dengan hipogonadisme.
 Hiperpituitarisme
Kelenjar pituitari banyak menghasilkan hormon. Bila Growth Hormon diproduksi berlebihan
oleh kelenjar pituitari anterior menyebabkan akromegali. Pada akromegali terjadi perubahan
pada tulang, viscera dan jaringan lunak yang memberikan gambaran patognomonik.
Gambaran klinis akromegali meliputi penonjolan frontal, gambaran muka yang kasar
(coarse facial features), meliputi pembesaran hidung, bibir, lidah, dan rahang (prognatisme),
dan peningkatan jarak antar gigi (interdental spacing). Perubahan tulang juga terjadi pada
tangan, vertebra dan iga. Tangan dapat membesar (spade-shape hand), begitu juga dengan
kaki, karena pertumbuhan jaringan lunak yang biasanya ditandai dengan peningkatan ukuran
cincin dan sepatu dan biasanya tidak disadari oleh pasien. Kulit dapat terasa basah dan
berminyak (sweaty and greasy) dengan pigmentasi, skin tag bahkan papillomata. Sekitar ¼
penderita akromegali memilik pembesaran tiroid nodular.

Keterampilan Klinik
Semester III 83
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 20. Penderita Akromegali dengan Prognatisme

Prolaktin juga merupakan hormon yang dihasilkan kelenjar pituitari. Peningkatan prolaktin
dapat menyebabkan hipogonad baik pada pria dan wanita. Pada wanita dapat mengakibatkan
amenorrhea primer dan infertilitas anovulatoir. Pada pria dapat menyebabkan menurunnya
fungsi seksual karena menurunnya libido dan impotensi seksual.
Hiperprolaktinemia dapat menyebabkan timbulnya laktasi yang tak sesuai (inappropriate
lactation), atau galactorrhea, pada setengah wanita hiperprolaktinemia. Pria dengan
hiperprolaktinemia, walaupun jarang, galactorrhea juga dapat timbul walaupun tanpa
pembesaran kelenjar mammae. Hipersekresi ACTH menyebabkan penyakit Cushing, seperti
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.

 Hipopituitarisme
Penurunan fungsi pituitari (hipopituitarisme) jarang ditemukan. Penyebab paling sering
adalah tumor pituitari, yang meneyebabkan defisiensi gonadotropin pada wanita,
bermanifestasi pada infertilitas, amenorrhea, kehilangan libido, dispareunia (nyeri saat
berhubungan seksual), hot flushes, keluhan miksi, dan payudara mengecil. Pada pria dapat
terjadi impotensi, kehilangan libido dan fertilitas. Hipogonad pada pria dan wanita dapat dapat
dihubungkan dengan menghilangnya rambut seksual sekunder. Janggut pria menjadi lebih
lembut dan tak perlu sering dicukur. Hipogonad dapat menyebabkan kerutan kulit halus
khususnya di wajah dengan garis kerutan menyebar ke atas dari bibir atas pada pria.
Hipogonad pada pria/wanita dapat dibagi atas hipogonad primer dan hipogonad sekunder.
Hipogonad primer disebabkan oleh penurunan fungsi testis/ovarium untuk fungsi reproduksi.
Hipogonad sekunder disebabkan oleh menurunnya sekresi gonadotropin akibat menurunnya
fungsi kelenjar pituitari atau hipotalamus.
Pada hipogonad primer pada pria, selain mengecek kadar testosteron, harus dicek juga
ukuran testis. Jika ukuran testis mengecil kemungkinan disebabkan kelainan kongenital seperti
sindroma Klinefelter.

Keterampilan Klinik
Semester III 84
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 21. Sindroma Klinefelter Gambar 22. Mengukur Ukuran Testis Dengan Orkidometer

Namun jika ukuran testis normal kemungkinan disebabkan akibat infeksi, toksin, trauma,
obat-obatan, penyakit autoimmun, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan untukmengukur
ukuran testis adalah orchidometer.
Orchidometer terdiri dari beberapa manik (bead) yang berbentuk oval yang memiliki
ukuran. Ukuran testis dinilai dengan meletakkan manik (bead) tersebut sejajar testis untuk
mengidentifikasi manik (bead) mana yang ukurannya paling mendekati ukuran testis yang kita
raba. Ukuran testis normal pada usia pra pubertas adalah 1-3 ml, pubertas kira-kira 4 ml dan
ukuran testis dewasa 20-25 ml.
Kelainan kongenital yang dapat mengakibatkan hipogonad primer pada wanita adalah
sindroma Turner. Tanda-tanda klinis penderita sindroma Turner dapat dilihat pada gambar
nomor 23.
Jika kelainan-kelainan hipogonad menyebabkan delayed puberty (pubertas terlambat),
maka ada juga yang disebut precocious puberty. Precocious puberty (pubertas praecox)
adalah keadaan dimana onset pubertas terlalu cepat. Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya
sistem penghambat di otak, atau adanya hipotalamik hamartoma, adrenal tumor, congenital
adrenal hyperplasia, dan lain-lain.
Tak ada batasan umur yang spesifik untuk menyatakan pubertas dini, karena dari
penelitian, perkembangan payudara pada wanita serta tumbuhnya rambut pubis pada pada
anak sekarang lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Namun terdapat ambang umur
yang dapat digunakan untuk evaluasi pubertas dini seseorang yaitu :
• Rambut pubis dan membesarnya alat genital pada anak laki-laki sebelum umur 9,5 tahun.
• Rambut pubis tumbuh sebelum usia 8 tahun, atau perkembangan payudara sebelum usia
7 tahun pada anak perempuan.
• Menstruasi sebelum umur 10 tahun.

Keterampilan Klinik
Semester III 85
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 23. Gejala Klinis Sindroma Turner Gambar 24. Pubertas Prekoks (usia 4 tahun)

Defisiensi growth hormon menyebabkan makin tipisnya kulit dan penderita terlihat pucat
dan muncul dwarfisme. Dwarfisme adalah suatu istilah medis yang menjelaskan seseorang
dengan perawakan pendek, dimana definisi yang lebih diterima adalah, seorang dewasa
dengan tinggi badan kurang dari 4 kaki 10 inchi (147 cm).
Defisiensi ACTH punya 2 efek. Efek pertama adalah menghilangnya pigmentasi kulit, dan
efek yang kedua adalah terjadinya defisiensi glukokortikoid dengan asthenia umum, hipotensi,
dan terganggunya respons terhadap stres, seperti trauma, dan demam. Defisiensi TSH
menyebabkan perubahan-perubahan seperti yang timbul pada hipotiroid akibat gangguan
primer kelenjar tiroid.
Defisiensi ADH menyebabkan diabetes insipidus dimana terjadi kegagalan konsentrasi urin
dan memungkinkan terjadinya dehidrasi. Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria
(banyak buang air kecil), dan polidipsi (banyak minum air), dimana jumlah cairan yang diminum
dan jumlah urin yang dikeluarkan dapat mencapai 5-10 liter sehari.
2.5 Pemeriksaan Fisik Kelainan Pada Kelenjar Pankreas
Kelainan pada kelenjar pankreas dapat bermanifestasi pada peninggian kadar gula darah
(hiperglikemia), yang dapat ditemukan pada diabetes melitus, dan penurunan kadar gula darah
(hipoglikemia).

 Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus, penderita dapat gemuk maupun kurus. Penderita DM
gemuk biasanya dihubungkan dengan DM tipe 2 dan biasanya penderita DM tipe 1, atau
NIDDM, biasanya berperawakan kurus.
Pada pemeriksaan tanda vital, dapat dijumpai hipertensi dan hipotensi yang biasanya
muncul pada pasien dalam keadaan hiperglikemi. Pada penderita diabetes mellitus, juga sering
dijumpai keluhan banyak kencing terlebih pada malam hari (nokturia), keluhan banyak minum,
mudah lelah, lemas dan mengantuk.

Keterampilan Klinik
Semester III 86
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Sebagai komplikasi akut DM dapat dijumpai adanya:


1. Ketoasidosis diabetikum (KAD)
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan keton (+).
Tanda yang dapat muncul adalah tingkat kesaradaran penderita bervariasi mulai dari sadar
penuh (compos mentis) hingga koma, kulit, bibir dan lidah penderita kering akibat
dehidrasi, dapat juga dijumpai pernafasan kussmaul (cepat dan dalam) dan bila kita
mencium bau nafas pasien, tercium bau keton.
2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)
Terjadinya peningkatan glukosa darah yang sangat tinggi (600 – 1200 mg/dL), tanpa tanda
dan gejala asidosis, plasma keton (+/-). Pada HONK, tingkat kesadaran dapat compos
mentis hingga koma, adanya tanda-tanda dehidrasi (turgor buruk, mukosa pipi kering,
mata cekung, ekstremitas dingin dan nadi cepat dan lemah).
3. Hipoglikemi
Penurunan kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penderita diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia pada lanjut usia merupakan hal yang harus dihindari, mengingat dampak
yang fatal dan kemunduran mental bermakna pada pasien.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, keringat banyak, gemetar dan
rasa lapar) dan gejala neuro-glipenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun)
Selain itu, pada penderita DM dapat terjadi komplikasi kronik, yaitu:
1. Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung.
b. Pembuluh darah tepi.
Sering terjadi, dengan gejala tipikal claudicatio intermitten, meskipun sering tanpa
gejala.
c. Pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
3. Neuropati
Berupa hilangnya sensasi distal, kaki terbakar atau bergetar sendiri dan lebih terasa
sakit di malam hari. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Banyak
klasifikasi kaki diabetik yang digunakan, namun yang masih sering digunakan
sekarang adalah Klasifikasi Wagner.
Klasifikasi Wagner
• Derajat 0 : kulit intak, atau utuh.
• Derajat 1 : tukak superfisial.
• Derajat 2 : tukak dalam (sampai tendo, tulang).
• Derajat 3 : tukak dalam dengan infeksi.
• Derajat 4 : tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki.
• Derajat 5 : tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

Keterampilan Klinik
Semester III 87
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 25. Kaki Diabetik (tukak diabetik) Gambar 26. Gangren Diabetikum

4. Dislipidemia pada diabetes


Dislipidemia pada penderita diabetes lebih meningkatkan resiko timbulnya penyakit
kardiovaskular. Gambaran dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida,
penurunan kadar HDL, sedanh kadar LDL normal atau sedikit meningkat.
5. Hipertensi pada diabetes
Indikasi pengobatan: TD sistolik >130 mmHg dan atau TD diastolik >80 mmHg.
Target penurunan tekanan darah : < 130/80 mmHg.
Bila terdapat proteinuria ≥ 1 gram /24jam; target penurunan : < 125/75 mmHg.
6. Obesitas pada diabetes
Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai. Obesitas, terutama obesitas sentral
secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi), yand didasari oleh resistensi insulin.

2.6 Pemeriksaan Fisik Kelainan Pada Kelenjar Paratiroid


Kelainan pada kelenjar paratiroid dapat bermanifestasi pada hipoparatiroidisme, dan
hiperparatiroidisme. Hipoparatiroidisme terutama dapat disebabkan oleh operasi leher pada
goitre. Idiopatik hipoparatiroid dapat disebabkan oleh proses autoimmun, dan dihubngkan
dengan penyakit addison dan gangguan tiroid. Bila tubuh mensekresi hormon paratiroid yang
secara biologis tak aktif, disebut pseudohipoparatiroidisme.
Tanda pseudohipoparatiroidisme adalah penderita memiliki metakarpal keempat dan lima
yang pendek, sehingga tampak adanya lekukan (dimple) saat tangan pasien dikepalkan.
Tanda lain yang dapat ditemukan pada penderita hipoparatiroidisme adalah leukokoria
(katarak), displasia kuku, atau moniliasis, dan tanda hipokalsemia berupa Chovstek’s Sign dan
Trousseau’s Sign.
Chovstek’s sign didapat bila terjadi kedipan (twitching) kelopak mata atas dan tertariknya
sudut mulut bila kita mengetok nervus facialis 20 mm di depan ear lobe di bawah arcus

Keterampilan Klinik
Semester III 88
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

zygomaticus. Trosseau’s Sign didapat bila terjadi spasme carpopedal dimana ibu jari fleksi dan
adduksi di sepanjang palmar. Tanda ini didapat bila kita memompa cuff spigmomanometer 20
mmHg lebih tinggi di atas tekanan darah sistolik selama 2-3 menit.

Gambar 27. Chovstek’s Sign & Trousseau’s Sign

Pada hiperparatiroidisme dapat menyebabkan nyeri tak spesifik di anggota gerak,


anoreksia, depresi, kehausan, dan poliuria. Dapat juga terjadi gagal ginjal akibat terbentuknya
batu ginjal dan ureter.

Keterampilan Klinik
Semester III 89
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
15 menit Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
memperlihatkan kepada mahasiswa cara
menentukan status gizi, melakukan pemeriksaan
fisik kelainan kelenjar endokrin khususnya Instruktur
45 menit palpasi kelenjar tiroid, auskultasi kelenjar tiroid, dan
tes lid lag, tes untuk menunjukkan tremor. Mahasiswa
Mahasiswa melakukan latihan role play secara
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
30 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan-masukan
10 menit Instruktur
(feedback) kepada mahasiswa.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR


1 TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
2. Memahami tanda yang muncul pada penderita dengan kelainan sistem endokrin, dan
metabolik.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fisik kelainan endokrin, dan metabolik :
 Menentukan status gizi.
 Inspeksi, palpasi dan auskultasi kelenjar tiroid.
 Tes untuk menunjukkan lid lag.
 Tes untuk menunjukkan tremor halus (intention tremor).
 Tes untuk menunjukkan Chovstek’s Sign, dan Trosseau’s Sign.

Keterampilan Klinik
Semester III 90
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

IV.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
15 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja.
 Kursi 8.
 Pasien Simulasi (instruktur).
 Timbangan.
 Alat pengukur tinggi badan.
 Spigmomanometer.
 Palu reaksi.
6. Materi Kegiatan / Latihan :
 Memahami tanda yang muncul pada penderita kelainan pemeriksaan fisik.
 Memahami dan terampil menentukan status gizi.
 Memahami dan terampil melakukan inspeksi, palpasi, dan auskultasi kelenjar tiroid.
 Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunjukkan adanya lid lag.
 Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunjukkan tremor halus.
 Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunukkan adanya Chovstek’s Sign,
dan Trosseau’s Sign.

Keterampilan Klinik
Semester III 91
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. Bickley L.S. Beginning the Physical Examination : General Survey and Vital Sign. Bate’s
Guide to Physical Examination and History Taking. 8th edition. Lippincott. USA ; 2003. p.
60-1.
2. Bickley L.S. The Head and Neck. Bate’s Guide to Physical Examination and History
Taking. 8th edition. Lippincott. USA ; 2003. p. 150, 165-6, 175-7.
3. Djokomoeljanto R. Gangguan Akibat Kurang Iodium. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B,
Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta
: Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p. 1865.
4. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme. In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd
edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007 .p.1933
5. Hurley F.K. Endocrinology System. OSCE and Clinical Skills Handbook. Elsevier
Saunders. Canada ; 2005. p. 241-55.
6. Piliang S, Bahri C. Hiperkortolisme. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S,
Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-
UI. Jakarta ; 2007. p. 1979-80.
7. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisik Umum. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,
K Marcellus S, Setiadi S, Isbagio H, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1 st edition.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. Hal 22-38.
8. Sugondo S. Obesitas. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p.
1939.
9. Waspadji S. Kaki Diabetes. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi
S, eds .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007.
p. 1911.

Keterampilan Klinik
Semester III 92
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (Untuk Latihan)

No Langkah / Kegiatan Pengamatan


Ya Tidak
1. Menentukan Status Gizi
a. Menghitung Indeks Massa Tubuh
Menjelaskan kepada pasien prosedur pemeriksaan fisik endokrin yang
akan anda lakukan.
Ukurlah berat badan pasien, kemudian nyatakan dalam satuan kilogram
(kg).
Ukurlah tinggi badan pasien (dalam satuan meter), lalu kuadratkanlah hasil
penghitungan (m2).
Bagilah berat badan (kg) dengan tinggi badan (m2).
Interpretasikan hasil Indeks Massa Tubuh (IMT), berdasarkan WHO
Technical Series tahun 2000.
b. Menghitung Berat Badan Relatif (BBR)
Hitunglah berat badan idaman (BBI) dengan menggunakan rumus Broca.
Bandingkanlah berat badan aktual (sekarang) dengan BBI, kemudian
kalikanlah dengan 100 %.
Interpretasikan hasil perhitungan BBR (berat badan relatif).
2. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Tiroid
I Inspeksi Umum
Perhatikanlah dengan seksama apakah pasien berperawakan gemuk,
sedang, atau kurus.
Perhatikanlah apakah pasien berperawakan tinggi, atau pendek.
Perhatikanlah apakah pasien tampak gelisah, atau letargi (lemas).
Perhatikanlah apakah pasien tampak berkeringat.
II Inspeksi Lokal
a. Kepala
Perhatikan apakah rambut pasien tampak tipis, atau rambut tampak kasar,
tebal, dan kering.
Perhatikan apakah terdapat kebotakan daerah frontal.
b. Wajah
Perhatikan apakah wajah pasien tampak sembab, dan terlihat tumpul atau
bodoh (dull).
c. Mata
Perhatikan apakah sepertiga luar alis mata pasien menghilang.
Perhatikan apakah terdapat eksoftalmus.
Perhatikan apakah terdapat lid retraction.
d. Pemeriksaan Lid Lag
Jelaskanlah terlebih dahulu teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Pemeriksa meletakkan objek (biasanya jari telunjuk tangan) di antara
kedua mata pasien, namun di atas level mata.
Gerakkanlah objek ke bawah, dan mintalah pasien mengikuti gerakan
objek
Lihat apakah terlihat sklera putih di antara kelopak mata dan limbus.
e. Leher
Perhatikan apakah leher pasien tampak pendek.
Lihat apakah terdapat pembesaran pada leher depan.
Lihat apakah pembesaran tersebut bergerak ke atas saat pasien diminta
minum seteguk air
f. Ekstremitas (pemeriksaan tremor halus)
Pemeriksa menjelaskan tehnik pemeriksaan kepada pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 93
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Mintalah pasien untuk menjulurkan kedua tangannya ke depan, dan


menutup matanya.
Letakkanlah selembar kertas di atas jari-jari tangan pasien.
Perhatikan apakah kertas terlihat bergetar yang menandakan adanya
tremor halus pada tangan pasien.
Perhatikan dengan seksama kuku pasien, apakah kuku terlihat tipis dan
rapuh (dry nail).
Perhatikanlah apakah terdapat edema pre-tibial.
g. Toraks
Lihat apakah terdapat pembesaran payudara, puting susu, dan areola
mammae pada pria (ginekomastia).
Lihat apakah terjadi pengeluaran air susu dari payudara pasien yang tidak
sedang berada dalam masa laktasi (galactorrhea spontan).
h. Abdomen
Lihat apakah terdapat abdomen yang mengembung seperti perut kodok
(frog abdomen) yang menandakan adanya ascites.
i. Genitalia
Lihat apakah terdapat bengkak dan sembab pada penis, dan testis.
III Palpasi Kelenjar Tiroid
a. Pendekatan Anterior
Jelaskanlah terlebih dahulu teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Aturlah posisi pasien yang akan diperiksa dalam posisi duduk, atau berdiri
dengan posisi pemeriksa berada di depan pasien.
Dengan menggunakan ujung jari kedua tangan, cobalah untuk mencari
isthmus kelenjar tiroid dengan cara meraba antara kartilago krikoid, dan
lekukan suprasternal.
Gunakan salah satu tangan untuk meretraksi dengan lembut otot
sternocleidomastoideus, sementara tangan lainnya mempalpasi kelenjar
tiroid.
Mintalah pasien untuk minum seteguk air, atau menelah ludah (Manuver
Valsava), pada saat anda mempalpasi untuk merasakan gerakan kelenjar
tiroid.
b. Pendekatan Posterior
Jelaskan terlebih dahulu teknik pemeriksaan yang akan dilakukan.
Aturlah posisi pasien yang akan diperiksa dalam posisi duduk, atau berdiri
dengan pemeriksa berada di belakang pasien.
Dengan menggunakan ujung jari kedua tangan, cobalah untuk mencari
isthmus kelenjar tiroid dengan cara meraba antara kartilago krikoid, dan
lekukan suprasternal.
Gerakkanlah tangan anda ke lateral untuk merasakan bawah otot
sternocleidomastoideus, untuk merasakan keseluruhan kelenjar tiroid.
Mintalah pasien untuk minum seteguk air, atau menelah ludahnya
(Manuver Valsava) pada saat anda mempalpasi, untuk merasakan
gerakan ada tidaknya kelenjar tiroid.
Catatlah ukuran, konsistensi, mobilitas, nyeri tekan, adanya nodul, jumlah
nodul teraba, dan rabalah kelenjar limfe leher disekitarnya.
IV Auskultasi Kelenjar Tiroid
Jelaskanlah terlebih dahulu teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Letakkanlah permukaan bell stetoskop di daerah kelenjar tiroid yang
membesar.
Dengarkan ada tidaknya bruit.
3. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Adrenal
I Inspeksi Umum

Keterampilan Klinik
Semester III 94
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lihat apakah pasien berperawakan gemuk, sedang, atau kurus. Jika


pasien gemuk (obesitas), apakah kegemukannya tipe trunkal.
Lihat apakah pasien tampak lemah, atau gelisah.
II Inspeksi Lokal
a. Wajah
Lihat apakah wajah pasien tampak besar (moon face), dan berwarna
kemerahan.
Lihat apakah daerah tengkuk, dan punggung atas pasien terlihat menonjol,
atau membesar (buffalo hump).
Lihat pada pasien wanita apakah wajahnya berbulu dan banyak jerawat,
serta adanya kebotakan pada kepala daerah temporal.
Lihat apakah ada pigmentasi kelabu pada mukosa gusi dan bibir pasien.
c. Kulit
Lihat kulit pasien, apakah terdapat pigmentasi pada daerah tempat tali
pinggang, lipatan telapak tangan, areola mammae, perineum, dan daerah-
daerah yang terpapar sinar matahari.
Lihat apakah kulit pasien tampak tipis dan muncul memar.
Lihat apakah terdapat striae ungu pada daerah abdomen.
d. Genitalia
Pada pasien wanita, lakukanlah pemeriksaan genitalia eksterna untuk
mengamati ada tidaknya pembesaran klitoris.
4. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Pituitari
I Inspeksi Lokal
a. Wajah
Lihat apakah wajah pasien terlihat sembab.
Lihat apakah wajah pasien terlihat merah, atau pucat.
Lihat apakah terdapat kerutan halus dari bibir atas menuju ke arah kranial.
Lihat apakah wajah tampak kasar.
Lihat apakah hidung, bibir, lidah dan rahang pasien tampak membesar.
Lihat apakah terdapat penambahan jarak antar gigi (interdental space).
Lihat apakah kumis dan janggut pada pasien pria menghilang, atau rontok.
b. Leher
Lihat apakah terdapat pembesaran pada leher pasien bagian depan.
c. Ekstremitas Superior & Inferior
Lihat apakah tangan dan kaki terlihat sangat besar.
d. Toraks
Lihat apakah terdapat ginekomastia, dan galactorrhea spontan.
Lihat dan tanyakan kepada pasien wanita, apakah payudaranya dirasakan
mengecil.
e. Kulit
Lihat apakah kulit pasien tampak basah, dan tampak berminyak.
f. Genitalia
Lihat apakah terdapat rambut kemaluan. Jika ada, bandingkanlah dengan
usia pasien.
Lihat ukuran alat kelamin, apakah terlihat besar, atau kecil, bila
dibandingkan dengan usia pasien.
5. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Pankreas
I Inspeksi
Lihat apakah pasien tampak lemah, atau tidak.
Lihat apakah kulit pasien tampak kering, atau tidak.
Perhatikan apakah tercium bau keton saat mencium bau nafas pasien.
Lihat apakah terdapat pupil yang berwarna putih (leukokoria) pada
pengamatan terhadap mata pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 95
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lihat apakah terdapat luka, atau bekas luka pada ekstremitas pasien.
Lihat apakah terdapat ulkus pada ekstremitas bawah pasien.
Lihat apakah daerah sekitar luka tampak kemerahan, dan bengkak.
Tentukan klasifikasi ulkus yang anda temukan.
6. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Paratiroid
I Inspeksi
Lihat apakah terdapat leukokoria pada mata pasien.
Lihat apakah terdapat kelainan kuku.
II Pemeriksaan Chovstek’s Sign
Jelaskan teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Ketok daerah nervus facialis 20 mm di depan lobus telinga di bawah arcus
zygomaticus pasien, dengan menggunakan palu reaksi.
Lihat apakah terdapat kedipan mata, dan tertariknya sudut mulut.
III Pemeriksaan Trosseau’s Sign
Jelaskan teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Pasang manset sphygmomanometer, tentukan tekanan darah sistolik lalu
tahan manset pada tekanan 20 mm Hg di atas tekanan sistolik selama 3
menit.
Lihat apakah terdapat spasme karpopedal dengan ibu jari fleksi dan
adduksi ke sepanjang telapak tangan (perhatikan video).

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 96
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR FORMULIR HASIL LATIHAN


PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN ENDOKRIN & METABOLISME
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 97
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Ketujuh

PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH KAPILER


DENGAN ALAT GLUCOMETER POINT OF CARE TESTING (POCT)

I. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme tersering, terutama DM tipe
II, insidensinya semakin lama semakin meningkat linier dengan gaya hidup yang tidak sehat.
Dewasa ini, menegakkan diagnosis DM tidak begitu sulit mengingat telah tersedianya alat
portabel, praktis, dengan hasil cepat melalui point of care testing (POCT) dengan
menggunakan glukometer berbagai merek seperti gluco DR™, accu check™, dan easy touch™.
Alat-alat ini sangat mudah cara pakainya dan harganya masih terjangkau.
Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah memberikan sharring
informasi kepada pasien DM (diabetisi) agar dapat melakukan diet DM yang dianjurkan
sebagai lini pertama penatalaksanaan DM. Maka dari itu, setiap dokter tentunya harus memiliki
pengetahuan yang cukut tentang DM dan mampu menegakkan DM dengan alat sederhana
dan hasilnya layak dipercaya.

DIABETES MELITUS
a. Pencegahan
Deteksi dini pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke dalam pencegahan
sekunder agar apabila diketahui lebih dini maka komplikasi yang ditimbulkan dapat dicegah.
Menanyakan tanda-tanda klinis DM pada semua penderita yang dicurigai kuranglah tepat
untuk pencegahan sekunder karena DM merupakan penyakit gangguan endokrin dan
metabolisme yang umumnya gangguan ini duluan muncul sebelum muncul manifestasi klinis
sehingga harus dilakukan dahulu pemeriksaan kadar glukosa darah. Sedangkan melakukan
penyuluhan tentang komplikasi DM merupakan pencegahan primer jika audiensnya bukan dari
penderita DM atau penderita dengan komplikasi DM. Selain itu melakukan pemulihan penderita
DM dengan komplikasi merupakan pencegahan tersier.
Pada pasien DM ini baru ditemukan pada pemeriksaan berkala karena secara
epidemiologi DM umumnya sering tidak terdeteksi sebelum timbulnya gejala klinis yang
umumnya mulai terjadinya DM adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Pada pasien DM
umumnya merupakan kelanjutan dari prediabetes ataupun sindroma metabolik yang
asimtomatis, sehingga penderita tidak akan datang ke dokter jika tidak ada keluhan.
Upaya pencegahan sekunder pada diabetisi (penderita DM) di praktek umum adalah
dengan melakukan uji reduksi urin. Namun, pemeriksaan ini memerlukan ruang khusus
laboratorium sederhana, hasilnya memerlukan waktu 10-30 menit, dan melakukannya juga
sedikit merepotkan sehingga dibutuhkan alat sederhana yang dapat menggantikan
pemeriksaan tersebut, yaitu POCT. Dengan menggunakan POCT bukan hanya pencegahan
sekunder saja yang diharapkan namun juga dapat dilakukan kepada semua orang terutama
pada mereka yang memiliki resiko lebih besar seperti orang yang punya riwayat keluarga
penderita DM, obesitas, riwayat kehamilan dengan DM, sering konsumsi kalori tinggi, dan gaya
hidup tidak sehat.

c. Gejala dan Tanda


Gejala utama yang umumnya dikeluhkan pasien DM adalah badan lemas diikuti
dengan penurunan berat badan tanpa diketahui penyebabnya. Selain itu dapat pula
mengeluhkan manifestasi klinis akibat komplikasi DM seperti: penglihatan kabur, kesemutan,
luka atau borok yang sukar sembuh, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita.

Keterampilan Klinik
Semester III 98
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Untuk mengarah ke diagnosis DM, umumnya dokter sering menanyakan gejala klasik DM
seperti: sering makan, sering minum, sering haus, sering kencing terutama pada malam hari.
Namun, perubahan zaman sekarang gejala klasik tersebut sangat jarang kita dapatkan pada
penderita DM.

d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diharapkan kurang spesifik pada penderita DM, namun dapat
ditemukan keputihan pada wanita yang menderita DM kronis, adanya borok yang sukar
sembuh, seluruh tubuh tampak lemah.

e. Pemeriksaan Penunjang
Untuk deteksi dini DM dapat dilakukan dengan uji reduksi urin dan POCT di
laboratorium sederhana maupun di praktek pribadi. Namun, dapat pula dengan melakukan
pemeriksaan penunjang lain seperti HbA1C, KGD nuchter, KGD 2 jam post prandial, dan
pemeriksaan penunjang khusus komplikasi sebagai cotonh Retinopati diabetes dilakukan
dengan pemeriksaan: funduskopi untuk menilai komplikasi DM pada mata berupa kelainan
mikrovaskuler, optic disc, dan retina; Snellen chart test untuk melihat ketajaman penglihatan;
retinal fotografi untuk melihat kerusakan penampang retina; serta optalmoskopi untuk menilai
gangguan penglihatan dan refraksi.

f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM harus memenuhi 4 macam yaitu: edukasi, pengaturan makanan
(diet), olahraga dan medikamentos, meliputi:
• Edukasi, tentang penyakit, patogenesis, pengobatan, komplikasi dan prognosis.
• Diet Makanan, konsumsi kalori sesuai dengan kebutuhan kalori yang dianjurkan,
banyak makan serat dari sayuran untuk mengurangi rasa lapar yang terlalu cepat.
• Latihan Jasmani, seperti senam aerobik, jalan santai, bersepeda, dan renang, dengan
memperhatikan continious, rythmical, interval, progressive, dan endurance.
• Medikamentosa, pemberian obat antihiperglikemik oral dimulai jika diet makanan dan
olah raga tidak berhasil menurunkan KGD. Pemberian obat tersebut dapat dimulai dari
1 macam obat dan dapat dikombinasikan dengan obat lain dari golongan yang
berbeda. Kombinasi yang dianjurkan 2 sampai dengan 3 macam obat.
Antihiperglikemik dapat dikombinasi dengan insulin jika kombinasi obat tersebut
kurang respon.

Obat Anti-Hiperglikemik
Golongan: Nama Generik: Dosis:
- Biguanid Metformin 1-3 x 500 mg
- Sulfonilurea Glibenklamid 1-2 x 2,5-5 mg
- Tiazolidindion Rosiglitazon 1 x 4 mg
- Glinid Reveglinid 3 x 0,5-1,2 mg
- Glukosidase alfa inhibitor Acarbose 3 x 50-100 mg
• Memberikan terapi adjuvan bila diperlukan seperti anntioksidan dan Imunostimulator.

g. Penyulit
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetikum (KAD)
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan keton

Keterampilan Klinik
Semester III 99
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

(+).
2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)
Terjadinya peningkatan glukosa darah yang sangat tinggi (600 – 1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, plasma keton (+/-).
3. Hipoglikemi
Penurunan kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penderita diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia pada lanjut usia merupakan hal yag harus dihindari, mengingat dampak
yang fatal dan kemunduran mental bermakna pada pasien.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, keringat banyak, gemetar
dan rasa lapar) dan gejala neuro-glipenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun)

Catatan: KAD dan HONK mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Penyulit Menahun
1. Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung.
b. Pembuluh darah tepi.
Sering terjadi, dengan gejala tipikal claudicatio intermitten, meskipun sering
tanpa gejala.
c. Pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
3. Neuropati
Berupa hilangnya sensasi distal, kaki terbakar atau bergetar sendiri dan lebih terasa
sakit di malam hari. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
4. Dislipidemia pada diabetes
Dislipidemia pada penderita diabetes lebih meningkatkan resiko timbulnya penyakit
kardiovaskular. Gambaran dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida,
penurunan kadar HDL, sedangkan kadar LDL normal atau sedikit meningkat.
5. Hipertensi pada diabetes
Indikasi pengobatan: TD sistolik >130 mmHg dan atau TD diastolik >80 mmHg.
Target penurunan tekanan darah : < 130/80 mmHg.
Bila terdapat proteinuria ≥ 1 gram /24jam; target penurunan : < 125/75 mmHg.
6. Obesitas pada diabetes
Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai. Obesitas, terutama obesitas sentral
secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi), yand didasari oleh resistensi insulin.

h. Prognosis
Sangat tergantung pada KGD terkontrol atau tidaknya, jika KGD terkontrol dengan baik
maka dapat menurunkan angka komplikasi dan kecacatan pada penderita DM.

Keterampilan Klinik
Semester III 100
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

POINT OF CARE TESTING (POCT)

POCT merupakan uji diagnostik pada lokasi atau berdekatan tempat perawatan pasien
untuk memudahkan tes langsung kepada pasien. Nama lain POCT antara lain: bedside testing,
near patient testing, ancillary testing, alternative side testing, satellite testing, off-site testing,
home testing, remote testing, decentralized testing, critical care testing, self testing, physician’s
office testing, extra-laboratory testing. POCT merupakan alat portabel, sederhana, dan harga
relatif terjangkau dengan menerapkan teknik pemeriksaan yang mudah serta hasil cepat.

Keunggulan POCT:
• Dapat dikerjakan setiap saat dan berulang-ulang sehingga dapat digunakan sebagai
monitoring keberhasilan pengobatan dan keperluan penelitian.
• Volume sampel lebih sedikit dibanding volume sampel yang digunakan
olehpemeriksaan di laboratorium konvensional.
• Tidak ada keterlambatan pengumpulan sampel karena hasil pemeriksaan diperoleh
dalam beberapa detik atau menit.
• Tidak ada keterlambatan hasil dibanding pemeriksaan melalui laboratorium
konvensional.
• Tidak memerlukan sarana transportasi sampel.
• Tidak memerlukan tenaga khusus terlatih sehingga dapat dikerjakan oleh petugas non-
laboran bahakan pasien sendiri asalkan sudah menerima informasi cara melakukan
alat tersebut.

Kelemahan POCT:
• Tidak menggunakan alat canggih seperti di laboratorium sehingga hasilnya tidak
seakurat pemeriksaan melalui laboratorium konvensional.
• Prosesing alat sangat dipengaruhi kelembabab dan temperature tertentu yang akan
mempengaruhi hasil.
• Kepresisisan yang rendah terhadap sampel yang tidak stabil, kurang homogen, dan
pengaruh viskositas pada sampel dengan kadar yang rendah atau berlebih, sebagai
contoh sampel darah kapiler berbeda dengan darah vena (sampel gold standard).

Keterampilan Klinik
Semester III 101
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 1. Glucometer Set, terdiri dari: alat glucometer, test strip, dan lancing device.

Prosedur pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan alat glukometer POCT:


 Masukkan lancet needle disposibel pada port of lancet yang terdapat pada lancing device dan
atur kedalaman penusukan yang tertera pada ikon panjang jarum yang tertera dengan skala 1-
5, semakin besar angka maka penusukan akan semakin dalam, umumnya dipakai skala 3
(kedalaman sedang).
 Tekan tombol ’on’ pada alat glucometer dan masukkan control code strip pada port of code dan
pastikan kode tertera pada monitor alat glucometer sesuai dengan kode yang tertera pada
control code strip.
 Masukkan test strip pada port of strip alat glucometer.
 Tunggu beberapa saat hingga monitor alat glucometer menampilkan ikon ’blood’ yang
menunjukkan alat siap untuk menerima sampel.
 Posisikan pasien dalam keadaan duduk dan mintalah pasien untuk mengulurkan tangan kiri ke
arah dokter.
 Lakukan tindakan aseptik pada regio falangs distal digiti IV manus sinistra (ruas ujung jari manis
tangan kiri) dengan kapas iodine povidon 10% kemudian dibilas dengan alcohol swab dan
tunggu hingga usapan mengering (sekitar 30 detik).
 Beritahukan kepada pasien agar jangan takut dan terkejut untuk menghindari withdrawal reflex
(refleks menarik tangan saat diberi stimulus nyeri) dan alihkan perhatian pasien hingga pasien
merasa nyaman sebelum melakukan penusukan jari tangan.
 Lekatkan ujung lancing device pada ujung jari dan tekan tombol ’on’ agar alat bekerja untuk
menusuk ujung jari manis tangan kiri pasien.

Keterampilan Klinik
Semester III 102
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Setelah itu urut jari manis tangan pasien dari proksimal hingga distal jari sampai darah keluar
dari tusukan alat lancing device sekitar 1 tetes (0,05 ml).
 Arahkan jari manis tangan kiri yang telah mengeluarkan sampel darah ke ujung test strip pada
point of blood sample dari test strip yang sudah disambungkan pada alat glucometer sampai
sampel darah masuk melewati garis batas sampel yang tertera pada point of blood sample dari
test strip. Beberapa alat glucometer mengeluarkan bunyi alarm ’tit” saat sampel darah telah
melewati garis batas sampel.
 Usap jari manis tangan kiri dengan kapas steril dan hemostasis dengan cara melekatkan kapas
tersebut dengan bantuan ibu jari tangan kiri pasien (ibu jari dan jari manis tangan kiri saling
mengapit dan menekan kapas steril), biarkan hingga darah tidak keluar lagi dari jari tersebut
(sekitar 1-5 menit).
 Tunggu beberapa detik hingga monitor alat glucometer menunjukkan angka kadar glukosa
darah kapiler (waktu yang dibutuhkan hingga menampilkan angka hasil pemeriksaan tergantung
dari sediaan alat glucometer yang digunakan) dan catatlah angka kadar glukosa darah hasil
pemeriksaan.
 Tekan tombol ’off’ alat glucometer, dan lepaskan test strip dari alat tersebut.

Gambar 2. Cara menggunakan alat glucometer

Keterampilan Klinik
Semester III 103
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
15 menit Instruktur
Introduksi dan penyampaian pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
menjelaskan dan mendemonstrasi teknik
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan Instruktur
45 menit menggunakan alat glucometer POCT. dan
Mahasiswa melakukan latihan role play secara Mahasiswa
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
30 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan-masukan
10 menit Instruktur
(feedback) kepada mahasiswa.

IV. PEDOMAN INSTRUKTUR

4.1 TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Mahasiswa mengetahui indikasi pemeriksaaan glukosa darah kapiler dengan
menggunakan alat glucometer POCT.
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu mempraktekkan teknik pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan menggunakan alat glucometer POCT.

Keterampilan Klinik
Semester III 104
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

4.2 PELAKSANAAN

1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan
bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
15
Pembukaan Pengantar Instruktur
menit
(overview)
15
Demonstrasi
menit
Instruktur
30
Latihan Coaching dan
menit
Mahasiswa
30 Latihan
menit Mandiri
10 Feed Back
Penutupan Instruktur
menit Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja.
 Kursi.
 Pasien simulasi.
 Glucometer
 Test Strip
 Lancet Needle
 Lancing Device
 Alcohol Swab
 Kapas Steril
 Iodine Povidone 10%
 Tissu
6. Materi Kegiatan / Latihan :
 Melakukan teknik pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan menggunakan alat
glucometer POCT.

Keterampilan Klinik
Semester III 105
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

DAFTAR RUJUKAN
1. Boblett J. Point of Care Testing Technology, 2006. http://wwwumdnj.edu.
idsweb/tech_reviews/John_Boblett/index.html. (accesed Sept 8, 2006).
2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi L,et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 2005, hlm 1879-81.
3. Jahn UR, Alen HV. Near-patient testing-Dpoint-of-care or point of costs and convenience?
British Journal Of Anaesthesia, April, 2003; 90(4): 425–7.
4. Jacobs E, Goldsmith B, Larrson L, Richardson H and Louis PS. NACB Laboratory Medicine
Practice Guidelines Evidence-based Practice for Point of Care Testing, Introduction.
http://www.nacb.org/lmpg/poct/introduction.pdf (accesed Oct 9, 2006).
5. Kost GJ, Ehrmeyer SS, Chernow B, Winkelman JW, Zaloga GP, Dellinger RP and Terry S.
The Laboratory. Clinical Interface. Point of Care Testing. Chest, 1999; 15: 1140–1154.
6. Murphy MJ. Point of care testing: no pain, no gain (editorial). Q J Med , 2001; 94: 571–3.
7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006.
8. POCT Coordinator. Competencies. Canterbury Health Laboratories Christchurch Hospital. ©
Canterbury Health District Board. 2003. http://www.cdhb.govt.nz/ ch_labs/competencies.htm
( accesed Sept 12, 2006).
9. POCT Coordinator. Frequently Asked Questions about POCT, 2003. http://www.
cdhb.govt.nz/chlabs/faq.htm#advantages%20and%20disadvantages. (accesed Sept 12,
2006).
10.Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L,et al,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 2005, hlm 1874-8.

Keterampilan Klinik
Semester III 106
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
PROSEDUR PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH KAPILER DENGAN
Ya Tidak
ALAT GLUCOMETER POCT
a. Persiapan
Pastikan pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang tertutup sehingga dapat
menjamin kerahasiaan pasien (terutama pada pasien dewasa)
Mintalah seorang perawat untuk mendampingi dokter selama
berlangsungnya pemeriksaan, yang dapat bertindak sebagai saksi untuk
menghindari perlakuan yang tidak benar ditinjau dari pihak dokter maupun
pasien.
Bacalah terlebih dahulu dengan teliti informasi tentang cara pakai alat
glucometer yanh tertera pada brosur sediaan.
Dokter menyapa dan memberi salam kepada orang tua pasien.
Dokter mempersilahkan pasien untuk duduk di ruang konsultasi.
Dokter terlebih dahulu memberitahukan prosedur, maksud, dan tujuan
pemeriksaan secara lisan dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien,
kemudian mintalah persetujuan pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, periksalah tanggal kadaluarsa test strip dan pastikan alat
glucometer dalam kondisi baik.
Mintalah pasien mencuci tangan terlebih dahulu dengan menggunakan
sabun dibawah air mengalir dan dikeringkan dengan handuk steril.
Catat kapan terakhir pasien konsumsi makanan yang mengandung
karbohidrat, lemak, dan protein.
b. Teknik Menggunakan Alat Glucometer
Dokter mencuci tangan tangan denga metode simple hands washing
menurut WHO dan mengeringkan tangan dengan handuk steril.
Masukkan lancet needle disposibel pada port of lancet yang terdapat pada
lancing device dan atur kedalaman penusukan yang tertera pada ikon
panjang jarum yang tertera dengan skala 1-5, semakin besar angka maka
penusukan akan semakin dalam, umumnya dipakai skala 3 (kedalaman
sedang).
Tekan tombol ’on’ pada alat glucometer dan masukkan control code strip
pada port of code dan pastikan kode tertera pada monitor alat glucometer
sesuai dengan kode yang tertera pada control code strip.
Masukkan test strip pada port of strip alat glucometer.
Tunggu beberapa saat hingga monitor alat glucometer menampilkan ikon
’blood’ yang menunjukkan alat siap untuk menerima sampel.
Posisikan pasien dalam keadaan duduk dan mintalah pasien untuk
mengulurkan tangan kiri ke arah dokter.
Lakukan tindakan aseptik pada regio falangs distal digiti IV manus sinistra
(ruas ujung jari manis tangan kiri) dengan kapas iodine povidon 10%
kemudian dibilas dengan alcohol swab dan tunggu hingga usapan mengering
(sekitar 30 detik).
Beritahukan kepada pasien agar jangan takut dan terkejut untuk menghindari
withdrawal reflex (refleks menarik tangan saat diberi stimulus nyeri) dan
alihkan perhatian pasien hingga pasien merasa nyaman sebelum melakukan
penusukan jari tangan.
Lekatkan ujung lancing device pada ujung jari dan tekan tombol ’on’ agar alat
bekerja untuk menusuk ujung jari manis tangan kiri pasien.
Setelah itu urut jari manis tangan pasien dari proksimal hingga distal jari

Keterampilan Klinik
Semester III 107
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

sampai darah keluar dari tusukan alat lancing device sekitar 1 tetes (0,05
ml).
Arahkan jari manis tangan kiri yang telah mengeluarkan sampel darah ke
ujung test strip pada point of blood sample dari test strip yang sudah
disambungkan pada alat glucometer sampai sampel darah masuk melewati
garis batas sampel yang tertera pada point of blood sample dari test strip.
Beberapa alat glucometer mengeluarkan bunyi alarm ’tit” saat sampel darah
telah melewati garis batas sampel.
Usap jari manis tangan kiri dengan kapas steril dan hemostasis dengan cara
melekatkan kapas tersebut dengan bantuan ibu jari tangan kiri pasien (ibu
jari dan jari manis tangan kiri saling mengapit dan menekan kapas steril),
biarkan hingga darah tidak keluar lagi dari jari tersebut (sekitar 1-5 menit).
Tunggu beberapa detik hingga monitor alat glucometer menunjukkan angka
kadar glukosa darah kapiler (waktu yang dibutuhkan hingga menampilkan
angka hasil pemeriksaan tergantung dari sediaan alat glucometer yang
digunakan) dan catatlah angka kadar glukosa darah hasil pemeriksaan.
Tekan tombol ’off’ alat glucometer, dan lepaskan test strip dari alat tersebut.
Bersihkan dengan tissu kering apabila terdapat ceceran darah dan buang
alat habis pakai pemeriksaan tersebut (test strip, lancet, kapas steril, alcohol
swab, dan tissu) ke dalam tempat sampah medis infeksius.
Dokter kembali mencuci tangan tangan denga metode simple hands washing
menurut WHO dan mengeringkan tangan dengan handuk steril.
Dokter melakukan konseling berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh.

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 108
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH KAPILER
DENGAN ALAT GLUCOMETER POINT OF CARE TESTING (POCT)
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 109
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kedelapan

KONSELING DIET DIABETES MELITUS

I. PENDAHULUAN
Konseling, kadang disebut juga dengan penyuluhan, adalah suatu bentuk bantuan. Ia
merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi
layanan. Ia sekurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang
sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Dilihat dari kedudukannya, dalam proses
keseluruhan bimbingan, guidance, konseling merupakan bagian integral, atau teknik andalan,
bimbingan dan di sini orang lazim menggabungkannya menjadi ”Bimbingan dan Konseling”.
Menurut Eisnberg (1983), konseling merupakan usaha menambah kekuatan pada
pasien untuk menghadapi, untuk mengikuti aktivitas yang mengarahkan ke kemajuan, dan
untuk menentukan sesuatu keputusan. Konseling membantu pasien agar mampu menguasai
masalah yang segera dihadapi dan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang.
Ivey dan Simek-Downing (1980), mendefinisikan konseling sebagai usaha memberikan
alternatif-alternatif, membantu klien dalam melepaskan dan merombak pola-pola lama,
memungkinkan melakukan proses pengambilan keputusan dan menemukan pemecahan-
pemecahan yang tepat terhadap masalah. Tujuan pencapaian dilakukannya konseling adalah
peningkatan atau perubahan tingkah laku. Pada pertemuan ini, kita akan melakukan konseling
dari tiga aspek yaitu konseling diet, konseling pola dan gaya hidup serta konseling psikologis.

II. KONSELING DIET


Seseorang perlu makan untuk menjaga tubuhnya tetap melakukan segala proses
fisiologis. Makanan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup. Yang dimaksud dengan
makanan ialah segala sesuatu yang dipakai atau yang dipergunakan oleh manusia supaya
dapat hidup. Zat makanan yang diperlukan oleh tubuh disebut nutrien, yang terdiri dari
makronutrien (karbohidrat, lemak dan protein) dan mikronutrien (mineral, vitamin dan air). Zat-
zat makanan yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Harus cukup memberikan kalori.
(2) Harus ada perbandingan yang baik antara makronutrien.
(3) Protein masuk harus cukup banyak dan mengandung asam amino.
(4) Harus mengandung vitamin.
(5) Harus cukup mengandung garam mineral.
(6) Harus mudah divernakan oleh alat pencerna.
(7) Harus bersifat higienis.
Di dalam sistem pencernaan, makanan mengalami perubahan dari bentuk kasar
menjadi bentuk halus sehingga dapat diserap oleh usus, perubahan ini terjadi karena pengaruh
enzim pencernaan, yaitu zat yang bersifat sebagai pemecah reaksi kimiawi (katalisator). Untuk
menghasilkan energi, zat makanan dalam tubuh harus dibakar. Dalam proses pembakaran itu
diperlukan oksigen. Jadi, pembakaran merupakan proses oksidasi karena berlangsung dalam
tubuh organisme, maka disebut oksidasi biologis. Reaksi oksidai biologis adalah sebagai
berikut:
Zat makanan + Oksidasi  Karbondioksida + Air + Energi atau C6H12O6 + O2 
CO2 + H2O + Energi
Di samping oksidasi biologis, tubuh juga menghasilkan panas (kalor) yang berfungsi untuk
memelihara suhu tubuh kita. Suhu tubuh tetap ini penting, karena untuk menjaga
kelangsungan proses biologis dalam tubuh.

Keterampilan Klinik
Semester III 110
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Adapun fungsi makanan bagi tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian,
yaitu:
(1) Sebagai bahan penghasil energi yang berguna untuk segala kegiatan hidup.
(2) Sebagai bahan pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel tubuh yang
rusak.
(3) Sebagai bahan pelindung dan pengatur kerja fisiologis tubuh agar tetap lancar dan teratur.
Dari uraian di atas, makanan sangat penting bagi manusia yang sehat untuk tetap
sehat. Bahkan untuk orang yang sakit, pengaturan makanan harus merupakan satu kesatuan
dengan kegiatan perawatan medis dan pengobatan. Bagi seseorang penderita, baik penderita
penyakit kronis maupun akut, diet yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen
kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya
penyembuhan penyakit dapat berupa:
a. Salah satu bentuk terapi.
Pada penderita obesitas, pengaturan diet merupakan upaya primer bagi penyembuhan
penyakit tersebut.
b. Penunjang pengobatan.
Pada penderita penyakit diabetes melitus, pemberian suntikan insulin harus dilakukan
bersamaan dengan pemberian makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap
dalam batas-batas normal.
Beberapa patokan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan diet bagi orang sakit
adalah:
a. Diet yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan orang sakit akan berbagai unsur gizi
esensial, bila memungkinkan.
b. Diet khusus tetap harus selalu berpola pada pola makanan biasa.
c. Diet khusus ditetapkan hendaknya fleksibel. Karena itu dalam menentukan diet khusus
bagi orang sakit, faktor-faktor seperti kebiasaan, kesukaan, tingkat penghasilan,
kepercayaan dan sebagainya haruslah dipertimbangkan, sebab faktor-faktor itu dapat
mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan orang sakit.
d. Diet yang diberikan harus mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari atau latihan yang diberikan kepadanya.
e. Jenis bahan makanan atau makanan yang disajikan kepada orang sakit haruslah bahan
makanan atau makanan yang dapat diterimanya.
f. Bahan makanan yang digunakan sedapat mungkin adalah bahan makanan alami yang
mudah didapat, mudah diolah dan lazim digunakan/dimakan.
g. Kepada penderita harus diberikan penjelasan sebaik-baiknya tentang tujuan dan manfaat
diet yang diberikan kepadanya, termasuk juga keluarganya yang juga turun dalam
pengaturan makanan orang sakit.
Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran
yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Tinggi dan
berat badan merupakan ukuran yang paling sering digunakan, karena peralatan yang
diperlukan relatif sederhana dan tersedia secara luas.
Asupan nutrien (zat gizi) tertentu yang tidak adekuat dan berlebih atau tidak seimbang
dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang buruk (morbiditas) dan mungkin kematian
(mortalitas). Pada beberapa diet, nutrien mungkin tampaknya ada, tetapi nutrien tersebut
sebenarnya tidak tersedia bagi tubuh sebagai akibat dari:
• Berikatan dengan komponen lain dalam makanan (bentuk inaktif dalam makanan,
diinaktivasi oleh metode penyiapan makanan, adanya fitat, serat makanan).
• Penghambatan/peningkatan oleh faktor diet lain yang dimakan secara bersamaan
(misalnya faktor yang mempengaruhi pH dalam usus).
• Kompetisi dengan infestasi parasitik dalam saluran cerna.

Keterampilan Klinik
Semester III 111
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

• Kurangnya kemampuan penggunaan nutrien, misalnya kurangnya zat pembawa untuk


absopsi atau pengangkutan dalam darah karena malnutrisi.
• Terapi dengan obat yang menghambat penggunaan nutrien.

Diet Seimbang
Dapat diperkirakan bahwa diet yang adekuat adalah diet yang:
• Mengandung semua nutrien dalam jumlah yang sesuai untuk usia dan jenis kelamin
individu tersebut.
• Menjaga kesehatan tubuh dan membantu individu melakukan dengan baik semua
pekerjaan dan aktivitas rekreasi yang diinginkannya.
• Menyediakan cadangan dalam jumlah cukup untuk melindungi individu terhadap defisiensi
gizi ketika asupan makan menurun (kurang makan), misalnya selama sakit dalam waktu
yang singkat.
• Memberikan perlindungan terhadap penyakit.
Dapat dikatakan bahwa hal-hal tersebut mencakup prinsip-prinsip ”pola makan sehat”, dan
implikasinya adalah diet yang tidak mencapai sasaran di atas dianggap ”tidak sehat”.
Konsep diet seimbang telah dikembangkan berdasarkan komposisi gizi dari berbagai
makanan terkait, yang dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Jika diet disusun dari
kelompok-kelompok makanan tersebut dalam perbandingan yang sesuai, maka dapat
dihasilkan suatu diet yang komposisi makanannya ”seimbang” dan oleh karena itu komposisi
nutriennya juga seimbang. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), menganjurkan agar
60-75% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat (terutama karbohidrat kompleks), 10-15%
dari protein dan 10-25% dari lemak.

Klasifikasi Nutrien
Nutrien utama, secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan jumlah yang
dibutuhkan, sifat kimia dan fungsinya dalam tubuh. Nutrien terutama dibedakan menjadi
makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh, biasanya dalam kisaran
puluhan gram. Mikronutrien adalah zat yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit oleh
tubuh; biasanya diukur dalam kisaran miligram atau mikrogram. Komponen lain yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh adalah air, dimana merupakan komponen yang esensial dalam diet,
karena asupan cairan yang cukup merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup.
1. Makronutrien
Makronutrien dalam diet meliputi karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat dan
lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun protein juga dapat menghasilkan energi.
Ketiganya memiliki peran struktural, yang terpenting dalam hal ini adalah protein.
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sakarida, yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas
untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan
polisakarida. Karbohidrat adalah zat organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H)
dan oksigen (O), dengan rumus molekulnya CH 2 O. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat
berfungsi dalam penyediaan bahan pembentuk protein dan lemak serta menjaga
keseimbangan asam dan basa. Di dalam jaringan tubuh, karbohidrat diubah menjadi glukosa.
Kemudian diserap oleh pembuluh darah melalui epitel jonjot usus. Di dalam jaringan tubuh ini,
glukosa akan dioksidasi untuk menghasilkan energi. Bila kebutuhan energi di dalam tubuh
telah terpenuhi dan glukosa masih tersedia, maka kelebihan glukosa akan disimpan dalam
jaringan otot, karena itu disebut gula otot (glikogen) yang merupakan zat cadangan dalam
tubuh.

Keterampilan Klinik
Semester III 112
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Karbohidrat terdiri dari tiga jenis, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida.
Monosakarida merupakan karbohidrat sederhana yang tidak dapat diuraikan menjadi bagian
yang lebih kecil dan larut dalam air. Contohnya adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
Glukosa merupakan sumber energi utama dalam sel.
Disakarida merupakan gabungan dua monosakarida dan larut dalam air. Sukrosa
merupakan gula tebu atau sakarum, molekulnya sangat besar untuk melalui membran
sehingga untuk diserap oleh tubuh harus dihancurkan terlebih dahulu menjadi fruktosa dan
glukosa. Contoh disakarida lain adalah laktosa atau gula susu, jika dihidrolisis akan
menghasilkan galaktosa dan glukosa.
Polisakarida merupakan karbohidrat gabungan lebih dari dua monosakarida dan tidak
larut dalam air. Polisakarida yang terpenting diantaranya adalah glikogen. Selulosa banyak
terdapat di dalam tubuh tumbuhan, mempunyai sifat tidak larut dalam air maupun di dalam zat
pelarut organik dan tidak dapat dicerna oleh alat pencernaan. Bahan makanan yang
mengandung zat tepung terdapat dalam beras, jagung, kentang, sagu, biji-bijian, gandum, roti,
pisang dan umbi-umbian. Bahan makanan yang mengandung gula terdapat dalam susu,
sayuran, buah-buahan dan gula putih.

b. Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan
oksigen. Dalam lemak, oksigen lebih sedikit daripada yang terdapat dalam karbohidrat. Itulah
sebabnya pada waktu pembakaran, lemak mengikat lebih banyak oksigen sehingga panas
yang dihasilkan lebih banyak. Lemak yang disimpan di bawah kulit merupakan persediaan
energi jangka panjang. Lemak merupakan bahan penting dalam membran sel dan sifatnya
tidak dapat larut dalam air.
Fungsi lemak adalah: (1) sebagai sumber energi utama bagi tubuh, (2) merupakan
bahan makanan cadangan, (3) dapat melarutkan vitamin A, D, E dan K, (4) pelindung organ-
organ penting seperti mata, ginjal dan jantung, dan (5) sebagai pelindung tubuh dari suhu yang
rendah agar tidak kedinginan.
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini.
Di dalam tubuh, lemak akan dicernakan secara fisis dan kemis menjadi gliserol dan
asam lemak. Dalam bentuk tersebut lemak akan diserap oleh usus. Di dinding usus akan
diubah menjadi emulsi lemak dan diedarkan melalui pembuluh limpa menuju jantung dan baru
diedarkan ke seluruh tubuh.
Berdasarkan wujud zatnya, lemak dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) lemak
nabati, yang berasal dari tumbuhan, kadar kolesterolnya lebih rendah dibandingkan lemak
hewani. Terdapat dalam kacang tanah, kacang merah, kelapa sawit, kemiri, alvokad dan wijen;
b) lemak hewani, yang berasal dari hewan merupakan bagian penting dalam makanan karena
mengandung vitamin A dan D. Lemak hewani terdapat dalam daging, ikan, minyak ikan, susu,
keju, gajih dan telur.
Lemak dapat meningkatkan kolesterol. Kolesterol adalah substansi lemak yang terjadi
secara alamiah dalam tubuh. Dalam keadaan normal kolesterol disintesis dalam tubuh yang
juga dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Kolesterol disintesis di hati
dan dinding usus, dipergunakan sebagai bahan pembentukan hormon juga vitamin D dan
jaringan tubuh, disamping juga sebagai sumber kalori. Sumber kolesterol, terutama berasal
dari produk hewani, yaitu: daging, susu, telur dan udang. Kandungan kadar kolesterol dalam
darah yang nomal adalah berkisar 150-250 mg%. Sebaiknya nilai ideal kolesterol seseorang di
bawah 200 mg%. Kolesterol berbahaya apabila dikonsumsi berlebihan karena mengakibatkan
kenaikan kolesterol dalam darah, kolesterol akan cenderung menebal pada pembuluh darah,

Keterampilan Klinik
Semester III 113
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

keadaan ini akan menghambat aliran darah dalam arteri, sehingga akan mengakibatkan
serangan jantung koroner atau perdarahan otak (stroke).

c. Protein
Setiap sel hidup tersusun oleh protein. Protein merupakan bahan pembangun tubuh
utama. Protein tersusun atas senyawa organik yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen dan nitrogen. Unsur nitrogen (N) adalah ciri-ciri protein yang membedakannya dari
karbohidrat dan lemak. Adapun fungsi protein bagi tubuh adalah sebagai bahan pembangun
tubuh. Sebagian besar tubuh kita terdiri dari protein. Kecuali itu, protein juga berfungsi untuk
menggantikan sel-sel tubuh yang sudah rusak. Protein juga memegang peranan vital sebagai
enzim, sedangkan beberapa hormon mempunyai struktur protein.
Enzim adalah golongan protein yang berfungsi sebagai biokatalisator pada reaksi
kimia dalam tubuh manusia. Zat yang ditransformasikan oleh enzim disebut substrat. Enzim
merupakan suatu protein yang kompleks yang terdiri dari bagian protein dan bagian nonprotein
(kofaktor).
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Protein di dalam tubuh diubah menjadi asam amino.
Asam amino diedarkan melalui pembuluh darah dan jantung. Dari 26 macam asam amino,
tubuh kita membutuhkan 10 macam asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh kita.
Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi 2 macam, yaitu protein hewani dan
protein nabati. Protein hewani berasal dari daging, telur, susu, keju dan ikan. Bahan makanan
tersebut merupakan ”First class protein” karena mengandung kesepuluh asam amino tersebut
di atas. Protein nabati terutama berasal dari biji-bijian, kacang-kacangan, gandum dan
sayuran.

2. Mikronutrien
Mikronutrien mencakup mineral, vitamin dan air. Mikronutrien merupakan zat yang
berperan dalam menjaga keseimbangan dalam tubuh terutama untuk membantu proses
metabolisme dan pertukaran zat.

Tabel 1 - Klasifikasi mikronutrien berdasarkan sifat kimia


Nama Anggota utama dalam kelompok Peranan
Mineral Kalsium, fosfor, natrium, kalium, besi, Peran struktural.
zink, tembaga, magnesium, selenium Kofaktor untuk enzim.
Keseimbangan asam-basa.
Vitamin larut Vitamin B kompleks dan C Metabolisme; pembelahan sel;
air antioksidan; kofaktor untuk
enzim.
Vitamin larut Vitamin A, D, E dan K Struktural, integritas sel.
lemak Homeostasis.
Peran antioksidan.

a. Mineral
Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, umumnya sebagai
bagian dari struktur molekul lain (misalnya besi sebagai bagian dari hemoglobin), atau sebagai
kofaktor esensial untuk aktivitas enzim (misalnya selenium dalam glutation peroksidase).
Ambilan beberapa mineral dari diet harus diatur secara hati-hati karena jumlah yang
diekskresikan terbatas dan toksisitas mungkin terjadi jika mineral ini terakumulasi dalam jumlah
besar dalam organ penyimpan. Selain itu, beberapa mineral saling berkompetisi untuk

Keterampilan Klinik
Semester III 114
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

absorpsi, sehingga asupan berlebih salah satu mineral ini menghambat ambilan mineral lainya
(misalnya zink dan besi, atau besi dan kalsium).

b. Vitamin
Semua anggota dalam kelompok ini memiliki satu ciri umum, yaitu merupakan zat
organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil agar tubuh dapat berfungsi normal.
Vitamin dikelompokkan lebih lanjut menjadi vitamin larut air (vitamin B dan C) dan vitamin larut
lemak (vitamin A, D, E dan K).
Vitamin A banyak terdapat pada mentega, kuning telur, hati, minyak ikan, susu, buah-
buahan, sayuran hijau dan wortel. Di dalam zat hijau daun terdapat suatu zat yang disebut
karoten. Di dalam tubuh karoten akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena itu, karoten
disebut juga provitamin A. Fungsi utama vitamin A adalah untuk pertumbuhan jaringan epitel,
regenerasi rodopsin di retina mata, kesehatan kulit dan selaput lendir. Apabila tubuh
kekurangan vitamin A maka akan terjadi luka-luka di kulit dan selaput lendir menjadi kurang
sehat. Begitu juga dengan mata apabila kekurangan vitamin A, pada waktu senja tidak dapat
melihat.
Vitamin B terdiri dari tujuh jenis yaitu vitamin B 1 , vitamin B 2 , vitamin B 3 , vitamin B 6 ,
vitamin B 7 , vitamin B 11 , dan vitamin B 12 . Masing-masing jenis memiliki fungsinya masing-
masing dan tersebar di hampir semua jenis makanan.
Vitamin C banyak terdapat di dalam buah-buahan yang berwarna seperti jeruk, tomat,
pepaya dan sayuran hijau yang masih segar. Vitamin C bermanfaat menjaga ketahanan tubuh
terhadap penyakit infeksi dan racun, serta menurunkan kolesterol.
Vitamin D banyak sekali terdapat di dalam hati, kuning telur, mentega, daging, minyak
ikan, ragi dan kacang-kacangan. Saat ini telah diketahui bahwa vitamin D disintesis dalam kulit
melalui kerja sinar ultraviolet pada suatu prekursor, dan sebenarnya lebih tepat digolongkan
sebagai hormon daripada vitamin. Selain itu, niasin dapat dibuat oleh tubuh dari asam amino
triptofan, maka niasin mungkin tidak perlu disuplai secara khusus jika asupan protein telah
mencukupi. Akan tetapi, untuk kedua vitamin tersebut terdapat situasi dimana sintesis tidak
mencukupi sehingga vitamin ini perlu tersedia dalam diet. Vitamin D berperan dalam
membentuk tulang, mengatur tingkat kalsium dan fosfor di dalam darah, meningkatkan
penyerapan di dalam usus, dan mengatur pertukaran zat di dalam darah dan tulang.
Vitamin E disebut sebagai vitamin antisterilitas. Vitamin E banyak terdapat di dalam
apel, seledri, daun salada, bayam, selada air, kecambah yang sedang tubuh, kuning telur,
susu, lemak, daging dan ragi. Vitamin E berfungsi untuk mencegah pendarahan dan mengatur
proliferasi sel.
Vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah, mempengaruhi pembuatan
protombin di dalam hati. Apabila tubuh kekurangan vitamin K maka protombin di dalam darah
akan berkurang. Jadi, bila terdapat luka maka pendarahan sukar berhenti karena luka tidak
menutup, disebabkan karena kekurangan protombin. Sumber vitamin K antara lain sayuran
berwarna hijau, biji-bijian dan hati.

c. Air
Air menciptakan media dasar tempat berlangsungnya semua reaksi dalam tubuh.
Asupan cairan yang tidak cukup akan dengan cepat mengganggu fungsi metabolisme tubuh
dan kinerja mekanisme homeostasis. Kira-kira 2/3 berat tubuh kita terdiri dari air. Setiap hari
dalam waktu 24 jam kita membutuhkan 2,5 liter. Kebutuhan air yang dimasukkan dalam tubuh
tergantung pada air yang dikeluarkan sebab air senantiasa dikeluarkan bersama-sama zat sisa
metabolisme. Fungsi air, yaitu: (1) membantu proses pencernaan serta memungkinkan
terjadinya reaksi kimia dalam tubuh, (2) menjaga agar kerja faal alat tubuh tidak terganggu,
dan (3) membuang zat sisa dari dalam tubuh dan menjaga agar suhu tubuh tetap normal.

Keterampilan Klinik
Semester III 115
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Ketidakcukupan Makronutrien
Malnutrisi energi-protein yang mencerminkan kekurangan gizi berat, bermanifestasi
sebagai marasmus kwashiorkor, dan gambaran kombinasi kwashiorkor marasmik.

Tabel 2 - Kondisi dan tanda klinis ketidakkecukupan makronutrien


Kondisi Tanda-tanda diagnostik
Marasmus Penyusutan cadangan lemak secara drastis dan atrofi jaringan viseral;
dikaitkan dengan kekurangan yang hebat dari makanan.
Kondisi ”siaga”, tetapi sangat sedikit melakukan aktivitas fisik.
Kulit normal tetapi berkeriput.
Sangat rentan terhadap infeksi.
Kwashiorkor Edema pada wajah, tangan, kaki, dan abdomen, juga pembengkakan
hati.
Gelisah, lesu, dan tidak ada nafsu makan.
Kulit sering pecah-pecah dan penuh ulkus, warna rambut berubah.
Dikaitkan dengan rendahnya asupan protein, dan kerusakan hati akibat
radikal bebas yang berlebih karena kurangnya antioksidan.
Kwashiorkor Pengecilan otot yang parah, ditambah edema.
marasmik Prognostik buruk.

Ketidakcukupan Mikronutrien
Tabel 3 - Kondisi dan tanda klinis ketidakkecukupan mikronutrien
Nutrien Jumlah kasus/contoh Dampak bagi kesehatan
Besi Sekitar 5 milyar penduduk di seluruh Anemia; mempengaruhi per-
dunia; umumnya wanita dan anak. kembangan kognitif dan perilaku
Asupan besi yang rendah atau pada anak, fungsi imun, kualitas
kehilangan darah akibat infeksi kehamilan, kemampuan bekerja.
parasit dan malaria.
Vitamin A Sampai dengan 250 juta anak Pada mata; kerusakan kornea,
menderita defisiensi vitamin A mengakibatkan ulserasi dan
subklinis (subclinical vitamin A kebutaan; hilangnya penglihatan
deficiency; VAD); kasus yang makan.
berkembang menjadi kebutaan Terganggunya ketahanan ter-hadap
mencapai 500.000 setiap tahun. Ibu infeksi, meningkatnya mortalitas.
hamil juga terkena defisiensi dan Mempengaruhi perkembangan
meneruskannya kepada ge-nerasi janin, pertumbuhan fisik, hemo-
berikutnya. poiesis, spermatogenesis.
Rendahnya asupan vitamin A
(dalam bentuk yang sudah jadi) dan
rendahnya laju absopsi prekursor
karotenoid.
Iodium Lebih dari 16 juta anak terlahir Gangguan perkembangan mental
dengan kretinisme; sampai dengan pada bayi yang lahir dari ibu yang
50 juta anak menderita gangguan kekurangan iodium.
perkembangan kog-nitif. Bayi lahir mati.
Rendahnya kadar iodium dalam
tanah; goitrogen menghalangi
penggunaan iodium dari ma-kanan.
Kadar selenium yang rendah dapat

Keterampilan Klinik
Semester III 116
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

memperparah dampak dari


kekurangan asupan iodium.
Zink Jumlah penderita mencapai 2 milyar. Meningkatnya resiko infeksi,
Rendahnya asupan diet, ting-ginya menurunnya kekebalan tubuh.
kadar penghambat absopsi. Bayi lahir prematur, kegagalan
pertumbuhan selama masa kanak-
kanak.
Vitamin D Jumlah tidak diketahui; ku-rangnya Gangguan perkembangan tulang
pajanan sinar matahari, kurangnya pada anak dan kehilangan mi-neral
konsumsi diet, tingginya kandungan tulang dari tulang dewasa.
faktor pengikat (misalnya fitat) dalam
serat

II. TERAPI GIZI MEDIS

 Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian penatalaksanaan secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
 Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhan
guna mencapai sasaran terapi.
 Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.

A. KOMPOSISI MAKANAN YANG DIANJURKAN TERDIRI DARI :

Karbohidrat
 Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
 Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
 Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
 Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
 Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi
 Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
 Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diuperlukan dapat diberikan makanan seling buah atau makanan
lain sebagian bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak
 Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
 Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori

Keterampilan Klinik
Semester III 117
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
 Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk)
 Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.

Protein
 Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
 Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, tempe.
 Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.

Natrium
 Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
g (1 sendok teh) garam dapur.
 Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
 Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat
 Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
 Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.

Pemanis Alternatif
 Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi.
Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
 Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, sorbitol, dan xylitol.
 Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
 Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
 Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, dan neotame.
 Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
daily Intake/ADI).

Keterampilan Klinik
Semester III 118
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

B. KEBUTUHAN KALORI
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dan lain lain.

Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sebagai berikut :
 Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
 Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
BB Normal: BB Ideal ± 10%
Kurus : < BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.


Indeks Massa Tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB(kg)/TB(m²).
Klasifikasi IMT :
 BB Kurang < 18,5
 BB Normal 18,5-22,9
 BB Lebih ≥ 23,0
 Dengan risiko 23,0-24,9
 Obes I 25,0-29,9
 Obes II ≥ 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :


 Jenis Kelamin
 Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/kg
BB.
 Umur
 Untuk pasien usia 40 – 59 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%,
dikurangi 10% untuk usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20% untuk
usia diatas 70 tahun.
 Aktifitas Fisik atau Pekerjaan
 Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktifitas
fisik
 Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30%
dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.

Keterampilan Klinik
Semester III 119
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Tabel 1. Tabel kegiatan dan aktivitas fisik


Aktifitas Contoh
Istirahat/tanpa Tidur, duduk, pengangguran, pensiunan, ibu rumah
aktivitas tangga
Ringan Pembantu rumah tangga, menyapu, menjahit,
mencuci, industri rumah tangga
Sedang PNS, pegawai swasta, mahasiswa, pekerja part
time, dosen, petani
Berat Kuli bangunan, menarik becak, tukang kayu,
pekerja kasar

 Berat Badan
 Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat
kegemukan
 Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
 Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kkal perhati untuk wanita dan 1200-1600 kkal
untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) diantaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh
mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.

Keterampilan Klinik
Semester III 120
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 1. Piramida Makanan Pada Pasien Diabetes Melitus

Lampiran Daftar Bahan Makanan Penukar


Daftar bahan makanan penukar berupa daftar nama bahan makanan dengan ukuran
tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat
yang diberikan di rumah sakit. Setiap kelompok bahan makanan mempunyai nilai gizi yang
kurang lebih sama. Bahan makanan dikelompokkan menjadi beberapa golongan, antara lain:

a. Golongan 1 : Bahan Makanan Sumber Karbohidrat


1 Satuan Penukar = 175 kalori
4 gr protein
40 gr karbohidrat

Keterampilan Klinik
Semester III 121
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

b. Golongan 2 : Bahan Makanan Sumber Protein Hewani


1 Satuan Penukar = 95 kalori
10 gr protein
6 gr lemak

c. Golongan 3 : Bahan Makanan Sumber Protein Nabati


1 Satuan Penukar = 80 kalori
6 gr protein
3 gr lemak
8 gr karbohidrat

d. Golongan 4 : Sayuran
1. Sayuran A
Bebas dimakan, kandungan kalori dapat diabaikan, sumbernya dari gambas (oyong),
jamur kuping sedang, ketimun, jamur segar, lobak, selada dan tomat.

2. Sayuran B
1 Satuan Penukar ± 1 gls (100 gr) = 25 kalori
1 gr protein
5 gr karbohidrat

Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam, labu siam, bit, buncis, brokoli, genjer,
jagung muda, kol, wortel, sawi, toge kacang hijau, terong, kangkung, kacang panjang, pare,
rebung, papaya muda.

Keterampilan Klinik
Semester III 122
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3. Sayuran C
1 Satuan Penukar ± 1 gls (100 gr) = 50 kalori
3 gr protein
10 gr karbohidrat

Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam merah, daun katuk, daun melinjo, daun
papaya, daun singkong, toge kacang kedele, daun talas, melinjo, nangka muda.

Keterampilan Klinik
Semester III 123
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

V. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
15 menit Instruktur
Introduksi dan penyampaian pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
menjelaskan dan mendemonstrasi teknik
konseling diet, pola dan gaya hidup serta Instruktur
45 menit psikologis. dan
Mahasiswa melakukan latihan role play secara Mahasiswa
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur
(coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
30 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan-masukan
10 menit Instruktur
(feedback) kepada mahasiswa.

VI. PEDOMAN INSTRUKTUR


4.3 TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami teknik konseling diet, dan terapi gizi medis
pada pasien diabetes melitus.
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu mempraktekkan teknik konseling diet, dan
pengaturan terapi gizi medis pada pasien diabetes melitus.

Keterampilan Klinik
Semester III 124
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

4.4 PELAKSANAAN

1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
15 menit Pembukaan Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja.
 Kursi.
 Pasien simulasi.
6. Materi Kegiatan / Latihan :
 Pengenalan teknik konseling diet, pola dan gaya hidup serta psikologis.
 Aplikasi teknik konseling diet, pola dan gaya hidup serta psikologis.

Keterampilan Klinik
Semester III 125
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

DAFTAR RUJUKAN
1. PERKENI, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta; 2006
2. Irianto K, Waluyo K. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV. Yrama Widya; 2007.
3. Moehyi S. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama; 1992.
4. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia.
Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2007.
5. Barasi ME. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009.

Keterampilan Klinik
Semester III 126
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (1) : Untuk Latihan

SKENARIO KASUS

Bu Fauziah, usia 58 tahun, bekerja sebagai pengusaha rumah makan minang,


alamat kompleks elit permai Medan, datang ke praktek umum dokter alumnus FK
UISU dengan membawa hasil medical check up. Dari hasil pemeriksaan diperoleh
data kadar gula darah (KGD) puasa 130 ng/dl, KGD 2 jam setelah makan 210 ng/dl,
HbA1C 7,4 %. Hasil pemeriksaan lain darah rutin, profil lipid, renal function test,
liver function test, dan urinalisa dalam batas normal. Berat Badan 95 Kg dan Tinggi
165 cm. Riwayat penyakit sebelumnya tidak diketahui. Beliau malas berolahraga,
sering ngemil, tidak merokok, tidak alkoholik, dan nafsu makan tinggi.
Tugas:
Lakukan konseling diet Diabetes Melitus sebagai first line therapy dan penentuan
contoh menu harian (kebutuhan kalori, jenis, banyaknya, dan pola makan).

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
Konseling Ya Tidak
1. Konseling Diet
Mempersilahkan pasien masuk, dan mengucapkan salam.
Memanggil, atau menyapa pasien, dengan panggilan yang sopan, dan
bila nama pasien telah diketahui, sapalah pasien dengan namanya.
Mempersilahkan pasien untuk duduk.
Memperkenalkan diri, dan menjelaskan tugas, atau perannya dengan
tutur bahasa yang baik dan sopan.
Menanyakan identitas pribadi pasien dengan bahasa (Indonesia) yang
benar, dan sopan, yang terdiri dari :
 Nama
 Umur
 Alamat
 Suku
 Agama
 Status Perkawinan
 Pekerjaan
Dokter menggali kebiasaan makan pasien sehari-hari secara detail
meliputi frekuensi, jenis dan cara pengolahan makanan.
Dokter menyarankan menu diet seimbang (dengan terlebih dahulu
mengkomparasi dengan menu terdahulu pasien) meliputi karbohidrat,
lemak, protein, mineral, vitamin dan air.
Dokter memberikan contoh bahan makanan yang mengandung
karbohidrat (yang terdekat dengan kehidupan keseharian dan
ekonomi pasien) dan menjelaskan fungsi karbohidrat dengan bahasa
yang mudah dimengerti (minimal 1).
Dokter memberikan contoh bahan makanan yang mengandung lemak
(yang terdekat dengan kehidupan keseharian dan ekonomi pasien)
dan menjelaskan fungsi lemak dengan bahasa yang mudah
dimengerti (minimal 1).
Dokter memberikan contoh bahan makanan yang mengandung

Keterampilan Klinik
Semester III 127
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

protein (yang terdekat dengan kehidupan keseharian dan ekonomi


pasien) dan menjelaskan fungsi protein dengan bahasa yang mudah
dimengerti (minimal 1).
Dokter memberikan contoh bahan makanan yang mengandung
mineral dan vitamin (yang terdekat dengan kehidupan keseharian dan
ekonomi pasien) dan menjelaskan fungsi mineral dan vitamin dengan
bahasa yang mudah dimengerti (minimal 1).
Dokter menyarankan untuk mengkonsumsi air minimal 2,5 liter per
hari dan menjelaskan manfaat pentingnya konsumsi air.
Dokter memberikan gambaran manfaat diet seimbang secara umum
kepada pasien (sebagai penutup) sehingga pasien mempunyai
motivasi untuk melaksanakan diet seimbang di kehidupan sehari-hari.
2. Terapi Gizi Medis
A. Komposisi makanan yang dianjurkan
a. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat
tinggi
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat
dalam sehari. Kalau diuperlukan dapat diberikan makanan seling buah
atau makanan lain sebagian bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari
c. Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang cumi, dll),
daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu, tempe
d. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Pada pasien hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam
dapur.
e. Serat
Anjuran mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena
mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk

Keterampilan Klinik
Semester III 128
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
f. Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, sorbitol, dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted daily Intake/ADI)
B. KEBUTUHAN KALORI
Rumus penghitungan berat badan ideal menurut Rumus Brocca: Berat
Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
BB: Normal: BB Ideal ± 10%
Kurus : < BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
IMT = BB(kg)/TB(m²).
Klasifikasi IMT : BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥ 30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
• Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB
• Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB
2. Umur
• Usia 40 s/d 59 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 5%
• Usia 60 s/d 69 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 10%
• Usia > 70 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 20 %
3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan
• Tidak ada aktivitas : Penambahan 10% dari kebutuhan basal
kalori
• Aktivitas ringan : Penambahan 20% dari kebutuhan basal

Keterampilan Klinik
Semester III 129
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

kalori
• Aktivitassedang : Penambahan 30% dari kebutuhan basal
kalori
• Aktivitas berat : Penambahan 50% dari kebutuhan basal
kalori
4. Berat Badan
• Gemuk : Dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan
• Kurus : Ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam :
• Porsi besar untuk makan pagi (20%),
• Porsi kecil untuk makan selingan (10-15%)
• Porsi besar untuk makan siang (30%)
• Porsi kecil untuk makan selingan (10-15%)
• Porsi besar untuk makan sore (25%)

Keterampilan Klinik
Semester III 130
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


KONSELING DIET DIABETES MELITUS
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 131
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kesembilan


ANAMNESIS DAN KONSELING ANEMIA DEFISIENSI BESI, THALASEMIA,
DAN HIV

Keterampilan Klinik
Semester III 132
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kesepuluh


PEMERIKSAAN PEMBESARAN KELENJAR GETAH BENING

Keterampilan Klinik
Semester III 133
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Kesebelas

PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA


I.1. PENDAHULUAN
Injeksi intravena adalah prosedur memasukkan obat melalui suntikan yang dilakukan
langsung pada aliran darah vena, yang memungkinkan tidak terjadinya proses absorbsi, dan
obat akan didistribusikan secara langsung. Dengan pemberian suntikan secara intra vena, obat
terhindar dari saluran cerna sehingga tidak hancur oleh asam lambung dan tidak akan
mengalami metabolisme tahap pertama oleh hati.
Efek obat sangat cepat yaitu dalam waktu sekitar 18 detik, yang artinya sama dengan
setengah kali kecepatan aliran darah sistemik sampai tersebar keseluruh jaringan. Prosedur
injeksi intravena tidak boleh dilakukan terlalu cepat, karena bila injeksi terlalu cepat dapat
menyebabkan embolus dan rusaknya konsistensi pembuluh darah.
Pembuluh vena memiliki persyarafan yang sangat sedikit, sehingga teknik injeksi
intravena hanya sedikit kemungkinannya menyebabkan iritasi. Walaupun memiliki kelebihan
berupa efek obat yang cepat didapatkan, injeksi intravena juga memiliki beberapa kelemahan.

Kelemahan teknik ini :


 Sulit untuk melakukannya.
 Harus dilakukan sesteril mungkin.
 Dapat terjadi syok anafilaktik sampai dengan kematian, jika terjadi reaksi idiosinkrinasi.

I.2. TEMPAT INJEKSI


Biasanya pada vena perifer yang mudah dicapai, contohnya vena sefalika, vena
mediana kubiti pada lengan, dan vena dorsalis superfisialis pada tangan. Pada bayi baru lahir
biasanya injeksi intravena dilakukan pada vena jugularis eksterna, sinus sagitalis superior, dan
vena femoralis.

Gambar 1. Beberapa Lokasi Injeksi Intravena Lengan Bawah

Keterampilan Klinik
Semester III 134
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

I.3. PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA


• Persiapan Pasien :
 Jelaskan prosedur injeksi intravena yang akan dilakukan secara lisan dengan
bahasa yang dimengerti pasien, serta alasan dilakukannya tindakan ini agar
pasien tidak takut dan kooperatif, kemudian mintalah persetujuan tindakan medis
kepada pasien.
 Tanyakan juga apakah pasien pernah mengalami reaksi alergi sebelumnya
terhadap suntikan dan apa nama obat yang diberikan tersebut (apabila pasien
dapat mengingatnya).
 Bila pasien setuju dan tidak pernah mengalami reaksi alergi sebelumnya, mintalah
pasien untuk duduk, atau berbaring dengan posisi supinasi.
• Persiapan Alat dan Bahan :
 Periksalah nama dan tanggal kadaluarsa dari obat dan pelarut obat yang akan
diberikan
 Masukkan obat ke dalam suntik sesuai dengan dosis.
• Teknik Injeksi :
 Dokter mencuci tangan, dan menggunakan sarung tangan steril.
 Pasanglahtourniquet di bagian proksimal (4-6 inci) daerah suntikan.
 Bersihkan daerah tubuh yang akan diinjeksi dengan gerakan melingkar keluar
(sentripetal), menggunakan cairan antiseptik (alkohol 70%).
 Mintalah pasien untuk menggenggam jari-jari tangannya agar vena yang akan
dipungsi terlihat jelas.
 Tahan kulit di dekat pembuluh vena dengan jari tangan yang non dominan.
 Tusuklah kulit di samping vena dengan sudut ± 30-40o terhadap permukaan kulit,
dan kemudian arahkan jarum ke dalam vena.
 Pastikan lubang jarum menghadap ke atas.
 Kurangi sudut jarum sedikit, dan gunakan tangan non dominan untuk menarik
penghisap.
 Aspirasi sedikit, jika dijumpai darah masukkan obat dengan kecepatan yang
tepat, sambil meregangkan tourniquet, dan kepalan tangan dibuka perlahan-
lahan.
 Letakkan kapas alkohol di atas jarum, kemudian tarik dan keluarkan jarum
dengan cepat.
 Tekan bekas suntikan dengan menggunakan kapas alkohol selama ± 5 menit,
atau minta pasien untuk melipat tangannya.
 Pasanglah plester jika perlu.

Keterampilan Klinik
Semester III 135
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

PROSEDUR PUNGSI VENA


II.1. PENDAHULUAN
Pungsi vena merupakan tindakan dasar untuk mendapatkan contoh darah. Biasanya
vena mediana kubiti menjadi vena pilihan untuk melakukan tindakan ini. Vena femoralis hanya
boleh digunakanbila tidakmungkin mendapatkan darah dari vena yang lain pada kedua lengan.
Tindakan ini hampir sama prosedurnya dengan injeksi intravena, namun pada prosedur ini
operator akan mengambil sejumlah volume darah untuk menjadi contoh darah yang akan
diperiksa lebih lanjut, sedangkan pada injeksi intra vena, operator memasukkan sejumlah obat.

II. 2. POSISI
Penderita harus berbaring terlentang dengan lengan yang akan dipungsi diletakkan
dengan baik di sisi badan. Untuk pungsi vena femoralis, lipatan paha harus terlihat dengan
melakukan ekstensi tungkai dan sedikit abduksi.

II.3. KOMPLIKASI
1. Trauma struktur setempat
2. Pembentuka hematoma
3. Trombosis

Gambar 1. Vena Pungsi pada Vena Mediana Kubiti

II.4. PROSEDUR PUNGSI VENA


• Persiapan Pasien :
 Jelaskan prosedur pungsi vena yang akan dilakukan secara lisan dengan bahasa
yang dimengerti pasien, serta alasan dilakukannya tindakan ini agar pasien tidak
takut dan kooperatif, kemudian mintalah persetujuan tindakan medis kepada
pasien.
 Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk berbaring dengan posisi supinasi.

Keterampilan Klinik
Semester III 136
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

• Persiapan Alat dan Bahan :


 Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan seperti sarung tangan,
tourniquet, kapas alkohol 70% dan suntik.
• Teknik Injeksi :
 Dokter mencuci tangan, dan menggunakan sarung tangan steril.
 Pasanglah tourniquet di bagian proksimal (4-6 inci) daerah suntikan.
 Identifikasi vena superfisialis yang sesuai (vena mediana kubiti), yang tampak
dengan mata dan dapat dipalpasi.
 Bersihkan daerah tubuh yang akan dipungsi dengan gerakan melingkar keluar
(sentripetal), menggunakan cairan antiseptik (alkohol 70%).
 Mintalah pasien untuk menggenggam jari-jari tangannya agar vena yang akan
dipungsi terlihat jelas.
 Tahan kulit di dekat pembuluh vena dengan jari tangan yang non dominan.
 Masukkan jarum, dengan lubang jarum menghadap ke atas, menembus kulit di
samping pembuluh vena.
 Gunakan tangan non dominan untuk menahan spuit dan tangan dominan untuk
menarik darah yang dibutuhkan.
 Lepaskan tourniquet.
 Letakkan kapas alkohol di atas jarum, kemudian tarik dan keluarkan jarum
dengan cepat.
 Tekan bekas suntikan dengan menggunakan kapas alkohol selama ± 30 detik,
atau minta pasien untuk melipat tangannya.
 Pasanglah plester jika perlu.

Keterampilan Klinik
Semester III 137
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Setiap kelompok kecil didampingi oleh
seorang instruktur.
30 menit Instruktur
Overview rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
memperlihatkan cara melakukan suntikan
intravena dan pungsi vena.
Instruktur
Mahasiswa melakukan latihan cara
45 menit dan
melakukan suntikan intravena dan pungsi
Mahasiswa
vena dengan menggunakan manekin secara
role play dan bergantian, dengan dibimbing
oleh instruktur (coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
15 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan (feedback)
10 menit Instruktur
kepada mahasiswa.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR


3.2 TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Dapat mengetahui dan memahami beberapa cara pemberian obat, khususnya melalui
suntikan intravena (C1).
2. Dapat mengetahui dan memahami cara melakukan pungsi vena (C1).
3. Terampil melakukan prosedur injeksi intravena (4).
4. Terampil melakukan prosedur pungsi vena (4).

Keterampilan Klinik
Semester III 138
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
30 menit Pembukaan Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
15 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan kursi minimal 1 Set
 Kursi (8 buah)
 Manekin lengan dewasa.
 Jarum suntik 3 cc.
 Aquades steril atau NaCl 0,9 %.
 Kapas.
 Alkohol 70 %.
 Karet tourniquet.
 Sarung tangan steril no 6 ½, 7, 7 ½, dan 8.
 Darah sintetik, atau air yang diberi pewarna merah darah.
6. Materi Kegiatan / Latihan:
 Cara Suntikan Intravena.
 Cara Pungsi Vena.

Keterampilan Klinik
Semester III 139
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. Taher N, Bakar B, Khor R, Taher E, Sanuddin O, Rachmawaty S, Mainiadi. Pengambilan
Darah Vena (Vena Pungsi). Buku Penuntun Praktikum Patologi Klinik. 2rd edition. Medan
: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara ; 1999. p.
19-20.
2. Kee J.L, Hayes E.R. Prosedur Injeksi. In : Asih N.G, ed. Farmakologi : Pendekatan
Proses Keperawatan. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1996. p. 32-
41.
3. Stevens P.J, Bordui F. Weyde J.A. Prosedur Injeksi. In : Ester M, ed. Ilmu Keperawatan.
2nd edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999. p. 343-8.
4. Tim Departemen Kesehatan RI. Prosedur Perawatan Dasar. 5th edition. Jakarta :
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. p. 85-95.
5. Burton N.L, Birdi K. Intravenous Drug Injection. In : Clinical Skills for OSCEs Second
Edition. United Kingdom : Informa Healthcare ; 2006. p18-9.
6. Dudley H.A.F, Eckersley J.R.T, Paterson-Brown S, Pungsi Vena. In: Pedoman Tindakan
Praktis Medik dan Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p36-7.

Keterampilan Klinik
Semester III 140
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (EVALUASI)


Nama : Ruang :
Nim : Grup :

No. Langkah / Tugas Pengamatan


1. Prosedur Injeksi Intravena 0 1 2 3
Pasien dipersilahkan duduk atau berbaring
Bersihkan daerah suntikan dengan gerakan melingkar keluar
(sentripetal), dengan menggunakan cairan antiseptik (alkohol
70%)
Pasang tourniquet di bagian proksimal (4-6 inci) daerah
suntikan
Mintalah pasien untuk menggenggam jari-jari tangannya
berulang-ulang agar vena yang akan dipunksi terlihat jelas
Tahan kulit di dekat pembuluh vena dengan jari tangan yang
non dominan
Tusuklah kulit di samping vena dengan dengan sudut ± 30-
40o terhadap permukaan kulit, dan kemudian arahkanlah
jarum ke dalam vena
Pastikan lubang jarum menghadap ke atas
Hindari tusukan berkali-kali, dan jarum suntik jangan sampai
menembus keluar vena agar tidak terjadi hematome
Kurangi sudut jarum sedikit dan gunakan tangan non dominan
untuk menarik penghisap
Aspirasi sedikit, jika dijumpai darah masukkan obat perlahan
sampai habis, sambil meregangkan tourniquet, dan kepalan
tangan dibuka perlahan-lahan
Letakkan kapas alkohol di atas jarum, kemudian tarik dan
keluarkan jarum dengan cepat
Tekan bekas suntikan dengan kapas alkohol selama ± 5 menit
atau minta pasien untuk melipat tangannya
Pasanglah plester jika perlu
Total Nilai
Keterangan
Nilai 0 :Bila mahasiswa tidak dapat menjelaskan atau tidak melakukan langkah klinik
Nilai 1 :Bila mahasiswa hanya menjelaskan atau melakukan satu langkah klinik saja
Nilai 2 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan atau melakukan langkah klinik, namun penjelasan
tidaklengkap atau langkah klinik tidak dilakukan dengan baik dan benar
Nilai 3 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan langkah klinik dengan lengkap atau mampu
melakukanlangkah klinik dengan baik dan benar

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 141
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan

No. Langkah / Tugas Pengamatan


2. Prosedur Pungsi Vena 0 1 2 3
a. Persiapan Pasien
Dokter menjelaskan prosedur pungsi vena yang
akan dilakukan secara lisan dengan bahasa yang
dimengerti pasien, kemudian mintalah
persetujuan tindakan medis kepada pasien.
Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk
berbaring dengan posisi supinasi.
b. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
seperti sarung tangan, tourniquet, kapas alkohol
70% dan suntik.
c. Teknik Injeksi
Dokter mencuci tangan, dan menggunakan
sarung tangan steril.
Pasanglah tourniquet di bagian proksimal (4-6
inci) daerah suntikan.
Identifikasi vena superfisialis yang sesuai (vena
mediana kubiti), yang tampak dengan mata dan
dapat dipalpasi.
Bersihkan daerah tubuh yang akan dipungsi
dengan gerakan melingkar keluar (sentripetal),
menggunakan cairan antiseptik (alkohol 70%).
Mintalah pasien untuk menggenggam jari-jari
tangannya agar vena yang akan dipungsi terlihat
jelas.
Tahan kulit di dekat pembuluh vena dengan jari
tangan yang non dominan.
Masukkan jarum, dengan lubang jarum
menghadap ke atas, menembus kulit di samping
pembuluh vena.
Gunakan tangan non dominan untuk menahan
spuit dan tangan dominan untuk menarik darah
yang dibutuhkan.
Lepaskan tourniquet.
Letakkan kapas alkohol di atas jarum, kemudian
tarik dan keluarkan jarum dengan cepat.
Tekan bekas suntikan dengan menggunakan
kapas alkohol selama ± 30 detik, atau minta
pasien untuk melipat tangannya.
Pasanglah plester jika perlu.
Keterangan
Nilai 0 :Bila mahasiswa tidak dapat menjelaskan atau tidak melakukan langkah klinik
Nilai 1 :Bila mahasiswa hanya menjelaskan atau melakukan satu langkah klinik saja
Nilai 2 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan atau melakukan langkah klinik, namun penjelasan
tidaklengkap atau langkah klinik tidak dilakukan dengan baik dan benar
Nilai 3 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan langkah klinik dengan lengkap atau mampu
melakukanlangkah klinik dengan baik dan benar
Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 142
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DAN PUNGSI VENA
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :

LAPORAN HASIL LATIHAN :

Tanda tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 143
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Keduabelas

PROSEDUR KANULASI VENA

I. PENDAHULUAN
Kanulasi dan kanulasi vena merupakan salah satu keterampilan yang merupakan dasar
dalam pemberian terapi intravena. Prosedur kanulasi vena sebenarnya tidaklah sulit, namun
diperlukan latihan yang sering agar tenaga medis (dokter) menjadi terampil untuk
melakukannya, terutama bila menghadapi kasus-kasus kegawatdaruratan medis, dimana
diperlukan pemasangan akses intravena (intravenous line) sesegera mungkin. Unsur-unsur
yang perlu diperhatikan dalam prosedur kanulasi vena antara lain persiapan pasien, pemilihan
vena, pemilihan alat, teknik pemasangan yang akurat, pengetahuan mengatasi masalah, dan
instruksi pada pasien.

1.1 Persiapan Pasien


Sebelum melakukan prosedur kanulasi vena, persiapkan terlebih dahulu alat-alat yang
diperlukan seperti kateter intravena (abocath atau wing needle), infus set, cairan infus, kapas
alkohol 70% dan plester untuk fiksasi. Ukuran kateter intravena disesuaikan dengan penderita.
Ukuran yang sering digunakan adalah kateter nomor 20 untuk orang dewasa, nomor 22 untuk
anak-anak dan lansia dan nomor 24 untuk anak balita dan neonatus.

Warna Ukuran Kecepatan Aliran (ml/menit)


Biru 22 G 33
Merah Muda 20 G 54
Hijau 18 G 80
Putih 17 G 125
Abu-abu 16 G 180
Orange 14 G 270
Tabel 1. Warna, Ukuran dan Kecepatan Aliran Kateter Intravena

Pasien terkadang merasa tegang atau takut karena prosedur ini memang sedikit
menyakitkan, namun perasaan takut atau tegang harus diatasi karena menyebabkan konstriksi
vena, yang dapat mengakibatkan kanulasi dan kanulasi vena menjadi lebih sulit dan lebih
menyakitkan. Oleh karena itu, usahakan untuk mengurangi kecemasan pasien dan doronglah
pasien agar bersikap kooperatif.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan agar pasien dapat bersikap kooperatif antara lain :
 Tunjukkan rasa percaya diri.
 Beri salam pada pasien dengan menyebutkan namanya, perkenalkan diri anda.
 Jelaskan prosedur dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien.
 Tenangkan pasien, dan mintalah pasien menahan tangannya setenang mungkin.

Keterampilan Klinik
Semester III 144
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 1. Berbagai Ukuran Kateter Intravena Gambar 2. Peralatan Kanulasi dan Kanulasi Intravena

1.2 Pemilihan Vena


Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih vena yang tepat untuk
prosedur kanulasi vena adalah :
 Pemasangan sebaiknya dilakukan di lengan penderita yang tidak dominan, agar tidak
mengganggu pasien untuk melakukan aktifitas setelah kanulasi vena dilakukan, misalnya
untuk makan dan menulis.
 Pastikan pembuluh darah yang akan dikanulasi adalah vena dan bukan arteri. Vena
letaknya superfisial, warna lebih gelap, aliran darahnya lambat, dan tidak berdenyut.
 Gunakan vena-vena distal pada lengan dan tungkai yang berukuran cukup besar untuk
memudahkan prosedur pemasangan kateter, dan memungkinkan aliran darah yang
adekuat ke dalam kateter.
 Kanulasi vena berikutnya berlokasipada proksimal lokasi kanulasi sebelumnya.
 Vena-vena lengan dan tungkai yang sering digunakan dalam prosedur kanulasi vena
antara lain vena basilika, vena sefalika, vena metakarpal, dan vena saphena magna.
 Pada bayi atau anak-anak kecil, pemasangan kateter imtravena dilakukan pada vena-vena
kepala, dengan menggunakan kateter khusus yang dinamakan wing needle.
 Gunakanlah vena-vena di atas area fleksi (area lipatan-lipatan tubuh seperti pergelangan
tangan, atau lekuk siku).
 Lakukan palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Pilihlah vena yang lunak, penuh,
pengisian kembali cepat, dan tidak bercabang.
 Pilih lokasi kanulasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan, atau prosedur-
prosedur yang telah direncanakan.

Keterampilan Klinik
Semester III 145
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 3. Beberapa Lokasi Prosedur Kanulasi & Kanulasi Vena

Beberapa tipe vena yang harus dihindari dalam prosedur kanulasi vena adalah:
 Vena yang telah digunakan sebelumnya.
 Vena yang keras, sklerotik atau mengalami peradangan (flebitis).
 Vena-vena pada area fleksi, termasuk area antekubiti.
 Vena-vena kaki, karena sirkulasi darahnya lambat.
 Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil, dan berdinding tipis.
 Vena-vena pada ekstremitas yang lumpuh karena stroke.
 Vena-vena yang dekat dengan bagian tubuh yang mengalami infeksi.

1.3 Prosedur Kanulasi Vena Perifer


• Persiapan Pasien :
 Jelaskan prosedur kanulasi vena yang akan dilakukan secara lisan dengan
bahasa yang dimengerti pasien, serta alasan dilakukannya tindakan ini agar
pasien tidak takut dan kooperatif, kemudian mintalah persetujuan tindakan medis
kepada pasien.
 Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk berbaring dengan posisi supinasi.
• Persiapan Alat dan Bahan :
 Pastikan seluruh alat telah tersedia, terutama abocath sesuai dengan ukuran, infus
lineyang telah tersambung dengan cairan infus yang akan diberikan serta plester
yang telah digunting sesuai ukuran.

Keterampilan Klinik
Semester III 146
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

• Teknik Kanulasi Vena


 Pilih vena yang baik (vena dorsalis superfisialis).
 Pasang tourniket yang rata dan lunak dengan jarak 4-6 inci proksimal lokasi kanulasi
vena.Pembendungan dengan tourniket jangan terlalu keras dan jangan sampai
mengganggu aliran darah vena.
 Dokter mencuci tangan, dan menggunakan sarung tangan steril.
 Bersihkan kulit dengan gerakan melingkar dari pusat keluar (sentripetal) dengan larutan
antiseptik seperti povidone iodine atau alkohol 70%.
 Bendunglah aliran darah dengan cara meminta pasien mengepal jari-jari tangannya.
 Fiksasi vena dengan carameletakkan ibu jari di atas vena, dan regangkan kulit melawan
arah penusukan jarum kanulasi.
 Peganglah tabung bening kateter, tempatkan bevel jarum dengan lubang menghadap ke
atas.
 Tusuk kulit di samping vena, lalu arahkan jarum untuk menembus sisi di samping vena
membentuk sudut 5-300 terhadap permukaan kulit, sampai terlihat aliran darah yang masuk
mengisi tabung bening kateter.
 Sudut penusukan jarum tergantung dari letak vena, semakin superfisial letak vena,
semakin kecil sudut penusukan jarum terhadap permukaan kulit.
 Rendahkanlah jarum sampai hampir sejajardengan permukaan kulit. Tindakan ini
dilakukan agar jarum tidak menembus vena sewaktu pendorongan kateter intravena.
 Pelan-pelan dorong kateter ke dalam vena kira-kira 2-3 mm untuk memastikan kanul
plastik (kateter) telah berada di dalam vena.
 Tarik jarum sedikit kira-kira 5-10 mm ke arah luar.
 Tahan kanul agar tidak bergerak sewaktu penarikan jarum. Dorong kanul masuk sampai ke
pangkalnya ke dalam vena, sambil menahan jarum. Bila kanul masuk ke dalam pembuluh
vena, sewaktu mendorong akan terasa mulus.
 Tekan daerah proksimal kanulasi untuk mencegah darah menetes keluar.
 Lepaskan tourniket dan tarik jarum keluar.
 Sambungkan kanul dengan ujung selang infus, bila kanul (kateter) masuk ke vena, tetesan
infus akan terlihat lancar dan tidak terjadi pembengkakan (ekstravasasi).
 Pasang balutan steril untuk menutupi tempat masuk kanul pada daerah yang dikanulasi
yang sebelumnya telah diberi cairan antiseptikseperti povidone iodine.
 Fiksasi kateter dengan plester. Caranya kateter difiksasi dengan plester, membentuk
simpul yang menyilang melalui bagian bawah kanul kateter. Agar fiksasi lebih kuat dapat
diberi plester dengan arah melintang diatas fiksasi pertama.
 Gulung selang intravena ke dekat kanul untuk mencegah kekusutan atau tertarik, lalu
fiksasi selang dan balutan steril dengan plester.

Keterampilan Klinik
Semester III 147
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan

Tiap-tiap kelompok kecil didampingi oleh


seorang instruktur.
20 menit Instruktur
Introduksi dan penyampaian pengantar
(overview) rancangan kegiatan pelatihan
Pemutaran video singkat prosedur kanulasi
vena. Demonstrasi oleh Instruktur, instruktur
Instruktur
memperlihatkan cara melakukan prosedur
45 menit dan
pemasangan infus (kanulasi vena)
Mahasiswa
Mahasiswa melakukan latihan simulasi secara
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur.
Mahasiswa melakukan latihan peran (role
20 menit Mahasiswa
play) antar mahasiswa secara bergantian.
Instruktur memberikan berbagai masukan
(feedback) kepada mahasiswa.
15 menit Instruktur dapat memberikan tugas mandiri Instruktur
bila dirasa diperlukan, kemudian menutup
acara pelatihan.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.1 TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :
1. Mengetahui prosedur pemasangan infus (kanulasi vena) (C1)
2. Terampil melakukan pemasangan infus (kanulasi vena)

Keterampilan Klinik
Semester III 148
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
20 menit Pembukaan Pre test Instruktur
Pengantar (Overview)
15 menit Demonstrasi
Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan responsi dan
Mahasiswa
20 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan kursi minimal 1 Set
 Kursi (8 buah)
 Manekin untuk prosedur pemasangan infus (kanulasi vena)
 Infus set (abocath, infus line dan cairan infus)
 Band steril
 Kapas
 Cairan antiseptik (povidone iodine)
 Alkohol 70%
 Karet Tourniquet.
 Sarung tangan steril no 6 ½, 7, 7 ½, dan 8.
 Darah sintetik, atau air yang diberi pewarna merah darah.
 Plester
 Gunting
6. Materi Kegiatan / Latihan : Melakukan prosedur pemasangan infus
(kanulasi vena)

Keterampilan Klinik
Semester III 149
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN
1. La Rocca J.C, Otto S.E. Kanulasi Vena. Terapi Intravena. 2nd edition. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p. 20-31.
2. Basket P, Camm J, Chamberlain D, Colquhoun M, Dowdle R, Driscoll P, Elliot D,
Ellison G, Goldhill D, Gray Alasdair. Advanced Life Support Course Sub-Committee of
the Resuscitation Council (UK). Jalur Obat. Buku Panduan Resusitasi Jantung Paru
Otak Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support). Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia ; 2000. p. 62-4.
3. Ortega R, Sekhar P, Song M, Hansen C.J, Peterson L. Peripheral Intraveous
Canulation. Avaiable from : URL : HYPERLINK http : // www. the new england journal
of medicine. Org
4. Burton N.L, Birdi K. Canulation and Setting Up A Drip. In : Clinical Skills for OSCEs
Second Edition. United Kingdom : Informa Healthcare ; 2006. p9-12.

Keterampilan Klinik
Semester III 150
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR : Untuk Latihan

No. Langkah / Tugas Pengamatan


1. Kanulasi Vena 0 1 2 3
a. Persiapan Pasien
Jelaskan prosedur kanulasi vena yang akan dilakukan secara lisan dengan
bahasa yang dimengerti pasien, serta alasan dilakukannya tindakan ini
agar pasien tidak takut dan kooperatif, kemudian mintalah persetujuan
tindakan medis kepada pasien.
Bila pasien setuju, mintalah pasien untuk berbaring dengan posisi supinasi.
b. Persiapan Alat dan Bahan
Pastikan seluruh alat telah tersedia, terutama abocath sesuai dengan
ukuran, infus line yang telah tersambung dengan cairan infus yang akan
diberikan serta plester yang telah digunting sesuai ukuran.
c. Teknik Kanulasi Vena
Gunakan vena-vena distal pada lengan dan tungkai yang berukuran cukup
besar (vena dorsalis superfisialis).
Pasang tourniket yang rata dan lunak dengan jarak 4-6 inci proksimal lokasi
kanulasi vena. Pembendungan dengan tourniket jangan terlalu keras dan
jangan sampai mengganggu aliran darah vena.
Dokter mencuci tangan, dan menggunakan sarung tangan steril.
Bersihkan kulit dengan gerakan melingkar dari pusat keluar (sentripetal)
dengan larutan antiseptik seperti povidone iodine atau alkohol 70%.
Bendunglah aliran darah dengan cara meminta pasien mengepal jari-jari
tangannya.
Fiksasilah vena dengan meletakkan ibu jari di atas vena, dan regangkan
kulit melawan arah penusukan jarum kanulasi.

Pegang tabung bening kateter, tempatkan bevel jarum dengan lubang


menghadap ke atas.
Tusuk kulit di samping vena, lalu arahkan jarum untuk menembus sisi
samping vena membentuk sudut 5-300 terhadap permukaan kulit, sampai
terlihat aliran darah yang masuk mengisi tabung bening kateter.
Rendahkan jarum sampai hampir sejajardengan permukaan kulit.
Secara perlahan, doronglah kateter ke dalam vena kira-kira 2-3 mm untuk
memastikan kanul plastik (kateter) telah berada di dalam vena.
Tarik jarum sedikit kira-kira 5-10 mm ke arah luar. Tahan kanul agar tidak
bergerak sewaktu penarikan jarum.
Dorong kanul masuk sampai ke pangkalnya ke dalam vena sambil
menahan jarum. Bila kanul masuk ke dalam pembuluh vena, sewaktu
mendorong akan terasa mulus.
Tekan daerah proksimal kanulasi untuk mencegah darah menetes keluar.
Lepaskan tourniket dan tariklah jarum keluar.
Sambungkan kanul dengan ujung selang infus, bila kanul (kateter) masuk
ke vena, tetesan infus akan terlihat lancar dan tidak terjadi pembengkakan
(ekstravasasi).
Pasang balutan steril untuk menutupi tempat masuk kanul pada daerah

Keterampilan Klinik
Semester III 151
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

yang dikanulasi, yang sebelumnya telah diberi cairan antiseptik seperti


povidone iodine.
Fiksasi kateter dengan plester. Caranya kateter difiksasi dengan plester,
membentuk simpul yang menyilang melalui bagian bawah kanul kateter.
Agar fiksasi lebih kuat dapat diberi plester dengan arah melintang diatas
fiksasi pertama.
Gulung selang iv ke dekat kanul untuk mencegah kekusutan atau tertarik,
lalu fiksasi selang dan balutan steril dengan plester.

Keterangan
Nilai 0 :Bila mahasiswa tidak dapat menjelaskan atau tidak melakukan langkah klinik
Nilai 1 :Bila mahasiswa hanya menjelaskan atau melakukan satu langkah klinik saja
Nilai 2 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan atau melakukan langkah klinik, namun penjelasan
tidaklengkap atau langkah klinik tidak dilakukan dengan baik dan benar
Nilai 3 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan langkah klinik dengan lengkap atau mampu
melakukanlangkah klinik dengan baik dan benar

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 152
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


PROSEDUR KANULASI VENA
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan
Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 153
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lampiran Gambar Urutan Prosedur Kanulasi Vena

Gambar 1. Pemilihan Vena Gambar 2. Pembendungan Vena

Gambar 3. Sterilisasi Kulit Gambar 4. Fiksasi Vena

Gambar 5. Kanulasi Vena (sudut kanulasi 5-30o) Gambar 6. Kanulasi Vena

Keterampilan Klinik
Semester III 154
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lampiran Gambar Urutan Prosedur Kanulasi Vena

Gambar 7. Kanulasi Vena Gambar 8. Kanulasi Vena

Gambar 9. Pelepasan Bendungan Vena Gambar 10. Penekanan Proksimal Daerah Kanulasi

Gambar 11. Fiksasi Kateter Gambar 12. Kateter i.v Siap Diperguna

Keterampilan Klinik
Semester III 155
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Ketigabelas

PROSEDUR TRANSFUSI, PENENTUAN INDIKASI DAN JENIS TRANSFUSI

A. Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat,
pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang
hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver
ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mestinya.
Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani
kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat
(WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan
bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang diberikan kepada pasien yang
membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari
tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut
dikarenakan ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim
dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara secara
relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per
1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia,
misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000
penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per
1.000 penduduk (Daradjatun, 2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi
kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah
Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah
1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia
yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor darah masih rendah dikarenakan tingkat
kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman
masyarakat tentang masalah transfuse darah, persepsi akan bahaya bila seseorang
memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh
keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi
darah (UTD). Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.

B. Definisi
 Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah
 Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor)
ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan
komponen darah
 Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti kehilangan
darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh karena suatu
penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh
melalui selang infus.

Keterampilan Klinik
Semester III 156
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

C. Jenis Donor Darah


Ada dua macam donor darah yaitu :
 Donor keluarga atau Donor Pengganti adalah darah yang dibutuhkan pasien dicukupi
oleh donor dari keluarga atau kerabat pasien.
 Donor Sukarela adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah
lainnya atas kerelaan mereka sendiri dan tidak menerima uang atau bentuk
pembayaran lainnya. Motivasi utama mereka adalah membantu penerima darah yang
tidak mereka kenal dan tidak untuk menerima sesuatu keuntungan.

D. Tujuan Transfusi Darah


 Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
 Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap
bermanfaat.
 Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah
(stabilitas peredaran darah).
 Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
 Meningkatkan oksigenasi jaringan.
 Memperbaiki fungsi Hemostatis.
 Tindakan terapi kasus tertentu.

E. Macam Transfusi Darah


 Darah Lengkap/ Whole Blood (WB)
Diberikan pada penderita yang mengalami perdarahan aktif yang kehilangan darah
lebih dari 25 %
 Darah Komponen
• Eritrosit
• Leukossit/ Granulosit Konsentrat
• Trombosit
• Plasma dan Produksi Plasma

Keterampilan Klinik
Semester III 157
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Indikasi Transfusi

A. Indikasi
Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak darah, misalnya pada :
 Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
 Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah.
 Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia
hemolitik atau trombositopenia.
 Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah
terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan membutuhkan
transfusi darah. Beberapa penyakit seperti hemofilia yang menyebabkan gangguan
produksi beberapa komponen darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi
komponen darah tersebut.

B. Syarat menjadi pendonor


 Umur 17 - 60 tahun
Pada usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat ijin tertulis dari
orangtua. Sampai usia tahun donor masih dapat menyumbangkan darahnya dengan
jarak penyumbangan 3 bulan atas pertimbangan dokter )
 Berat badan minimum 45 kg
 Temperatur tubuh : 36,6 - 37,5o C (oral)
 Tekanan darah baik ,yaitu:
Sistole = 110 - 160 mmHg
Diastole = 70 - 100 mmHg
 Denyut nadi; Teratur 50 - 100 kali/ menit
 Hemoglobin
Wanita minimal = 12 gr %
Pria minimal = 12,5 gr %
 Jumlah penyumbangan pertahun paling banyak 5 kali, dengan jarak penyumbangan
sekurang-kurangnya 3 bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.

C. Orang yang tidak boleh menjadi pendonor


 Pernah menderita hepatitis B.
 Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.
 Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah transfusi.
 Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tattoo/tindik telinga.
 Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.
 Dalam jangka wktu 6 bulan sesudah operasi kecil.
 Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.
 Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, cholera, tetanus
dipteria atau profilaksis.
 Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica,
measles, tetanus toxin.

Keterampilan Klinik
Semester III 158
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
 Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
 Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
 Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
 Sedang menyusui.
 Ketergantungan obat.
 Alkoholisme akut dan kronik.
 Sifilis.
 Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.

D. Perawatan Transfusi
1. Prosedur transfusi darah
 Pengisian Formulir Donor Darah.
 Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.
 Pengambilan Darah : Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah
dilakukan pengambilan darah.
 Pengelolahan Darah : Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI
sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di
antaranya Penyakit Hepatitis B, Penyakit HIV/AID, Penyakit Hipatitis C dan Penyakit
Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
 Penyimpanan Darah : Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat
celcius. Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti :
PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat.

2. Pengambilan darah
 Oleh petugas yang berwenang.
 Menggunakan peralatan sekali pakai.
 250-350 ml, tergantung berat badan.
 Mengikuti Prosedur Kerja Standar.
 Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat Transfusi
Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).

Keterampilan Klinik
Semester III 159
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN

1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
15 menit Pembukaan Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup

3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja
 Kursi 8
 Pasien Simulasi (instruktur)
 Produksi darah yg bnar sesuai program medis
 Set transfusi (tansfusi set)
 Botol Nacl 0,9%
 Tiang infus
 Handscoon
 Kapas alkohol 70%
 Bengkok
 Plester
 Gunting plester
 Kasa steril

Keterampilan Klinik
Semester III 160
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR

Pengamatan
No. Langkah / Tugas
Ya Tidak
Tahap pra interaksi
Melakukan verivikasi program pengobatan klien
Mencuci tangan
1
Menyiapkan alat dan mnempatkan alat didekat klien

Tahap orientasi
Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
Tahap Kerja
Menjelaskan prosedur kepada klien, tentukan apakah klien pernah
mendapatkan transfusi sebelumnya dan catatan reaksi jika ada
minta klien utk melaporkan gejala berikut : menggigil, sakit kepala, gatal
dan kemerahan dngn segera pastikan bhwa klien tlh menandatangani
persetujuan dengan perawat yg lain, identifikasi kebenaran produk darah
dan klien.
• Periksa kompatibilitas yg tertera pd kantong drah dan informasi
pd kantong itu sendiri untuk darah lengkap, periksa golongan
ABO dan tipe RH pada catatatan klien

• Periksa ulang produk darah dengan pesanan dokter

• Periksa tinggal kadaluarsa pada kantong darah

• Periksa darah terhadap adanya bekuan / gumpalan darah


tanyakan nama klien dan periksa/ cocokkan dengan gelang
3 tangannya

• Dapatkan data dasar tanda tanda vital (TTV) klien

• Gantungkan larutan NaCl 0,9% dlm botol utk digunakan stelah


transfusi darah

• Gunakan selang infus yang mempunyai filter

• Gunakan handscoon

• Lakukan pemberian NaCl 0,9% (baca prosedur pemasangan


infus) terlebih dahulu sebelum pemberian transfusi darah

• Lakukan terlebih dahulu tranfusi darah dengan memeriksa


identifikasi kebenaran produk darah, periksa kompatibilitas
dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identfikasi

Keterampilan Klinik
Semester III 161
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

pasien, periksa kadaluarsa dan periksa adanya bekuan

• Buka set pemberian darah untuk selang tunggal, klem pengatur


pada posisi off

• Tusuk kantong darah

• Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter
terisi sebagian buka klem pengatur, biarkan selang infus terisi
penuh

• Hubungkan selang transfusi ke kateter IV dengan membuka


klem pengatur bawah

• Setelah darah masuk, pantau TTV tiap 5 mnit selama 15 menit


pertama, dan tiap 15 mnt slma 1 jam brikutnya

• Setelah darah di infuskan, bersihkan selang dengan NaCl 0,9%

• Monitor TTV :
Mendapatkan TTV klien stiap 5 mnt slma 15 mnt prtama
transfusi dan stiap jam utk yg brikutnya mngikuti kbijakan RS

Observasi klien trhadap adanya kemerahan, ruam kulit, gatal,


dispnea, bintik" merah pd kulit

• Lepaskan dan buang handscoon cuci tangan

• Lanjutkan mengobservasi terhadap reaksi samping/efek


samping

• Catat produk drah dan pmberian darah catat cairan yg


digunakan mengikuti kebijakan rumah sakit

• Catat type, jumlah dan komponen drah yg di berikan

Tahap terminasi
• Mengevaluasi hasil tindakan
• Berpamitan dengan pasien
4 • membreskan dan kembalikan alat ke tempat semula
• Mencuci tangan
• Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

Tanda tangan
Instruktur

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 162
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Keempatbelas dan Kelimabelas

ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI

I. PENDAHULUAN
Penyakit tropik infeksi merupakan salah satu masalah utama di bidang kesehatan bagi
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Masih kurangnya kesadaran tentang pola hidup
sehat, kekurangan gizi, dan sanitasi lingkungan yang buruk menyebabkan penyakit infeksi
sangat sulit untuk ditanggulangi bahkan menjadi wabah yang berulang pada waktu-waktu
tertentu.
Penyakit infeksi secara umum terjadi karena interaksi dari tiga faktor, yaitu faktor
organisme patogen, pejamu dan lingkungan (perilaku). Proses infeksi pertama kali diawali
dengan adanya paparan antara faktor organisme patogen dan pejamu, selanjutnya faktor
lingkungan dan perilaku akan mempengaruhi kecenderungan timbulnya infeksi pada
seseorang.
Manifestasi klinis penyakit infeksi dapat beragam, mulai dari yang mengancam nyawa
hingga keadaan sakit yang ringan serta dapat sembuh dengan sendirinya. Oleh karena itu,
amat diperlukan kemampuan anamnesis yang baik dari seorang tenaga kesehatan (dokter)
yang akan memudahkan dalam penegakkan diagnosis dan penatalaksaan penyakit infeksi
secara tepat.

1.1. Anamnesis Pribadi


Anamnesis pribadi pada penyakit infeksi memiliki komponen yang sama dengan
anamnesis penyakit lainnya. Hal-hal yang harus ditanyakan pada anamnesis pribadi penyakit
tropik infeksi antara lain:
 Nama
 Umur
 Kelamin
 Alamat
 Agama
 Bangsa / Suku
 Status Perkawinan
 Pekerjaan
Data-data tersebut merupakan identitas penderita, dan penting untuk diketahui karena
pada penyakit infeksi terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan penyakit
infeksi yang diderita saat dahulu maupun sekarang.

1.2. Anamnesis Keluhan Utama


Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan penderita yang menyebabkan penderita
datang ke dokter untuk berobat. Keluhan utama penyakit infeksi dapat beragam dari mulai
keluhan yang bersifat sistemik seperti demam sampai keluhan infeksi organ seperti bintik-bintik
merah pada kulit tungkai, batuk, sesak nafas, gatal, nyeri dada, nyeri perut, diare, ikterus serta
pembesaran organ seperti hati dan limpa. Dalam penulisan keluhan utama, harus ditanyakan
juga sudah berapa lama penderita mengalami keluhan tersebut. Misalnya demam sejak 5 hari
yang lalu atau buang air besar cair (diare) sejak 2 hari yang lalu.

Jangan lupa untuk menanyakan juga apakah ada keluhan lain yang dirasakan penderita
yang merupakan keluhan tambahan, misalnya penderita mengeluh nyeri pada ulu hati, nyeri
otot dan belakang bola mata yang dapat ditemukan pada kasus demam dengue.

Keterampilan Klinik
Semester III 163
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

1.3.Anamnesis Penyakit Sekarang


Riwayat penyakit sekarang atau riwayat perjalanan penyakit merupakan uraian rinci
mengenai keadaan kesehatan penderita sejak sebelum keluhan utama sampai saat penderita
datang berobat. Pada anamnesis penyakit sekarang pada penyakit infeksi, diperlukan
pertanyaan-pertanyaan untuk menggali informasi lebih dalam terutama yang berkaitan dengan
keluhan utama. Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengandung komponen-komponen antara
lain onset, location (lokasi), duration (lama), character (sifat), aggravating/alleviating
factor (faktor yang memperburuk atau meringankan), radiation (penyebaran) dan timing
(waktu). Hal-hal tersebut penting untuk ditanyakan walaupun tidak semuanya terdapat dalam
suatu kasus penyakit infeksi.
Misalnya, penderita datang dengan keluhan utama demam. Ditanyakan apakah demam
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (onset). Demam yang tinggi dan meningkat secara
tiba-tiba sering disebabkan oleh virus. Pada infeksi karena mikroorganisme patogen lain,
demam biasanya meningkat bertahap secara perlahan-lahan.
Setelah mengetahui onset, tanyakan lokasi di mana keluhan terjadi bila ada, misalnya
pada keluhan utama nyeri perut, perlu diperinci lokasinya dimana apakah di daerah abdomen
kanan atas (misalnya abses hati atau apendiksitis), atau di ulu hati (misalnya pada DBD) dan
lain sebagainya.
Lama keluhan utama juga ditanyakan karena dapat mengacu pada tanda patognomonis
dari suatu penyakit infeksi. Sebagai contoh, demam pada kasus tifoid dapat berlangsung
dalam durasi yang lama (demam > 7 hari), sedangkan demam dengue, demam tinggi hanya
terjadi dalam jangka waktu yang singkat (2 hari) dan berangsur turun.
Keluhan utama pada penyakit infeksi memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda.
Keluhan sistemik seperti demam, dapat dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan sifatnya yaitu:
1. Demam remiten, yaitu demam yang sifatnya naik secara perlahan seperti anak
tangga. Suhu badan dapat turun, tetapi tidak pernah mencapai suhu yang normal.
Contoh penyakit dengan demam remiten adalah tifoid.
2. Demam intermiten, yaitu demam yang sifatnya periodik, suhu badan penderita
dapat turun mencapai suhu normal selama beberapa jam dalam satu hari lalu
kemudian kembali demam. Contoh penyakit dengan demam intermiten adalah
malaria.
3. Demam siklik. Pada demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti periode bebas demam dalam beberapa hari yang diikuti oleh
kenaikan suhu seperti semula.
4. Demam septik. Pada demam septik suhu tubuh naik secara perlahan dan
mencapai suhu yang tinggi sekali pada malam hari namun kemudian turun kembali
ke tingkat di atas normal pada pagi hari.
5. Demam kontinyu, yaitu demam dengan suhu tubuh terus menerus tinggi, suhu
tubuh dapat turun namun penurunannya tidak melebihi satu derajat. Demam yang
terus menerus tinggi sekali sampai mencapai 40° celsius dinamakan hiperpireksia.
Demikian halnya pada kasus penyakit infeksi organ, ditanyakan juga sifat dari keluhan
utama misalnya nyeri abdomen, apakah terus menerus atau hilang timbul, pada keluhan utama
diare, ditanyakan frekwensi diarenya, konsistensinya, penampakannya (berdarah, berlendir,
seperti cucian beras) dan volumenya (1 mangkuk/x mencret).
Pada kasus infeksi tertentu dapat ditemukan adanya faktor yang memperberat
(aggravating factor) atau meringankan keluhan (alleviating) yang terjadi. Pada kasus
kolesistitis akut yang sering salah diartikan sebagai dispepsia, asupan makanan yang
mengandung lemak seperti susu semakin memperberat nyeri abdomen yang dirasakan

Keterampilan Klinik
Semester III 164
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

penderita, keluhan utama yang dirasakan oleh penderita dapat juga menyebar ke bagian tubuh
penderita lainnya.
Pada kasus kolesistitis akut terjadi penyebaran nyeri perut ke bahu atau daerah
subskapula. Contoh lainnya pada amebiasis hati terjadi nyeri perut yang menyebar ke
pinggang dan bahu kanan (radiation).
Patokan waktu juga perlu ditanyakan dalam menggali keluhan utama yang diberikan
penderita dan terkadang merupakan tanda yang khas bagi penyakit itu. Pada penyakit malaria
interval waktu (periodesitas) terjadinya demam dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
penyakit. Pada malaria tertiana (p.vivax dan p.ovale) periodesitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan pada malaria kuartana (p. malariae) periodesitas demamnya setiap 4 hari.

1.4.Anamnesis Penyakit Terdahulu


Pada anamnesis penyakit terdahulu, dokter dapat menanyakan pernahkah penderita
mengalami penyakit serupa sebelumnya karena beberapa penyakit infeksi memiliki
kecenderungan untuk kambuh kembali. Hal ini dikarenakan organisme patogen penyebab
infeksi tidak dapat hilang sepenuhnya baik dengan pengobatan maupun oleh sistem imun
tubuh. Misalnya pada kasus demam malaria atau hepatitis, organisme patogen dapat bertahan
di dalam organ tubuh (dorman) dan karena sebab tertentu terutama penurunan daya tahan
tubuh, organisme patogen tersebut dapat kembali aktif dan menimbulkan manifestasi klinis.
Pada bagian ini juga ditanyakan mengenai penyakit lain yang pernah dideritanya yang mungkin
memiliki hubungan dengan penyakit yang dialami penderita saat ini.

1.5.Anamnesis Organ/Sistem
Dalam anamnesis organ/sistem dapat dilihat apakah ada keluhan atau gejala klinis
memiliki hubungan dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnesis keluhan
utama, penyakit sekarang ataupun anamnesis penyakit terdahulu.
Dalam lembar anamnesis biasanya telah tercantum keluhan atau gejala klinis yang
mungkin ditemukan pada organ-organ tubuh secara sistematis dari kepala hingga ekstremitas.
Jika terdapat keluhan atau kelainan pada organ/sistem tersebut, dituliskan tanda positif dan
bila tidak ada dituliskan tanda negatif pada lembar anamnesis.

1.6.Anamnesis Riwayat Pribadi


Mengenai riwayat pribadi penderita, dokter menanyakan mengenai kebiasaan hidup
penderita yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit infeksi yang dideritanya. Misalnya
pada kasus demam tifoid, dapat ditanyakan apakah penderita sering mengkonsumsi makanan
jajanan yang dijual di kaki lima. Pekerjaan penderita dapat juga ditanyakan. Petani yang
sehari-hari bekerja pada siang hari di sawah atau ladang yang dapat menjadi sarang nyamuk,
memiliki kemungkinan terkena penyakit malaria atau demam dengue.

1.7.Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga


Anamnesis mengenai riwayat penyakit keluarga penting terutama pada penyakit infeksi
yang penularannya secara kontak langsung seperti disentri, infeksi jamur pada kulit (seperti
tinea versicolor, tinea kruris, tinea korporis), hepatitis dan lain-lain. Pada anamnesis dapat
ditanyakan adakah anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama dengan penderita. Bila
ada yang meninggal dunia, sebutkan sebab kematiannya.

1.8.Anamnesis Sosial Ekonomi


Timbulnya penyakit infeksi merupakan hasil interaksi antara organisme patogen, pejamu
(host) dan lingkungan. Pada bagian ini dokter menanyakan keadaaan keluarga penderita
terutama mengenai perumahan, lingkungan dan daerah tempat tinggal penderita. Misalnya

Keterampilan Klinik
Semester III 165
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

pada kasus demam dengue atau malaria, dapat ditanyakan apakah penderita tinggal di
lingkungan yang kumuh atau berdekatan dengan tempat-tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk.
Pertanyaan yang juga penting antara lain apakah sering terjadi wabah penyakit di daerah
tersebut. Adakah tetangga atau orang lain disekitar tempat tinggal penderita yang mengalami
sakit yang sama dengan penderita, dan lain sebagainya.
Pada kasus penyakit tifoid dapat ditanyakan mengenai makanan yang dikonsumsi
keluarga terutama air, apakah air dimasak terlebih dahulu, air yang dikonsumsi berasal dari
mana, apakah air PAM, air sumur atau air sungai. Dapat ditanyakan juga mengenai sarana
MCK di rumah atau di lingkungan sekitarnya.

1.9.Anamnesis Gizi
Pada anamnesis gizi dokter menanyakan pada penderita tentang makanan yang dimakan
penderita setiap hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan
juga, apakah penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap dan dicari
apakah ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh penderita.

Keterampilan Klinik
Semester III 166
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Contoh : Anamnesis Kasus Penyakit Demam Tifoid

Anamnesis Pribadi
Nama :M
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Jl. Mekar Sari No 4 Tembung, Medan
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pelajar

Masuk Rumah Sakit pada tanggal 7 Maret 2008


Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Sulit buang air besar

Anamnesis Penyakit Sekarang


Lebih kurang sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit (duration), penderita mengeluh
demam yang semakin lama semakin meninggi (onset), terutama dirasakan pada sore dan
malam hari (character). Lebih kurang 5 hari yang lalu, keluhan demam dirasakan semakin
tinggi dan terus menerus (character). Demam disertai nyeri otot dan sakit kepala terutama di
daerah dahi, badan terasa lemah, nafsu makan menurun tanpa mual dan muntah, serta
perasaan tidak enak di daerah perut. Demam tidak disertai adanya menggigil, kejang, atau
penurunan kesadaran.
Demam disertai pula dengan buang air besar yang menjadi jarang (penderita terakhir
buang air besar empat hari yang lalu), dengan konsistensi biasa, buang air besar berdarah
tidak ada (character). Rasa nyeri pada perut yang hebat disangkal. Buang air kecil tidak ada
keluhan.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit, penderita berobat ke bidan, tidak dianjurkan rawat
jalan dan diberi amoksisilin 3x1 tablet sehari, parasetamol 3x1 tablet dan vitamin 1x1 tablet.
Namun karena tidak ada perbaikan, penderita berobat ke rumah sakit.

Anamnesis Penyakit Terdahulu


Penderita baru pertama kali menderita sakit seperti ini. Riwayat batuk-batuk lama tidak ada,
riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama atau batuk berdarah tidak ada, riwayat
bepergian ke daerah endemis malaria tidak ada, riwayat nyeri pada sendi, disertai bengkak
pada sendi tidak ada.

Anamnesis Organ/Sistem
Nyeri kepala (+), perdarahan dari telinga (-), perdarahan dari hidung (-), perdarahan gusi dan
mulut (-), mual (-), muntah (-), sulit BAB (+), nyeri perut yang hebat (-), nyeri saat BAK (-), nyeri
otot (+), nyeri dan bengkak pada sendi (-), penurunan kesadaran (-).

Anamnesis Riwayat Pribadi


Penderita tinggal bersama orang tua dan kedua adiknya. Penderita tidak pernah sarapan pagi
dan sering membeli makanan jajanan di kantin sekolahnya pada jam istirahat.

Anamnesis Riwayat Keluarga


Riwayat penyakit yang sama pada keluarga tidak ada

Keterampilan Klinik
Semester III 167
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Anamnesis Sosial Ekonomi


Penderita tinggal bersama orang tua dan kedua adiknya di daerah Tembung, Medan. Setiap
hari keluarga penderita mengkonsumsi air minum yang diambil dari air sungai dan dimasak
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Sarana MCK belum memadai sehingga masyarakat
menggunakan air sungai untuk mandi, minum, mencuci dan buang air.

Anamnesis Gizi
Penderita sehari-hari makan nasi 2 kali sehari dengan lauk pauk tempe, tahu, telur dan ikan.
Penderita merasa berat badannya tidak mengalami kenaikan atau penurunan.

Keterampilan Klinik
Semester III 168
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Informasi yang dapat Digali dalam Anamnesis Penyakit Tropik Infeksi:

1.Demam Tifoid
 Keluhan Utama : Demam
 Onset : Demam meningkat secara perlahan-lahan
 Duration : Demam dirasakan lebih dari 7 hari
 Character : Demam meningkat seperti anak tangga, demam dapat turun
biasanya pada pagi hari namun suhu tubuh tidak pernah mencapai suhu normal (remitten)
pada minggu pertama. Demam dapat mencapai suhu 400 celcius. Pada minggu kedua
penderita akan terus menerus berada dalam keadaan demam, dan demam berangsur-
angsur turun pada minggu ketiga.
 Gejala Penyerta : Nyeri otot, sakit kepala, badan terasa lemah, nafsu makan menurun,
mual, muntah, sulit buang air besar, perut kembung dan diare.
 Pada anamnesis pribadi dapat ditanyakan adanya kebiasaan makan makanan yang tidak
bersih (jajanan) atau minum air dari sumber air yang terkontaminasi kotoran manusia.
Pada anamnesis sosial ekonomi ditanyakan mengenai sanitasi di tempat tinggal atau di
lingkungan sekitarnya. Misalnya apakah sarana MCK sudah memadai atau belum.

2.Demam Berdarah Dengue


 Keluhan Utama : Demam
 Onset : Demam mendadak tinggi
 Duration : Demam dirasakan kurang dari 7 hari (antara 2-7 hari)
 Character : Demam mendadak tinggi dan terus menerus selama 2-7 hari,
kemudian suhu tubuh akan turun dengan cepat. Demam jarang mencapai suhu 40o
celcius. Kadang-kadang pada hari ke-3 atau ke-4 suhu tubuh akan turun sekitar 2 hari dan
kemudian naik kembali. Dengan demikian kurva suhu tubuh penderita akan memberikan
gambaran kurva bifasik (saddle back fever).
 Gejala penyerta : Nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung dan
sendi), ruam pada kulit dan bila terjadi hemokonsentrasi penderita dapat mengeluh adanya
mimisan, perdarahan gusi serta kencing dan buang air besar hitam.
 Pada anamnesis pribadi dapat ditanyakan aktifitas sehari-hari atau pekerjaan yang dapat
meningkatkan resiko penderita untuk digigit nyamuk aedes aegypti yang merupakan vektor
utama penyakit ini, misalnya anak-anak yang sering bermain di halaman atau petani yang
setiap hari bekerja di sawah atau ladang. Pada riwayat sosial ekonomi tanyakan mengenai
kondisi sanitasi di tempat tinggal atau di lingkungan sekitarnya, apakah tempat tinggal
penderita berdekatan dengan tempat-tempat dimana nyamuk berkembang biak, misalnya
rawa-rawa, selokan besar yang airnya tidak mengalir, kolam-kolam genangan air dan lain
sebagainya. Tanyakan juga apakah daerah tempat tinggal penderita merupakan daerah
yang sering terkena wabah demam dengue.

3. Malaria
 Keluhan Utama : Demam
 Onset : Demam meningkat secara perlahan-lahan
 Duration : Demam dapat dirasakan lebih dari 7 hari
 Character : Trias Malaria (menggigil, demam, berkeringat).
Demam bersifat periodik (intermitten) berkaitan dengan pematangan skizon. Pada malaria
tertiana, pematangan skizon terjadi setiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari
ke-3, sedangkan pada malaria kuartana, pematangan skizon terjadi setiap 72 jam

Keterampilan Klinik
Semester III 169
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

sehingga periodisitas demamnya setiap hari ke-4. Demam khas malaria terdiri dari 3
stadium yaitu menggigil selama 15 menit hingga satu jam, puncak demam antara 2-6 jam
dan berkeringat antara 2-4 jam. Demam akan mereda secara bertahap.
 Gejala Penyerta : Penderita akan menggigil pada fase rigor walaupun suhu tubuhnya
lebih tinggi dari normal. Pada stadium panas penderita akan mengeluh pusing, muntah-
muntah, muka memerah dan dapat terjadi kejang-kejang pada anak. Pada stadium
berkeringat, penderita dapat mengeluh sangat lelah dan lemah.
 Pada anamnesis pribadi dapat ditanyakan aktifitas sehari-hari atau pekerjaan yang dapat
meningkatkan resiko penderita untuk digigit nyamuk anopheles yang merupakan vektor
penyakit ini. Pada riwayat sosial ekonomi tanyakan mengenai kondisi sanitasi di tempat
tinggal atau di lingkungan sekitarnya, apakah tempat tinggal penderita berdekatan dengan
tempat-tempat dimana nyamuk berkembang biak, misalnya rawa-rawa, selokan besar
yang airnya tidak mengalir, kolam-kolam genangan air dan lain sebagainya. Tanyakan juga
apakah daerah tempat tinggal penderita merupakan daerah yang sering terkena wabah
malaria atau sebelum sakit apakah penderita bepergian ke daerah endemik malaria.

4.Varicella (cacar air/chicken pox)


 Keluhan Utama : Bintil-bintil berisi cairan pada seluruh tubuh
 Onset : Bintil-bintil berisi cairan yang timbul secara mendadak
 Location : Di seluruh badan
 Duration : Bintil-bintil akan meliputi seluruh badan dalam waktu 2 hari
 Character : Lesi diawali dengan timbulnya ruam kemerahan pada seluruh tubuh
yang terasa gatal. Dalam beberapa jam ruam akan berubah menjadi bintil-bintil berisi
cairan yang berbentuk seperti tetesan embun (tear drops) dan tidak mudah pecah. Bila
digaruk bintil dapat pecah dan menimbulkan bekas (”bopeng”). Bintil-bintil (vesikel) akan
matang dalam 24 jam dan menjadi kerak (krusta).Tidak terdapat gangguan persarafan
pada daerah tubuh yang terkena (herpes zoster) Sementara proses ini berlangsung, bintil-
bintil yang baru akan muncul. Bila terjadi infeksi sekunder bintil-bintil dapat berisi nanah
(pustul). Pustul dapat mencekung di tengah dan bila mengering akan menimbulkan kerak.
 Radiation : Bintil-bintil awalnya terdapat pada badan, kemudian menyebar
secara sentrifugal ke muka dan ektremitas.
 Gejala Penyerta : Diawali dengan demam yang tidak terlalu tinggi, badan terasa
lemah, nyeri kepala dan nyeri otot-otot badan (flu like syndrom) sekitar 2-3 hari sebelum
timbulnya ruam dan bintil-bintil.
 Pada anamnesis penyakit terdahulu penderita akan mengatakan bahwa dirinya baru
pertama kali menderita penyakit ini karena varicella hanya diderita sekali seumur hidup.
Pada anamnesis riwayat keluarga dapat ditanyakan ada tidaknya anggota keluarga, teman
atau tetangga yang mengalami sakit serupa, karena penyakit ini dapat menular melalui
kontak dengan lesi pada kulit penderita, pemakaian benda-benda penderita atau
penyebaran virus melalui udara (aerogen). Pada riwayat sosial ekonomi dapat ditanyakan
tentang personal hygine penderita, keluarganya dan masyarakat yang tinggal di sekitar
tempat tinggal penderita, misalnya adakah pemakaian alat-alat mandi seperi sabun atau
handuk yang digunakan secara bersama-sama karena varicella dapat menular melalui
pemakaian benda-benda penderita oleh orang lain terutama benda-benda yang kontak
dengan kulit yang terinfeksi.

5. Disentri Basiler
 Keluhan Utama : Buang air besar berdarah
 Onset : Buang air besar bercampur darah yang timbul mendadak

Keterampilan Klinik
Semester III 170
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Character : Diawali dengan buang air besar seperti air dengan sedikit darah
yang berulang (diare adalah buang air besar cair lebih dari 3 kali dalam sehari, WHO
1980), dengan frekwensi dapat mencapai lebih dari 20 kali dalam 24 jam. Tinja bercampur
lendir dengan warna kemerah-merahan (red currant jely). Pada keadaan berat, kotoran
hanya terdiri dari lendir yang bening bercampur darah. Dapat dibedakan dengan diare
pada kolera, dimana tinja tampak berbuih-buih, mirip air cucian beras serta terasa
sakit dan panas didubur sesudah BAB (tenesmus).
 Gejala Penyerta : Demam mendadak dengan suhu bervariasi, dapat lebih tinggi dari
390 celcius atau hanya demam sub febris, sakit kepala, sakit perut yang terus menerus
seperti melilit, terutama di sebelah kiri, mual, muntah-muntah dan rasa lemas apabila
terjadi dehidrasi.
 Pada anamnesis penyakit dahulu mungkin didapatkan penyakit yang berulang kembali.
Pada anamnesis riwayat pribadi dapat ditanyakan adakah kebiasaan makan makanan
jajanan, atau minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu. Pada anamnesis riwayat
keluarga dapat ditanyakan ada tidaknya anggota keluarga atau tetangga yang menderita
penyakit yang sama, apakah keluarga mengkonsumsi air yang tercemar dengan kotoran
penderita atau air yang tidak dimasak terlebih dahulu. Pada anamnesis sosial ekonomi
ditanyakan bagaimana kondisi sanitasi di tempat tinggal penderita atau di lingkungan
sekitarnya yang biasanya kotor dan tercemar dengan kotoran penderita disentri, disekitar
rumah penderita biasanya terdapat sungai yang penuh dengan sampah dan kotoran serta
menjadi sarang vektor penyebab disentri yaitu lalat. Sarana MCK juga ditanyakan, apakah
menggunakan kakus dengan septiktank, jamban kering yang kotorannya langsung dibuang
ke sungai atau kotoran dibuang pada lubang dan ditutup dengan papan. Disentri juga
dapat menjadi wabah, tanyakan apakah di daerah tempat tinggal penderita banyak orang
yang terkena penyakit ini dalam kurun waktu tertentu.

6. Penyakit Kecacingan yang Ditularkan Melalui Tanah


 Keluhan Utama : Batuk-batuk, nyeri perut atau keluar cacing dari hidung/mulut pada
penyakit askariasis, rasa gatal pada anus pada waktu malam hari (oxyuriasis/kremian),
batuk yang dapat berdarah atau mencret-mencret pada infeksi cacing tambang.
 Location : Rasa gatal pada anus (oxyuriasis).
 Duration : Keluhan utama dirasakan dalam jangka waktu yang lama.
 Character : Batuk-batuk lama yang sering dengan atau tanpa dahak biasanya
tanpa demam disertai gejala-gejala anemia (badan lemas, mudah capek) pada infeksi
askaris dan cacing tambang. Pada penyakit oxyuriasis didapatkan rasa yang saat gatal
pada anus terutama pada malam hari. Rasa gatal tidak dipengaruhi oleh adanya keringat
dan tidak timbul karena terpapar atau memakan benda atau makanan tertentu.
 Gejala Penyerta : Badan lemas dan mudah capek (anemia), gatal-gatal dan timbulnya
ruam pada kulit kaki, rasa tidak enak di ulu hati, sulit buang air besar atau diare pada
infeksi cacing tambang. Badan menjadi kurus, tidak mau makan dan rewel pada penderita
anak-anak, nyeri perut, mual, muntah dan mencret pada oxyuriasis. Badan mengurus,
lemas dan mudah capek, nyeri perut, mual, muntah, mencret dan gatal-gatal pada kulit
mirip gatal alergi.
 Pada anamnesis riwayat pribadi dapat ditanyakan kebiasaan, aktifitas atau kebiasaan
penderita yang dapat menyebabkan infeksi cacing terutama yang berhubungan dengan
tanah yang mengandung telur atau larva cacing. Misalnya anak-anak yang sering bermain
tanah atau bermain tanpa alas kaki. Pekerjaan misalnya petani yang sewaktu bekerja
kontak dengan tanah, kebiasaan misalnya makan sayur-sayuran yang tidak dicuci bersih
dan menggunakan tinja sebagai pupuk. Pada anamnesis riwayat keluarga dan sosial
ekonomi ditanyakan mengenai kondisi sanitasi tempat tinggal dan lingkungan sekitar

Keterampilan Klinik
Semester III 171
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

penderita yang biasanya kotor. Tanyakan terutama mengenai sarana MCK apakah sudah
memadai atau belum.

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan

Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang


instruktur.
25 menit Responsi Mahasiswa oleh Instruktur. Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar
(Overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh Instruktur, Instruktur
memperlihatkan cara melakukan anamnesis Instruktur
40 menit pada penyakit tropik infeksi. dan
Mahasiswa melakukan latihan simulasi secara Mahasiswa
bergantian dengan dibimbing oleh instruktur.
Mahasiswa melakukan latihan peran (role
20 menit Mahasiswa
play) antar mahasiswa secara bergantian.
Instruktur memberikan masukan (feedback)
kepada mahasiswa.
15 menit Instruktur
Instruktur memberikan tugas menutup dan
menutup acara pelatihan.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.2 TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :


3. Mengetahui cara-cara menggali informasi dalam anamnesis penyakit tropik infeksi
4. Mampu melakukan anamnesis penyakit tropik infeksi dengan contoh kasus yang telah
ditentukan.

Keterampilan Klinik
Semester III 172
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.3 PELAKSANAAN

1. Mahasiswa dibagi dalam 10 kelompok kecil yang terdiri 6 - 8 orang setiap


kelompok.
2. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan koordinator laboratorium keterampilan.
3. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan

Perkenalan

25 menit Pembukaan Responsi Instruktur

Pengantar (Overview)

15 menit Demonstrasi
Instruktur
20 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
25 menit Role Play

Feed Back

15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur

Penutup

4. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
5. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
6. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan Kursi Minimal 1 Set
 Kursi ( 8 buah )
7. Materi Kegiatan / Latihan : Memahami cara melakukan anamnesis pada penyakit
infeksi dan mampu melakukan anamnesis penyakit tropik infeksi dengan contoh
kasus Demam Tifoid, Demam Berdarah Dengue, Malaria Tertiana, Varicella,
Disentri Basiler dan Penyakit Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah, yang
terdiri dari :
 Anamnesis Pribadi
 Anamnesis Keluhan Utama
 Anamnesis Penyakit Sekarang
 Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu
 Anamnesis Riwayat Pribadi
 Anamnesis Organ/Sistem
 Anamnesis Famili
 Anamnesis Riwayat Pengobatan
 Anamnesis Sosial/Ekonomi
 Anamnesis Gizi

Keterampilan Klinik
Semester III 173
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.4 RUJUKAN
1. Madoff L.C, Kasper L. D. Pendahuluan Pada Penyakit Menular : Interaksi Pejamu
Parasit. Dalam : Isselbacher K.J, Braunwald E, Wilson J.D, Martin J.B, Fauci A.S,
Kasper D.L, editor. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995 ; 540-4.
2. Hanum H.N, Kasiman S, Rasyid H.R. Anamnesa : Diagnosa Fisik. Edisi ke-4. Medan:
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1989 ; 1-8.
3. Nelwan H.H. Demam: Tipe dan Pendekatan.Dalam : Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI. 1996 ; 407-8.
4. Hendarwanto. Dengue.Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI. 1996 ;421-3.
5. Juwono R. Demam Tifoid. Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI. 1996 ;436-441.
6. Kapita Selekta Kedokteran. Malaria. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001; 410-1.
7. Pridady. Kolesistitis. Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
1996 ; 377.
8. Burnside J.W, Mc Glynn T.J. Hubungan Dokter-Pasien dan Wawancara. dengan
Pasien. Dalam : Adams : Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto H. Edisi ke-17.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995; 23-8.

Keterampilan Klinik
Semester III 174
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (1) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Ichang, usia 24 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
1. Demam Tifoid
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku bangsa,
alamat dan pekerjaan pasien. (pasien dibawa oleh ibunya, anak tersebut
berjenis kelamin perempuan, dengan usia 24 tahun) Anamnesis
Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (demam tinggi, keluhan dirasakan sejak 7 hari yang lalu)
Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (suhu tubuh meningkat secara perlahan-lahan)
Onset, Provoking Factor
Dokter meminta pasien menjelaskan ciri khas demam yang dialami.
(Demam meningkat seperti anak tangga, demam dapat turun biasanya
pada pagi hari namun suhu tubuh tidak pernah mencapai suhu normal
(remitten) pada minggu pertama. Demam dapat mencapai suhu 400
celcius. Character, Quality
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa nyeri otot, sakit kepala, badan terasa lemah, nafsu makan
menurun, mual, muntah, sulit buang air besar, perut kembung dan
diare) Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya (pernah, namun dapat sembuh dengan obat
penurun panas) Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu
Dokter menanyakan kebiasaan pasien sehari-hari apakah sering jajan
disembarang tempat/ dipinggir jalan (iya dokter, saya sering jajan
dipinggir jalan) Anamnesis Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien (sedarah),
yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien.
(ibu pasien juga menderita penyakit yang sama namun sudah sembuh
setelah berobat ke puskesmas) Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (iya dokter,
anak saya sudah berobat kebidan, dikasi obat penurun panas :
parasetamol namun tidak sembuh juga) Anamnesis Riwayat
Pengobatan

Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah


memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di pinggiran sungai dekat dengan tempat pembuangan sampah

Keterampilan Klinik
Semester III 175
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

dan sehari-hari menggunakan air sungai untuk MCK) Anamnesis


Riwayat Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya tidak mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 176
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (2) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Ichalia, usia 25 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
2. Demam Berdarah Dengue
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku bangsa,
alamat dan pekerjaan pasien. (pasien dibawa oleh ibunya, anak tersebut
berjenis kelamin perempuan, dengan usia 25 tahun) Anamnesis
Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (demam tinggi, keluhan dirasakan sejak 2-7 hari yang lalu)
Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (suhu tubuh meningkat secara mendadak) Onset,
Provoking Factor
Dokter meminta pasien menjelaskan ciri khas demam yang dialami.
(Demam mendadak tinggi dan terus menerus selama 2-7 hari,
kemudian suhu tubuh akan turun dengan cepat. Demam jarang
mencapai suhu 40o celcius. Kadang-kadang pada hari ke-3 atau ke-4
suhu tubuh akan turun sekitar 2 hari dan kemudian naik kembali.
Character, Quality
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa nyeri pada anggota badan (kepala, bola mata, punggung
dan sendi), ruam pada kulit dan bila terjadi hemokonsentrasi
penderita dapat mengeluh adanya mimisan, perdarahan gusi serta
kencing dan buang air besar hitam) Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan apakah sebelum tidur menyemprot atau memakai
antinyamuk serta memakai kelambu. (sebelum tidur tidak pernah
menyemprot atau memakai antinyamuk serta tidak pernah memakai
kelambu) Anamnesis Faktor Penyebab (Vektor)
Dokter menanyakan apakah terdapat wabah penyakit tertentu di lingkungan
tempat tinggal pasien. (ya, di lingkungan tempat tinggal terdapat wabah
demam berdarah dengue). Anamnesis Faktor Penyebab
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya (pernah, namun dapat sembuh dengan obat
penurun panas) Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu

Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien (sedarah),


yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien.
(ibu pasien juga menderita penyakit yang sama namun sudah sembuh
setelah diinfus di puskesmas rawat inap) Anamnesis Riwayat Penyakit

Keterampilan Klinik
Semester III 177
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (iya dokter,
anak saya sudah berobat kebidan, dikasi obat penurun panas :
parasetamol namun tidak sembuh juga) Anamnesis Riwayat
Pengobatan
Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di pinggiran sawah dekat dan disamping rumah banyak
terdapat tumpukan kaleng cat bekas yang berisi air hujan) Anamnesis
Riwayat Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya tidak mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 178
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (3) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Icha, usia 34 tahun, wanita, ditemani oleh suaminya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
3. Malaria Tertiana
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, status pernikahan, suku bangsa,
alamat dan pekerjaan pasien. (pasien dibawa oleh suaminya, berjenis
kelamin perempuan, dengan usia 34 tahun) Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (demam tinggi, keluhan dirasakan sejak 7 hari yang lalu)
Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (suhu tubuh meningkat secara perlahan-lahan
setiap 3 hari dan disertai hari bebas demam diantara demam) Onset,
Provoking Factor
Dokter meminta pasien menjelaskan ciri khas demam yang dialami.
(Sebelum demam pasien menggigil selama 15 menit hingga satu jam,
puncak demam antara 2-6 jam dan berkeringat antara 2-4 jam. Demam
akan mereda secara bertahap) Character, Quality
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa pusing, muntah-muntah, muka memerah dan saat demam
berkeringat, badan terasa sangat lelah serta lemah) Keluhan
Tambahan
Dokter menanyakan apakah sebelum tidur menyemprot atau memakai
antinyamuk serta memakai kelambu. (tidur tidak pernah tidur
menyemprot atau memakai antinyamuk serta memakai kelambu)
Anamnesis Faktor Penyebab (Vektor)
Dokter menanyakan apakah terdapat wabah penyakit tertentu di lingkungan
tempat tinggal pasien. (ya, di lingkungan tempat tinggal terdapat wabah
malaria). Anamnesis Faktor Penyebab
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya (pernah, namun demam timbul tiap 2 hari dan
dirawat di puskesmas rawat inap) Anamnesis Riwayat Penyakit
Terdahulu
Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien (sedarah),
yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien.
(ibu pasien juga menderita penyakit yang sama namun sudah sembuh
setelah diinfus di puskesmas rawat inap) Anamnesis Riwayat Penyakit
Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (iya dokter,
anak saya sudah berobat kebidan, dikasi obat penurun panas :

Keterampilan Klinik
Semester III 179
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

parasetamol namun tidak sembuh juga) Anamnesis Riwayat


Pengobatan
Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di perumahan perkebunan kelapa sawit) Anamnesis Riwayat
Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya tidak mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 180
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (4) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Hendra, usia 10 tahun, pria, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik Penyakit
Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan FK UISU
dengan keluhan bruntus (bintil-bintil) berisi cairan pada seluruh tubuh. Hal ini
dialami sejak seminggu ini. Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini
dalam upaya menegakkan diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
4. Varicella
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, suku bangsa, alamat dan jenjang
pendidikan pasien. (pasien dibawa oleh ibunya, anak tersebut berjenis
kelamin laki-laki, dengan usia 10 tahun). Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (bruntus berisi cairan pada seluruh tubuh, keluhan
dirasakan sejak 2 hari yang lalu). Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (Lesi diawali dengan timbulnya ruam kemerahan
pada seluruh tubuh yang terasa gatal. Dalam beberapa jam ruam akan
berubah menjadi bintil-bintil berisi cairan yang berbentuk seperti
tetesan embun (tear drops) dan tidak mudah pecah. Bila digaruk bintil
dapat pecah dan menimbulkan bekas (”bopeng”). Bintil-bintil (vesikel)
akan matang dalam 24 jam dan menjadi kerak (krusta). Onset,
Provoking Factor
Dokter menanyakan apakah ada keluhan tersebut disertai gangguan
persarafan seperti nyeri, rasa panas, dan rasa baal pada daerah ruam,
(tidak terdapat gangguan persarafan). Anamnesis Menyingkirkan
Faktor Penyebab
Dokter menanyakan bagaimana penyebaran bintil-bintil yang terjadi (Bintil-
bintil awalnya terdapat pada badan, kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas). Radiation
Dokter meminta pasien menjelaskan gejala awal yang dialami sebelum
timbulnya bruntus. (Sebelumnya pasien mengalami demam, malaise
(tidak enak badan), nyeri kepala, dan nyeri otot). Character
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa nafsu makan menurun, mual, dan rasa gatal pada ruam)
Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya, (belum pernah) Anamnesis Riwayat Penyakit
Terdahulu
Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien atau orang
di sekitar rumah, yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang sama
dengan pasien. (abang pasien juga sedang menderita penyakit yang
sama namun sudah sembuh dengan sendirinya dua hari yang lalu)
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (belum dokter)

Keterampilan Klinik
Semester III 181
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Anamnesis Riwayat Pengobatan


Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di pemukiman kumuh dengan jarak antar rumah yang rapat)
Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya tidak mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 182
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (5) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Fauzi, usia 11 tahun, pria, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik Penyakit
Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan FK UISU
dengan keluhan buang air besar (BAB) berdarah. Hal ini dialami sejak tiga hari ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini dalam upaya menegakkan
diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
5. Disentri Basiler
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, suku bangsa, alamat dan jenjang
pendidikan pasien. (pasien dibawa oleh ibunya, anak tersebut berjenis
kelamin laki-laki, dengan usia 11 tahun) Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (BAB berdarah, keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu)
Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (BAB bercampur darah yang timbul secara
mendadak). Onset, Provoking Factor
Dokter meminta pasien menjelaskan sifat BAB yang dialami. (Diawali
dengan buang air besar seperti air dengan sedikit darah yang
berulang lebih dari 3 kali dalam. Tinja berlendir dengan warna
kemerah-merahan (red currant jely). Character
Dokter menanyakan apakah tinja juga tampak berbuih-buih seperti air
cucian beras. (Tinja hanya tampak berlendir bercampur darah).
Anamnesis Menyingkirkan Faktor Penyebab
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa demam mendadak dengan suhu bervariasi, sakit kepala,
sakit perut yang terus menerus seperti melilit, terutama di sebelah
kiri, mual, muntah-muntah dan rasa lemas). Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya, (belum pernah) Anamnesis Riwayat Penyakit
Terdahulu
Dokter menanyakan kebiasaan pasien sehari-hari apakah sering jajan
disembarang tempat/ dipinggir jalan (iya dokter, saya sering jajan
dipinggir jalan) Anamnesis Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien atau orang
di sekitar rumah, yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang sama
dengan pasien. (kakak pasien juga sedang menderita penyakit yang
sama namun sudah sembuh setelah berobat ke puskesmas)
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (iya dokter,
anak saya sudah berobat kebidan, dikasi obat mencret namun tidak
sembuh juga) Anamnesis Riwayat Pengobatan
Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal

Keterampilan Klinik
Semester III 183
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

pasien di pinggiran sungai dekat dengan tempat pembuangan sampah


dan sehari-hari menggunakan air sungai untuk MCK) Anamnesis
Riwayat Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya sedikit mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 184
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR (6) : Untuk Latihan

SKENARIO
Si Fauziahir, usia 9 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan gatal-gatal di sekitar dubur terutama pada malam hari.
Hal ini dialami sejak sebulan ini. Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini
dalam upaya menegakkan diagnosis!

Langkah / Tugas Pengamatan


No.
ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI Ya Tidak
6. Penyakit Kecacingan yang Ditularkan Melalui Tanah
Dokter mengucapkan salam, dan mempersilahkan pasien untuk duduk.
Dokter memperkenalkan dirinya kepada pasien dan keluarganya.
Dokter menanyakan nama, usia, agama, suku bangsa, alamat dan jenjang
pendidikan pasien. (pasien dibawa oleh ibunya, anak tersebut berjenis
kelamin perempuan, dengan usia 9 tahun). Anamnesis Pribadi
Dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien sangat mengganggu
sehingga dirinya datang berobat, dan sudah berapa lama keluhan
dirasakan. (Rasa gatal disekitar dubur terutama pada malam hari,
keluhan dirasakan sejak sebulan yang lalu). Keluhan Utama
Dokter meminta pasien menceritakan, bagaimana mula terjadinya keluhan
yang dialami pasien. (Awalnya rasa gatal dialami disekitar dubur,
kemudian melebar hingga disekitar dubur dan selangkangan,
terutama pada malam hari hingga pagi hari). Onset, Provoking Factor
Dokter menanyakan apakah keluhan lain yang dirasakan. (iya, keluhan
lain berupa batuk-batuk, nyeri perut, perut buncit, badan lemas dan
mudah capek (anemia), gatal-gatal dan timbulnya ruam pada kulit
kaki, rasa tidak enak di ulu hati, sulit buang air besar, tidak mau
makan dan rewel, mual, muntah). Keluhan Tambahan
Dokter menanyakan kebiasaan sehari-hari. (pasien sering bermain di
luar rumah tanpa memakai alas kaki, memakan makanan yang terjatuh
di tanah, menggigit-gigit mainannya walau sudah menyentuh tanah,
sering membantu ayahnya untuk membajak sawah, membantu
menyebarkan pupuk kandang di kebun sayur, dan suka memakan
sayur selada segar tanpa mencucinya terlebih dahulu, serta jarang
mencuci tangan sebelum makan). Anamnesis Kebiasaan Sehari-hari.
Dokter menanyakan apakah keluhan seperti ini sudah pernah dialami
pasien sebelumnya, (sudah pernah, namun tidak separah rasa gatal
yang dialaminya sekarang) Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu
Dokter menanyakan apakah ada anggota keluarga dekat pasien atau orang
di sekitar rumah, yang juga menderita penyakit dengan keluhan yang
sama. (adik pasien juga sedang menderita keluhan yang sama)
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (belum dokter)
Anamnesis Riwayat Pengobatan
Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di pemukiman kumuh dengan jarak antar rumah yang rapat,
terletak dipinggiran sungai, dekat dengan tempat pembuangan

Keterampilan Klinik
Semester III 185
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

sampah dan sawah) Anamnesis Riwayat Sosial Ekonomi


Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 1-2 kali sehari dengan lauk pauk seadanya) Anamnesis
Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya mengalami penurunan
sehingga tampak kurus) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 186
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


ANAMNESIS PENYAKIT TROPIS DAN INFEKSI
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :

RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
Telaah :
(Riwayat Penyakit Sekarang)

Riwayat Penyakit Terdahulu :


Anamnesis Organ & Sistem :
Anamnesis Riwayat Pribadi :
Anamnesis Riwayat Keluarga :
Anamnesis Riwayat Pengobatan :
Anamnesis Sosial Ekonomi :
Anamnesis Gizi :

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 187
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Keenambelas

PEMERIKSAAN TORNIQUET (RUMPLE LEED TEST)

I. PENDAHULUAN
Salah satu manifestasi perdarahan yang sering ditemukan adalah petekie. Petekie
merupakan ektravasasi sel darah merah (eritrosit) ke dalam kulit atau selaput lendir (mukosa)
dengan manifestasi berupa makula kemerahan superfisial berukuran milier dengan diameter
kira-kira 2 mm, yang tidak hilang pada penekanan. Petekie dapat mengalami perubahan
warna, awalnya merah kemudian menjadi kebiruan, semakin memudar dan akhirnya hilang.
Petekie dapat timbul dengan dua cara yaitu secara spontan, karena kelainan hematologi,
atau diprovokasi dengan melakukan uji tourniquet (rumple leed test). Uji torniquet bertujuan
untuk menguji ketahanan kapiler darah, dengan cara melakukan pembendungan kepada vena-
vena, sehingga terjadi penekanan darah terhadap dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh
suatu sebab menjadi kurang kuat, akan rusak dikarenakan pembendungan tersebut, sehingga
darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke jaringan sekitarnya (kulit atau mukosa),
yang akan tampak sebagai petekie.

1.2 Prosedur Pemeriksaan Uji Torniquet


 Tentukan lokasi daerah tubuh yang akan dilakukan uji torniquet. Umumnya uji torniquet
dilakukan pada lengan bawah atau tungkai bawah.
 Lakukan pemeriksaan tekanan darah penderita kemudian catat nilai tekanan sistole dan
diastolenya.
 Jumlahkan nilai pada tekanan darah sistole dengan nilai pada tekanan darah diastole. Nilai
hasil penjumlahan kemudian dibagi dua. Catatlah nilai tersebut.
 Istirahatkan pasien selama ± 2 menit sebelum melakukan uji torniquet.
 Lakukan uji torniquet dengan membendung aliran darah penderita dengan mengunakan
tensimeter sampai dengan nilai yang dicatat tadi.
 Beri lingkaran dengan menggunakan pena pada kulit lengan bawah bagian volar, dengan
garis tengah ± 5 cm, kira-kira 4 cm sebelah distal dari fossa cubiti.
 Tahan bendungan pada angka tersebut selama ± 10 menit.

Gambar 2. Uji Torniquet (Rumple Leed Test) Positif

Keterampilan Klinik
Semester III 188
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Lepaskan lilitan bladder cuff dan tunggu sampai tanda-tanda stasis darah hilang, yang
ditandai dengan kembalinya warna kulit daerah lengan yang dibendung seperti keadaan
semula.
 Carilah adanya petekie yang timbul pada lingkaran pada kulit lengan bawah bagian volar,
kemudian hitung jumlah petekie yang timbul.
 Hitung juga jumlah petekie yang timbul pada kulit lengan bawah bagian volar di sebelah
distal lingkaran tersebut.
 Bila ditemukan lebih dari 10 buah petekie di dalam lingkaran, maka uji torniquet (rumple
leed test) dinyatakan positif.

1.1 Penilaian Pemeriksaan Uji Torniquet


 Bila petekie terlihat halus dan baru tampak dengan kaca pembesar = 1 +
 Bila terlihat dengan jelas lebih kurang 10 petekie = 2 +
 Bila terlihat dengan jelas banyak petekie (> 10 buah) = 3 +
 Bila seluruh lengan bawah penuh dengan petekie = 4 +

Keterampilan Klinik
Semester III 189
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

II. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
20 menit Responsi Mahasiswa oleh Instruktur. Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar
(Overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh instruktur, instruktur
memperlihatkan cara-cara melakukan
prosedur uji torniquet (rumple leed ).
Instruktur
Mahasiswa melakukan latihan cara
55 menit dan
melakukan prosedur uji torniquet.
Mahasiswa
Mahasiswa melakukan latihan role play
secara bergantian dengan dibimbing oleh
instruktur (Coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
20 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan (feedback)
kepada mahasiswa.
15 menit Instruktur
Instruktur memberikan Post Test dan Tugas
Mandiri dan menutup acara pelatihan.

III. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :


1. Dapat mengetahui prosedur uji torniquet (C1)
2. Terampil melakukan prosedur uji torniquet (3)

Keterampilan Klinik
Semester III 190
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

3.2 PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam 10 kelompok kecil yang terdiri 6 - 8 orang setiap
kelompok.
2. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan koordinator laboratorium keterampilan.
3. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
20 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (Overview)
10 menit Demonstrasi
Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
25 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup

1. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
2. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
3. Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan Kursi Minimal 1 Set
 Kursi ( 8 buah )
 Sphygmomanometer Air Raksa
 Stetoskop
 Stopwatch / Jam tangan hitungan detik (jarum)
 Penggaris
 Spidol
 Kaca pembesar
4. Materi Kegiatan / Latihan :
 Prosedur Uji Torniquet (Rumple Leed Test)

Keterampilan Klinik
Semester III 191
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

RUJUKAN

1. Gandasoebrata R. Percobaan Pembendungan. Penuntun Laboratorium Klinik. 8th


edition. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat ; 1995. p. 53-4
2. Taher N, Bakar B, Khor R, Taher E, Sanuddin O, Rachmawaty S, Mainiadi. Percobaan
Pembendungan (Tourniquet Test). Buku Penuntun Praktikum Patologi Klinik. 2nd
edition. Medan : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sumatera Utara ; 1999. p. 19-20
3. World Health Organization. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan,
Pencegahan dan Pengendalian. In: Yasmin A, ed. 2nd edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 1999. p. 18-28

Keterampilan Klinik
Semester III 192
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR ( Untuk Latihan )

Pengamatan
No Langkah / Tugas
Ya Tidak
1. Prosedur Uji Torniquet
Pasien dipersilahkan duduk / berbaring.
Pasang bladder-cuff di pertengahan lengan atas (medial) pasien, diatas
arteri brakialis. Bagian bawah cuff 2,5 cm di atas fossa antecubiti.
Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat atau longgar.
Posisikan lengan pasien sedikit fleksi pada sikunya.
Sebelum cuff dipompa, bukalah kunci tekanan manometer, kemudian
katup pompa dikunci.
Hadapkanlah manometer ke arah pemeriksa.
Tentukan tinggi tekanan yang akan dipompa dengan cara :
 Perkirakan tekanan darah sistolik dengan cara palpasi arteri
brakialis. Rabalah arteri brakialis, dengan jari kedua dan ketiga kiri
 Pompa cuff dengan perlahan-lahan sehingga rabaan pulsasi arteri
brakialis menghilang
 Saat yang bersamaan, bacalah skala yang ditunjukkan manometer,
kemudian ditambahkan 30 mmHg
 Nilai yang didapatkan, dipergunakan untuk menentukan target
tekanan cuff saat pemeriksaan, sehingga dapat mencegah
ketidaknyamanan pasien yang disebabkan tekanan cuff yang terlalu
tinggi.
Buka kunci katup pompa, kempiskanlah cuff secara cepat dan sempurna,
tunggulah selama 15-30 detik.
Pakailah stetoskop dengan ujung-ujung mengarah sesuai posisi anatomi
liang telinga.
Letakkanlah diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. Pastikan seluruh
diafragma stetoskop menempel pada permukaan lengan.
Pompa cuff sampai mencapai nilai jumlah tekanan yang telah ditetapkan
tadi.
Turunkan tekanan secara perlahan-lahan sekitar 2-3 mmHg per detik.
Dengarkanlah secara seksama. Catatlah angka skala pada manometer
dimana suara Korotkoff terdengar pertama kali, yang dinyatakan sebagai
tekanan sistolik.
Turunkan terus tekanan cuff perlahan sampai suara Korotkoff semakin
melemah hingga hilang sama sekali. Catatlah angka skala pada
manometer dimana suara Korotkoff tidak terdengar lagi, yang dinyatakan
sebagai tekanan diastolik.
Turunkan terus tekanan cuff secara perlahan hingga angka skala pada
manometer menunjukkan angka 0.
Catatlah kedua angka tekanan tadi. Tekanan darah dinyatakan dengan
nilai tekanan sistolik per diastolik.
Jumlahkan angka tekanan sistole dan diastole kemudian bagi dua. Catat
angka tersebut.
Istirahatkan pasien selama ± 2 menit sebelum melakukan uji tourniquet.
Lakukan uji torniquet dengan membendung aliran darah penderita
dengan mengunakan tensimeter sampai dengan nilai yang dicatat tadi.

Beri lingkaran dengan menggunakan pena pada kulit lengan bawah


bagian volar, dengan garis tengah ± 5 cm, kira-kira 4 cm sebelah distal
dari fossa cubiti.
Tahan bendungan pada angka tersebut selama ± 10 menit.

Keterampilan Klinik
Semester III 193
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Lepaskan lilitan bladder cuff dan tunggu sampai tanda-tanda stasis darah
hilang, yang ditandai dengan kembalinya warna kulit daerah lengan yang
dibendung seperti keadaan semula.
Carilah adanya petekie yang timbul pada lingkaran pada kulit lengan
bawah bagian volar, kemudian hitung jumlah petekie yang timbul.
Hitung juga jumlah petekie yang timbul pada kulit lengan bawah bagian
volar di sebelah distal lingkaran tersebut.
Bila ditemukan lebih dari 10 buah petekie di dalam lingkaran, maka uji
torniquet (rumple leed test) dinyatakan positif.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 194
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


PROSEDUR UJI TORNIQUET (RUMPLE LEED TEST)
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 195
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik Ketujuhbelas

ROSER PLASTY

I. PENDAHULUAN
Roser plasty adalah tindakan membuang tepi kuku (kira-kira 1/3 bagian dengan tujuan
tertentu). Indikasi tindakan ini terutama adanya unguis inkarnatus (ingrown toenail), yaitu suatu
keadaan, dimana tepi kuku tumbuh masuk ke dalam daging. Gejala unguis inkarnatus, antara
lain adalah nyeri pada kuku yang terkena, tepi yang terlihat membengkak, dan terdapatnya
tanda-tanda radang.

I.1. Tujuan
Menghilangkan keluhan/gejala-gejala dan tanda-tanda dari kelainan yang dialami penderita

I.3. Indikasi
- Unguis inkarnatus / Ingrown Nail : tepi kuku tumbuh dan masuk kedalam kulit/daging
Keluhan/gejala dan tanda
- Nyeri
- Bengkak
- Memerah
- Dapat terjadi infeksi dan terbentuk pernanahan

Unguis inkarnatus / Ingrown


Nail

Penyebab unguis inkarnatus / Ingrown Nail


1. Sepatu yang terlalu sempit pada ujungnya.
2. Perawatan kuku yang kurang benar, menggunting kuku atau membersihkan tepi kuku dengan
alat yang tajam sehingga terjadi luka. Kuku yang tumbuh dan masuk kedalam luka dan timbul
jaringan granulasi.

I.2. Peralatan
 Instrumen Bedah:
 Gunting diseksi Mayo (1 buah).

Keterampilan Klinik
Semester III 196
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Sonde beralur (1 buah).


 Klem arteri pean lurus (2 buah).
 Gagang pisau no.3 dan mata pisau yang sesuai (1 buah).
 Wound curret (1 buah).
 Pinset anatomis (1 buah).
 Pinset jaringan (1 buah).
 Spuit 5cc (1 buah).
 Nail clipper/splitter
 Nail elevator
 Straight forceps/klem lurus
 Nail currete/kuret kuku

Nail elevator
Nail clipper

Nail currete

 Bahan Habis Pakai


1. Sarung tangan
2. Lidokain 2 %
3. Povidone Iodine 10 %
4. Alkohol 70 %
5. Kain kasa steril

Keterampilan Klinik
Semester III 197
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

 Anastesi Lokal (dipakai prokain, atau lidokain tanpa adrenalin).

I.3. Teknik Roser Plasty


 Operator mencuci tangan dengan sabun antiseptik, dan mengeringkan tangan dengan
handuk steril.
 Pakailah sarung tangan steril.
 Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah dilumuri betadine pada
lapangan operasi dengan menggunakan klem penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua
kali. Gantilah kasa dengan kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan asepsis.
 Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah dilumuri alkohol
70%, dengan menggunakan klem penjepit, secara sentripetal sebanyak dua kali.
 Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
 Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri, dan kanan, untuk
memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut.
 Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang, sehingga mencapai
matriks kuku.
 Gunting kuku di atas sonde.
 Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke arah sisi jari, sehingga
kuku terlepas dari dasarnya.
 Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
 Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari.
 Bila perlu, jahitlah kulit pentup matriks, biasanya cukup satu jahitan saja.
 Tutuplah luka dengan salep, atau betadine®, kemudian tutup dengan kassa steril.

Roser Plasty (diambil dari buku atlas berwarna bedah minor)

Gambar 17. Unguis inkarnatus (ingrown toenail) pada ibu jari kaki kanan

Keterampilan Klinik
Semester III 198
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 18. Pasca anastesi blok, 1/3 bagian tepi kuku digunting dari ujung hingga ke matriks kuku

Gambar 19. Daging di daerah kuku yang tertanam disayat untuk membuang nekrosis dan granuloma

Gambar 20. Tepi kuku diklem, lalu diputar ke samping hingga terlepas. Dasar kuku & matriks dikerok

Keterampilan Klinik
Semester III 199
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar 21. Kulit penutup matriks ditutup dengan satu jahitan. Luka diberi betadine dan ditutup kassa

Keterampilan Klinik
Semester III 200
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

IV. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktivitas Keterangan


Tiap kelompok kecil didampingi oleh seorang
instruktur.
20 menit Responsi Mahasiswa oleh Instruktur. Instruktur
Introduksi dan Penyampaian Pengantar
(Overview) rancangan kegiatan pelatihan.
Demonstrasi oleh instruktur, instruktur
memperlihatkan cara-cara Teknik roser plasty
Instruktur
pada kuku.
45 menit dan
Mahasiswa melakukan latihan role play
Mahasiswa
secara bergantian dengan dibimbing oleh
instruktur (coaching).
Mahasiswa melakukan latihan mandiri diawasi
20 menit Mahasiswa
oleh instruktur.
Instruktur memberikan masukan (feedback)
kepada mahasiswa.
15 menit Instruktur
Instruktur memberikan Post Test dan Tugas
Mandiri dan menutup acara pelatihan.

V. PEDOMAN INSTRUKTUR

3.1. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti kegiatan ini, diharapkan mahasiswa :


1. Terampil dalam melakukan prosedur roser plasty pada kuku.

3.2 PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam 10 kelompok kecil yang terdiri 6 - 8 orang setiap kelompok.
2. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan koordinator laboratorium keterampilan.
3. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :

Waktu Aktivitas Keterangan


Perkenalan
20 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (Overview)
10 menit Demonstrasi
Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
25 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Instruktur
Tugas Mandiri

Keterampilan Klinik
Semester III 201
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Penutup

5. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).

6. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.


Alat dan Bahan yang diperlukan :
 Meja dan Kursi Minimal 1 Set
 Kursi ( 8 buah )
 Gunting diseksi Mayo (1 buah).
 Sonde beralur (1 buah).
 Klem arteri pean lurus (2 buah).
 Gagang pisau no.3 dan mata pisau yang sesuai (1 buah).
 Wound curret (1 buah).
 Pinset anatomis (1 buah).
 Pinset jaringan (1 buah).
 Spuit 5cc (1 buah).
 Anastesi Lokal (dipakai prokain, atau lidokain tanpa adrenalin)
 Doek berlubang.
 Sarung tangan steril.
 Kassa steril secukupnya.
 Cairan antiseptik.

7. Materi Kegiatan / Latihan :
 Roser plasty kuku

RUJUKAN

1. Buku Ajar ilmu Bedah. Sjamsuhidajat R, de Jong W,eds. Edisi revisi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1998.
2. Kumpulan Kuliah Patologi, Himawan S,ed. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi FK-UI ;
1990.
3. Karakata S, Bachsinar B. Berbagai Tindakan Bedah Minor. In : Oswari J, ed. Bedah
Minor. 3rd edition. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1996 .p. 144-6.
4. Bachsinar B, Siregar B.M. Kista Sebasea Pada Telinga. In : Wijaya C, ed. Atlas
Berwarna dan Dasar-Dasar Teknik Bedah Minor. 1st edition. Jakarta : Penerbit Widya
Medika ; 1995 .p. 120-3.

5. Bachsinar B, Siregar B.M. Lipoma Pada Lengan Atas. In : Wijaya C, ed. Atlas
Berwarna dan Dasar-Dasar Teknik Bedah Minor. 1st edition. Jakarta : Penerbit Widya
Medika ; 1995 .p. 107-9.

Keterampilan Klinik
Semester III 202
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

LEMBAR PENGAMATAN INSTRUKTUR ( Untuk Latihan )

Pengamatan
No Langkah / Tugas
Ya Tidak
1. BEDAH MINOR (ROSER PLASTY)
Operator mencuci tangan dengan sabun antiseptik, dan mengeringkan
tangan dengan handuk steril.
Pakailah sarung tangan steril.
Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan klem
penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah kasa dengan
kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan asepsis.
Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang
telah dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem penjepit, secara
sentripetal sebanyak dua kali.
Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri,
dan kanan, untuk memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut.
Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang,
sehingga mencapai matriks kuku.
Gunting kuku di atas sonde.
Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke
arah sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya.
Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari.
Bila perlu, jahitlah kulit penutup matriks, biasanya cukup satu jahitan
saja.
Tutuplah luka dengan salep, atau betadine®, kemudian tutup dengan
kassa steril.
Operator mencuci tangan dengan sabun antiseptik, dan mengeringkan
tangan dengan handuk steril.
Pakailah sarung tangan steril.
Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan klem
penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah kasa dengan
kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan asepsis.
Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang
telah dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem penjepit, secara
sentripetal sebanyak dua kali.
Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri,
dan kanan, untuk memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut.
Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang,
sehingga mencapai matriks kuku.
Gunting kuku di atas sonde.
Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke
arah sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya.
Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari.

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 203
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

FORMULIR HASIL LATIHAN


BEDAH MINOR (ROSER PLASTY)
(Hasil Latihan Role Play - Mahasiswa)

Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :

LAPORAN HASIL LATIHAN

Tanda Tangan Instruktur,

( )

Keterampilan Klinik
Semester III 204
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara

Keterampilan Klinik
Semester III 205

Anda mungkin juga menyukai