Anda di halaman 1dari 9

Generalisasi - Ilmu Logika

PENGERTIAN GENERALISASI

Generalisasi dalam ilmu mantiq disebut istiqro' atau istinbat). Generalisasi adalah istidlal yang di
dasarkan atas memepelajari terhadap sesuatu yang kecil dengan sunggug-sungguh darinya aqal bisa
mengambil kesimpulan umum. Atau yang lebih umum mengenai generalisasi adalah proses penalaran
yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh
fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dengan begitu, hukum yang disimpulkan
dari fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, oleh karena itu,
hukum yang dihasilkan oleh penalaran generalisasi tidak pernah sampai kepada kebenaran pasti tetapi
hanya sampai kepada kebenaran kemungkinan besar.

Contoh: ada beberapa fenomena, yaitu:

Hamid adalah mahasiswa tarbiyah….jujur

Munir adalah mahasiswa tarbiyah….jujur

Nurul adalah mahasiswa tarbiyah….jujur

Faizin adalah mahasiswa tarbiyah….jujur

Jika disimpulkan bahwa semua mahasiswa tarbiyah itu jujur maka kebenaran kesimpulan ini hanya
mempunyai kebenaran kemungkinan besar (probabilitas).

Atau dapat dicontohkan dengan fenomena lain, seperti besi, melalui percobaan-percobaan pemanasan
(memanaskan), ternyata besi itu memuai. Percobaan dilakukan berulang-ulang diberbagai tempat dan
waktu, hasilnya terbukti sama yaitu menuai. Kesimpulan umum lantas ditarik bahwa besi jika dipanaskan
menuai.[4]

MACAM-MACAM GENERALISASI

Mengacu kepada kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi dibedakan menjadi
dua macam, yaitu: Generalisasi Sempurna dan Generalisasi Sebagian.
1. Generalisasi Sempurna adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar
penyimpulan diselidiki semua, contoh. Semua bulan masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31 hari.
Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena, yaitu jumlah hari pada setiap bulan dalam satu tahun
diselidiki tanpa ada yang ditinggalkan. Generalisasi semacam ini, memberikan kesimpulan yang sangat
kuat dan tidak dapat dipatahkan tetapi prosesnya tidak praktis dan tidak ekonomis.

2. Generalisasi Sebagian, yaitu generalisasi dimana kesimpulannya diambil berdasarkan sebagian


fenomena yang kesimpulanya berlaku juga bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki, misalnya.
Setelah kita menyelidiki sebagian bangsa Indonesia adalah menusia yang suka bergotong-royong
kemudian diambil kesimpulan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang suka bergotong-royong,
maka penyimpulan ini adalah generalisasi sebagian (probabilitas).

Meskipun macam generalisasi ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai ketingkat pasti tetapi proses
generalisasi ini jauh lebih praktis dan ekonomis, seperti halnya ilmu. Ilmu yang disusun berdasar fakta
observasi tidak untuk menyajikan kebenaran mutlak melainkan kebenaran probabilitas sehingga sangat
keliru jika diantara kita berkeyakinan bahwa ilmu menyajikan hukum dan kesimpulan yang
kebenarannya mutlak.

Jika kita berbicara mengenai generalisasi, maka generalisasi yang dimaksud adalah generalisasi tidak
sempurna. Menurut para ahli, generalisasi ini disebut sebagai induksi tidak sempurna dan teknik inilah
yang paling banyak digunakan dalam menyusun ilmu pengetahuan. Dalam ilmu biologi misalnya, Darwin
menyatakan bahwa ‘Semua kucing putih yang bermata biru adalah tuli.’ Kesimpulan ini didasarkan atas
generalisasi tidak sempurna, demikian pula pernyataan Cuvier bahwa “Tidak ada hewan yang bertanduk
dan berkuku telapak adalah pemakan daging”. Isaac Newton juga mendasarkan kesimpulannya pada
generalisasi tidak sempurna atas teorinya yang mashur tentang hukum gravitasi. Ilmu-ilmu kealaman
semua disusun berdasarkan generalisasi tidak sempurna, demikian pula ilmu-ilmu sosial.

PENGUJIAN ATAS GENERALISASI

Untuk menguji apakah generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan
evaluasi berikut:

1. Apakah sampel yang digunakan secara kuantitatif cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena
yang digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa
dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan. Memang tidak
ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlakukakn untuk dapat mengasilkan
kesimpulan yang terpercaya. Contoh. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu titik
darinya.

2. Apakah sampel yang digunakan cukup bervariasi. Untuk mementukan kadar minat dan kesadaran
berkoperasi sebagai sistem ekonomi yang diharapkan bagi bangsa Indonesia, harus diteliti dari berbagai
suku bangsa, berbagai lapisan penghidupan, berbagai pendidikan. Semakin banyak variasi sampel,
semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.

3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena umum
atau tidak. Kekecualian-kekecualian harus diperhitungkan juga, terutama jika kekecualian cukup besar
jumlahnya. Dalam hal kekecualian cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Bila kekecualian
sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak
semuanya, sebagian besar, kebanyakan; harus didasarkan atas pertimbangan rasional yang cermat.
Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.

4. Apakah yang dirumuskan konsisten dengan fenomena individual, tidak boleh memberikan tafsiran
menyimpang dari data yang ada. Misalnya, penyelidikan tentang faktor utama penyebab rendahnya
prestasi akademik mahasiswa IAIN. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan
faktor-faktor lemahnya penguasaan bahasa asing, kurang berdiskusi, terlalu banyak jenis mata kuliah
lalu disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing, ini
tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Kesimpulan ini lemah karena
meninggal dua faktor tadi. Semakin banyak yang ditinggalkan, semakin lemah kesimpulan yang
dihasilkan.

GENERALISASI YANG SALAH

Kita telah mengetahui bahwa tingkat keterpercayaan suatu generalisasi tergantung bagaimana tingkat
terpenuhnya jawaban atas evaluasi sebagaimana tersebut di atas. Semakin terpenuhnya syarat-syarat
tersebut semakin tinggi tingkat keterpercayaan generalisasi dan begitu pula sebaliknya.

Bagaimana juga ada kecenderungan umum untuk membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang
sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi. Hal ini juga bisa disebut
sebagai generalisasi tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari kekeliruan seperti ini sering sekali
terjadi. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut; Ketika kita ingin mengurusi permasalahan beasiswa
di bagian TU Akademik Tarbiyah IAIN dan dilayani dengan tidak profesional (mbulet), maka kita
terhanyut pada generalisasi yang salah kemudian kita menyatakan bahwa pelayanan TU Akademik
Tarbiyah IAIN tidak bagus (patut dipecat).

GENERALISASI EMPIRIK DAN GENERALISASI DENGAN PENJELASAN

Sebagaimana telah disebutkan bahwa generalisasi (sudah barang tentu generalisasi tidak sempurna)
tidak pernah mencapai tingkat keterpercayaan mutlak namun kesimpulan yang dihasilkan menjadi
terpercaya manakala terpenuhi empat syarat yang telah disebutkan di atas. Apabila generalisasi ini
disertai dengan penjelasan ‘mengapa’ maka kebenaran yang dihasilkan akan lebih kuat lagi.

Generalisasi yang tidak disertai dengan penjalasan mengapa-nya atau generalisasi berdasarkan
fenomenanya semata-mata disebut generalisasi empirik. Atau dengan melihat pendapat Metron yang
membatasi generalisai empiris sebagai "suatu proposisi tersendiri yang meringkas keseragaman
hubungan yang diminati di antara dua tau lebih variable" yang memisahkan istilah "hukum ilmiah"
dengan "suatu pernyataan invariant yang dapat ditarik dari suatu teori." Perbedaan diantara berbagai
generailisasi emperis ini, dimana teori penjelas yang tepat ternyata belum ada dan di mana teori
demikian telah ada.

Taruhlah kita mempercayai generalisasi Darwin “semua kucing berbulu putih dan bermata biru adalah
tuli”. Pernyataan ini didasarkan atas generalisasi yang benar dan terpercaya, sehingga kita semua
mengakui kebenaran pernyataan ini. Tetapi sejauh itu, pernyataan serupa ini hanya mendasarkan
kepada fenomenanya, maka hal ini adalah generalisasi empirik. Apabila kemudian kita dapat
menjelaskan mengapa kucing yang mempunnyai ciri-ciri serupa itu adalah tuli, yakni menghubungkan
bahwa ketiadaan pigmen pada bulu kucing dan warna matanya mengakibatkan organ pendengarannya
tidak berfungsi dan generalisasi ini disebut generalisasi dengan penjelasan (explained generalization).
Generalisasi ini mempunyai taraf keterpercayaan hampir setingkat dengan generalisasi sempurna.

Kebayakan generalisasi pada kehidupan kita adalah generalisasi empirik, yang berjalan bertahun-tahun
bahkan berabad-abad sampai akhirnya dapat diterangkan. Telah diketahui berdasarkan generalisasi
bahwa tanah yang ditanam secara bergantian dengan jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen
yang lebih baik dibanding jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis. Ini diketahui sudah sejak
berabad-abad, tetapi sedemikian jauh masih merupakan generalisasi empirik.
Setelah bertahun-tahun manusia mendasarkan tindakannya atas pengetahuan yang semata-mata
empirik kemudian menemukan rahasianya bahwa pergantian jenis tanaman akan menghasilkan
kesuburan bagi tanah inilah yang menyebabkan panenan berikutnya baik. Pengetahuan kita sekarang
ini, bahwa memanfaatkan tanah dengan menanaminya secara berganatian akan menghasilkan panen
yang bagus, menjadi pengetahuan generalisasi dengan penjelasan, karena kita telah mengetahui
hubungan kausalnya.

Jadi benarlah bahwa semua hukum alam mula-mula dirumuskan melalui generalisasi empirik kemudian
setelah diketahui hubungan kausalnya, maka lahirlah generalisasi dengan penjelasn dan inilah yang
melahirkan penjelasan ilmiah

GENERALISASI ILMIAH

Generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun
permaslahannya. Perbedaan yang paling mendasar adalah terletak pada metodenya, kualitas data serta
ketepatan dalam perumusannya.

Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai sesuatu
yang benar, maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobsevasi.

Tanda-tanda penting dari generalisasi ilmiah dapat disebutkan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi yang cermat. Dilakukan oleh tenaga terdidik serta
mengenal baik permasalahannya. Pencatatan hasil observasi dilakukan dengan tepat, mnyeluruh, dan
teliti.

2. Adanya penggunaan instrumen untuk mengukur serta mendapatkan ketepatan serta menghindari
kekeliruan sejauh mungkin.
3. Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta.

4. Pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh dinyatakan dengan istilah yang padat dan
tematik.

5. Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang
bervariasi, misalnya waktu, tempat, dan keadaan khusus lainnya.

6. Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali, kritik, dan pengetesan atas
generalisasi yang dibuat.

Ciri tersebut di atas tidak saja berlaku bagi generalisasi ilmiah, tetapi juga bagi interpretasi ilmiah atas
fakta-fakta. Biasanya kita tidak dapat melakukan pengetasan atas generalisasi ilmiah tersebut. Kita
hanya bisa mengikuti bagaimana penilaian para ahli yang mempunyai otoritas pada bidang
permasalahaanya.

SYARAT-SYARAT GENERALISASI

Sudah diketahui bahwa penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-
premis yang berupa proposisi empirik itu disebut generalisasi. Prinsip yang menjadi penalaran
generalisasi itu dapat dirumuskan demikian:

Apa yang terjadi berkali-kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila
kondisi yang sama terpenuhi.

Dua kali kita jumpai apel masam dalam kondisi keras dan hijau. Maka ketika melihat apel ketiga
memenuhi kondisi keras dan hijau, kita menyimpulkan, bahwa dapat diharapkan apel itu pun masam
rasanya.[9] Kesimpulan itu hanya suatu harapan, suatu kepercayaan, karena seperti dikatakan di atas,
konklusi penalaran induktif tidak mengandung kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu
probabilitas, suatu peluang.

Hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga disebut generalisasi. Generalisasi dalam arti ini
berupa proposisi universal, seperti: “Semua apel yang keras dan hijau, rasanya masam”; “Semua logam
yang dipanaskan memuai”.

Generalisasi yang sebenarnya harus memenuhi tiga syarat sebagai berikut:

1. Generalisasi harus tidak terbatas pada numerik. Artinya, generalisasi tidak boleh terikat dengan
kepada jumlah tertentu. Kalau dikatakan bahwa ” semua A adalah B ”, maka proposisi itu harus benar,
berapa pun jumlah A. Proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.

2. Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal, artinya, tidak boleh terbatas pada ruang dan
waktu. Jadi harus berlaku di mana saja dan kapan saja.

3. Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Yang dimaksud dengan ’dasar pengandaian’ di
sini ialah: dasar dari yang disebut ”contrary-to-facts conditionals” atau ”unfulfilled conditionals”.[10]

ANALISIS KRITIS

Generalisasi merupakan suatu pengertian yang bersifat umum. Pengertian ini diperoleh dari hasil
penyimpulan fenomena- fenomena individual. Fenomena individual yang diambil, diteliti tidak
keseluruhannya tetapi hanya sebagian besar saja. Namun demikian walau generalisasi ini diperoleh dari
fenomena sebagian besar tetapi kebenarannya sudah dapat mengikat dan berlaku terhadap fenomena
lain yang tidak diteliti tetapi masih dalam jenis yang sama.

Karena objek yang diteliti sebagai kesimpulan generalisasi ini tidak secara keseluruhan maka kebenaran
dari generalisasi ini masih bersifat kebenaran kemungkinn besar (probabilitas), sehingga kebenarannya
masih dapat di sanggah dengan nalar yang logis dan fakta- fakta tertentu yang relevan.
Proses generalisasi, pada saat ini menjadi suatu proses yang paling banyak digunakan oleh para
ilmuwan, selain efektif juga bersifat ekonomis. Bahkan buku-buku ilmiah yang kita baca setiap hari itu
pernyataan dan keterangannya juga merupakan kebenaran probabilitas yang tidak mutlak benar karena
kebenaran dari berbagai kesimpulan itu diperoleh dari proses generalisasi.

Oleh karena itu diharapakan kepada para elite masyarakat, dalam hal ini mahasiswa yang peduli akan
perkembangan bangsa dan masyarakat agar tidak terpaku dan mengkultuskan kebenaran tekstual suatu
khazanah bacaan (buku-buku), karena bacaan yang mutlak benar itu hanya al- Quran. Buku-buku itu
sebaiknya hanya kita jadikan khazanah untuk memperkaya paradigma berpikir dan penguat pendapat
dan jalan pikir kita bukan sebagai pembenaran mutlak. Bahkan keterangan dari seorang dosenpun
jangan langsung kita telan mentah-mentah, kita juga harus berani mengkritisinya.

Bahkan akhir-akhir ini banyak sekali dari ilmuwan-ilmuwan kita yang sudah mulai mengkritisi khazanah
klasik yang berupa kitab- kitab karangan para ulama salafus sholih seperti yang kita kenal dengan
sebutan rekonstruksi pemikiran ulama terdahulu.

Dalam kaitannya dengan generalisasi ada yang disebut dengan generalisasi yang salah. Generalisasi yang
salah ini maksudnya adalah penyimpulan dari fenomena yang minim sekali yang dialami seketika itu oleh
seseorang, sehingga generalisasi yang dibuat itu salah karena fenomena yang dialami itu belum dapat
mewakili keseluruhan fenomena lain yang sejenis.

Seperti contoh, suatu ketika menteri agama itu terjerat kasus korupsi, dengan adanya satu fenomena itu
langsung digeneralisasikan bahwa orang islam itu suka korupsi. Maka generalisasi semacam ini salah
karena hanya ditarik dari satu fenomena yang tak mewakili keadaan orang islam secara keseluruhan.

Moh. Hidayatullah BD di 14.58

Anda mungkin juga menyukai