Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya ke segenap isi alam. Dengan
rahmat tersebut, penulis dapat menyelesaikan Makalah Bahasa Indonesia
ini. Meskipun masih terdapat kekurangan, hal ini terjadi karena kehilafan
penulis sebagai manusia dengan banyak keterbatasan.

Melalui makalah ini, penulis menyampaikan tentang penalaran dan


logika. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan
bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak, untuk itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih terhadap pihak yang telah
membantu tersebut semoga bantuan tersebut dibalas oleh Allah SWT.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah


ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun bagi penulis.

Akhirnya, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat


bagi kita semua agar kita semua dapat mengetahui semua tentang
Penalaran dan logiaka..
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan
D.     Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN PENALARAN
2.      METODE DALAM PENALARAN
a.      Metode Induktif
b.      Metode Deduktif
3.      KONSEP SILOGISME, ENTINEM, GENERALISASI DAN
ANALOGI
a.      Silogisme
b.      Entinem
c.      Generalisasi
d.      Analogi
BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penalaran

Hubungan Penalaran,Pikiran,dan Bahasa

Pengembangan penalaran tidak dapat dilepaskan dari


pemikirantentang bahasa dan pikiran.Berbicara mengenai pikiran
dan bahsa,takubahnya seperti dua sisi mata uang,yakni sangat dekat jarak
danhubungannya,dan tidak dapat dipisahkan.Dalam hubungan dengan
pikiran dan bahasa,dikenal adanya inner speech dan external speech
inner speech merupakan suatu ujaran,yakni pikiran yang berkaitan dengan
kata.Kata-kata itu lenyap pada saat pikiranterbentuk,sedangkan external
speech menerangkan bahwa pikiran itu terwujud dalam kata-
kata (Dardjowidjojo 2003:284).

Hubungan antara pikiran dan bahasa pernah diteliti olehPiaget.Menurut


Piaget ada dua macam modus pikiran-pikiran terarah (directed ) atau
pikiran intelegen (intelligent ) dan pikiran tak terarah
atau pikiran austitik (austitic).Keterkaitan antara bahasa dan pikiran
seperti penelitian diatas juga dilakukan
pada abad 18 dan abad 19 oleh seorangJermanis yang akhirnya
dikembangkan di Amerika oleh Franz Boasdkk.Boas melihat bahwa cara
berpikir seseorang dipengaruhi oleh struktur bahasa yang mereka pakai
(Dardjowidjojo 2003:284).

Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa jalan pikiranseseorang


sangat terlihat dari Bagaimana seseorang menggunakan bahasanya
Demikian juga, bahasa seseorang  akan menunjukkan bagaimana cara dia
menggunakan pikiran atau bernalar. Bahasa adalah sarana bernalar.
bagaimana orang itu berbahasa, termasuk menulis, akan
mencerminkan pula bagaimana orang itu menata jalan pikirannya
(Akhadiah,2001).Berkenaan dengan pengertian penalaran,Keraf (1982)
dan Moeliono (1989)menegaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir
dengan menghubung bukti,fakta,petunjuk,eviden,atau hal yang lain yang
bisa dianggap sebagai bahan bukti yang dapat digunakan untuk menarik
kesimpulan.Secara umum,penalaran dapat dilakukan melalui dua
cara,yakni secara induktifdan secara deduktif.

Jenis-Jenis Penalaran

1. PENALARAN INDUKSI

Induksi adalah proses menarik kesimpulan berupa prinsip atau


sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus
(Akhadiah, 1994: 41). Induktif merupakan suatu cara berpikir untuk
menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Secara umum penalaran induksi dibagi menjadi
tiga,yaitu :

1. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah


fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan yang bersifat
umum yang mencakup semua fenomena itu (Keraf, 1983). Menurut
(Mundiri, 2005: 145). Generalisasi yaitu suatu proses penalaran yang
bertolak dari sejumlah fenomena individu menuju kesimpulan umum
yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual
yang diselidiki.

Dalam logika induktif tidak ada konklusi yang memunyai nilai kebenaran
yang pasti. Namun, hanyalah probabilitas rendah atau tinggi. Dalam
generalisasi 34 induktif adalah semakin besar jumlah fakta yang dijadikan
dasar penalaran induktif, maka semakin tinggi probabilitas konklusinya,
dan sebaliknya semakin sedikit jumlah fakta yang dijadikan dasar
penalaran induktif, maka semakin rendah probabilitas konklusinya
(Karomani, 2009: 110).

Contoh:

Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.

Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.

Tamara Bleszynski dan Nia Ramadhani adalah bintang iklan.

Jadi, semua bintang iklan berparas cantik.

Tembaga bila dipanaskan akan memuai.

Besi bila dipanaskan akan memuai.

Platina bila dipanaskan akan memuai.

Tembaga, besi, dan platina adalah jenis logam.

Jadi, semua jenis logam akan memuai.

2. Penalaran analogi

Dengan kata lain analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari
dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan
bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku pula untuk hal yang
lain (Keraf, 1983). Analogi merupakan proses penalaran dari satu
fenomena menuju fenomena lain, kemudian disimpulkan bahwa apa yang
terjadi pada yang fenomena pertama akan terjadi pada fenomena yang lain
(Mundiri. 2005: 157).

Contoh:

Sheila berwajah putih karena memakai bedak padat.


Keysia juga ikut memakai bedak padat agar berwajah putih.

Dari contoh di atas Keysia menggunakan penalaran analogi induktif.


Karena, ia menarik simpulan jika memakai bedak padat maka wajahnya
akan putih seperti Sheila.

3. Penalaran sebab akibat

Penalaran dimulai dengan mengemukakan fakta berupa sebabkemudian


disusul dengan kesimpulan yang berupa akibat.Penalaran jenis ini dimulai
dengan mengemukakan peristiwa peristiwa sampai dengan kesimpulan
peristiwa itumerupakan akibat dari suatu fenomena.

Contoh:

Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di


hutan yang berfungsi sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Selain
itu, irigasi di desa Sidomulyo tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga
pupuk yang semakin mahal serta kurangnya pengetahuan para petani
dalam menggarap lahan tanahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika panen di desa ini selalu gagal.

2. PENALARAN DEDUKTIF
Bernalar secara Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik
suatu kesimpulan dari suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum
untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus. Kesimpulan deduktif
dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum,
menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah..
Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan
secara langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.

Contoh:
  Keberhasilan dunia  pertanian membawa dampak pada peningkatan
kesejahteraan.

 Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan pemuliaantanaman.


Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi
tanaman pangan. Usaha tersebut diterapkan pada hampirsemua jenis
tanaman, misalnya: padi, palawija, buah, sayur dan tanaman hias.
Padi yang ditemukan sekarang mempunyai umur singkat, batang pendek,
dan butir gabah banyak. Buah buahan yang dijual di pasar selalu
berkualitas tinggi begitu  uga dengan sayur dan tanaman hias, semua
menunjukkan kondisi baik.

Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara


langsung dan dapat pula dilakukan secara tak langsung.

a) Menarik Simpulan secara Langsung

Simpulan (konklusi) secara langsung ditarik dari satu premis. Sebaliknya,


konklusi yang ditarik dari dua premis disebut simpulan taklangsung.

Misalnya:

Semua S adalah P. (premis)

 Sebagian  P adalah S. (simpulan)

Contoh:

Semua ikan berdarah dingin. (premis)

Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)

 Tidak satu pun S adalah P. (premis)

Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)

Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)

Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)

Semua S adalah P. (premis)

Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh:

Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)

Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)

Tidak satu pun S adalah P. (premis)

Semua S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh:

Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)

Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)

Semua S adalah P. (premis)

Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)

Contoh:

Semua gajah adalah berbelalai. (premis)

Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)

Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)

b) Menarik Simpulan secara Tidak Langsung


Penalaran deduksi yang berupa penarikan simpulan secara tidak
langsung memerlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis ini akan
dihasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang
bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat
khusus.

Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu
premis (pernyataan dasar) yang bersifat pengetahuanyang semua orang
sudah tahu, umpamanya setiap manusia akan mati, semua ikan berdarah
dingin, semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi, atau semua
pohon kelapa berakar serabut.

Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung


sebagai berikut.

1. Silogisme Kategorial
    Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang
terjadi dari tiga proposisi (pernyataan).Dua proposisi merupakan premis
dan satu proposisi, merupakan simpulan.Premis yang bersifat umum,
disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus disebutpremis
minor.Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat.Subjek simpulan
disebut term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.
Contoh:
PU       : Semua manusia bijaksana.
PK       : Semua polisi adalah bijaksana.
K         : Jadi, semua polisi bijaksana.
        Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai
penghubung antara premis mayor dan premis minor.Term penengah
adalah silogisme diatas ialah manusia.Term penengah hanya terdapat
pada premis, tidak terdapat pada simpulan.Kalau term penengah tidak
ada, simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU       : Semua manusia tidak bijaksana.
PK       : Semua kera bukan manusia.
K         : Jadi, (tidak ada kesimpulan).
         Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:
a)      Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor
dan term penengah.
Contoh:
PU       : Semua atlet harus giat berlatih.
PK       : Xantipe adalah seorang atlet.
K         : Xantipe harus giat berlatih.
Term mayor = Xantipe.
Term minor = harus giat berlatih.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu menempel di dinding.
  Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di
dinding dan dinding menempel ditiang.Oleh sebab itu, disini tidak dapat
ditarik kesimpulan.

b)      Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor
dan simpulan.

c)      Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.

Contoh:

Semua semut bukan ulat.

Tidak seekor ulat pun adalah manusia.

d)      Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.

Contoh:

Tidak seekor gajah pun adalah singa.


Semua gajah berbelalai.

Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.

e)      Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.

Contoh:

f)        Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.

Contoh:

Sebagian orang jujur adalah petani.

Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.

Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

g)      Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.

Contoh:

Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.

Sebagian pemuda adalah mahasiswa.

Jadi, sebagian pemuda adalah lulusan SLTA.

h)      Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak
dapat ditarik satu simpulan.

Contoh:

Beberapa manusia adalah bijaksana.

Tidak seekor binatang pun adalah manusia.

Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

2. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor yang
berproposisi kondisional hipotesis.

Kalau premis minornya membernarkan anteseden, simpulannya


membenarkan konsekuen. Kalau premis minornya menolak anteseden,
simpulan juga menolak konsekuen.

Contoh:

Jika besi dipanaskan, besi akan memuai.

Besi dipanaskan.

Jadi, besi memuai.

Jika besi tidak dipanaskan, besi tidak akan memuai.

Besi tidak dipanaskan.

Jadi, besi tidak akan memuai.

3. Silogisme Alterntif

Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor


berupa proposisi alternatif. Kalau premis minornya membenarkan salah
satu alternatif, simpulannya akan menolak alternatif yang lain.

Contoh:

Dia adalah seorang kiai atau profesor.

Dia seorang kiai.

Jadi, dia bukan seorang profesor.

Dia adalah seorang kiai atau profesor.

Dia bukan seorang kiai.

Jadi, dia seorang profesor.

4. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
baik dalam tulisan maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme
yang tidak mempunyai premis mayor karena premis mayor itu sudah
diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor dan
simpulan.

Contoh:

Semua sarjana adalah orang cerdas.

Ali adalah seorang sarjana.

Jadi, Ali adalah orang cerdas.

Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang
cerdas karena dia adalah seorang sarjana”.        

Beberapa contoh entimen:

Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara
itu.

Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah


entimen juga dapat diubah menjadi silogisme.

B. LOGIKA
Logika merupakan salah satu teknik untuk meneliti suatu
penalaran. (Soekadijo,1993:3). Penalaran itu merupakan suatu bentuk
pemikiran. Penalaran adalah suatu proses berpiki dengan menghubung
hubungkan data atau fakta sampai pada suatu kesimpulan. Bentuk
pemikiran yang dituangkan dengan bahasa tentu mengandung penalaran
yang dapat ditelusuri melalui logika. Dengan demikian, logika dalam
berbahasa berarti penggunaan logika di dalam menyampaikan hasil
pemikiran yang dituangkan dalam bahasa. Logika itu sangat penting
dalam duniakeilmuan.Bahkan, logika sering diasosiasikan dengan
kegiatan ilmiah. Memang, logika merupakan unsur penting di dalam
kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah harus didasari dengan penggunaan
logika yang benar.
1. Logika Berbahasa Sehari-Hari
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari,seperti percakapan,
umumnya penutur sering tidak memperhatikan logika berbahasa. Hal ini
juga terjadi di setiap bahasa. Dalam percakapan, misalnya, penutur
menggunakan kata-kata yang kontroversial seperti berikut ini.
(1) Mendung gelap, nanti mungkin pasti hujan.
(2) Putri Solo cantik-cantik semua.
Pada contoh (1) kata mungkin secara logika tidak dapat digabung
dengan kata pasti seperti contoh (1) di atas. Sesuatu yang dikatakan
mungkin seharusnya tidak dapat dikaitkan dengan suatu kepastian.
Mungkin berarti tidak seratus persen benar terjadi, sedangkan pasti
berarti seratus persen benar akan terjadi. Makana pada contoh kalimat
(2) tersebut dapat dipahami. Makna kalimat itu mengandung suatu
proposisi faktual. Proposisi ini benar jika semua putri Solo itu cantik.
Namun proposisi itu tidak logis karena tidak semua putri Solo itu cantik
(?) Dalam percakapan sehari-hari, hal itu terasa wajar. Anggota
masyarakat pada umumnya mempunyai toleransi yang tinggi terhadap
kesalahan logika. Untuk menjaga keselarasan dan keharmonisan
hubungan personal, kesalahan logika semacam itu jarang diperdebatkan
(Brown dan Yule,1983).
Para penutur pada umumnya mengetahui bahwa makna kalimat (1) dan
(2) tidak seperti itu. Penggunaan logika semacam itu juga perlu
diketahui pelajarbahasa agar mereka memahami ujaran dengan benar.
Dalam kegiatan ilmiah, penggunaan bahasa haruslah logis (masuk akal).
Penggunaan bahasa secara logis inilah yang dimaksud dengan logika
dalam berbahasa. Dalam kegiatan ilmiah, penggunaan bahasa yang
sesuai dengan kaidah-kaidah logika sangat penting. Bahkan, ciri khas
suatu kegiatan ilmiah adalah cara berpikir atau bernalar yang logis.
Kegiatan ilmiah yang tidak logis dinamakan kegiatan parailmiah atau
ilmiah semu.
2. Logika Berbahasa dalam Peristiwa Komunikasi

Dalam setiap penggunaan bahasa, seorang penutur diharapkan


dapat menyampaikan gagasannya secara singkat, jelas, lengkap, benar,
dan tertata seperti apa yang diharapkan oleh mitra tutur (lawan bicara).
Dengan cara itu, proses komunikasi yang dilakukan dapat berlangsung
dengan baik dan lancar. Dalam hal ini, Grice (dalam Brown dan Yule,
1986:31) menyatakan bahwa dalam bertutur ada kaidah umum yang
mengatur suatu pertuturan yang disebut dengan prinsip kerjasama dan
percakapan (cooperative principles and conventional maxims). Ada empat
prinsip yang dikemukakan oleh Grice.

(1) Prinsip kuantitas, yakni memberikan informasi seperti yang


diharapkan dan tidak memberikan informasi lebih atau kurang dari yang
diharapkan.

(2) Prinsip kualitas, yakni memberikan informasi yang benar atau


menghindari informasi salah, atau yang tidak benar-benar diketahui.

(3) Prinsip hubungan, yakni menyajikan informasi yang relevan

(4) Prinsip tatacara, yakni menghindari tuturan yang berputar-putar yang


bermakna ganda, dan seharusnya menyajikan tuturan dengan jelas,
singkat, padat, dan tertata (Brown dan Yule, 1986:32).

Penerapan logika berbahasa dalam berkomunikasi termasuk dalam


prinsip tatacara. Dalam proses pembelajaran bahasa, para pelajar perlu
dibekali kompetensi ini agar mereka dapat berkomunikasi sesuai dengan
yang diharapkan. Penguasaan logika berbahasa mempunyai kaitan erat
dengan proses penyajian informasi atau pesan mitra tuturnya.

3. Kalimat yang Logis

Sebuah kalimat tentu mengandung makna. Secara semantis, makna


kalimat itu tidak sama dengan penjumlahan kata-kata dalam kalimat.
Makna kalimat sangat ditentukanoleh komponen kalimat (seperti kata,
urutan, intonasi) dan konteks pemakaian.Perbedaan komponen dan
konteks itu akan membedakan makna. Penyusunan kalimat logis
berkaitan dengan penyusunan komponen-komponen kalimat. Kalimat
yang logis merupakan kalimat yang maknanya sesuai dengan kaidah-
kaidah penalaran. Sebuah kalimat yang menyimpang dari kaidah
penalaran akan menjadi tidak logis. Kalimat yang tidak logis mengandung
kesalahan logika. Kesalahan logika dalam kalimat dapat dilihat dari segi
makna dan hubungannya dengan acuan. Bila maknanya tidak sesuai
dengan acuannya, maka akan terasa tidak logis.

Contoh: Masa terus berputar

Kalimat tersebut merupakan kalimat yang tak logis karena tidak masuk
akal. Tentunya, tak seorang pun menjadi saksi bahwa ada masa yang
berputar. Masa tidak berputar karena masa tidak pernah kembali. Jarum
jam atau bumilah yang berputar untuk menunjukkan suatu masa tertentu.
Kelogisan kalimat didukung oleh ketepatan diksi dan bentukan
kata yang digunakan. Diksi yang tepat akan dapat membantu memperjelas
informasi yang dikandungnya. Penyusun kalimat yang logis sangat
berhubungan dengan kebenaran kalimat. Kebenaran kalimat itu
tergantung pada proposisinya. Kalimat yang tidak memiliki nilai
kebenaran cenderung tidak logis. Untuk menyusun kalimat logis, kita
harus memperhatikan pemilihan kata (diksi),penggunaan kata bentukan,
dan konjungsi.

PENUTUP

Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam


prosesnya ada 2 macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal
yang umum terlebih dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang
khusus. Penalaran Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir
dengan bertolak dari bentuk penalaran deduktif.Yakni menarik suatu
kesimpulan dari fakta- fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik
kesimpulan yang sifatnya umum. Logika merupakan proses penalaran
yang mengikuti alur berpikir. Logika berbahasa dalam percakapan sehari-
hari tidak dituntut seperti dalam kegiatan ilmiah. Penutur bahasa pada
umumnya mempunyai toleransi yang tinggi dalam kegiatan berbahasa
sehari-hari. Sebaliknya, dalam kegiatan ilmiah penerapan logika dalam
berbahasa sangat diperlukan. Penyusun kalimat yang logis sangat
berhubungan dengan kebenaran kalimat. Kebenaran kalimat itu
tergantung pada proposisinya. Kalimat yang tidak memiliki nilai
kebenaran cenderung tidak logis. Untuk menyusun kalimat logis, kita
harus memperhatikan pemilihan kata (diksi), penggunaan kata bentukan,
dan konjungsi.

Selain itu, Logika bahasa dapat dilihat pada kalimat, hubungan antarkalimat,
dan hubungan antar bagian dalam wacana.
 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Arifin, E Zaenal dan  Tasai, S Amran. 2006. Cermat Berbahasa


Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo.

2.      Tukan, P. 2006. Mahir Berbahasa Indonesia. Jakarta: PT. Ghalia


Indonesia.

3.      Tatang, Atep et all. 2009. Bahasa Indonesiaku Bahasa Negeriku 3.


Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Adjat Syakri. 1992. Bangun Paragraf Bahasa Indonesia. Bandung: ITB


Bandung.Aleka & H. Ahmad H.P. 2010. Bahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi. KencanaPrenada.Doyin,Mukh,Wagiran.2012.

 BAHASA INDONESIA Pengantar Penulisan Karya Ilmiah

. Semarang:UNNES PRESS

 
Imam Syafi’I, 1990.

 Bahasa Indonesia Profesi

. Malang: Ikip MalangRahman,Zikri.2012.

 Paragraf Bahasa Indonesia dan Penerapannya: Pola Penalaran (Deduktif


dan Induktif).

http://cicibon.blogspot.com/2012/07/paragrafbahasa-indonesia-
dan.html.Diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Anda mungkin juga menyukai