Anda di halaman 1dari 16

MODUL PERKULIAHAN

FILSAFAT
ILMU DAN
LOGIKA
LOGIKA MATERIAL

Program Tatap
Fakultas Kode MK Disusun Oleh
Studi Muka
Fakultas 13 Kode MK Masyhar, MA
Psikologi

Abstract Kompetensi
Logika adalah aspek yang penting dalam Mengerti dan memahami tentang
memahami suatu pemikiran yang hakiki. Dalam pengetahuan dan kebenaran yang
tulisan ini akan dibahas mengenai beberapa bentuk disertai dengan cara berpikir logis
kesalahan dalam logika, cara membuat kesimpulan Mampu berpikir reflektif terhadap
berdasar analogi, hukum generalisasi. masalah-masalah psikologi

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
A. Generalisasi

Dalam menyimpulkan sesuatu, kita sering membuat generalisasi, bahkan terlalu sering.
Oleh karena itu, pesan yang dapat kita sampaikan, hendaknya orang waspada.
Waspada terhadap generalisasi yang kita buat sendiri, dan waspada terhadap
generalisasi yang sudah terbiasa dalam masyarakat. Kita harus selalu bertanya:
“Betulkah generalisasi itu? Guna menjawabnya kita harus tahu metode-metode yang
tepat untuk menyusun generalisasi dan metode-metode untuk rnenguji generalisasi
tersebut. Ada kalanya tidak sulit membuat generalisasi, yaitu cukup dengan satu atau
beberapa contoh saja, dengan mudah kita membuat generalisasi suatu golongan
barang. Misalnya guna mengetahui rasa air dalam suatu gelas cukup hanya merasakan
setetes saja. Tetapi di lain pada saat tertentu tidaklah semudah ini.
Kebanyakan generalisasi didasarkan pada pemeriksaan atas suatu sample dari
seluruh golongan yang diselidiki. Oleh karena itu, generalisasi juga biasa disebut induksi
tidak sempurna, tidak lengkap. Guna menghindari generalisasi yang terburu-buru,
Aristoteles berpendapat bahwasanya bentuk induksi semacam ini harus didasarkan
pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan. Tetapi seperti telah kita
katakana di depan, tujuan semacam itu jarang dapat kita capai. Ini karena kita sangat
jarang mempunyai waktu dan kesempatan untuk memeriksa seluruh hal-hal atau
peristiwa individual yang dapat kita masukkan pada generalisasi yang mutlak sempurna.
Kita harus mencari jalan yang lebih praktis guna membuat generalisasi yang sah.
Untuk menentukan generalisasi yang sehat, harus kita terapkan tiga buah cara
pengujian sebagai berikut:
a. Kita telah mempertimbangkan hal-hal atau kejadian-kejadian dari kelompok yang
diuji dalam jumlah secukupnya? Pengujian ini menimbulkan pertanyaan, apakah
yang disebut "dalam jumlah secukupnya". mengenai hal ini, memang tidak ada
jawaban yang sepenuhnya memuaskan. Dalam keadaan yang sesungguhnya jumlah
kasus yang tercakup dalam suatu generalisasi dapat berkisar antara 0 dan 100
persen, bergantung pada pokok persoalan yang dicakup. Menambah jumlah kasus
yang diuji, juga dapat menambah kemungkinan (probabilitas) sehatnya generalisasi.
Oleh karena itu, orang harus saksama dan kritis untuk menentukan apakah
generalisasi (mencapai kemungkinan probabilitas) dapat dipercaya.
Adapun salah satu bentuk generalisasi yang perlu dikaji adalah seperti: semua
orang laki-laki sama saja; orang yang masuk ke mesjid tidak mungkin jadi komunis;
barangsiapa memuji Marx adalah komunis; semua orang kaya kikir dan materialis.
Pernyataan-pernyataan semacam ini mudah dan cepat sekali beredar. Akan tetapi,
pemikir yang kritis akan selalu mendesak untuk mengujinya terlebih dahulu guna melihat
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
adakah pernyataan-pernyataan semacam itu memiliki bukti faktualnya sebelum
menerimanya.
b. Adakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang diuji merupakan sample yang cukup dari
seluruh kelompok yang dipertimbangkan? orang hendaknya melihat adakah sample
yang diselidiki cukup representatif mewakili kelompok yang diperiksa. Apabila tidak,
agak sulitlah untuk memperoleh hasil yang saksama.
c. Ada kekecualian dalam kesimpulan umum? Apabila ada kekecualian, apakah juga
diperhitungkan dan diperhatikan dalam membuat dan melancarkan generalisasi?
Apabila jumlah kekecualiannya banyak, kita tidak mungkin dapat membuat
generalisasi. Tetapi jika hanya terdapat beberapa kekecualian, kita masih dapat membuat
generalisasi, asalkan selalu waspada dan hati-hati untuk tidak menggunakan kata-kata
seperti: semua, setiap, tiap-tiap, dalam generalisasi. Kata-kata seperti itu hendaknya diganti
dengan istilah: pada umumnya, kebanyakan, menurut garis besarnya. Meskipun yang
terakhir ini akan mewujudkan generalisasi yang tidak sempurna, namun cukup merupakan
bentuk yang sehat dalam kejadian-kejadian praktis sehari-hari.
Kekeliruan dalam bentuk pemikiran ini adalah generalisasi tergesa gesa. Kekeliruan
ini terjadi karena membuat generalisasi jauh lebih luas dari pada dasar evidensi yang ada.
Generalisasi umum biasanya cenderung membuat kekeliruan ini. Contoh-contoh seperti itu
adalah: semua yang berambut merah buruk perangainya; semua wanita suka bertingkah;
semua laki-laki itu binatang; semua orang Spanyol berdarah panas. Kekeliruan ini juga
sering menggunakan istilah kebanyakan, seperti misalnya; Kebanyakan gadis cantik itu
bodoh.
Kekeliruan inilah yang sering terdapat dalam banyak keyakinan nasional, rasial, dan
religius kita. Dan, kebanyakan perselisihan-perselisihan kita yang bersumber dari kekeliruan
tersebut.
B. Analogi induktif
Pemikiran ini juga biasa disebut pemikiran melalui persamaan atau pemikiran melalui
analogi, atau disebut juga analogi logis. Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus
ke suatu kejadian khusus lainnya yang semacam, dan menyimpulkan bahwasanya apa yang
benar pada yang satu juga akan benar pada yang lain. Misalnya:
Sartono sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini, maka Siti juga akan
sembuh dari pusing kepalanya jika minum obat ini.
Guna menentukan sahnya pemikiran ini, kita harus mengujinya. Adakah dua barang
yang diperbandingkan itu benar-benar sama dalam ciri hakikinya (karakteristika esensial)
untuk dapat dihubungkam dengan kesimpulan? Adakah perbedaan yang serius antara

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
keduanya? Apabila dalam kesamaan ini tidak ada perbedaan yang dapat ditunjukkan, maka
kesimpulan dapat diterima.
Analogi induktif adalah suatu cara menyimpulkan yang menolong kita memanfaatkan
pengalaman. Analogi berangkat dari suatu barang yang khusus, yang kita ketahui, menuju
barang yang serupa dalam hal-hal yang pokok. Tetapi juga terdapat kekeliruan besar, yakni
dalam memperbandingkan bisa jadi tidak memperhatikan adanya beberapa perbedaan yang
penting, sehingga dalam praktek hasilnya berbeda dengan hasil yang dicapai melalui proses
pemikiran tersebut. Persamaan-persamaan antara manusia, misalnya, adalah hal-hal yang
sangat riskan untuk diperbandingkan. Misalnya: Saudara pasti akan mendapat penghasilan
yang lebih besar bila telah mengikuti kursus seperti halnya Rina. Dalam menghadapi hal
seperti ini, hendaknya jangan lupa bahwa Anda dan Rina mungkin memiliki perbedaan
dalam sifat-sifat tertentu yang dibutuhkan untuk dapat maju dalam bisnis.
Apabila hal-hal yang kita tunjukkan di atas diperhatikan, analogi induktif merupakan
suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat
diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan.
Pengetahuan secara analogis adalah suatu metode yang menjelaskan barang-
barang yang tidak biasa dengan istilah-istilah yang dikenal. Sebagai suatu cara
menjelaskan cara ini sangat bermanfaat, karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat
diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Tetapi sebagai orang terdidik, Anda tidak dapat berpikir dengan menumpukkan pikiran
pada pengetahuan analogi ini. Meskipun hal itu merupakan suatu cara menjelaskan,
yang mungkin sangat menolong, Anda tidak dapat memakainya sebagai bukti karena
cara ini bertumpu pada persamaan yang dangkal di antara dua barang. Misalnya apabila
kita menunjuk hubungan antara Portugal dan koloni-koloninya di Afrika sebagai
hubungan dengan "negara ibu". Di sini kita menggunakan suatu bentuk analogi yang
bersifat menerangkan secara sederhana. Tetapi apabila kita kemudian berpikir bahwa
dengan demikian Portugal memperlakukan koloninya dengan cinta kasih seorang ibu,
maka analogi ini merentang terlalu jauh.
Analogi induktif adalah suatu cara berpikir yang didasarkan pada persamaan yang
nyata dan terbukti, yang terdapat antara dua barang, dan melalui barang itu kita
menyimpulkan bahwa karena memiliki kesamaan dalam banyak segi yang penting,
maka kedua barang itu juga serupa dalam beberapa karakteristik lainnya. Sering
advertensi memaksa kita berpikir secara analogis, dan tidak jarang orang menjadi
bungkam karena tidak dapat berpikir lebih Ianjut. Misalnya suatu advertensi dalam
televisi:
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
a. Gadis ini mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri, senyumnya mantap dan
menawan berkat Pepsodent. Saudara juga akan seperti dia apabila memakai
Pepsodent.
b. Abraham mengambil kursus teknik penjualan dalam enam bulan, dan kini ia memperoleh
keuntungan ratusan ribu rupiah per bulan. Apa yang telah dikerjakan Abraham, dapat
juga Anda kerjakan!
Guna menguji sah tidaknya persamaan dan kesimpulan semacam itu, pertama-tama
harus kita singkirkan hal-hal yang sekadar bersifat menjelaskan dan memilih hal-hal
yang memang merupakan dasar pemikiran. Bilamana yang terdapat hanya persamaan
yang dangkal atau sekadar persamaan kebetulan yang terdapat di antara keduanya, dan
apabila perbandingan mereka sekadar untuk maksud penjelasan, maka kita tidak dapat
membuat suatu kesimpulan.
C. Hubungan Kausal
Dalam rangka menjelaskan sesuatu, tidak jarang kita harus menemukan sebabnya
yang sebenarnya Tidak jarang orang bersifat kekanak-kanakan dengan menganggap
sesuatu sebagai sebab, padahal sesuatu tersebut sama sekali bukan sebabnya.
Misalnya pada masa-masa permulaan tahun 1960 an, sering terdengar bahwa
kerusakan panen karena murka Allah, padahal kerusakan tadi disebabkan oleh tangan-
tangan jahil yang mau mengadakan sahotase atau bermaksud mematangkan “situasi
revolusioner”. Benar-benar suatu langkah kemajuan yang hebat bahwasanya kini orang
betul-betul berusaha mencari sebab-sebab wabah, penyakit, dan lain sebagainya, dan
bukan bersifat pasif saja dengan menganggap bahwa semuanya iru berasal dari
kehendak Allah. Setiap manusia abad ke-20 haruslah menyadari bahwasanya kanker
bukan diterima sebagai hukuman Tuhan, melainkan dipandang sebagai penyakit yang
sebabnya pada suatu hari dapat ditentukan clek riset medis.
Hubungan kausal mengikuti tiga pola sebagai berikut:
a. dari sebab ke akibat
b. dari akibat ke sebab
c. dari akibat ke akibat
Pemikiran dari sebab ke akibat berangkat dari suatu sebab yang diketahui
penyimpulan yang merupakan akibat. Misalnya hujan lebat sekali; kemudian membuat
pemikiran: karena lupa menutup pintu empangnya, maka empangnya pasti meluap dan ikan
piaraannya pasti kabur. Sebab yang diketahui: hujan lebat sekali; akibatnya yang
disimpulkan dengan pemikiran: empang yang meluap dan ikannya pada kabur.
Pemikiran dari akibat ke sebab adalah pemikiran yang berangkat dari suatu akibat
yang diketahui ke sebab yang mungkin menghasilkan akibat tersebut. Seorang pasien pergi
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
kepada seorang dokter karena secara mendadak suhu badannya meningkat. Gejala ini
menunjukkan akibat. Sekarang tugas dokter memastikan apa yang menjadi sebabnya.
Dokter, sesudah memeriksa, kemudian menentukan bahwa sebab meningkatnya suhu yang
mendadak itu karena tonsil. Pemikiran bertolak dari suatu akibat yang diketahui ke suatu
yang diperkirakan menjadi sebabnya.
Pemikiran dari akibat ke akibat berangkat langsung dari suatu akibat ke akibat lain
tanpa menyebutkan hal yang menjadi sebab yang menghasilkan keduanya. Misalnya:
Sungainya meluap; kemudian kita berpikir: maka empang kita juga pasti meluap. Keduanya
berasal dari suatu sebab yang tidak disebutkan, yakni: hujan yang lebat sekali.
Besar sekali manfaatnya mengenali masing-masing hubungan kausal ini karena
sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Lalu bagaimana kita dapat menentukan sahnya
pemikiran semacam itu? Untuk itu, baik jika kita tunjukkan alat-alat yang dibutuhkan untuk
mengujinya. Hal-hal untuk memastikan sahnya pemikiran dari sebab ke akibat dan dari
akibat ke sebab pada dasarnya sama. Perbedaannya hanya terletak pada titik-tolak dan
kesimpulannya.
Pengujian untuk memastikan sahnya pemikiran dari sebab ke akibat dan pemikiran dari
akibat ke sebab
a. Adakah sebabnya cukup untuk menghasilkan akibatnya? Banyak bentuk ketahayulan
yang memperkosa aturan ini. Orang yang percaya oleh karena berjalan di bawah tangga
maka akibatnya akan sakit atau mati, menunjukkan suatu sebab yang tidak cukup untuk
menghasilkan akibat semacam itu.
Apabila kita menerima suatu akibat yang berarti, kita harus mempunyai sebab yang
sanggup menghasilkan akibat sernacam itu. Jika kita berpikir, misalnya: "Pemerintah
pusat telah memberikan uang berjuta-juta rupiah untuk kemakmuran 'Jawa Barat, maka
kemakmuran akan dirasakan oleh rakyat Jawa Barat", di sini kita menerima hubungan
sebab-akibat yang penting. Tetapi pertanyaan yang masih harus dijawab: Dapatkah
Saudara membuktikan hal itu?
b. Adakah suatu hal yang rnenghalangi sebab untuk menghasilkan akibat tersebut?
Dalam pemikiran dari sebab yang diketahui ke akibat, kita harus pasti bahwa rantai
pemikiran dari sebab ke akibat itu lengkap dan tidak terputus oleh unsur-unsur ekstern.
c. Adakah mungkin sebab lain yang menghasilkan akibat tersebut. Apabila dapat
ditunjukkan bahwa akibat tersebut berasal dari sebab yang diketahui, dan bukan dari
suatu sebab lain, maka kita dapat memandang pemikiran tersebut sebagai pemikiran
yang sah.
D. Probabilitas

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
Konklusi dari segala penalaran induktif memiliki sifat probabilitas, sifat peluang, yang
menyebabkan pikiran dapat percaya akan kebenarannya (rational credibility/rational
belief). Banyak hal-hal yang kebenarannya tidak dapat diketahui oleh manusia
dengan pasti. Akan tetapi berdasarkan pengalaman, manusia tahu bahwa
probabilitas itu biasanya benar atau setidak tidaknya ada kemungkinan benar. Tanpa
percaya kepada probabilitas hidup manusia akan mengalami kesulitan-kesulitan
yang tidak dapat diatasi. Di dalam kehidupannya, manusia sering (mungkin yang
tersering) bertindak atas dasar probabilitas. Ini berarti bahwa waktu melakukan
tindakan itu, manusia mempunyai harapan, bahwa apa yang dipercayainya secara
rasional itu akan benar-benar terjadi atau akan benar-benar ada. Jadi peristiwa atau
keadaan itu mengandung kredibilitas rasional. Inilah probabilitas peristiwa (the
probability of events/facts). Manusia memilih tindakan yang selalu atas tindakan yang
lain berdasarkan tinggi-rendahnya probabilitas. Dalam praktek keilmuan orang
berusaha mengukur tinggi-rendahnya probabilitas itu dengan menggunakan angka-
angka. Probabilitas yang berbentuk angka itu dapat disebut probabilitas numerik
Dalam problabilitas terdapat dua teori besar yaitu:
a) Probabilitas Apriori, yaitu probabilitas yang disusun berdasarkan perhitungan akal,
bukan atas dasar pengalaman. Untuk menentukan berapa kemungkinan mata dadu
yang bakal keluar, maka mempunyai kemungkinan 1/6, karena sebuah mata dadu
mempunyai enam muka. Bila mata uang dilemparkan, maka kemungkinan jatuh
dengan dua kali sisi depanya adalah ½ x ½ =1/4.
b) Probabilitas Relatif Frekuensi, yaitu probabilitas yang disusun berdasarkan statistik
atas fakta-fakta empiris, seperti probabilitas tentang gagalnya tembakan pistol
adalah 5. Maksudnya bahwa setiap 100 kali pistol ditembakan maka paling tidak 5
kali diantaranya macet. Probabilitas ramalan hujan adalah 90, maksudnya setiap
seratus kali ramalan dibuat maka 90 dari ramalan itu benar. Ini semuanya disusun
atas dasar pengamatan atau peristiwanya. Bila kita membaca bahwa wanita yang
berumur 26 tahun mempunyai probabilitas 971 yang dapat mencapai 27 tahun, ini
berarti bahwa setiap 1000 wanita yang berumur 26 tahun hanya 971 yang dapat
mencapai umur 27 tahun, jadi setiap 1000 wanita berumur 26 tahun meninggal
sebanyak 29 orang.
Berdasarkan kenyataan bahwa teori generalisasi dan kausalitas bersifat probabilistik,
maka ilmu-ilmu tidak pernah memberi keterangan yang pasti tentang peristiwa-peristiwa.
Teori dan keterangan yang diberikannya bersifat kemungkinan. Ini perlu kita sadari bahwa,
ilmu itu tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Ia
berbeda dengan ilmu pendukung yang berani menyatakan misalnya : “Minumlah ini, anda
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
pasti sembuh.” Ilmu paling-paling akan menyatakan: Minumlah obat ini, kemungkinan besar
anda akan sembuh. Meskipun penjelasan yang diberikan oleh ilmu adalah penjelasan
probabilistik, namun probabilistik yang dapat dipertanggungjawabkan, karena ia disusun
berdasarkan pengalaman. Teori ilmu memberikan kepada kita pengetahuan sebagai dasar
kita mengambil keputusan. Keputusan yang kita ambil berdasarkan keterangan keilmuan itu,
dengan memandang risiko yang kita hadapi. Meskipun ramalan cuaca memberikan
kemungkinan 0,8 tidak akan hujan (tidak membarikan 1,00 pasti tidak hujan), toh dari
keterangan ini kita bisa mengambil keputusan. Ramalan 0,8 tidak akan turun hujan berarti
ada peluang 0,2 untuk turun hujan. Bila kita hendak piknik, meskipun kita tahu ada peluang
0,2 turun hujan, toh kita tidak akan mengurungkan niat kita, karena sudah cukup bagi kita
jaminan 0,8 tidak turun hujan. Jika kita mempunyai penyakit yang bila kena air hujan akan
kambuh sedemikian hebatnya, maka kita akan ragu-ragu untuk memutuskan pergi.
Kalaupun kita memutuskan pergi kita akan memakai jaket, payung dan alat penutup lainya
yang lebih rapat. Jadi tindakan yang kita ambil berdasarkan resiko yang mungkin timbul dari
pilihan kita berkaitan dengan probabilitas yang ada.
E. Prinsip-Prinsip Dasar pemikiran

Pikiran adalah benda kodrat, maka berlaku juga hukum-hukum yang mengikat
semua benda kodrat, semua ada khusus (semua beings). Hukum-hukum tadi adalah
pangkalan yang tidak boleh ditinggalkan dan tidak dapat diabaikan. Prinsip-prinsip ini
disebut prinsip-prinsip formal, karena merupakan prinsip-prinsip yang menjamin
terlaksananya proses pemikiran dengan benar, baik dari jenis rasionalitas stricto sensu
maupun jenis rasionalitas lato sensu.
Prinsip-prinsip tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar karena prinsip-prinsip
tersebut demikian bersahaja, mudah dan cepat dilihat. Dengan membandingkan suatu
benda dengan dirinya sendiri atau dengan membandingkan ada khusus dan bukan ada
khusus (being dengan non-being), dengan sangat mudah, kita dapat menemukan prinsip-
prinsip tersebut:
a. Prinsip identitas:
Prinsip ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Artinya ialah pengakuan bahwa
benda ini adalah benda ini, dan bukan benda lain; bahwa benda itu adalah benda itu, dan
bukan benda lain. Dalam bahasa Latin dirumuskan: ens est quod est. A adalah A. Suatu
benda adalah benda itu sendiri. Setiap benda identik dengan dirinya sendiri. Prinsip ini
langsung, analitis, dan jelas dengan sendirinya.
Dalam logika prinsip ini berarti: bila sesuatu diakui, maka juga harus diakui semua
kesimpulan yang dibuat dari pengakuan tadi. Apabila orang sudah mengakui tentang suatu

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
hal, dan kemudian memungkiri suatu kesimpulan yang dibuat dari pengakuan tadi, maka ia
berarti menelan kembali pengakuannya.
b. Prinsip pembatalan (principle of contradiction, principium contradictionis).
Prinsip ini sebenarnyalah rumusan negatif dari Prinsip identitas. Rumusannya: Nothing
can be and not be at the same time and in the same respect. Jadi tidak mungkin terjadi
misalnya: seorang mahasiswa (pada saat yang bersamaan) cemerlang dan tidak cemerlang
dalam matematika meskipun bisa jadi ia cemerlang dalam bahasa, tetapi tidak cemerlang
dalam aljabar.
Prinsip pembatalan juga langsung, analitis, dan jelas dengan sendirinya sifatnya. Kita
tidak membutuhkan term pembanding (terminus medius, term penengah) untuk
membuktikannya. Cukup hanya mengerti akan arti ada dan tidak-ada yang sebenarnya dan
kemudian membandingkannya. Asal seseorang masih seorang manusia yang waras, tentu
(mau tidak mau) akan melihat kebenaran mutlaknya.
c. Prinsip-penyisihan-kemungkinan-ketiga (principle af excluded middle, principium
exclusi tertii).
Prinsip yang mengatakan bahwa tidak terdapat kemungkinan ketiga. Yang
dimaksudkan ialah apabila terdapat dua proposisi yang kontradiktoris, yang satu
merobohkan yang lain, pastilah salah satu dari proposisi itu salah. Tidak mungkin terdapat
kemungkinan ketiga.
d. Prinsip-alasan-yang-mencukupi (principle of sufficient reason, pincipium rationis
sufficientis).
Karena sifat keumumannya prinsip alasan-yang-mencukupi dapat kita beri tempat di
sini juga. Rumusannya: sesuatu yang ada mempunyai alasan yang mencukupi untuk
adanya. Segala sesuatu mempunyai dasar atau alasan yang mencukupi untuk adanya, atau
segala sesuatu dapat dimengerti. Tetapi kita harus waspada untuk tidak memperluas
penerapan prinsip ini pada semua realitas, atau pada sesuatu yang hanya satu, sebab tidak
semua realitas dapat dimengerti secara memadai oleh pikiran kita yang terbatas.

F. Kekeliruan berpikir
Kekeliruan berfikir biasa disebut dengan fallacy yang berasal dari bahasa Yunani yang
berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang
diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara
sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana
sebagai berpikir ‘ngawur’.
Ada dua pelaku fallacy yang terkenal dalam sejarah filsafat, yaitu mereka yang
menganut Sofisme dan Paralogisme. Sofis adalah nama suatu kelompok cendekiawan yang
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
mahir berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka melakukan sesat pikir dengan cara
sengaja menyesatkan orang lain, padahal si pengemuka pendapat yang diserang
sebenarnya justru tidak sesat pikir. Mereka selalu berusaha memengaruhi khalayak ramai
dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-
pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung. Umumnya
yang sengaja ber-fallacy adalah orang menyimpan tendensi pribadi. Sedangkan
paralogisme (berpikir ngawur) adalah orang yang tidak menyadari kekurangan dirinya atau
kurang bertanggungjawab terhadap setiap pendapat yang dikemukakannya.
Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi tak bermoral,
seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, fitnah, provokasi
sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih
kekuasaan dengan janji palsu. Secara sederhana kesesatan berpikir dapat dibedakan dalam
dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran
yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-
prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen (hukum-hukum silogisme).
Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi)
penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang
menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat terjadi karena memang
tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan
relevansi).
Berikut beberapa bentuk kekeliruan dalam Bahasa
a. Ekuivokasi, yakni pemakaian kata istilah yang sama dalam arti yang berlainan.
Contoh:
Semua burung memPunyai sayap
Parwati adalah burung
Jadi Parwati mempunyai sayap
Kata "burung" dipakai sebagai terminus medius dalam premis mayor dan premis
minor. Kesan kita terminus medius tersebar baik sehingga nampaknya argumen tersebut
benar. Tetapi arti "burung" sama sekali tidak sama dalam kedua premis tersebut.
Keterangan di atas dapat kita fahami sebagai berikut:
Semua burung dalam arti yang sebenarnya mempunyai sayap, setuju.
burung dalam arti metaforis mempunyai sayap, tidak setuju.
Parwati adalah burung dalam arti sebenarnya, tidak setuju
Parwati adalah burung dalam arti metaforis, setuju,

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
Jenis kekeliruan ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari hari karena tidak
jarangmenggunakan analogi figuratif, tatapi kemudian memperlakukan seperti kenyataan
yang sebenarnya
b. Amphiboly,
Amphiboly adalah argument dimana pengajuan premis-premisnya memiliki konstruksi
gramatikal yang ambigu. Sebuah pernyataan dikatakan mengandung amphiboly bila
batasan maknanya tidak jelas. Hal ini terjadi karena struktur tata bahasa yang mudah diubah
sesuai dengan kebutuhan. Bila pernyataan semacam ini diinterpretasi, dari satu sisi mungkin
benar, namun dari sisi lain bisa jadi tidak benar.
Contoh klasik untuk memperjelas pernyataan yang mengandung anphiboly tersebut
misalnya percakapan antara Croesus serang raja dari Lydia dan seorang dukun di Delphi.
Croesus akan berperang ke Persia. Ia sebelumnya minta petunjuk kepada dukun tersebut
tentang keselamatannya di medan perang. Dukun tersebut berkata "Jika Croesus pergi
berperang melawan Cyrus, ia akan menghancurkan sebuah kerajaan yang adikuasa.
Croesus gembira sekali mendengar ramalan tersebut dan ia berkesimpulan bahwa ia akan
memenangkan peperangan dengan kerajaan Persia. Croesus segera berangkat ke medan
perang. Ternyata ia dikalahkan oleh Cyrus. Ia putus asa dan segera menulis surat kepada
sang dukun di Delphi dan dengan nada keras meminta pertanggungjawaban ramalannya.
Oleh sang dukun surat itu dibalas dengan mengatakan bahwa ramalannya itu tetap benar.
Ketika Croesus berperang, ia memang sudah menghancurkan sebuah kerajaan adikuasa,
yaitu kerajaannya sendiri. Di sini Croesus memberikan interpretasi yang keliru terhadap
ucapan sang dukun.
Pernyataan-pernyataan semacam itu banyak kita jumpai pada kalimat-kalimat yang
menjadi headings di surat kabar, ucapan pejabat, dan sebagainya. Misalnya, ucapan
Pangab "Keterlibatan ABRI dalam kasus penculikan aktivis karena telah terjadi salah
prosedur dalam jalur perintah."
c. Accent
Argumen yang mengandung sesat pikir accent biasanya berupa pernyataan yang
sifatnya "menipu" pembaca/pendengar karena adanya perubahan makna. Perubahan
makna ini terjadi karena perubahan tekanan pada bagian kalimat. Artinya, sebuah kalimat
akan mengalami perubahan makna bila terjadi perubahan kata yang ditekankan.
Contoh: Kita tidak boleh berkata-kata yang bernada melecehkan teman sendiri. Bila kata-
kata yang dicetak miring tersebut dihilangkan atau dicetak tegak, maka kalimat itu memiliki
makna yang umum. Namun, dengan mencetak miring beberapa kata tersebut, maka kalimat
itu dapat diartikan bahwa kepada teman sendiri tidak boleh melakukan pelecehan,

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
sedangkan kepada orang lain yang bukan teman sendiri kita boleh berkata-kata yang
melecehkan.
Demikian juga dengan contoh lain, yaitu kalimat-kalimat yang dipergunakan dalam
reklame-reklame yang sedikit banyak menipu konsumen, misalnya: Dengan uang hanya
Rp.1.250.000,00 anda sudah dapat membawa pulang sebuah mobil Toyota Kijang baru!
Rinso membersihkan segalanya
Kalimat-kalimat yang mengandung accent pada hakikatnya mengorbankan
kebenaran demi sebuah sensasi. Teknik argumentasi semacam ini banyak dipergunakan
dalam headings berita-berita surat kabar yang dicantumkan dengan maksud supaya
mendatangkan banyak pembeli.
d. Komposisi
Komposisi tata bahasa sebuah pernyataan dapat membuat orang keliru dalam
berargumen. Ada dua kemungkinan keliru.
Pertama, penalaran dapat keliru karena atribut atau keterangan dari bagian-bagian
argumen sebagai keterangan pernyataan keseluruhan. Sebagai contoh, orang mengakui
bahwa petunjuk dari seseorang yang kita anggap sepuh masyarakat dapat dijadikan sebagai
pedoman untuk melakukan kegiatan. Namun, itu tidak berarti bahwa segaIa sesuatu dapat
kita lakukan karena sudah didasarkan atas petunjuk sesepuh masyarakat.
Kedua, kekeliruan penalaran dapat terjadi karena atribut atau keterangan bagian-
bagian tertentu dari sebuah argumen dianggap identik dengan atribut pada bagian-bagian
yang lain. Sebagai contoh, karena sebuah bus memerlukan BBM lebih banyak daripada
sebuah mobil pribadi, maka disimpulkan bahwa semua bus memerlukan BBM lebih banyak
daripada semua mobil lainnya.
Misalnya lagi adalah jika ada anggota POLRI yang mau menerima sogok dari para
pelanggar tata tertib lalu lintas atau dari para pencari SIM, orang berkesimpulan bahwa
semua anggota POLRI mau menerima uang sogok dalam perkara macam apa pun. Di sini
terjadi sesat pikir.
e. Pembagian
Seperti halnya kekeliruan komposisi argumen, kekeliruan argument atas dasar konsep
pembagian juga mempunyai dua kemungkinan. Pertama, apa yang benar secara
keseluruhan pasti juga benar untuk bagian-bagiannya. Sebagai contoh adalah pandangan
orang yang berpikir demikian; “ Pak Parto adalah seorang bupati dan dihormati warga
masyarakat di wilayahnya dan Pak Parto adalah putra dari Bu Wignyo, maka bu Wignyo
juga harus dihormati seperti seorang bupati.” Ini sesat pikir sebab Pak Parto mendapatkan
penghormatan umum karena ia seorang pejabat. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
sering menuntut penghormatan yang tidak wajar karena ada anggota keluarganya yang
menjadi pejabat.
Kedua, apa yang benar bagi sesuatu bagian, dianggap benar juga untuk bagian- bagian
lainnya. Contohnya: Semua binatang buas adalah pemakan daging. Beruang panda adalah
binatang buas. Jadi, beruang panda adalah pemakan daging.
Kesimpulan dalam argumen tersebut di atas jelas keliru sebab makanan pokok
seekor beruang panda bukan daging, melainkan daun bambu. Beruang panda memang
termasuk binatang buas, namun bukan berarti bahwa beruang panda adalah pemakan
daging.
Sedangkan kekeliruan dalam relevansi adalah sebagai berikut:
1) Argumentum ad Baculum merupakan bentuk pembenaran argumentasi atas dasar
kekuasaan. Argumentasi diajukan disertai dengan pengaruh/justifikasi kekuasaan,
dan kerap kali terjadi intimidasi untuk membenarkan sebuah kesimpulan. Misalnya
suatu perkara yang diajukan ke Mahkamah Agung dinyatakan batal demi hukum
setelah muncul surat sakti. Semua orang menjalankan penataran P4 karena takut
dianggap subversi kepada negara
2) Argumentum ad Hominem 1 merupakan argumentasi yang diarahkan untuk
menyerang orang tertentu secara langsung. Ada dua interpretasi yang dapat
diterapkan untuk memahami kekeliruan ini. a) penerapan argument ini dapat
menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan
sebuah argumen. Hal ini keliru karena ukuran logika dihubungkan dengan kondisi
pribadi dan karakteristik personal seseorang yang sebenarnya tidak relevan untuk
kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. Sebagai contoh, seseorang tidak dapat
menduduki jabatan tertentu di sebuah instansi pemerintah bukan karena ia tidak
layak untuk jabatan tersebut, melainkan karena ia memiliki keyakinan iman yang
berbeda dari mayoritas pegawai dalam instansi itu.
argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi
seseorang. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan pandangan terhadap sebuah
pernyataan menjadi sikap tidak suka atau antipati kepada person yang
mengeluarkan pernyataan tersebut. Sebagai contoh, seorang dosen atau karyawan
menemui kesulitan untuk naik pangkat hanya karena ia telah berani mengkritik rektor
yang melakukan tindak korupsi dan nepotisme.
3) Argumentum ad Hominem 2 menitikberatkan pada hubungan yang ada di antara
keyakinan seseorang dengan lingkungan hidupnya. Bila ada dua orang yang terlibat
dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing pihak tidak
dapat menemukan titik temu karena mereka tidak mengetahui apakah argumen
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini dapat terjadi ketika masing-masing pihak
berargumen atas dasar titik tolak dari ruang ringkup argumen yang berbeda satu
sama lain. sebagai contoh, konflik atau selisih pendapat antara BKKBN dan
beberapa pemuka agama tentang penggunaan alat-alat kontrasepsi dalam
pelaksanaan program keluarga berencana. Kebenaran dan kekeliruan masing-
masing argumen sulit ditetapkan karena masing-masing pihak memiliki dasar ruang
lingkup pola pikir yang berbeda.
4) Argumentum ad Ignorantiam bertolak dari anggapan yang tidak mudah dibuktikan
kesalahannya atau bahkan tidak dapat dengan mudah dibuktikan kebenarannya.
Kesesatan berpikir semacam ini muncul/ terjadi karena alasan-alasan fenomena
psikis seseorang, pendapat paranormal, dan lain sebagainya. Misalnya, kasus
meninggalkan Munir telah dilibatkan dengan seseorang yang sama sekali innocent
terhadap peristiwa tersebut. Orang tersebut dalam keadaan teller telah dipaksa untuk
mengakui diri sebagai tersangka yang telah membunuh Munir.
5) Argumentum ad Misericordiam merupakan argumentasi yang didasarkan pada belas
kasihan dan bukan fakta atau kondisi yang obyektif sehingga orang mau menerima
atau membenarkan kesimpulan yang diperoleh dari argumen tersebut. Misalnya
seorang mahasiswa yang maju ujian pendadaran hingga tiga kali, namun kualitas
pengetahuan ilmiahnya tetap saja sama. Atas kondisi tersebut dan beberapa
pertimbangan lainnya maka ia diluluskan.
6) Argumentum ad Populum adalah argumentasi yang membangkitkan emosi massa
tanpa mementingkan pembuktian rasional, dan argumentasi itu diterima umum
kendati salah kaprah. Argument ini biasanya banyak digunakan oleh biro reklame,
propagandis, politisi yang isinya untuk menguntungkan dirinya. Misalnya, iklan rokok
dengan menampilkan olahragawan yang pemberani, iklan pengharum ruangan
dengan menggunakan alam yang indah.
7) Argumentum ad Verecundiam adalah argumentasi yang dikemukakan para
ahli/pakar yang diterima/ditelan secara bulat tanpa ada keinginan untuk mengkritisi
(taqliq buta). Misalnya, Pancasila dianggap mempunyai nilai filosofi yang hebat dan
abadi. Hal ini diterima karena telah ditulis oleh Notonegoro sebagai pakar filsafat di
Indonesia atau banyak contoh lainnya, yang mengganggap pendapat pakar adalah
benar begitu saja.
8) Accident adalah perkara yang sifatnya insidentil yang terjadi secara kebetulan
kemudian dijadikan acuan dan dianggap berlaku umum (preseden buruk). Misalnya,
ada seseorang menitipkan pisau dan selang beberapa waktu kemudian ia akan
menggambilnya. Namun ketika menggambil barang tersebut, ia dalam keadaan
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
mabuk. Maka apakah orang yang dititip harus mengambalikan. Jawabannya, secara
moral, ia harus mengembalikan akan tetapi karena keadaan tertentu maka tidak
perlu mengembalikannya.
9) Converse Accident adalah kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada satu
hal/kasus tertentu yang sudah dianggap popular. Misalnya, seorang dosen
mempunyai kewajiban untuk memberikan evaluasi kepada para mahasiswa, akan
tetapi dosen tersebut tidak dapat memberikan evaluasi seenaknya.
10) False Cause/ Post Hoc Ergo Propter Hoc adalah keliru dalam menyimpulkan sebab
dari sebuah peristiwa. Misalnya, ada makanan yang berlebel halal dari MUI. Lantas
karena halal maka semua orang boleh memakannya. Kesimpulan tersebut salah
sebab, walaupun halal tidak semua orang boleh memakannya tergantung pada
kondisi fisik yang memakannya.
11) Petitio Principii adalah kekeliruan yang terjadi karena pendapat umum yang dijadikan
preposisi tidak dipahami filosofinya.
12) Complex Question adalah kekeliruan yang terjadi karena jawaban yang diperoleh
belum mendapatkan jawaban yang utuh dan lengkap.
13) Ignoratio Elenchi adalah kekeliruan yang terjadi karena kesimpulan yang tidak
relevan atau kekeliruan dalam menarik kesimpulan karena kesimpulan khusus
diarahkan untuk menjelaskan kesimpulan lain, yang justru berbeda dengan yang
dimaksudkan.

Daftar Pustaka

Alex lanur OFM. Logika Selayang Pandang. Kanisius. Jogjakarta. 1983


Bagus, Lorens, 2000, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia
Farâbî, Abû Nashr al-, 1968. Ihshâ al-‘Ulûm, Kairo: Maktabah al-Anjalû al-Mishriyah,
Ghazali, Abû Hâmid al, 2000 Mi‘yâr al-‘Ilm, Kairo: Maktabah al-Jundi,
Ibrâhîmî, Muhammad Nûr, ‘Ilm al-Manthiq, Surabaya: Sa‘ad Ibn Nâshr Nabhân,
Katsoff, Louis O, 2000 Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Tiara Wacana
Mehra, Partap Sing &Jazir Burhan, 1996, Pengantar Logika Tradisional, Bandung: Bina
Cipta,
Nasoetion, Andi Hakim, 2008 Pengantar ke Filsafat Sains, Bogor, Litera Antar Nusa,
Poespoprodjo,1999 Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu, Bandung: Pustaka
grafika
Soekardjo, 2001, Logika Dasar: Tradisional, Simbolik dan Induktif, Jakarta: Gramedia
Pustaka
Sumaryono, E. 1998, Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta: Kanisius

2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning


13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id
2015 Logika material Pusat Bahan Ajar dan eLearning
13 Masyhar, MA http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai