“Bernalar Ilmiah”
Penulis:
dr. Andi Gita Fitri Martasiyah Dala 011918186302
dr. Deddy Aryanda Putra 011918076305
dr. Dewi Rochmawati 011918156302
dr. Farahdila Adline 011918016309
dr. Haykal Hermatyar Fatahajjad 011918196302
dr. Hendarto Arif Budiman 011918026310
dr. Olivier Maron S 021728016304
dr. Radhitio Adi Nugroho 011918116305
dr. Ryan Prasdinar Pratama Putra 011918236302
dr. Trivani Yusuf Rawit 011918066301
UNIVERSITAS
AIRLANGGA SURABAYA
2019
DAFTAR ISI
Sampul............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................2
Bab 1 PENDAHULUAN...............................................................................................3
Bab 2 PEMBAHASAN..................................................................................................5
2.1 Pengertian.........................................................................................................5
2.2 Ciri Berpikir dalam Penalaran..........................................................................6
2.3 Jenis Penalaran.................................................................................................6
2.3.1 Penalaran Ilmiah Deduktif.......................................................................7
2.3.2 Penalaran Ilmiah Induktif........................................................................9
2.4 Karakteristik Berpikir Ilmiah.........................................................................12
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Berpikir Ilmiah....................................................13
2.6 Kesalapahaman Penalaran..............................................................................14
Bab 3 PENUTUP..........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan dan Saran....................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
dua mekanisme paling kritis - penyandian dan pengembangan strategi - untuk
menggambarkan pentingnya kemampuan kognitif tingkat individu (Priti,2017).
4
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca
indera, informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur
tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran, proses berpikir adalah
pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk
menafsirkan fakta yang didapatkan dari informasi terdahulu. (Adib, 2015)
Pola pikir penalaran adalah pola berpikir yang logis atau sistematik, dan
analitik. Sedangkan logis adalah memiliki alur yang jelas serta runtut atau memiliki
koherensi sehingga antara komponennya terdapat keselarasan. Analitik artinya proses
yang dilakukan secara kritis dengan cara mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang
bisa diajukan dapat berupa pertanyaan tentang apa, untuk apa, mengapa, bagaimana,
dan terus apa (pertanyaan perspektif)/ kegiatan berpikir penalaran dimuai dari suatu
pangkal pikir atau premis. Pangkal pikir atau premis adalah suatu pernyataan atau
proposisi dari premis tersebut kemudian dilakukan penarikan suatu pernyataan
kesimpulan.(Putra, 2010)
5
4. Faktual yakni berdasarkan fakta atau evidence based
5. Objektif
6. Jujur dalam menyampaikan kebenaran
7. Terbuka dan hormat terhadap pendapat lain yang berbeda
8. Etis dalam berkomunikasi
9. berorientasi pada kepentingan kemanusiaan
10. Skeptis dan pragmatis yaitu kebenaran ilmiah bersifat sementara
sampai terdapat kebenaran baru yang lebih terpercaya.
11. Sabar dan ulet untuk menemukan kebenaran
Sehingga dapat disimpulkan bahwa berpikir ilmiah merupakan pola pikir berdasarkan
fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip analisis, menggunakan
hipotesis, menggunakan ukuran objektif, dan menggunakan teknik kuantifikasi yang
prosesnya menggunakan pola pikir ilmiah secara logis (lewat pengetahuan yang
didapatkan dengan cara berpikir kritis) maupun empiris (lewat pengalaman). (Adib,
2015)
Ciri berpikir dalam penalaran terdapat dua ciri yakni berpolapikir luas (logika)
dan berpola pikir analitik. Ciri penalaran yang berpola pikir luas disebut sebagai
logika sehingga kegiatan penalaran dapat juga diartikan sebagai proses berpikir yang
logis yakni pengkajian untuk berpikir secara sahih. Berdasarkan pola pikir yang luas
yakni logika yang digunakan, maka penalaran dibagi menjadi logika induktif dan
logika deduktif. Sedangkan pola pikir bersifat analitik adalah berpikir logis berdasar
atas langkah tertentu. Sehingga penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan yang
menggunakan logika ilmiah. (Putra, 2010)
6
yang bertujuan menarik kesimpulan khusus secara sintesis dari sesuatu yang bersifat
umum. Pengembangan penalaran deduktif didasarkan atas kebenaran korespondensi
yang berarti memerlukan bukti empiris dalam pembenarannya. (Putra, 2010)
Sedangkan jenis penalaran menurut langkahnya terdapat dua jenis pola pikir
penalaran yakni penalaran langsung maupun tidak langsung. Penalaran langsung
merupakan pola berpikir yang premisnya terdiri dari suatu proposisi yang kemudian
diikuti dengan suatu kesimpulan. Penalaran tidak langsung adalah pola berpikir yang
premisnya terdiri lebih dari satu proposisi dimana kedua proposisinya terdapat bagian
pembanding yang bertujuan guna membentuk kesimpulan dari proposisi lain. (Putra,
2010)
Deduksi adalah proses dalam nalar kita untuk menyimpulkan pengetahuan dari
yang “lebih umum” menuju “lebih khusus”. Pengetahuan yang lebih khusus itu sudah
terkandung dalam pengetahuan yang lebih umum tersebut, tetapi belum dengan tegas
dan jelas dapat dilihat dan dirumuskan. Jadi, masih bersifat potensial (Hadi, 2006).
Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan, premis mayor
dan premis minor, dan sebuah kesimpulan. Contohnya:
7
Proses deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi dalam
bentuk jika-maka. Ini berarti hasil dari pengujian tidak diketahui atau belum diketahui.
Seorang ilmuwan harus bertanya apakah peristiwa A disebabkan X, Y, Z, B. jika
hipotesisi benar, maka prediksi dapat diajukan. Tetapi belum ada pemeriksaan yang
serius mengenai hasil-hasil eksperimen, ia harus tetap mempertanyakan kebenaran
dari hipotesisnya. Hasil-hasil eksperimen itu disebut prediksi, bukan karena hasil
eksperimennya terjadi di masa depan, tetapi karena pengetahuan tentang prediksi itu
mendahului pembuktian kebenarannya. Jadi fase deduktif berakhir dengan perumusan
prediksi yang ditarik secra logis dari hipotesis eksplanatoris (Keraf, 2001).
1. Silogisme kategoris
Bentuk deduksi seperti inilah yang disebut silogisme dan silogisme ini dalam
logika tradisional digunakan sebagai bentuk standar dari penalaran deduktif.
Silogisme terdiri dari atas tiga proporsi kategorik (Soekadijo, 2001). Dua proporsi
yang pertama berfungsi sebagau premis sedang yang ketiga berfungsi sebagai
konklusi. Contoh di atas memiliki tiga term yaitu “kejahatan”, “sikap tidak baik”,
dan “korupsi”. Ketiga term tersebut digunakan dua kali. Kata “korupsi” digunakan
8
dua kali sebagai subyek, sekali di premis dan sekali di konklusi. Kata “sikap tidak
baik” berfungsi dua kali sebagai predikat, sekali di premis sekali di konklusi.
2. Silogisme hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang mengandung satu premis atau lebih
yang berupa keputusan hipotesis. Adapun contoh dari silogisme hipotesis adalah
sebagai berikut:
9
pernyataan khusus yang diketahui benar. Dengan demikian penalaran induktif
diartikan sebagai suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau
membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum berdasarkan pada beberapa
pernyataan khusus yang diketahui benar.
Contoh:
Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik (Arifin, 2004).
a. Sebab akibat
Sebab akibat memiliki pola A menyebabkan B. Di samping itu, hubungan
ini dapat pula berpola A menyebabkan B, C, D dan seterusnya. Jadi, efek
dari suatu peristiwa yang dianggap penyebab kadang-kadang lebih dari
satu (Arifin, 2004).
Contoh:
10
Angin hujan lemparan mangga jatuh.
(A) (B) (C) (D)
Angin, hujan mangga tidak
jatuh
(A) (B) (D)
Oleh sebab itu, lemparan anak menyebabkan mangga jatuh.
(C) (E)
Pola-pola seperti itu sesuai pula dengan metode agreement. Jika dua
kasus atau lebih dalam satu gejala mempunyai satu dan hanya satu kondisi
yang dapat mengakibatkan sesuatu, kondisi itu dapat diterima sebagai
penyebab sesuatu tersebut.
Contoh:
Teh, gula, garam menyebabkan kedatangan semut.
(P) (Q) (R) (Y)
Gula, lada, bawang menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (S) (U) (Y)
Jadi, gula menyebabkan kedatangan semut.
(Q) (Y) (Arifin, 2004).
b. Akibat-sebab
c. Akibat-akibat
Contoh:
Hujan menyebabkan tanah becek.
(A) (B)
Hujan menyebabkan kain jemuran basah.
(A) (C)
11
Jadi, karena tanah becek, pasti kain jemuran basah.
(B) (C) (Arifin, 2004)
Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori ilmiah
yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila sumbernya adalah
suatu fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah yakni fakta yang
dihimpun dan diolah sesuai dengan kaidan metode ilmiah.
3. Objektif
4. Skeptik
12
Skeptik adalah pola pikir yang menganggap benar suatu kebenaran yang
bersifat relatif serta pragmatis, sampai ditemukan kesimpulan baru yang
dianggap lebih benar secara sahih.
Apa adanya artinya usaha untuk menemukan kebenaran apa adanya yang
manfaat baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak pemangku
kepentingan atau stake holder seperti pakar, filosof, agamawan, serta
pemangku kepentingan lain.
6. Bersifat probabilistik
7. Universal
Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku secara
umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.
Sama dengan metode lainnya, pola pikir ilmiah juga merupakan suatu metode
yang memiliki kelebihan dan juga kelemahan. Kelebihan pola pikir ilmiah antara lain
yakni (1) bersifat lebih operasional karena bersifat faktual untuk memecahkan masalah
kehidupan, (2) lebih mudah disebar dan dikaji ulang karena sistematikanya jelas dan
terukur, (3) kajian semakin dalam karena makin terspesialisasi. Sedangkan kelemahan
pola pikir ilmiah antara lain yakni (1) sudut pandang semakin sempit dan sektoral
karena ilmu makin terspesialisasi, (2) situasi tidak mewakili situasi di kehidupan nyata
dan bisa timbul bias pada tahap aplikasi karena kesimpulan ditarik dari kondisi
eksperimental yang bersifat artifisal atau buatan, (3) sedalam-dalamnya kajian ilmu,
kajiannya masih pada tataran gejala atau fakta sehingga jika ilmunya berdiri sendiri
maka tidak akan pernah secara tuntas memecahkan masalah kehidupan. (Putra, 2010)
13
2.6 KESALAHAN PENALARAN
14
tetapi kita kadang-kadang tidak menilai dengan tepat sebab suatu peristiwa
atau hasil kejadian.
4. Kesalahan relevansi
Kesalahan penalaran ini terjadi apabila bukti yang diajukan tidak berhubungan
atau tidak menunjang kesimpulan. Kesalahan ini dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu : pengabaian persoalan, penyembunyian persolan, dan kurang
memahami persoalan.
5. Penyandaran terhadap prestise seseorang
Kesalahan penalaran ini terjadi karena penulis menggunakan pendapat
seseorang yang terkenal namun bukan ahlinya (Adib, 2015)
15
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Seseorang dikatakan berpikir ilmiah jika dapat berpikir secara logis dan
empiris. Logis adalah masuk akal, dan empiris adalah dibahas secara mendalam
berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, dan mengembangkannya.
Penalaran sebagai salah satu langkah menemukan titik kebenaran. Di dalam
prosesnya ditemukan logika. logika melahirkan deduksi dan induksi, yang merupakan
suatu proses pemikiran untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang benar didasarkan
pada pengetahuan yang dimiliki.
Suatu proses pemikiran dapat dituangkan dalam pembuatan metode ilmiah dan
pembuktian penalaran, yang melahirkan logika sehingga terciptalah pengetahuan yang
baru. Dengan metode berpikir ilmiah lah pengetahuan akan dianggap sah.
3.2 SARAN
Diharapkan pembaca dapat melatih pola berpikir secara logis dan sistematis
dalam setiap proses mendalami berbagai macam pengetahuan. Hal ini penting
mengingat filsafat ilmu adalah akar berbagai keilmuan yang terus berkembang pesat
seiring waktu.
16
DAFTAR PUSTAKA
Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo
Bradley J. Morris, Steve Croker, Amy M. Masnick. 2012. The Emergence of Scientific
Reasoning. Kent State University
Priti Shah, Audrey Michalx, Amira Ibrahim. 2017. What Makes Everyday Scientific
Reasoning So Challenging?. Elsevier Inc.
Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga
University Press.
17
PENALARAN
ILMIAH
Kelompok 10
dr. Andi Gita Fitri Martasiyah Dala dr. Hendarto Arif Budiman
dr. Deddy Aryanda Putra drg. Olivier Maron S
dr. Dewi Rochmawati dr. Radhitio Adi Nugroho
dr. Farahdila Adline dr. Ryan Prasdinar Pratama Putra
dr. Haykal Hermatyar Fatahajjad dr. Trivani Yusuf Rawit
Pendahuluan
Penalaran ilmiah mencakup keterampilan
penalaran dan pemecahan masalah yang
terlibat di dalamnya menghasilkan, menguji
dan merevisi hipotesis atau teori
2
Pendahuluan
Penalaran ilmiah yang efektif
membutuhkan keterampilan deduktif
daninduktif
Skeptis dan pragmatis yaitu kebenaran ilmiah bersifat sementara sampai terdapat ke
Deduksi Hipotesis
Jika kamu makan nasi (antecedens), maka
kamu kenyang (konsekuens)
Kamu makan nasi
Keuntungan
Seseorang Sakit.
Objektif
Skeptik
Karakteristik Berpikir Ilmiah
Bersifat Apa Adanya
Bersifat Probabilistik
Universal
Kelebihan Pola Pikir Ilmiah
Kerancuan Analogi
Kekeliruan Kausalitas
Kesalahan Relevansi
26
TERIMA KASIH
Daftar Referensi
Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan
Logika Ilmu Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret
2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2004. Cermat Berbahasa Indonesia
untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo
Bradley J. Morris, Steve Croker, Amy M. Masnick. 2012. The
Emergence of Scientific Reasoning. Kent State University
Hadi, AS 2006, Logika filsafat berfikir, UNS Press, Surakarta.
Keraf, AS 2001, Ilmu pengetahuan sebuah tujuan filosofis, Kanisius,
Yogyakarta.
Priti Shah, Audrey Michalx, Amira Ibrahim. 2017. What Makes
Everyday Scientific Reasoning So Challenging?. ElsevierInc.
Daftar Referensi
Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya:
Airlangga University Press.
Santrock, John W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Kencana.
Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan
Komunikasi. Yogyakarta: Widyaiswara PPPG Matematika.
Soekadijo, RG 2001, Logika dasar, tradisional, simbolik dan induktif,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sternberg, Robert J. 2006. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sumaryono, E. 1999. Dasar-dasar Logika. Yogyakarta: Kanisius.
Suriasumantari, JS 2013, Filsafat ilmu, sebuah pengantar popular,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.