SEMESTER III
BUKU PANDUAN
TIM PENYUSUN MODUL
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
KETERAMPILAN KLINIK
SEMESTER III
BUKU PANDUAN
LABORATORIUM KETERAMPILAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 1
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Penyusun :
SKILL LABS FK UISU
PAKAR BAGIAN TERKAIT
Editor :
MEU FK UISU
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 2
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 3
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat,
bimbingan, petunjuk-Nya atas selesainya Rancangan Buku Panduan Keterampilan
Klinik Semester III Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara yang
merupakan karya dan kerja keras Tim Skills Lab FK UISU dan para pakar serta
kontributor ilmu yang terlibat, walau masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan SK-
Mendiknas No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis
Kompetensi, Standar Kompetensi Dokter sesungguhya merupakan bagian dari
Standar Pendidikan Profesi Dokter.
Akhir kata, kami berharap Buku Panduan Keterampilan Klinik Semester III, ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga segala usaha yang telah dilakukan,
dapat berhasil guna dalam rangka mencapai tujuan, Misi, dan Visi Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara. Amin.
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 4
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Rujukan
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 5
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Tata tertib yang harus diketahui Instruktur untuk kelancaran acara pelatihan ini
adalah :
1. Instruktur / pelatih diharapkan hadir 15 menit sebelum acara pelatihan dimulai
2. Jika instruktur tidak dapat hadir sesuai dengan jadwal yang ditentukan,
instruktur harus melapor ke Pengelola Keterampilan Klinik Semester I yang
berkoordinasi dengan unit Laboratorium Keterampilan Klinik (Skills Lab) FK
UISU, paling lambat 1 hari sebelumnya, yaitu kepada :
dr. Sinta Veronica, M.Kes (082368371983) dr. Rahmadani Sitepu, M.Kes (081260334569)
dr. Nanda Novziransyah, M.Kes (081396105437) dr. Mayasari Rahmadhani, M.Kes (081360500048)
3. Instruktur harus berada di ruangan keterampilan klinik selama proses pelatihan
berlangsung, yaitu selama 2 x 50 menit (± 100 menit) / pertemuan latihan.
4. Setiap instruktur wajib mengisi dan mengembalikannya kepada Pengelola
Keterampilan Klinik Semester 1 setelah pelatihan selesai, yaitu:
Lembaran berita acara pelatihan.
Lembaran daftar absensi (kehadiran) mahasiswa acara pelatihan.
Lembaran evaluasi/hasil pengamatan instruktur terhadap keterampilan
mahasiswa (bila ada).
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 6
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
SEMESTER III 7
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ yang lain, anamnesis pada penyakit sistem
gastroenterohepatologi haruslah dilakukan secara sistematis, dan dengan sikap yang
mencerminkan profesionalitas sebagai seorang dokter. Anamnesis dimulai dengan
menentukan keluhan utama pasien, memikirkan berbagai diagnosis banding yang mungkin
berdasarkan keluhan utama tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menggali informasi
sebanyak mungkin dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, berdasarkan
sistematika anamnesis, dan pengetahuan klinis yang dimiliki oleh dokter. Dengan melakukan
anamnesis yang baik dan terstruktur, seorang dokter dapat menegakkan diagnosis dengan
ketepatan hingga sekitar 65 %.
Sistematika anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi, memiliki kerangka yang
terdiri dari beberapa komponen, yaitu anamnesis riwayat pribadi, anamnesis keluhan utama,
anamnesis penyakit sekarang, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis organ, anamnesis
riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi, dan
anamnesis gizi.
Data-data tersebut merupakan identitas pasien dan penting untuk diketahui, karena
terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan epidemiologi atau insidensi suatu
penyakit. Misalnya mengenai umur, penyakit tukak lambung dan tukak duodenum memiliki
insidensi yang tinggi pada kelompok usia di atas 45 tahun.
Pengaruh jenis kelamin terhadap insidensi penyakit sistem gastroenterohepatologi dapat
dilihat pada kasus kolesistitis yang lebih banyak diderita pasien berjenis kelamin wanita
terutama dengan kegemukan dibandingkan pria, atau pada kasus tumor gaster yang lebih
banyak diderita pasien pria daripada wanita dengan perbandingan 2:1.
Keterampilan Klinik
Semester III 1
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
boleh diabaikan, walaupun seandainya setelah dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
ternyata ditemukan penyakit lain yang lebih serius.
Beberapa keluhan utama sistem gastroenterohepatologi yang sering diutarakan pasien
antara lain adalah :
Nyeri Abdomen.
Merupakan keluhan utama yang paling sering diutarakan, yakni sekitar 30 sampai 50%
pada pasien penyakit sistem gastroenterohepatologi yang datang berobat ke dokter umum
maupun spesialis. Keluhan ini, dapat merupakan variasi kondisi dari yang bersifat sangat
ringan, hingga yang dapat berakibat fatal.
Penyebab nyeri abdomen sangat beragam, sehingga bila pasien datang dengan keluhan
nyeri abdomen, pertama kali harus dipikirkan apakah nyeri berasal dari abdomen (abdominal),
atau disebabkan penyebab atau proses di luar abdomen (ekstra abdominal).
Langkah selanjutnya, pemeriksa mengelaborasi keluhan nyeri abdomen dengan
menggunakan metode OLDCART atau OPQRST. Misalnya onsetnya akut atau kronik, lokasi
nyeri abdomen, karakter dan kualitas dari nyeri (apakah konstan, atau intermitten, apakah
tajam atau tumpul, ringan atau berat semakin memberat atau tidak), penjalaran nyeri, dan
faktor yang dapat meringankan, atau memperberat nyeri.
Keterampilan Klinik
Semester III 2
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Diare
Diare adalah meningkatnya frekuensi buang air besar, disertai dengan perubahan
konsistensi feses menjadi cair. Batasan klinis diare adalah bila frekuensi buang air besar lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi cair. Diare dapat digolongkan menjadi diare akut bila
berlangsung kurang dari 15 hari, atau diare kronik bila berlangsung lebih dari 15 hari.
Beberapa contoh pertanyaan dengan berpedoman pada metode OLDCART atau OPQRST
yang perlu ditanyakan pada pasien dengan keluhan diare antara lain adalah :
Kapan timbul dan sudah berapa pasien menderita diare.
Bagaimana bentuk dan warna tinja, apakah tinja bercampur lendir atau darah.
Apakah diare disertai dengan rasa nyeri atau tidak.
Apakah pasien terbangun di malam hari karena diare. Ditanyakan pada dugaan diare yang
berat, misalnya kolitis ulseratif, salmonellosis, atau disentri akut.
Keterampilan Klinik
Semester III 3
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Dalam penulisan keluhan utama harus ditanyakan sudah berapa lama pasien mengalami
keluhan tersebut. Misalnya nyeri ulu hati sejak 5 hari yang lalu, atau mencret-mencret sejak
seminggu yang lalu. Selain menanyakan keluhan utama, tanyakan juga apakah ada keluhan
lain yang dirasakan pasien yang merupakan keluhan tambahan, seperti, mual, muntah, badan
terasa lemas, perut kembung, nafsu makan berkurang, dan lain sebagainya.
Setelah menentukan keluhan utama, langkah selanjutnya adalah memikirkan diagnosis
banding, dimana dokter harus memikirkan segala kemungkinan penyakit yang mungkin.
Keterampilan Klinik
Semester III 4
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keluhan Utama
Keterampilan Klinik
Semester III 5
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Selain metode OLDCART, dapat digunakan metode OPQRST untuk menggali informasi
pada keluhan utama. Contoh penggunaan metode OPQRST, 1) Keluhan atau gejala klinis
terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (onset). 2) Adakah pencetus yang menimbulkan
keluhan (palliating/provoking factor). 3) Sifat dan beratnya serangan atau gejala klinis yang
terjadi, apakah terjadi secara terus menerus atau hilang timbul, apakah gejala klinis yang
timbul cenderung bertambah berat atau berkurang (quality). 4) Penyebaran dari keluhan
(radiation). 5) Apakah keluhan timbul saat pasien berada pada tempat tertentu (site). 6)
Kapan keluhan timbul, apakah keluhan paling dirasakan pada waktu tertentu, misalnya pada
pagi, atau malam, setiap saat, atau tidak menentu (time).
Keterampilan Klinik
Semester III 6
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 7
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 8
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 9
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja
Kursi 8
Pasien Simulasi (instruktur)
6. Materi Kegiatan / Latihan :
Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem gastroenterohepatologi, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem gastrointestinal dengan baik dan
benar, yang terdiri dari :
Anamnesis Pribadi
Anamnesis Keluhan Utama
Anamnesis Penyakit Sekarang
Anamnesis Penyakit Terdahulu
Anamnesis Organ/Sistem
Anamnesis Riwayat Pribadi
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis Sosial/Ekonomi
Anamnesis Gizi
Keterampilan Klinik
Semester III 10
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. Djojoningrat D. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th
edition. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. p . 287-90.
2. Daldiyono, Syam A.F. Nyeri Abdomen Akut. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia ; 2006. p . 305-6.
3. Pridady. Kolesistitis. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th edition. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. p
. 479-80.
4. Greenberger N.J, Isselbacher K.J. Penyakit Kandung Empedu Dan Duktus Biliaris. In :
Isselbacher K.J, Braunwald E, Martin J, Fauci A.S, Kasper D.L, eds. Harrison Prinsip-
Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
1995. p . 1693-5.
5. Hadi S. Keluhan Yang Sering Pada Gastroenterologi. Gastroenterologi. 2nd edition.
Bandung : Penerbit Alumni. 2002 : 17-57.
6. Davey P. Manifestasi Klinis at Glance : Gastroenterologi. In : Safitri A, ed. At a Glance
Medicine. 1st edition. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2006. p . 28-42.
7. Gleadle J. Sistem Gastrointestinal. In : Safitri A, ed. At a Glance Anamnesis Dan
Pemeriksaan Fisik. 1st edition. Jakarta : Penerbit Erlangga ; 2006. p . 28.
8. Dacre J, Kopelman P. Sistem Gastrointestinal. In : Listiawaty, editor. Alih Bahasa :
Pendit B.U. Buku Saku Keterampilan Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2004. p.109-25.
Keterampilan Klinik
Semester III 11
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 12
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 13
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
Tanda tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 14
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Abdomen adalah suatu rongga dalam badan yang terletak di bawah diafragma hingga
dasar panggul (pelvis). Pada abdomen terdapat organ-organ vital tubuh yang meliputi traktus
gastrointestinal pada rongga abdomen sebelah depan, dan traktus urogenitalia yang sebagian
besar terletak di sebelah belakang peritoneum.
Untuk memperkuat data-data yang ditemukan, dan menemukan kelainan-kelainan pada
abdomen yang tidak didapatkan pada anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik abdomen.
Pemeriksaan fisik abdomen, adalah pemeriksaan daerah perut di bawah arcus costae kanan-
kiri, hingga garis lipat paha, atau daerah inguinal.
Agar dapat melakukan pemeriksaan fisik abdomen dengan baik dan benar, pemeriksa
terlebih dahulu harus mengetahui titik-titik dan garis yang dapat dijadikan tolak ukur dalam
melakukan pemeriksaan fisik abdomen, serta mengetahui kuadran, dan regio-regio abdomen.
Keterampilan Klinik
Semester III 15
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Pembagian abdomen secara lebih rinci dilakukan dengan membagi abdomen menjadi 9
regio, yang didapatkan dari penarikan dua garis sejajar dengan garis median, dan dua garis
transversal, yaitu yang menghubungkan dua titik terbawah arcus costae, dan satu garis lagi
yang menghubungkan kedua spina illiaca anterior superior (SIAS). Kesembilan regio abdomen
pada permukaan anterior abdomen tersebut adalah :
Regio epigastrium.
Regio hipokondrium kanan.
Regio hipokondrium kiri.
Regio umbilikalis.
Regio lumbar kanan.
Regio lumbar kiri.
Regio illiaka kanan.
Regio illiaka kiri.
Regio hipogastrium, yang dikenal juga dengan regio suprapubik.
Keterampilan Klinik
Semester III 16
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
memiliki penerangan yang baik. Dokter hendaknya selalu didampingi seorang perawat, yang
dapat bertindak sebagai saksi untuk menghindari perlakuan yang tidak benar, ditinjau dari
pihak pemeriksa, maupun pasien.
Sebagaimana halnya pemeriksaan fisik pada sistem organ lainnya, jelaskanlah terlebih
dahulu prosedur pemeriksaan fisik yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang
dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien. Bila pasien setuju, mintalah
pasien untuk duduk atau berbaring dengan posisi supinasi, dengan kepala rata atau ditinggikan
sedikit dengan satu bantal, sementara kedua lengan berada di samping kiri dan kanan
tubuhnya. Jika kandung kemih dalam keadaan penuh, sebaiknya dikosongkan (kecuali pada
pemeriksaan palpasi kandung kemih) terlebih dahulu sebelum pemeriksaan dimulai.
Khusus untuk pemeriksaan fisik daerah abdomen, mintalah perawat untuk mengatur
pakaian pasien sehingga seluruh abdomen dapat terlihat mulai dari processus xyphoideus
hingga pinggir atas simfisis pubis, sedangkan bagian tubuh pasien yang tidak diperiksa,
ditutup dengan kain bersih.
Pemeriksa kemudian berdiri di sebelah kanan pasien, dan meminta pasien untuk rileks,
dan tidak menegangkan perutnya. Sistematika pemeriksaan fisik sistem gastrointestinal terdiri
dari lima tahapan secara berurutan, dimulai dari observasi, diikuti inspeksi abdomen, palpasi ,
perkusi, dan terakhir auskultasi abdomen.
Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di luar abdomen, yang
mungkin berkaitan dengan penyakit sistem gastroenterohepatologi. Observasi hendaknya
dilakukan secara sistematis dan cepat, dimulai dari ekstremitas superior, kepala dan leher,
dada, dan punggung bagian atas, genitalia, serta ekstremitas inferior.
Ekstremitas Superior
Kelainan pada ekstremitas superior yang berkaitan dengan penyakit pada hati, misalnya
eritema palmaris, kontraktur Dupuyren, leukonikia, dan clubbing finger. Eritema palmaris
adalah memerahnya bagian perifer telapak tangan akibat vasodilatasi perifer karena kelebihan
estrogen. Kelainan ini dapat ditemukan pada penyakit hati, yang disertai dengan penurunan
metabolisme estrogen di hati.
Kontraktur Dupuyren adalah deformitas fleksi, biasanya pada jari keempat dan kelima,
sedangkan leukonikia adalah memutihnya dasar kuku akibat hipoproteinemia pada penyakit
hati.
Keterampilan Klinik
Semester III 17
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 18
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 9. Ginekomastia Pada Pria Gambar 10. Spider Naevi (spider angiomata)
Inspeksi Abdomen
Teknik pemeriksaan inspeksi dilakukan dengan cara mengamati permukaan abdomen
secara seksama. Hal-hal yang perlu diperhatikan meliputi kesimetrisan abdomen, bentuk dan
ukuran abdomen (kontour), kondisi dinding abdomen, dan pergerakan abdomen selama
pernafasan.
Keterampilan Klinik
Semester III 19
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Kesimetrisan Abdomen
Dalam keadaan normal, pada pasien dalam posisi berbaring supinasi, dinding perut akan
terlihat simetris. Dinding perut dapat terlihat asimetris bila terdapat tumor, abses, atau
pelebaran setempat lumen usus.
Gambar 13. Dinding Abdomen Normal (simetris) Gambar 14. Dinding Abdomen Asimetris
Gambar 15. Kontour Dinding Abdomen Normal Gambar 16. Kontour Abdomen Pada Obesitas
Pada keadaan patolologis perut membuncit dapat disebabkan oleh ascites, kista ovarium,
ileus paralitik, ileus obstruktif, tumor intraabdomen, atau organomegali. Perut membuncit
secara keseluruhan, dapat disebabkan oleh penimbunan lemak, atau terkumpulnya air dan gas
yang berlebihan di dalam rongga abdomen.
Penonjolan dinding abdomen yang asimetris dan terlokalisasi, dapat menunjukkan adanya
kelainan pada organ abdomen yang berada di bawahnya. Misalnya penonjolan regio
Keterampilan Klinik
Semester III 20
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
suprapubis, karena kandung kemih yang terdistensi pada kasus pembesaran prostat, dan pada
kehamilan muda, atau penonjolan pada kuadran kanan atas perut dapat ditemukan pada kasus
pembesaran hepar, atau pembesaran kuadran kiri atas pada pembesaran limpa
(spleenomegali) masif.
Keterampilan Klinik
Semester III 21
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen dilakukan secara sistematis dan seksama, sehingga sedapat mungkin
seluruh dinding perut terpalpasi. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan, atau dua tangan
(bimanual), terutama pada pasien yang gemuk.
Pada palpasi abdomen, aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi) dengan
kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk pada pangkal paha dan
lutut. Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar suhunya menjadi sama dengan
dinding abdomen pasien untuk mencegah pasien terkejut saat pertama kali telapak tangan
disentuhkan pada dinding abdomen, kemudian pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Palpasi abdomen dilakukan dalam dua tahap, yaitu palpasi permukaan atau superficial
palpation, dan palpasi dalam, atau deep palpation.
Keterampilan Klinik
Semester III 22
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
mendekati daerah yang nyeri tekan. Palpasi dilakukan dengan menggunakan ruas terakhir dan
ruas tengah jari-jari tangan yang dominan, dan bukan dengan ujung jari-jari. Selama palpasi
dilakukan, perhatikanlah mimik muka pasien, sambil menanyakan, apakah daerah abdomen
yang sedang dipalpasi oleh pemeriksa terasa sakit atau tidak.
Untuk menilai ada tidaknya spasme atau rigiditas dinding abdomen, dilakukan palpasi
dengan cara yang sama, seperti untuk menentukan lokasi nyeri tekan, hanya saja palpasi
dilakukan dari daerah dinding perut yang normal, kemudian secara bertahap mendekati daerah
dinding perut yang tegang. Dinding perut yang terasa tegang dinamakan defans muskuler,
keadaan ini dapat ditemukan terutama pada kasus peradangan organ intraabdomen, misalnya
peritonitis, atau appendiksitis.
Gambar 21. Palpasi Superfisial (light palpation) Gambar 22. Palpasi Dalam (deep palpation)
Keterampilan Klinik
Semester III 23
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 23. Pemeriksaan Nyeri Lepas Gambar 24. Pemeriksaan Nyeri Lepas
Bila pada pemeriksaan palpasi dalam teraba adanya massa intraabdomen, hal-hal yang
perlu dideskripsikan antara lain, dimana lokasi massa tersebut, pada kuadran atau regio
abdomen apa, seberapa besar ukurannya, bagaimana permukaannya, apakah rata atau
berbenjol-benjol, bagaimana konsistensinya, apakah kenyal, lunak, atau keras, bagaimana
tepi organ atau massa yang teraba, apakah tegas atau tidak tegas, apakah massa atau organ
dapat digerakaan atau tidak (mobile atau immobile), apakah massa tersebut berpulsasi atau
tidak, serta ada tidaknya nyeri tekan pada saat massa atau organ tersebut terpalpasi.
Palpasi Hati
Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu prosedur pemeriksaan
palpasi hati yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien,
kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada. Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya
pada pangkal paha dan lutut. Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien. Pemeriksaan palpasi hati menggunakan dua tangan atau palpasi bimanual.
Palpasi hati terbagi dua, yaitu palpasi lobus kanan hati, dan palpasi lobus kiri hati.
Keterampilan Klinik
Semester III 24
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 26. Pemeriksaan Palpasi Hati Gambar 27. Pemeriksaan Palpasi Hati
Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga.
Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi lateral jari telunjuk
tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada saat inspirasi maksimal.
Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian antara lain, berapa
lebar jari tangan di bawah arkus kosta (BAC) kanan, misalnya 2 jari BAC, bagaimana
keadaan tepi hati, apakah tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras, atau kenyal, bagaimana
pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat
nyeri tekan atau fluktuasi, misalnya pada abses hati.
Keterampilan Klinik
Semester III 25
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu processus xyphoideus yang dilalui oleh garis
midsternalis.
Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kanan (iga ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio hipogastrium
pasien.
Lakukan palpasi dari regio hipogastrium menuju ke processus xyphoideus yang dilalui oleh
garis midsternalis.
Palpasi hati dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan menggunakan
sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara pada saat yang bersamaan jari-jari
tangan kiri menekan ke arah atas (dorsokranial).
Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah processus
xyphoideus.
Diharapkan bila hati membesar, akan terjadi sentuhan antara sisi lateral jari telunjuk
tangan kanan pemeriksa dengan tepi hati pada saat inspirasi maksimal.
Pada keadaan normal, hati pada pasien dewasa tidak terpalpasi.
Bila pada palpasi didapatkan pembesaran hati, lakukanlah penilaian antara lain, berapa
lebar jari tangan di bawah processus xyphoideus (BPX), misalnya 2 jari BPX, bagaimana
keadaan tepi hati, apakah tajam, misalnya pada hepatitis akut, atau tumpul, misalnya pada
tumor hati, bagaimana konsistensi hati yang teraba, apakah keras, atau kenyal, bagaimana
pemukaan hati yang dirasakan, apakah rata atau berbenjol-benjol, dan apakah terdapat
nyeri tekan atau fluktuasi, misalnya pada abses hati.
Murphy’s sign atau tanda Murphy merupakan salah satu pemeriksaan fisik yang sangat
bermanfaat untuk menunjang diagnosa kolesistitis. Konfirmasi diagnosis tergantung
penemuan pada pemeriksaan fisik, laboratorium, dan hasil pencitraan sehingga Murphy
Sign juga bermanfaat. Kolesistitis merupakan kondisi yang sering terjadi akibat peristiwa
inflamasi, infeksi, metabolik, neoplasma, dan kelainan kongenital. Angka terbesar kejadian
kolesistitis akut paling banyak pada dewasa usia 30 sampai 80 tahun. Wanita beresiko
dua kali lebih besar dibandingkan pria. Kolesistitis memiliki ciri khas nyeri ringan hingga
sedang pada regio kuadran kanan atas (hipocondriaca dextra) dan epigastrium abdomen.
Rasa nyeri biasanya menjalar hingga belakang skapula kanan dan punggung. Mual,
muntah, demam derajat ringan, dan leukositosis sering terjadi. Gejala muncul biasanya
sering berhubungan dengan konsumsi makanan dengan kandungan tinggi lemak pada
satu atau beberapa jam sebelum onset nyeri muncul.
Metode Pemeriksaan
Pasien di periksa dalam posisi berbaring supine,kemudian pemeriksa menekan /
palpasi regio subcostal kanan (hipokondriaka dextra) pasien, kemudian pasien diminta
untuk menarik nafas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun
menuju tangan pemeriksa. Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri
kepada pasien,kemudian tampak pasien menahan penarikan nafas (inspirasi terhenti),
maka hal ini disebut “Murphy’s sign positif ”
Keterampilan Klinik
Semester III 26
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Ludwig Sign merupakan salah satu cara pemeriksaan fisik yang sangat bermanfaat untuk
menunjang diagnosa Abses hati amoebik. Abses hati amoebik adalah bentuk infeksi pada
hati yang disebabkan karena infeksi Entamoeba histolytica yang bersumber dari intestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel-sel darah dalam parenkim hati.
Pasien umumnya datang dengan keluhan nyeri abdomen kanan atas. Nyeri dirasakan
seperti tertusuk dan ditekan. Nyeri dapat dirasakan menjalar hingga ke bahu dan lengan
kanan. Pasien merasa semakin nyeri apabila batuk, berjalan, menarik napas dalam, dan
berbaring miring ke sisi tubuh sebelah kanan. Pasien juga merasa lebih nyaman berbaring
miring ke sisi tubuh sebelah kiri.
Demam dijumpai pada 87-100% kasus, mual dan muntah ditemukan pada 32-85% kasus,
dan dapat dijumpai pula penurunan berat badan. Keluhan diare dijumpai pada sepertiga
kasus, bahkan pada beberapa kasus dijumpai riwayat disentri beberapa bulan
sebelumnya.
Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan Ludwig sign, yakni menekan sela iga ke-6 setentang linea axilaris anterior
dextra, apabila terdapat nyeri tekan maka menguatkan dugaan abses hati atau Ludwig sign
positif.
Palpasi Limpa
Limpa dalam keadaan normal tidak teraba pada palpasi. Secara anatomi, limpa terletak di
belakang iga ke-9 pada regio hipokondrium kiri. Pembesaran limpa dimulai dari bawah
lengkung iga kiri, melewati umbilikus, sampai regio iliaka kanan.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih dahulu prosedur
pemeriksaan palpasi limpa yang akan dilakukan secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti
oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi dengan kepala rata
dengan dada. Agar dinding perut lemas, mintalah pasien untuk menekuk kedua tungkainya
pada pangkal paha dan lutut. Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien. Teknik palpasi limpa hampir sama dengan palpasi hati, dan seperti halnya hati,
limpa juga bergerak sesuai inspirasi. Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan, melewati umbilikus
di garis tengah abdomen, menuju arkus kosta kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu garis imajiner yang
dimulai dari titik di arkus kosta kiri menuju umbilikus, kemudian diteruskan sampai ke spina
Keterampilan Klinik
Semester III 27
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
iliaka anterior superior kanan. Garis Schuffner, yang dinotasikan dengan huruf S, membagi
daerah abdomen menjadi delapan bagian yang sama, dimana Schuffner satu terletak pada
daerah arkus kosta kiri, Schuffner empat terletak pada umbilikus, sedangkan Schuffner
delapan berada pada SIAS kanan.
Gambar 28. Pembesaran Masif Limpa Gambar 29. Palpasi Bimanual Limpa
Keterampilan Klinik
Semester III 28
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
sedangkan Hacket lima (H-V) terletak pada SIAS kiri. Cara melakukan pemeriksaan palpasi
limpa menurut Garis Hacket adalah sebagai berikut :
Sebelum memulai pemeriksaan, gosokkanlah kedua tangan pemeriksa, agar suhunya
menjadi kurang lebih sama dengan suhu dinding perut abdomen, untuk mencegah pasien
terkejut saat palpasi mulai dilakukan.
Tentukan titik pedoman pemeriksaan, yaitu titik arkus kosta kiri yang dilalui oleh garis
midklavikula kiri.
Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dalam posisi supinasi pada bagian posterior tulang
iga yang terbawah sebelah kiri (iga ke-12).
Letakkan telapak tangan kanan pemeriksa dalam posisi pronasi pada regio iliaka kiri
pasien.
Lakukan palpasi ke arah atas, dari regio iliaka kiri (SIAS kiri) menuju ke titik arkus kosta kiri
yang dilalui garis midklavikula kiri.
Palpasi limpa dilakukan dengan melakukan penekanan dinding perut dengan
menggunakan sisi lateral telunjuk jari tangan kanan.
Pasien diminta untuk menarik nafas panjang ketika jari-jari tangan kanan pemeriksa
ditekan ke arah dalam dan ke arah atas, sementara pada saat yang bersamaan jari-jari
tangan kiri menekan ke arah atas (dorsokranial).
Gerakan ini dilakukan berulang-ulang, dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah atas sesuai
garis Hacket, untuk meraba tepi bawah limpa.
Bila pada palpasi teraba tepi bawah limpa, lakukanlah penilaian antara lain, berapa jauh
tepi bawah limpa yang teraba dari arkus kosta kiri pada garis Hacket (H-I sampai H-V),
bagaimana konsistensi limpa, apakah kenyal atau keras, dan apakah teraba lekukan
(insisura) limpa.
Perkusi Abdomen
Pemeriksaan perkusi abdomen terutama ditujukan untuk mengetahui batas organ padat
secara kasar seperti hati, limpa, atau untuk menentukan penyebab distensi abdomen, apakah
penuh dengan gas, massa tumor yang besar, dan cairan yang berlebihan. Dalam keadaan
normal, suara perkusi sebagian besar abdomen adalah timpani, kecuali pada sebagian daerah
hipokondrium kanan dimana terletak hati yang bila diperkusi akan menimbulkan suara pekak.
Keterampilan Klinik
Semester III 29
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Peranjakan Hati
Batas-batas hati tidaklah tetap, dan dapat berubah bersama pernafasan. Pada inspirasi
maksimal, paru akan mengembang, mengisi sinus diafragmatika, dan mendorong diafragma ke
arah bawah. Hal ini menyebabkan daerah yang tadinya terdapat hati, akan berisi jaringan paru,
karena hati terdorong ke arah bawah oleh diafragma. Daerah yang tadinya pada perkusi
menimbulkan suara pekak, akan berubah menjadi suara sonor. Sebaliknya pada saat
ekspirasi, jaringan paru akan mengempis kembali, dan diafragma kembali naik ke tempatnya
semula, sehingga suara perkusi kembali menjadi pekak. Pemeriksaan peranjakan hati
merupakan kelanjutan dari pemeriksaan perkusi batas paru hati.
Tentukanlah terlebih dahulu, batas paru hati absolut yang berada pada sela iga keenam
(ICS 6).
Mintalah pasien melakukan inspirasi dalam (maksimal).
Pada saat pasien melakukan inspirasi dalam, lakukan perkusi pada sela iga ke-6.
Lakukanlah penilaian apakah terjadi perubahan bunyi suara perkusi dari pekak menjadi
sonor.
Berubahnya batas paru hati pada inspirasi dalam, dinamakan peranjakan hati.
Peranjakan hati biasanya sekitar 1-2 jari di bawah daerah batas paru hati absolut dalam
keadaan normal.
Pemeriksaan Ascites
Bunyi perkusi pada sebagian besar abdomen adalah timpani karena adanya udara di
dalam usus. Bunyi timpani dapat didengar pada perkusi abdomen sampai pada daerah sisi
samping kanan dan kiri.
Bila terdapat cairan bebas, atau ascites yang cukup banyak di dalam rongga abdomen,
dan karena pengaruh dari gaya gravitasi, perkusi pada bagian atas perut akan menimbulkan
suara timpani, sementara pada sisi samping perut akan terdengar suara perkusi pekak.
Terdapat beberapa cara pemeriksaan ascites, antara lain adalah pemeriksaan gelombang
cairan (tes undulasi), dan pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya redup yang berpindah
atau shifting dullness.
Keterampilan Klinik
Semester III 30
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 30. Pemeriksaan Perkusi Hati Gambar 31. Pemeriksaan Gelombang Cairan
Keterampilan Klinik
Semester III 31
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Setelah 1 menit, lakukanlah perkusi pada titik yang telah ditandai tadi, dan lakukan
penilaian ada tidaknya perubahan bunyi perkusi yang tadinya redup menjadi timpani.
Pemeriksaan shifting dullness dikatakan positif, bila terjadi perubahan bunyi perkusi pada
titik yang telah ditandai tadi, dari bunyi redup menjadi timpani, karena pengaruh gaya
gravitasi.
Auskultasi Abdomen
Pemeriksaan auskultasi abdomen dilakukan dengan menggunakan alat bantu stetoskop.
Permukaan diafragma stetoskop diletakkan dengan kontak penuh pada kulit permukaan
kuadran kanan bawah abdomen, disebelah bawah umbilikus. Kemudian, pemeriksa
mendengarkan dengan seksama bunyi yang terdengar. Pemeriksaan auskultasi abdomen
terutama bertujuan, untuk memeriksa bising peristaltik usus (bowel sound), bising vaskuler,
dan bising gesek (friction rub).
Bising Vaskuler
Termasuk dalam bising vaskuler adalah bising vena (venous hum), dan bruit. Pada
keadaan normal, bising vaskuler tidak terdengar. Bising vena dapat terdengar di antara daerah
epigastrium dan umbilikus. Bising vena ditimbulkan oleh volume aliran darah yang besar di
Keterampilan Klinik
Semester III 32
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
dalam kolateral-kolateral vena pada hipertensi portal. Pada auskultasi, bising vena terdengar
bernada tinggi, terus menerus, dan halus.
Bruit adalah bising vaskuler yang disebabkan oleh turbulensi aliran darah pada pembuluh
darah yang menyempit, dan dapat ditemukan pada pasien yang menderita hipertensi. Bruit
dapat terdengar selama fase sistolik. Pada permukaan abdomen, bruit dapat terdengar pada
beberapa tempat yaitu pada :
Bruit aorta abdominal, pada regio epigastrium.
Bruit arteri renalis, pada regio hipokondrium kanan dan kiri, atau pada daerah sudut
kostovertebral (CVA) kanan dan kiri.
Bruit arteri iliaka, pada pertengahan kuadran kanan dan kiri bawah abdomen.
Bruit arteri femoralis, pada sebelah bawah titik tengah ligamentum inguinal kanan dan kiri.
Gambar 34. Auskultasi Abdomen Gambar 35. Lokasi Auskultasi Bruit Abdomen
Keterampilan Klinik
Semester III 33
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 34
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
10 menit Pembukaan Pengantar (overview) Instruktur
Pemutaran Video
15 menit Demonstrasi
Instruktur
40 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
20 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja dan kursi (8 buah).
Laptop (pemutaran video).
Pasien simulasi.
Stetoskop.
Tempat tidur periksa.
5. Materi Kegiatan / Latihan :
Pemahaman dan pengenalan titik-titik dan garis pedoman pemeriksaan
abdomen, serta pembagian kuadaran dan regio abdomen, yang dapat
dijadikan pedoman dalam melakukan pemeriksaan fisik sistem
gastroenterohepatologi (C.1).
Observasi (4).
Inspeksi abdomen (4).
Palpasi abdomen (4).
Perkusi abdomen (4).
Auskultasi abdomen (4).
Keterampilan Klinik
Semester III 35
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. Simadibrata M. Pemeriksaan Abdomen, Urogenital, dan Anorektal In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3rd
edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p.51-4.
2. Abdomen. In : Willms J.L, Schneiderman H, Algranati P.S, eds. Diagnosis Fisik :
Evaluasi Diagnosis & Fungsi di Bangsal. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2005. p. 277-302.
3. Abdomen : Dinding Abdomen. In : Snell R.S, ed. Alih Bahasa : Dharma A. Anatomi
Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. 3rd edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 1997. p. 155-8.
4. Delp M.H, Manning R.T. Pemeriksaan Abdomen dan Gangguan Gastrointestinal dan
Hepatobilier. In : Dharma A, ed. Major Diagnosis Fisik. 9th edition. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1996. p. 372-94.
5. Dacre J, Kopelman P. Sistem Gastrointestinal. In : Listiawaty, editor. Alih Bahasa :
Pendit B.U. Buku Saku Keterampilan Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2004. p.109-25.
Keterampilan Klinik
Semester III 36
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 37
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 38
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
dapat ditemukan pada pasien kurus yang dahulu gemuk, atau pada
bekas ascites, atau striae berwarna merah muda pada bagian bawah
abdomen, serta pada lipatan ketiak, pada Sindrome Cushing.
Perhatikan ada tidaknya dilatasi vena-vena dinding abdomen, yang
dalam keadaan normal tidak terlihat.
Bila dilatasi vena terjadi di sekitar daerah umbilikus, aliran vena
tampak berjalan dari umbilikus ke arah luar, yang dinamakan dengan
kaput medusa.
Bila terlihat pelebaran vena abdomen, dari daerah inguinal ke arah
umbilikus, kemungkinan terdapat obstruksi vena kava inferior.
Perhatikan dengan seksama umbilikus, apakah tampak mencekung
ke dalam, walaupun pada perut yang membuncit karena obesitas.
Perhatikan apakah umbilikus terlihat rata atau menonjol, misalnya
pada distensi abdomen karena penumpukan cairan berlebihan
(misalnya ascites), hernia umbilikalis, atau adanya massa abnormal
intraabdomen berukuran besar (mioma uteri atau kista ovarium).
d. Pergerakan Dinding Perut
Amatilah pergerakan abdomen, yang dalam keadaan normal
(istirahat) adalah minimal. Dinding abdomen akan bergerak naik
sedikit sewaktu inspirasi, kemudian menurun kembali saat ekspirasi,
demikian seterusnya secara ritmik.
Perhatikan apakah pergerakan dinding abdomen pada saat inspirasi
dan ekspirasi terlihat berkurang, atau hilang, misalnya pada infeksi
intraabdomen, misalnya pada peritonitis.
Perhatikan seksama gerakan peristaltik usus pada dinding abdomen
yang dalam keadaan normal tidak terlihat. Bila gerakan peristaltik
terlihat, dipastikan terdapat hiperperistaltik, atau dilatasi usus.
5. Palpasi Abdomen
a. Teknik Palpasi Superfisial
Aturlah posisi pasien agar berbaring telentang (supinasi) dengan
kepala rata, atau sedikit ditinggikan, dengan kedua tungkai ditekuk
pada pangkal paha dan lutut.
Gosokkanlah kedua telapak tangan terlebih dahulu, agar suhunya
menjadi sama dengan dinding abdomen pasien untuk mencegah
pasien terkejut saat pertama kali telapak tangan disentuhkan pada
dinding abdomen.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
Sebelum melakukan palpasi, tanyakanlah kepada pasien, dimana
lokasi nyeri yang ia rasakan pada dinding abdomen.
Selanjutnya, palpasi dilakukan dengan lembut dan sistematis pada
keempat kuadran abdomen, dimulai dari daerah yang normal,
kemudian secara bertahap mendekati daerah yang nyeri tekan.
Lakukanlah palpasi dengan posisi telapak tangan pronasi,
menggunakan ruas terakhir, dan ruas tengah jari-jari tangan yang
dominan, bukan menggunakan ujung jari-jari tangan.
Selama palpasi dilakukan, perhatikanlah mimik muka pasien, sambil
menanyakan, apakah daerah abdomen yang sedang dipalpasi oleh
pemeriksa terasa sakit atau tidak.
Keterampilan Klinik
Semester III 39
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 40
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 41
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 42
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 43
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 44
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 45
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 46
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
tekanan.
Tes undulasi dinyatakan positif bila terasa adanya gelombang cairan
pada telapak tangan pemeriksa yang diletakkan pada sisi samping
perut pasien.
V Pemeriksaan Ascites (shifting dullness)
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa menjelaskan terlebih
dahulu prosedur pemeriksaan shifting dullnesss yang akan dilakukan
secara lisan, dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian
mintalah persetujuan pasien.
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada.
Mulailah perkusi dari daerah umbilikus yang biasanya akan
menimbulkan suara timpani.
Lanjutkan perkusi secara bertahap ke arah sisi samping abdomen,
dengan interval jarak perkusi dari satu titik ke titik lain kira-kira 1 cm,
sampai terdengar suara redup.
Tandailah titik yang menimbulkan suara redup pada perkusi
abdomen.
Mintalah pasien untuk berbaring miring ke arah kirinya, dan
tunggulah beberapa saat sekitar 1-2 menit.
Setelah 1 menit, lakukanlah perkusi pada titik yang telah ditandai
tadi, dan lakukan penilaian ada tidaknya perubahan bunyi perkusi
yang tadinya redup menjadi timpani.
Pemeriksaan shifting dullness dikatakan positif, bila terjadi
perubahan bunyi perkusi pada titik yang telah ditandai tadi, dari bunyi
redup menjadi timpani, karena pengaruh gaya gravitasi.
7. Auskultasi Abdomen
I Teknik Auskultasi Abdomen
Sebelum melakukan pemeriksaan, jelaskanlah terlebih dahulu
prosedur pemeriksaan yang akan dilakukan secara lisan, dengan
bahasa yang dimengerti oleh pasien, kemudian mintalah persetujuan
pasien (informed consent).
Bila pasien setuju, aturlah posisi pasien agar berbaring supinasi
dengan kepala rata dengan dada, atau duduk.
Posisi pemeriksa dalam pemeriksaan ini adalah berdiri di sebelah
kanan pasien.
Letakkan permukaan diafragma stetoskop dengan kontak penuh
pada kulit permukaan kuadran kanan bawah abdomen, disebelah
bawah umbilikus.
Dengarkanlah dengan seksama bunyi yang terdengar, terutama
bising peristaltik usus, bising vaskuler, dan bising gesek.
II Bising Peristaltik Usus (bowel sound)
Lakukan penilaian terhadap bunyi, kualitas, dan frekwensi bising
peristaltik usus.
Tentukan apakah bising peristaltik usus normal, melemah bahkan
menghilang (misalnya pada peritonitis, pasca operasi abdomen, dan
pada ileus paralitik), atau meningkat (misalnya borborigmi pada
diare, atau metallic sound pada ileus obstruksi).
Keterampilan Klinik
Semester III 47
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 48
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 49
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
PEMERIKSAAN LIMPA
TOPOGRAFI LIMPA
Limpa (lien atau spleen) adalah organ limfoid/RES (Reticuloendothelial system) yg terletak di
cavum abdomen yang berada di bawah tulang rusuk posterior IX, X dan XI sinistra/sebelah kiri,
di regio hipokondrium kiri atau kuadran kiri atas. Bagian inferiornya berjalan ke depan sampai
sejauh linea aksillaris media. Lien juga merupakan organ intra peritoneal.
Pada keadaan sehat limpa tidak teraba. Ketika limpa membesar, pembesaran terjadi ke arah
anterior, inferior, dan medial.
Keterampilan Klinik
Semester III 50
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 51
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
pembengkakan
Simetri dari abdomen
Distensi abdomen
Tonjolan massa yang muncul dari bawah iga kiri dan dapat ekstensi ke arah kuadran
kanan bawah
PALPASI LIMPA
Penderita dalam posisi supinasi dan tungkai difleksikan pada sendi panggul, pemeriksa
dengan tangan kiri menjangkau rongga dada sebelah kiri-belakang pasien, dorong ke depan
rongga dada tersebut. Tangan kanan pemeriksa berada di bawah batas iga kiri, kemudian
tekan ke arah limpa. Palpasi sebaiknya dimulai dari bagian bawah menuju ke batas bawah iga
agar tangan kanan berada di bawah limpa yang membesar dan penderita sedikit dimiringkan
ke arah anterior.
Jika tangan kanan terlalu dekat dengan batas iga, pergerakan tangan tidak cukup untuk
mencapai bawah iga. Setelah tangan kanan berada di bawah iga, minta pasien untuk
mengambil napas dalam-dalam, dan rasakan ujung atau tepi limpa saat turun dan menyentuh
ujung jari.
Nilai kekerasan/konsistensi dan kontur limpa. Selanjutnya mengukur jarak antara titik limpa
terendah (yang teraba) dan batas iga kiri.
Pada sekitar 5% dari orang dewasa normal, ujung limpa dapat teraba, penyebab adalah
diafragma yang rendah dan datar, seperti pada penyakit paru obstruktif kronik, dan penurunan
yang sangat dalam dari diafragma inspirasi.
Ulangi palpasi seperti diatas dengan posisi pasien berbaring ke sisi kanan dengan kaki agak
ditekuk pada pinggul dan lutut. Dalam posisi ini, gravitasi dapat membawa limpa depan dan ke
kanan ke lokasi palpasi.
PERKUSI
Ada dua teknik pemeriksaan perkusi untuk mendeteksi pembesaran limpa (splenomegali) :
1. Perkusi dinding dada anterior kiri bawah. Perkusi dimulai dari batas jantung di sela iga
ke 6 ke garis aksila anterior dengan mengikuti sela iga, ke area yang disebut ruang
Traube (Traube’s space). Perhatikan sejauh mana (lateral) perkusi timpani masih
terdeteksi. Jika perkusi timpani masih dominan terdengar, maka splenomegali tidak
ada. Perkusi beda dari limpa yang normal biasanya tertutup oleh perkusi beda dari
jaringan posterior lainnya. Perkusi ini cukup akurat dalam mendeteksi splenomegali
(sensitivitas, 60% -80%, spesifisitas, 72%-94%).
Keterampilan Klinik
Semester III 52
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
2. Titik Castell : Perkusi sela iga terendah pada garis aksila anterior kiri. Biasanya akan
terdengar perkusi timpani di area ini. Kemudian minta pasien untuk mengambil napas
dalam-dalam, dan lakukan perkusi lagi. Jika ukuran limpa normal, perkusi yang
terdengar biasanya tetap timpani. Tentunya dengan terdengarnya perkusi beda, dapat
disangkakan adanya splenomegali.
Jika salah satu atau kedua tes ini positif, maka perlu perhatian ekstra pada saat palpasi limpa.
Keterampilan Klinik
Semester III 53
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 54
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Cara kedua
Tentukan titik Castell (titik perpotongan antara linea axillaris
anterior dengan tulang iga paling bawah sebelah kiri)
Perkusi dimulai pada titik ini, biasanya akan terdengar perkusi
timpani di area ini , kemudian minta pasien untuk mengambil
napas dalam-dalam, dan lakukan perkusi lagi. Jika ukuran limpa
normal, perkusi yang terdengar biasanya tetap timpani dan jika
terjadi splenomegali, perkusi yang terdengar biasanya beda
Keterampilan Klinik
Semester III 55
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
II. PENDAHULUAN
Seperti halnya anamnesis pada sistem organ yang lain, anamnesis pada penyakit sistem
endokrin dan metabolisme haruslah dilakukan secara sistematis, dan dengan sikap yang
mencerminkan profesionalitas sebagai seorang dokter. Anamnesis dimulai dengan
menentukan keluhan utama pasien, menentukan berbagai diagnosis banding yang mungkin
berdasarkan keluhan utama tersebut, kemudian dilanjutkan dengan menggali informasi
sebanyak mungkin dengan menggunakan, atau berdasarkan sistematika anamnesis, dan
pengetahuan klinis yang dimiliki oleh dokter. Dengan melakukan anamnesis yang baik dan
terstruktur, seorang dokter dapat menegakkan diagnosis dengan ketepatan sekitar 65%.
Sistematika anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme, memiliki kerangka
yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu anamnesis pribadi, anamnesis keluhan utama,
anamnesis penyakit sekarang, anamnesis organ, anamnesis penyakit terdahulu, anamnesis
riwayat pribadi, anamnesis riwayat penyakit keluarga, anamnesis sosial ekonomi, dan
anamnesis gizi.
Data-data tersebut merupakan identitas pasien dan penting untuk diketahui, karena
terkadang terdapat hubungan antara data identitas dengan epidemiologi atau insidensi suatu
penyakit.
Misalnya mengenai umur, penyakit diabetes melitus tipe 2 (diabetes melitus tidak
tergantung insulin atau NIDDM) lebih sering ditemukan pada usia di atas 30 tahun, sebaliknya
penyakit diabetes melitus tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin), atau IDDM memiliki
insidensi terutama pada usia kanak-kanak dan dewasa muda (usia dibawah 30 tahun).
Insidensi penyakit sistem endokrin dan metabolik juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hal
ini dapat dilihat pada penyakit yang disebabkan oleh adanya kelainan pada kelenjar tiroid,
seperti hipotiroidisme, hipertiroidisme (terutama penyakit Grave’s, dan goiter multinodular
toksik), serta tiroiditis yang lebih banyak diderita pasien berjenis kelamin wanita dibandingkan
pria.
Keterampilan Klinik
Semester III 56
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Untuk menentukan keluhan utama, dokter harus menanyakan apa keluhan yang dirasakan
paling mengganggu saat ini, yang menyebabkan pasien datang berobat. Keluhan utama tidak
boleh diabaikan, walaupun seandainya setelah dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut,
ternyata ditemukan penyakit lain yang lebih serius. Keluhan utama penyakit sistem endokrin
dan metabolisme yang sering diutarakan pasien antara lain adalah :
Nafsu Makan. Terdiri dari keluhan peningkatan maupun penurunan nafsu makan.
Peningkatan nafsu makan, namun berat badan menurun dapat ditemukan misalnya pada
kasus diabetes melitus, hipertiroidisme, dan sindrom Cushing. Penurunan nafsu makan
dapat ditemukan pada penyakit Addison, dan anoreksia nervosa.
Berat Badan. Terdiri dari keluhan penurunan berat badan, maupun penambahan berat
badan. Hipertirodisme (misalnya penyakit Grave’s), hipoadrenalisme (misalnya penyakit
Addison), dan diabetes melitus, dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.
Sebaliknya pada hipotiroidisme, hiperadrenalisme (misalnya sindrom Cushing),
hipogonadisme (misalnya sindrom Prader-Willi), dan defisiensi hormon pertumbuhan,
dapat menyebabkan penambahan berat badan
Kelelahan. Keluhan mudah merasa lelah dapat ditemukan pada berbagai kasus seperti
hipertiroidisme, hipotiroidisme, hipoadrenalisme, dan Sindrom Cushing.
Rasa Haus. Meningkatnya rasa haus, dan minum lebih banyak dari biasanya merupakan
salah satu gejala awal dari diabetes melitus, yang terkadang tidak disadari oleh pasien.
Pada kasus diabetes inspidus, rasa haus bahkan dirasakan sangat hebat sehingga pasien
dapat minum air sangat banyak dalam sehari.
Peningkatan Frekuensi Berkemih. Berkemih lebih sering dari normal baik siang maupun
malam dengan jumlah urin yang banyak, dan berwarna pucat (poliuria), dapat ditemukan
pada penyakit diabetes melitus, dan diabetes insipidus.
Gangguan Fungsi Seksual. Terutama disebabkan oleh defisiensi hormon gonadotropin
(hipogonadotropin), yang dapat menyebabkan keluhan berupa hilangnya hasrat seksual,
kegagalan mempertahankan ereksi, keterlambatan pubertas, gangguan menstruasi,
bahkan kemandulan.
Gangguan Pertumbuhan. Keluhan ini dapat disebabkan oleh karena kelebihan, maupun
defisiensi hormon pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
perawakan tubuh yang pendek (cebol), dan cenderung kegemukan, sebaliknya kelebihan
hormon pertumbuhan menyebabkan perawakan tubuh, raksasa (gigantisme), serta
pertumbuhan tulang, dan jaringan lunak yang berlebihan (akromegali).
Benjolan Pada Leher. Keluhan benjolan pada leher terutama ditemukan pada penyakit
yang berkaitan dengan kelenjar tiroid, seperti gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI),
hipertiroidisme, tiroiditis, serta karsinoma tiroid.
Gangguan Kardiovaskuler. Keluhan dapat berupa jantung terasa berdebar-debar
(palpitasi), sakit kepala, bahkan sesak nafas karena terjadi gagal jantung.
Gangguan Neuromuskular. Keluhan dapat berupa kesulitan berkonsentrasi, gugup dan
gelisah berlebihan, tremor jari tangan, baal, dan kelemahan pada otot.
Gangguan Saluran Cerna. Keluhan ini terutama muncul karena adanya gangguan pada
motilitas usus. Pada hipotiroidisme dapat terjadi penurunan motilitas saluran cerna,
sehingga pasien mengalami sulit buang air besar (konstipasi). Pada hipertiroidisme, justru
terjadi hipermotilitas saluran cerna, yang menyebabkan timbulnya keluhan berupa diare,
mual, serta muntah.
Gangguan Penglihatan. Keluhan gangguan penglihatan dapat berupa pengelihatan kabur
(misalnya pada katarak karena diabetes, retinopati diabetik, dan hipertiroidisme), keluarnya
air mata yang berlebihan, dan bola mata tampak menonjol keluar (eksoftalmus) dengan
kelambanan dan tertariknya kelopak mata.
Keterampilan Klinik
Semester III 57
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Dalam penulisan keluhan utama harus ditanyakan sudah berapa lama pasien mengalami
keluhan tersebut. Misalnya keluhan berat badan menurun walaupun nafsu makan bertambah
sejak 6 bulan yang lalu. Selain menanyakan keluhan utama, tanyakan juga apakah ada
keluhan lain yang dirasakan pasien yang merupakan keluhan tambahan, seperti, mudah
marah, kelelahan, kesemutan (baal), jantung berdebar, dan lain sebagainya.
Setelah menentukan keluhan utama, langkah selanjutnya adalah menentukan diagnosis
banding, dimana dokter harus memikirkan segala kemungkinan penyakit yang mungkin.
Keluhan Utama
Gambar 1. Alur Berfikir Penegakkan Diagnosis Pasti Penyakit Sistem Endokrin dan
Metabolisme
Keterampilan Klinik
Semester III 58
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 59
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 60
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 2. Eksoftalmus & Pembesaran Tiroid Gambar 3. Eksoftalmus & Lid Retraction
Keterampilan Klinik
Semester III 61
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Anamnesis Gizi. Berisi pertanyaan apakah pasien merasa berat badannya mengalami
penurunan atau tidak. Pada hipertiroidisme, termasuk penyakit Grave’s, terjadi kehilangan
energi tubuh dalam jumlah besar, sehingga walaupun pasien makan dan minum lebih
sering, dan dengan porsi yang banyak, berat badan pasien malah mengalami penurunan.
Keterampilan Klinik
Semester III 62
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
riwayat luka atau gatal-gatal pada kulit yang sukar sembuh, dan merupakan komplikasi
dari diabetes melitus yang diderita pasien. Pada wanita yang telah melahirkan dapat
ditanyakan apakah terdapat riwayat pernah atau beberapa kali melahirkan bayi dengan
berat badan di atas 4 kilogram, riwayat keguguran berulang, dan riwayat melahirkan bayi
cacat.
Anamnesis Organ atau Sistem. Berisi pertanyaan tentang ada tidak keluhan bola mata
yang tampak menonjol keluar, serta pembengkakan pada daerah tungkai, untuk
menyingkirkan diagnosis banding penyakit Grave’s, yang merupakan keadaan
hipertiroidisme yang paling sering ditemukan.
Anamnesis Riwayat Pribadi. Berisi pertanyaan mengenai kebiasaan hidup atau
pekerjaan pasien yang berhubungan dengan penyakit diabetes melitus yang dialaminya.
Misalnya kebiasaan makan dengan porsi yang berlebihan, atau riwayat kurang melakukan
aktifitas fisik, yang menyebabkan pasien menjadi kegemukan.
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga. Berisi pertanyaan tentang ada tidaknya
menanyakan keluarga dekat pasien secara garis keturunan vertikal yang menderita
penyakit kencing manis. Penyakit diabetes melitus tipe 2 (NIDDM), memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara genetik, dan mempunyai insidensi yang lebih
tinggi pada individu yang memiliki riwayat DM dalam garis keturunannya.
Anamnesis Gizi. Berisi pertanyaan tentang jenis makanan yang dimakan, porsi makan,
dan apakah pasien merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap. Pada
pasien diabetes melitus tipe 2 biasanya terdapat kebiasaan mengkonsumsi makanan
berkabohidrat dan berlemak tinggi yang merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
penyakit ini. Porsi makan dan minum pasien juga biasanya bertambah, akan tetapi berat
badan pasien dirasakan menurun dengan cepat.
Keterampilan Klinik
Semester III 63
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 5. Gejala Klinis Diabetes Melitus (gejala klinis berwarna biru lebih sering pada DM
tipe 1)
Keterampilan Klinik
Semester III 64
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
V. PEDOMAN INSTRUKTUR
Keterampilan Klinik
Semester III 65
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
15 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja.
Kursi 8.
Pasien Simulasi (instruktur).
6. Materi Kegiatan / Latihan :
Memahami kerangka anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme, mampu
menggali informasi yang didapatkan dari anamnesis secara deskriptif dan kronologis,
dan mampu melakukan anamnesis penyakit sistem endokrin dan metabolisme dengan
baik dan benar, yang terdiri dari :
Anamnesis Pribadi.
Anamnesis Keluhan Utama.
Anamnesis Penyakit Sekarang.
Anamnesis Penyakit Terdahulu.
Anamnesis Organ/Sistem (sekilas).
Anamnesis Riwayat Pribadi.
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga.
Anamnesis Sosial/Ekonomi.
Anamnesis Gizi.
Keterampilan Klinik
Semester III 66
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. Sumual A, Pandelaki A. Hipertiroidisme. In : Noer H.M.S, Waspadji S, Rachman A.M,
Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 766-72.
2. Suastika K, Sutanegara N.D. Hipertiroidisme. In : Hartanto H, ed. Penyakit Kelenjar
Tiroid. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p. 31-7.
3. Waspadji S. Gambaran Klinis Diabetes Melitus. In : Noer H.M.S, Waspadji S,
Rachman A.M, Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 586-7.
4. Darmono. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In : Noer H.M.S, Waspadji S,
Rachman A.M, Lesmana L.A, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, Husodo U.B, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 1996. p. 586-7.
5. Suyono S. Patofisiologi Diabetes Melitus. In : Soegondo S, Soewondo S, Subekti I,
eds. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4th edition. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI ; 2004. p. 7-14.
6. Soegondo S. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini. In : Soegondo S,
Soewondo S, Subekti I, eds. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. 4th edition.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI ; 2004. p. 17-27.
7. Dacre J, Kopelman P. Sistem Endokrin. In : Listiawati E, ed. Buku Saku Keterampilan
Klinis. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2005. p. 245-53.
8. Wise P.H. Gangguan Tiroid. In :Oswari J, ed. Atlas Bantu Endokrinologi. 2nd edition.
Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1996. p. 1-13.
Keterampilan Klinik
Semester III 67
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 68
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 69
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 70
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Terdahulu
Dokter menayakan apakah sebelumnya pasien memiliki riwayat
melahirkan anak dengan berat lahir di atas 4 kilogram. (pasien
memiliki 5 kali riwayat persalinan, persalinan terakhir 3 bulan
yang lalu, dengan berat lahir bayi 4,2 kilogram). Anamnesis
Riwayat Penyakit Terdahulu
Dokter menanyakan ada tidaknya keluhan bola mata yang menonjol
keluar, disertai dengan pengelihatan yang kabur. (tidak ada keluhan
kedua bola mata yang menonjol keluar, atau pengelihatan yang
tampak kabur dan menjadi dua). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan ada tidak keluhan timbulnya pembengkakan
pada tungkai bagian bawah. (tidak ada keluhan timbulnya
pembengkakan tungkai). Anamnesis Organ
Dokter menanyakan apakah pasien sering berolah raga setiap hari
untuk menjaga kondisi fisiknya agar tetap sehat. (pasien jarang
berolahraga karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya).
Anamnesis Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan apakah dalam menjalankan pekerjaannya,
pasien banyak melakukan aktifitas fisik. (tidak, pasien bekerja
sebagai sekretaris di sebuah perusahaan asing). Anamnesis
Riwayat Pribadi
Dokter menanyakan ada tidaknya anggota kelurga dekat pasien
secara garis keturunan vertikal (ayah, ibu, kakek, nenek, paman,
atau bibi kandung) yang menderita penyakit kencing manis. (ayah
dan ibu pasien menderita penyakit kencing manis. Ayah pasien
telah meninggal 5 tahun yang lalu karena penyakit gagal ginjal).
Anamnesis Riwayat Penyakit Keluarga
Dokter menanyakan apakah sebelum timbulnya keluhan, pasien
memiliki riwayat pengobatan dengan diuretik atau steroid dalam
jangka waktu yang lama. (ya/tidak terdapat riwayat pemakaian
diuretik dan steroid dalam jangka waktu yang lama). Anamnesis
Riwayat Pengobatan
Dokter menanyakan pada pasien tentang makanan yang dikonsumsi
setiap hari, seberapa banyak porsinya serta bagaimana frekuensi
makan pasien (sejak enam bulan terakhir, pasien merasa cepat
lapar dan haus, sehingga porsi dan frekuensi makan setiap hari
bertambah). Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah pasien sering mengkonsumsi makanan
yang berlemak dengan porsi nasi yang banyak. (pasien sering
makan berlemak dengan rata-rata 2 piring nasi setiap
makan).Anamnesis Gizi
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien
Mahasiswa berperan sebagai dokter dan instruktur sebagai pasien
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 71
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
Tanda tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 72
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Sistem endokrin meliputi berbagai organ yang mensekresi hormon ke dalam pembuluh
darah untuk disirkulasikan ke organ lain. Walaupun kelenjar endokrin memiliki fungsi spesifik
tertentu, kelenjar-kelenjar tersebut juga saling berhubungan satu dengan lainnya. Hal ini
terlihat pada kelenjar pituitari yang mengontrol kelenjar lainnya dengan hormon tropiknya.
Sebaliknya kelenjar pituitari juga dipengaruhi sekresi kelenjar lainnya, dengan mekanisme
umpan balik (feedback mechanism) untuk mempertahankan homeostasis.
Pendekatan diagnostik untuk kelainan endokrin dapat dibagi atas dua tahap. Tahap
pertama adalah evaluasi status hormonal, dan tahap kedua adalah menentukan perjalanan
alamiah proses patologis yang mendasarinya. Untuk dapat melakukannya, diperlukan
keterampilan klinis yang baik dalam menganamnesis, dan melakukan pemeriksaan fisik.
Keterampilan Klinik
Semester III 73
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Selain dengan menghitung indeks massa tubuh, status gizi juga dapat ditentukan dengan
menghitung Berat Badan Relatif (BBR). Untuk dapat menghitung BBR tersebut, terlebih dahulu
ditentukan Berat Badan Idaman (BBI). BBI dapat dihitung dengan rumus Broca yaitu :
Berat Badan Idaman (BBI) = (Tinggi Badan – 100) – 10%(Tinggi Badan – 100)
Tinggi badan dihitung dalam satuan cm. Bila pada laki-laki, tinggi badan < 160 cm dan pada
perempuan < 150 cm, perhitungan BBI tidak perlu dikurangi 10% (tinggi badan – 100).
Berat Badan Relatif dihitung dengan rumus :
BBR = (BB aktual : BBI) x 100%
BB Aktual didapat dari berat badan yang diukur pada saat akan menghitung nilai BBR.
Interpretasi BBR :
• Berat badan kurang, bila BBR < 90%.
• Berat badan normal, bila BBR 90-110 %.
• Berat badan berlebih, bila BBR 110-120 %.
• Obesitas, bila BBR > 120 %.
Keterampilan Klinik
Semester III 74
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterangan Gambar : Pasien wanita dengan hipotiroidisme (gambar 2a) Perhatikan sembabnya (bengkak) wajah
dengan edema infra orbital dan rambut yang tampak kasar dan kering. Tampilan pasien yang sama sesudah
mendapat pengobatan (gambar 2b)
Keterampilan Klinik
Semester III 75
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Hipertiroidisme Grave’s, dapat terjadi oftalmopati Grave’s dengan gejala klinis berupa
eksoftalmus, lid lag, dan lid retraction. Terjadinya eksoftalmus disebabkan akibat
membengkaknya jaringan dan otot orbita, sehingga bola mata terdorong ke depan yang
menyebabkan fissure palpebra (ruang atau celah antara kelopak mata atas dan bawah)
melebar, inilah yang disebut lid retraction.
Lid lag (von Grave’s sign) dapat diperiksa dengan menyuruh pasien mengikuti objek (pen
light, atau jari) yang diletakkan di antara mata kanan dan kiri. Sebelum digerakkan, objek
berada di atas level mata. Lalu gerakkan objek ke bawah dan amati bagaimana kemampuan
kelopak mata atas mengikuti pergerakan objek tersebut. Lid lag ditandai dengan munculnya
sklera di antara kelopak mata dan limbus. Exophthalmos pada penderita hipertiroid biasa
disertai dengan kemosis dan kongesti pembuluh darah konjungtiva.
Keterampilan Klinik
Semester III 76
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
atau sedikit ekstensi. Berilah sinar dari samping (cross-lightning) untuk menimbulkan bayangan
yang mempermudah deteksi massa. Untuk meningkatkan kualitas visualisasi kelenjar, pasien
dapat disuruh untuk mengekstensikan leher, dan menyuruh pasien minum. Kemudian
perhatikanlah dengan seksama pergerakan kelenjar tiroid.
Pada pemeriksaan fisik dada, dapat dijumpai ginekomastia pada pasien pria dengan
hipertiroidisme, dan pada pasien dengan hipotirioidisme dapat dijumpai galactorrhea
(pengeluaran air susu yang tidak pada waktunya).
Keterampilan Klinik
Semester III 77
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 9. Palpasi Tiroid Pendekatan Anterior Gambar 10. Palpasi Tiroid Pendekatan Posterior
Jika teraba adanya nodul tiroid pada palpasi, periksa jumlah dan ukuran nodul, konsistensi
nodul, mobilitas nodul, ada tidaknya nyeri tekan dan raba kelenjar limfe regional.
Klasifikasi Gangguan Akibat Kurang Iodium dapat diperoleh dari hasil inspeksi dan palpasi
kelenjar tiroid menurut Klasifikasi Perez, dan modifikasinya (1960).
Grade 0 : tidak teraba.
Grade 1 : teraba dan terlihat hanya dengan kepala ditengadahkan.
Grade 2 : mudah dilihat, kepala posisi biasa.
Grade 3 : terlihat dari jarak tertentu.
Karena perubahan awal gondok perlu diwaspadai khususnya grade 1 maka grade 1 dibagi
2 yaitu :
Grade 1a : tidak teraba atau jika teraba tidak lebih besar dari kelenjar tiroid normal
Grade 1b: jelas teraba, dan membesar, tetapi umumnya tidak terlihat meskipun kepala
ditengadahkan. Ukuran tiroid dikatakan normal bila sama atau lebih besar dari falangs
akhir ibu jari.
Keterampilan Klinik
Semester III 78
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Indeks Wayne
Simptom Skor
Dyspnoe d’effort +1
Palpitations +2
Tenderness +2
Preference for Heat -5
Preference for Cold -5
Nervousness +2
Appetite : Increased +3
Appetite : Decreased -3
Weight : Increased -3
Weight : Decreased +3
Keterampilan Klinik
Semester III 79
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Lid Lag +1 -
Hyperkinesis +4 -2
Hands : Hot +2 -2
Hands : Moist +1 -1
Casual Pulse Rate : < 80/minute - -3
Casual Pulse Rate : 80-90/minute - -
Casual Pulse Rate : > 90/minute +3
Atrial Fibrillation +4 -
Hipertiroidisme dapat ditegakkan, bila terdapat 1 kriteria mayor, atau 4 kriteria minor.
15 – 24 tahun 0
25-34 tahun +4
Umur mulai dikenai 35 – 44 tahun +8
45 – 54 tahun +12
55 tahun dan seterusnya +16
Dijumpai -5
Pencetus psikologis
Tidak dijumpai 0
Ada -3
Sering memeriksakan diri
Tidak pernah 0
Ada -3
Kecemasan hebat
Tidak ada 0
Ya +5
Selera Makan Bertambah
Tidak 0
Ada +3
Gondok (goiter)
Tidak Ada 0
Ada +18
Tiroid Bruit
Tidak Ada 0
Dijumpai +9
Exophthalmos
Tidak dijumpai 0
Dijumpai +2
Lid Retraction
Tidak dijumpai 0
Keterampilan Klinik
Semester III 80
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Dijumpai +4
Hiperkinesis
Tidak Dijumpai 0
Dijumpai +7
Tremor Halus
Tidak Dijumpai 0
> 90 / menit +16
Frekuensi Denyut Nadi
80- 90 / menit +8
Radialis
< 80 menit 0
Dikatakan hipertiroid bila skor > +40. Bila skor +24 s/d +39, meragukan. Bila skor antara 11
s/d + 23, eutiroid.
Gambar 12. Moon Face Gambar 13. Buffalo Hump Pada Sindroma Cushing
Selain moon face, wajah penderita sindrom Cushing juga terlihat lebih merah dan pada
wanita dapat ditumbuhi bulu (hirsutisme). Hirsutisme merupakan salah satu tanda virilisasi.
Virilisasi disebabkan akibat peninggian kadar androgen adrenal. Selain hirsutisme, tanda
virilisasi lainnya adalah jerawat, kulit berminyak, pembesaran klitoris, muskularitas yang
bertambah, kebotakan pada regio temporal, dan suara yang bertambah berat.
Keterampilan Klinik
Semester III 81
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 14. Hirsustisme Pada Wanita Gambar 15. Gejala Klinis Terjadinya Virilisme
Kulit penderita sindroma Cushing menjadi tipis dan rapuh. Penderita juga sering
mengalami memar yang timbul spontan dan munculnya striae merah muda terutama pada
lipatan tubuh, misalnya pada abdomen. Terjadi juga kelemahan otot (muscle wasting), yang
biasanya terjadi pada lengan atas, dan paha. Pasien mungkin tidak mampu berubah posisi dari
duduk ke berdiri tanpa menggunakan bantuan tangan. Pada pemeriksaan tanda vital sindroma
Cushing dapat dijumpai hipertensi.
Gambar 16. Gejala Klinis Sindroma Cushing Gambar 17. Truncal Obesity & Hirsustisme
Keterampilan Klinik
Semester III 82
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 18. Pigmentasi Pada Penyakit Addison Gambar 19. Pigmentasi Kelabu Gusi (vitiligo)
Keterampilan Klinik
Semester III 83
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Prolaktin juga merupakan hormon yang dihasilkan kelenjar pituitari. Peningkatan prolaktin
dapat menyebabkan hipogonad baik pada pria dan wanita. Pada wanita dapat mengakibatkan
amenorrhea primer dan infertilitas anovulatoir. Pada pria dapat menyebabkan menurunnya
fungsi seksual karena menurunnya libido dan impotensi seksual.
Hiperprolaktinemia dapat menyebabkan timbulnya laktasi yang tak sesuai (inappropriate
lactation), atau galactorrhea, pada setengah wanita hiperprolaktinemia. Pria dengan
hiperprolaktinemia, walaupun jarang, galactorrhea juga dapat timbul walaupun tanpa
pembesaran kelenjar mammae. Hipersekresi ACTH menyebabkan penyakit Cushing, seperti
yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
Hipopituitarisme
Penurunan fungsi pituitari (hipopituitarisme) jarang ditemukan. Penyebab paling sering
adalah tumor pituitari, yang meneyebabkan defisiensi gonadotropin pada wanita,
bermanifestasi pada infertilitas, amenorrhea, kehilangan libido, dispareunia (nyeri saat
berhubungan seksual), hot flushes, keluhan miksi, dan payudara mengecil. Pada pria dapat
terjadi impotensi, kehilangan libido dan fertilitas. Hipogonad pada pria dan wanita dapat dapat
dihubungkan dengan menghilangnya rambut seksual sekunder. Janggut pria menjadi lebih
lembut dan tak perlu sering dicukur. Hipogonad dapat menyebabkan kerutan kulit halus
khususnya di wajah dengan garis kerutan menyebar ke atas dari bibir atas pada pria.
Hipogonad pada pria/wanita dapat dibagi atas hipogonad primer dan hipogonad sekunder.
Hipogonad primer disebabkan oleh penurunan fungsi testis/ovarium untuk fungsi reproduksi.
Hipogonad sekunder disebabkan oleh menurunnya sekresi gonadotropin akibat menurunnya
fungsi kelenjar pituitari atau hipotalamus.
Pada hipogonad primer pada pria, selain mengecek kadar testosteron, harus dicek juga
ukuran testis. Jika ukuran testis mengecil kemungkinan disebabkan kelainan kongenital seperti
sindroma Klinefelter.
Keterampilan Klinik
Semester III 84
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 21. Sindroma Klinefelter Gambar 22. Mengukur Ukuran Testis Dengan Orkidometer
Namun jika ukuran testis normal kemungkinan disebabkan akibat infeksi, toksin, trauma,
obat-obatan, penyakit autoimmun, dan lain sebagainya. Alat yang digunakan untukmengukur
ukuran testis adalah orchidometer.
Orchidometer terdiri dari beberapa manik (bead) yang berbentuk oval yang memiliki
ukuran. Ukuran testis dinilai dengan meletakkan manik (bead) tersebut sejajar testis untuk
mengidentifikasi manik (bead) mana yang ukurannya paling mendekati ukuran testis yang kita
raba. Ukuran testis normal pada usia pra pubertas adalah 1-3 ml, pubertas kira-kira 4 ml dan
ukuran testis dewasa 20-25 ml.
Kelainan kongenital yang dapat mengakibatkan hipogonad primer pada wanita adalah
sindroma Turner. Tanda-tanda klinis penderita sindroma Turner dapat dilihat pada gambar
nomor 23.
Jika kelainan-kelainan hipogonad menyebabkan delayed puberty (pubertas terlambat),
maka ada juga yang disebut precocious puberty. Precocious puberty (pubertas praecox)
adalah keadaan dimana onset pubertas terlalu cepat. Hal ini dapat disebabkan oleh rusaknya
sistem penghambat di otak, atau adanya hipotalamik hamartoma, adrenal tumor, congenital
adrenal hyperplasia, dan lain-lain.
Tak ada batasan umur yang spesifik untuk menyatakan pubertas dini, karena dari
penelitian, perkembangan payudara pada wanita serta tumbuhnya rambut pubis pada pada
anak sekarang lebih cepat dibanding generasi sebelumnya. Namun terdapat ambang umur
yang dapat digunakan untuk evaluasi pubertas dini seseorang yaitu :
• Rambut pubis dan membesarnya alat genital pada anak laki-laki sebelum umur 9,5 tahun.
• Rambut pubis tumbuh sebelum usia 8 tahun, atau perkembangan payudara sebelum usia
7 tahun pada anak perempuan.
• Menstruasi sebelum umur 10 tahun.
Keterampilan Klinik
Semester III 85
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 23. Gejala Klinis Sindroma Turner Gambar 24. Pubertas Prekoks (usia 4 tahun)
Defisiensi growth hormon menyebabkan makin tipisnya kulit dan penderita terlihat pucat
dan muncul dwarfisme. Dwarfisme adalah suatu istilah medis yang menjelaskan seseorang
dengan perawakan pendek, dimana definisi yang lebih diterima adalah, seorang dewasa
dengan tinggi badan kurang dari 4 kaki 10 inchi (147 cm).
Defisiensi ACTH punya 2 efek. Efek pertama adalah menghilangnya pigmentasi kulit, dan
efek yang kedua adalah terjadinya defisiensi glukokortikoid dengan asthenia umum, hipotensi,
dan terganggunya respons terhadap stres, seperti trauma, dan demam. Defisiensi TSH
menyebabkan perubahan-perubahan seperti yang timbul pada hipotiroid akibat gangguan
primer kelenjar tiroid.
Defisiensi ADH menyebabkan diabetes insipidus dimana terjadi kegagalan konsentrasi urin
dan memungkinkan terjadinya dehidrasi. Gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria
(banyak buang air kecil), dan polidipsi (banyak minum air), dimana jumlah cairan yang diminum
dan jumlah urin yang dikeluarkan dapat mencapai 5-10 liter sehari.
2.5 Pemeriksaan Fisik Kelainan Pada Kelenjar Pankreas
Kelainan pada kelenjar pankreas dapat bermanifestasi pada peninggian kadar gula darah
(hiperglikemia), yang dapat ditemukan pada diabetes melitus, dan penurunan kadar gula darah
(hipoglikemia).
Hiperglikemia
Pada penderita diabetes mellitus, penderita dapat gemuk maupun kurus. Penderita DM
gemuk biasanya dihubungkan dengan DM tipe 2 dan biasanya penderita DM tipe 1, atau
NIDDM, biasanya berperawakan kurus.
Pada pemeriksaan tanda vital, dapat dijumpai hipertensi dan hipotensi yang biasanya
muncul pada pasien dalam keadaan hiperglikemi. Pada penderita diabetes mellitus, juga sering
dijumpai keluhan banyak kencing terlebih pada malam hari (nokturia), keluhan banyak minum,
mudah lelah, lemas dan mengantuk.
Keterampilan Klinik
Semester III 86
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 87
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 25. Kaki Diabetik (tukak diabetik) Gambar 26. Gangren Diabetikum
Keterampilan Klinik
Semester III 88
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
zygomaticus. Trosseau’s Sign didapat bila terjadi spasme carpopedal dimana ibu jari fleksi dan
adduksi di sepanjang palmar. Tanda ini didapat bila kita memompa cuff spigmomanometer 20
mmHg lebih tinggi di atas tekanan darah sistolik selama 2-3 menit.
Keterampilan Klinik
Semester III 89
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 90
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
IV.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
15 menit Pembukaan Responsi Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
30 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Instruktur
Penutup
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja.
Kursi 8.
Pasien Simulasi (instruktur).
Timbangan.
Alat pengukur tinggi badan.
Spigmomanometer.
Palu reaksi.
6. Materi Kegiatan / Latihan :
Memahami tanda yang muncul pada penderita kelainan pemeriksaan fisik.
Memahami dan terampil menentukan status gizi.
Memahami dan terampil melakukan inspeksi, palpasi, dan auskultasi kelenjar tiroid.
Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunjukkan adanya lid lag.
Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunjukkan tremor halus.
Memahami dan terampil melakukan tes untuk menunukkan adanya Chovstek’s Sign,
dan Trosseau’s Sign.
Keterampilan Klinik
Semester III 91
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. Bickley L.S. Beginning the Physical Examination : General Survey and Vital Sign. Bate’s
Guide to Physical Examination and History Taking. 8th edition. Lippincott. USA ; 2003. p.
60-1.
2. Bickley L.S. The Head and Neck. Bate’s Guide to Physical Examination and History
Taking. 8th edition. Lippincott. USA ; 2003. p. 150, 165-6, 175-7.
3. Djokomoeljanto R. Gangguan Akibat Kurang Iodium. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B,
Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta
: Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p. 1865.
4. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme. In : Sudoyo A.W,
Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd
edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007 .p.1933
5. Hurley F.K. Endocrinology System. OSCE and Clinical Skills Handbook. Elsevier
Saunders. Canada ; 2005. p. 241-55.
6. Piliang S, Bahri C. Hiperkortolisme. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S,
Setiadi S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-
UI. Jakarta ; 2007. p. 1979-80.
7. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisik Umum. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,
K Marcellus S, Setiadi S, Isbagio H, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 1 st edition.
Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. Hal 22-38.
8. Sugondo S. Obesitas. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi S,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007. p.
1939.
9. Waspadji S. Kaki Diabetes. In : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiadi
S, eds .Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 3nd edition. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI ; 2007.
p. 1911.
Keterampilan Klinik
Semester III 92
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 93
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 94
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 95
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Lihat apakah terdapat luka, atau bekas luka pada ekstremitas pasien.
Lihat apakah terdapat ulkus pada ekstremitas bawah pasien.
Lihat apakah daerah sekitar luka tampak kemerahan, dan bengkak.
Tentukan klasifikasi ulkus yang anda temukan.
6. Pemeriksaan Fisik Kelainan Kelenjar Paratiroid
I Inspeksi
Lihat apakah terdapat leukokoria pada mata pasien.
Lihat apakah terdapat kelainan kuku.
II Pemeriksaan Chovstek’s Sign
Jelaskan teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Ketok daerah nervus facialis 20 mm di depan lobus telinga di bawah arcus
zygomaticus pasien, dengan menggunakan palu reaksi.
Lihat apakah terdapat kedipan mata, dan tertariknya sudut mulut.
III Pemeriksaan Trosseau’s Sign
Jelaskan teknik pemeriksaan yang akan anda lakukan.
Pasang manset sphygmomanometer, tentukan tekanan darah sistolik lalu
tahan manset pada tekanan 20 mm Hg di atas tekanan sistolik selama 3
menit.
Lihat apakah terdapat spasme karpopedal dengan ibu jari fleksi dan
adduksi ke sepanjang telapak tangan (perhatikan video).
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 96
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 97
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme tersering, terutama DM tipe
II, insidensinya semakin lama semakin meningkat linier dengan gaya hidup yang tidak sehat.
Dewasa ini, menegakkan diagnosis DM tidak begitu sulit mengingat telah tersedianya alat
portabel, praktis, dengan hasil cepat melalui point of care testing (POCT) dengan
menggunakan glukometer berbagai merek seperti gluco DR™, accu check™, dan easy touch™.
Alat-alat ini sangat mudah cara pakainya dan harganya masih terjangkau.
Setelah diagnosis ditegakkan maka langkah selanjutnya adalah memberikan sharring
informasi kepada pasien DM (diabetisi) agar dapat melakukan diet DM yang dianjurkan
sebagai lini pertama penatalaksanaan DM. Maka dari itu, setiap dokter tentunya harus memiliki
pengetahuan yang cukut tentang DM dan mampu menegakkan DM dengan alat sederhana
dan hasilnya layak dipercaya.
DIABETES MELITUS
a. Pencegahan
Deteksi dini pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke dalam pencegahan
sekunder agar apabila diketahui lebih dini maka komplikasi yang ditimbulkan dapat dicegah.
Menanyakan tanda-tanda klinis DM pada semua penderita yang dicurigai kuranglah tepat
untuk pencegahan sekunder karena DM merupakan penyakit gangguan endokrin dan
metabolisme yang umumnya gangguan ini duluan muncul sebelum muncul manifestasi klinis
sehingga harus dilakukan dahulu pemeriksaan kadar glukosa darah. Sedangkan melakukan
penyuluhan tentang komplikasi DM merupakan pencegahan primer jika audiensnya bukan dari
penderita DM atau penderita dengan komplikasi DM. Selain itu melakukan pemulihan penderita
DM dengan komplikasi merupakan pencegahan tersier.
Pada pasien DM ini baru ditemukan pada pemeriksaan berkala karena secara
epidemiologi DM umumnya sering tidak terdeteksi sebelum timbulnya gejala klinis yang
umumnya mulai terjadinya DM adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan. Pada pasien DM
umumnya merupakan kelanjutan dari prediabetes ataupun sindroma metabolik yang
asimtomatis, sehingga penderita tidak akan datang ke dokter jika tidak ada keluhan.
Upaya pencegahan sekunder pada diabetisi (penderita DM) di praktek umum adalah
dengan melakukan uji reduksi urin. Namun, pemeriksaan ini memerlukan ruang khusus
laboratorium sederhana, hasilnya memerlukan waktu 10-30 menit, dan melakukannya juga
sedikit merepotkan sehingga dibutuhkan alat sederhana yang dapat menggantikan
pemeriksaan tersebut, yaitu POCT. Dengan menggunakan POCT bukan hanya pencegahan
sekunder saja yang diharapkan namun juga dapat dilakukan kepada semua orang terutama
pada mereka yang memiliki resiko lebih besar seperti orang yang punya riwayat keluarga
penderita DM, obesitas, riwayat kehamilan dengan DM, sering konsumsi kalori tinggi, dan gaya
hidup tidak sehat.
Keterampilan Klinik
Semester III 98
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Untuk mengarah ke diagnosis DM, umumnya dokter sering menanyakan gejala klasik DM
seperti: sering makan, sering minum, sering haus, sering kencing terutama pada malam hari.
Namun, perubahan zaman sekarang gejala klasik tersebut sangat jarang kita dapatkan pada
penderita DM.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diharapkan kurang spesifik pada penderita DM, namun dapat
ditemukan keputihan pada wanita yang menderita DM kronis, adanya borok yang sukar
sembuh, seluruh tubuh tampak lemah.
e. Pemeriksaan Penunjang
Untuk deteksi dini DM dapat dilakukan dengan uji reduksi urin dan POCT di
laboratorium sederhana maupun di praktek pribadi. Namun, dapat pula dengan melakukan
pemeriksaan penunjang lain seperti HbA1C, KGD nuchter, KGD 2 jam post prandial, dan
pemeriksaan penunjang khusus komplikasi sebagai cotonh Retinopati diabetes dilakukan
dengan pemeriksaan: funduskopi untuk menilai komplikasi DM pada mata berupa kelainan
mikrovaskuler, optic disc, dan retina; Snellen chart test untuk melihat ketajaman penglihatan;
retinal fotografi untuk melihat kerusakan penampang retina; serta optalmoskopi untuk menilai
gangguan penglihatan dan refraksi.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM harus memenuhi 4 macam yaitu: edukasi, pengaturan makanan
(diet), olahraga dan medikamentos, meliputi:
• Edukasi, tentang penyakit, patogenesis, pengobatan, komplikasi dan prognosis.
• Diet Makanan, konsumsi kalori sesuai dengan kebutuhan kalori yang dianjurkan,
banyak makan serat dari sayuran untuk mengurangi rasa lapar yang terlalu cepat.
• Latihan Jasmani, seperti senam aerobik, jalan santai, bersepeda, dan renang, dengan
memperhatikan continious, rythmical, interval, progressive, dan endurance.
• Medikamentosa, pemberian obat antihiperglikemik oral dimulai jika diet makanan dan
olah raga tidak berhasil menurunkan KGD. Pemberian obat tersebut dapat dimulai dari
1 macam obat dan dapat dikombinasikan dengan obat lain dari golongan yang
berbeda. Kombinasi yang dianjurkan 2 sampai dengan 3 macam obat.
Antihiperglikemik dapat dikombinasi dengan insulin jika kombinasi obat tersebut
kurang respon.
Obat Anti-Hiperglikemik
Golongan: Nama Generik: Dosis:
- Biguanid Metformin 1-3 x 500 mg
- Sulfonilurea Glibenklamid 1-2 x 2,5-5 mg
- Tiazolidindion Rosiglitazon 1 x 4 mg
- Glinid Reveglinid 3 x 0,5-1,2 mg
- Glukosidase alfa inhibitor Acarbose 3 x 50-100 mg
• Memberikan terapi adjuvan bila diperlukan seperti anntioksidan dan Imunostimulator.
g. Penyulit
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.
Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetikum (KAD)
Komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan keton
Keterampilan Klinik
Semester III 99
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
(+).
2. Hiperosmolar non ketotik (HONK)
Terjadinya peningkatan glukosa darah yang sangat tinggi (600 – 1200 mg/dL), tanpa
tanda dan gejala asidosis, plasma keton (+/-).
3. Hipoglikemi
Penurunan kadar glukosa darah < 60 mg/dL. Bila terdapat penurunan kesadaran pada
penderita diabetes harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin.
Hipoglikemia pada lanjut usia merupakan hal yag harus dihindari, mengingat dampak
yang fatal dan kemunduran mental bermakna pada pasien.
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, keringat banyak, gemetar
dan rasa lapar) dan gejala neuro-glipenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun)
Catatan: KAD dan HONK mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Penyulit Menahun
1. Makroangiopati
a. Pembuluh darah jantung.
b. Pembuluh darah tepi.
Sering terjadi, dengan gejala tipikal claudicatio intermitten, meskipun sering
tanpa gejala.
c. Pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
3. Neuropati
Berupa hilangnya sensasi distal, kaki terbakar atau bergetar sendiri dan lebih terasa
sakit di malam hari. Beresiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
4. Dislipidemia pada diabetes
Dislipidemia pada penderita diabetes lebih meningkatkan resiko timbulnya penyakit
kardiovaskular. Gambaran dislipidemia berupa peningkatan kadar trigliserida,
penurunan kadar HDL, sedangkan kadar LDL normal atau sedikit meningkat.
5. Hipertensi pada diabetes
Indikasi pengobatan: TD sistolik >130 mmHg dan atau TD diastolik >80 mmHg.
Target penurunan tekanan darah : < 130/80 mmHg.
Bila terdapat proteinuria ≥ 1 gram /24jam; target penurunan : < 125/75 mmHg.
6. Obesitas pada diabetes
Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
toleransi glukosa pada obesitas sering dijumpai. Obesitas, terutama obesitas sentral
secara bermakna berhubungan dengan sindrom dismetabolik (dislipidemia,
hiperglikemia, hipertensi), yand didasari oleh resistensi insulin.
h. Prognosis
Sangat tergantung pada KGD terkontrol atau tidaknya, jika KGD terkontrol dengan baik
maka dapat menurunkan angka komplikasi dan kecacatan pada penderita DM.
Keterampilan Klinik
Semester III 100
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
POCT merupakan uji diagnostik pada lokasi atau berdekatan tempat perawatan pasien
untuk memudahkan tes langsung kepada pasien. Nama lain POCT antara lain: bedside testing,
near patient testing, ancillary testing, alternative side testing, satellite testing, off-site testing,
home testing, remote testing, decentralized testing, critical care testing, self testing, physician’s
office testing, extra-laboratory testing. POCT merupakan alat portabel, sederhana, dan harga
relatif terjangkau dengan menerapkan teknik pemeriksaan yang mudah serta hasil cepat.
Keunggulan POCT:
• Dapat dikerjakan setiap saat dan berulang-ulang sehingga dapat digunakan sebagai
monitoring keberhasilan pengobatan dan keperluan penelitian.
• Volume sampel lebih sedikit dibanding volume sampel yang digunakan
olehpemeriksaan di laboratorium konvensional.
• Tidak ada keterlambatan pengumpulan sampel karena hasil pemeriksaan diperoleh
dalam beberapa detik atau menit.
• Tidak ada keterlambatan hasil dibanding pemeriksaan melalui laboratorium
konvensional.
• Tidak memerlukan sarana transportasi sampel.
• Tidak memerlukan tenaga khusus terlatih sehingga dapat dikerjakan oleh petugas non-
laboran bahakan pasien sendiri asalkan sudah menerima informasi cara melakukan
alat tersebut.
Kelemahan POCT:
• Tidak menggunakan alat canggih seperti di laboratorium sehingga hasilnya tidak
seakurat pemeriksaan melalui laboratorium konvensional.
• Prosesing alat sangat dipengaruhi kelembabab dan temperature tertentu yang akan
mempengaruhi hasil.
• Kepresisisan yang rendah terhadap sampel yang tidak stabil, kurang homogen, dan
pengaruh viskositas pada sampel dengan kadar yang rendah atau berlebih, sebagai
contoh sampel darah kapiler berbeda dengan darah vena (sampel gold standard).
Keterampilan Klinik
Semester III 101
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 1. Glucometer Set, terdiri dari: alat glucometer, test strip, dan lancing device.
Keterampilan Klinik
Semester III 102
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Setelah itu urut jari manis tangan pasien dari proksimal hingga distal jari sampai darah keluar
dari tusukan alat lancing device sekitar 1 tetes (0,05 ml).
Arahkan jari manis tangan kiri yang telah mengeluarkan sampel darah ke ujung test strip pada
point of blood sample dari test strip yang sudah disambungkan pada alat glucometer sampai
sampel darah masuk melewati garis batas sampel yang tertera pada point of blood sample dari
test strip. Beberapa alat glucometer mengeluarkan bunyi alarm ’tit” saat sampel darah telah
melewati garis batas sampel.
Usap jari manis tangan kiri dengan kapas steril dan hemostasis dengan cara melekatkan kapas
tersebut dengan bantuan ibu jari tangan kiri pasien (ibu jari dan jari manis tangan kiri saling
mengapit dan menekan kapas steril), biarkan hingga darah tidak keluar lagi dari jari tersebut
(sekitar 1-5 menit).
Tunggu beberapa detik hingga monitor alat glucometer menunjukkan angka kadar glukosa
darah kapiler (waktu yang dibutuhkan hingga menampilkan angka hasil pemeriksaan tergantung
dari sediaan alat glucometer yang digunakan) dan catatlah angka kadar glukosa darah hasil
pemeriksaan.
Tekan tombol ’off’ alat glucometer, dan lepaskan test strip dari alat tersebut.
Keterampilan Klinik
Semester III 103
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 104
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
4.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan
bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja.
Kursi.
Pasien simulasi.
Glucometer
Test Strip
Lancet Needle
Lancing Device
Alcohol Swab
Kapas Steril
Iodine Povidone 10%
Tissu
6. Materi Kegiatan / Latihan :
Melakukan teknik pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan menggunakan alat
glucometer POCT.
Keterampilan Klinik
Semester III 105
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR RUJUKAN
1. Boblett J. Point of Care Testing Technology, 2006. http://wwwumdnj.edu.
idsweb/tech_reviews/John_Boblett/index.html. (accesed Sept 8, 2006).
2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi L,et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 2005, hlm 1879-81.
3. Jahn UR, Alen HV. Near-patient testing-Dpoint-of-care or point of costs and convenience?
British Journal Of Anaesthesia, April, 2003; 90(4): 425–7.
4. Jacobs E, Goldsmith B, Larrson L, Richardson H and Louis PS. NACB Laboratory Medicine
Practice Guidelines Evidence-based Practice for Point of Care Testing, Introduction.
http://www.nacb.org/lmpg/poct/introduction.pdf (accesed Oct 9, 2006).
5. Kost GJ, Ehrmeyer SS, Chernow B, Winkelman JW, Zaloga GP, Dellinger RP and Terry S.
The Laboratory. Clinical Interface. Point of Care Testing. Chest, 1999; 15: 1140–1154.
6. Murphy MJ. Point of care testing: no pain, no gain (editorial). Q J Med , 2001; 94: 571–3.
7. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006.
8. POCT Coordinator. Competencies. Canterbury Health Laboratories Christchurch Hospital. ©
Canterbury Health District Board. 2003. http://www.cdhb.govt.nz/ ch_labs/competencies.htm
( accesed Sept 12, 2006).
9. POCT Coordinator. Frequently Asked Questions about POCT, 2003. http://www.
cdhb.govt.nz/chlabs/faq.htm#advantages%20and%20disadvantages. (accesed Sept 12,
2006).
10.Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi L,et al,
eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 2005, hlm 1874-8.
Keterampilan Klinik
Semester III 106
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 107
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
sampai darah keluar dari tusukan alat lancing device sekitar 1 tetes (0,05
ml).
Arahkan jari manis tangan kiri yang telah mengeluarkan sampel darah ke
ujung test strip pada point of blood sample dari test strip yang sudah
disambungkan pada alat glucometer sampai sampel darah masuk melewati
garis batas sampel yang tertera pada point of blood sample dari test strip.
Beberapa alat glucometer mengeluarkan bunyi alarm ’tit” saat sampel darah
telah melewati garis batas sampel.
Usap jari manis tangan kiri dengan kapas steril dan hemostasis dengan cara
melekatkan kapas tersebut dengan bantuan ibu jari tangan kiri pasien (ibu
jari dan jari manis tangan kiri saling mengapit dan menekan kapas steril),
biarkan hingga darah tidak keluar lagi dari jari tersebut (sekitar 1-5 menit).
Tunggu beberapa detik hingga monitor alat glucometer menunjukkan angka
kadar glukosa darah kapiler (waktu yang dibutuhkan hingga menampilkan
angka hasil pemeriksaan tergantung dari sediaan alat glucometer yang
digunakan) dan catatlah angka kadar glukosa darah hasil pemeriksaan.
Tekan tombol ’off’ alat glucometer, dan lepaskan test strip dari alat tersebut.
Bersihkan dengan tissu kering apabila terdapat ceceran darah dan buang
alat habis pakai pemeriksaan tersebut (test strip, lancet, kapas steril, alcohol
swab, dan tissu) ke dalam tempat sampah medis infeksius.
Dokter kembali mencuci tangan tangan denga metode simple hands washing
menurut WHO dan mengeringkan tangan dengan handuk steril.
Dokter melakukan konseling berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 108
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 109
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Konseling, kadang disebut juga dengan penyuluhan, adalah suatu bentuk bantuan. Ia
merupakan suatu proses pelayanan yang melibatkan kemampuan profesional pada pemberi
layanan. Ia sekurangnya melibatkan pula orang kedua, penerima layanan, yaitu orang yang
sebelumnya merasa ataupun nyata-nyata tidak dapat berbuat banyak dan setelah mendapat
layanan menjadi dapat melakukan sesuatu. Dilihat dari kedudukannya, dalam proses
keseluruhan bimbingan, guidance, konseling merupakan bagian integral, atau teknik andalan,
bimbingan dan di sini orang lazim menggabungkannya menjadi ”Bimbingan dan Konseling”.
Menurut Eisnberg (1983), konseling merupakan usaha menambah kekuatan pada
pasien untuk menghadapi, untuk mengikuti aktivitas yang mengarahkan ke kemajuan, dan
untuk menentukan sesuatu keputusan. Konseling membantu pasien agar mampu menguasai
masalah yang segera dihadapi dan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang.
Ivey dan Simek-Downing (1980), mendefinisikan konseling sebagai usaha memberikan
alternatif-alternatif, membantu klien dalam melepaskan dan merombak pola-pola lama,
memungkinkan melakukan proses pengambilan keputusan dan menemukan pemecahan-
pemecahan yang tepat terhadap masalah. Tujuan pencapaian dilakukannya konseling adalah
peningkatan atau perubahan tingkah laku. Pada pertemuan ini, kita akan melakukan konseling
dari tiga aspek yaitu konseling diet, konseling pola dan gaya hidup serta konseling psikologis.
Keterampilan Klinik
Semester III 110
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Adapun fungsi makanan bagi tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian,
yaitu:
(1) Sebagai bahan penghasil energi yang berguna untuk segala kegiatan hidup.
(2) Sebagai bahan pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel tubuh yang
rusak.
(3) Sebagai bahan pelindung dan pengatur kerja fisiologis tubuh agar tetap lancar dan teratur.
Dari uraian di atas, makanan sangat penting bagi manusia yang sehat untuk tetap
sehat. Bahkan untuk orang yang sakit, pengaturan makanan harus merupakan satu kesatuan
dengan kegiatan perawatan medis dan pengobatan. Bagi seseorang penderita, baik penderita
penyakit kronis maupun akut, diet yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen
kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya
penyembuhan penyakit dapat berupa:
a. Salah satu bentuk terapi.
Pada penderita obesitas, pengaturan diet merupakan upaya primer bagi penyembuhan
penyakit tersebut.
b. Penunjang pengobatan.
Pada penderita penyakit diabetes melitus, pemberian suntikan insulin harus dilakukan
bersamaan dengan pemberian makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap
dalam batas-batas normal.
Beberapa patokan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan diet bagi orang sakit
adalah:
a. Diet yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan orang sakit akan berbagai unsur gizi
esensial, bila memungkinkan.
b. Diet khusus tetap harus selalu berpola pada pola makanan biasa.
c. Diet khusus ditetapkan hendaknya fleksibel. Karena itu dalam menentukan diet khusus
bagi orang sakit, faktor-faktor seperti kebiasaan, kesukaan, tingkat penghasilan,
kepercayaan dan sebagainya haruslah dipertimbangkan, sebab faktor-faktor itu dapat
mempengaruhi jumlah makanan yang dimakan orang sakit.
d. Diet yang diberikan harus mempertimbangkan kebiasaan orang sakit dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari atau latihan yang diberikan kepadanya.
e. Jenis bahan makanan atau makanan yang disajikan kepada orang sakit haruslah bahan
makanan atau makanan yang dapat diterimanya.
f. Bahan makanan yang digunakan sedapat mungkin adalah bahan makanan alami yang
mudah didapat, mudah diolah dan lazim digunakan/dimakan.
g. Kepada penderita harus diberikan penjelasan sebaik-baiknya tentang tujuan dan manfaat
diet yang diberikan kepadanya, termasuk juga keluarganya yang juga turun dalam
pengaturan makanan orang sakit.
Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran
yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Tinggi dan
berat badan merupakan ukuran yang paling sering digunakan, karena peralatan yang
diperlukan relatif sederhana dan tersedia secara luas.
Asupan nutrien (zat gizi) tertentu yang tidak adekuat dan berlebih atau tidak seimbang
dapat menyebabkan kondisi kesehatan yang buruk (morbiditas) dan mungkin kematian
(mortalitas). Pada beberapa diet, nutrien mungkin tampaknya ada, tetapi nutrien tersebut
sebenarnya tidak tersedia bagi tubuh sebagai akibat dari:
• Berikatan dengan komponen lain dalam makanan (bentuk inaktif dalam makanan,
diinaktivasi oleh metode penyiapan makanan, adanya fitat, serat makanan).
• Penghambatan/peningkatan oleh faktor diet lain yang dimakan secara bersamaan
(misalnya faktor yang mempengaruhi pH dalam usus).
• Kompetisi dengan infestasi parasitik dalam saluran cerna.
Keterampilan Klinik
Semester III 111
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Diet Seimbang
Dapat diperkirakan bahwa diet yang adekuat adalah diet yang:
• Mengandung semua nutrien dalam jumlah yang sesuai untuk usia dan jenis kelamin
individu tersebut.
• Menjaga kesehatan tubuh dan membantu individu melakukan dengan baik semua
pekerjaan dan aktivitas rekreasi yang diinginkannya.
• Menyediakan cadangan dalam jumlah cukup untuk melindungi individu terhadap defisiensi
gizi ketika asupan makan menurun (kurang makan), misalnya selama sakit dalam waktu
yang singkat.
• Memberikan perlindungan terhadap penyakit.
Dapat dikatakan bahwa hal-hal tersebut mencakup prinsip-prinsip ”pola makan sehat”, dan
implikasinya adalah diet yang tidak mencapai sasaran di atas dianggap ”tidak sehat”.
Konsep diet seimbang telah dikembangkan berdasarkan komposisi gizi dari berbagai
makanan terkait, yang dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Jika diet disusun dari
kelompok-kelompok makanan tersebut dalam perbandingan yang sesuai, maka dapat
dihasilkan suatu diet yang komposisi makanannya ”seimbang” dan oleh karena itu komposisi
nutriennya juga seimbang. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), menganjurkan agar
60-75% kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat (terutama karbohidrat kompleks), 10-15%
dari protein dan 10-25% dari lemak.
Klasifikasi Nutrien
Nutrien utama, secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan jumlah yang
dibutuhkan, sifat kimia dan fungsinya dalam tubuh. Nutrien terutama dibedakan menjadi
makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh, biasanya dalam kisaran
puluhan gram. Mikronutrien adalah zat yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit oleh
tubuh; biasanya diukur dalam kisaran miligram atau mikrogram. Komponen lain yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh adalah air, dimana merupakan komponen yang esensial dalam diet,
karena asupan cairan yang cukup merupakan hal yang vital bagi kelangsungan hidup.
1. Makronutrien
Makronutrien dalam diet meliputi karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat dan
lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun protein juga dapat menghasilkan energi.
Ketiganya memiliki peran struktural, yang terpenting dalam hal ini adalah protein.
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah sakarida, yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas
untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan
polisakarida. Karbohidrat adalah zat organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H)
dan oksigen (O), dengan rumus molekulnya CH 2 O. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat
berfungsi dalam penyediaan bahan pembentuk protein dan lemak serta menjaga
keseimbangan asam dan basa. Di dalam jaringan tubuh, karbohidrat diubah menjadi glukosa.
Kemudian diserap oleh pembuluh darah melalui epitel jonjot usus. Di dalam jaringan tubuh ini,
glukosa akan dioksidasi untuk menghasilkan energi. Bila kebutuhan energi di dalam tubuh
telah terpenuhi dan glukosa masih tersedia, maka kelebihan glukosa akan disimpan dalam
jaringan otot, karena itu disebut gula otot (glikogen) yang merupakan zat cadangan dalam
tubuh.
Keterampilan Klinik
Semester III 112
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Karbohidrat terdiri dari tiga jenis, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida.
Monosakarida merupakan karbohidrat sederhana yang tidak dapat diuraikan menjadi bagian
yang lebih kecil dan larut dalam air. Contohnya adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.
Glukosa merupakan sumber energi utama dalam sel.
Disakarida merupakan gabungan dua monosakarida dan larut dalam air. Sukrosa
merupakan gula tebu atau sakarum, molekulnya sangat besar untuk melalui membran
sehingga untuk diserap oleh tubuh harus dihancurkan terlebih dahulu menjadi fruktosa dan
glukosa. Contoh disakarida lain adalah laktosa atau gula susu, jika dihidrolisis akan
menghasilkan galaktosa dan glukosa.
Polisakarida merupakan karbohidrat gabungan lebih dari dua monosakarida dan tidak
larut dalam air. Polisakarida yang terpenting diantaranya adalah glikogen. Selulosa banyak
terdapat di dalam tubuh tumbuhan, mempunyai sifat tidak larut dalam air maupun di dalam zat
pelarut organik dan tidak dapat dicerna oleh alat pencernaan. Bahan makanan yang
mengandung zat tepung terdapat dalam beras, jagung, kentang, sagu, biji-bijian, gandum, roti,
pisang dan umbi-umbian. Bahan makanan yang mengandung gula terdapat dalam susu,
sayuran, buah-buahan dan gula putih.
b. Lemak
Lemak merupakan senyawa organik yang mengandung unsur karbon, hidrogen dan
oksigen. Dalam lemak, oksigen lebih sedikit daripada yang terdapat dalam karbohidrat. Itulah
sebabnya pada waktu pembakaran, lemak mengikat lebih banyak oksigen sehingga panas
yang dihasilkan lebih banyak. Lemak yang disimpan di bawah kulit merupakan persediaan
energi jangka panjang. Lemak merupakan bahan penting dalam membran sel dan sifatnya
tidak dapat larut dalam air.
Fungsi lemak adalah: (1) sebagai sumber energi utama bagi tubuh, (2) merupakan
bahan makanan cadangan, (3) dapat melarutkan vitamin A, D, E dan K, (4) pelindung organ-
organ penting seperti mata, ginjal dan jantung, dan (5) sebagai pelindung tubuh dari suhu yang
rendah agar tidak kedinginan.
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini.
Di dalam tubuh, lemak akan dicernakan secara fisis dan kemis menjadi gliserol dan
asam lemak. Dalam bentuk tersebut lemak akan diserap oleh usus. Di dinding usus akan
diubah menjadi emulsi lemak dan diedarkan melalui pembuluh limpa menuju jantung dan baru
diedarkan ke seluruh tubuh.
Berdasarkan wujud zatnya, lemak dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a) lemak
nabati, yang berasal dari tumbuhan, kadar kolesterolnya lebih rendah dibandingkan lemak
hewani. Terdapat dalam kacang tanah, kacang merah, kelapa sawit, kemiri, alvokad dan wijen;
b) lemak hewani, yang berasal dari hewan merupakan bagian penting dalam makanan karena
mengandung vitamin A dan D. Lemak hewani terdapat dalam daging, ikan, minyak ikan, susu,
keju, gajih dan telur.
Lemak dapat meningkatkan kolesterol. Kolesterol adalah substansi lemak yang terjadi
secara alamiah dalam tubuh. Dalam keadaan normal kolesterol disintesis dalam tubuh yang
juga dapat diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Kolesterol disintesis di hati
dan dinding usus, dipergunakan sebagai bahan pembentukan hormon juga vitamin D dan
jaringan tubuh, disamping juga sebagai sumber kalori. Sumber kolesterol, terutama berasal
dari produk hewani, yaitu: daging, susu, telur dan udang. Kandungan kadar kolesterol dalam
darah yang nomal adalah berkisar 150-250 mg%. Sebaiknya nilai ideal kolesterol seseorang di
bawah 200 mg%. Kolesterol berbahaya apabila dikonsumsi berlebihan karena mengakibatkan
kenaikan kolesterol dalam darah, kolesterol akan cenderung menebal pada pembuluh darah,
Keterampilan Klinik
Semester III 113
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
keadaan ini akan menghambat aliran darah dalam arteri, sehingga akan mengakibatkan
serangan jantung koroner atau perdarahan otak (stroke).
c. Protein
Setiap sel hidup tersusun oleh protein. Protein merupakan bahan pembangun tubuh
utama. Protein tersusun atas senyawa organik yang mengandung unsur-unsur karbon,
hidrogen dan nitrogen. Unsur nitrogen (N) adalah ciri-ciri protein yang membedakannya dari
karbohidrat dan lemak. Adapun fungsi protein bagi tubuh adalah sebagai bahan pembangun
tubuh. Sebagian besar tubuh kita terdiri dari protein. Kecuali itu, protein juga berfungsi untuk
menggantikan sel-sel tubuh yang sudah rusak. Protein juga memegang peranan vital sebagai
enzim, sedangkan beberapa hormon mempunyai struktur protein.
Enzim adalah golongan protein yang berfungsi sebagai biokatalisator pada reaksi
kimia dalam tubuh manusia. Zat yang ditransformasikan oleh enzim disebut substrat. Enzim
merupakan suatu protein yang kompleks yang terdiri dari bagian protein dan bagian nonprotein
(kofaktor).
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Protein di dalam tubuh diubah menjadi asam amino.
Asam amino diedarkan melalui pembuluh darah dan jantung. Dari 26 macam asam amino,
tubuh kita membutuhkan 10 macam asam amino yang tidak dapat dibuat oleh tubuh kita.
Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi 2 macam, yaitu protein hewani dan
protein nabati. Protein hewani berasal dari daging, telur, susu, keju dan ikan. Bahan makanan
tersebut merupakan ”First class protein” karena mengandung kesepuluh asam amino tersebut
di atas. Protein nabati terutama berasal dari biji-bijian, kacang-kacangan, gandum dan
sayuran.
2. Mikronutrien
Mikronutrien mencakup mineral, vitamin dan air. Mikronutrien merupakan zat yang
berperan dalam menjaga keseimbangan dalam tubuh terutama untuk membantu proses
metabolisme dan pertukaran zat.
a. Mineral
Mineral adalah zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, umumnya sebagai
bagian dari struktur molekul lain (misalnya besi sebagai bagian dari hemoglobin), atau sebagai
kofaktor esensial untuk aktivitas enzim (misalnya selenium dalam glutation peroksidase).
Ambilan beberapa mineral dari diet harus diatur secara hati-hati karena jumlah yang
diekskresikan terbatas dan toksisitas mungkin terjadi jika mineral ini terakumulasi dalam jumlah
besar dalam organ penyimpan. Selain itu, beberapa mineral saling berkompetisi untuk
Keterampilan Klinik
Semester III 114
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
absorpsi, sehingga asupan berlebih salah satu mineral ini menghambat ambilan mineral lainya
(misalnya zink dan besi, atau besi dan kalsium).
b. Vitamin
Semua anggota dalam kelompok ini memiliki satu ciri umum, yaitu merupakan zat
organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil agar tubuh dapat berfungsi normal.
Vitamin dikelompokkan lebih lanjut menjadi vitamin larut air (vitamin B dan C) dan vitamin larut
lemak (vitamin A, D, E dan K).
Vitamin A banyak terdapat pada mentega, kuning telur, hati, minyak ikan, susu, buah-
buahan, sayuran hijau dan wortel. Di dalam zat hijau daun terdapat suatu zat yang disebut
karoten. Di dalam tubuh karoten akan diubah menjadi vitamin A. Oleh karena itu, karoten
disebut juga provitamin A. Fungsi utama vitamin A adalah untuk pertumbuhan jaringan epitel,
regenerasi rodopsin di retina mata, kesehatan kulit dan selaput lendir. Apabila tubuh
kekurangan vitamin A maka akan terjadi luka-luka di kulit dan selaput lendir menjadi kurang
sehat. Begitu juga dengan mata apabila kekurangan vitamin A, pada waktu senja tidak dapat
melihat.
Vitamin B terdiri dari tujuh jenis yaitu vitamin B 1 , vitamin B 2 , vitamin B 3 , vitamin B 6 ,
vitamin B 7 , vitamin B 11 , dan vitamin B 12 . Masing-masing jenis memiliki fungsinya masing-
masing dan tersebar di hampir semua jenis makanan.
Vitamin C banyak terdapat di dalam buah-buahan yang berwarna seperti jeruk, tomat,
pepaya dan sayuran hijau yang masih segar. Vitamin C bermanfaat menjaga ketahanan tubuh
terhadap penyakit infeksi dan racun, serta menurunkan kolesterol.
Vitamin D banyak sekali terdapat di dalam hati, kuning telur, mentega, daging, minyak
ikan, ragi dan kacang-kacangan. Saat ini telah diketahui bahwa vitamin D disintesis dalam kulit
melalui kerja sinar ultraviolet pada suatu prekursor, dan sebenarnya lebih tepat digolongkan
sebagai hormon daripada vitamin. Selain itu, niasin dapat dibuat oleh tubuh dari asam amino
triptofan, maka niasin mungkin tidak perlu disuplai secara khusus jika asupan protein telah
mencukupi. Akan tetapi, untuk kedua vitamin tersebut terdapat situasi dimana sintesis tidak
mencukupi sehingga vitamin ini perlu tersedia dalam diet. Vitamin D berperan dalam
membentuk tulang, mengatur tingkat kalsium dan fosfor di dalam darah, meningkatkan
penyerapan di dalam usus, dan mengatur pertukaran zat di dalam darah dan tulang.
Vitamin E disebut sebagai vitamin antisterilitas. Vitamin E banyak terdapat di dalam
apel, seledri, daun salada, bayam, selada air, kecambah yang sedang tubuh, kuning telur,
susu, lemak, daging dan ragi. Vitamin E berfungsi untuk mencegah pendarahan dan mengatur
proliferasi sel.
Vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah, mempengaruhi pembuatan
protombin di dalam hati. Apabila tubuh kekurangan vitamin K maka protombin di dalam darah
akan berkurang. Jadi, bila terdapat luka maka pendarahan sukar berhenti karena luka tidak
menutup, disebabkan karena kekurangan protombin. Sumber vitamin K antara lain sayuran
berwarna hijau, biji-bijian dan hati.
c. Air
Air menciptakan media dasar tempat berlangsungnya semua reaksi dalam tubuh.
Asupan cairan yang tidak cukup akan dengan cepat mengganggu fungsi metabolisme tubuh
dan kinerja mekanisme homeostasis. Kira-kira 2/3 berat tubuh kita terdiri dari air. Setiap hari
dalam waktu 24 jam kita membutuhkan 2,5 liter. Kebutuhan air yang dimasukkan dalam tubuh
tergantung pada air yang dikeluarkan sebab air senantiasa dikeluarkan bersama-sama zat sisa
metabolisme. Fungsi air, yaitu: (1) membantu proses pencernaan serta memungkinkan
terjadinya reaksi kimia dalam tubuh, (2) menjaga agar kerja faal alat tubuh tidak terganggu,
dan (3) membuang zat sisa dari dalam tubuh dan menjaga agar suhu tubuh tetap normal.
Keterampilan Klinik
Semester III 115
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Ketidakcukupan Makronutrien
Malnutrisi energi-protein yang mencerminkan kekurangan gizi berat, bermanifestasi
sebagai marasmus kwashiorkor, dan gambaran kombinasi kwashiorkor marasmik.
Ketidakcukupan Mikronutrien
Tabel 3 - Kondisi dan tanda klinis ketidakkecukupan mikronutrien
Nutrien Jumlah kasus/contoh Dampak bagi kesehatan
Besi Sekitar 5 milyar penduduk di seluruh Anemia; mempengaruhi per-
dunia; umumnya wanita dan anak. kembangan kognitif dan perilaku
Asupan besi yang rendah atau pada anak, fungsi imun, kualitas
kehilangan darah akibat infeksi kehamilan, kemampuan bekerja.
parasit dan malaria.
Vitamin A Sampai dengan 250 juta anak Pada mata; kerusakan kornea,
menderita defisiensi vitamin A mengakibatkan ulserasi dan
subklinis (subclinical vitamin A kebutaan; hilangnya penglihatan
deficiency; VAD); kasus yang makan.
berkembang menjadi kebutaan Terganggunya ketahanan ter-hadap
mencapai 500.000 setiap tahun. Ibu infeksi, meningkatnya mortalitas.
hamil juga terkena defisiensi dan Mempengaruhi perkembangan
meneruskannya kepada ge-nerasi janin, pertumbuhan fisik, hemo-
berikutnya. poiesis, spermatogenesis.
Rendahnya asupan vitamin A
(dalam bentuk yang sudah jadi) dan
rendahnya laju absopsi prekursor
karotenoid.
Iodium Lebih dari 16 juta anak terlahir Gangguan perkembangan mental
dengan kretinisme; sampai dengan pada bayi yang lahir dari ibu yang
50 juta anak menderita gangguan kekurangan iodium.
perkembangan kog-nitif. Bayi lahir mati.
Rendahnya kadar iodium dalam
tanah; goitrogen menghalangi
penggunaan iodium dari ma-kanan.
Kadar selenium yang rendah dapat
Keterampilan Klinik
Semester III 116
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian penatalaksanaan secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhan
guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga yang lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak
melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam
sehari. Kalau diuperlukan dapat diberikan makanan seling buah atau makanan
lain sebagian bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
Keterampilan Klinik
Semester III 117
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole
milk)
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang cumi, dll), daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan,
tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8
g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7
g (1 sendok teh) garam dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan
pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan
mengkonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta
sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral,
serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis Alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi.
Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, sorbitol, dan xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek
samping pada lemak darah.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, dan neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted
daily Intake/ADI).
Keterampilan Klinik
Semester III 118
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
B. KEBUTUHAN KALORI
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Diantaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dan lain lain.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sebagai berikut :
Berat Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
BB Normal: BB Ideal ± 10%
Kurus : < BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Keterampilan Klinik
Semester III 119
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada tingkat
kegemukan
Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000-1200 kkal perhati untuk wanita dan 1200-1600 kkal
untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi
makanan ringan (10-15%) diantaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh
mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit
penyertanya.
Keterampilan Klinik
Semester III 120
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 121
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
d. Golongan 4 : Sayuran
1. Sayuran A
Bebas dimakan, kandungan kalori dapat diabaikan, sumbernya dari gambas (oyong),
jamur kuping sedang, ketimun, jamur segar, lobak, selada dan tomat.
2. Sayuran B
1 Satuan Penukar ± 1 gls (100 gr) = 25 kalori
1 gr protein
5 gr karbohidrat
Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam, labu siam, bit, buncis, brokoli, genjer,
jagung muda, kol, wortel, sawi, toge kacang hijau, terong, kangkung, kacang panjang, pare,
rebung, papaya muda.
Keterampilan Klinik
Semester III 122
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3. Sayuran C
1 Satuan Penukar ± 1 gls (100 gr) = 50 kalori
3 gr protein
10 gr karbohidrat
Sumber bahan makanannya yaitu dari bayam merah, daun katuk, daun melinjo, daun
papaya, daun singkong, toge kacang kedele, daun talas, melinjo, nangka muda.
Keterampilan Klinik
Semester III 123
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 124
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
4.4 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja.
Kursi.
Pasien simulasi.
6. Materi Kegiatan / Latihan :
Pengenalan teknik konseling diet, pola dan gaya hidup serta psikologis.
Aplikasi teknik konseling diet, pola dan gaya hidup serta psikologis.
Keterampilan Klinik
Semester III 125
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
DAFTAR RUJUKAN
1. PERKENI, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta; 2006
2. Irianto K, Waluyo K. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung : CV. Yrama Widya; 2007.
3. Moehyi S. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama; 1992.
4. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia.
Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama; 2007.
5. Barasi ME. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2009.
Keterampilan Klinik
Semester III 126
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO KASUS
Keterampilan Klinik
Semester III 127
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 128
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
f. Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak
bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
Pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, sorbitol, dan xylitol.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes
karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame
potassium, sukralose, neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(Accepted daily Intake/ADI)
B. KEBUTUHAN KALORI
Rumus penghitungan berat badan ideal menurut Rumus Brocca: Berat
Badan Ideal = 90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
BB: Normal: BB Ideal ± 10%
Kurus : < BBI – 10%
Gemuk : > BBI + 10%
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
IMT = BB(kg)/TB(m²).
Klasifikasi IMT : BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih ≥ 23,0
Dengan risiko 23,0-24,9
Obes I 25,0-29,9
Obes II ≥ 30
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
• Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB
• Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB
2. Umur
• Usia 40 s/d 59 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 5%
• Usia 60 s/d 69 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 10%
• Usia > 70 tahun : kebutuhan kalori dikurangi 20 %
3. Aktifitas Fisik atau Pekerjaan
• Tidak ada aktivitas : Penambahan 10% dari kebutuhan basal
kalori
• Aktivitas ringan : Penambahan 20% dari kebutuhan basal
Keterampilan Klinik
Semester III 129
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
kalori
• Aktivitassedang : Penambahan 30% dari kebutuhan basal
kalori
• Aktivitas berat : Penambahan 50% dari kebutuhan basal
kalori
4. Berat Badan
• Gemuk : Dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan
• Kurus : Ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan
untuk meningkatkan BB
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam :
• Porsi besar untuk makan pagi (20%),
• Porsi kecil untuk makan selingan (10-15%)
• Porsi besar untuk makan siang (30%)
• Porsi kecil untuk makan selingan (10-15%)
• Porsi besar untuk makan sore (25%)
Keterampilan Klinik
Semester III 130
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 131
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 132
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 133
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 134
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 135
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
II. 2. POSISI
Penderita harus berbaring terlentang dengan lengan yang akan dipungsi diletakkan
dengan baik di sisi badan. Untuk pungsi vena femoralis, lipatan paha harus terlihat dengan
melakukan ekstensi tungkai dan sedikit abduksi.
II.3. KOMPLIKASI
1. Trauma struktur setempat
2. Pembentuka hematoma
3. Trombosis
Keterampilan Klinik
Semester III 136
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 137
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 138
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
30 menit Pembukaan Instruktur
Pengantar (overview)
15 menit Demonstrasi Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan
15 menit Latihan Mandiri Mahasiswa
Feed Back
10 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja dan kursi minimal 1 Set
Kursi (8 buah)
Manekin lengan dewasa.
Jarum suntik 3 cc.
Aquades steril atau NaCl 0,9 %.
Kapas.
Alkohol 70 %.
Karet tourniquet.
Sarung tangan steril no 6 ½, 7, 7 ½, dan 8.
Darah sintetik, atau air yang diberi pewarna merah darah.
6. Materi Kegiatan / Latihan:
Cara Suntikan Intravena.
Cara Pungsi Vena.
Keterampilan Klinik
Semester III 139
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. Taher N, Bakar B, Khor R, Taher E, Sanuddin O, Rachmawaty S, Mainiadi. Pengambilan
Darah Vena (Vena Pungsi). Buku Penuntun Praktikum Patologi Klinik. 2rd edition. Medan
: Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara ; 1999. p.
19-20.
2. Kee J.L, Hayes E.R. Prosedur Injeksi. In : Asih N.G, ed. Farmakologi : Pendekatan
Proses Keperawatan. 1st edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1996. p. 32-
41.
3. Stevens P.J, Bordui F. Weyde J.A. Prosedur Injeksi. In : Ester M, ed. Ilmu Keperawatan.
2nd edition. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1999. p. 343-8.
4. Tim Departemen Kesehatan RI. Prosedur Perawatan Dasar. 5th edition. Jakarta :
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. p. 85-95.
5. Burton N.L, Birdi K. Intravenous Drug Injection. In : Clinical Skills for OSCEs Second
Edition. United Kingdom : Informa Healthcare ; 2006. p18-9.
6. Dudley H.A.F, Eckersley J.R.T, Paterson-Brown S, Pungsi Vena. In: Pedoman Tindakan
Praktis Medik dan Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p36-7.
Keterampilan Klinik
Semester III 140
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 141
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 142
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Tanda tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 143
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Kanulasi dan kanulasi vena merupakan salah satu keterampilan yang merupakan dasar
dalam pemberian terapi intravena. Prosedur kanulasi vena sebenarnya tidaklah sulit, namun
diperlukan latihan yang sering agar tenaga medis (dokter) menjadi terampil untuk
melakukannya, terutama bila menghadapi kasus-kasus kegawatdaruratan medis, dimana
diperlukan pemasangan akses intravena (intravenous line) sesegera mungkin. Unsur-unsur
yang perlu diperhatikan dalam prosedur kanulasi vena antara lain persiapan pasien, pemilihan
vena, pemilihan alat, teknik pemasangan yang akurat, pengetahuan mengatasi masalah, dan
instruksi pada pasien.
Pasien terkadang merasa tegang atau takut karena prosedur ini memang sedikit
menyakitkan, namun perasaan takut atau tegang harus diatasi karena menyebabkan konstriksi
vena, yang dapat mengakibatkan kanulasi dan kanulasi vena menjadi lebih sulit dan lebih
menyakitkan. Oleh karena itu, usahakan untuk mengurangi kecemasan pasien dan doronglah
pasien agar bersikap kooperatif.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan agar pasien dapat bersikap kooperatif antara lain :
Tunjukkan rasa percaya diri.
Beri salam pada pasien dengan menyebutkan namanya, perkenalkan diri anda.
Jelaskan prosedur dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien.
Tenangkan pasien, dan mintalah pasien menahan tangannya setenang mungkin.
Keterampilan Klinik
Semester III 144
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 1. Berbagai Ukuran Kateter Intravena Gambar 2. Peralatan Kanulasi dan Kanulasi Intravena
Keterampilan Klinik
Semester III 145
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Beberapa tipe vena yang harus dihindari dalam prosedur kanulasi vena adalah:
Vena yang telah digunakan sebelumnya.
Vena yang keras, sklerotik atau mengalami peradangan (flebitis).
Vena-vena pada area fleksi, termasuk area antekubiti.
Vena-vena kaki, karena sirkulasi darahnya lambat.
Cabang-cabang vena lengan utama yang kecil, dan berdinding tipis.
Vena-vena pada ekstremitas yang lumpuh karena stroke.
Vena-vena yang dekat dengan bagian tubuh yang mengalami infeksi.
Keterampilan Klinik
Semester III 146
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 147
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 148
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh Bagian SDM MEU FK-UISU.
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Waktu Aktivitas Keterangan
Perkenalan
20 menit Pembukaan Pre test Instruktur
Pengantar (Overview)
15 menit Demonstrasi
Instruktur
30 menit Latihan Coaching dan responsi dan
Mahasiswa
20 menit Latihan Mandiri
Feed Back
15 menit Penutupan Tugas Mandiri Instruktur
Penutup
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja dan kursi minimal 1 Set
Kursi (8 buah)
Manekin untuk prosedur pemasangan infus (kanulasi vena)
Infus set (abocath, infus line dan cairan infus)
Band steril
Kapas
Cairan antiseptik (povidone iodine)
Alkohol 70%
Karet Tourniquet.
Sarung tangan steril no 6 ½, 7, 7 ½, dan 8.
Darah sintetik, atau air yang diberi pewarna merah darah.
Plester
Gunting
6. Materi Kegiatan / Latihan : Melakukan prosedur pemasangan infus
(kanulasi vena)
Keterampilan Klinik
Semester III 149
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
1. La Rocca J.C, Otto S.E. Kanulasi Vena. Terapi Intravena. 2nd edition. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1995. p. 20-31.
2. Basket P, Camm J, Chamberlain D, Colquhoun M, Dowdle R, Driscoll P, Elliot D,
Ellison G, Goldhill D, Gray Alasdair. Advanced Life Support Course Sub-Committee of
the Resuscitation Council (UK). Jalur Obat. Buku Panduan Resusitasi Jantung Paru
Otak Bantuan Hidup Lanjut (Advanced Life Support). Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia ; 2000. p. 62-4.
3. Ortega R, Sekhar P, Song M, Hansen C.J, Peterson L. Peripheral Intraveous
Canulation. Avaiable from : URL : HYPERLINK http : // www. the new england journal
of medicine. Org
4. Burton N.L, Birdi K. Canulation and Setting Up A Drip. In : Clinical Skills for OSCEs
Second Edition. United Kingdom : Informa Healthcare ; 2006. p9-12.
Keterampilan Klinik
Semester III 150
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 151
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterangan
Nilai 0 :Bila mahasiswa tidak dapat menjelaskan atau tidak melakukan langkah klinik
Nilai 1 :Bila mahasiswa hanya menjelaskan atau melakukan satu langkah klinik saja
Nilai 2 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan atau melakukan langkah klinik, namun penjelasan
tidaklengkap atau langkah klinik tidak dilakukan dengan baik dan benar
Nilai 3 :Bila mahasiswa dapat menjelaskan langkah klinik dengan lengkap atau mampu
melakukanlangkah klinik dengan baik dan benar
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 152
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
Tanda Tangan
Instruktur,
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 153
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 154
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 9. Pelepasan Bendungan Vena Gambar 10. Penekanan Proksimal Daerah Kanulasi
Gambar 11. Fiksasi Kateter Gambar 12. Kateter i.v Siap Diperguna
Keterampilan Klinik
Semester III 155
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
A. Latar Belakang
Transfusi darah secara universal dibutuhkan untuk menangani pasien anemia berat,
pasien dengan kelaian darah bawaan, pasien yang mengalami kecederaan parah, pasien yang
hendak menjalankan tindakan bedah operatif dan pasien yang mengalami penyakit liver
ataupun penyakit lainnya yang mengakibatkan tubuh pasien tidak dapat memproduksi darah
atau komponen darah sebagaimana mestinya.
Pada negara berkembang, transfusi darah juga diperlukan untuk menangani
kegawatdaruratan melahirkan dan anak-anak malnutrisi yang berujung pada anemia berat
(WHO, 2007). Tanpa darah yang cukup, seseorang dapat mengalami gangguan kesehatan
bahkan kematian. Oleh karena itu, tranfusi darah yang diberikan kepada pasien yang
membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa. Angka kematian akibat dari
tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut
dikarenakan ketidakseimbangan perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional.
Di negara berkembang seperti Indonesia, persentase donasi darah lebih minim
dibandingkan dengan negara maju padahal tingkat kebutuhan darah setiap negara secara
relatif adalah sama. Indonesia memiliki tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per
1.000 penduduk. Hal ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia,
misalnya di Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000
penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor darah per
1.000 penduduk (Daradjatun, 2008).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi
kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah Palang Merah
Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang terkumpul sejumlah
1.283.582 kantong. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebutuhan akan darah di Indonesia
yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari donor darah masih rendah dikarenakan tingkat
kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjadi pendonor darah sukarela masih rendah. Hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa kendala misalnya karena masih kurangnya pemahaman
masyarakat tentang masalah transfuse darah, persepsi akan bahaya bila seseorang
memberikan darah secara rutin. Selain itu, kegiatan donor darah juga terhambat oleh
keterbatasan jumlah UTD PMI di berbagai daerah, PMI hanya mempunyai 188 unit tranfusi
darah (UTD). Mengingat jumlah kota/kabupaten di Indonesia mencapai sekitar 440.
B. Definisi
Donor darah adalah proses pengambilan darah dari seseorang secara sukarela untuk
disimpan di bank darah untuk kemudian dipakai pada transfusi darah
Transfusi Darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor)
ke orang sakit (respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan
komponen darah
Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti kehilangan
darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh karena suatu
penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah dimasukan ke dalam tubuh
melalui selang infus.
Keterampilan Klinik
Semester III 156
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 157
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Indikasi Transfusi
A. Indikasi
Transfusi darah diperlukan saat anda kehilangan banyak darah, misalnya pada :
Kecelakaan, trauma atau operasi pembedahan yang besar.
Penyakit yang menyebabkan terjadinya perdarahan misal maag khronis dan berdarah.
Penyakit yang menyebabkan kerusakan sel darah dalam jumlah besar, misal anemia
hemolitik atau trombositopenia.
Jika anda menderita penyakit pada sumsum tulang sehingga produksi sel darah
terganggu seperti pada penyakit anemia aplastik maka anda juga akan membutuhkan
transfusi darah. Beberapa penyakit seperti hemofilia yang menyebabkan gangguan
produksi beberapa komponen darah maka anda mungkin membutuhkan transfusi
komponen darah tersebut.
Keterampilan Klinik
Semester III 158
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic.
Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang.
Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transpalantasi kulit.
Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan.
Sedang menyusui.
Ketergantungan obat.
Alkoholisme akut dan kronik.
Sifilis.
Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan pada saat donor darah.
D. Perawatan Transfusi
1. Prosedur transfusi darah
Pengisian Formulir Donor Darah.
Pemeriksaan Darah : Pemeriksaan golongan, tekanan darah dan hemoglobin darah.
Pengambilan Darah : Apabila persyaratan pengambilan darah telah dipenuhi barulah
dilakukan pengambilan darah.
Pengelolahan Darah : Beberapa usaha pencegahan yang di kerjakan oleh PMI
sebelum darah diberikan kepada penderita adalah penyaringan terhadap penyakit di
antaranya Penyakit Hepatitis B, Penyakit HIV/AID, Penyakit Hipatitis C dan Penyakit
Kelamin (VDRL)
Waktu yang di butuhkan pemeriksaan darah selama 1-2 jam
Penyimpanan Darah : Darah disimpan dalam Blood Bank pada suhu 26 derajat
celcius. Darah ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen seperti :
PRC,Thrombocyt,Plasma,Cryo precipitat.
2. Pengambilan darah
Oleh petugas yang berwenang.
Menggunakan peralatan sekali pakai.
250-350 ml, tergantung berat badan.
Mengikuti Prosedur Kerja Standar.
Informed Consent : Darah diperiksa terhadap IMLTD (Infeksi Menular Lewat Transfusi
Darah) ; Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, Sifilis).
Keterampilan Klinik
Semester III 159
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan oleh bagian SDM MEU FK UISU
2. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
3. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
4. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab
5. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja
Kursi 8
Pasien Simulasi (instruktur)
Produksi darah yg bnar sesuai program medis
Set transfusi (tansfusi set)
Botol Nacl 0,9%
Tiang infus
Handscoon
Kapas alkohol 70%
Bengkok
Plester
Gunting plester
Kasa steril
Keterampilan Klinik
Semester III 160
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Pengamatan
No. Langkah / Tugas
Ya Tidak
Tahap pra interaksi
Melakukan verivikasi program pengobatan klien
Mencuci tangan
1
Menyiapkan alat dan mnempatkan alat didekat klien
Tahap orientasi
Memberikan salam dan menyapa nama pasien
2 Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
Tahap Kerja
Menjelaskan prosedur kepada klien, tentukan apakah klien pernah
mendapatkan transfusi sebelumnya dan catatan reaksi jika ada
minta klien utk melaporkan gejala berikut : menggigil, sakit kepala, gatal
dan kemerahan dngn segera pastikan bhwa klien tlh menandatangani
persetujuan dengan perawat yg lain, identifikasi kebenaran produk darah
dan klien.
• Periksa kompatibilitas yg tertera pd kantong drah dan informasi
pd kantong itu sendiri untuk darah lengkap, periksa golongan
ABO dan tipe RH pada catatatan klien
• Gunakan handscoon
Keterampilan Klinik
Semester III 161
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
• Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter
terisi sebagian buka klem pengatur, biarkan selang infus terisi
penuh
• Monitor TTV :
Mendapatkan TTV klien stiap 5 mnt slma 15 mnt prtama
transfusi dan stiap jam utk yg brikutnya mngikuti kbijakan RS
Tahap terminasi
• Mengevaluasi hasil tindakan
• Berpamitan dengan pasien
4 • membreskan dan kembalikan alat ke tempat semula
• Mencuci tangan
• Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
Tanda tangan
Instruktur
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 162
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Penyakit tropik infeksi merupakan salah satu masalah utama di bidang kesehatan bagi
negara-negara berkembang seperti Indonesia. Masih kurangnya kesadaran tentang pola hidup
sehat, kekurangan gizi, dan sanitasi lingkungan yang buruk menyebabkan penyakit infeksi
sangat sulit untuk ditanggulangi bahkan menjadi wabah yang berulang pada waktu-waktu
tertentu.
Penyakit infeksi secara umum terjadi karena interaksi dari tiga faktor, yaitu faktor
organisme patogen, pejamu dan lingkungan (perilaku). Proses infeksi pertama kali diawali
dengan adanya paparan antara faktor organisme patogen dan pejamu, selanjutnya faktor
lingkungan dan perilaku akan mempengaruhi kecenderungan timbulnya infeksi pada
seseorang.
Manifestasi klinis penyakit infeksi dapat beragam, mulai dari yang mengancam nyawa
hingga keadaan sakit yang ringan serta dapat sembuh dengan sendirinya. Oleh karena itu,
amat diperlukan kemampuan anamnesis yang baik dari seorang tenaga kesehatan (dokter)
yang akan memudahkan dalam penegakkan diagnosis dan penatalaksaan penyakit infeksi
secara tepat.
Jangan lupa untuk menanyakan juga apakah ada keluhan lain yang dirasakan penderita
yang merupakan keluhan tambahan, misalnya penderita mengeluh nyeri pada ulu hati, nyeri
otot dan belakang bola mata yang dapat ditemukan pada kasus demam dengue.
Keterampilan Klinik
Semester III 163
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 164
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
penderita, keluhan utama yang dirasakan oleh penderita dapat juga menyebar ke bagian tubuh
penderita lainnya.
Pada kasus kolesistitis akut terjadi penyebaran nyeri perut ke bahu atau daerah
subskapula. Contoh lainnya pada amebiasis hati terjadi nyeri perut yang menyebar ke
pinggang dan bahu kanan (radiation).
Patokan waktu juga perlu ditanyakan dalam menggali keluhan utama yang diberikan
penderita dan terkadang merupakan tanda yang khas bagi penyakit itu. Pada penyakit malaria
interval waktu (periodesitas) terjadinya demam dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
penyakit. Pada malaria tertiana (p.vivax dan p.ovale) periodesitas demamnya setiap hari ke-3,
sedangkan pada malaria kuartana (p. malariae) periodesitas demamnya setiap 4 hari.
1.5.Anamnesis Organ/Sistem
Dalam anamnesis organ/sistem dapat dilihat apakah ada keluhan atau gejala klinis
memiliki hubungan dengan organ tubuh tertentu yang belum didapat pada anamnesis keluhan
utama, penyakit sekarang ataupun anamnesis penyakit terdahulu.
Dalam lembar anamnesis biasanya telah tercantum keluhan atau gejala klinis yang
mungkin ditemukan pada organ-organ tubuh secara sistematis dari kepala hingga ekstremitas.
Jika terdapat keluhan atau kelainan pada organ/sistem tersebut, dituliskan tanda positif dan
bila tidak ada dituliskan tanda negatif pada lembar anamnesis.
Keterampilan Klinik
Semester III 165
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
pada kasus demam dengue atau malaria, dapat ditanyakan apakah penderita tinggal di
lingkungan yang kumuh atau berdekatan dengan tempat-tempat yang dapat menjadi sarang
nyamuk.
Pertanyaan yang juga penting antara lain apakah sering terjadi wabah penyakit di daerah
tersebut. Adakah tetangga atau orang lain disekitar tempat tinggal penderita yang mengalami
sakit yang sama dengan penderita, dan lain sebagainya.
Pada kasus penyakit tifoid dapat ditanyakan mengenai makanan yang dikonsumsi
keluarga terutama air, apakah air dimasak terlebih dahulu, air yang dikonsumsi berasal dari
mana, apakah air PAM, air sumur atau air sungai. Dapat ditanyakan juga mengenai sarana
MCK di rumah atau di lingkungan sekitarnya.
1.9.Anamnesis Gizi
Pada anamnesis gizi dokter menanyakan pada penderita tentang makanan yang dimakan
penderita setiap hari, seberapa banyak porsinya serta frekuensi makan. Dapat ditanyakan
juga, apakah penderita merasa berat badannya berkurang, bertambah, atau tetap dan dicari
apakah ada hubungannya dengan penyakit yang diderita oleh penderita.
Keterampilan Klinik
Semester III 166
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Anamnesis Pribadi
Nama :M
Jenis Kelamin : Pria
Umur : 14 tahun
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Jl. Mekar Sari No 4 Tembung, Medan
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Anamnesis Organ/Sistem
Nyeri kepala (+), perdarahan dari telinga (-), perdarahan dari hidung (-), perdarahan gusi dan
mulut (-), mual (-), muntah (-), sulit BAB (+), nyeri perut yang hebat (-), nyeri saat BAK (-), nyeri
otot (+), nyeri dan bengkak pada sendi (-), penurunan kesadaran (-).
Keterampilan Klinik
Semester III 167
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Anamnesis Gizi
Penderita sehari-hari makan nasi 2 kali sehari dengan lauk pauk tempe, tahu, telur dan ikan.
Penderita merasa berat badannya tidak mengalami kenaikan atau penurunan.
Keterampilan Klinik
Semester III 168
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
1.Demam Tifoid
Keluhan Utama : Demam
Onset : Demam meningkat secara perlahan-lahan
Duration : Demam dirasakan lebih dari 7 hari
Character : Demam meningkat seperti anak tangga, demam dapat turun
biasanya pada pagi hari namun suhu tubuh tidak pernah mencapai suhu normal (remitten)
pada minggu pertama. Demam dapat mencapai suhu 400 celcius. Pada minggu kedua
penderita akan terus menerus berada dalam keadaan demam, dan demam berangsur-
angsur turun pada minggu ketiga.
Gejala Penyerta : Nyeri otot, sakit kepala, badan terasa lemah, nafsu makan menurun,
mual, muntah, sulit buang air besar, perut kembung dan diare.
Pada anamnesis pribadi dapat ditanyakan adanya kebiasaan makan makanan yang tidak
bersih (jajanan) atau minum air dari sumber air yang terkontaminasi kotoran manusia.
Pada anamnesis sosial ekonomi ditanyakan mengenai sanitasi di tempat tinggal atau di
lingkungan sekitarnya. Misalnya apakah sarana MCK sudah memadai atau belum.
3. Malaria
Keluhan Utama : Demam
Onset : Demam meningkat secara perlahan-lahan
Duration : Demam dapat dirasakan lebih dari 7 hari
Character : Trias Malaria (menggigil, demam, berkeringat).
Demam bersifat periodik (intermitten) berkaitan dengan pematangan skizon. Pada malaria
tertiana, pematangan skizon terjadi setiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari
ke-3, sedangkan pada malaria kuartana, pematangan skizon terjadi setiap 72 jam
Keterampilan Klinik
Semester III 169
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
sehingga periodisitas demamnya setiap hari ke-4. Demam khas malaria terdiri dari 3
stadium yaitu menggigil selama 15 menit hingga satu jam, puncak demam antara 2-6 jam
dan berkeringat antara 2-4 jam. Demam akan mereda secara bertahap.
Gejala Penyerta : Penderita akan menggigil pada fase rigor walaupun suhu tubuhnya
lebih tinggi dari normal. Pada stadium panas penderita akan mengeluh pusing, muntah-
muntah, muka memerah dan dapat terjadi kejang-kejang pada anak. Pada stadium
berkeringat, penderita dapat mengeluh sangat lelah dan lemah.
Pada anamnesis pribadi dapat ditanyakan aktifitas sehari-hari atau pekerjaan yang dapat
meningkatkan resiko penderita untuk digigit nyamuk anopheles yang merupakan vektor
penyakit ini. Pada riwayat sosial ekonomi tanyakan mengenai kondisi sanitasi di tempat
tinggal atau di lingkungan sekitarnya, apakah tempat tinggal penderita berdekatan dengan
tempat-tempat dimana nyamuk berkembang biak, misalnya rawa-rawa, selokan besar
yang airnya tidak mengalir, kolam-kolam genangan air dan lain sebagainya. Tanyakan juga
apakah daerah tempat tinggal penderita merupakan daerah yang sering terkena wabah
malaria atau sebelum sakit apakah penderita bepergian ke daerah endemik malaria.
5. Disentri Basiler
Keluhan Utama : Buang air besar berdarah
Onset : Buang air besar bercampur darah yang timbul mendadak
Keterampilan Klinik
Semester III 170
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Character : Diawali dengan buang air besar seperti air dengan sedikit darah
yang berulang (diare adalah buang air besar cair lebih dari 3 kali dalam sehari, WHO
1980), dengan frekwensi dapat mencapai lebih dari 20 kali dalam 24 jam. Tinja bercampur
lendir dengan warna kemerah-merahan (red currant jely). Pada keadaan berat, kotoran
hanya terdiri dari lendir yang bening bercampur darah. Dapat dibedakan dengan diare
pada kolera, dimana tinja tampak berbuih-buih, mirip air cucian beras serta terasa
sakit dan panas didubur sesudah BAB (tenesmus).
Gejala Penyerta : Demam mendadak dengan suhu bervariasi, dapat lebih tinggi dari
390 celcius atau hanya demam sub febris, sakit kepala, sakit perut yang terus menerus
seperti melilit, terutama di sebelah kiri, mual, muntah-muntah dan rasa lemas apabila
terjadi dehidrasi.
Pada anamnesis penyakit dahulu mungkin didapatkan penyakit yang berulang kembali.
Pada anamnesis riwayat pribadi dapat ditanyakan adakah kebiasaan makan makanan
jajanan, atau minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu. Pada anamnesis riwayat
keluarga dapat ditanyakan ada tidaknya anggota keluarga atau tetangga yang menderita
penyakit yang sama, apakah keluarga mengkonsumsi air yang tercemar dengan kotoran
penderita atau air yang tidak dimasak terlebih dahulu. Pada anamnesis sosial ekonomi
ditanyakan bagaimana kondisi sanitasi di tempat tinggal penderita atau di lingkungan
sekitarnya yang biasanya kotor dan tercemar dengan kotoran penderita disentri, disekitar
rumah penderita biasanya terdapat sungai yang penuh dengan sampah dan kotoran serta
menjadi sarang vektor penyebab disentri yaitu lalat. Sarana MCK juga ditanyakan, apakah
menggunakan kakus dengan septiktank, jamban kering yang kotorannya langsung dibuang
ke sungai atau kotoran dibuang pada lubang dan ditutup dengan papan. Disentri juga
dapat menjadi wabah, tanyakan apakah di daerah tempat tinggal penderita banyak orang
yang terkena penyakit ini dalam kurun waktu tertentu.
Keterampilan Klinik
Semester III 171
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
penderita yang biasanya kotor. Tanyakan terutama mengenai sarana MCK apakah sudah
memadai atau belum.
Keterampilan Klinik
Semester III 172
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.3 PELAKSANAAN
Perkenalan
Pengantar (Overview)
15 menit Demonstrasi
Instruktur
20 menit Latihan Coaching dan
Mahasiswa
25 menit Role Play
Feed Back
Penutup
4. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
5. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
6. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja dan Kursi Minimal 1 Set
Kursi ( 8 buah )
7. Materi Kegiatan / Latihan : Memahami cara melakukan anamnesis pada penyakit
infeksi dan mampu melakukan anamnesis penyakit tropik infeksi dengan contoh
kasus Demam Tifoid, Demam Berdarah Dengue, Malaria Tertiana, Varicella,
Disentri Basiler dan Penyakit Kecacingan yang Ditularkan melalui Tanah, yang
terdiri dari :
Anamnesis Pribadi
Anamnesis Keluhan Utama
Anamnesis Penyakit Sekarang
Anamnesis Riwayat Penyakit Terdahulu
Anamnesis Riwayat Pribadi
Anamnesis Organ/Sistem
Anamnesis Famili
Anamnesis Riwayat Pengobatan
Anamnesis Sosial/Ekonomi
Anamnesis Gizi
Keterampilan Klinik
Semester III 173
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.4 RUJUKAN
1. Madoff L.C, Kasper L. D. Pendahuluan Pada Penyakit Menular : Interaksi Pejamu
Parasit. Dalam : Isselbacher K.J, Braunwald E, Wilson J.D, Martin J.B, Fauci A.S,
Kasper D.L, editor. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995 ; 540-4.
2. Hanum H.N, Kasiman S, Rasyid H.R. Anamnesa : Diagnosa Fisik. Edisi ke-4. Medan:
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1989 ; 1-8.
3. Nelwan H.H. Demam: Tipe dan Pendekatan.Dalam : Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI. 1996 ; 407-8.
4. Hendarwanto. Dengue.Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI. 1996 ;421-3.
5. Juwono R. Demam Tifoid. Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI. 1996 ;436-441.
6. Kapita Selekta Kedokteran. Malaria. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001; 410-1.
7. Pridady. Kolesistitis. Dalam:Sudibyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
1996 ; 377.
8. Burnside J.W, Mc Glynn T.J. Hubungan Dokter-Pasien dan Wawancara. dengan
Pasien. Dalam : Adams : Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lukmanto H. Edisi ke-17.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995; 23-8.
Keterampilan Klinik
Semester III 174
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Ichang, usia 24 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 175
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 176
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Ichalia, usia 25 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 177
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keluarga
Dokter menanyakan apakah pasien sudah pernah berobat (iya dokter,
anak saya sudah berobat kebidan, dikasi obat penurun panas :
parasetamol namun tidak sembuh juga) Anamnesis Riwayat
Pengobatan
Dokter menanyakan bagaimana keadaan tempat tinggal pasien, apakah
memungkinkan dirinya terpapar dengan faktor pencetus. (tempat tinggal
pasien di pinggiran sawah dekat dan disamping rumah banyak
terdapat tumpukan kaleng cat bekas yang berisi air hujan) Anamnesis
Riwayat Sosial Ekonomi
Dokter menayakan mengenai kebiasaan makan penderita sehari-hari
(makan nasi 3 kali sehari dengan lauk pauknya) Anamnesis Gizi
Dokter menayakan apakah penderita merasa berat badannya mengalami
penurunan. (penderita merasa berat badannya tidak mengalami
penurunan) Anamnesis Gizi
Dokter menutup perbincangan dengan pasien dengan mengucapkan terima
kasih dan membawa pasien untuk melakukan pemeriksaan fisik dengan
persetujuan dari pasien.
Keterangan : Tulisan yang dicetak tebal adalah jawaban yang diharapkan dari pasien.
Sebaiknya mahasiswa berperan sebagai dokter, dan instruktur sebagai pasien.
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 178
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Icha, usia 34 tahun, wanita, ditemani oleh suaminya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan demam tinggi. Hal ini dialami sejak seminggu ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut dalam upaya menegakkan diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 179
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 180
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Hendra, usia 10 tahun, pria, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik Penyakit
Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan FK UISU
dengan keluhan bruntus (bintil-bintil) berisi cairan pada seluruh tubuh. Hal ini
dialami sejak seminggu ini. Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini
dalam upaya menegakkan diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 181
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 182
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Fauzi, usia 11 tahun, pria, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik Penyakit
Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan FK UISU
dengan keluhan buang air besar (BAB) berdarah. Hal ini dialami sejak tiga hari ini.
Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini dalam upaya menegakkan
diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 183
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 184
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
SKENARIO
Si Fauziahir, usia 9 tahun, wanita, ditemani oleh ibunya datang ke Poliklinik
Penyakit Tropis dan Infeksi SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Pendidikan
FK UISU dengan keluhan gatal-gatal di sekitar dubur terutama pada malam hari.
Hal ini dialami sejak sebulan ini. Lakukanlah anamnesis lebih lanjut pada pasien ini
dalam upaya menegakkan diagnosis!
Keterampilan Klinik
Semester III 185
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 186
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
RIWAYAT PENYAKIT
Keluhan Utama :
Keluhan Tambahan :
Telaah :
(Riwayat Penyakit Sekarang)
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 187
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
Salah satu manifestasi perdarahan yang sering ditemukan adalah petekie. Petekie
merupakan ektravasasi sel darah merah (eritrosit) ke dalam kulit atau selaput lendir (mukosa)
dengan manifestasi berupa makula kemerahan superfisial berukuran milier dengan diameter
kira-kira 2 mm, yang tidak hilang pada penekanan. Petekie dapat mengalami perubahan
warna, awalnya merah kemudian menjadi kebiruan, semakin memudar dan akhirnya hilang.
Petekie dapat timbul dengan dua cara yaitu secara spontan, karena kelainan hematologi,
atau diprovokasi dengan melakukan uji tourniquet (rumple leed test). Uji torniquet bertujuan
untuk menguji ketahanan kapiler darah, dengan cara melakukan pembendungan kepada vena-
vena, sehingga terjadi penekanan darah terhadap dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh
suatu sebab menjadi kurang kuat, akan rusak dikarenakan pembendungan tersebut, sehingga
darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke jaringan sekitarnya (kulit atau mukosa),
yang akan tampak sebagai petekie.
Keterampilan Klinik
Semester III 188
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Lepaskan lilitan bladder cuff dan tunggu sampai tanda-tanda stasis darah hilang, yang
ditandai dengan kembalinya warna kulit daerah lengan yang dibendung seperti keadaan
semula.
Carilah adanya petekie yang timbul pada lingkaran pada kulit lengan bawah bagian volar,
kemudian hitung jumlah petekie yang timbul.
Hitung juga jumlah petekie yang timbul pada kulit lengan bawah bagian volar di sebelah
distal lingkaran tersebut.
Bila ditemukan lebih dari 10 buah petekie di dalam lingkaran, maka uji torniquet (rumple
leed test) dinyatakan positif.
Keterampilan Klinik
Semester III 189
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 190
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
3.2 PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam 10 kelompok kecil yang terdiri 6 - 8 orang setiap
kelompok.
2. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan koordinator laboratorium keterampilan.
3. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
1. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
2. Tempat pelaksanaan kegiatan : Di ruangan Skills Lab.
3. Alat dan Bahan yang diperlukan :
Meja dan Kursi Minimal 1 Set
Kursi ( 8 buah )
Sphygmomanometer Air Raksa
Stetoskop
Stopwatch / Jam tangan hitungan detik (jarum)
Penggaris
Spidol
Kaca pembesar
4. Materi Kegiatan / Latihan :
Prosedur Uji Torniquet (Rumple Leed Test)
Keterampilan Klinik
Semester III 191
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
RUJUKAN
Keterampilan Klinik
Semester III 192
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Pengamatan
No Langkah / Tugas
Ya Tidak
1. Prosedur Uji Torniquet
Pasien dipersilahkan duduk / berbaring.
Pasang bladder-cuff di pertengahan lengan atas (medial) pasien, diatas
arteri brakialis. Bagian bawah cuff 2,5 cm di atas fossa antecubiti.
Pastikan lilitan cuff tidak terlalu ketat atau longgar.
Posisikan lengan pasien sedikit fleksi pada sikunya.
Sebelum cuff dipompa, bukalah kunci tekanan manometer, kemudian
katup pompa dikunci.
Hadapkanlah manometer ke arah pemeriksa.
Tentukan tinggi tekanan yang akan dipompa dengan cara :
Perkirakan tekanan darah sistolik dengan cara palpasi arteri
brakialis. Rabalah arteri brakialis, dengan jari kedua dan ketiga kiri
Pompa cuff dengan perlahan-lahan sehingga rabaan pulsasi arteri
brakialis menghilang
Saat yang bersamaan, bacalah skala yang ditunjukkan manometer,
kemudian ditambahkan 30 mmHg
Nilai yang didapatkan, dipergunakan untuk menentukan target
tekanan cuff saat pemeriksaan, sehingga dapat mencegah
ketidaknyamanan pasien yang disebabkan tekanan cuff yang terlalu
tinggi.
Buka kunci katup pompa, kempiskanlah cuff secara cepat dan sempurna,
tunggulah selama 15-30 detik.
Pakailah stetoskop dengan ujung-ujung mengarah sesuai posisi anatomi
liang telinga.
Letakkanlah diafragma stetoskop di atas arteri brakialis. Pastikan seluruh
diafragma stetoskop menempel pada permukaan lengan.
Pompa cuff sampai mencapai nilai jumlah tekanan yang telah ditetapkan
tadi.
Turunkan tekanan secara perlahan-lahan sekitar 2-3 mmHg per detik.
Dengarkanlah secara seksama. Catatlah angka skala pada manometer
dimana suara Korotkoff terdengar pertama kali, yang dinyatakan sebagai
tekanan sistolik.
Turunkan terus tekanan cuff perlahan sampai suara Korotkoff semakin
melemah hingga hilang sama sekali. Catatlah angka skala pada
manometer dimana suara Korotkoff tidak terdengar lagi, yang dinyatakan
sebagai tekanan diastolik.
Turunkan terus tekanan cuff secara perlahan hingga angka skala pada
manometer menunjukkan angka 0.
Catatlah kedua angka tekanan tadi. Tekanan darah dinyatakan dengan
nilai tekanan sistolik per diastolik.
Jumlahkan angka tekanan sistole dan diastole kemudian bagi dua. Catat
angka tersebut.
Istirahatkan pasien selama ± 2 menit sebelum melakukan uji tourniquet.
Lakukan uji torniquet dengan membendung aliran darah penderita
dengan mengunakan tensimeter sampai dengan nilai yang dicatat tadi.
Keterampilan Klinik
Semester III 193
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Lepaskan lilitan bladder cuff dan tunggu sampai tanda-tanda stasis darah
hilang, yang ditandai dengan kembalinya warna kulit daerah lengan yang
dibendung seperti keadaan semula.
Carilah adanya petekie yang timbul pada lingkaran pada kulit lengan
bawah bagian volar, kemudian hitung jumlah petekie yang timbul.
Hitung juga jumlah petekie yang timbul pada kulit lengan bawah bagian
volar di sebelah distal lingkaran tersebut.
Bila ditemukan lebih dari 10 buah petekie di dalam lingkaran, maka uji
torniquet (rumple leed test) dinyatakan positif.
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 194
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Agama :
Bangsa / Suku :
Status Perkawinan :
Pekerjaan :
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 195
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
ROSER PLASTY
I. PENDAHULUAN
Roser plasty adalah tindakan membuang tepi kuku (kira-kira 1/3 bagian dengan tujuan
tertentu). Indikasi tindakan ini terutama adanya unguis inkarnatus (ingrown toenail), yaitu suatu
keadaan, dimana tepi kuku tumbuh masuk ke dalam daging. Gejala unguis inkarnatus, antara
lain adalah nyeri pada kuku yang terkena, tepi yang terlihat membengkak, dan terdapatnya
tanda-tanda radang.
I.1. Tujuan
Menghilangkan keluhan/gejala-gejala dan tanda-tanda dari kelainan yang dialami penderita
I.3. Indikasi
- Unguis inkarnatus / Ingrown Nail : tepi kuku tumbuh dan masuk kedalam kulit/daging
Keluhan/gejala dan tanda
- Nyeri
- Bengkak
- Memerah
- Dapat terjadi infeksi dan terbentuk pernanahan
I.2. Peralatan
Instrumen Bedah:
Gunting diseksi Mayo (1 buah).
Keterampilan Klinik
Semester III 196
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nail elevator
Nail clipper
Nail currete
Keterampilan Klinik
Semester III 197
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 17. Unguis inkarnatus (ingrown toenail) pada ibu jari kaki kanan
Keterampilan Klinik
Semester III 198
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 18. Pasca anastesi blok, 1/3 bagian tepi kuku digunting dari ujung hingga ke matriks kuku
Gambar 19. Daging di daerah kuku yang tertanam disayat untuk membuang nekrosis dan granuloma
Gambar 20. Tepi kuku diklem, lalu diputar ke samping hingga terlepas. Dasar kuku & matriks dikerok
Keterampilan Klinik
Semester III 199
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Gambar 21. Kulit penutup matriks ditutup dengan satu jahitan. Luka diberi betadine dan ditutup kassa
Keterampilan Klinik
Semester III 200
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
V. PEDOMAN INSTRUKTUR
3.2 PELAKSANAAN
1. Mahasiswa dibagi dalam 10 kelompok kecil yang terdiri 6 - 8 orang setiap kelompok.
2. Latihan dan diskusi tiap kelompok dipimpin oleh seorang instruktur yang telah
ditetapkan koordinator laboratorium keterampilan.
3. Cara dan alokasi waktu pelaksanaan kegiatan :
Keterampilan Klinik
Semester III 201
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Penutup
5. Waktu pelaksanaan :
Setiap kegiatan latihan dilaksanakan selama 2 x 50 menit (100 menit).
RUJUKAN
1. Buku Ajar ilmu Bedah. Sjamsuhidajat R, de Jong W,eds. Edisi revisi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 1998.
2. Kumpulan Kuliah Patologi, Himawan S,ed. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi FK-UI ;
1990.
3. Karakata S, Bachsinar B. Berbagai Tindakan Bedah Minor. In : Oswari J, ed. Bedah
Minor. 3rd edition. Jakarta : Penerbit Hipokrates ; 1996 .p. 144-6.
4. Bachsinar B, Siregar B.M. Kista Sebasea Pada Telinga. In : Wijaya C, ed. Atlas
Berwarna dan Dasar-Dasar Teknik Bedah Minor. 1st edition. Jakarta : Penerbit Widya
Medika ; 1995 .p. 120-3.
5. Bachsinar B, Siregar B.M. Lipoma Pada Lengan Atas. In : Wijaya C, ed. Atlas
Berwarna dan Dasar-Dasar Teknik Bedah Minor. 1st edition. Jakarta : Penerbit Widya
Medika ; 1995 .p. 107-9.
Keterampilan Klinik
Semester III 202
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Pengamatan
No Langkah / Tugas
Ya Tidak
1. BEDAH MINOR (ROSER PLASTY)
Operator mencuci tangan dengan sabun antiseptik, dan mengeringkan
tangan dengan handuk steril.
Pakailah sarung tangan steril.
Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan klem
penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah kasa dengan
kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan asepsis.
Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang
telah dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem penjepit, secara
sentripetal sebanyak dua kali.
Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri,
dan kanan, untuk memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut.
Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang,
sehingga mencapai matriks kuku.
Gunting kuku di atas sonde.
Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke
arah sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya.
Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari.
Bila perlu, jahitlah kulit penutup matriks, biasanya cukup satu jahitan
saja.
Tutuplah luka dengan salep, atau betadine®, kemudian tutup dengan
kassa steril.
Operator mencuci tangan dengan sabun antiseptik, dan mengeringkan
tangan dengan handuk steril.
Pakailah sarung tangan steril.
Lakukan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang telah
dilumuri betadine pada lapangan operasi dengan menggunakan klem
penjepit, secara sentripetal, sebanyak dua kali. Gantilah kasa dengan
kasa yang baru, setiap kali melakukan satu tindakan asepsis.
Lanjutkan dengan tindakan asepsis dengan menggunakan kasa yang
telah dilumuri alkohol 70%, dengan menggunakan klem penjepit, secara
sentripetal sebanyak dua kali.
Batasi lapangan operasi dengan doek steril.
Lakukan tindakan anestesi pada pangkal jari, di sebelah dorsolateral kiri,
dan kanan, untuk memblok syaraf yang mempersarafi jari tersebut.
Masukkanlah sonde beralur pada 1/3 lateral kuku yang akan dibuang,
sehingga mencapai matriks kuku.
Gunting kuku di atas sonde.
Masukkan klem, jepitlah bagian kuku yang akan dibuang, putarlah ke
arah sisi jari, sehingga kuku terlepas dari dasarnya.
Keroklah dasar kuku yang telah dibuang dengan kuret.
Guntinglah matriks bekas tempat kuku tertanam pada sisi jari.
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 203
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Nama Mahasiswa :
Kelompok :
Tanggal :
Nama Instruktur :
( )
Keterampilan Klinik
Semester III 204
Laboratorium Keterampilan Klinik
FAKULTAS KEDOKTERAN
Universitas Islam Sumatera Utara
Keterampilan Klinik
Semester III 205