Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak dahulu, manusia telah dihadapkan oleh berbagai permasalahan yang
membuat manusia diharuskan mengolah pikiran untuk memecahkan permasalahan
tersebut. Seiring berjalannya waktu manusia juga semakin canggih dan mulai
meninggalkan teori-teori takhayul yang tidak masuk di akal, hal itu dicetuskan
pertama kali oleh seorang filsuf Yunani bernama Thales.
Dalam berpikir secara logika dikenal istilah menalar atau penalaran. Penalaran
merupakan sebuah kegiatan menganalisa atau berusaha memahami sesuatu dengan
detail dan terperinci. Oleh karena itu, kegiatan menalar tidak bisa ditinggalkan dan
sebisa mungkin selalu diaplikasikan dalam berpikir.
Dalam menjelaskan suatu hal yang baru kita terkadang kesulitan untuk mencari
kata yang tepat yang dapat membuat orang yang kita ajak bicara paham akan apa
yang sedang kita jelaskan, untuk itu kita perlu padanan kata yang sudah ada untuk
membuat sesuatu yang baru itu mudah dipahami. Metode menyamakan satu hal
dengan hal yang lain inilah yang disebut dengan analogi.
Jika dalam penyimpulan generalisasi kita bertolak dari sejumlah peristiwa pada
penyimpulan, maka pada analogi kita bertolak dari satu atau sejumlah peristiwa
menuju kepada satu peristiwa lain yang sejenis.
Apa yang terdapat pada fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat juga
pada fenomena peristiwa yang lain karena keduanya mempunyai persamaan
prinsipal. Berdasarkan persamaan prinsipal pada keduanya itulah maka mereka
akan sama pula dalam aspek-aspek lain yang mengikutinya.
1.2 Rumusan Masalah
Latar belakang diatas dapat dibagi menjadi beberapa rumusan masalah :
1. Apa definisi dari Analogi dalam logika ?
2. Apa saja macam – macam Analogi yang terdapat dalam logika ?
3. Bagaimana cara menilai Analogi dalam logika ?
4. Bagaimana analogi yang salah dalam logika ?
1.3 Tujuan
1. Mengetetahui tentang nilai-nilai analogi
2. Menerapkan penalaran proses analogi
3. Menjelaskan tentang analogi dan ruang lingkupnya
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Analogi


Analogi dalam bahasa Indonesia adalah kias. Berbicara tentang analogi adalah
berbicara tentang dua hal yang berlainan, yang satu bukan yang lain, dan dua hal
yang berlainan itu dibandingkan yang satu dengan yang lain. Dalam mengadakan
perbandingan, orang mencari persamaan dan perbedaan diantara hal-hal yang
dibandingkan. Analogi dapat dimanfaatkan sebagai penjelasan atau sebagai sebagai
dasar penalaran.
Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif yaitu proses penalaran
dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan
bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada
fenomena yang lain, demikian pengertian analogi jika kita hendak
memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap tindakan
penyimpulan analogik terdapat 3 unsur yaitu: peristiwa pokok yang menjadi dasar
analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat, dan ketiga fenomena yang
hendak kita analogikan.
Analogi adalah proses membandingkan dari dua hal yang berlainan
berdasarkan kesamaannya kemudian berdasarkan kesamaannya itu ditarik suatu
kesimpulan.
Kesimpulan yang diambil dengan Analogi, yaitu kesimpulan dari pendapat
khusus dengan beberapa pendapat khusus yang lain, dengan cara membandingkan
kondisinya. Tujuan analogi adalah meramalkan kesamaan, menyingkap kekeliruan
dan menyusun sebuah klasifikasi.
Analogi terkadang disebut juga Analogi Induktif, yaitu proses penalaran dari
satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis, kemudian disimpulkan bahwa
apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan terjadi juga pada fenomena yang
lain.
Jika dipanaskan, logam memuai. Jika ada udara, manusia akan hidup. Jika ada
udara, hewan akan hidup. Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Untuk menjadi seorang penari professional atau ternama dibutuhkan latihan
yang rajin dan ulet. Demikiannya dengan seorang atlit untuk dapat menjadi atlit
professional dan berprestasi dibutuhkan latihan yang rajin dan ulet. Oleh karena itu
untuk menjadi seorang penari maupun seorang atlit diperlukan latihan yang rajin
dan ulet.
Dalam setiap tindakan penyimpulan analogik terdapat 3 unsur, yaitu:
1. Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi,
2. Persamaan prinsipal yang menjadi pengikat,
3. Ketiga fenomena yang hendak kita analogikan.
Contoh dari penyimpulan analogik adalah:
Kita mengetahui betapa kemiripan yang terdapat antara bumi yang kita tempati
ini dengan planet-planet lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus, Merkurius.
Planet-planet ini kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi, meskipun
dalam jarak dan waktu yang berbeda, semuanya meminjam sinar matahari,
sebagaimana bumi, sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam.
Sebagiannya mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak
muncul dan bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada
bumi. Mereka semua sama, merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana
bumi. Atas dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet
tersebut maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-
planet tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.
2.2 Macam – Macam Analogi
1. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif atau biasa disebut dengan analogi penjelas merupakan
metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau
masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analogi
deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah
yang hendak diterangkan.
Contoh:
1. Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu
dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu
ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan batu adalah rumah.
2. Otak itu menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air
seni.
Di sini orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi
pendengar dengan struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula
penjelasaan tentang hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar
dijelaskan dengan hubungan antara buah ginjal dan air seni.
2. Analogi Induktif
Analogi Argumentatif metode yang didasarkan pada kesimpulan bahwa
apabila suatu hal mempunyai satu atau lebih ciri yang sama seperti terdapat
pada suatu hal lain. Maka ciri-ciri lainnya dari hal yang pertama itu juga
dimiliki oleh hal yang kedua tersebut.
Dengan kata lain, analogi jenis ini merupakan analogi yang disusun
berdasarkan persamaan principal yang ada pada dua fenomena, kemudian
ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama ada juga pada
fenomena yang kedua.
Contoh:
1. Anjing hitam menyalak, mengejar orang dan menggigit.
Anjing coklat menyalak dan mengejar orang.
2. Group Band ungu mampu menjadi band yang paling terpopuler karena
menarik perhatian banyak orang. Maka group band Wali akan mampu
menjadi band yang terpopuler juga jika menarik perhatian banyak orang.
2.3 Cara Menilai Analogi
Dalam sebuah Analogi diperlukan alat ukur untuk mengukur keterpercayaan
dari analogi tersebut, dengan alat berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.
Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula taraf
keterpercayaanya.
Contoh:
A menggunakan jasa sebuah biro penerbangan dan ternyata pelayanannya tidak
memberikan kepuasan pada A, maka atas dasar analogi, A menyarankan
kepada temannya untuk tidak menggunakan biro penerbangan yg sama dengan
yg digunakan tadi. Analogi A akan semakin kuat dengan adanya B yg juga
tidak merasa puas dengan biro penerbangan tersebut. Analogi menjadi semakin
kuat lagi setelah ternyata si C, D, E, F dan G juga mengalami hal yg serupa.
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar Analogi.
Contoh:
Tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa sepatu yang baru
saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena sepatu yang dulu dibeli
di toko ini juga awet dan enak dipakai.
3. Sifat dari analogi yang kita buat.
Contoh:
Apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan bakarnya dapat menempuh
10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa mobil B yang sama dengan mobil
kita akan bisa menempuh jarak 10 km tiap satu liternya, maka analogi demikian
cukup kuat. Analogi ini akan lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B
akan menempuh 8 km setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita
mengatakan bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan
baakarnya.
4. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada
peristiwa yang dianalogikan
Semakin banyak pertimbangan atas unsu-unsurnya yang berbeda semakin kuat
keterpercayaan analoginya.
Contoh:
Zaini pendatang baru di Universitas X akan menjadi sarjana yang ulung karena
beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung.
5. Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.
Bila tidak relevan, sudah barang tentu analogikanya tidak kuat dan bahkan bisa
gagal.
Analogi yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat
daripada analogi yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak
relevan.
Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai
hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan,
analogi ini cukup terpercaya kebenarannya.
2.4 Analogi yang salah/pincang
Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak
semua penalaran analogi merupakan penalran induktif yang benar. Ada masalah
yang tidak memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit bagi
kita menunjukkan kekeliruannya. Kekelruan ini terjadi karena membuat persamaan
yang tidak tepat.
Kekeliruan pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif contohnya adalah
: "saya heran mengapa orang takut berpergian dengan pesawat terbang karena
sering terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit memakan korban. Bila
demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena hampir semua
manusia menemui ajalnya di tempat tidur".
Disini pesawat terbang ditakuti karena sering menimbulkan petaka yang
menyebabkan maut. Sedangkan orang tidak takut tidur ditempat tidur karena jarang
sekali atau boleh dikatakan tidak pernah ada orang menemui ajalnya karena
kecelakaam tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan di sebabkan
kecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya. Jadi disini orang
menyamakan dua hal yang berbeda.
Antara kita dan binatang mempunyai persamaan yang sangat dekat. Binatang
bernafas, kita juga bernafas, binatang merasa kita juga merasa, binatang kawin kita
juga kawin, binatang tidur dan istirahat kita juga tidur dan istirahat. Jadi
keseluruhan binatang adalah sama dengan kita.
Disini si pembicara hendak menyimpulkan bahwa manusia adalah sama
dengan binatang dengan mempertimbangkan persamaan-persamaan yang ada pada
keduanya, padahal yang dikemukakan bukanlah masalah yang pokok.
"Kita seharusnya menjauhkan diri dari kebodohan. Karena semakin banyak
belajar semakin banyak hal yang tidak diketahui, jadi semakin banyak kita belajar
maka semakin bodoh. Karena itu sebaiknya kita tidak usah belajar."
Kebodohan hanya dapat dihindari dengan belajar. Meskipun dengan belajar
kita menjadi tahu ketidaktahuan kita tetapi toh kita akan mengetahui banyak hal.
Tanpa belajar kita tidak akan mengetahui banyak hal dan dengan belajar kita
mengetahui beberapa hal. Kesalahan si pembaca disini karena menyamakan arti
"kebodohan" yang harus kita tinggalkan dan "kebodohan" sebagai sesuatu yang
tidak bisa kita hindari.
Kekeliruan kedua adalah kekeliruan analogi deklaratif, misalnya : "Negara kita
sudah sangat banyak berutang. Dengan pembangunan lima tahun kita harus
menumpuk utang terus-menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan lima tahun ini
memaksa rakyat dan bangsa indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin
tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara, kita
tidak ingin tenggelam dan mati bukan? Karena itu kita lebih baik kita tidak naik
kapal sarat itu. Kita tidak perlu tidak melaksanakan pembangunan lima tahun.
Disini seseorang tidak setuju dengan pembangunan lima tahun yang sedang
melaksanakan analogi yang pincang. Memang negara kita memerlukan pinjaman
untuk membangun. PinJaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat
meningkatkan devisa negara. Dengan demikian penghasilan perkepala akan
meningkat dibandingkan sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke tahun
sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara disini hanya
menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi positif dari
kebijaksanaan menempuh pinjaman.
"Khutbah itu tidak perlu kita terjemahkan dalam bahasa kita, biarlah dalam
bahasa aslinya, yaitu bahasa arab. Bila kita terjemahkan dalam bahasa kita tidak
bagus lagi sebagaimana kopi susu yang tercampur terasi. Kopi susu sendiri sudah
lezat dan bila kita campur dengan terasi tidak bisa diminum bukan? Karena itulah
saya tidak pernah berkhutbah dengan terjemahan karena saya tahu saudara semua
tidak ingin minum kopi susu campur dengan terasi"
Disini pembicara yang dikritik khutbahnya karena selalu menggunakan bahasa
Arab membuat pembelaan bahwa khutbah dengan terjemahan adalah sebagaimana
kopi susu dicampur dengan terasi. Sekilas pembelaan ini seperti benar, tetapi bila
kita amati mengandung kekeliruan yang serius. Analogi yang dibuatnya timpang
karena hanya memepertimbangkan kedudukan bahasa arab dan bahasa terjemahan.
Padahal ada yang lebih penting dari sekedar itu yang harus diperhatikan yaitu :
pemahaman pendengar. Apakah dengan dengan bahasa Arab tujuan khutbah
menyampaikan bisa dimengerti oleh sebagian pendengar? Alasan pembicara diatas
dapat dibantah dengan analogi yang tidak pincang, misalnya: berkhutbah dengan
bahasa Arab yang tidak dimengerti oleh para pendengarnya sama dengan memberi
kalung emas pada seekor ayam. Bukankah ayam lebih suka diberi beras daripada
diberi kalung. Ayam akan memilih beras sebagaimana pendengar tentu akan
memilih khutbah dengan bahasa yang dimengertinya.
Sebuah analogi yang pincang dapat pula diketahui dalam pernyataan berikut:
"orang yang sedang belajar itu tidak ada ubahnya seorang yang mengayuh biduk ke
pantai. Semakin ringan muatan yang ada dalam biduk semakin cepat ia akan sampai
ke pantai. Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan pada biduk
yang sedang dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menunu ke pantai. Agar
tujuan orang yang belajar lekas sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP
dihapus.
Analogi ini pincang karena hanya memperhatikan beban yang harus dibayar
oleh setiap belajar, tidak memperhitungkan memperhitungkan manfaat kewajiban
membayar SPP secara keseluruhan. Analogi pincang model kedua ini amat banyak
digunakan dalam perdebatan mapun dalam propaganda untuk menjatuhkan
pendapat lawan maupun mempertahankan kepentingan sendiri. Karena sifatnya
seperti benar analagi ini sangat efektif pengaruhnya terhadap pendengar.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyampaikan atau
memperbandingkan suatu fakta khusus dengan fakta khusus lain.
Terdapat 3 unsur dalam penyimpulan Analogik, yaitu:
1. Peristiwa pokok yang menjadi dasar analogi,
2. Persamaan principal yang menjadi pengikat, dan
3. Ketiga fenomena yang hendak kita analogikan.

Macam Analogi ada 2, yakni:


1. Analogi Deklaratif, dan
2. Analogi Induktif
Dalam menilai keterpercayaan suatu analogi hendaknya melihat factor-faktor
berikut:
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan,
2. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi,
3. Sifat dari analogi yang kita buat,
4. Ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada peristiwa yang
dianalogikan, dan
5. Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.

Analogi yang salah/pincang merupakan penalaran induktif yang tidak


memenuhi syarat atau tidak dapat diterima karena membuat persamaan yang tidak
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H.mundiri, Logika,Jakarta, PT. Rajagrafindo Persada,2015


R.G. soekardjo, Logika dasar : tradisional,simbolik, dan induktif. PT.
gramedia pustaka Utama. 1997
https://www.ruangilmiah.com/2015/11/makalah-analogi-pengertian-
macam.html
Logika dasar tradisional,simbolik,dan induktif hal.139
https://www.ruangilmiah.com/2015/11/makalah-analogi-pengertian-
macam.html

Anda mungkin juga menyukai