Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“Bernalar Ilmiah”

Penulis

Heru Arifardi, dr 519222006

Gusta Trisna Pratama, dr 519222004

Maria Angelina Loru Koba, dr 519222003

I Wayan Ari Sumardika, dr. S.Ked 519222007

Risandy Ditia Widhani, dr 523222001

Carolus Aldo Windura, dr 523222002

Fandaruzzahra Putri Perdani, dr 511222001

Khonsa' Tsabitah, dr 511222002

Okdianto Rahman Gasti, dr 505222011

Jeanny Dwi Adriyanti, dr 505222012

Agil Kusumawati, dr 516222002

Dosen Pengajar: Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA


SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini guna memenuhi tugas kelompok dengan judul
“Bernalar Ilmiah” tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan tugas ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga tugas ini dapat
terselesaikan. Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga penulisan tugas ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan bagi
penulis maupun pembacanya.

Surabaya, 26 April 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................................................


KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................................................................
1.3. Tujuan Makalah ..................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................................
2.1 Definisi Penalaran Ilmiah ....................................................................................................................
2.2 Karakteristik Penalaran Ilmiah .............................................................................................................
2.3 Jenis Penalaran Ilmiah .........................................................................................................................
2.4 Kelebihan dan Kelemahan Bernalar Ilmiah ..........................................................................................
2.5 Kesalahan dalam Penalaran Ilmiah ......................................................................................................
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan .........................................................................................................................................
3.2 Saran ...................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Proses berpikir
merupakan serangkaian gerak pemikiran untuk menemukan pemahaman, pembentukan
pendapat dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki (Achmadi, 2001).
Nalar adalah pertimbangan mengenai baik dan buruknya sesuatu. Penalaran diartikan
sebagai cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis. Sedangkan
ilmiah diartikan sebagai bersifat ilmu atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan
(Kemdikbud, 2023). Penalaran ilmiah adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan (Suriasumantri, 2005).

Sebagai suatu kegiatan berfikir, penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama
adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir
menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya yang merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola
berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu (Suriasumantri, 2005). Filsafat bernalar ilmiah juga membahas
tentang kriteria pembenaran dan validasi ilmiah, serta batasan dan konteks dalam
pengembangan pengetahuan ilmiah. Filsafat bernalar ilmiah juga berperan dalam menggali
hubungan antara subjek dan objek pengetahuan. Konsep objektivitas dalam ilmu
pengetahuan, di mana pengetahuan dianggap bebas dari pengaruh subjektif individu atau
masyarakat, menjadi subjek perdebatan dalam filsafat bernalar ilmiah. Pertanyaan tentang
peran perspektif, konteks, dan nilai-nilai dalam pengembangan ilmu pengetahuan juga
menjadi bagian dalam filsafat bernalar ilmiah. Pencarian pengetahuan yang benar harus
berlangsung menurut prosedur atau kaidah hukum, yaitu berdasarkan logika. Penalaran
dapat dikatakan pula sebagai aplikasi dari logika. Pengetahuan yang diperoleh dari
penalaran ilmiah dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah.

Manusia fitrahnya berkemampuan menalar, yaitu mampu untuk berpikir secara logis
dan analitis, dan diakhiri dengan kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena didukung
bahasa sebagai sarana komunikasi verbalnya, sehingga hal-hal yang sifatnya abstrak
sekalipun mampu mereka kembangkan, hingga akhirnya sampai pada tingkatan yang dapat
dipahami dengan mudah. Karena hal inilah mengapa dalam istilah Aristoteles manusia ia
sebut sebagai animal rationale. Oleh sebab itu seorang Cendekiawan seharusnya bekerja
secara sistematis, berfikir, dan berlogika serta menghindari diri dari subyektifitas
pertimbangannya, meskipun hal ini tidak mutlak (Mustofa, 2016).

Untuk memperoleh pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu
Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang
berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini,
dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
Metode ini diawali dari pembentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan
operasionalisasi. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa
khusus sebagai hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau
pengetahuan baru yang bersifat umum (Suriasumantri, 2005). Dengan demikian, untuk
mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-
sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah yang
menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.1.1 Apa yang dimaksud penalaran ilmiah?

1.1.2 Apa saja jenis penalaran ilmiah?

1.1.3 Apa yang dimaksud dengan penalaran deduktif?

1.1.4 Apa yang dimaksud dengan penalaran induktif?

1.1.5 Apa saja macam-macam kesalahan dalam penalaran ilmiah?

1.3. Tujuan Makalah

Mengingat pentingnya penalaran ilmiah dalam penggunaannya di kehidupan sehari-hari,


khususnya dalam bidang kedokteran, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian penalaran ilmiah.

1.2.2 Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.

1.2.3 Untuk mengetahui pengertian penalaran deduktif.

1.2.4 Untuk mengetahui pengertian penalaran induktif.

1.2.5 Untuk mengetahui macam-macam kesalahan dalam penalaran ilmiah


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1 Pengertian Penalaran Ilmiah

Penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis


berdasarkan fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta
sebagai dasar untuk menarik kesimpulan (Mustofa, 2016).

Sejatinya proses berpikir melibatkan empat unsur yakni otak yang sehat, panca
indera, informasi atau pengetahuan sebelumnya, dan fakta. Sehingga dari empat unsur
tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal, pemikiran, proses berpikir adalah
pemindahan pengindraan terhadap fakta melalui panca indera ke dalam otak untuk
menafsirkan fakta yang didapatkan dari informasi terdahulu. (Adib, 2015).

Definisi bernalar berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2023) ialah berpikir
logis. Sementara penalaran adalah cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara
berpikir logis; hal mengembangkan atau mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan
dengan perasaan atau pengalaman; proses mental dalam mengembangkan pikiran dari
beberapa fakta atau prinsip. (KBBI, 2023)

2.2 Ciri/Karakteristik Penalaran Ilmiah

Penalaran ilmiah bertujuan menjawab pertanyaan tentang apa fakta atau buktinya dan
bagaimana penjelasannya. Penalaran ilmiah memiliki ciri-ciri yaitu (Putra, 2010) :

1. Sumber ilmiah adalah acuan pernyataan

Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori ilmiah
yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila sumbernya adalah suatu
fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah yakni fakta yang dihimpun dan
diolah sesuai dengan kaidah metode ilmiah.
Sistematik adalah sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih, sedangkan runtut
artinya antar komponen terdapat keselarasan.

3. Objektif

Objektif merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan pada objeknya dan


bukan hasil tafsiran subjektif dari orang yang menyimpulkan.
4. Skeptik

Skeptik adalah pola pikir yang menganggap benar suatu kebenaran yang bersifat
relatif serta pragmatis, sampai ditemukan kesimpulan baru yang dianggap lebih
benar secara sahih.

5. Bersifat apa adanya

Apa adanya artinya usaha untuk menemukan kebenaran apa adanya yang manfaat
baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak pemangku kepentingan atau
stakeholder seperti pakar, filosof, agamawan, serta pemangku kepentingan lain.

6. Bersifat probabilistik

Bersifat probabilistik dapat diartikan juga bersifat peluang pada kebenaran ilmiah
karena mengandung unsur induktif.
7. Universal

Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku secara
umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.

2.3 Jenis Penalaran Ilmiah

2.3.1 Penalaran Ilmiah Induktif

Pemikiran induktif adalah suatu metode penarikan kesimpulan yang bersifat


umum, dari berbagai pernyataan yang bersifat khusus (Supriasumantri, 1985). Pada
pemikiran induktif ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena premis,
sekalipun benar, hanya memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan sampai batas
tertentu (Popper, 2005).
Bentuk-bentuk pemikiran Induktif (Mustofa, 2016):

1. Prediksi

Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan tentang


masa lalu sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa
depan.
· Contoh : Seseorang dapat meramalkan terjadinya badai di lokasi
tertentu berdasarkan fenomena meteorologis yang telah terjadi di
lokasi tersebut.
2. Argumen berdasarkan analogi
Cara menarik kesimpulan yang menggunakan dasar analogi, atau
kesamaan, antara dua hal atau kondisi.
· Contoh : Seseorang menganggap mobil Porsche si A pasti
nyaman dikendarai karena mobil Porsche si C nyaman dikendarai.
3. Generalisasi
Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan atas
sejumlah sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas
seluruh anggota kelompok.
· Contoh : Seseorang mengklaim seluruh jeruk di keranjang tertentu
semuanya manis karena 3 buah jeruk dari keranjang tersebut
rasanya manis.
4. Argumen berdasarkan otoritas
Cara menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan dari seseorang yang
dianggap ahli atau dari saksi mata.
· Contoh : Seseorang berpendapat bahwa pendapatan perusahaan
tertentu akan meningkat di kuartal berikutnya berdasarkan
pernyataan dari seorang konsultan investasi.
5.Argumen berdasarkan tanda-tanda
Cara menarik kesimpulan berdasarkan tanda atau simbol tertentu.
· Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah
dilalui dan melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke
depan” maka si pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada
tikungan tajam 1 mil ke depan. Tanda ini bisa saja salah
penempatannya atau keliru isinya karena itu kesimpulan di atas
hanya bersifat kemungkinan.

6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal

Cara menarik kesimpulan berdasarkan pengetahuan tentang penyebab


atau akibat dari hal tertentu.
· Contoh : Seseorang bisa menyimpulkan bahwa anggur yang tanpa
sengaja tertinggal di dalam freezer semalaman pasti beku
berdasarkan pengetahuannya.

2.3.2 Penalaran Ilmiah Deduktif

Satu hal dalam logika penalaran, yang menjadi pertimbangan adalah


pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya. Masing-masing hanya dapat bernilai
salah atau benar namun tidak keduanya. Hal inilah yang sebelumnya disebut sebagai
proposisi. Proposisi yang telah dihimpun ini nantinya akan dapat dievaluasi dengan
beberapa cara, seperti: deduksi, dan induksi. Metode induksi diartikan sebagai salah
satu cara untuk menarik kesimpulan yang umum digunakan oleh para ilmuwan.
Maka metode deduksi adalah kebalikan dari metode induksi, karena ia menarik
kesimpulan yang lebih khusus, dan terperinci. Adapun Tujuan dari penggunaan
kedua metode ilmiah ini adalah agar ilmu berkembang dan tetap eksis dan mampu
menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. Serta mendapatkan sebuah kebenaran
dan kesesuaian antara kajian ilmiah, dengan tanpa terbatas ruang, waktu, tempat dan
kondisi tertentu (Hurley, 2012).
Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang berasal dari
sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai sebuah
kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan dengan istilah logika
minor, karena memperdalam dasar-dasar penyesuaian dalam pemikiran dengan
hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu (Hunnex, 2014). Disebut metode
penalaran deduktif jika dalam penalaran, konklusi lebih sempit daripada premisnya
(Mundiri, 2000).
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola
berpikir yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih dengan
sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering disebut sebagai
premis minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh penyimpulan yang
diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut. Namun kesimpulan di sini
hanya bernilai benar jika kedua premis dan cara yang digunakan juga benar, serta
hasilnya juga menunjukkan koherensi data tersebut (Fitriyah, 2007).
Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor: Perbuatan
yang merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: Menipu merugikan orang
lain. Kesimpulan: Menipu adalah dosa.
Penalaran deduktif merupakan salah satu cara berpikir logis dan analitis,
yang tumbuh dan berkembang dengan adanya pengamatan yang semakin intens,
sistematis, dan kritis. Juga didukung oleh pertambahan pengetahuan yang diperoleh
manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk menjawab
permasalahan secara rasional sehingga dapat dipertanggungjawabkan isinya,
tentunya dengan mengesampingkan hal-hal yang irasional. Adapun penyelesaian
masalah secara rasional bermakna adanya tumpuan pada rasio manusia dalam usaha
memperoleh pengetahuan yang benar. Paham yang mendasarkan dirinya pada proses
tersebut dikenal dengan istilah paham rasionalisme. Metode deduktif dan paham ini
saling memiliki keterikatan yang saling mewarnai, karena dalam menyusun logika
suatu pengetahuan para ilmuan rasionalis cenderung menggunakan penalaran
deduktif. Lebih jauh lagi deduksi sering lahir dari sebuah persangkaan mayoritas
orang. Sehingga hampir bisa dikatakan bahwa setiap keputusan adalah deduksi, Dan
setiap deduksi diambil dari suatu generalisasi yang berupa generalisasi induktif yang
berdasar hal-hal khusus yang diamati. Generalisasi ini terjadi karena adanya
kesalahan dalam penafsiran terhadap bukti yang ada. Generalisasi induktif sering
terjadi dari banyaknya tumpuan pada pengamatan terhadap hal-hal khusus yang
kenyataannya tidak demikian. seperti halnya kesalahan dokter dalam mendiagnosis
penyakit pasien, hal ini terjadi karena tanda-tandanya sama namun bisa jadi ada
penyakit lain dengan tanda-tanda seperti itu, ataupun kasus polisi yang menyelidiki
barang bukti di tempat tindakan kriminal (Fitriyah, 2007).

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Penalaran Ilmiah


2.4.1. Kelebihan Penalaran Ilmiah
Penalaran ilmiah memiliki kelebihan dan kelemahan yang perlu dipertimbangkan
dalam penggunaannya. Berikut adalah beberapa kelebihan penalaran ilmiah secara
umum

● Akurat: Penalaran ilmiah berusaha untuk mencapai kesimpulan yang akurat dan
objektif dengan menggunakan data empiris.
● Terukur: Penalaran ilmiah memungkinkan pengukuran dan pengujian yang teliti dan
terukur.
● Reproduksibilitas: Hasil dari penalaran ilmiah dapat direproduksi dan diuji kembali
oleh para peneliti lainnya.
● Generalisasi: Penalaran ilmiah memungkinkan pembentukan generalisasi dan hukum
yang dapat digunakan dalam berbagai situasi.
● Kritis: Penalaran ilmiah mendorong penggunaan kritis terhadap data dan teori,
sehingga mengurangi kemungkinan kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.

Selain itu, penalaran ilmiah juga dapat digunakan untuk berbagai hal yaitu,
1. Penalaran Ilmiah sebagai Problem Solving
Salah satu kelebihan dari penalaran ilmiah adalah untuk menyediakan
kerangka berpikir yang melingkupi proses pemahaman untuk pikiran ilmiah
Penalaran ilmiah membantu pola pikir yang luas dan terbuka untuk
menganalisis dan menyelesaikan permasalahan. Dalam penalaran ilmiah
sebagai problem solving, peneliti biasanya mengidentifikasi masalah atau
pertanyaan yang ingin dipecahkan, kemudian melakukan pengumpulan data
melalui pengamatan atau eksperimen. Data tersebut kemudian dianalisis
secara kritis untuk mengambil kesimpulan yang logis dan berdasarkan bukti
yang diperoleh. Proses problem solving dalam penalaran ilmiah seringkali
melibatkan pengujian hipotesis atau teori yang dibuat berdasarkan data yang
diperoleh. Hipotesis atau teori tersebut kemudian diuji secara empiris untuk
melihat apakah dapat menjelaskan fenomena yang diamati atau tidak. Apabila
hipotesis atau teori tersebut tidak dapat diuji atau tidak dapat menjelaskan
fenomena yang diamati, maka harus dilakukan revisi atau perbaikan terhadap
hipotesis atau teori tersebut. Penalaran ilmiah sebagai problem solving
melibatkan penggunaan metode dan prinsip ilmiah yang benar, seperti
penggunaan kontrol, replikasi, dan blind test dalam eksperimen, serta
penggunaan logika dan konsistensi dalam pengambilan kesimpulan. Dalam
penalaran ilmiah, kebenaran atau keakuratan hasil penelitian sangat penting,
sehingga diperlukan evaluasi kritis terhadap data dan kesimpulan yang
diperoleh.
Berdasarkan pemikiran ini, kita dapat menyimpulkan bahwa, dengan
mengetahui tipe-tipe representasi dan prosedur yang digunakan seseorang
untuk bergerak dari satu tahap ke tahap lainnya, maka kita dapat memahami
proses bernalar ilmiah (Dunbar, K., & Fugelsang, J., 2005).

2. Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis atau yang dikenal sebagai hypothesis testing diartikan


sebagai proses mengevaluasi sebuah proposisi yang diperoleh dari
pengumpulan data mengenai sebuah kebenaran (Dunbar, K., & Klahr, D.
2012). Untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesis, seorang peneliti dapat
dengan sengaja menciptakan suatu gejala, yakni melalui percobaan atau
penelitian. Pada penelitian eksperimental kognitif pada penalaran ilmiah
terkait isu spesifik, biasanya jatuh pada 2 area besar kelas investigasi. Kelas
pertama berhubungan dengan tipe penalaran yang memimpin peneliti ke arah
yang tidak menentu sehingga menghalangi keaslian penelitian. Banyak
penelitian yang telah dilakukan dengan strategi penalaran ilmiah yang keliru
dari peneliti dan partisipan pada uji coba. Contohnya, saat peneliti lebih
condong kepada salah satu hipotesis pda satu waktu dan menghamat peneliti
untuk membuat penemuan baru. Kelas kedua berhubungan dengan
menyingkapkan proses-proses mental yang mendasari penciptaan hipotesis
dan konsep ilmiah yang baru. Tipe penelitian ini biasanya berfokus pada
penggunaan analogi dan penggambaran ilmu dan penggunaan tipe-tipe tertentu
pemecahan masalah heuristik (Dunbar, K., & Klahr, D., 2012).

Dalam penalaran ilmiah sebagai pengujian hipotesis, kebenaran atau validitas


hipotesis sangat penting karena hipotesis yang benar dapat memberikan
pemahaman yang lebih baik tentang fenomena yang diamati atau masalah
yang ingin dipecahkan. Oleh karena itu, pengujian hipotesis merupakan bagian
penting dari proses penalaran ilmiah dan dapat membantu untuk memperkuat
pengetahuan dan teori di berbagai bidang ilmu pengetahuan.

2.4.2. Kekurangan Penalaran Ilmiah


● Keterbatasan data: Penalaran ilmiah hanya dapat menghasilkan kesimpulan
berdasarkan data yang tersedia, sehingga terbatas oleh kualitas dan kuantitas
data tersebut.
● Subjektivitas: Penalaran ilmiah dapat dipengaruhi oleh sudut pandang dan bias
peneliti.
● Kesalahan: Penalaran ilmiah dapat menghasilkan kesalahan jika ada kesalahan
dalam pengumpulan atau analisis data, atau jika teori yang digunakan salah.
● Keterbatasan teori: Penalaran ilmiah tergantung pada teori yang digunakan,
sehingga kesalahan dalam teori dapat menghasilkan kesimpulan yang tidak
akurat.
● Waktu dan biaya: Penalaran ilmiah membutuhkan waktu dan biaya yang besar
untuk pengumpulan dan analisis data.
● Karena ilmu makin terspesialisasi, maka sudut pandangnya menjadi semakin
sempit dan sektoral.
● Kesimpulan ditarik dari kondisi eksperimental yang bersifat artifisial atau
buatan sehingga situasinya tidak mewakili situasi kehidupan nyata dan bisa
timbul bias pada tahap aplikasi
● Sedalam-dalamnya kajian ilmu, kajiannya masih pada tataran gejala atau fakta
sehingga secara sendirian tidak akan pernah secara tuntas memecahkan
masalah kehidupan. (Putra S T, 2010)

2.4.3. Sesat Pikir dalam Penalaran Ilmiah


Sesat pikir atau bias adalah kesalahan dalam penalaran ilmiah yang dapat
menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat atau tidak dapat dipertahankan secara
logis. Bias dapat terjadi dalam berbagai tahapan dalam penelitian ilmiah, seperti
pengumpulan data, analisis data, atau interpretasi hasil. Contoh sesat pikir dalam
penalaran ilmiah antara lain:
● Kebenaran absolut: Menganggap bahwa satu hipotesis atau teori pasti
benar tanpa melakukan pengujian yang memadai atau mencoba
mencari alternatif lain yang lebih baik.
● Generalisasi yang berlebihan: Menarik kesimpulan umum dari data
yang terbatas atau spesifik. Contohnya, menganggap bahwa semua
spesies binatang memiliki sifat yang sama hanya berdasarkan
pengamatan pada beberapa spesies saja.
● Efek pemilihan: Mengabaikan data atau informasi yang tidak sesuai
dengan hipotesis atau teori yang dipegang, atau memilih data yang
hanya mendukung hipotesis atau teori yang dipegang.
● Kesalahan korelasi dan kausalitas: Menganggap bahwa hanya karena
terdapat hubungan antara dua variabel, maka salah satu variabel
menyebabkan yang lainnya, padahal hubungan tersebut bisa bersifat
kebetulan atau disebabkan oleh faktor lain.
● Pendapat otoritas: Menerima kesimpulan atau teori tanpa melakukan
evaluasi kritis, hanya karena dihasilkan oleh sumber yang dianggap
memiliki otoritas atau keahlian.
● Konfirmasi sosial: Menerima kesimpulan atau teori karena telah
diterima oleh kelompok atau masyarakat tertentu, tanpa melakukan
evaluasi kritis secara mandiri.

Sesat pikir dapat menghasilkan penalaran ilmiah yang salah atau tidak akurat,
sehingga penting bagi para peneliti untuk menerapkan metode dan prinsip
ilmiah yang benar, serta menghindari bias atau kesalahan dalam penalaran
ilmiah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan bernalar, yaitu mampu berpikir logis
dan analitis serta menarik kesimpulan. Kemampuan ini berkembang karena bahasa
mendukung mereka sebagai sarana komunikasi lisan, yang memungkinkan mereka juga
mengembangkan abstraksi, yang pada akhirnya mencapai tingkat yang mudah dipahami.
Ada dua jenis penalaran yang dapat digunakan untuk sampai pada pengetahuan ilmiah,
yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
Logika dalam berpikir dan langkah strategis melalui metode ilmiah diperlukan untuk
mencapai hasil yang baik. Metode ilmiah adalah cara sistematis yang digunakan peneliti
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Metode ilmiah menggunakan langkah-
langkah yang sistematis, teratur dan terkendali. Ada beberapa langkah yang terlibat
dalam implementasi, yaitu perumusan masalah, pengumpulan data, pembuatan hipotesis,
pengujian hipotesis, pengolahan data, dan pengujian kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman atau salah nalar.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan di
dalamnya. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
ini kedepannya. Penalaran ilmiah merupakan suatu proses berfikir dalam penarikan
kesimpulan. Diharapkan pembaca dapat melatih pola berpikir secara logis dan sistematis
dalam setiap proses mendalami berbagai macam pengetahuan. Hal ini penting mengingat
filsafat ilmu adalah akar berbagai keilmuan yang terus berkembang pesat seiring waktu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online].Tersedia di
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 26 April 2023
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di
kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 26 April 2023
3. Achmadi, Asmori, 2001. Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Press
4. Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I Maret 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
5. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005
6. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran
Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam Volume 6, Nomor
2, Juli-Desember 2016 [Online]. tersedia di
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.k
opertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2a
hUKEwja3LqEmMPjAhUVinAKHVg5A00QFjAGegQICBAB&usg=AOv
Vaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 26 April 2023 pukul 06.00.
7. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth
Cengage Learning. 2012
8. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik. Jakarta:
Teraju, 2004.
9. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
10. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Islam
Negeri Pers, 2007.
11. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan, 1985.
12. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
13. Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga
University Press
Filsafat Ilmu: Bernalar Ilmiah
Oleh MKDU Kelompok 13
Dosen Pengajar :

Dr. Rahadian Indarto Susilo, dr., Sp.BS(K)


Anggota Kelompok :

Heru Arifardi, dr 519222006 Fandaruzzahra Putri Perdani, dr 511222001

Gusta Trisna Pratama, dr 519222004 Khonsa' Tsabitah, dr 511222002


Maria Angelina Loru Koba, dr 519222003 Okdianto Rahman Gasti, dr 505222011
I Wayan Ari Sumardika, dr. 519222007
Jeanny Dwi Adriyanti, dr 505222012
Risandy Ditia Widhani, dr 523222001
Agil Kusumawati, dr 516222002
Carolus Aldo Windura, dr 523222002
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
● Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan sesuai
dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Proses berpikir
merupakan serangkaian gerak pemikiran untuk menemukan pemahaman, pembentukan
pendapat dan kesimpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki (Achmadi, 2001)
● Nalar adalah pertimbangan mengenai baik dan buruknya sesuatu. Penalaran diartikan
sebagai cara (perihal) menggunakan nalar; pemikiran atau cara berpikir logis. Sedangkan
ilmiah diartikan sebagai bersifat ilmu atau memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan
(Kemdikbud, 2023)
● Untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara
bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud penelitian ilmiah
yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika
RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud penalaran ilmiah?
2. Apa saja jenis penalaran ilmiah?
3. Apa yang dimaksud dengan penalaran deduktif?
4. Apa yang dimaksud dengan penalaran induktif?
5. Apa saja macam-macam kesalahan dalam penalaran ilmiah?
TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian penalaran ilmiah.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis penalaran ilmiah.
3. Untuk mengetahui pengertian penalaran deduktif.
4. Untuk mengetahui pengertian penalaran induktif.
5. Untuk mengetahui macam-macam kesalahan dalam penalaran ilmiah
PEMBAHASAN
Definisi
Proses pemikiran
untuk memperoleh

Penalaran kesimpulan yang


logis berdasarkan
fakta yang relevan
(Adib, 2015)
Definisi
Otak yang sehat

Panca indera
Proses Berpikir
Terdiri dari Informasi atau
4 Unsur Pengetahuan
sebelumnya

Fakta
Definisi
Dari empat unsur tersebut dapat dirangkai bahwa definisi bagi akal,
pemikiran, proses berpikir adalah pemindahan pengindraan terhadap fakta
melalui panca indera ke dalam otak untuk menafsirkan fakta yang didapatkan
dari informasi terdahulu. (Adib, 2015).
Definisi
Kamus Besar Bahasa Indonesia 2023 :
Bernalar Berpikir Logis
Penalaran Cara (perihal) menggunakan
nalar,
Pemikiran
atau cara berpikir logis,

Mengembangkan atau mengendalikan


sesuatu bukan dengan perasaan atau
Pengalaman,

Proses mental dalam mengembangkan


pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Ciri/Karakteristik Penalaran Ilmiah

Bertujuan untuk menjawab

Penalaran pertanyaan tentang apa fakta atau


Ilmiah buktinya dan bagaimana
penjelasan dari suatu hal
Ciri/Karakteristik Penalaran Ilmiah
Sumber Ilmiah adalah Acuan Pernyataan

Universal Sistematik dan Runtut

Ciri
Bersifat Probabilistik Penalaran Objektif
Ilmiah

Bersifat apa adanya Skeptik


1. Sumber ilmiah adalah acuan pernyataan

Apabila sumbernya bersifat teori maka syaratnya harus merupakan teori ilmiah
yang sahih yakni berasal dari kepustakaan ilmiah. Apabila sumbernya adalah suatu
fakta maka seharusnya merupakan fakta ilmiah yakni fakta yang dihimpun dan
diolah sesuai dengan kaidah metode ilmiah.
2. Sistematik dan runtut

Sistematik adalah sesuai dengan kaidah penalaran yang sahih, sedangkan


runtut artinya antar komponen terdapat keselarasan.

3. Objektif

Objektif merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan pada objeknya

dan bukan hasil tafsiran subjektif dari orang yang menyimpulkan.


4. Skeptik

Skeptik adalah pola pikir yang menganggap benar suatu kebenaran

yang bersifat relatif serta pragmatis, sampai ditemukan kesimpulan baru

yang dianggap lebih benar secara sahih.


5. Bersifat apa adanya

Apa adanya artinya usaha untuk menemukan kebenaran apa adanya

yang manfaat baik maupun keburukannya diserahkan pada pihak

pemangku kepentingan atau stakeholder seperti pakar, filosof, agamawan,

serta pemangku kepentingan lain.


6. Bersifat probabilistik

Bersifat probabilistik dapat diartikan juga bersifat peluang pada


kebenaran ilmiah karena mengandung unsur induktif.

7. Universal

Universal diartikan sebagai suatu hasil kesimpulan yang harus berlaku

secara umum tanpa membeda-bedakan atau diskriminasi.


Penalaran Ilmiah Induktif

Jenis Penalaran Ilmiah

Penalaran Ilmiah Deduktif


Jenis Penalaran Ilmiah
1. Penalaran Ilmiah Induktif

Suatu metode penarikan kesimpulan yang bersifat umum, dari berbagai


pernyataan yang bersifat khusus (Supriasumantri, 1985).

Pada pemikiran induktif ini, kesimpulan mungkin saja tidak benar karena
premis, sekalipun benar, hanya memberikan dasar bukti terhadap kesimpulan
sampai batas tertentu (Popper, 2005).
Prediksi

Argumen berdasarkan analogi

Generalisasi
Bentuk - Bentuk Penalaran
Ilmiah Induktif
Argumen berdasarkan otoritas

Argumen berdasarkan tanda-


tanda

Penyimpulan berdasarkan
hubungan kausal
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :

a. Prediksi

Menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan tentang masa lalu


sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa depan.

Cth : Prediksi terjadinya badai di lokasi tertentu berdasarkan fenomena


meteorologis yang telah terjadi di lokasi tersebut pada masa lalu.
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :

b. Argumen berdasarkan analogi

Cara menarik kesimpulan yang menggunakan dasar analogi, atau


kesamaan, antara dua hal atau kondisi

Cth : Seseorang menganggap mobil Porsche si A pasti nyaman dikendarai


karena mobil Porsche si C nyaman dikendarai.
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :
c. Generalisasi
Cara menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan atas
sejumlah sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas seluruh
anggota kelompok

Cth : Seseorang mengklaim seluruh jeruk di keranjang tertentu semuanya


manis karena 3 buah jeruk dari keranjang tersebut rasanya manis
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :

d. Argumen berdasarkan otoritas

Cara menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan dari seseorang


yang dianggap ahli atau dari saksi mata.

Contoh : Seseorang berpendapat bahwa pendapatan perusahaan


tertentu akan meningkat di kuartal berikutnya berdasarkan pernyataan dari
seorang konsultan investasi.
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :

e. Argumen berdasarkan tanda-tanda

Cara menarik kesimpulan berdasarkan tanda atau simbol tertentu.

Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui dan
melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si
pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke
depan. Tanda ini bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.
Jenis Penalaran Ilmiah
Bentuk - bentuk penalaran Induktif :

f. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal

Cara menarik kesimpulan berdasarkan tanda atau simbol tertentu.

Contoh : Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui dan
melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si
pengendara akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke
depan. Tanda ini bisa saja salah penempatannya atau keliru isinya karena itu
kesimpulan di atas hanya bersifat kemungkinan.
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif

Penalaran Deduktif adalah suatu kerangka atau cara berfikir yang berasal
dari sebuah asumsi atau pernyataan yang bersifat umum untuk mencapai
sebuah kesimpulan yang bermakna lebih khusus. Sering pula diartikan
dengan istilah logika minor, karena memperdalam dasar-dasar penyesuaian
dalam pemikiran dengan hukum, rumus dan patokan-patokan tertentu
(Hunnex, 2014)
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif
Pola penarikan kesimpulan dalam metode deduktif merujuk pada pola
berpikir yang disebut silogisme. Bermula dari dua pernyataan atau lebih
dengan sebuah kesimpulan. Yang mana kedua pernyataan tersebut sering
disebut sebagai premis minor dan premis mayor. Serta selalu diikuti oleh
penyimpulan yang diperoleh melalui penalaran dari kedua premis tersebut.
Namun kesimpulan di sini hanya bernilai benar jika kedua premis dan
cara yang digunakan juga benar, serta hasilnya juga menunjukkan koherensi
data tersebut (Fitriyah, 2007).
Jenis Penalaran Ilmiah
2. Penalaran Ilmiah Deduktif

Contoh dari penggunaan premis dalam deduksi: Premis Mayor:


Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa. Premis Minor: Menipu
merugikan orang lain. Kesimpulan: Menipu adalah dosa.
Penalaran Ilmiah Deduktif
Cara Berpikir

Logis Analitis Intens Sistematis Kritis

Dan didukung oleh pertambahan pengetahuan yang diperoleh


manusia, yang akhirnya akan bermuara pada suatu usaha untuk
menjawab permasalahan secara rasional sehingga dapat
dipertanggungjawabkan isinya, tentunya dengan mengesampingkan
hal-hal yang irasional.
KELEBIHAN PENALARAN ILMIAH
Akurat

Terukur

Reproduksibilitas

Generalisasi

Kritis

Penalaran Ilmiah sebagai Problem Solving

Penalaran Ilmiah sebagai Pengujian Hipotesis


KEKURANGAN PENALARAN ILMIAH
● Keterbatasan data

● Subjektivitas

● Kesalahan

● Keterbatasan teori

● Waktu dan biaya

● Sudut pandangnya yang semakin sempit dan sektoral.

● Situasi tidak mewakili kehidupan nyata dan bisa timbul bias

● Tidak tuntas memecahkan masalah kehidupan


BIAS DALAM PENALARAN ILMIAH
Kesalahan dalam penalaran ilmiah yang dapat menghasilkan kesimpulan
yang tidak akurat atau tidak dapat dipertahankan secara logis

Terjadi dalam setiap tahap penelitian ilmiah : pengumpulan data, analisis


data, atau interpretasi hasil

Menghasilkan penalaran ilmiah yang salah atau tidak akurat, sehingga


penting bagi para peneliti untuk menerapkan metode dan prinsip ilmiah
yang benar
BIAS DALAM PENALARAN ILMIAH (DAPAT BERUPA)
Kebenaran absolut
Generalisasi yang berlebihan
Efek pemilihan
Kesalahan korelasi dan kausalitas
Pendapat otoritas
Konfirmasi sosial
PENUTUP
KESIMPULAN
● Metode ilmiah adalah cara sistematis yang digunakan peneliti untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Metode ilmiah menggunakan
langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkendali. Ada beberapa
langkah yang terlibat dalam implementasi, yaitu perumusan masalah,
pengumpulan data, pembuatan hipotesis, pengujian hipotesis,
pengolahan data, dan pengujian kesimpulan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman atau salah nalar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online].Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nalar. Diakses 26 April 2023
2. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [Online]. Tersedia di kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ilmiah. Diakses 26 April 2023
3. Achmadi, Asmori, 2001. Filsafat Umum, Jakarta: Rajawali Press
4. Adib M., 2015. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemiologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan, Edisi ke-3 (revisi), Cetakan I
Maret 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
5. Suriasumantri, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2005
6. Mustofa, I. Jendela Logika Berpikir : Deduksi dan Induksi sebagai Dasar Penalaran Ilmiah. EL-BANAT: Jurnal Pemikiran dan
Pendidikan Islam Volume 6, Nomor 2, Juli-Desember 2016 [Online]. tersedia
di https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.k
opertais4.or.id/susi/index.php/elbanat/article/download/2875/2126/&ved=2a
hUKEwja3LqEmMPjAhUVinAKHVg5A00QFjAGegQICBAB&usg=AOv Vaw1Ui3as4c9gUmPHur1RMmM4. diakses 26 April
2023 pukul 06.00.
7. Hurley, PJ. A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth Cengage Learning. 2012
8. Hunnex, Milton D. Peta filsafat: Pendekatan Kronoligis dan Tematik. Jakarta: Teraju, 2004.
9. Mundiri, Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
10. Fitriyah, Mahmudah Z.A. Pembinaan Bahasa Indonesia. Jakarta : Universitas Islam Negeri Pers, 2007.
11. Supriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan, 1985.
12. Popper, K. Logic of scientific discovery. London: Routledge. 2005
13. Putra S.T., 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran, Edisi I, cetakan I. Surabaya: Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai