Anda di halaman 1dari 5

BAB IX GENERALISASI

A. PENGERTAN
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena
indivdual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan
fenomena individual yang di selidiki. Dengan begitu hukum yang disimpulkan dari
fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Oleh
karena itu hukum yang dihasilkan oleh penalaran ini, tetapi kebenaran kemungkinan
besar(probablity). Pada penalaran deduksi, kesimpulan yang kita dapatkan bila
premisnya kita yakini kebenarannya,dengan prosedur yang valid akan dihasilkan
kesimpulan yang pasti.

B. MACAM MACAM GENERALISASI


Generalisasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu generalisasi sempurna dan
generalisasi sebagian atau generalisasi tidak sempurna.
1. Generalisasi sempurna
Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar pengumpulan
diselidki. Misalnnya setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setiap bulan
tahun masehi kemudian disimpulkan bahwa: semua bulan masehi mempunyai hari
tidak lebih dari 31. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah
hari penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap bulan
kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan. Generalisasi macam ini memberikan
kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetap tentu saja tidak praktis dan
tidak ekonomis.
2. Generalisasi tidak sempurna
berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku
bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Misalnya setelah kita menyelidiki
sebagian bangsa indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong
royong, kemudian kita simpulkan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang
suka bergotong royong, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak
sempurna.

Ilmu pengetahuan a posteriori disusun atas generalisasi tidak sempurna.


Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak
sempurna untuk menyebut bahwa teknik ini paling banyak digunakan dalam
menyusun pengetahuan.

Generalisasi tidak sempurna tidak saja terdapat pada teori ilmiah, tetapi juga
terlaksana pada pikiran anak kecil, bahkan pada hewan sekalipun. Anak kecil
yang pernah terluka pada jari jari nya karena berman main dengan pisau akan
berhati hati jika pada saat lan ia menggunakannya, karena dia mengetahui
bahwa pisau (semua pisau) adalah barang yang berbahaya. Seekor anak anjing
yang telah sekali dua mencocrkan moncongnya pada radiator listrik tidak akan
mengulangi lagi untuk selanjutnya karena ia mengetahui bahwa yang
demikian itu (mencocorkan moncong ke radiator listrik) adalah
menyakitkan.meskipun tindakan si bocah dan anak anjing tersebut serupa
adalah corak penyimpulan generalisasi.

C. PENGUJIAN ATAS GENERALISASI


Untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat
kita pergunakan evaluasi berikut:
1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Memang tidak
ada ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlukan untuk
menghasilkan kesimpulan yang terpercaya. Untuk merumuskan semua benda
padat memuai bila dipanaskan cukup dengan tiga atau empat fenomena.
Sebaliknya untuk menentukan faktor dominan apakah yang menjadi sebab
kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja, demikian juga
untuk menentukan watak umum suku jawa. Semakin banyak jumlah fenomena
yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak
boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan
dua kali kadar keterpercayaan.
2. Apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi. Untuk menentukan kadar minat
dan kesadaran berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa
indonesia, harur diteliti dari berbagai suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan,
berbagai pendidikan dan berbagai usia. Semakin banyak variasi sampel, semakin
kuat kesimpulan yang dihasilkan.
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal hal yang menyimpang dengan
fenomena umum atau tdak. Kekecualian kekecualian harus diperhitungkan juga,
terutama kekecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup
besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Bla kekecualian itu jumlahnya harus
dirumuskan dengan hati hati; kata kata seperti semua, setiap, selalu, tidak pernah,
selamanya dan sebagainya harus dihindari. Pemakian kata: hampir seluruhnya,
sebagian besar, kebanyakan; harus didasarkan pada pertimbangan, semakin kuat
kesempatan yang dihasilkan.
4. Apakah kesimpulan yang dirumuskan konsisten dengan fenomena individual.
Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena
yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang
ada.

D. GENERALISASI YANG SALAH


Bagaimanapun ada kecendrungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan
fenomena yang yang sangat sedikit sehingga tidak mecukupi syarat untuk dibuat
generalisasi. Kita mendengar ungkapan seperti: dia adalah mahasiswa kenapa
memecahkan masalah seringan itu tidak bisa. Sering kita mendengar orang
menyimpulkan keadaan cuaca dari suatu tempat hanya semata mata berdasarkan apa
yang dialaminya seketika seperti: desa ini adalah daerah basah.juga kita sering
mendengar orang orang membuat generalisasi atas suatu desa sebagai desa yang tidak
ramah atau desa yang ramah, semata mata berdasarkan sifat dua atau tiga orang yang
ditemuinya.
E. GENERALISASI EMPIRIK DAN GENERALISASI DENGAN PENJELASAN
Generalisasi yang tidak disertai dengan penjelasan mengapanya atau
generalisasi berdasarkan fenomenanya semata mata disebut generalisasi empirik.
Taruhlah kita mempercayai generalisasi darwin “semua kucing berbulu putih dan
bermata biru adalah tuli”. Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan
terpercaya, sehingga kita semua mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh ini
pernyataan serupa ini hanya mendasarkan kepada fenomenanya, maka merupakan
generalisasi empirk. Apabila kita kemudian dapat menjelaskan mengapa kucing yang
mempunyai ciri ciri serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan bahwa ketiadaan
pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarnya
tidak berfungsi maka generalisasi ini disebut generalisasi penjelasan.

F. GENERALISASI ILMIAH
Perbedaan dari generalisasi ilmiah ini terletak pada modelnya, kualitas data
serta ketepatan dalam perumusannya.

Tanda tanda penting dari generalisasi ilmiah adalah:

1. Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, dilaksanakan oleh tenaga


terdidik sereta mengenal baik permasalahannya.
2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur serta mendapatkan ketepatan
serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin.
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi data.
4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan term
yang padat dan matematik.
5. Observasi atas fakta fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan
memperhatikan kondisi yang bervariasi misalnya waktu tempat dan keadaan
khusus lainnya.
6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan
pengetesan atas generalisasi yang dibuat.

BAB X ANALOGI

A. PENGERTIAN
Analogi disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran dari satu
fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang
terjadi pada fenomena pertama akan terjadi juga pada fenomena lain; dengan
demikian analogi jika kita hendak memformulasikan dalam suatu batasan. Jika kita
membeli sepasang sepatu (peristiwa) dan kita berkeyakinan bahwa sepatu itu akan
enak dan awet dipakai (fenomena yang dianalogkan), karena sepatu yang dibeli dulu
di toko yang sama (persamaan prinsip) awet dan enak dipakia maka penyimpulan
serupa adalah penalaran analogi.
B. MACAM MACAM ANALOGI
analogi disamping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi, sering benar
dipakai dalam bentuk non argumen, yaitu sebagai penjelas. Analogi ini disebut
analogi deklaratif atau analogi penjelas. Analogi deklaratif merupaskan metode untuk
menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan
sesuatu yang sudah dikenal. Contoh analogi deklaratif adalah “ilmu pengetahuan itu
dibangun oleh fakta fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu batu. Tetapi
tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan
batu adalah rumah. Otak itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal
mengeluarkan air seni”.

C. CARA MENILAI ANALOGI


Untuk mengukur derajat keterpercayaan sebuah analogi dapat diketahui dengan alat
berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan. Semakin besar peristiwa
sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula tara keterpercayaannya.
2. Sedikit banyaknya aspek aspek yang menjadi dasar analogi. Ambillah contoh
yang telah kita sebut yaitu tentang sepatu yang telah kita beli ditoko. Bahwa
sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu
yang dulu dibeli ditoko ini juga awet dan enak dipakai.
3. Sifat dari analogi yang kita buat. Apabila kita mempunyai mobil dan satu liter
bahan bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa
mobil B yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km tapi satu
liternya, maka analogi demikian cukup kuat.
4. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur unsur yang berbeda pada tiap peristiwa
yang dianalogikan. Semakin banyak unsur unsur nya yang berbeda semakin kuat
keterpercayaan analoginya.
5. Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan. Bila tidak relevan sudah barang
tentu analoginya tidak kuat dan bahkan bisa gagal.

Analogi yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat
daripada analogi yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan.
Analogi yan relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai hubungan
yang kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan, analogi ini
cukup terpercaya kebenarannya.namun begitu analogi yang bersifat kausal yang
memberikan keterpercayaan yang kokoh.

D. ANALOGI YANG PINCANG


Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak
semua penalaran analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah
yang memenuhi syaratatau tidak dapat diterima,meskipun sepintas sulit bagi kita
menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang
tidak tepat.
Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif contohnya:
Saya heran mengapa orang takut bepergian dengan pesawat terbang karena
sering terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit meminta korban.
Bila demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena semua
manusia menemui ajalnya di tempat tidur.

Kekeliruan kedua adalah kekeliruan pada analogi deklaratif, misalnya:

Negara kita sudah sangat banyak berutang. Dengan pembangunan lima tahun
kita harus menumpuk utang terus menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan
lima tahun ini memaksa rakyat dan bangsa indonesia seperti naik perahu yang
sarat yang semakin tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya
tenggelam. Saudara saudara, kita tidak ingin tenggelam dan mati bukan?
Karena itu kita lebih baiktidak naik kapal sarat itu. Kita tidak perlu
melaksanakanpembangunan lima tahun.

Sebuah analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan berikut:

orang yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang mengayuh biduk ke
pantai. Semakin ringan muatan yang ada dalam biduk semakin cepat ia akan
sampai ke pantai. diperlukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan
pada biduk yang sedang dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menuju ke
pantai. Agar tujuan orang yang belajar lekas sampai maka seharusnya
kewajiban membayar SPP dihapus.

Anda mungkin juga menyukai