“Bernalar Ilmiah”
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
Sebagai suatu kegiatan berfikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama
adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir
menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya yang merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola
berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu (Suriasumantri, 2005). Filsafat bernalar ilmiah juga membahas
tentang kriteria pembenaran dan validasi ilmiah, serta batasan dan konteks dalam
pengembangan pengetahuan ilmiah. Filsafat bernalar ilmiah juga berperan dalam menggali
hubungan antara subjek dan objek pengetahuan. Konsep objektivitas dalam ilmu
pengetahuan, di mana pengetahuan dianggap bebas dari pengaruh subjektif individu atau
masyarakat, menjadi subjek perdebatan dalam filsafat bernalar ilmiah. Pertanyaan tentang
peran perspektif, konteks, dan nilai-nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga
menjadi bagian dalam filsafat bernalar ilmiah. Pencarian pengetahuan yang benar harus
berlangsung menurut prosedur atau kaidah hukum, yaitu berdasarkan logika. Penalaran
dapat dikatakan pula sebagai aplikasi dari logika. Pengetahuan yang diperoleh dari
penalaran ilmiah dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.
Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis
dan analitis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena didukung
bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak
sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat
dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia ia
sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja
secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas
pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak (Mustofa, 2016).
Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang
berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini,
dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa
khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum (Suriasumantri, 2005). Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-
sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.
Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
2.1 Definisi
2.1 Pengertian Penalaran Ilmiah
Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca
indera, informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur
tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran, proses berpikir adalah
pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk
menafsirkan fakta yang didapatkan dari informasi terdahulu. (Adib, 2015).
Definisi bernalar berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2023) ialah berpikir
logis. Sementara penalaran adalah cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara
berpikir logis; hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman; proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip. (KBBI, 2023)
Penalaran ilmiah bertujuan menjawab pertanyaan tentang apa fakta atau buktinya dan
bagaimana penjelasannya. Penalaran ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu (Putra, 2010) :
Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori ilmiah
yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila sumbernya adalah suatu
fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah yakni fakta yang dihimpun dan
diolah sesuai dengan kaidah metode ilmiah.
Sistematik adalah sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih, sedangkan runtut
artinya antar komponen terdapat keselarasan.
3. Objektif
Skeptik adalah pola pikir yang menganggap benar suatu kebenaran yang bersifat
relatif serta pragmatis, sampai ditemukan kesimpulan baru yang dianggap lebih
benar secara sahih.
Apa adanya artinya usaha untuk menemukan kebenaran apa adanya yang manfaat
baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak pemangku kepentingan atau
stakeholder seperti pakar, filosof, agamawan, serta pemangku kepentingan lain.
6. Bersifat probabilistik
Bersifat probabilistik dapat diartikan juga bersifat peluang pada kebenaran ilmiah
karena mengandung unsur induktif.
7. Universal
Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku secara
umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.
1. Prediksi
● Akurat: Penalaran ilmiah berusaha untuk mencapai kesimpulan yang akurat dan
objektif dengan menggunakan data empiris.
● Terukur: Penalaran ilmiah memungkinkan pengukuran dan pengujian yang teliti dan
terukur.
● Reproduksibilitas: Hasil dari penalaran ilmiah dapat direproduksi dan diuji kembali
oleh para peneliti lainnya.
● Generalisasi: Penalaran ilmiah memungkinkan pembentukan generalisasi dan hukum
yang dapat digunakan dalam berbagai situasi.
● Kritis: Penalaran ilmiah mendorong penggunaan kritis terhadap data dan teori,
sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
Selain itu, penalaran ilmiah juga dapat digunakan untuk berbagai hal yaitu,
1. Penalaran Ilmiah sebagai Problem Solving
Salah satu kelebihan dari penalaran ilmiah adalah untuk menyediakan
kerangka berpikir yang melingkupi proses pemahaman untuk pikiran ilmiah
Penalaran ilmiah membantu pola pikir yang luas dan terbuka untuk
menganalisis dan menyelesaikan permasalahan. Dalam penalaran ilmiah
sebagai problem solving, peneliti biasanya mengidentifikasi masalah atau
pertanyaan yang ingin dipecahkan, kemudian melakukan pengumpulan data
melalui pengamatan atau eksperimen. Data tersebut kemudian dianalisis
secara kritis untuk mengambil kesimpulan yang logis dan berdasarkan bukti
yang diperoleh. Proses problem solving dalam penalaran ilmiah seringkali
melibatkan pengujian hipotesis atau teori yang dibuat berdasarkan data yang
diperoleh. Hipotesis atau teori tersebut kemudian diuji secara empiris untuk
melihat apakah dapat menjelaskan fenomena yang diamati atau tidak. Apabila
hipotesis atau teori tersebut tidak dapat diuji atau tidak dapat menjelaskan
fenomena yang diamati, maka harus dilakukan revisi atau perbaikan terhadap
hipotesis atau teori tersebut. Penalaran ilmiah sebagai problem solving
melibatkan penggunaan metode dan prinsip ilmiah yang benar, seperti
penggunaan kontrol, replikasi, dan blind test dalam eksperimen, serta
penggunaan logika dan konsistensi dalam pengambilan kesimpulan. Dalam
penalaran ilmiah, kebenaran atau keakuratan hasil penelitian sangat penting,
sehingga diperlukan evaluasi kritis terhadap data dan kesimpulan yang
diperoleh.
Berdasarkan pemikiran ini, kita dapat menyimpulkan bahwa, dengan
mengetahui tipe-tipe representasi dan prosedur yang digunakan seseorang
untuk bergerak dari satu tahap ke tahap lainnya, maka kita dapat memahami
proses bernalar ilmiah (Dunbar, K., & Fugelsang, J., 2005).
Sesat pikir dapat menghasilkan penalaran ilmiah yang salah atau tidak akurat,
sehingga penting bagi para peneliti untuk menerapkan metode dan prinsip
ilmiah yang benar, serta menghindari bias atau kesalahan dalam penalaran
ilmiah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan bernalar, yaitu mampu berpikir logis
dan analitis serta menarik kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena bahasa
mendukung mereka sebagai sarana komunikasi lisan, yang memungkinkan mereka juga
mengembangkan abstraksi, yang pada akhirnya mencapai tingkat yang mudah dipahami.
Ada dua jenis penalaran yang dapat digunakan untuk sampai pada pengetahuan ilmiah,
yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Logika dalam berpikir dan langkah strategis melalui metode ilmiah diperlukan untuk
mencapai hasil yang baik. Metode ilmiah adalah cara sistematis yang digunakan peneliti
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Metode ilmiah menggunakan langkah-
langkah yang sistematis, teratur dan terkendali. Ada beberapa langkah yang terlibat
dalam implementasi, yaitu perumusan masalah, pengumpulan data, pembuatan hipotesis,
pengujian hipotesis, pengolahan data, dan pengujian kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman atau salah nalar.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan di
dalamnya. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
ini kedepannya. Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berfikir dalam penarikan
kesimpulan. Diharapkan pembaca dapat melatih pola berpikir secara logis dan sistematis
dalam setiap proses mendalami berbagai macam pengetahuan. Hal ini penting mengingat
filsafat ilmu adalah akar berbagai keilmuan yang terus berkembang pesat seiring waktu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online].Tersedia di
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 26 April 2023
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 26 April 2023
3. Achmadi, Asmori, 2001. Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Press
4. Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
5. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005
6. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran
Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor
2, Juli-Desember 2016 [Online]. tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.k
opertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2a
hUKEwja3LqEmMPjAhUVinAKHVg5A00QFjAGegQICBAB&usg=AOv
Vaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 26 April 2023 pukul 06.00.
7. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth
Cengage Learning. 2012
8. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik. Jakarta:
Teraju, 2004.
9. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
10. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Islam
Negeri Pers, 2007.
11. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan, 1985.
12. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
13. Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga
University Press
Filsafat Ilmu: Bernalar Ilmiah
Oleh MKDU Kelompok 13
Dosen Pengajar :
Panca indera
Proses Berpikir
Terdiri dari Informasi atau
4 Unsur Pengetahuan
sebelumnya
Fakta
Definisi
Dari empat unsur tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal,
pemikiran, proses berpikir adalah pemindahan pengindraan terhadap fakta
melalui panca indera ke dalam otak untuk menafsirkan fakta yang didapatkan
dari informasi terdahulu. (Adib, 2015).
Definisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2023 :
Bernalar Berpikir Logis
Penalaran Cara (perihal) menggunakan
nalar,
Pemikiran
atau cara berpikir logis,
Ciri
Bersifat Probabilistik Penalaran Objektif
Ilmiah
Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori ilmiah
yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila sumbernya adalah suatu
fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah yakni fakta yang dihimpun dan
diolah sesuai dengan kaidah metode ilmiah.
2. Sistematik dan runtut
3. Objektif
7. Universal
Pada pemikiran induktif ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena
premis, sekalipun benar, hanya memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan
sampai batas tertentu (Popper, 2005).
Prediksi
Generalisasi
Bentuk - Bentuk Penalaran
Ilmiah Induktif
Argumen berdasarkan otoritas
Penyimpulan berdasarkan
hubungan kausal
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :
a. Prediksi
Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui dan
melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si
pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke
depan. Tanda ini bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :
Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui dan
melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si
pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke
depan. Tanda ini bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang berasal
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai
sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan
dengan istilah logika minor, karena memperdalam dasar-dasar penyesuaian
dalam pemikiran dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu
(Hunnex, 2014)
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola
berpikir yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih
dengan sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering
disebut sebagai premis minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh
penyimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut.
Namun kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis dan
cara yang digunakan juga benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi
data tersebut (Fitriyah, 2007).
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif
Terukur
Reproduksibilitas
Generalisasi
Kritis
● Subjektivitas
● Kesalahan
● Keterbatasan teori